ICASERD WORKING PAPER No.34
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BAWANG MERAH DI INDONESIA Ening Ariningsih dan Mari Komariah Tentamia Maret 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
ICASERD WORKING PAPER No.34
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BAWANG MERAH DI INDONESIA Ening Ariningsih dan Mari Komariah Tentamia Maret 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Sri Sunari, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No.70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496, E-mail :
[email protected] No. Dok.052.34.04..04
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BAWANG MERAH DI INDONESIA Ening Ariningsih dan Mari Komariah Tentamia1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161
ABSTRACT The objective of this study was to analyze factors affecting supply of and demand for shallot in Indonesia. The model applied was simultaneous supply of and demand for shallot in Indonesia. The method used was a two stages least squares with time series quarterly data from 1992-2000. The results showed that: (1) shallot production in Central Java was responsive to change of fertilizer price, chilli price, and wage, (2) demand for shallot was responsive to change of population, but was not responsive to change of shallot price and per capita income, (3) either in the short and the long run, export volume of shallot was responsive to change of shallot production, (4) in the long run the price of shallot in Indonesia was responsive to change of supply. Improvement of cultivation technology is needed to increase shallot production in Indonesia, whereas arrangement of cultivation pattern interregions through irrigation management improvement is needed to reduce production and price fluctuation of shallot. Key words : factor, supply, demand, shallot ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia. Analisis menggunakan model ekonometrika penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia, yang dirumuskan dalam bentuk persamaan simultan. Pendugaan model menggunakan metode two stages least squares dengan data sekunder (time series triwulanan) periode 1992-2000. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk, tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah, harga cabe, dan upah tenaga kerja, (2) permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk, tetapi tidak responsif terhadap harga bawang merah dan pendapatan per kapita, (3) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang volume ekspor bawang merah responsif terhadap perubahan produksi bawang merah, dan (4) dalam jangka panjang harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan penawaran. Untuk meningkatkan produksi bawang merah Indonesia perlu upaya perbaikan teknologi budidaya, sedangkan untuk mengurangi fluktuasi produksi dan fluktuasi harga diperlukan pengaturan pola tanam antar wilayah melalui perbaikan manajemen irigasi. Kata kunci : faktor, penawaran, permintaan, bawang merah
PENDAHULUAN Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting bagi masyarakat Indonesia. produksi bulanan 1
Namun demikian, bawang merah mempunyai permasalahan
yang sangat fluktuatif sesuai dengan iklim/musim, selain itu juga
Staf pada Balai Penelitian Bioteknologi, Bogor
1
disebabkan oleh cirinya yang sangat khas sebagaimana komoditas hortikultura lainnya yaitu mudah rusak/busuk (perishable). Keadaan produksi ini berdampak
terhadap
perkembangan harga bawang merah yang sangat bergejolak. Di sisi lain, permintaan bawang merah di Indonesia terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Bawang merah mempunyai tingkat partisipasi konsumsi yang tinggi, di mana pada tahun 1996 mencapai 88,5 persen (Sawit et al., 1997). Di samping tingkat partisipasi konsumsi yang tinggi, tingkat konsumsi untuk keperluan rumahtangga juga relatif tetap dari waktu ke waktu. Walaupun produksi bawang merah di Indonesia cenderung meningkat setiap tahun, namun sampai saat ini produksi dalam negeri belum dapat memenuhi seluruh permintaan bawang merah di Indonesia. Untuk itu, sebagian kebutuhan bawang merah dipenuhi melalui impor. Data BPS periode 1992-1999 menunjukkan bahwa meskipun pangsa impor relatif kecil tetapi selama periode tersebut laju pertumbuhan volume impor bawang merah cukup tajam, yaitu rata-rata 43,1 persen per tahun. Beberapa studi terdahulu telah membahas tentang bawang merah, baik usahatani, penawaran, permintaan, daya saing, maupun konsumsinya (lihat misalnya Adiyoga dan Soetiarso, 1997; Hadi, 1996; Purwoto, 1989; Sudaryanto, 1997; Hutabarat et al., 2000; Saptana et al., 2001; dan Sawit et al., 1997). Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia, dengan fokus khusus pada Jawa Tengah sebagai sentra produksi bawang merah terbesar di Indonesia. METODE PENELITIAN Pendekatan Analisis Dalam konteks sistem ekonomi terbuka, penawaran bawang merah dalam negeri erat kaitannya dengan produksi, ekspor dan impor dari komoditas tersebut, oleh karena itu analisis peubah-peubah produksi, ekspor dan impor sangat diperlukan.
Produksi
merupakan perkalian dari areal panen dengan produktivitasnya (produksi per hektar), konsekuensinya peubah-peubah areal panen dan produktivitas adalah juga peubahpeubah penawaran bawang merah di dalam negeri. Persamaan produksi didekati dengan membagi wilayah produksi menjadi dua wilayah, yaitu wilayah Jawa Tengah sebagai sentra produksi utama dan wilayah luar Jawa Tengah. Dari kedua wilayah ini didapat produksi total bawang merah Indonesia. Pembagian wilayah ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan perilaku produksi masing-
2
masing daerah, sehingga diharapkan dapat memperoleh suatu strategi atau implikasi kebijakan yang berbeda pada tiap wilayah produksi tersebut. Keterkaitan antara pasar lokal (Jawa Tengah dan luar Jawa Tengah), pasar domestik (nasional) dan pasar dunia ditunjukkan dengan integrasi pasar. Keterkaitan ini akan memperlihatkan bagaimana perubahan harga di pasar domestik akan memberi pengaruh pada pasar lokal. Bentuk kerangka analisis tersebut disajikan pada Gambar 1. Spesifikasi dan Metode Pendugaan Model Model yang digunakan merupakan model ekonometrika yang dirumuskan dalam bentuk persamaan simultan yang bersifat dinamik. Persamaan-persamaan dalam model menggunakan bentuk persamaan linear additive, yang berjumlah 14 persamaan, terdiri dari 10 persamaan struktural dan 4 persamaan identitas dengan 14 peubah current endogenous. Hasil spesifikasi akhir model adalah sbb.: Luas Areal Panen Bawang Merah Luas areal panen Jawa Tengah : ABJTt = a0 + a1 PBJTt-1 + a2 PCJTt + a3 (PFJTt - PFJT t-1 )+ a4 PLJTt-2 + a5 ABJTt-1 + a6DT1 + a7DT2 + a8DT3 + U1t …………………….. (1) Luas areal panen luar Jawa Tengah : ABLt = b0 + b1 PBLt-2 + b2 PCLt + b3 (PFL t -PFL t -1) + b4 ABLt-1 + b5 DT1+ b6 DT2 + b7 DT3 + U2t ……………………...………..….. (2) Tanda parameter dugaan yang diharapkan (hipotesis) sebagai berikut: a1, b1 > 0 ; a2 , a3 , a4, b2 , b3 < 0; 0 < a5 , b4< 1; a6, a7, a8, b5, b6,b7 0 Produktivitas Bawang Merah Produktivitas bawang merah Jawa Tengah : YBJtt = c0 + c 1 (PBJTt-1/PLJTt-2)+ c2 PFJTt + c3 ABJTt + c4YBJTt-1 +c5 DT1 + c6 DT2 + c7 DT3 + U3t….……………....………….….... (3) Produktivitas bawang merah luar Jawa Tengah : YBLt = d0 + d1 (PBLt-1/PLLt-2) + d2 ABLt + d3 Tt+ d4 YBL t-1 + d5 DT1 + d6 DT2 + d7 DT3 + U4t ..……..……………….…..……. (4) Tanda parameter dugaan yang diharapkan sebagai berikut: c1, d1, d3, 0 ; c2, c3, d2 < 0; 0 < d4< 1; -1 < c4 < 1; c5,c6, c7, d5, d6,d7 0
3
Penawaran b.merah Ind.
Produksi b.merah Ind.
Harga b.merah Ind.
Harga Ekspor b.merah Ind Produksi b.merah Jateng
Produktivitas b.merah Jateng
Harga b.merah Jateng
Dummy musim Jateng
Harga b.merah luar Jateng
Produksi b.merah luar Jateng
Ekspor b. merah Indonesia
Impor b.merah Indonesia
Nilai Tukar
Tarif Impor
Harga impor -h.pupuk Jateng -upah Jateng Areal b.merah Jateng
harga cabe merah Jateng
Produktvitas b.merah luar Jateng Dummy musim luar Jateng
-h. pupuk l.Jateng - upah l. Jateng
Areal b.merah luar Jateng
Permintaan b.merah Ind
harga cabe merah luar Jateng
PDB Ind.
Jumlah Penduduk
= peubah eksogen = peubah endogen
Gambar 1. Keterkaitan Antar Peubah dalam Model Penawaran dan Permintaan Bawang Merah di Indonesia
4
Produksi Bawang Merah Produksi bawang merah Jawa Tengah: QBJTt = ABJTt* YBJTt …………….……………………...…………….………. (5) Produksi bawang merah luar Jawa Tengah: QBL t = ABLt * YBLt ………………..…………………………….…………….… (6) Produksi bawang merah Indonesia: QBIt = QBJTt + QBLt ……..……………………………………….….………… (7) Penawaran Bawang Merah Indonesia QSIt = QBIt + (MBIt - XBIt ) .………………………….…………..………….... (8) Permintaan Bawang Merah Indonesia QDIt = f o + f 1 PBIt + f2 PDBMt + f3 JPDKt + f4 DT3t + f 5 DK + U5t .…….……… (9) Tanda parameter dugaan yang diharapkan sebagai berikut: f2 , f3 , f 4 > 0 ; f 1 , f5< 0 Impor Bawang Merah Indonesia MBIt = g0 + g1 PMBt + g2 PBIt + g3 ERt + g4TIBt + g5 DT2 + U6t ………... (10) Tanda parameter dugaan yang diharapkan (hipotesis) sebagai berikut : g2 , g5 > 0 ; g1 , g3 , g4 < 0 Ekspor Bawang Merah Indonesia XBIt = k0 + k1 PXBRt -1+ k2 QBIt + k3 MBIt + k4 XBIt-1 + k5 DT1 + k6 DT2 + k7 DT3 + U7t ……….………………...…….…………………………... (11) Tanda parameter dugaan yang diharapkan (hipotesis) sebagai berikut : k1 , k2 > 0 ; k3 < 0 ; 0 < k4 < 1 ; k5 , k6 , k7 0 Harga Bawang Merah di Jawa Tengah PBJTt = no + n1 PBIt + n2 QBJTt + n3 DK + U8t ………………….………...… (12) Tanda parameter dugaan yang diharapkan sebagai berikut : n1 , n3 > 0 ; n2 < 0 Harga Bawang Merah di Luar Jawa Tengah PBLt = po + p1 PBIt + p2 PBLt-1 + U9t ……………….……………..…………..…(13) Tanda parameter dugaan yang diharapkan sebagai berikut : p1 > 0 ; 0 < p2 < 1
5
Harga Bawang Merah di Indonesia PBIt = qo + q1 PMBRt + q2 QSIt + +q3 PBIt-1 + U10t ………………….……..…… (14) Tanda parameter dugaan yang diharapkan sebagai berikut : q1 > 0 ; q2 < 0 ; 0 < q3 < 1 di mana : ABJTt = luas areal panen Jawa Tengah periode t (ha) ABJTt-1 = peubah bedakala dari ABJTt ABLt = luas areal panen bawang merah luar Jawa Tengah periode t (ha) ABLt-1 = peubah bedakala dari ABLt DT1 = dummy triwulan 1 DT2 = dummy triwulan 2 DT3 = dummy triwulan 3 DK = dummy krisis ERt = nilai tukar valuta asing periode t (Rp/US $) JPDKt = jumlah penduduk Indonesia periode t MBIt = volume impor bawang merah Indonesia periode t (ton) PBIt = harga riil bawang merah Indonesia periode t (Rp/kg) PBIt-1 = peubah bedakala dari PBIt PBJTt = harga bawang merah di Jawa Tengah periode t (Rp/kg) PBJTt-1 = harga riil bawang merah Jawa Tengah periode t-1 (Rp/kg) PBLt-1 = peubah bedakala dari PBLt PCJTt = harga riil cabe merah Jawa Tengah periode t (Rp/kg) PCLt = harga riil cabe merah di luar jawa Tengah periode t (Rp/kg) PDBMt = pendapatan per kapita periode t (Rp) PFJT t = harga riil pupuk Jawa Tengah periode t (Rp/kg) PFJT t-1 = peubah bedakala dari PFJT t PFL t = harga riil pupuk luar Jawa Tengah periode t (Rp/kg) PFL t-1 = peubah bedakala dari PFL t PLJTt-2 = upah riil tenaga kerja sektor pertanian Jateng lag 2(Rp/HOK) PLLt-2 = upah riil tenaga kerja di luar Jawa Tengah lag 2 (Rp/HOK) PMBt = harga bawang merah impor periode t CIF (US $/kg) PMBRt = harga impor bawang merah dalam rupiah periode t PXBRt –1= harga ekspor bawang merah dalam rupiah periode t-1 (Rp/kg) QBJTt = produksi bawang merah Jawa Tengah periode t (ton) QBL t = produksi bawang merah luar Jawa Tengah periode t (ton) QBIt = produksi bawang merah Indonesia periode t (ton) QSIt = penawaran bawang merah Indonesia periode t (ton) QDIt = jumlah permintaan bawang merah Indonesia periode t (ton) TIBt = tarif impor bawang merah (%) Uit = peubah pengganggu XBIt = volume ekspor bawang merah Indonesia periode t (ton) XBIt-1 = peubah bedakala dari XBIt YBJTt = produktivitas bawang merah Jawa Tengah periode t (ton/ha) YBJTt-1 = peubah bedakala dari YBJTt YBLt = produktivitas bawang merah luar Jawa Tengah periode t (ton/ha) YBL t-1 = peubah bedakala dari YBLt Berdasarkan kriteria order condition (Koutsoyiannis, 1977) persamaanpersamaan dalam model ini bersifat over identified, oleh karena itu dipilih metode Two
6
Stage Least Squares (2 SLS) untuk pendugaan. Pengolahan data dilakukan dengan program komputer SAS.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut merupakan data deret waktu triwulanan dari tahun 1992-2000 (time series). Sumber data dari Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Tengah, Kantor Statistik Propinsi Jawa Tengah dan instansi-instansi lainnya serta publikasi atau laporan-laporan yang berkaitan dengan penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Umum Model Hasil pendugaan model (Tabel 1) menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) masing-masing persamaan dalam model secara keseluruhan cukup tinggi (kisaran 0,4322 – 0,8810), kecuali persamaan luas areal panen bawang merah Jawa Tengah (ABJT) yang mempunyai R2 relatif rendah. yaitu 0,3974.
Dengan
demikian keragaman masing-masing peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubahpeubah penjelas yang dimasukkan
dalam model. Demikian pula nilai statistik F
berkisar antara 2,060 sampai dengan 107,432 yang berarti secara bersama-sama peubah penjelas memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah endogennya. Semua tanda parameter dugaan dalam model sesuai dengan harapan teori. Namun demikian, hasil beberapa peubah
uji t-statistik menunjukkan bahwa
penjelas yang tidak
berdampak
secara individual ada
nyata
terhadap
peubah
endogennya pada rentang taraf uji = 0,01-0,20. Beberapa persamaan mengandung masalah korelasi serial, namun masalah korelasi serial hanya akan mengurangi efisiensi pendugaan parameter, tidak menimbulkan bias pendugaan parameter (Pindyck dan Rubinfeld, 1991). Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, maka secara
menyeluruh model
penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia cukup baik karena memenuhi kriteria ekonomi (tanda yang sesuai),
kriteria statistik (akurat), dan kriteria
ekonometrika (tidak ada serial korelasi yang serius).
7
Tabel 1.
Notasi
Hasil Pendugaan Parameter dan Uji Statistik Model Penawaran dan Permintaan Bawang Merah di Indonesia Parameter Dugaan
Persamaan/Peubah Penjelas
a
P*
Elastisitas J. Pendek J. Panjang
ABJT
Luas Areal Panen di Jateng 0,5551 Intersep 2 327,0114 0,235 0,1188 Harga bawang merah Jateng lag 1 184,7524 PBJT1 -0,002 0,9896 Harga cabe Jawa Tengah - 1,1644 PCJT 1 -1,386 0,2274 Selisih harga pupuk triwulan t -2 474,4800 PFJTS dengan triwulan t-1 0,4886 Upah tenaga kerja Jateng lag 2 -224,3204 PLJT2 -0,448 0,0242 Luas areal panen lag 1 0,4429 0,454 ABJT1 0,1202 2 111,6472 DTI Dummy triwulan I 0,0459 2 524,5348 DT2 Dummy triwulan II 0,0193 2 762,5702 DT3 Dummy triwulan III 2 (R = 0,3974; F-hitung = 2,0600; DW = 2,2730; Dh = -) ABL Luas Areal Panen di Luar Jateng Intersep 0,5503 2 304,4152 Harga b, merah luar Jateng lag 2 401,6348 PBL2 0,0798 0,200 Harga cabe luar Jateng -79,2135 -0,079 PCL 0,4115 Selisih harga pupuk triwulan t dengan -1 655,5688 -0,3512 PFLS 0,5178 triwulan t-1 Luas areal panen lag 1 ABL1 0,0140 0,4829 4 451,0144 DTI Dummy triwulan I 0,0136 4 095,5042 DT2 Dummy triwulan II 0,0131 DT3 Dummy triwulan III 6 800,3384 0,0001 2 (R = 0,5181; F-hitung= 4,6480; DW = 1,9680; Dh = -) YBJT Produktivitas B, Merah Jateng 0,0001 Intersep 12,1176 3 0,012 0,7628 Rasio harga b, merah Jateng lag 1 0,1458 PBJTR 4 terhadap upah tenaga kerja lag 2 -0,012 0,2802 Harga pupuk Jateng -0,4158 PFJT -0,191 0,7951 Luas areal bawang merah Jateng -0,00003 ABJT 0,025 0,2353 Lag produktivitas -0,2276 YBJT1 -0,250 0,1405 -0,8787 DTI Dummy triwulan I 0,0530 -1,3219 DT2 Dummy triwulan II 0,2158 0,8519 DT3 Dummy triwulan III 2 (R = 0,4765; F-hitung = 3,3800; DW = 2,1440; Dh = -1,8473) YBL Produktivitas B, Merah Luar Jateng 0,0003 Intersep 6,8603 5 0,094 0,1238 Rasio harga b. merah lag 1 1,4839 PBLR 6 terhadap upah tenaga kerja lag 2 -0,094 0,0144 Luas areal panen luar Jateng - 0,0002 ABL -0,454 0,1461 Trend waktu 0,0361 T 0,190 0,3501 Lag produktivitas 0,1182 YBL1 0,6880 0,2437 DT1 Dummy triwulan I 0,0588 1,2272 DT2 Dummy triwulan II 0,0051 2,0579 DT3 Dummy triwulan III 2 (R = 0,4322; F-hitung = 2,8270; DW = 2,0310; Dh = -) QBJT = ABJT* YBJT QBL = ABL * YBL QBI = QBJT + QBL QSI = QBI + (MBI - XBI ) QDI Permintaan B. Merah Indonesia 0.0237 Intersep -881 859,00 -0.049 0.5627 Harga bawang merah Indonesia -553,09 PBI 0.132 0.6500 Pendapatan/kapita 6 058 970,00 PDBM 5.251 0.0130 Jumlah penduduk 91,45 JPDK 0.0008 61 631,00 DT3 Dummy triwulan III 0.2053 -39 171,00 DK Dummy krisis 2 (R = 0,5102; F-hitung = 5,8320; DW = 1,5440; Dh = -)
8
0,524 -0,005 1 -2,489 -0,804 0,815
0,388 -0,153 -0,6792
3
0,010 4 -0,010 -0,156 0,020 -0,203
5
0,112 6 -0,112 -0,542 0,227
-
Tabel 1.
Notasi
Lanjutan Parameter Dugaan
Persamaan/Peubah Penjelas
Elastisitas
a
P*
J. Pendek J. Panjang Impor Bawang Merah 0,0039 Intersep 27 779,000 -0,671 0,0159 Harga impor bawang merah -50 760,000 PMB 0,351 0,0228 Harga bawang merah Indonesia 398,570 PBI -0,618 0,0574 Nilai tukar rupiah - 1,168 ER -0,160 0,3291 Tarif impor b,merah -516,282 TIB 0,0005 9 602,168 DT2 Dummy triwulan II (R2 = 0,6147; F-hitung = 8,9330; DW = 2,0510; Dh = -) XBI Ekspor Bawang Merah Intersep 1 278,892 0,0754 1,289 1,075 Produksi bawang merah Indonesia 0,009 0,0304 QBI 0,107 0,089 Harga ekspor dalam rupiah lag 1 17,851 0,7861 PXBR 1 -0,620 -0,517 Impor bawang merah 0,054 0,0383 MBI Volume ekspor lag 1 triwulan 0,166 0,3215 XBI1 -2 574,540 0,0001 DT1 Dummy triwulan I -1 900,148 0,0080 DT2 Dummy triwulan II 0,2172 DT3 Dummy triwulan III -882,954 2 (R = 0,7432; F-hitung=10,7470; DW = 2,2330; Dh = -2,3830) PBJT Harga Bawang Merah Jateng 0,0001 3,5427 Intersep 0,721 0,0001 0,4227 Harga bawang merah Indonesia PBI -0,307 0,0012 -0,00005 Poduksi bawang merah Jateng QBJT 0,2147 0,8864 DK Dummy krisis 2 (R = 0,8810; F hitung = 74,0430; DW = 2,1790; Dh = -) PBL Harga Bawang Merah Luar Jateng 0,0001 4,5177 Intersep 0,414 0,397 0,0001 0,2806 Harga bawang merah Indonesia PBI 0,040 0,039 0,6804 0,0416 Harga bawang merah luar Jateng lag PBL1 1 triwulan 2 (R = 0,8744; F hitung = 107,932; DW = 1,2800; Dh = 2,6240) PBI Harga Bawang Merah Indonesia 0,0601 5,9735 Intersep -2,479 -0,223 0,0669 0,6853 Harga impor dalam rupiah PMBR -6,785 -0,611 0,0013 -0,00005 Penawaran bawang merah domestik QSI 0,0001 0,9099 Harga bawang merah Indonesia lag 1 PBI1 2 (R = 0,8327; F hitung = 49,778; DW = 1,3660; Dh = 2,1813) Keterangan : *P = taraf pada saat hipotesis nol ditolak untuk pengujian dua sisi. a 1 Elastisitas rata-rata tahun 2000; Elastisitas untuk PFJTR t ; 2 3 4 Elastisitas untuk PFLRt; Elastisitas untuk PBJT1; Elastisitas untuk PLJT2; 5 Elastisitas untuk PBL2; 6 Elastisitas untuk PLL2 MBI
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Bawang Merah Indonesia Harga bawang merah lag satu triwulan memberikan pengaruh positif dan nyata pada taraf 5,94 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dan penurunan harga bawang merah di Jawa Tengah mempengaruhi keputusan petani dalam menambah atau mengurangi luas areal.
Dilihat dari nilai elastisitasnya luas areal
panen bawang merah, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang, tidak
responsif terhadap perubahan harga bawang merah di Jawa Tengah, dengan nilai elastisitas masing-masing 0,235 dan 0,422. Yang menarik untuk diperhatikan adalah harga pupuk di Jawa Tengah baru menampakkan pengaruh negatifnya terhadap areal panen dalam bentuk selisih antara
9
harga pupuk pada triwulan t dengan triwulan t-1, dan pengaruhnya nyata pada taraf 11,37 persen. Respon luas areal panen terhadap perubahan harga pupuk bersifat elastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai elastisitas – 1,386 dan -2,489. Hal ini berarti dalam jangka pendek apabila harga pupuk naik 1 persen maka luas areal panen bawang merah di Jawa Tengah turun 1,386 persen. Hal ini disebabkan penggunaan pupuk oleh petani bawang merah di sentra produksi Jawa Tengah sangat intensif. Bawang merah merupakan komoditas andalan dan mata pencaharian utama bagi petani di Jawa Tengah (Kabupaten Brebes), sehingga pemanfaatan sarana produksi utama (pupuk) cenderung dimaksimalkan. Sedangkan di luar Jawa Tengah luas areal tidak responsif terhadap perubahan harga pupuk. Hal lain yang berpengaruh nyata terhadap areal panen adalah peubah lag areal. Nilai parameter dugaannya relatif rendah yaitu 0,443, yang menunjukkan nilai koefisien penyesuaian parsialnya relatif tinggi. Hal ini mencerminkan usahatani bawang merah di Jawa Tengah telah diusahakan secara stabil dan komersil, sehingga para petaninya relatif dapat lebih cepat menyesuaikan keseimbangan areal panen ketika terjadi perubahan situasi ekonomi. Peubah dummy triwulan I, II, dan III yang digunakan untuk melihat pengaruh musim terhadap luas areal, masing-masing mempunyai pengaruh nyata. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa triwulan III mempunyai luas areal panen bawang merah yang terluas baik di Jawa Tengah maupun luar Jawa Tengah. Hal ini terkait dengan musim tanam bawang merah di sentra-sentra produksi bawang merah di Jawa Tengah, dimana musim tanam yang paling baik adalah
MK I (bulan Maret-Juni).
Faktor
pendukungnya adalah adanya curah hujan tidak begitu tinggi, sementara ketersediaan air irigasi masih mencukupi, sehingga areal panen pada triwulan III (bulan JuliSeptember) paling luas. Harga cabe sebagai komoditas alternatif di Jawa Tengah, memberikan pengaruh negatif
dan tidak
nyata.
Hal ini disebabkan sebagian besar petani
menanam cabe hanya sebagai tumpang sari pada bawang merah. Meskipun harga cabe relatif tinggi,
petani
tetap menempatkan bawang merah sebagai prioritas
meskipun porsi tanaman cabe bertambah. Menurut Hartoyo dan Rusastra (2001), meskipun pendapatan dari usahatani cabe lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan usahatani bawang merah tetapi petani lebih memilih bawang merah karena umur bawang merah lebih pendek sehingga lebih cepat panen (menghasilkan) serta bisa menanam sampai empat kali tanam dalam satu tahun.
10
Hasil analisis di luar Jawa Tengah, menunjukkan indikasi yang sama dengan Jawa Tengah dimana luas areal panen dipengaruhi oleh harga bawang merah dua triwulan sebelumnya dan luas areal panen satu triwulan sebelumnya. Meskipun semula diduga produktivitas bawang merah di Jawa Tengah dipengaruhi oleh harga bawang merah dan upah tenaga kerja, tetapi hasil analisis data diperoleh tanda parameter dugaan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Setelah dilakukan respesifikasi dengan merasiokan peubah penjelas harga bawang merah Jawa Tengah dengan upah tenaga kerja (PBJT), respon produktivitas terhadap perubahan peubah-peubah tersebut inelastis. Apabila dibandingkan pengaruh perubahan harga bawang merah lag 1 triwulan terhadap luas areal dan produktivitas di kedua daerah, maka dapat dikatakan bahwa perubahan harga bawang merah lag 1 triwulan relatif berpengaruh lebih elastis terhadap luas areal panen. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan harga bawang merah, maka
petani lebih cenderung meningkatkan luas arealnya
dibandingkan meningkatkan produktivitasnya. Peningkatan luas areal di Jawa Tengah dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas tanam dalam satu tahun atau menambah luas areal tanam bawang merah dengan mengurangi usahatani tanaman alternatif. Seperti diketahui pertumbuhan produktivitas bawang merah pada periode 1992-1999 sangat rendah. Oleh karena itu, untuk dapat meningkatkan produktivitas perlu diupayakan terobosan teknologi pada budidaya bawang merah. Produktivitas bawang merah di Jawa Tengah tidak responsif terhadap perubahan tingkat upah baik jangka pendek maupun jangka panjang. Apabila dilihat jumlah tenaga kerja yang digunakan pada usahatani bawang merah di Jawa Tengah cukup tinggi. Petani yang banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga adalah petani golongan lahan luas dengan modal besar sehingga tingkat upah bukan merupakan kendala. Petani golongan lahan sempit lebih banyak menggunakan tenaga kerja keluarga. Di daerah sentra produksi sesama petani bawang merah bergotong royong mengerjakan usahataninya secara bergantian. Respon produktivitas bawang merah di Jawa Tengah inelastis terhadap perubahan harga pupuk baik jangka pendek maupun jangka
panjang.
Hal ini
menunjukkan kemapanan usahatani bawang merah di Jawa Tengah. Petani tetap menggunakan pupuk dalam jumlah yang dibutuhkan tanpa terlalu mempertimbangkan perubahan harganya. Dengan adanya perubahan harga pupuk petani akan merubah luas arealnya tetapi tetap mempertahankan produktivitasnya, yang mengindikasikan adanya constan return to scale. Dalam penelitian ini pupuk yang dianalisis terbatas
11
pada urea dan TSP, sedangkan pupuk KCl tidak termasuk yang dianalisis karena datanya tidak tersedia. Luas areal panen memberikan pengaruh negatif terhadap produktivitas bawang merah di Jawa Tengah tetapi pengaruhnya tidak nyata. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hartoyo dan Rusastra (2001), bahwa usahatani bawang merah di Brebes (sentra produksi bawang merah di Jawa Tengah) mempunyai sifat yang constant return to scale yang berarti tidak terdapat perbedaan produktivitas antara petani golongan lahan sempit dengan petani golongan lahan luas. Sementara itu, di luar Jawa Tengah luas areal panen memberikan pengaruh negatif dan nyata terhadap produktivitas. Peningkatan pengusahaan bawang merah mengakibatkan semakin terbatasnya kemampuan manajemen. Peubah bedakala produktivitas berpengaruh negatif terhadap produktivitas, tetapi secara statistik pengaruhnya tidak nyata. Hal ini erat hubungannya dengan tingkat kesuburan tanah triwulan t dengan indikasi lebih rendah daripada kesuburan triwulan sebelumnya.
Petani bawang merah pada umumnya tidak menggunakan
pupuk organik/kandang, tetapi cenderung menggunakan pupuk anorganik dengan jumlah yang melebihi dosis anjuran. Lambat laun tanah akan kekurangan
bahan
organik yang pada akhirnya kesuburan tanah dan produktivitas lahan akan semakin menurun. Degradasi kesuburan lahan juga dipengaruhi oleh pola tanam yang secara terus menerus sepanjang tahun. Bawang merah diusahakan sampai empat kali tanam dalam satu tahun. Hal ini dapat menyebabkan produktivitas triwulan t lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas pada triwulan sebelumnya. Produksi bawang merah Jawa Tengah merupakan persamaan identitas yang dinyatakan dalam perkalian antara luas areal panen (ABJT) dengan produktivitasnya (YBJT), demikian pula produksi bawang merah luar Jawa Tengah. Berdasarkan hasil perhitungan elastisitas tidak langsung maka dapat dihitung elastisitas produksi bawang merah terhadap perubahan harga bawang merah, harga pupuk, dan upah tenaga kerja. Dalam jangka pendek maupun jangka panjang respon produksi bawang merah di Jawa Tengah terhadap perubahan harga bawang merah bersifat inelastis. Penyebabnya adalah usahatani bawang merah di Jawa Tengah merupakan
mata
pencaharian utama bagi para petani yang mengusahakannya, sehingga mereka tidak begitu responsif terhadap perubahan harga bawang merah.
Disamping itu harga
bawang merah sangat berfluktuasi, marjin pemasaran cukup besar, dan tingkat harga
12
yang cukup tinggi di tingkat konsumen tidak ditransmisikan secara memadai kepada petani produsen. Produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dengan nilai elastisitas masing-masing –1,612 dan –2,694. Keadaan ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk per hektar yang dilakukan petani di Jawa Tengah sangat intensif. Perilaku ini relatif sama pada petani lahan sempit maupun petani dengan lahan luas. Oleh karena itu apabila harga pupuk naik petani tetap mempertahankan produktivitasnya tetapi mereka akan mempertimbangkan untuk menurunkan luas areal tanam. Sejak diterapkannya kebijakan pencabutan subsidi dan pembebasan tataniaga pupuk
Desember 1998,
PT Pusri
tidak lagi menjadi distributor tunggal dalam
pengadaan pupuk. Kebijakan tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah kelangkaan pupuk, keterlambatan pasokan, serta keterbatasan jangkauan wilayah. Disamping berdampak positif, kebijakan
tersebut mempunyai dampak negatifnya
yaitu: (1) harga pupuk naik cukup tinggi serta berfluktuasi mengikuti pasar dan pergerakan nilai
kurs, dimana harga eceran pupuk urea di KUT naik dari Rp 450/kg
menjadi Rp 1.115/kg (kenaikan 147 %), pupuk SP-36 dari Rp 675/kg menjadi Rp 1.600/kg (kenaikan 137 %), (2) munculnya pupuk alternatif yang diragukan kualitasnya, (3) adanya indikasi munculnya pasar yang oligopolistik dimana hanya distributor bermodal kuat yang mampu membeli pupuk serta bebas menyebarkan ke daerah yang bukan wilayahnya. Selain itu permasalahan kelangkaan pupuk di lapangan masih sering muncul seperti yang terjadi pada musim tanam MH 1998/99 dan MH 2000/2001 (Sudaryanto, 2001). Dampak negatif dari kebijakan tersebut cukup dirasakan oleh petani bawang merah. Hal ini ditunjukkan oleh respon produksi terhadap perubahan harga pupuk yang elastis. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemintaan Bawang Merah Indonesia Peubah yang berpengaruh nyata pada permintaan adalah jumlah penduduk, dummy triwulan III, dan dummy krisis. Jumlah penduduk mempunyai dampak positif dan sangat nyata pada taraf 1 persen. Dalam jangka pendek permintaan bawang merah responsif
terhadap perubahan jumlah penduduk dengan nilai elastisitas
sebesar 5,33 persen. Artinya, dalam jangka pendek apabila jumlah penduduk naik 1 persen maka permintaan bawang merah akan naik 5,33 persen. Tingkat konsumsi bawang merah Indonesia per kapita
dari tahun ke tahun relatif
tetap, sehingga
peningkatan permintaan bawang merah tiap tahunnya akan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk.
13
Harga bawang merah berdampak negatif terhadap permintaan tetapi tidak nyata.
Selain itu pendapatan per kapita masyarakat Indonesia mempunyai tanda
positif dan pengaruhya tidak nyata. Dummy triwulan III berdampak positif dan sangat nyata pada taraf 0,07 persen.
Pada triwulan III produksi bawang merah di Jawa
Tengah dan Indonesia relatif tinggi sehingga terjadi penurunan harga yang selanjutnya mendorong peningkatan permintaan. Dalam jangka pendek respon permintaan bawang merah terhadap perubahan harga bawang merah dan pendapatan per kapita bersifat inelastis, dengan nilai elastisitas masing-masing –0,038 dan 0,113. Nilai elastisitas pendapatan tersebut menunjukkan bahwa bawang merah tidak responsif terhadap perubahan pendapatan. Sebagai gambaran, apabila pendapatan naik 10 persen, maka permintaan bawang merah hanya naik 1 persen. Hal ini dikarenakan bawang merah merupakan komoditas bahan pangan pokok yang berfungsi sebagai
bumbu, dengan volume kebutuhan
setiap hari yang relatif kecil. Hutabarat et al. (1999) melakukan penelitian sistem komoditas bawang merah dengan menggunakan data Susenas tahun 1987-1996, mengemukakan bahwa meskipun harga bawang merah berfluktuasi tinggi, tetapi karena tingkat konsumsinya relatif kecil, maka permintaan komoditas ini tidak terlalu dipengaruhi oleh tingkat harga dan pendapatan penduduk. Prospek pasar bawang merah di masa datang akan terus meningkat dan responsif terhadap perubahan pendapatan apabila didukung oleh pengembangan produk seperti bawang goreng atau peningkatan produksi industri makanan, dimana bawang merah merupakan salah satu faktor produksinya. Saat ini industri bawang goreng terutama untuk memenuhi
permintaan pasar bumbu, pedagang baso, mie
ayam dan lain-lain. Selain itu, sejak tahun 1996 beberapa KUD di Brebes melakukan kerjasama kemitraan dengan PT. Indofood dalam rangka pengadaan bawang merah untuk industri makanan jadi.
Kendala utama dalam pengadaan ini adalah bahwa
bawang merah merupakan komoditas pertanian yang masih bersifat musiman sehingga pada musim di luar panen raya, relatif sulit untuk memenuhi kuota yang diberikan PT Indofood. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Ekspor dan Impor Bawang Merah Indonesia Peubah-peubah
yang berpengaruh terhadap impor bawang merah adalah
harga impor bawang merah, harga bawang merah Indonesia, nilai tukar rupiah, dan dummy triwulan dua.
Harga impor berpengaruh
pengaruhnya sangat nyata. Dalam
negatif dan secara statistik
jangka pendek volume impor bawang merah
14
tidak responsif terhadap perubahan harga impor dengan nilai elastisitas sebesar
–
0,671. Artinya dalam jangka pendek apabila harga impor bawang merah naik satu persen maka volume impor bawang merah turun sebesar 0,671 persen. Tujuan impor bawang merah adalah untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga jumlah impor tidak akan berkurang secara nyata meskipun harga impornya naik. Respon impor bawang merah terhadap perubahan harga bawang merah domestik, nilai tukar rupiah dan tarif impor juga bersifat inelastis. Dari delapan peubah yang dimasukkan dalam persamaan ekspor bawang merah Indonesia, salah satu peubah yang berpengaruh nyata adalah produksi dalam negeri. Peubah produksi dalam negeri (QBI) mempunyai tanda positif dan nyata pada taraf 1,50 persen. Hal ini berarti bahwa makin tinggi jumlah produksi bawang merah dalam negeri maka semakin tinggi potensi ekspor bawang merah. Apabila dilihat nilai elastisitasnya, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang ekspor bawang merah responsif terhadap perubahan produksi bawang merah. Implikasinya adalah apabila akan mengembangkan ekspor komoditas bawang merah maka perlu upaya untuk meningkatkan produksi dalam negeri yang mencakup jumlah dan mutu maupun kontinuitas pasokan. Respon volume ekspor bawang merah terhadap perubahan harga ekspor adalah inelastis. Hal ini disebabkan ekspor bawang merah masih terbatas, sehingga apabila harga ekspor mengalami peningkatan maka volume ekspor naik dengan peningkatan sangat kecil. Terbatasnya ekspor ini terutama disebabkan oleh potensi pasar dalam negeri yang relatif
cukup
besar.
Konsumsi bawang merah belum
sepenuhnya dipenuhi dari produksi dalam negeri. Selain itu banyak pesaing negara produsen lainnya yang lebih mantap seperti Thailand, Filipina,
Singapura, dan
Malaysia. Peubah volume impor mempunyai tanda negatif dan pengaruhnya nyata pada taraf 1,92 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa pada saat produksi dalam negeri
rendah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik, maka volume impor akan tinggi dan pada saat yang sama sebaliknya volume ekspor akan rendah. Pada saat produksi dalam negeri tinggi maka volume ekspor akan tinggi, sedangkan volume impor rendah. Dummy triwulan IV mempunyai tanda positif dan berpengaruh nyata pada taraf 3,8 persen.
Pada triwulan IV, diindikasikan volume ekspor bawang merah paling
tinggi. Apabila dikaitkan dengan produksi di sentra-sentra produksi bawang merah di Jawa Tengah, maka bulan Nopember dan Desember termasuk saat produksi tinggi.
15
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Harga Bawang Merah Hasil pendugaan menunjukkan bahwa harga bawang merah Jawa Tengah dipengaruhi secara nyata oleh harga bawang merah Indonesia dan produksi bawang merah Jawa Tengah. Namun dalam jangka pendek harga bawang merah di Jawa Tengah tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah Indonesia dengan nilai elastisitas sebesar 0,721. Hal ini berarti dalam jangka pendek, apabila harga bawang merah Indonesia berubah satu persen, ceteris paribus, maka harga bawang merah di tingkat petani Jawa Tengah akan berubah 0,721 persen pada arah yang sama. Melalui analisis korelasi dapat diketahui bahwa keterpaduan harga tingkat harga di produsen
antara
Jawa Tengah dan luar Jawa Tengah dengan harga di
tingkat konsumen, ceteris paribus, memiliki koefisien korelasi mendekati satu, yaitu nilai korelasinya sebesar 0,9137 dan 0,9357. Artinya gejolak harga di tingkat pasar konsumen akan berpengaruh langsung terhadap harga pasar produsen. Hal lain yang sangat berpengaruh terhadap harga bawang merah di Jawa Tengah adalah jumlah produksi bawang merah di Jawa Tengah, dimana pengaruhnya negatif dan sangat nyata pada taraf 0,01 persen. Hal ini mencerminkan dominannya peranan produksi bawang merah dalam menentukan harga di tingkat petani Jawa Tengah. Kondisi ini dapat dipahami mengingat Jawa Tengah sebagai sentra produksi bawang merah sering mengalami surplus produksi, sehingga pada saat tersebut harganya akan sangat rendah. Respon harga bawang merah di luar Jawa Tengah terhadap perubahan harga bawang merah Indonesia juga tidak elastis. Jika dibandingkan kedua wilayah tersebut maka harga bawang merah di Jawa Tengah lebih responsif terhadap perubahan harga Indonesia.
Hal ini mengindikasikan bahwa petani Jawa Tengah lebih dapat
menangkap informasi pasar, dan saluran pemasaran bawang merah Jawa Tengah lebih baik dibandingkan dengan luar Jawa Tengah. Perilaku harga bawang merah Indonesia dipengaruhi secara sangat nyata oleh harga impor dalam nilai rupiah,
penawaran domestik, dan harga Indonesia satu
triwulan sebelumnya. Meskipun dalam jangka pendek respon harga bawang merah Indonesia terhadap perubahan harga impor inelastis dengan nilai elastisitas –0,223, tetapi dalam jangka panjang harga bawang merah Indonesia responsif perubahan harga impor dalam nilai rupiah dengan nilai elastisitas –2,479.
terhadap Hal ini
merupakan gambaran bahwa dalam jangka pendek harga bawang domestik tidak terlalu dipengaruhi harga impor, namun dalam jangka panjang peningkatan harga
16
impor perlu dipertimbangkan karena sangat berpengaruh terhadap tingkat harga domestik. Tingkat harga suatu komoditas sangat ditentukan oleh jumlah barang yang ditawarkan. Pada komoditas bawang merah pengaruh penawaran yang berasal dari produksi dalam negeri ditambah net impor sangat nyata mempengaruhi harga bawang merah domestik.
Namun demikian dalam jangka pendek harga bawang merah
domestik tidak responsif terhadap perubahan penawaran. Sebaliknya dalam jangka panjang responsif dengan nilai elastisitas –6,785. Ini artinya dalam jangka panjang, peningkatan penawaran sebesar 1 persen akan menurunkan harga domestik sebesar 6,8 persen. Dengan demikian dalam jangka panjang penawaran sangat menentukan harga bawang merah di tingkat konsumen Indonesia. Oleh karena itu salah satu cara untuk mengurangi fluktuasi harga bawang merah di Indonesia, dapat diupayakan dengan mengurangi fluktuasi penawaran di sentra produksi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk, tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah dan upah tenaga kerja.
Perubahan harga pupuk akan mengakibatkan perubahan produksi
terutama melalui perubahan luas arealnya, sedangkan produktivitas bawang merah tidak responsif baik terhadap perubahan harga pupuk maupun harga output dan upah tenaga kerja.
Apabila harga pupuk naik, petani akan mengurangi luas arealnya,
karena petani berupaya untuk mempertahankan dosis pupuk yang sama. Luas areal bawang merah di luar Jawa Tengah tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah, harga pupuk, dan upah tenaga kerja. Permintaan bawang merah di Indonesia dipengaruhi sangat nyata dan bersifat responsif
terhadap
perubahan jumlah penduduk.
Permintaan tidak responsif
terhadap perubahan harga bawang merah dan pendapatan. Respon permintaan bawang merah terhadap perubahan pendapatan akan lebih elastis apabila didukung oleh peningkatan industri pengolahan bawang merah. Produksi bawang merah berpengaruh sangat nyata terhadap volume ekspor bawangh merah Indonesia. Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang ekspor bawang merah responsif terhadap perubahan produksi bawang merah. Implikasinya adalah apabila akan mengembangkan ekspor komoditas bawang merah maka perlu
17
upaya untuk meningkatkan produksi dalam negeri yang mencakup jumlah dan mutu maupun kontinuitas pasokan. Harga bawang merah di tingkat produsen Jawa Tengah dan luar Jawa Tengah dipengaruhi oleh harga di tingkat konsumen Indonesia, namun dengan respon yang bersifat inelastis.
Hal ini disebabkan antara lain oleh
marjin pemasaran bawang
merah yang cukup tinggi. Faktor lain yang berpengaruh sangat nyata terhadap harga bawang merah di Jawa Tengah dan Indonesia adalah penawaran.
Dalam jangka
panjang harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan penawaran. Hal ini merupakan indikasi bahwa fluktuasi harga dapat dikurangi melalui upaya mengurangi fluktuasi produksi. Saran Untuk meningkatkan produksi bawang merah di Jawa Tengah dan Indonesia perlu upaya perbaikan teknologi budidaya (antara lain bibit unggul, pemupukan, dan pengendalian hama penyakit) di tingkat petani, sehingga produktivitas bawang merah di sentra produksi meningkat. Untuk mengurangi fluktuasi produksi dan fluktuasi harga, peran pemerintah daerah perlu ditingkatkan terutama dalam pengaturan saat tanam antar wilayah di daerah sentra produksi. Dalam hal ini, perbaikan manajemen irigasi sangat diperlukan dalam pengaturan pola tanam antar wilayah. Pengaturan pola tanam akan mampu menekan fluktuasi produksi antar waktu, sehingga harga yang diterima petani dapat ditingkatkan. Selain itu pemasaran dan penanganan pasca panen perlu dilakukan lebih terkoordinasi oleh kelembagaan yang ada seperti KUD atau kelompok tani.
DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, W. dan A. Soetiarso. 1997. Keunggulan Komparatif dan Insentif Ekonomi Usahatani Bawang Merah. Jurnal Hortikultura 7(1):614-621 Hadi, P. U. 1996. Kajian Ekonomi Usaha Pertanian Komoditas Bawang Merah di Jawa Barat. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Hartoyo dan I W. Rusastra. 2001. Analisis Penawaran dan Daya Saing Bawang Merah di Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Brebes). Laporan Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hutabarat, B., H. Mayrowani, B. Winarso, Ch. Muslim, V. Darwis, B. Rahmanto, Waluyo, B. Santoso, dan M. H. Thamrin. 1999. Sistem Komoditas Bawang Merah dan Cabai Merah. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
18
Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. The Macmillan Press Ltd., London. Purwoto, A. 1989. Pola Usahatani Bawang Merah, Elastisitas Permintaan Masukan dan Penawaran Keluaran Petani di Jawa Tengah, hlm. 75-83. Dalam E. Pasandaran et al., ed. Prosiding Patanas: Perkembangan Struktur Produksi, Ketenagakerjaan dan Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Pindyck, R. and D. L. Rubinfeld. 1991. Econometric Models and Economic Forecasting. Third Edition. McGraw-Hill International Edition, Singapore. Saptana, Sumaryanto, M. Siregar, H. Mayrowani, I. Sadikin, dan S. Friyatno. 2001. Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas Unggulan Hortikultura. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Sawit, M. H., M. Ariani, I. Setiajie, T. B. Purwantini dan A. Supriatna. 1997. Perubahan Pola Konsumsi Komoditas Hortikultura di Indonesia. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Sudaryanto, T. 1997. Analisis Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertanian Utama dalam Pelita VII. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Sudaryanto, T. 2001. Perkembangan Industri Pupuk, Investasi Irigasi, dan Konversi Lahan, hlm. 15-40. Dalam: A. Suryana dan S. Mardianto, ed. Bunga Rampai Ekonomi Beras. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
19