ICASERD WORKING PAPER No.33
DAMPAK KEBIJAKAN STABILISASI HARGA TERHADAP STABILITAS EKONOMI MAKRO DI INDONESIA : SUATU KAJIAN INDIKATIF Nyak Ilham Maret 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
ICASERD WORKING PAPER No.33
DAMPAK KEBIJAKAN STABILISASI HARGA TERHADAP STABILITAS EKONOMI MAKRO DI INDONESIA : SUATU KAJIAN INDIKATIF Nyak Ilham Maret 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Sri Sunari, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No.70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496, E-mail :
[email protected] No. Dok.048.33.04..04
DAMPAK KEBIJAKAN STABILISASI HARGA TERHADAP STABILITAS EKONOMI MAKRO DI INDONESIA: SUATU KAJIAN INDIKATIF Nyak Ilham Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor Jl. A. Yani 70 Bogor 16161
ABSTRAK Salah satu tujuan kebijakan harga pertanian adalah menstabilkan harga pertanian agar mengurangi ketidakpastian petani, dan menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen dan stabilitas harga di tingkat makro. Untuk mencapai pembangunan ekonomi diperlukan stabilitas ekonomi makro. Bedasarkan hal tersebut paper ini bertujuan mengkaji dampak stabilisasi harga terhadap stabilitas indikator ekonomi makro. Data yang digunakan merupakan data sekunder series waktu lingkup nasional bersumber dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, BULOG dan Departemen Keuangan. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan teknik grafik. Dalam studi ini stabilisasi harga diproksi dari besarnya dana yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi pupuk dan operasi pasar oleh BULOG. Hasil studi menghasilkan tiga kesimpulan penting yaitu: (1) Dana subsidi pupuk cenderung dapat menekan laju inflasi, namun pengaruhnya tidak signifikan, sehingga respon indikator ekonomi makro terhadap perubahan dana subsidi pupuk relatif lemah; (2) Ada indikasi bahwa operasi pengadaan dan penyaluran gabah/beras oleh Bulog mampu menstabilkan inflasi, kecuali pada kondisi anomali. Pengaruh tersebut ada kecenderungan ditransmisikan ke indikator ekonomi makro; (3) Pengamatan lebih mendalam menunjukkan adanya bias yang berkaitan dengan tenggang waktu (time lag) antara operasi pasar dengan indikator ekonomi makro. Saran dan implikasi kebijakan hasil studi ini adalah: (1) Kebijakan subsidi pupuk kepada petani tidak efektif digunakan untuk stabilisasi indikator ekonomi makro; (2) Kebijakan operasi pasar oleh Bulog dapat digunakan untuk menstabilkan indikator ekonomi makro di Indonesia; dan (3) Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dengan pendekatan kuantitatif.
Kata Kunci: stabilitas harga, pangan, ekonomi makro.
PENDAHULUAN Untuk mencapai pembangunan ekonomi yang diharapkan perlu stabilitas ekonomi makro. Karena hal tersebut menjamin kepastian bagi investor untuk berinvestasi sehingga mampu mengerakkan sektor riil yang dapat menciptakan lapangan kerja. Salah satu tujuan kebijakan harga pertanian adalah menstabilkan harga pertanian agar mengurangi ketidakpastian usaha petani, dan menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen dan stabilitas harga di tingkat makro (Ellis, 1992:69). Stiglitz (1997: 565) mengatakan tiga tujuan kebijakan ekonomi makro adalah kesempatan kerja tinggi, inflasi yang rendah dan pertumbuhan yang cepat. Menurut Dornbusch, Fisher, dan Startz (1998:3) variabel ekonomi makro yang menjadi isu adalah pertumbuhan output, laju inflasi, pengangguran, dan neraca pembayaran.
1
Variabel
ekonomi makro tersebut saling terkait secara langsung atau melalui variabel ekonomi makro lain, seperti nilai tukar dan tingkat suku bunga. Melalui pasar barang, pasar uang, pasar tenaga kerja, dan pasar saham.yang membentuk keseimbangan internal dan keseimbangan eksternal (balance of payment). Indikator makro yang penting dan berkaitan dengan kebijakan stabilisasi harga adalah inflasi.
Indikator tersebut secara mikro terkait dengan kondisi pasar barang
melalui harga-harga komoditas.
Namun, tingkat inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh
harga-harga
disebabkan
komoditas
yang
oleh
meningkatnya
permintaan
dan
berkurangnya penawaran, tetapi juga oleh faktor-faktor lain yang berkaitan dengan sektor riil dan moneter (Gunawan, 1991: 60-142; Perwira, 2001; CSIS, 2001a; 2001b; 2001c; 2001d; 2002a; 2002b; 2002c; dan 2002d), serta pengaruh faktor kebijakan Romer (1996:403-412). Makalah ini difokuskan pada inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga pangan, khususnya beras. Perspektif ke depan kajian ini menjadi penting mengingat kecenderungan pasar yang dihadapi setiap negara semakin mengglobal. Dimana dengan perubahan lingkungan strategis tersebut, menurut Simatupang dan Syafa’at (2002), menyebabkan harga komoditas pertanian di pasar domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar. Dengan perkataan lain, dinamika harga produk domestik dipengaruhi oleh keadaan pada tiga jenis pasar secara simultan, yaitu (1) pasar komoditas internasional, (2) pasar komoditas domestik, dan (3) pasar valuta asing. Artinya intervensi pemerintah untuk kebijakan stabilisasi harga di pasar domestik semakin mengecil.
Keadaan yang demikian dapat mempengaruhi ketidakstabilan
indikator ekonomi makro. Di Indonesia, banyak tulisan yang membahas hal tersebut, namun yang menggunakan pendekatan kuantitatif masih sangat terbatas.
Timmer,
(1996) dalam: Simatupang (1999) menyatakan beberapa ilmuwan kompeten di bidang ini beranggapan bahwa peranan stabilisasi harga beras dalam perekonomian nasional tak terhingga nilainya. Berdasarkan hal tersebut, studi ini sifatnya indikatif dengan pendekatan grafik bertujuan mengkaji dampak stabilisasi harga terhadap stabilitas indikitor ekonomi makro. Dari hasil kajian tersebut diharapkan dapat memberikan rekomendasi dalam upaya meredam ketidakstabilan indikator ekonomi makro.
2
METODOLOGI Kerangka Pemikiran Di Indonesia (Gunawan, 1991), ketatnya pengaturan harga menyebabkan berkurangnya instabilitas ekonomi makro.
Hal yang sama terjadi di beberapa negara,
seperti yang disitir maupun yang dihasilkan dari studi Kannapiran (2000), menunjukkan bahwa skim stabilitas harga komoditas dapat mengurangi instabilitas ekonomi makro, tetapi ada juga yang menciptakan sedikit fluktuasi, khususnya pada balance of payment (BOP) dan stabilitas moneter, karena kebijakan stabilitas harga tidak memberikan kontribusi yang baik terhadap manajemen ekonomi makro. Keterkaitan antara harga dan indikator ekonomi makro ditransmisikan melalui harga komoditas di pasar barang yang membentuk harga umum kemudian menentukan tingkat inflasi. Tingkat inflasi akan mempengaruhi keseimbangan di pasar uang, pasar tenaga kerja, pasar barang, dan daya saing produk di pasar internasional yang akhirnya akan mempengaruhi keseimbangan makro. Tingkat harga bahan pangan memberikan pengaruh yang relatif lebih tinggi terhadap tingkat inflasi umum di Indonesia dibandingkan produk lain (Ilham, 2003). Menurut Irawan, et al., (2002), pada umumnya harga beras merupakan acuan bagi harga komoditas pangan lainnya dan tingkat upah pertanian, sehingga perubahan harga pangan lain dan upah tenaga kerja cenderung sejalan dengan perubahan harga gabah. Dengan demikian sebarapa jauh fluktuasi harga beras mempengaruhi stabilitas ekonomi makro perlu menjadi perhatian, terutama pada kondisi pasar yang derajat liberalisasinya semakin meningkat. Kebijakan harga yang merupakan upaya untuk menstabilkan harga pertanian, khususnya beras, dapat dilakukan melalui berbagai instrument. Menurut Ellis (1992:71), ada empat instrumen kebijakan harga, yaitu: kebijakan perdagangan; kebijakan nilai tukar; pajak dan subsidi; dan intervensi langsung. Untuk melihat dampak kebijakan harga terhadap stabilitas ekonomi makro, berbagai bentuk kebijakan harga tersebut dapat diproksi dengan berbagai indikator. Kebijakan perdagangan dapat didekati dengan volume impor dan ekspor komoditas; kebijakan nilai tukar didekati dengan kurs nilai tukar itu sendiri; pajak dan subsidi didekati dengan nilai pajak yang diterima atau nilai subsidi yang diberikan; dan intervensi langsung didekati dengan volume fisik pengadaan atau penyaluran komoditas yang dilakukan dalam operasi pasar.
3
Selain melalui kebijakan harga, secara tidak langsung stabilisasi harga dapat juga dilakukan melalui kebijakan pemasaran output dan kebijakan input (Ellis, 1992:101 dan 125).
Kebijakan pemasaran secara umum bertujuan menghindari produsen dan
konsumen dari eksploitasi pedagang. Kebijakan input antara lain berupa subsbsidi harga sarana produksi diberlakukan pemerintah terhadap pupuk, benih, pestisida dan kredit. Di Indonesia, pupuk mendapat subsidi terbesar, dengan argumen pemberian subsidi pupuk adalah untuk: (1) merangsang penggunaan pupuk oleh petani sebagai bagian dari penerapan teknologi pertanian dan peningkatan produksi pangan; (2) menstabilkan harga di tingkat petani; dan (3) lebih mengefisienkan transfer sumberdaya dari pemerintah ke petani guna membantu pembangunan di pedesaan (Rusastra, Sayaka, dan Saptana, 2002). Kerangka Teoritis Penyebab Inflasi Menurut Shapiro (1978:445), walaupun teori inflasi bukan hanya berdasarkan inflasi tarikan-permintaan dan inflasi dorongan-biaya, namun pendekatan tersebut selalu digunakan. Beberapa pendekatan lain adalah: Pendekatan Kurva Philips (Mankiw, 2000: 338); Teori Dinamika Inkonsistensi Kebijakan Inflasi Rendah (Romer, 1996: 403-412); Hubungan Keterbukaan Ekonomi dengan Inflasi (Romer, 1993 dalam:Temple, 2002); dan hubungan antara inflasi domestik dengan inflasi luar negeri (McCallum, 1989:271-296). Analisis selanjutnya menggunakan pendekatan inflasi tarikan-permintaan dan inflasi dorongan-biaya. Inflasi Tarikan-Permintaan (Demand-Pull Inflation) Menurut teori ini, meningkatnya tingkat harga umum disebabkan oleh permintaan terhadap barang dan jasa melebihi penawaran yang tersedia pada harga yang berlaku (Shapiro, 1978:446).
Kelebihan permintaan yang disebabkan bergesernya kurva
permintaan agregat ke kanan merupakan inflationary gap, sehingga menekan harga untuk naik (Gunawan, 1991:11). Berdasarkan
kerangka
kerja
kurva
IS-LM,
kelebihan
permintaan
yang
menyebabkan kenaikan harga dapat berasal dari pergeseran kurva IS atau kurva LM. Penyebab bergesernya kurva IS adalah faktor-faktor riil dan penyebab bergesernya kurva LM adalah faktor-faktor moneter.
4
(1) Inflasi tarikan-permintaan yang berasal dari faktor-faktor riil Faktor-faktor yang menyebabkan bergesernya kurva IS ke kanan adalah peningkatan pengeluaran pemerintah tanpa perubahan penerimaan pajak; penurunan penerimaan pajak tanpa perubahan pengeluaran pemerintah; peningkatan pengeluaran pemerintah yang lebih besar dari peningkatan penerimaan pajak; penurunan fungsi tabungan; peningkatan ekspor; penurunan impor; dan peningkatan permintaan investasi. Prosesnya dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 (A) menunjukkan tiga posisi kurva LM, yaitu LM1, LM2, dan LM3 dengan jumlah uang beredar nominal tertentu dengan tingkat harga yang meningkat dari P1, ke P2, ke P3. Dengan cara yang sama penurunan harga akan menggeser kurva IS ke kanan, sebaliknya peningkatan harga dari P1 ke P2 ke P3 akan menggeser kurva IS ke kiri dari IS1 ke IS2 ke IS3.
Perpotongan kurva IS1 dan LM1, IS2 dan LM2, IS3 dan LM3
menunjukkan jumlah permintaan barang tertentu pada tingkat harga P1, P2, dan P3. Ketiga titik potong ini membentuk kurva permintaan AD1 pada Gambar 1 (B) dan berpotongan dengan kurva AS pada P1 dan Yf yang merupakan keseimbangan awal. Perubahan salah satu dari faktor riil akan menggeser kurva IS ke kanan atau ke kiri, tergantung faktor yang mana yang berubah dan arah perubahannya. Peningkatan permintaan terhadap investasi, akan menggeser IS ke kanan, dari IS1 ke IS’1; dari IS2 ke IS’2; dari IS3 ke IS’3.
Pada kondisi kurva LM yang tetap, melalui perpotongan IS’1, IS’2
dan IS’3 dengan LM1, LM2, dan LM3 diperoleh kurva AD2. Pada harga P1 terjadi excess demand, sehingga harga naik ke P2 saat AD2 memotong AS pada keseimbangan baru. Keadaan ini menyebabkan terjadinya inflasi. Mc Callum (1989: 272) menurunkan fungsi IS sebagai berikut : Y = C(Y- , r) + I(Y, r) + G + NX (e)
(1)
Persamaan (1) dapat disederhanakan dalam bentuk berikut: Y = f(r, , G, e) ; dimana: Y = = I = NX =
f1 < 0 , f2 < 0 , f3> 0 , f4 > 0
Pendapatan nasional; Pajak pendapatan; Investasi swasta; Net ekspor impor;
C r G e
= = = =
(2)
Konsumsi masyarakat; Suku bunga riil; Pengeluaran pemerintah; Nilai tukar riil
Dari persamaan (2) dapat diidentifikasi penyebab bergsernya kurva IS yang akan menyebabkan inflasi dengan mekanisme seperti Gambar 1.
5
r
P=P2
P=P1 P=P3
P=P1
P=P3 P=P2
P=P3
P=P2
r2
P=P1 LM3
IS’1 IS’2
r1
IS’3 LM2
IS1 IS2
LM1 0
IS3 Yf (A)
P
Y1
Y
AS
P3 P2
P1 AD1
0
AD2
Yf Y1 Y (B) Gambar 1. Inflasi Tarikan-Permintaan yang Berasal dari Faktor-faktor Riil Sumber: Shapiro, 1978:447
6
(2) Inflasi tarikan-permintaan yang berasal dari faktor-faktor moneter Dari sisi moneter, interaksi tarikan permintaan dapat berasal dari penurunan permintaan uang atau peningkatan penawaran uang. Tetapi yang terakhir pengaruhnya sangat besar (Shapiro, 1978:448). Gambar 2 menunjukkan mekanisme inflasi dari sisi moneter pada kodisi full employment. Dimana kondisi awal, dengan IS dan LM tertentu pada tingkat harga P1, P2, dan P3. Perpotongan IS1 dan LM1, IS2 dan LM2, IS3 dan LM3 menghasilkan kurva AD1. Dengan kurva AS tertentu keseimbangan terjadi pada tingkat harga P1. Jika terjadi peningkatan penawaran uang, menggeser LM1 ke LM’1, LM2 ke LM’2 dan LM3 ke LM’3. Perpotongan kurva IS dengan LM’ menghasilkan kurva AD2. Pada harga P1 terjadi excess demand, sehingga harga meningkat ke P2. Keseimbangan baru terjadi pada perpotongan AD2 dengan AS. Keadaan ini menyebabkan terjadinya kenaikan harga atau inflasi. Kurva LM merepresentasikan keseimbangan di pasar uang, yaitu saat penawaran uang sama dengan permintaan uang, dengan formula sebagai berikut: M/P = L(r,Y)
(3)
Persamaan (3), jika diekspresikan dalam bentuk umum, diperoleh kurva LM merupakan kombinasi anatara r dan Y, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut: Y = g (r, M, P)
(4)
Persamaan (4) menunjukkan kurva LM akan bergeser jika terjadi perubahan pada penawaran uang dan harga. Dampaknya akan menyebabkan inflasi (Gambar 2). Inflasi Dorongan-Biaya (Cost-Push Inflation) Inflasi dorongan biaya disebut juga inflasi dari sisi penawaran (supply shock inflation). Ada dua prinsip yang menyebabkan inflasi dari sisi penawaran. Pertama, disebabkan oleh kenaikan upah yang merupakan tuntutan serikat pekerja, yang disebut juga wage-push inflation. Kedua, disebabkan penetapan harga yang tinggi oleh industri monopolistik atau oligopolistok, yang disebut juga profit-push inflation (Shapiro, 1978:451-459). Dalam makalah ini hanya penyebab utama yang dibahas. Prasyarat terjadinya wage-push adanya pasar tenaga kerja yang tidak kompetitif, terutama dengan adanya serikat pekerja. Peningkatan harga faktor, dengan cara yang sama seperti wage-push menyebabkan bergesernya kurva penawaran agregat ke kiri menyebabkan inflasi yang disebut cost-push inflation (Shapiro, 1978:460).
7
P=P3 r
P=P2 P=P1 P=P1
P=P3
P=P2
P=P2
P=P3
P=P1
r2 LM3 LM2 r1
LM1 LM’3
IS1
LM’2
IS2 LM’1
0
IS3 Yf
Y1
Y
(A)
P
AS
P3 P2
P1 AD1 0
AD2
Yf Y1 Y (B) Gambar 2. Inflasi Tarikan-Permintaan yang Berasal dari Faktor-faktor Moneter Sumber: Shapiro, 1978:447
8
Mekanisme pergeseran kurva penawaran agregat, akibat terjadi perubahan di pasar tenaga kerja, dalam hal ini tuntutan serikat pekerja untuk menaikan upah dapat dilihat pada Gambar 3 (Branson, 1979:378-380; dan McCallum, 1989: 101). Dengan kondisi kurva AD tertentu, keseimbangan awal terjadi pada saat kurva AD1 berpotongan dengan kurva AS1 pada tingkat upah W 1, tenaga kerja N1, produksi Y1 dan harga P1.
W
W 2S
P AD!
AS2
W1S
AS1
W2
P2
W1
P1 W1D
0
N1
N
0
Y2 Y1
Y
N1
N
0
Y2 Y1
Y
Y
0
N2
Gambar 3. Inflasi Dorongan-Biaya yang Berasal dari Tuntutan Serikat Pekerja terhadap Kenaikan Upah Sumber: Branson, 1979:378-380; dan McCallum, 1989: 101
Jika serikat pekerja menuntut kenaikan upah, pada tingkat harga tetap di P1, permintaan tenaga kerja tetap di W 1D, sedangkan
upah meningkat dari W 1 ke W 2.
Akibatnya kurva penawaran tenaga kerja bergeser ke kiri dari W 1S ke W 2S dan
9
menyebabkan jumlah faktor yang digunakan menurun dari N1 ke N2, sehingga output menurun dari Y1 ke Y2. Dengan harga tetap di P1, penurunan output dari Y1 ke Y2 menyebabkan kurva penawaran agregat bergeser dari AS1 ke AS2. Akibatanya terjadi excess demand yang menyebabkan harga meningkat ke P2. Kenaikan harga ini disebut wage-push inflation. Grafik kiri bawah merupakan kurva produksi dengan fungsi: Y = f (N)
(5)
Grafik di kiri atas merupakan kurva penawaran dan permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja. Bentuk fungsi permintaan dan penawaran tenaga kerja direpresentasikan pada persamaan (6) dan persamaan (7). f’ (N) = W/P
(6)
N = h (W/P)
(7)
Pada permintaan tenaga kerja yang tetap, perubahan W menyebabkan pergeseran kurva penawaran tenaga kerja, WS.
Hal ini menyebabkan kurva AS
bergeser. Shiffter AS adalah upah, W. Jika dianalogkan upah sebagai input, maka harga input lain, seperti harga pupuk dan harga BBM, juga merupakan shiffter kurva AS pada keseimbangan makro. Dari dua penyebab inflasi tersebut, secara makro dapat dilihat adanya kaitan antara pergeseran permintaan agregat dan pergeseran penawaran agregat dengan peningkatan harga umum dan sebaliknya. Tingkat harga umum itu sendiri berkaitan dengan tingkat harga komoditas di tingkat mikro. Beberapa studi menunjukkan bahwa di Indonesia sebagian besar pendapatan masih digunakan untuk pangan, terutama pangan pokok berupa beras.
Dengan
demikian perubahan harga pangan pengaruhnya terhadap inflasi cukup besar. Selanjutnya inflasi mempengaruhi penawaran uang riil yang akan menggeser kurva LM dan menyebabkan pergerakan suku bunga.
Di sisi lain tingkat harga umum juga
mempengaruhi daya beli dan dan daya saing ekspor yang dapat menggeser kurva IS dan menyebabkan pergerakan suku bunga. Pergeseran tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan pada keseimbangan internal. Pada keseimbangan eksternal, suku bunga akan mempengaruhi net capital inflow dan tingkat harga umum akan mempengaruhi balance of trade, dimana keduanya mempengaruhi balance of payment (BOP) dengan formulasi sebagai berikut: BOP = (X - M) + (CI – CO) BOP = [X(P, E) – M(P,Y,E)] – NCI(i – i*)
10
(8)
dimana: CI E X Y i
= Capital inflow; CO = = Nilai tukar ; P = = Ekspor; M = = Pendapatan domestik; NCI = = Sukubunga domestik; i* =
Captal outflow Tingkat harga umum Impor Net capital inflow Sukubunga foreign
Selanjutnya perubahan BOP, apakah surplus atau defisit, akan mempengaruhi penawaran dollar di pasar valuta asing di pasar uang domestik. Pada kondisi surplus menyebabkan peningkatan penawaran dollar yang menyebabkan apresiasi rupiah terhadap dollar AS, sebaliknya pada kondisi defisit. Metode Analisis Data dan informasi dianalisis secara deskriptif dengan teknik grafik. Dalam studi ini, kebijakan harga, dalam hal ini harga beras, yang bertujuan menstabilkan harga beras diproksi dari besarnya dana yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi pupuk, volume pengadaan dan penyaluran beras oleh BULOG. Dampaknya terhadap indikator ekonomi makro dilihat dari peubah inflasi, tingkat suku bunga bank, neraca pembayaran (BOP), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan produk domestik bruto (PDB). Data Data yang digunakan merupakan data sekunder series waktu lingkup nasional. Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, BULOG dan Departemen Keuangan.
HASIL EMPIRIS DAN PEMBAHASAN Dalam analisis ini, instrumen kebijakan harga merupakan peubah eksogen yang mempengaruhi indikator ekonomi makro sebagai peubah endogen.
Berikut akan
disajikan analisis deskriptif menggunakan teknik grafik dari masing-masing pengaruh peubah eksogen terhadap peubah endogen. Pengaruh Subsidi Input Data subsidi pupuk yang tersedia merupakan data tahunan. Oleh karena itu data indikator ekonomi makro yang digunakan juga merupakan data tahunan.
Karena
tanaman padi siklus produksinya selama tiga bulanan, maka efek subsidi terhadap harga
11
12
13
14
15
16
17
18
700000.0
Gambar 16. Hubungan Pengadaan dan penyaluran gabah/beras Bulog dengan pertumbuhan GDP di Indonesia, 1985.1-2002.4
600000.0 500000.0 400000.0 300000.0 200000.0 100000.0 0.0
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 -5.00 -10.00 -15.00 -20.00 -25.00
.1 .4 .3 .2 .1 .4 .3 .2 .1 .4 .3 .2 .1 .4 .3 .2 .1 .4 .3 .2 .1 .4 .3 .2 85 85 86 87 88 88 89 90 91 91 92 93 94 94 95 96 97 97 98 99 000 000 001 002 2 2 2 2 P.adaan ton P.aluran ton Gr.GDP %
Dari kajian indikatif dengan teknik grafik tersebut masih dapat dilihat adanya bias yang berkaitan dengan tenggang waktu (time lag) antara operasi pasar dengan indikator ekonomi makro.
Hal tersebut dapat disebabkan
dampak kebijakan operasi pasar
tersebut membutuhkan tenggang waktu terhadap indikator ekonomi makro, atau memang kegiatan di lapangnya tidak sesuai dengan jadwal dimana seharusnya kegiatan tersebut dilakukan. Kedua kegiatan ini akan efektif jika dilakukan pada waktu yang tepat, jika tidak tepat maka hasil yang diharapkan akan kontraproduktif, Di samping itu sejak tahun 1999, pemerintah telah membebaskan semua pihak untuk melakukan impor beras, baik BULOG sendiri, swasta maupun LSM. Dikhawatirkan jumlah impor atau ekspor beras akan sulit dikontrol oleh pemerintah, sehingga harga beras domestik bisa tidak stabil (Sudaryanto, et al., 2002). Atau dapat saja lembaga tersebut dengan motif keuntungan tidak mendistribusikan beras sesuai yang diinginkan.
KESIMPULAN Dari uraian yang telah diutarakan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut: 1. Dana subsidi pupuk cenderung dapat menekan laju inflasi. Namun dari perilaku yang ada pengaruhnya tidak signifikan. Tidak signifikannya dana subsidi pupuk terhadap inflasi melemahkan transmisi pengaruh dana subsidi pupuk ke indikator ekonomi makro seperti suku bunga, BOP, nilai tukar dan pertumbuhan GDP menjadi tidak ditransmisikan. Atau dapat dikatakan respon indikator makro tersebut terhadap 19
perubahan dana subsidi pupuk relatif lemah. Hal ini selain disebabkan dampaknya yang lemah juga dapat disebabkan kebijakan stabilitas harga melalui peningkatan dana subsidi input produksi gabah berupa pupuk tidak memberikan kontribusi yang baik terhadap manajemen ekonomi makro. 2. Ada indikasi bahwa operasi pengadaan dan penyaluran gabah/beras oleh Bulog mampu menstabilkan inflasi, kecuali pada kondisi anomali, seperti krisis ekonomi pada medio 1997 dimana faktor lain, dalam hal ini depresiasi nilai tukar yang cukup tajam, mendominasi penyebab terjadinya inflasi yang tinggi. 3. Pengaruh operasi pasar Bulog terhadap stabilitas inflasi, ada kecenderungan ditransmisikan ke indikator ekonomi makro lain, yaitu: suku bunga, BOP, nilai tukar dan pertumbuhan GDP. 4. Kajian indikatif hanya melihat kecenderungan.
Pengamatan lebih rinci masih
terdapat adanya bias yang berkaitan dengan tenggang waktu (time lag) antara operasi pasar dengan indikator ekonomi makro. Bias tersebut dapat disebabkan oleh adanya time lag antara pelaksanaan kebijakan dengan respon indikator ekonomi makro dan kegiatan di lapangnya tidak sesuai dengan jadwal dimana seharusnya kegiatan tersebut dilakukan. 5. Dari fenomena data yang disajikan dalam grafik, dapat juga dilihat adanya kecenderungan stabilitas ekonomi makro di Indonesia sudah mulai membaik seperti kondisi sebelum krisis ekonomi.
SARAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1.
Kebijakan pemberian subsidi pupuk kepada petani tidak efektif digunakan untuk stabilisasi indikator ekonomi makro.
Karena kebijakan ini tidak secara langsung
mempengaruhi harga gabah, tetapi lebih efektif untuk tujuan meningkatkan pendapatan petani, melalui adopsi teknologi penggunaan pupuk yang dapat meningkatkan produktivitas ushatani padi. 2.
Mengingat pengeluaran utama sebagian besar masyarakat Indonesia masih pada produk pangan dan ada kecenderungan operasi pasar gabah/beras mampu menstabilkan inflasi, maka kebijakan ini dapat digunakan untuk menstabilkan indikator ekonomi makro di Indonesia.
3.
Untuk mempertegas adanya bias tersebut, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dengan pendekatan kuantitatif. 20
DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia. 1999 – 2002. Indonesia. Jakarta.
Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia.
Bank
______________ 1983 – 2002. Laporan Tahunan 1982 - 2001 Bank Indonesia. Bank Indonesia. Jakarta. BPS. 1983-2003. Indikator Ekonomi. BPS. Jakarta. Branson, W.H. 1979. Macroeconomic Theory and Policy. Second Edition. Harper International Edition. New York. Bulog. 2000. Statistik Intern BULOG Tahun 1985-1998. Biro Analisis Harga dan Pasar, Badan Urusan Logistik. Jakarta. Bulog. 2000. Statistik Penyaluran Beras BULOG Tahun 1985-1998. Biro Analisis Harga dan Pasar, Badan Urusan Logistik. Jakarta. CSIS.
2001a. Tinjauan Perkembangan Ekonomi : Skenarion Pertumbuhan 2001: Creative destruction, Muddling - Through atau Sky Dive ?. Tahun XXX/2001 No.1: 6 – 7. Center For Strategic And International Studies. Jakarta.
____.
2001b. Tinjauan Perkembangan Ekonomi: Ekonomi Indonesia di Tengah Ketidakpastian. Tahun XXX/2001 No. 2: 108 - 109. Center For Strategic And International Studies. Jakarta
____.
2001c. Tinjauan Perkembangan Ekonomi: Perkembangan Ekonomi Makro Kuartal Kedua 2001.Tahun XXX/2001 No.3: 243-245.Center For Strategic And International Studies. Jakarta
____. 2001d. Tinjauan Perkembangan Ekonomi: Indonesia Tenggelam Berdiri. Tahun XXX/2001 No.4: 384-3856. Center For Strategic And International Studies. Jakarta ____. 2002a. Tinjauan Perkembangan ekonomi. Tahun XXXI/2002 No.1: 36-38. Center For Strategic And International Studies. Jakarta
____. 2002b. Tinjauan Perkembangan Ekonomi. Tahun XXXI/2002 No.2: 156158. Center For Strategic And International Studies. Jakarta ____. 2002c. Tinjauan Perkembangan Ekonomi: Membaiknya Indikator Perekonomian Indonesia. Tahun XXXI/2002 No.3: 297-298. Center For Strategic And International Studies. Jakarta
____. 2002d. Tinjauan Perkembangan Ekonomi: Pemulihan Lambat yang Terus Terhambat. Tahun XXXI/2002 No.4: 414-416. Center For Strategic And International Studies. Jakarta Dornbusch, R. , S. Fischer, and R. Srartz. 1998. Macroeconomics. Ed.Edition. McGraw-Hill Companies, Inc. Boston, United States. 21
Seventh
Ellis, F. 1992. Agricultural Policies In Developing Countries. Cambridge University Press. Cambridge. Gunawan, A. H. 1991. Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia. Pustaka Utama, Jakarta.
PT.Gramedia
Ilham, N. 2003. Perilaku Inflasi di Indonesia: Bagaimana Kontrtibusi Bahan Pangan terhadap Inflasi ? Makalah (unpublish) Sebagai Tugas pada Mata Kuliah Makroekonomi Lanjutan pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Irawan, B., G.S. Budhi, dan Supriyati. 2002. Penyesuaian Harga Komoditas Pangan dan Sarana Produksi pada Priode Krisis Ekonomi. Dalam: Monograph Series No. 21: 105-111. Analisis Kebijaksanaan: Paradigma Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agro Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Kannapiran, C.A. 2000. Commodity Price Stabilisation: Macroeconomic Impacts and Policy Option. Agricultural Economics No. 23 June 2000: 17-30. Mankiw, N. G. 2000. Teori Ekonomi makro. Edisi keempat. Worth Publishers, Inc., New York, United States. Alih bahasa: Imam Nurmawan. Penerbit Erlangga. Jakarta. McCallum B.T. 1989. Monetary Economics: Theory and Policy. Macmillan Publishing Company. New York. Perwira, D. 2001. Pengaruh Perubahan Kondisi Ekonomi Makro Terhadap Permintaan Saham Sektor Pertanian di Indonesia. EKI, Vol. XLIX No.4-2001: 357-374. Universitas Indonesia. Jakarta Republik Indonesia. 1985-2001. Nota Keuangan. Republik Indonesia. Jakarta Romer, D. 1996. Advanced Macroeconomics. The McGraw-Hill Companies, Inc. New York, United States. Rusastra, I.W., B. Sayaka, dan Saptana. 2002. Kebijaksanaan Harga dan Subsidi Faktor Produksi. Dalam: Monograph Series No. 21: 91-104. Analisis Kebijaksanaan: Paradigma Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agro Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Shapiro, E. 1978. Macroeconomic Analysis. Jovanovich, Inc. New York, United States.
Fourth Edition.
Harcourt Brace
Simatupang, P. 1999. Alternatif Baru Kebijaksanaan Perberasan: Stabilisasi Harga On Trend, Intensifikasi Berkelanjutan dan Jaring Pengaman Ketahanan Pangan. Dalam: Monograph Series No. 20: 1-19. Analisis dan Perspektif Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian Pasca Krisis Ekonomi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
22
Simatupang, P. dan N. Syafa’at. 2002. Analisis Penyebab Anjloknya Harga Komoditas Pertanian Selama Smester-I 1999. Dalam: Monograph Series No. 21: 165-174. Analisis Kebijaksanaan: Paradigma Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agro Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Stiglitz, J. E. 1997. Economics. Second edition. W.W. Norton & Company. New York London. Sudaryanto, T., P.U. Hadi, Sri Hery S., dan E. Suryani. 2002. Perkembangan Kebijaksanaan Harga dan Perdagangan Komoditas Pertanian. Dalam: Monograph Series No.21: 131-164. Analisis Kebijaksanaan: Paradigma Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agrto Indusrtri. Penyunting: T. Sudaryanto, I W. Rusastra, A. Syam, dan M. Ariani. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Temple, J. 2002. Openness, Inflation, and the Phillips Curve: A Puzzle. Journal of Money, Credit, and Banking, Vol. 34. No. 2 (May 2002):450-468.
23
Lampiran 1.
Tahun (1) 80/81 81/82 82/83 83/84 84/85 85/86 86/87 87/88 88/89 89/90 90/91 91/92 92/93 93/94 94/95 95/96 96/97 97/98 98/99 1999 2000 2001 2002
Data Subsidi Pupuk dan Beberapa Indikator Ekonomi Makro di Indonesia, 1980/1981-2002
EXR SB.WK BOP Pengadaan Penyaluran Gr.GDP (Rp/US$) (%) (Mil.US$) (%) (ton) (ton) (2) (3) (4) (5) (6) (7) na na na -1165 na 632.2 na na na -2050 na 642.7 na na na -2121 na 703.4 na na na 247 na 988.9 na na 8.615 -91 na 1056.5 162759.7 179684.3 10.714 -498 na 1124.8 137252.5 150318.5 9.588 -1262 21.37 1432.3 101131.5 191767.8 21.099 57 21.89 1654.4 150084.0 148052.6 17.101 -1432 22.18 1716.5 181611.0 134370.7 18.159 -558.0 21.26 1796.5 111121.9 154970.7 19.272 263 22.07 1881.3 144836.6 182434.3 15.584 -218 25.36 1982.8 197736.9 143631.4 14.298 -1199 23.27 2055.4 145176.3 185151.1 15.994 -2044 19.71 2115.3 78988.8 246645.2 17.864 -646 17.76 2196.0 88021.1 199066.3 17.395 -1825 19.12 2283.4 150529.4 183935.8 17.532 -700 19.14 2364.9 113988.8 355157.1 24.733 -747 23.66 5077.8 69963.0 382678.9 46.554 2782 34.10 10265.7 204062.8 769105.2 8.791 -3292 27.66 7970.8 181233.9 780832.6 13.310 -5042 18.46 8558.2 167470.9 111206.7 16.162 1378 18.44 10383.9 176948.5 176474.5 17.111 18.9 9396.8
24
Inflasi (%) (8) na 9.80 8.40 12.63 3.64 5.66 8.83 8.29 6.55 5.48 9.11 9.78 10.03 7.04 8.57 8.86 5.17 34.22 39.74 2.01 9.35 12.55 9.94
Subsidi ppk (Mil.Rp) (9) 284 371 420 324 732 477 467 756 200 278 265 302 175 175 815 212 368 547 0 0 0 0 0
Lampiran 2. Pengadaan dan Penyaluran Gabah/Beras Bulog dan Beberapa Indikator Ekonomi Makro di Indonesia, 1985.1-2002.4 Tahun/ Triwulan (1) 85.1 85.2 85.3 85.4 86.1 86.2 86.3 86.4 87.1 87.2 87.3 87.4 88.1 88.2 88.3 88.4 89.1 89.2 89.3 89.4 90.1 90.2 90.3 90.4 91.1 91.2 91.3 91.4 92.1 92.2 92.3 92.4 93.1 93.2 93.3 93.4 94.1 94.2 94.3 94.4 95.1 95.2
Gr.GDP SB.WK SB.INV EXR Pengadaan Penyaluran BOP (Rp/US$) (ton) (Mil.US$) (%) (ton) (%) (%) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) 40246.7 157326.7 10.90 -303.0 na na 1096.0 413489.0 147359.7 6.03 -116.0 na na 1118.0 199688.7 158905.0 1.05 -53.0 na na 1123.0 23401.7 211117.0 -5.41 329.0 na na 1127.3 14459.3 201355.7 10.77 368.0 21.80 na 1130.7 356086.3 136213.3 -3.40 -479.0 21.80 na 1131.7 129647.3 136838.7 5.01 356.0 21.40 na 1304.0 2911.0 175589.3 3.59 -228.0 21.17 na 1649.3 60365.3 152632.7 8.03 626.0 21.10 na 1644.0 340423.3 138520.3 9.39 -186.0 21.20 na 1650.0 52047.3 138273.3 2.74 305.0 22.13 na 1648.3 79.0 226086.3 -5.29 638.0 22.23 na 1655.0 11976.3 264191.0 9.23 771.0 22.00 na 1664.3 399815.0 137681.7 10.28 -369.0 22.00 na 1680.3 19031.3 151668.0 -0.13 157.0 22.13 na 1703.7 13993.3 157409.0 -4.54 261.0 22.26 na 1728.7 167496.3 145451.7 16.17 706.0 22.32 19.67 1753.2 567355.7 102972.7 5.91 -196.0 21.40 19.43 1774.3 105773.7 135952.3 2.93 195.0 21.77 19.53 1788.3 18466.3 140940.7 -5.38 1336.0 21.30 19.40 1801.3 34848.3 157617.0 11.53 -298.0 20.57 18.97 1822.0 330094.7 142105.3 2.19 602.0 19.73 18.33 1843.3 44336.3 137988.7 7.51 -898.0 20.40 18.50 1863.0 14205.7 162331.3 4.36 1277.0 22.60 19.83 1890.7 55851.0 177457.3 6.69 1235.0 25.53 21.93 1928.2 382396.0 153162.7 -0.54 -390.0 27.00 24.53 1953.3 24047.3 149714.7 7.41 -539.0 24.67 19.53 1970.3 14161.7 211573.0 0.38 1131.0 24.93 19.43 1990.7 158741.3 215286.7 3.30 997.0 24.83 19.37 2016.7 519612.0 141608.3 3.03 965.0 24.63 19.23 2035.0 130186.0 138043.3 5.78 348.0 24.00 19.53 2043.7 46431.3 145193.3 0.67 1039.0 22.67 18.83 2066.0 94718.3 149680.7 5.78 286.0 21.76 18.33 2077.0 373556.3 146824.3 4.50 1196.0 21.38 17.87 2090.8 153640.0 163162.0 5.11 986.0 20.17 17.10 2108.7 32476.7 195282.7 0.12 1196.0 19.03 16.23 2115.5 21032.0 235335.3 2.93 -607.0 18.26 15.34 2146.0 264628.3 152952.3 5.69 -462.0 17.55 14.89 2174.8 22788.3 206924.0 7.34 1521.0 17.57 14.75 2183.0 4333.7 326911.7 1.64 596.0 17.66 14.88 2192.3 24205.0 299792.7 5.03 -393.0 18.24 15.20 2233.7 212569.7
192978.0
4.81
455.0
25
18.79
15.65
2244.7
Inflasi (%) (17) 0.18 3.79 -0.34 0.72 1.54 1.61 2.78 2.92 1.54 2.25 1.64 3.54 0.92 2.04 1.47 1.11 1.95 1.99 0.77 1.21 1.51 2.17 3.87 1.82 1.12 2.29 3.59 2.25 1.32 1.74 0.86 0.98 5.39 1.98 1.18 1.35 3.18 1.68 2.41 2.04 2.74 2.91
Lampiran 2. Lanjutan 95.3 95.4
45522.3 25363.0
180543.0 213427.0
4.88 1.76
896.0 2871.0
19.11 19.27
16.00 16.06
2264.7 2293.3
1.33 1.55
96.1
68629.3
209317.0
96.2
309753.0
179578.3
2.81
255.0
19.30
16.30
2331.0
3.80
5.15
-595.0
19.24
16.46
2345.3
0.95
96.3 96.4 97.1 97.2 97.3 97.4 98.1 98.2 98.3 98.4 99.1 99.2 99.3 99.4 2000.1 2000.2 2000.3 2000.4 2001.1 2001.2 2001.3 2001.4 2002.1 2002.2 2002.3 2002.4
71235.0 27401.0 193728.7 404031.3 50881.0 962.7 80.3 42350.3 7884.3 32710.7 196906.7 310756.7 267015.3 41572.3 107825.3 448075.7 118490.7 50544.0 133902.3 275256.3 196193.3 64531.7 90892.7 400185.0 183548.7 33167.7
197610.3 179979.0 178575.7 193619.7 167713.3 484931.3 574364.0 271317.3 441887.7 434831.7 180822.3 202775.6 185452.5 200054.8 194262.7 195390.3 195361.6 195818.0 108410.3 112660.0 116344.7 107411.7 162090.7 171281.3 179298.0 193228.0
6.28 5.34 -0.90 4.15 6.16 11.13 17.97 3.46 22.80 -1.97 6.66 -1.32 2.20 -0.79 6.54 4.50 6.89 -2.81 8.52 6.41 0.80 -1.99 8.46 2.17 22.97 -18.54
713.0 2815.0 1666.0 1124.0 395.0 -8674.0 -5203.0 874.0 -1656.0 -475.0 1746.0 1048.0 -372.0 -174.0 -2808.0 -371.0 -564.0 -1300.0 721.0 35.0 -319.0 941.0 12.0 -1275.0 -762.0 -1996.0
19.17 19.16 18.98 18.72 23.38 26.21 26.33 32.16 34.93 35.20 34.11 30.34 24.52 21.68 19.59 18.46 17.98 17.80 17.85 18.08 18.67 19.16 19.32 19.18 18.87 18.42
16.49 16.43 16.38 16.28 18.68 19.62 19.43 22.39 24.16 25.84 25.98 23.39 20.60 18.80 17.01 16.35 16.09 16.86 16.84 16.90 17.07 17.64 18.01 18.10 18.10 17.94
2351.7 2360.0 2402.7 2450.3 2937.7 4380.0 10543.3 11379.3 12288.0 8332.3 9063.0 7853.7 7765.3 7201.0 7510.7 8486.0 8772.0 9464.0 7510.7 8486.0 8772.0 9464.0 10128.0 9335.0 9055.3 9068.7
0.83 1.04 2.26 0.90 1.64 5.01 20.42 16.84 20.01 4.78 4.78 -0.69 -2.20 -0.07 2.41 1.01 2.23 2.85 2.96 2.67 3.71 2.74 4.70 0.90 1.70 2.65
26
Lampiran 3. Daftar Sumber Data yang Digunakan dalam Studi No. (2) (3) (4)
Notasi Peubah PDNG PLNB Gr.GDP
Nama Peubah Pengadaan gabah/beras Bulog Penyaluran beras Bulog Pertumbuhan GDP nominal
(5)
BOP
Neraca pembayaran
(6)
SB.WK
Suku bunga modal kerja
(7) (8) (9) (15)
EXR INF SUB.PPK SB.INV
Nilai tukar rupiah terhadap US $ Inflasi Dana subsidi pupuk Suku bunga investasi
27
Sumber Statistik Bulog Statistik Bulog -Bank Indonesia,SEKI dan Laporan Tahunan -BPS, Indikator Ekonomi Bank Indonesia, SEKI dan Laporan Tahunan Bank Indonesia, SEKI BPS, Indikator Ekonomi BPS, Indikator Ekonomi BPS, Indikator Ekonomi Nota keuangan, Depkeu Bank Indonesia, SEKI BPS, Indikator Ekonomi