ICASEPS WORKING PAPER No. 99
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DALAM UPAYA PENINGKATAN POPULASI TERNAK MELALUI BEBERAPA MODEL PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI PROVINSI LAMPUNG
Bambang Winarso
April 2009
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Studies)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DALAM UPAYA PENINGKATAN POPULASI TERNAK MELALUI BEBERAPA MODEL PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI PROVINSI LAMPUNG Bambang Winarso Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jalan A. Yani No.70 Bogor 16161
Abstrak Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah lumbung ternak nasional khususnya ternak sapi potong. Berdasarkan kebijakan program tersebut wilayah ini ditetapkan sebagai salah satu lokasi sentra ternak andalan nasional dari 11 (sebelas) lokasi provinsi lainnya. Pertumbuhan populasi ternak selama kurun waktu 10 tahun terakhir ( 1997 – 2006) diwilayah ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan populasi ternak diwilayah ini cenderung negatif oleh karena tingginya permintaan ternak oleh konsumen setempat maupun oleh konsumen luar daerah. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah daerah setempat melalui Dinas Peternakan Provinsi telah mengambil langkah kebijakan. Diantaranya adalah kebijakan peningkatan populasi ternak sapi potong dan ternak potong lainnya melalui berbagai program pengembangan dalam upaya meningkatkan jumlah populasi ternak di wilayah tersebut. Selain program pengembangan yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, maka ada beberapa instansi pemerintan non Departemen Pertanian yang ikut berpartisipasi dalam mengembangkan ternak sapi potong di wilayah Provinsi Lampung. Diantaranya adalah Departemen Sosial, Departemen Kehutanan dan Departemen Transmigrasi. Hasil nyata diantaranya adalah bahwa peternak mampu menggemukkan sapi potong jantan sebanyak 25,80 ekor/tahun/KK.
PENDAHULUAN
Dalam upaya memenuhi kebutuhan daging nasional, pemerintah pada era periode awal 2005 telah mencanangkan kebijakan swasembada daging nasional dimana Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah yang diandalkan untuk mendukung kebijakan tersebut. Seperti diketahui bahwa wilayah Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah lumbung ternak nasional khususnya ternak sapi potong. Berdasarkan kebijakan program tersebut wilayah ini ditetapkan sebagai salah satu lokasi sentra ternak andalan nasional dari 11 (sebelas) lokasi provinsi lainnya. Sementara data pertumbuhan populasi ternak selama kurun waktu 10 tahun terakhir ( 1997 – 2006) diwilayah ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan populasi ternak diwilayah ini cenderung negatif sebesar – 2,45 % rata-rata pertahun. Dimana pada tahun 1996 jumlah populasi ternak sapi potong adalah sebanyak 521.565 ekor dan turun menjadi 417.129 ekor pada tahun 2006 (Dinas Peternakan Prov. Lampung, 2007). 1
Tingginya laju permintaan ternak oleh konsumen setempat maupun oleh konsumen luar daerah menyebabkan wilayah ini semakin lama cenderung mengalami defisit ternak. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah daerah setempat melalui Dinas Peternakan Provinsi telah mengambil langkah kebijakan. Diantaranya adalah kebijakan peningkatan populasi ternak sapi potong dan ternak potong lainnya, yang didukung oleh adanya ketersediaan modal usaha yang telah disediakan oleh pemerintah maupun lembaga finansial lainnya dalam berbagai bentuk pinjaman. Kebijakan meningkatkan jumlah populasi ternak khususnya sapi potong telah diupayakan baik dengan cara peningkatan kinerja Inseminasi Buatan (IB), juga ditempuh dengan cara mendatangkan ternak dari luar wilayah bahkan impor. Akan tetapi upaya tersebut belum dapat mengatasi defisit populasi ternak sapi di wilayah tersebut. Beberapa kegiatan lain yang selama ini telah telah di tempuh diantaranya adalah pembinaan penyebaran dan pengembangan ternak milik pemerintah melalui sistem gaduhan (Full Inkind). Selain bersumber dari dana APBD I sistim ini juga didanai dari dana Bantuan Presiden (BANPRES). Dimana sapi yang berasal dari Banpres tersebut saat ini telah mencapai 4858 ekor yang tersebar di delapan wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Kabupaten Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Selatan dan lampung Barat, Tulang Bawang, Tanggamus, Way Kanan dan Kabupaten Lampung Timur. Perkembangan populasi ternak di wilayah Provinsi Lampung pada dasarnya merupakan kinerja keberhasilan pelaksanaan beberapa program atau kegiatan yang telah lama dilakukan yang sampai saat ini kegiatannya masih berjalan. Baik program pengembangan ternak yang telah berjalan lama maupun program pengembangan ternak sapi potong yang sedang/masih perjalan . Tabel 1 merupakan keragaan perkembangan populasi ternak besar dan ternak kecil di wilayah Provinsi Lampung selama 5 (lima) tahun terakhir ( 2003 – 2007) yang yang berasal dari proyek APBD (Desentralisasi), proyek APBN (Dekonsentrasi) serta proyek anggaran rutin (Dinas Peternakan Prov. Lampung Thn 2001 s/d 2006).
2
Sebagai tindak lanjut dari kebijakan revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, maka pembangunan dibidang peternakan di wilayah ini telah memfokuskan pada 3 program kegiatan utama. Tabel 1 : Perkembangan Populasi Besar dan Ternak Kecil di Wilayah Propinsi Lampung Selama 5 Tahun Terakhir 2003 – 2007. Jenis Ternak -Sapi potong -Sapi perah -Kerbau -Kuda -Kambing -Domba -Babi
2003
2004
2005
2006
2007
387.350 112 52.351 196 810.456 66.938 83.131
391.846 118 52.203 176 824.235 67.909 81.556
417.129 129 49.219 192 927.736 75.556 64.311
401.636 198 36.408 206 798.816 70.884 60.144
410.165 230 38.991 196 955.901 83.382 63.092
Sumber : Dit. Jend Peternakan (BPS), 2008
Dimana ketiga program tersebut adalah Program Pengembangan Agribisnis, Program Ketahanan Pangan dan Program Kesejahteraan Petani. Informasi menunjukkan bahwa berdasarkan dana pembangunan peternakan yang ada, maka pada tahun anggaran 2006 Dinas Peternakan Provinsi Lampung telah mendapatkan dana sebesar Rp 20,94 M. Dimana dana tersebut berasal dari dana APBD sebesar Rp 6,8 M dan berasal dari APBN sebesar Rp 14,14 M. Dari besarnya dana pembangunan peternakan tersebut besarnya dana dekosentrasi (APBN) sebesar Rp 14,14 M diperuntukkan untuk membiayai kegiatan program Pengembangan
Agribisnis
Peternakan
sebesar
Rp
0,76
M,
Program
Peningkatan Ketahanan Pangan sebesar Rp 4,61 M , Program Peningkatan Kesejahteraan Petani sebesar Rp 0,20 M, disamping masih ada beberapa program kegiatan lainnya. Sementara dana pembangunan yang berasal dari APBD sebesr Rp 6,84 M diperuntukkan untuk membiayai kegiatan Program Pengembangan Komoditas Unggulan sebesar Rp 1,28 M, Program Intensifikasi Pertanian sebesar Rp 3,62 M dan belanja langsung sebesar Rp 0,35 M.
3
Kebijakan Pengembangan Populasi Ternak Dalam upaya pelaksanaan kebijakan pengembangan populasi ternak maka penekanan terhadap kinerja pemberdayaan kelompok tani ternak diwilayah ini telah menjadi kegiatan utama yang di tempuh. Dalam upaya pemberdayaan kelompok tani ternak tersebut, maka pada tahun 1998 telah dialokasikan dana pengembangan ternak dengan pola BLM (Bantuan Langsung Masyarakat). Dimana dana tersebut dimanfaatkan oleh kelompok untuk pengembangan ternak sesuai dengan kebutuhan kelompok dan spesifikasi lokasi. Untuk kelompok ternak sapi potong, dana bantuan program tersebut dapat berupa program UPSUS Gema Proteina, program PKP, program PPA disamping program lainnya. Secara spesifik beberapa program pengembangan ternak yang selama ini dilakukan di wilayah Provinsi Lampung ditampilkan dalam tabel 1. Sejalan dengan adanya program kebijakan pengembangan ternak ruminansia besar khususnya ternak sapi potong di wilayah Provinsi Lampung, maka beberapa program yang ada umumnya merupakan program lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya yang kegiatannya lebih ditekankan pada aspek pembinaan. Sebagai contoh adalah pembinaan Program Ketahanan Pangan (PKP) yang pada tahun 1999 kegiatan ini dilaksanakan di 5(lima) kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Tengah, Way Kanan, Lampung Utara, Tulang Bawang dan Kabupaten Lampung Selatan. Pada awal tahun tersebut (1999) telah disalurkan sapi betina sebanyak 235 ekor disamping prasarana lainnya seperti kandang kolektif, alat IB, obat-obatan dan kendaraan roda dua. Pada tahun 2001 Program Pemberdayaan Agribisnis Petani di Perdesaan di wilayah Provinsi Lampung
telah tersalur ternak sapi untuk digemukkan
terutama dialokasikan di wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebanyak 75 ekor dan di wilayah Kabupaten Tulang Bawang sebanyak 61 ekor. Sementara untuk kegiatan proyek intensifikai akseptor telah tersalurkan ternak sapi potong ke Kabupaten Lampung Tengah sebanyak 75 ekor dan Kabupaten Tanggamus sebanyak 90 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Lampung, 2001).
4
Program-program pengembangan ternak : Dalam upaya meningkatkan jumlah populasi ternak di wilayah Provinsi Lampung,
maka
beberapa
program
pengembangan
telah
dan
sedang
dilaksanakan diwilayah ini, beberapa jenis program diantaranya adalah sebagai berikut :
a.Program Pengembangan Agribisnis Peternakan: Program Pengembangan Agribisnis Peternakan (PAP) dimana program ini lebih memfokuskan pada kegiatan identifikasi potensi pengembangan komoditas ternak unggulan tertentu dalam suatu kawasan. Proses terbentuknya kawasan peternakan di berbagai wilayah pada dasarnya didukung oleh faktor-faktor seperti kesesuaian agroekosistem dan agroklimat. Sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan agribisnis yang berbasis peternakan baik pada wilayah yang telah berkembang maupun pada wilayah yang belum berkembang namun memiliki prospek untuk lebih dikembangkan. Pada tahun anggaran 2002 program ini telah dikembangkan di 7(tujuh) kabupaten, sebagai sentra pengembangan ternak baik ternak sapi potong, babi, itik, kambing maupun sapi perah. Khusus untuk pengembangan ternak sapi potong telah dialokasikan di 3(tiga) kabupaten masing-masing Kabupaten Way Kanan mendapat bantuan ternak sapi potong untuk penggemukan sebanyak 50 ekor, Kabupaten Lampung Barat mendapat bantuan ternak sapi potong untuk usaha pengembangan dan Kabupaten Tanggamus sebanyak 56 ekor untuk usaha penggemukan. Pada tahun anggaran 2003 program ini diperluas menjadi 10 (sepuluh) kabupaten/kota, sementara khusus untuk pengembangan ternak besar (sapi potong) disalurkan di 4 (empat) kabupaten yaitu masing-masing di Kabupaten Lampung Timur sebanyak 54 ekor, Tulang Bawang sebanyak 50 ekor, Lampung Tengah sebanyak 50 ekor dan Kota Bandar Lampung sebanyak 44 ekor. Seperti diketahui bahwa dalam upaya mendukung kinerja pengembangan ternak potong diwilayah ini khususnya ternak sapi potong, maka peran pemerintah cukup menonjol dalam hal penyaluran dana bantuan kepada 5
peternak. Kegiatan ini dilakukan baik melaui program pengembangan ternak yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun oleh pemerintah pusat. Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi melalui Dinas Peternakan Provinsi Lampung diantaranya adalah pembinaan penyebaran dan pengembangan ternak milik pemerintah provinsi melalui sistem gaduhan (Full Inkind). Tabel
:
Alokasi Dana Pembangunan Ternak di Wilayah Provinsi Lampung
Thn 1999 – 2005.
Pada tahun 2005 jumlah populasi ternak yang dikembangkan melalui sistem ini mencapai jumlah 4858 ekor, yang dipelihara oleh sekitar 4121 peternak penggaduh yang tersebar di 8 (delapan) wilayah kabupaten. Dilihat dari sumber dananya sebagian berasal dari APBD I sebanyak 2767 ekor tersebar di 5(lima) kabupaten, yaitu Kabupaten Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Selatan dan Lampung Timur. Selain dari APBD I sistim ini didanai dari dana Banpres (Bantuan Presiden), yang mana sapi asal Banpres, saat ini telah mencapai 4.858 ekor yang tersebar di 8 (delapan) wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Selatan dan Lampung Barat, Tulang Bawang, Tanggamus, Way Kanan dan Kabupaten Lampung Timur. Sementara pengembangan ternak sapi potong yang bersumber dana dari pemerintah pusat baik melalui program pengembangan ternak Banpres maupun program lainnya bahwa pada posisi tahun 2005 telah berkembang sebanyak 7.971 ekor. Melaui sistim semi gaduhan sebanyak 7333 ekor dan sistim gaduhan sebanyak 638 ekor. Kegiatan kedua sistim tersebut tersebar di 8(delapan) Kabupaten yang bersumber dari dua sumber dana dari pemerintah pusat yaitu dari APBN khusus untuk sistim gaduhan, dan berasal dari dana Eks – IFAD yang melalui sistim semi gaduhan. Sementara populasi ternak sapi milik pemerintah sistem gaduhan yang dilakukan melalui Program Pengembangan Ternak Banpres/Inpres, pada posisi akhir tahun 2001 menunjukkan bahwa jumlah secara keseluruhan sebanyak 5.854 ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak 5.267 ekor dan anakan baik jantan maupun betina sebanyak 587 ekor. Pola 6
gaduhan tersebut merupakan program pengembangan ternak sapi potong yang dananya bersumber disamping dari APBD I juga bersumber dari dana Banpres. Populasi ternak sapi milik pemerintah sistem gaduhan pada posisi akhir tahun 2002 menunjukkan bahwa jumlah secara keseluruhan adalah sebanyak 5.523 ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak 4.948 ekor dan anakan baik jantan maupun betina sebanyak 575 ekor. Sementara pada akhir tahun 2003 menunjukkan bahwa jumlah secara keseluruhan adalah sebanyak 5.148 ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak 4.630 ekor dan anakan baik jantan maupun betina sebanyak 518 ekor. Sementara pada tahun 2004 sebanyak 4.343 ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak 3.825 ekor dan anakan baik jantan maupun betina sebanyak 518 ekor. Pada tahun 2005 jumlah secara keseluruhan adalah sebanyak 4.782 ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak 4.305 ekor dan anakan baik jantan maupun betina sebanyak 458 ekor (Dinas Peternakan Prov. Lampung, thn 2001 s/d 2006).
b. Program IFAD : Program Pengembangan Ternak lainnya adalah oleh IFAD, hasil evaluasi yang dilakukan pada tahun 2001 terhadap program pengembangan ternak yang dilakukan melalui pola IFAD menunjukkan bahwa jumlah populasi ternak sapi milik pemerintah dengan pola sistim semi gaduhan adalah sebanyak 16.187 ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak 13.168 ekor sedangkan anakannnya sebanyak 3.019 ekor. Kegiatan ini merupakan program yang bersumber dana dari APBN dan juga bersumber dari Eks IFAD. Sementara pada tahun 2002 jumlah populasi ternak berkembang menjadi 14.231 ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak 11.562 ekor sedangkan anakannya sebanyak 2.669 ekor. Pada posisi tahun 2003 jumlah populasi ternak turun menjadi 10.685 ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak 8.922 ekor sedangkan anakannya sebanyak 1.763 ekor. Sementara pada posisi terakhir tahun 2005 dengan pola sistim semi 7
gaduhan adalah sebanyak 6.818 ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak 5.854 ekor sedangkan anakannya sebanyak 964 ekor.
c. Program Pengembangan Desa Model: Program Pengembangan ternak lain yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah pengembangan ternak Desa Model, yaitu merupakan salah satu Program pengembangan ternak sapi potong yang dicanangkan oleh pemerintah daerah Provinsi Lampung adalah program pengembangan Desa Model yang dimulai pada tahun 1996/1997 dengan menyebarkan ternak sapi potong kepada masyarakat desa terpilih melalui sistem gaduhan. Penyebaran ternak diawali dengan ternak sejumlah 111 ekor yang di sebar di 4 kabupaten yaitu Kabupaten Lampung
Tengah, Lampung
Timur, Lampung
Selatan
dan
Kabupaten
Tanggamus. Dari jumlah ternak yang disebarkan tersebut maka pada posisi akhir tahun 2001 jumlah populasi ternak yang ada adalah sebanyak 131 ekor, terdiri dari induk jantan dan betina sebanyak 114 ekor dan anak jantan dan betina sebanyak 17 ekor. Sementara pada posisi terakhir tahun 2005
populasinya
menurun menjadi 82 ekor dengan perincian induk betina maupun jantan sebanyak 74 ekor dan anakan sebanyak 8 ekor.
d. Program pengembangan lainnya. Sementara Program Pengembangan Ternak potong lainnya adalah program SPAKU, KSP, CLS, BLM/PMUK serta program-program lainnya yang dilakukan oleh lembaga departemen diluar Departemen Pertanian.
-Program SPAKU : Program pengembangan ternak SPAKU yang pada tahun anggaran 1997/1998 Pemerintah Daerah Provinsi Lampung telah menyebarkan ternak dengan model Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU) yang didukung oleh proyek P2RT Kanwil Dep. Tan Prov. Lampung. Jumlah ternak sapi potong yang di salurkan ke peternak di Kabupaten Tulang Bawang sebanyak 440 ekor dimana induk jantan sebanyak 40 ekor dan induk betina 8
sebanyak 400 ekor. Program ini mengalami perkembangannya cukup baik, data tahun 2001 jumlah sapi yang ada adalah sebanyak 528 ekor yang melibatkan 220 KK peternak. Berdasarkan hasil laporan tahunan Dinas Peternakan Thn 2002, disebutkan bahwa program SPAKU sapi potong dialokasikan di Kabupaten Tulang Bawang, posisi akhir populasi ternak program ini adalah sebanyak 528 ekor. Data hasil evaluasi tahun 2005 terhadap perkembangan program ini belum ada laporannya.
-Program KSP Pada tahun anggaran 1999/2000 di wilayah Provinsi Lampung telah dicanangkan program KSP (Kawasan Sentra Produksi) dengan pengembangan komoditas utama adalah sapi potong jenis PO(Peranakan Ongole) yang semula berjumlah 458 ekor terdiri dari 46 ekor sapi PO jantan dan 412 ekor sapi PO betina. Ternak tersebut telah disebarkan di 4(empat) kecamatan, dan pada posisi tahun 2002 jumlah populasi yang ada adalah sebesar 516 ekor terdiri dari 70 ekor jantan dan 446 ekor betina. Dan pada tahun 2005 jumlah ternak 453 terdiri dari ternak induk sebanyak 394 ekor dan anakan sebanyak 59, sementara peternak yang terlibat ada sebanyak 229 KK.
-Program CLS (Crop Life Stock) Program pengembangan lainnya yang telah dilakukan adalah Program CLS/SIPT (Sistim Integrasi Padi Ternak). Program Sistim Integrasi Padi Ternak (SIPT) merupakan kajian yang diarahkan pada pemanfaatan limbah secara maksimal antar kedua komoditas utama yaitu limbah tanaman pangan dan limbah ternak. Sehingga melalui filosofi "Zero Waste" diharapkan kedua komoditas utama tersebut dapat ditingkatkan pengembangannya baik produksi, produktivitas maupun kwalitas lingkungan yang lebih seimbang antara keduanya. Ada
tiga komponen teknologi utama dalam kegiatan Sistem Integrasi
Padi-Ternak tersebut yaitu: (a) teknologi budidaya padi, (b) teknologi budidaya ternak dan (C) teknologi pengolahan jerami dan kompos. (Budi Haryanto et. Al., 2002). 9
Pada tahun 2002, kegiatan SIPT telah dilaksanakan disamping dilakukan pada wilayah sebelas provinsi, menurut rencana cakupan wilayah kabupaten diperluas lagi. Pada pelaksanaan tahun 2003 ada perluasan tiga wilayah provinsi yaitu Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara keseluruhan pelaksanaan kegiatan ini pada tahun 2003 didalamnya telah mencakup empat belas provinsi dan dua puluh empat kabupaten (Dit. Jend Peternakan, 2003). Program SIPT merupakan upaya pengembangan kawasan yang dikelola secara terpadu antara usaha tani ternak dengan usahatani tanaman pangan. Dirancang dengan pendekatan Zero Waste yang merupakan penyempurnaan teknologi yang telah berkembang di kalangan petani peternak di perdesaan.. Di wilayah Provinsi Lampung program ini telah dialokasikan
di Kabupaten
Lampung Tengah yang melibatkan 2(dua) kelompok tani ternak, jumlah ternak yang disalurkan sebanyak 116 ekor, dimana 63 ekor sapi dalam keadaan bunting.
-Program BLM/PMA-PMUK Disisi lain dalam tahun anggaran 2003, Pemerintah daerah Provinsi Lampung juga telah melaksanakan program BLM/PMA-PMUK yaitu program pengembangan ternak potong khususnya sapi dan kambing yang diarahkan di 8(delapan) wilayah kabupaten. Sementara untuk ternak sapi potong diarahkan di 4(empat) wilayah kabupaten yaitu masing-masing Kabupaten Terbanggi Besar sebanyak 50 ekor sapi, Tulang Bawang sebanyak 50 ekor sapi, Lampung Timur sebanyak 50 ekor sapi, dan Kabupaten Bandar Lampung sebanyak 50 ekor. Sementara data tahun 2004 menunjukkan bahwa program ini di arahkan di 3 (tiga) kabupaten masing-masing adalah Kabupaten Lampung Timur 50 ekor sapi, Lampung Barat 50 ekor sapi dan Kabupaten Metro sebanyak 20 ekor.
-Program KKP Program Pengembangan Ternak KKP (Kredit Ketahan Pangan), Sebagai tindak lanjut adanya Keputusan Menteri Pertanian No. 399/Kpts/BM.530/8/2000 10
tentang petunjuk teknis pemanfaatan skim kredit ketahan Pangan , maka pada tahun 2001 Provinsi Lampung memperoleh alokasi kredit KKP Usaha Peternakan yang diperuntukkan bagi kelompok usaha peternakan yang membutuhkan modal dan potensial. Bank-bank pelaksana yang ditunjuk telah merealisasikan kredit tersebut dan telah dimanfaatkan oleh kelompok ternak (Tabel 1). Namun demikian berdasarkan laporan tahunan informasi menunjukkan bahwa belum semua plafon yang ditetapkan terserap semuanya, disamping disebabkan kurang layaknya kelompok ternak yang berkepentingan atau karena perlu adanya proses lanjutan yang sedang berjalan. Permasalahan : Program KKP telah berjalan, namun masih menemui beberapa kendala
diantaranya
adalah rendahnya koordinasi sehingga informasi tentang perkembangan KKP masih lambat. Kurang adanya kepercayaan dari fihak bank tampaknya masih cukup menonjol terutama terhadap para calon peminjam dana sehingga pemanfaatan dana kredit tersebut tidak bisa optimal. Disamping program KKP pada tahun 2003 pemerintah setempat juga menyalurkan kredit melalui pola BLM yang diberikan untuk usaha budidaya peternakan disamping juga untuk usaha pengolahan produk peternakan. Sampai dengan tahun 2003 telah tersalur kredit sebesar Rp 1,826 milyar baik untuk pengembangan ternak sapi potong, kambing maupun unggas yang didalamnya termasuk usaha produksi telor asin, sate ayam dan keripik ceker. Kredit untuk pengembangan ternak sapi potong sendiri telah tersalur sebesar Rp 1,30 milyar. Sementara pada tahun 2004 tersalur dana kredit sebesar Rp 1.000,00 juta untuk pengembangan ternak terutama ternak
itik, kambing
dan sapi. Untuk
pengembangan ternak sapi sendiri telah tersalur kredit BLM sebesar Rp 0,270 milyar yang berlokasi di Kabupaten Lampung Tengah, Metro dan Kabupaten Lampung Barat yang masing-masing lokasi mendapat bantuan kredit sebesar Rp 0.09 milyar.
11
-Program Pengembangan Ternak non Deptan Ada beberapa instansi pemerintan non Departemen Pertanian yang ikut berpartisipasi dalam mengembangkan ternak sapi potong di wilayah Provinsi Lampung. Diantaranya adalah Departemen Sosial, Departemen Kehutanan dan Departemen Transmigrasi. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa penyebaran ternak bantuan dari Departemen Sosial diwilayah Provinsi Lampung adalah sapi potong sebanyak 4.183 ekor, dan kambing sebanyak 3.723 ekor. Sementara penyebaran ternak dari Departemen Transmigrasi dan Dep. Kehutanan berupa ternak sapi potong sebanyak 1.556 ekor, kambing sebanyak 697 ekor, ayam buras sebanyak 8.800 ekor dan itik sebanyak 13.000 ekor. Hasil evaluasi sampai sejauh mana perkembangan program pengembangan ternak yang dilakukan oleh lembaga diluar Departemen Pertanian tersebut sampai saat penelitian ini dilakukan belum ada ujudnya.
Program Pengembangan Inseminasi Buatan (IB) Wilayah Provinsi Lampung dapat meningkatkan peran Inseminasi Buatan setelah didukung oleh program UPTD IBBTKAN. Sejalan dengan perencanaa pembangunan
khususnya
yang
berkaitan
dengan
masalah
program
swasembada daging 2010, Direktorat Jenderal Peternakan telah mencanangkan program swasembada daging sapi 2010, maka wilayah Provinsi Lampung dicanangkan sebagai wilayah kategori kedua yaitu daerah pengembangan ternak sapi potong maupun kerbau dengan menekankan campuran antara IB dan kawin alam sebagai prioritasnya. Untuk mencapai sasaran tersebut Dit. Jend. Peternakan telah menyusun 7 kegiatan prioritas utama yaitu (a) optimalisasi akseptor dan kelahiran IB/KA, (b) pengembangan RPH dan pengendalian pemotongan betina produktif, (c) penyediaan induk bibit, (d) penanganan gangguan reproduksi dan keswan, (5) distribusi pejantan unggul, (6) pengembangan pakan local, (7) pengembangan SDM/kelembagaan. Dalam upaya mencapai sasaran tersebut, dan seperti telah diketahui bahwa wilayah Provinsi Lampung ditentukan sebagai daerah campuran 12
IB dan kawin alam, maka prioritas kegiatan lebih difokuskan pada (a) kegiatan perbaikan dan penyediaan bibit, (b) pengembangan pakan lokal (c) Optimalisasi akseptor IB dan kelahiran dan (d) intensifikasi kawin alam. Dalam program tersebut wilayah Provinsi Lampung telah ditargetkan
tambahan penyediaan
daging sebanyak 4.812 ton setara 26011 ekor ternak sapi. Hal ini perlu ditempuh melalui kegiatan Inseminasi Buatan sebesar 50 % dan kawin alam 50 %. Tabel 2. Realisasi Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan (KKP) Untuk Usaha Peternakan di Provinsi Lampung Selama Tahun 2001 -2005. Tahun No.
Bank Penyalur
Keterangan 2001
2002
2003
2004
2005
idem
Idem
1
BNI 46
Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok
2.000,343,90 1
0 0 0
2.000 335,46 1
2
Bank Lampung
Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok
154 150 2
0 150 0
154.000 184,0 2
idem
3
Bank Niaga
Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok
2.400 738,45 3
4.000 10.000 ta
12.000 10.707,02 10
12.000,0 34.117,06 7
4
Bank mandiri
Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok
0,00 300 1
1.000 0 0
1.000 782,24 6
idem
Idem
5
BII
Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok
0 0 0
1.000 0 0
1.000 0 0
tad
tad
6
Danamon
Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok
0 0 0
0 0 0
2.000 0 0
tad
tad
7
TOTAL
Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok
4.554 1.532,35 7
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi Lampung menunjukkan bahwa minat masyarakat peternak terhadap straw yang diinginkan adalah straw Brahman, Brangus, Limousin dan Simental. Data tahun terakhir (2005) menunjukkan bahwa untuk Straw jenis Brahman telah tersalur sebanyak 14.735 dosis, sementara Brangus sebanyak 10.727, Simental 9.184. dan 13
Limousin sebanyak 14.948 dosis. Pesatnya permintaan terhadap straw jenis tersebut karena telah terbukti bahwa sapi kelahiran jenis straw tersebut mampu memberikan keuntungan lebih banyak dibandingkan straw jenis lainnya. Informasi tahun 2001 menunjukkan bahwa jumlah petugas inseminator di wilayah Provinsi Lampung sebanyak 180 orang, sedangkan tenaga lainnya seperti tenaga asisten teknis reproduksi sebanyak 14 orang, tenaga pemeriksa kebuntingan sebanyak 22 orang dan tenaga supervisor sebanyak 9 orang. Hal tersebut bertahan sampai tahun 2003 keadaan tidak berubah. Sementara dilihat dari perkembangan jumlah akseptor selama periode yang sama (2001 – 2005) secara umum menunjukkan trend yang agak berfluktuasi namun cenderung meningkat. Dimana pada tahun 2001 jumlah akseptor ternak sapi potong adalah sebanyak 25.816 meningkat menjadi 27.271 pada tahun 2005, bahkan pada tahun 2003 sempat mencapai jumlah akseptor tertinggi yaitu sebanyak 29.226. Akseptor terbanyak berasal dari wilayah Kabupaten Lampung Tengah yaitu sebanyak 11.530 akseptor (Dinas Peternakan Provinsi Lampung, thn 2001 s/d 2005). Sementara jumlah dosis Straw yang tersalur selama periode 5(lima) tahun 2001-2005 tersebut mengalami peningkatan tajam. Dari sebanyak 33.530 dosis pada tahun 2001 meningkat menjadi 45.159 dosis pada tahun 2005. Peningkatan dosis yang semakin tinggi tersebut mengindikasikan adanya permintaan yang semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya ternak yang membutuhkan inseminasi buatan, disisi lain ada kemungkinan semakin tingginya faktor kegagalan dalam proses Inseminasi. Wilayah Provinsi Lampung dalam menghadapi program swasembada daging 2010 lebih diarahkan pada kebijakan peningkatan kelahiran anak sapi dari hasil perkawinan secara alami (KA) maupun dari hasil Inseminasi Buatan (IB). Data evaluasi angka kelahiran hasil IB tahun terakhir (2005) menunjukkan bahwa angka kelahiran pada periode tersebut mengalami penurunan yang cukup tajam dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2001 jumlah
14
kelahiran sebanyak 15.308 ekor dengan perincian jantan sebanyak 7792 ekor dan betina sebanyak 7516 ekor. Namun pada tahun 2005 turun tajam menjadi 11.561 ekor. Perkembangan angka kelahiran selama periode lima tahun terakhir (2001-2005)
angka
kelahiran
anak
sapi
dari
hasil
Inseminasi
Buatan
menunjukkan angka fluktuasi yang cukup tinggi namun cenderung menurun. Penurunan angka kelahiran yang cukup tajam tersebut perlu dicermati secara seksama. Sebab salah satu kunci keberhasilan program swasembada daging yang cukup strategis justru terletak di sini. Sehingga perlu dicari penyebabnya. Angka kelahiran yang semakin rendah sementara kegiatan Inseminasi justru semakin meningkat ada indikasi kegagalan inseminasi yang semakin tinggi pula. Atau ada indikasi semakin meningkatnya penyakit reproduksi sehingga banyak ternak sapi betina yang mengalami kegagalan dalam reproduksinya.
Kasus Desa Contoh Untuk antisipasi dalam upaya mencukupi/swasembada daging nasional maupun dalam rangka mencukupi kebutuhan daging lokal maka pemerintah Kabupaten Lampung Tengah melaui Dinas Peternakan Kabupaten Lampung Tengah juga telah berupaya sedemikian rupa dengan berbagai program pengembangan ternak potong khusunya sapi potong pada saat ini telah dan sedang dilaksanakan. Melalui beberapa program pengembangan ternak potong hal tersebut dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan. Salah satu kasus di desa contoh di Lampung yang diwakili oleh dua desa terpilih di masing masing kecamatan adalah Desa Asto Mulyo merupakan desa contoh di Kec. Punggur, sementara Kec. Terbanggi Besar diwakili Desa Karang Endah. Informasi menunjukkan bahwa kedua desa tersebut merupakan sentra pupolasi ternak sapi yang didominasi oleh budidaya penggemukan. Namun demikian budidaya pembibitan juga banyak dilakukan oleh peternak dikedua desa contoh tersebut. Bagi peternak mandiri artinya berusaha dengan 15
menggunakan modal sendiri, maka Skala penguasaan ternak relatif masih kecil. Sebagian peternak telah mampu bekerjasama kemitraan dengan perusahaan peternakan GGLC (Great Giant Live Stock). Dalam kerjasama tersebut disamping mendapat bantuan pengadaan ternak bibit dari perusahaan yang umumnya bibit impor sapi bakalan, juga mendapat pasokan kebutuhan pakan ternak, Disamping itu penampungan hasil ternak juga di tangani oleh perusahaan (Yudja et. All,2005). Sebenarnya ternak yang di salurkan ke petani adalah merupakan realisasi penyaluran dana kredit pemerintah melalui dana KKP (Kredit Ketahanan Pangan) yang bekerjasama antara fihak pemerintah bersama
Bank Niaga
dengan GGLC. Bank Niaga sebagai penyalur kredit, sementara GGLC adalah perusahaan selaku penjamin kredit ternak yang disalurkan ke peternak. Permasalahan adalah belum semua peternak dapat terlayani oleh kebijakan program kredir tersebut. Bagi peternak yang tidak memiliki agunan tampaknya belum bisa menikmati fasilitas ini. Sifat KKP adalah merupakan kredit komersial, sehingga
kelayakan
teknis
perbankan
merupakan
sesuatu
yang
di
pertimbangkan dalam menjamin kelancaran pengembalian kredit pinjaman. Sehingga hanya peternak-peternak yang relatif memiliki aset yang dapat diagunkan saja yang dapat menikmati fasilitas ini. Sebenarnya fasilitas kredit ini telah dimulai sejak tahun 2001 disalurkan di wilayah dua desa contoh, baik di Desa Asto Mulyo maupun di Desa Karang Endah. Disamping diprogramkan
kebijakan
melalui
pengembangan
penyaluran
kredit
ternak
KKP,
sapi
maka
potong
pemerintah
yang juga
melaksanakan program penyaluran BLM (Bantuan Langsung Masyarakat). Program ini merupakan bantuan pemerintah berupa ternak dengan sistim bergulir. Yang maksudnya adalah disamping dapat membantu petani ternak dalam memperkuat permodalah dan meningkatkan pendapatan, juga dalam rangka meningkatkan populasi ternak. Program ini lebih difokuskan pada bantuan ternak sapi potong betina produktif yang digaduhkan dengan masa pengembalian setelah sapi yang 16
bwersangkutan mampu berkembang. Kegiatan kelompok tani ternak telah berkembang pesat, setidaknya dengan adanya program pemerintah baik berupa BLM maupun program KKP, maka aktivitas kegiatan kelompok di dua desa contoh cukup baik. Permasalahan adalah belum semua peternak mau masuk menjadi anggota kelompok. Permasalahan adalah bagi peternak yang belum menerima bantuan kredit baik KKP maupun BLM umumnya enggan untuk masuk menjadi anggota kelompok tani ternak.
Dampak Program Terhadap Populasi Ternak di Tingkat Petani Beberapa program pengembangan ternak potong yang telah maupun yang sedang dilaksanakan pada dasarnya adalah bertujuan untuk mengatasi kelangkaan atau kekurangan daging, namun disisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah membantu peternak dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan ekonomi rumah tangganya. Dilihat dari pola usaha yang dianjurkan disamping pola penggemukan juga pola pembibitan. Kedua pola tersebut dilakukan disamping untuk meningkatkan populasi ternak juga dalam upaya meningkatkan produksi hasil ternak terutama daging sebagai kebutuhan pangan protein hewani bagi masyarakat. Peternak yang melakukan pola penggemukan maka dalam satu tahun kalender peternak mampu menghasilkan jumlah ternak yang digemukkan sangat bervariasi tergantung dari kemampuan masing-masing peternak. Kasus di wilayah Provinsi Lampung menunjukkan bahwa seorang peternak mampu menggemukkan sapi potong jantan sebanyak 25,80 ekor/tahun/KK. Kasus di wilayah Provinsi Lampung menunjukkan bahwa ketersediaan pakan ternak dipasok oleh pabrik pakan dalam hal ini PT GGLC, Dimana jangka waktu penggemukan di wilayah ini umumnya lebih pendek, karena pejantan yang digemukkan adalah pejantan jenis Ongole yang sudah cukup besar.
17
KESIMPULAN
Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah lumbung ternak nasional khususnya ternak sapi potong. Berdasarkan kebijakan program tersebut wilayah ini ditetapkan sebagai salah satu lokasi sentra ternak andalan nasional dari 11 (sebelas) lokasi
provinsi lainnya. Tingginya laju permintaan ternak oleh
konsumen setempat maupun oleh konsumen luar daerah menyebabkan wilayah ini semakin lama cenderung mengalami defisit ternak. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah daerah setempat melalui Dinas Peternakan Provinsi telah mengambil langkah kebijakan. Diantaranya adalah kebijakan peningkatan populasi ternak sapi potong dan ternak potong lainnya. Dalam upaya meningkatkan jumlah populasi ternak di wilayah Provinsi Lampung, maka beberapa program pengembangan telah dan sedang dilaksanakan diwilayah ini, beberapa jenis program diantaranya. Ada beberapa instansi pemerintan non Departemen Pertanian yang ikut berpartisipasi dalam mengembangkan ternak sapi potong di wilayah Provinsi Lampung. Diantaranya adalah Departemen Sosial, Departemen Kehutanan dan Departemen Transmigrasi, selain juga dilaksanakan oleh Departemen Pertanian sendiri. Hasil cukup nyata diantaranya bahwa disamping banyaknya peternak yang mendapat bantuan program maka keberhasilan lainnya adalah bahwa seorang peternak mampu menggemukkan sapi potong jantan sebanyak 25,80 ekor/tahun/KK.
18
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002 . Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi - Ternak. Dinas Peternakan Provinsi Lampung. 2001. Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2001 – 2005. Dinas Peternakan Provinsi Lampung. Laporan Tahunan, thn 2001 s/d 2006 Dinas Peternakan Provinsi Lampung 2000. Laporan Pelaksanaan Program Penggemukan sapi Kereman Impor TA. 2000..
Direktorat Pengembangan Peternakan; Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan 2002; Evaluasi Pengembangan Peternakan TA. 2002 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan . 2005. Pemantapan Program Mendesak Kecukupan daging Tahun 2005. Hayanto. B., I. Inounu., Arsana. B dan K. Diwyanto. 2002. Sistem Integrasi PadiTernak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Statistik Peternakan, 1995. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta. Yusdja Y., Sayuti R., Hastuti S., Sadikin I. Winarso B. dan Muslim C., 2005; Pemantapan Program dan Strategi Kebijakan Peningkatan Produksi Daging Sapi; Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian; Badan Litbang Pertanian.
19