ICASERD WORKING PAPER No.32
POLA PRODUKSI DAN USAHA PEMASARAN KOMODITAS MARKISA Bambang Winarso Februari 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
ICASERD WORKING PAPER No.32
POLA PRODUKSI DAN USAHA PEMASARAN KOMODITAS MARKISA Bambang Winarso Februari 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Sri Sunari, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No.70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496, E-mail :
[email protected]
No. Dok.041.32.01.04
POLA PRODUKSI DAN USAHA PEMASARAN KOMODITAS MARKISA Bambang Winarso Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
ABSTRAK Markisa asam ("Passiflora Edulis") belum banyak dikembangkan oleh masyarakat, hanya dibeberapa wilayah tertentu di Indonesia komoditas ini dapat dijumpai, seperti di wilayah Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Jawa Barat. Khusus untuk wilayah Sumatera Utara komoditas ini menjadi penting artinya, mengingat peranannya komoditas ini sebagai "Trade Mark" wilayah ini, seperti halnya Sulawesi Selatan. Namun demikian pengembangan produksi maupun pemasaran banyak mengalami kendala dan hambatan, sehingga walaupun sebenarnya komoditas ini telah lama dirintis untuk di usahakan, namun pertumbuhannya masih memprihatinkan. Salah satu strategi yang ditempuh oleh para pengusaha adalah melalui diversifikasi produk dan mutu. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk meraih omset pasar yang lebih luas, namun demikian kendala tetap saja ada. Tulisan ini merupakan hasil penelitian dilakukan diwilayah sentra produksi, sentra industri maupun sentra konsumen. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Provinsi Sumatera Utara sebagai wilayah sentra produksi dan sentra industri, sementara untuk wilayah konsumen disamping dilakukan di wilayah kota besar seperti Medan dan sekitarnya, juga diambil di kota-kota besar di sekitar Jabotabek, penelitian dilakukan pada tahun 2002. Kata kunci : markisa, agribisnis, Sumatera Utara
PENDAHULUAN Latar Belakang. Markisa asam (Passiflora Edulis) telah lama dikembangkan di beberapa wilayah dataran tinggi di Provinsi Sumatera Utara maupun di Provinsi Sulawesi Selatan. Khusus di wilayah Sumatera Utara komoditas hortikultura ini dikembangkan di beberapa wilayah di antaranya di Kabupaten Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara dan Tanah Karo. Kabupaten Tanah Karo sampai saat ini merupakan wilayah sentra pengembangan maupun industri markisa. Namun demikian walaupun komoditas ini dapat dipandang sebagai komoditas yang memiliki "kekhasan" tertentu namun tampaknya tidak/belum mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari pemerintah setempat (Sumatera Utara). Hal ini terlihat dari perkembangan luas areal tanaman maupun perkembangan produksi yang cenderung semakin menurun. Indikasi kurangnya perhatian terhadap komoditas ini juga tampak dari terbatasnya data dan informasi yang tersedia. Minimnya
1
informasi dan data tentang markisa mencerminkan bahwa pengembangan komoditas ini belum banyak disentuh dan belum mendapat perhatian secara sungguh-sungguh. Markisa merupakan buah yang di samping dapat dikonsumsi dalam bentuk segar juga dapat dikonsumsi dalam bentuk juice, sirup maupun dalam bentuk jeli. Bagi kebanyakan masyarakat Sumatera Utara, mengkonsumsi sirup markisa dalam bentuk sirup umumnya dilakukan pada hari-hari besar tertentu, sementara untuk mengkonsumsi sehari-hari umumnya lebih memilih markisa dalam bentuk buah segar. Sementara bagi masyarakat di luar wilayah Sumatera Utara, markisa adalah merupakan souvenir khas berupa sirup yang berasal dari wilayah ini yang dapat dijadikan buah tangan, manakala yang bersangkutan berkunjung ke wilayah ini. Hal ini yang menjadikan markisa merupakan salah satu komoditas yang sebenarnya memiliki kekhususan bagi konsumen.
Identifikasi Masalah Agar komoditas ini mampu bersaing dengan komoditas kompetitornya, maka peran pemerintah sangatlah dibutuhkan terutama dalam hal memfasilitasi teknologi seperti tersedianya bibit markisa bermutu yang tahan hama/penyakit, memfasilitasi bantuan kredit lunak maupun kebijakan-kebijakan yang dapat merangsang tumbuhnya iklim berusaha baik ditingkat petani, tingkat pengolah, pelaku bisnis maupun buat konsumen. Sebenarnya pemerintah daerah setempat telah membuat kebijakan untuk mendukung tumbuhnya iklim usaha pengembangan komoditas tersebut, hal ini diwujudkan dengan adanya kebijakan publik berupa kebijakan di bidang investasi. Kebijakan tersebut di antaranya adalah menarik para calon investor agar mau menginvestasikan modal usahanya ke wilayah tersebut, dan beberapa kemudahan telah/sedang
diusahakan diantaranya adalah adanya rekomendasi teknis yang
diusahakan dapat dilayani oleh instasi terkait di daerah yang pengajuan permohonannya dapat melalui Badan Investasi dan Promosi dalam rangka pelayanan satu atap (BKPMD Sumatera Utara, 2002). Namun langkah inipun tampaknya kurang mendapat tanggapan dari publik, hal ini terlihat dari tingginya minat calon investor yang tetap saja masih rendah. Bahkan untuk investasi di bidang pengembangan komoditas markisa belum ada sama sekali investor yang berminat untuk membuka usaha di bidang ini. Di sisi lain minat petanipun untuk membudidayakan komoditas ini secara sungguh-sungguh juga cenderung semakin rendah.
2
Dampak ke belakang dari masalah ini tentu akan mempengaruhi kinerja industri pengolahan, mengingat industri pengolahan markisa sepenuhnya mengandalkan pasokan buah markisa segar sebagai bahan bakunya. Sudah dapat diduga tentunya, manakala pasokan bahan baku mengalami hambatan maka akan berpengaruh besar terhadap kinerja industri pengolahan baik pengolahan sirup markisa, jeli, juice maupun pruduk lainnya. Sementara dalam pemasarannya, komoditas ini (sirup, jeli, juice markisa) harus menghadapi pesaing dari produk-pruduk minuman sejenis. Rantai pemasaran, penampilan kemasan, faktor distribusi, jangkauan pasar dan sebagainya merupakan masalah yang tidak mudah untuk diatasi bagi para pengusaha minuman markisa. Maksud dan Tujuan Markisa merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang cukup spesifik namun dalam pengembangannya menghadapi permasalahan yang cukup unik, dan tulisan ini bertujuan untuk melihat sampai sejauh mana keragaan perkembangan usahatani yang dilakukan oleh petani sampai sejauh mana upaya yang telah mereka lakukan selama ini. Di samping itu juga ingin melihat bagaimana keragaan aktivitas pengolahan markisa yang dilakukan oleh para pengusaha industri pengolah, bagaimana kiat-kiat mengatasi masalah dalam menghadapi permasalahan pasokan bahan baku dan bagaimana menghadapi persaingan usaha, hal penting lain yang ingin dilihat adalah aspek pemasaran. Seperti telah dikemukakan bahwa pemasaran komoditas produk buah markisa menghadapi banyak kendala, baik dalam hal menghadapai para pesaing, penentuan segmentasi pasar dan lain-lain adalah merupakan hal yang ingin diungkapkan. Kerangka Teori Konsumen pada dasarnya merupakan pengguna jasa atau produk yang terdiri dari berbagai karakteristik yang berbeda baik dilihat dari kemampuan daya beli, selera maupun keinginan lainnya, yang pada akhirnya akan mencerminkan adanya perbedaan permintaan terakhir. Hal yang demikian maka tidak sedikit perusahaan mengatur strategi dalam memasarkan barangnya dengan alasan pertimbangan masalah tersebut di atas, yaitu dengan melalui strategi penawaran standar mutu ganda untuk produk yang akan ditawarkan kepada konsumen, dimana dengan adanya penggolongan mutu ganda tersebut diharapkan konsumen bebas menentukan karakteristik barang yang akan dibeli sesuai dengan selera atau kemampuan daya belinya. Strategi yang demikian
3
dimaksudkan untuk memenuhi kepuasan semua lapisan konsumen dengan berbagai strata kondisi. JW. Freebairn 1967, mengemukakan hal tersebut melalui Illustrasi Gambar 1, yang merupakan gambaran strategi standar mutu ganda dari sebuah produk dimana apabila (CC') diasumsikan merupakan garis anggaran untuk masyarakat yang berpenghasilan tinggi, maka mereka akan mencoba membelanjakan barang senilai (B4) dengan jumlah barang sebanyak atau (A3) atau akan membelanjakan barang senilai (B3) dengan jumlah barang sebanyak (A4). Sementara garis (EE') merupakan garis anggaran untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah, dimana berdasarkan besarnya penghasilan yang mereka dapatkan, maka mereka hanya mampu membelanjakan barang senilai (B1) dengan jumlah barang sebanyak (A2) unit, atau pada pilihan kedua yaitu membelanjakan barang senilai (B2) dengan jumlah barang sebanyak (A1) unit. Garis (PQ) maupun garis (XY) merupakan gambaran perbedaan kemampuan masyarakat dalam membelanjakan suatu barang, hal ini dapat diasumsikan bahwa apabila masyarakat penghasilannya besar maka mereka akan mampu membeli barang yang bermutu tinggi dengan harga yang tinggi pula, sebaliknya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah maka kecenderungannya akan mengkonsumsi barang dengan kualitas sesuai kondisi harga yang relatif murah dan terjangkau.
C'
S
S' Y B4 E'
D1
B3 B2
P X
B1
D2
D1'
Q
D2' E
A1 Gambar 1 :
A2
A3
A4
C
Pilihan barang yang dibeli konsumen berdasarkan tingkat pendapatan dan selera yang beragam.
4
Dengan demikian titik P,Q,X,Y merupakan pedoman perusahaan untuk menentukan variasi harga sesuai dengan strata mutu barang yang diminati konsumen dengan harga yang terjangkau oleh semua lapisan konsumen serta masing-masing konsumen mendapatkan tingkat kepuasan yang sama. Didalam prakteknya tidak sedikit pedagang atau industri pengolah atau perusahaan pemasaran, memasarkan suatu produk dengan menentukan beberapa klasifikasi mutu barang yang akan dijual maupun barang yang dihasilkan. Hal ini tidak lain merupakan salah satu strategi pemasaran untuk berupaya menjangkau segmen pasar seluas mungkin. Dengan pertimbangan bahwa dengan segmen pasar yang semakin luas dan mampu banyak menjangkau konsumen, maka disamping akan didapatkan suatu usaha pemasaran yang sehat bagi perusahaan, juga dapat merupakan salah satu strategi untuk menghadapi persaingan bisnis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Luas Tanam dan Produktivitas Secara nasional Sumatera Utara merupakan salah satu sentra pengembangan tanaman markisa asam dan tanaman markisa untuk jenis ini belum banyak dikembangkan di wilayah lain kecuali di Provinsi Sulawesi Selatan dan sebagian kecil di Sumatera Barat. Di wilayah Sumatera Utara, komoditas ini telah dikembangkan di beberapa daerah diantaranya di Kabupaten Simalungun, Dairi, Tapanuli Utara dan Tanah Karo. Kabupaten Tanah Karo merupakan wilayah sentra pengembangan Provinsi Sumatera Utara.
Data empat tahun terakhir (1997 - 2000)
di
menunjukkan
bahwa selama periode tersebut perkembangan luas panen buah markisa khususnya di Kabupaten Tanah Karo mengalami penurunan yang cukup tajam ( - 24,63 persen ) ratarata per tahun. Pada tahun 1997 luas areal panen di Tanah Karo adalah seluas 2.225 ha, sementara pada tahun 2000 turun menjadi 718 ha (Tabel 1). Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan ada beberapa sebab mengapa areal panen tersebut cenderung mengalami penurunan yaitu, pertama : munculnya hama dan penyakit yang banyak menyerang tanaman, terutama serangan jamur "Fusarium Oxysporum"
yang banyak menyerang pangkal batang dekat leher akar yang
menyebabkan tanaman layu dan mati.
Sementara hama yang banyak menyerang
adalah Kutu pucuk daun "Aphids SP", disamping adanya serangan lalat buah "Dacus Dossalis". Kedua : persaingan dalam hal penggunaan lahan dengan komoditas lain yang
5
memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti sayur-sayuran maupun buah-buahan jenis lainnya seperti jeruk yang memang sampai saat ini pengembangan komoditas ini mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Ketiga : Stabilitas harga ditingkat petani yang cenderung semakin kurang memuaskan. Data perkembangan harga ditingkat petani selama lima tahun terakhir (1995-2000) sebenarnya menunjukkan kecenderungan yang positif, dimana posisi harga pada tahun 1995 adalah
Rp 1.720,- per kg (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Utara, 1999). Sementara realisasi dilapangan menunjukkan bahwa kisaran harga ditingkat petani adalah Rp 500,- per kg pada musim panen dan Rp 2000,- per kg pada saat paceklik. Kontraksi harga yang cukup tajam tersebut mencerminkan bahwa pasar produsen menunjukkan pada kondisi yang sangat tidak stabil, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap minat petani untuk mengembangkan budidaya tanaman tersebut yang cenderung semakin melemah. Dampak langsung tentu saja adalah merosotnya luas areal tanam di tingkat petani. Dampak perkembangan luas panen yang semakin merosot, secara langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan produksi, sementara perlakuan dalam pemeliharaan tanaman akan berpengaruh terhadap produktivitas. Studi yang dilakukan oleh Hutabarat et al.. (2002), menunjukkan bahwa produksi markisa Sumatera Utara pada tahun 1996 mencapai 21.238 ton sementara pada tahun 1999 turun tajam menjadi 3.738 ton. Disisi lain peningkatan produktivitas buah markisa sebenarnya dapat diupayakan tergantung bagaimana perlakuan dan penanganan terhadap tanaman tersebut.
Seperti pengadaan bibit yang bermutu baik, pemberian pupuk secara
berimbang dan teratur, pengendalian hama penyakit perlu dilakukan secara intensif serta penanganan panen dan pasca panen dengan benar, maka apabila langkah-langkah tersebut dilakukan kemungkinan besar hasilnya akan memuaskan. Sebenarnya perkembangan produksi dan produktivitas buah markisa selama empat tahun terakhir (1997-2000) mengalami peningkatan positif yaitu rata-rata produksi 11,83 persen pertahun dan perkembangan produktivitas rata-rata 20,36 persen per tahun (Tabel 1). Studi yang dilakukan oleh Assat dan Hutagalung (1995) serta Armiati dan Hutagalung (1995) menunjukkan bahwa produktivitas markisa dari Sumatera Utara khususnya dari Tanah Karo hasilnya lebih tinggi daripada markisa yang dihasilkan dari wilayah Sulawesi Selatan, namun demikian minat petani untuk memperluas tanaman markisa di Sumatera Utara tampaknya tetap saja rendah karena berbagai sebab.
6
Tabel 1 : Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Markisa di Kabupaten Tanah Karo - Sumatera Utara, (1997 - 2000). No
Tahun
1 2 3 4
1997 1998 1999 2000
5
Trend Rata-rata per tahun (%)
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Kw/Ha)
2.225 2.671 1.575 1.718
9.559 17.340 13.738 14.952
42,96 64,92 65,01 87,03
- 24,63
11,83
20,36
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara, 2000
Perkembangan Industri Pengolahan Markisa disamping merupakan komoditas buah yang dapat dikonsumsi dalam bentuk segar, juga dapat dikonsumsi dalam bentuk olahan baik dalam bentuk juice, sari buah maupun selai. Adanya diversifikasi produk asal buah tersebut menyebabkan buah markisa sebagai bahan baku utama menjadi amat penting artinya bagi para industri pengolah. Perkembangan industri pengolahan markisa di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Tanah Karo sampai tahun 2002 tidak lebih dari enam unit industri pengolah yang kesemuanya menghasilkan sirup markisa sebagai produk akhir. Dari ke enam pengolah tersebut besarnya nilai investasi berkisar antara Rp. 10 - 40 juta. Keragaan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua industri pengolah dapat berjalan normal, di salah satu sisi mengalami kemacetan akibat sulitnya mendapatkan bahan baku dan dilain pihak sulitnya melakukan pengembangan pasar sebagai akibat ketatnya persaingan sesama produk markisa atau bahkan mengahadapi persaingan yang cukup tajam dengan produk sirup buah lainnya, bahkan dengan jenis minuman segar lainnya seperti teh
botol, air mineral dan lainnya. Untuk mengatasi hal yang
demikian sebagian perusahaan yang masih mampu bertahan terpaksa melakukan diversifikasi produk, di samping membuat sirup markisa juga membuat sirup buah lain seperti sirup buah kweni, melon, sirsak dan sari buah lainnya, hal ini dilakukan agar perusahaan tetap survive.
7
Perkembangan Pemasaran. Pemasaran pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen melalui proses pertukaran, sehingga penjual perlu mencari pembeli, mengenali kebutuhan mereka, merancang produk yang tepat, mempromosikan, menyimpan, mengangkut, menegosiasikan dan kegiatan lainnya, (P. Kotler, 1980). Demikian juga dengan komoditas markisa, bahwa dalam proses pemasarannya produk olahan buah markisa merupakan komoditas bebas yang sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar yang berlaku. Oleh karena itu sedikit sekali kebijakan khusus dan campur tangan pemerintah dalam menangani komoditas tersebut, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Geografis ada tiga sasaran pemasaran dalam memasarkan produk markisa tersebut yaitu, pasar lokal di tingkat petani atau konsumen di sekitar sentra produsen, pasar regional/nasional dan pasar ekspor. Secara umum keragaan pemasaran buah/produk buah markisa secara lokal, regional/nasional maupun pasar ekspor adalah sebagai berikut:
Pasar Lokal Aktivitas perdagangan komoditas markisa di tingkat pasar lokal lebih didominasi oleh transaksi jual beli buah markisa segar antara petani dan industri pengolah melalui pedagang perantara, atau sebagian kecil ke pedagang buah segar untuk kebutuhan konsumsi langsung. Markisa pada dasarnya merupakan buah musiman, di samping sifat yang musiman tersebut, komoditas ini juga memiliki sifat cepat rusak memakan tempat "bulky". Dengan kondisi yang demikian, hal ini tentu berpengaruh terhadap proses pembentukan harga di pasaran, dimana
kontraksi harga antara musim panen raya
"Peak Season" dengan musim paceklik akan jauh berbeda, pada saat musim puncak harga akan tertekan rendah sebagai akibat adanya "ekses suplai", dan sebaliknya pada musim paceklik harga akan mahal sebagai akibat adanya "ekses demand". Pada saat musim puncak harga di tingkat petani adalah antara Rp 450 sampai dengan Rp 500 per kg, sementara pada musim paceklik harga dapat mencapai antara Rp 2000 sampai dengan Rp 2500 per kg. Buah markisa merupakan komoditas "tradeable", dimana hasil panen dari petani senantiasa diarahkan ke pasar untuk dijual. Sifat komoditas yang cepat rusak dan memakan tempat, tidak memungkinkan petani
8
untuk menyimpannya. Kondisi yang demikian menjadikan petani
senantiasa dalam
posisi yang lemah saat adu tawar "bargaining position". Permasalahan serupa juga dalam petani, walaupun mereka menjual langsung hasil produksinya ke pengolah. Ironisnya harganyapun tidak berbeda jauh dengan harga di tingkat pedagang pengumpul sehingga dengan kondisi yang demikian petani akan cenderung menjualnya ke perantara dengan harga yang sama, dengan pertimbangan adanya "Marketing Cost" yang lebih efisien. Tingginya biaya pemasaran terutama disebabkan oleh tingginya biaya transportasi dari lokasi tempat tinggal petani ke lokasi pabrik pengolahan yang berjarak minimal 15 km. Secara umum kegiatan angkut-mengangkut buah markisa dilakukan dengan cara menyewa mobil angkutan dengan ongkos sewa sebesar Rp 5000/karung (± 50 kg).
Pasar Regional/Nasional. Seperti telah dikemukakan bahwa usaha pengembangan tanaman markisa secara nasional belum banyak dikembangkan, sehingga dilihat dari besarnya produksi baik berupa buah segar maupun bahan olahan dalam skala nasional juga masih sangat terbatas, dengan kondisi yang demikian maka saluran pasarnyapun juga tergolong masih terbatas. Secara umum dalam menjangkau pasar di luar daerah baik pasar regional Sumatera secara keseluruhan maupun pasar nasional komoditas yang dipasarkan sepenuhnya merupakan produk olahan terutama terbatas pada sirup buah markisa yang dikemas melaui botol yang ditampilkan dengan berbagai macam ukuran dan kuwalitas. Berdasarkan kemasannya sirup buah markisa yang dipasarkan terdiri dari tiga ukuran yaitu : Pertama : ukuran besar dengan botol terbuat dari plastik kapasitas isi 2,5 liter sirup, Kedua : botol ukuran sedang juga terbuat dari bahan plastik dengan kapasitas isi 1,5 liter dan Ketiga : ukuran kecil dengan kemasan botol terbuat dari kaca isi 0,7 liter. Sementara apabila dilihat dari kuwalitas yang ditampilkan, sirup buah markisa terdiri dari empat kuwalitas utama, yaitu kuwalitas ekspor atau super dengan tingkat keaslian 40 persen, kuwalitas kelas satu dengan tingkat keaslian kurang lebih 25 persen, kelas dua dengan tingkat keaslian 15 persen dan kelas tiga merupakan sirup markisa yang dibuat daripada "essen" artinya tingkat keasliannya 0 persen. Sirup yang dikemas dalam botol dengan berbagai ukuran tersebut sebenarnya tidak ada hubungannya
9
dengan penampilan kuwalitas, namun secara umum sirup buah markisa yang dikemas dalam botol besar dan sedang merupakan sirup kuwalitas super atau kuwalitas kelas satu. Sementara sirup yang dikemas dalam ukuran kecil (botol kaca) terdiri dari empat kuwalitas seperti yang disebutkan diatas (Tabel 2). Sirup markisa selain terdiri dari sari buah markisa, gula pasir selain berfungsi sebagai pemanis juga berfungsi sebagai bahan pengawet. Selain bahan tersebut juga masih ditambah air, namun dalam upaya mempertahankan kuwalitas barang agar tidak cepat rusak tidak menutup kemungkinan pihak perusahaan akan mencampur produk tersebut dengan bahan pengawet, mengingat proses pembuatan sirup tersebut melalui proses fermentasi. Penampilan sirup buah markisa yang terdiri dari bermacam kemasan tersebut pada dasarnya merupakan strategi pemasaran bagi perusahaan untuk menjangkau seluas mungkin pasar konsumen, baik untuk segmen pasar konsumen berpenghasilan rendah sampai dengan segmen pasar konsumen berpenghasilan tinggi yang didalamnya diperhitungkan juga faktor selera. Untuk konsumen yang berselera tinggi, maka pihak perusahaan telah mengemas sirup markisa sesuai kuwalitasnya (super/ekspor) dalam bentuk kemasan yang yang disesuaikan dengan pasar ekspor dengan ciri khas lebih bagus dan lebih "elegence". Sementara untuk konsumen kebanyakan yang berselera biasa maka disajikan dalam bentuk kemasan botol kaca dengan empat macam pilihan kuwalitas. Sistem distribusi yang ditempuh oleh perusahaan sirup markisa secara umum ditempuh dengan cara menentukan chanel saluran pemasaran yang ditekankan pada kota-kota terdekat dengan lokasi produksi atau pada kota-kota yang dianggap memiliki potensi pasar yang dianggap cukup kuat, seperti Jakarta dan sekitarnya dengan sistem beli kontan atau dengan sistem "Delivery Order" (DO), yaitu transaksi di Medan namun pengambilan barang dapat dilakukan dicabang-cabang sesuai lokasi yang ditunjuk. Berdasarkan ketentuan tersebut maka tidak banyak kota-kota yang dijadikan lokasi pemasarannya. Hal ini sengaja dilakukan oleh pihak perusahaan mengingat pertama : masih terbatasnya produk yang dihasilkan, kedua : memperkecil resiko kegagalan pasar yang dihadapi yang memang dirasakan cukup berat, ketiga : menekan biaya pemasaran seminimal mungkin.
10
Tabel 2 :
Beberapa Bentuk Kemasan Sirup Buah Markisa Kuwalitas Produk
Bentuk
Bahan dari
Isi Kemasan (liter)
- Botol besar - Botol sedang
Plastik Plastik
2,5 liter 1,5 liter
- Botol kecil
Kaca
0,7 liter
Menurut Ukuran dan
Kuwalitas
- Ekspor/Super - Ekspor/Super - Kelas 1 - Kelas 1, kelas 2 - Kelas 3
Sumber : Data Primer Lapangan
Pasar Luar Negeri (Ekspor) Markisa merupakan komoditas bebas yang sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar yang berlaku, demikian juga dengan pasar ekspor bahwa komoditas produk dari buah Markisa ini sebenarnya telah lama diupayakan untuk memasuki pasar ekspor. Namun demikian sampai saat pengamatan ini dilakukan belum ada satu perusahaan pengolahpun yang mampu melakukannya. Salah satu perusahaan pengolah buah Markisa di Brastagi-Sumatera Utara sebenarnya telah merintis kebeberapa negara tujuan seperti ke Inggris, Singapura, Swedia dan beberapa negara lainnya, hasilnya menunjukkan bahwa pasar luar negeri tersebut tetap saja sulit untuk ditembus. Beberapa hal
yang menyebabkan sulitnya pasar luar negeri tersebut adalah
Pertama : pihak perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan persyaratan konsumen luar negeri seperti penampilan minuman sirup markisa dalam bentuk kemasan kotak seperti jenis minuman lainnya. Hal ini disebabkan belum adanya teknologi pengemasan yang sesuai untuk sirup markisa yaitu proses pengemasan kotak dengan sistem "teknologi kemasan dingin". Kalaupun teknologi tersebut ada, maka biayanya masih dirasa
sangat
mahal.
Kedua
:
Konsumen
luar
negeri
lebih
mengutamakan
makanan/minuman yang benar-benar bebas bahan pengawet, hal seperti ini tampaknya masih sulit untuk dilakukan oleh perusahaan. Mengingat proses pembuatan sirup markisa yang melalui proses fermentasi dengan jangka waktu lama tersebut (8 bulan) maka pihak perusahaaan tidak berani mengambil risiko apabila tidak menggunakan bahan pengawet. Maka tidaklah mengherankan apabila tidak ada satupun perusahaan pengolah buah markisa yang telah mampu memanfaatkan peluang pasar internasional yang sebenarnya permintaannya
11
cukup kuat. Sebagai informasi Tabel 3 dibawah ini merupakan keragaan pemasaran ekspor beberapa jenis buah-buahan secara nasional yang dilakukan selama sepuluh tahun terakhir (1990-1999). Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor beberapa komoditas termasuk juga markisa olahan, pemerintah sebenarnya telah mengambil langkah-langkah kebijakan yang menyangkut insentif publik yang diharapkan dapat mempengaruhi kinerja ekspor komoditas tersebut, terutama adanya kebijakan tarif bea masuk dan pencabutan subsidi tataniaga pupuk termasuk juga kebijakan penurunan pajak atas penghasilan yang sebelum tahun 1998 sebesar 30 persen turun menjadi 10 persen. Sementara tarif bea masuk sebelum tahun 1998 sebesar 30 persen, turun menjadi 5 persen. Namun demikian tampaknya kebijakan tersebut belum mampu meningkatkan kinerja ekspor buah markisa tersebut (Hutabarat et al., 2002), lain halnya dengan komoditas buahbuahan lainnya yang cenderung sebaliknya (Tabel 3). Tabel 3 : Perkembangan Nilai Ekspor Beberapa Jenis Buah-buahan Selama Sepuluh Tahun Terakhir ( 1989-1998) (dalam US $) Tahun
Mangga
Manggis
Pisang
1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998
52,041 402,203 579,465 613,474 857,158 586,123 935,864 1,311,728 543,534 42,956 16,369
260,881 19,867 620,661 164,233 599,275 281,679 530,614 346,336 2,143,969 17,554 1,120,433 3,300,686 2,484,246 5,820,934 2,688,666 8,637,427 1,523,770 19,287,202 2,286,016 13,224,251 147,896 14,073,670
Nenas Kaleng
Lainnya 1)
14,321,758 2,371,401 22,471,944 2,612,474 24,965,755 2,556,091 45,468,802 3,841,602 47,003,993 4,663,655 49,702,467 5,171,136 46,228,810 5,732,578 46,373,478 7,362,257 79,298,400 14,690,713 47,278,670 9,464,241 25,471,995 5,571,971
Total
17,525,954 26,271,515 28,982,265 50,800,828 54,686,329 59,880,845 61,202,432 66,373,556 115,343,619 72,296,134 45,281,901
Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Tahun 1999 (diolah). Keterangan : - Laju pertumbuhan nilai ekspor selama tahun 1988-1999 untuk buah : - mangga = - 4,27 % - manggis = 9,39 % - pisang = 30,98 % - nenas Kaleng = 7,11 % 1) Buah ekspor lainnya adalah : alpukat, pepaya, durian, langsat/duku dan rambutan
Kendala dan Hambatan dalam Pemasaran. Pada era persaingan bisnis yang semakin tajam seperti saat ini, maka upaya untuk tetap survive bagi suatu perusahaan perorangan maupun kelompok atau bahkan
12
milik pemerintah sekalipun, maka tidak ada jalan lain kecuali mampu meningkatkan kinerja serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas usahanya. Kenyataan menunjukkan bahwa pada era bisnis yang masih diwarnai oleh situasi krisis ekonomi seperti saat ini, tidak dapat disangkal lagi bahwa banyak perusahaan yang menemui kendala bahkan tidak sedikit yang mengalami "gulung tikar".
Untuk mengatasi hal tersebut sangat
diperlukan adanya iklim usaha yang lebih kondusif, agar kegiatan usaha yang telah dirintis oleh para pelaku bisnis selama ini dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dari kajian-kajian yang telah dikemukakan di depan, secara umum kegiatan usaha investasi di bidang pengembangan produk markisa masih menghadapi banyak kendala dan hambatan yang cukup beragam, baik yang disebabkan oleh faktor intern maupun faktor ekstern daripada para pelaku bisnis. Permasalahan bermula dari para petaninya sendiri, para pengolah pabrikan maupun para pelaku pasar yang berkaitan langsung dengan komoditas tersebut. Berdasarkan pengamatan empiris di lapangan menunjukkan bahwa pemasaran produk olahan buah markisa masih mempunyai peluang untuk dikembangkan lebih jauh terutama dalam hal peningkatan volume pemasaran yang masih terbuka. Hal ini didukung oleh tersedianya sarana angkutan yang cukup lancar terutama dari sentra produksi olahan markisa di Brastagi maupun tempat lainnya di wilayah Sumatera Utara ke jalur-jalur pasar potensial khususnya kota-kota besar di Pulau Jawa maupun Pulau Sumatera atau tempat-tempat lainnya atau bahkan ekspor. Di samping itu peluang untuk pengembangan lebih jauh adanya pengembangan sentra buah-buahan sangat menunjang perluasan areal pemasaran terutama pasar sentra buah-buahan di wilayah konsumen. Sementara itu perluasan diversifikasi produk masih terbuka terutama untuk menghadapi persaingan dengan produk-produk luar negeri seperti jeli, kemasan kotak minuman markisa, markisa dingin dll.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Dari uraian di atas yang menyangkut beberapa masalah utama, baik masalah usahatani, industri pengolahan, pemasaran maupun kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk pengembangan komoditas markisa, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Apabila kinerja usaha pengembangan komoditas markisa dibiarkan seperti saat ini dan tidak ada kesungguhan dari pihak-pihak yang berkepentingan terutama para
13
pelaku maka
bisnis
sejak
petani,
pengolah,
pedagang
maupun
pemerintah
sangat dimungkinkan usaha tersebut lambat laun akan cenderung semakin
merosot kinerjanya. 2. Upaya yang diperlukan adalah terobosan teknologi baik di bidang usahatani budidaya seperti
pengadaan bibit unggul tahan serangan hama/penyakit, teknologi
pengolahan terutama sitem kemasan dingin yang permintaannya cukup tinggi di luar negeri, serta perlu adanya kebijakan pemerintah yang lebih menggairahkan iklim bisnis terutama menyangkut masalah modal murah ke petani, pengolah serta adanya kebijakan input, kredit lunak, promosi pasar maupun adanya dukungan infrastruktur penting lainnya. DAFTAR PUSTAKA Badan
Koordinasi Penanaman Modal daerah Sumatera Utara, 1999; Daftar Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing i Sumatera Utara.
Badan Investasi dan Promosi Provinsi Sumatera Utara, 2000; Materi Pokok dari Provinsi Sumatera Utara Untuk Keperluan Dialog Nasional Tentang Penanaman Modal. Hutabarat, B, A. Agustian , I.Sodikin, dan B. Winarso; 2002; Kebijakan Investasi dan Insentif dalam Mendukung Pengembangan Agribisnis Kortikultura dan Perkebunan; Pusat penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Litbang Pertanian. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, 1999; Vademekum pemasaran Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara, 2000; Laporan Tahunan. Dinas Pertanian tanaman pangan dan Hortikultura Kabupaten Tanah Karo, 2000; Laporan Tahunan. Freebairn, JW 1967; Penggolongan Mutu Sebagai Inovasi Pasar dalam K. Kristanto, JJ. Quilkey dan WH. Makaliwe, 1988; Ekonomi Pemasaran Dalam Pertanian; Bunga Rampai Jilid II. Kotler , P. 1980; Principles of Marketing ; Secon Edition - Prentice Hall, inc.
14