ICASERD WORKING PAPER No.58
Faktor Penyebab Kemiskinan, Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga Miskin Lahan Pesisir di Kabupaten Lamongan Valeriana Darwis Agustus 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
ICASERD WORKING PAPER No. 58
Faktor Penyebab Kemiskinan, Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga Miskin Lahan Pesisir di Kabupaten Lamongan Valeriana Darwis Agustus 2004
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Siti Fajar Ningrum SS, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496 E-mail :
[email protected]
No. Dok.068.58.05.04
Faktor Penyebab Kemiskinan, Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga Miskin Lahan Pesisir di Kabupaten Lamongan Valeriana Darwis Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRAK Kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana seseorang, sejumlah atau segolongan orang berada dalam tingkatan kekurangan dibandingkan dengan standar kehidupan yang layak yang berlaku di masyarakat. Di daerah pesisir Kabupaten Lamongan, faktor internal penyebab kemiskinan adalah rendahnya pendidikan, kepemilikan lahan yang sempit dan bekerja di sektor pertanian. Sementara faktor eksternalnya adalah jauh dari perekonomian daerah, minimnya ketersediaan lahan garapan dan kurang akses ke lembaga keuangan. Meskipun sektor pertanian sebagai pekerjaan utama, tetapi sumber pendapatan keluarga lebih besar diperoleh dari sektor perikanan dan sektor lainnya. Pengeluaran paling banyak dipergunakan untuk kebutuhan pangan. Kata kunci : kemiskinan, pendapatan dan pengeluaran
PENDAHULUAN Kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana seseorang, sejumlah atau segolongan orang berada dalam tingkatan kekurangan dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang layak berlaku di masyarakat.
Kemiskinan juga bisa diartikan
sebagai suatu kondisi, dimana individu atau kelompok tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya menurut standar minimal, misalnya tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi minimal, tidak mampu mengikuti pendidikan dasar, tidak mampu memperoleh pelayanan kesehatan serta tidak dapat berperan wajar dalam interaksi sosial dalam masyarakat lingkungannya. Kondisi serba kekurangan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, yang saling terkait satu sama lainnya. Seseorang dimasukan kedalam gologan miskin apabila dia tidak memenuhi kebutuhan dasar. Menurut United Nation Research Institute for Social Development (UNRISD) kebutuhan dasar itu sendiri dapat dibedakan kedalam tiga gologan, yaitu : (1) kebutuhan fisik primer yang merupakan kebutuhan gizi, perumahan, kesehatan, (2) kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, rekreasi dan ketenangan hidup, dan (3) kebutuhan lainnya yang lebih tinggi jika kebutuhan primer dan kultural sudah terpenuhi dan ada kelebihan pendapatan. Menurut ILO kebutuhan dasar tidak hanya itu, dan mereka melengkapi dengan membagi kebutuhan dasar ke dalam dua unsur, yaitu (1)
1
kebutuhan meliputi tuntutan minimum tertentu suatu keluarga sebagai konsumsi pribadi, seperti makanan, perumahan, pakaian, peralatan dan perlengkapan rumah tangga, dan (2) kebutuhan yang meliputi pelayanan sosial yang diberikan oleh dan untuk masyarakat seperti air minum, angkutan umum, kesehatan, pendidikan dan fasilitas kebudayaan. Menurut Ginanjar Kartasasmita (1996) ada beberapa pola kemiskinan yang perlu diketahui yaitu : (1) persistent poverty, kemiskinan yang kronis atau turun temurun. Pada umumnya terjadi didaerah yang kritis sumberdaya alamnya atau daerah terisolasi, (2) cyclical poverty, kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan, (3) seasonal poverty, kemiskinan bersifat musiman dan ini umumnya terjadi di kasus-kasus nelayan dan petani tanaman pangan, (4) accidental poverty, kemiskinan yang terjadi akibat bencana alam. Berbagai studi memberikan gambaran yang lebih spesifik, bahwa kemiskinan suatu komunitas dicirikan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia (Quibria dan Srinivasan, 1993, Sofwani, 1998 dan Tjiptoherijanto, 1998), rendahnya penguasaan aset produktif, seperti lahan pertanian (Otsuka, 1993) dan rendahnya aksesibilitas anggota masyarakat terhadap sumber-sumber permodalan dan peluangpeluang ekonomi (Siamwalla, 1993). Dengan mengikuti pendapat para ahli, Sumodiningrat et al., (1999) mengemukakan bahwa sebab-sebab kemiskinan dibedakan dalam dua faktor. Pertama, kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh faktor eksternal atau faktor yang berada di luar jangkauan individu. Secara kongkret faktor ini merupakan hambatan kelembagaan atau struktur yang menghambat seseorang untuk meraih kesempatan. Artinya, bukan karena seseorang tidak mau bekerja tapi struktur yang ada yang menjadi hambatan. Oleh karena itu kemiskinan demikian lazim disebut kemiskinan struktural. Kedua, kemiskinan yang disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri seseorang atau lingkungannya. Jadi, fenomena demikian bukan bermula daru struktur sosial tapi berasal dari karakteristik khas orang miskin itu sendiri atau sebagai akibat dari nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut sekelompok masyarakat. Oleh karena itu, kemiskinan jenis ini umumnya disebut sebagai kemiskinan kultural. Berdasarkan uraian diatas, maka tulisan ini bertujuan menampilkan faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan kemiskinan, sumber pendapatan dan pengeluaran keluarga miskin di lahan pesisir.
2
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan metode survey pada tahun 2002 di Kabupaten Lamongan yang merupakan representatif dari wilayah pesisir/pantai di Provinsi Jawa Timur. Agar lebih terlihat keragamannya, maka di kabupaten tersebut di pilih dua desa yang dibedakan berdasarkan jarak ke pesisir/pantai. Dari kriteria tersebut terpilih Desa Paciran yang dekat ke pasar tetapi jauh dari pantai dan Desa Brondong yang jauh dari pasar tetapi dekat ke pantai. Data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan dengan cara pencacahan langsung dengan mempergunakan kuesioner terstruktur dan pengamatan semi-partisipatif terhadap 40 responden perdesa yang dipilih secara acak. Selain itu penggalian informasi yang bersifat umum dilakukan dengan cara wawancara kelompok (group intereview). Data sekunder berasal dari instansi pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat yang ada di lokasi penelitian. Data dianalis dengan metoda deskriptif dan mempergunakan perhitungan sederhana berupa nilai rata-rata, frekuensi distribusi, dan tabulasi silang untuk menjelaskan keterkaitan antar variabel yang relevan. FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN Faktor Internal a. Sumberdaya Manusia Salah satu ciri yang melekat pada keluarga miskin adalah pendidikan dan lapangan pekerjaan di sektor pertanian. Hal yang sama juga terjadi di lokasi penelitian dimana pendidikan formal responden tidak tamat SMP (7 tahun). Dari segi
umur
sebenarnya kepala rumah tangga belum terlalu tua, yaitu rata-rata 38 tahun dan 55,3 persen responden mengharapkan pendapatan dari sektor pertanian (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik Sumberdaya Manusia Uraian
Rata-rata
1. Umur (Tahun) 2. Pendidikan Formal (Tahun) 3. Pekerjaan Utama (%) Petani Buruh Tani Buruh Industri Pedagang Jasa PNS
38 7 55,3 31,6 4,4 7 0,9 0,9
3
Hal yang sama juga terjadi pada keluarga yang tidak mempunyai lahan, dimana mereka mencari pendapatan keluarga sebagai buruh tani (32,3 %) dan sumber penghasilan utama dari luar sektor pertanian hanya berkisar 0,9-4,4 persen. Tenaga muda dengan pendidikan tamat Sekolah Dasar yang didukung dengan informasi yang memadai, umumnya mereka merantau ke kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan bahkan ada yang bekerja di luar negeri. Hal ini bukan berarti mereka tidak mau bekerja di sektor pertanian, tetapi lapangan pekerjaan yang ada di desa belum dapat memenuhi tuntutan hidup yang lebih baik. Mereka mencari pekerjaan setelah membantu orang tua pada kegiatan pertanian dan pulang pada saat Hari Raya Haji atau Hari Raya Idul Fitri. b. Sumberdaya fisik Sumberdaya fisik yang dimiliki dalam satu keluarga dapat menggambarkan tingkat kesejahteraan dari keluarga tersebut. Salah satu acuan tingkat kesejahteraan tersebut adalah kondisi rumah. Jumlah responden yang mempunyai lahan 83,8 persen, sedangkan 13,8 persen berstatus numpang dan sisanya menyewa lahan (Tabel 2). Numpang disini diartikan pemakaian lahan secara gratis dan umumnya lahan tersebut milik orang tua atau kerabat dekatnya. Tabel 2. Karateristik Sumberdaya Fisik
Uraian Status tanah : - milik - sewa - numpang - lainnya Atap Rumah - seng - rumbia - genteng - asbes - lainnya Bahan rumah - tembok - papan - bilik - lainnya - tembok dan lainnya Bahan lantai - keramik - semen - tanah - lainnya - semen dan tanah
(%) 83,8 2,5 13,8 0 100 41,2 10 46,2 2,6 26,2 23,8 43,8 6,2 -
4
Selain dari status tanah, kesejahteraan petani dapat digambarkan dari kondisi fisik rumahnya. Seluruh responden sudah memakai atap dari genteng, 46,2 persen mempergunakan bilik sebagai bahan dinding dan 41,2 persen mempergunakan tembok sebagai pembatas ruangan. Sementara 43,8 persen responden mempunyai lantai dari tanah dan 26,2 persen telah disemen. Yang menarik sekitar 50 persen responden mempergunakan alam terbuka untuk MCKnya. Hal ini dikarenakan rumah responden dekat dengan pantai, sehingga aktifitas untuk itu, cukup diselesaikan di pantai saja. Dalam penguasaan asset berupa lahan sawah hanya dimiliki oleh 23 keluarga dari 80 responden dengan rata-rata sebesar 0,16 ha (Tabel 3). Hal ini wajar karena penduduk di pulau Jawa khususnya Jawa Timur sangat padat, sementara lahan sawah yang tersedia semakin berkurang. Berkurangnya lahan ini disebabkan alih fungsi lahan ke sektor non pertanian dan adanya tradisi yaitu keluarga yang kawin akan mendapatkan tanah dari orang tuanya. Bagi petani yang tidak mempunyai lahan terpaksa menyewa lahan dari petani lainnya. Sekitar 20 keluarga memiliki tegalan tetapi tidak begitu luas hanya sekitar 0,13 ha. Petani yang memiliki lahan pekarangan sekitar 50 persen dengan luas rata-rata 0,04 ha. Pekarangan umumnya ditanami buah-buahan atau sayuran untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk asset lainnya seperti alat pertanian hanya alat-alat umum saja yang dimiliki oleh keluarga petani, sedangkan untuk alat transportasi lebih banyak yang mempergunakan sepeda motor untuk kendaraan sehari-hari disebabkan jauh dari rumah ke jalan raya atau pusat ekonomi daerah relatif jauh. Faktor Eksternal a. Potensi/keadaan wilayah Kabupaten Lamongan, termasuk daerah yang beragroekosistem lahan pantai dan banyak dilewati oleh kendaraan umum, baik itu bis umum antar provinsi maupun antar kecamatan. Agar terlihat keragamannya maka kabupaten ini diwakili oleh dua desa, yaitu desa Paciran yang agak jauh dari pantai tetapi lebih dekat ke pasar, dan desa Brondong yang dekat dari pantai tetapi jauh dari pasar. Untuk sampai ke desa Paciran tidaklah sulit, karena transportasinya bagus dan lancar, sebaliknya ke desa Brondongan mempergunakan jasa dokar untuk sampai ke pusat desa. Petani di Paciran memanfaatkan lahannya untuk ditanami padi pada musim hujan dan tanaman semusim pada musim kemarau. Sebagian sumber pendapatan petani di desa Brondongan berasal dari laut. Bagi yang mempunyai lahan umumnya memelihara udang.
5
Tabel 3. Karakteristik Penguasaan Asset Keluarga Uraian Sawah (Ha) - Milik - Sewa - Sakap - Gadai Tegalan - Milik - Sewa - Sakap - Gadai Pekarangan Alat Pertanian - Traktor - Bajak - Garpu - Pemipil - hans. S - blower Alat Transportasi - mobil - sepeda motor - sepeda - gerobak Asset non produktif - TV - Radio/tape - Lampu petromak - Furniture
Org
Unit
23 5 -
0,16 0,55 -
20 3 7 43
0,13 1,44 0.09 0.04
1 4 2 4
1 1 1 1
1 31 46 1
1 1 1 1
38 64 18 32
1 1 1 1
b. Sarana/prasarana Sarana dan prasarana di Kabupaten Lamongan relatif baik sama seperti kabupaten lainnya yang ada di Jawa, bahkan terdapat sarana untuk rekreasi. Karena lokasi desa penelitian termasuk daerah nelayan, maka ada Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Fasilitas pendidikan di desa Brondong relatif lengkap dan baik serta mudah untuk diakses penduduk. Sementara fasilitas pendidikan desa di Paciran relatif kurang baik, walaupun sudah lengkap, Sarana transportasi tidak ada masalah dan kondisi jalan antar daerah sudah bagus. c. Kelembagaan Kelembagaan yang ada di kedua desa di Provinsi Jawa Timur, termasuk lengkap fasilitasnya dan pelayanannyapun cukup bagus. Aparat pemerintah desa yang terdiri dari kepala desa, sekretaris desa dan kaur desa diduduki oleh para sarjana yang asli dari
6
desa ini. Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa beserta jajarannya juga diduduki oleh para sarjana. Musyawarah Pembangunan Desa merupakan wadah dari wakil masyarakat, disamping wakil dari instansi terutama terdiri dari wakil pemuka masyarakat, PKK, organisasi/kelompok remaja dan kelompok sosial. Lembaga Musyawarah Desa(LMD)/Badan Perwakilan Desa (BPD), terdiri dari wakil masyarakat yang jumlahnya 17 orang. BPD ini mempunyai kedudukan penting di dalam desa, karena semua kegiatan program pembangunan tahunan yang dilakukan oleh aparat desa harus mendapatkan kesepakatan/persetujuan dari BPD. Selama tahun 2000-2001 jumlah program yang disetujui BPD ada 3 yaitu: pengurukan pantai untuk perluasan TPI dan pasar serta pemanfaatan dana program pengembangan kecamatan. Lembaga keuangan yang berfungsi adalah Koperasi Unit Desa Jaya Makmur dimana sebanyak 57 persen masyarakatnya menjadi anggota. KUD mempunyai tugas utama mengelola Tempat Pelelangan Ikan dan menjamin kesejahteraan petani nelayan, sehingga anggota adalah para nelayan. Di lokasi ini belum ada bank atau lembaga perkreditan di tingkat desa. Kelompok tani yang berfungsi hanyalah kelompok tani nelayan yang dikelompokan berdasarkan alat tangkap yang dipakai. Keempat kelompok tersebut tergabung dalam satu wadah yaitu Rukun Nelayan yang merupakan salah satu cabang dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia. Kelompok tani tanaman pangan tidak aktif, tidak ada pertemuan untuk merencanakan kegiatan baik yang bersifat teknis seperti perencanaan pola tanam, pengaturan air, pemupukan dan pengamatan hama, maupun yang bersifat sosial seperti simpan pinjam maupun tukar menukar informasi. d. Aksesibilitas terhadap faktor produksi Secara umum aksesibilitas petani terhadap faktor produksi dapat kita bedakan ke dalam lahan, para petani responden sangat susah untuk mengembangkan lahannya. Ada beberapa penyebabnya selain dari terbatasnya modal yang ada, juga lahan yang akan digarappun kecenderungan berkurang untuk setiap tahunnya. Lahan yang banyak berkurang terutama lahan yang berada di pinggir jalan utama. Untuk menyewa lahanpun dalam kondisi sekarang juga susah, faktor penyebab utamanya adalah tidak adanya jaminan akan menguntungkan, begitupun dalam hal bagi hasil sistem inipun sudah ditinggalkan dengan alasan yang sama. Tenaga kerja tidak begitu masalah, karena pada umumnya responden mengerjakan lahannya sendiri. Ada dua sebab yaitu lahan mereka sangat sedikit dan mereka tidak mempunyai modal untuk mempekerjakan orang lain. Upah buruh berkisar
7
Rp. 20.000 - Rp. 25.000 dengan waktu kerja 6-7 jam perhari. Apabila ada keinginan untuk mencari buruh kerja tidaklah begitu susah. Yang sedikit menjadi kesulitan apabila buruh taninya juga bisa menjadi anak buak kapal, apabila ada dua kegiatan dalam waktu bersamaan, maka orang tersebut lebih banyak memilih kegiatan kelautan. e.
Aksesibilitas terhadap modal Agar bisa melanjutkan kegiatan pada musim selanjutnya, petani biasanya
menyimpan modal pada saat menjual hasil panen. Dalam kondisi sekarang ternyata tidak semua petani bisa melakukan hal tersebut. Hal ini disebabkan harga input terus mengalami kenaikan sedangkan harga output justru turun pada saat panen. Bagi petani yang memerlukan modal untuk berusaha mereka harus meminjam, responden paling banyak meminjam ke keluarga atau tetangga dan urutan selanjutnya adalah tengkulak. Adapun alasannya karena meminjam tidak melalui prosedur dan langsung keluar uangnya. Ada juga beberapa petani yang meminjam ke bank, dan itu sudah menjadi kebiasaan sehingga bank sudah percaya. Sumber pinjaman lebih detail dapat kita lihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sumber pinjaman uang Uraian 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
f.
Orang 60 6 25 5 11 1 -
keluarga/tetangga kios tani tengkulak bank kelompok tani koperasi RMU/pengusaha
Aksesibilitas terhadap pasar Di Provinsi Jawa Timur keberadaan desa di Paciran cukup jauh dari pemukiman
rumah responden dan kondisi jalan kesanapun tidak begitu bagus. Bagi responden untuk ke lokasi pasar tersebut tidak dapat dilakukan setiap hari, dalam arti kata mereka ke pasar satu kali untuk kebutuhan beberapa hari. Pasar disinipun sebenarnya belum permanen, apabila ingin ke pasar yang sudah permanen dan lebih lengkap lagi, maka responden harus ke pasar kabupaten yang letaknya dipinggir jalan antar kabupaten, tentu jaraknya akan lebih jauh lagi. Untuk Desa Brondongan pasarnya tidak jauh dari pemukiman penduduk, karena desa ini adalah desa pantai maka pemukimannyapun berkelompok dan pasarnya ada didalam kelompok tersebut. Pasarnya hanya sampai 8
siang hari dan umumnya paling ramai pada pagi hari. Pasar khusus untuk pelelangan ikan juga ada disini dan pembelinya bisa dari kabupaten Lamongan, Tuban bahkan dari Surabaya. Sehingga para nelayan tidak susah untuk menjual hasil tangkapannya, selain itu pasar untuk kebutuhan sehari-hari juga ada, sehingga petani tidak susah menjual hasil pertanian. g. Aksesibilitas terhadap faktor ekonomi lainnya Lokasi penelitian untuk desa yang jauh dari pantai, sektor pertanian banyak tergantung pada iklim yang ada. Di daerah ini banyak pesantren-pesantren, keadaan ini bisa dimanfaatkan oleh petani untuk memasarkan sebagian dari hasil panennya untuk kebutuhan pesantren. Ada juga yang memanfaatkan lahannya dengan membuat benur (bibit ikan) dan biasanya mereka mendapat informasi dan teknologi dari PPL setempat. Untuk lokasi yang dekat dari pantai, kesempatan untuk mencari uang hanya pada kegiatan di laut. Mereka bisa bekerja dengan pemilik kapal sebagai ABK. Untuk bekerja di kapal nelayan sebenarnya tidak begitu susah, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan kalau dalam satu kapal orangnya tetap, maka bagi orang yang belum pernah masuk kegrup tersebut akan merasa sungkan juga. Ada juga yang memanfaatkan kondisi desa yang jauh dari jalan raya, sebagai pekerja andong. Ongkos satu kali naik andong tersebut Rp. 1.000 baik mau masuk kedesa maupun yang keluar dari desa. Tetapi kalau di carter bisa kena Rp 5.000 sekali antar. SUMBER PENDAPATAN Pendapatan
perkapita
rumah
tangga
adalah
suatu
gambaran
dimana
memperlihatkan penghasilan dari berbagai usaha yang dilakukan oleh anggota rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sumber pendapatan tersebut terdiri dari beberapa sumber antara lain dari sektor pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, ternak, dan sumber pendapatan lainnya diluar sektor pertanian. Dilokasi penelitian seperti tertera pada Tabel 5 dan 6. Memperlihatkan di Desa Kranji dan Desa Labuhan. Sumber pendapatan tertinggi di Desa Labuhan berasal dari sumber pendapatan lainnya (luar sektor pertanian), yakni 12.366.667 atau dengan pendapatan perkapita pertahun sebesar 3.904.445 (41,32%) terhadap total. Sedangkan di sektor pangan maupun hortikultura dapat dikatakan kecil sekali atau bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini dikarenakan Desa Labuhan merupakan desa pantai, dengan sumber
9
pendapatan tertinggi setelah perkebunan yakni dengan pendapatan perkapita 3.044.730 (32,22%). Tabel 5. Pendapatan perkapita rumah tangga menurut sumbernya di Desa Labuhan Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 2002 Sumber Pendapatan a. Pangan & Palawija
Total Absolut (Rp) -
b. Hortikultura
-
Pendapatan Perkapita (Rp) -
Proporsi (%) -
c. Perkebunan
10.000.000
2.500.000
26,46
d. Perikanan
10.491.882
3. 044.730
32,22
e. Ternak
-
-
-
f. Pendapatan lainnya
12.366.667
3.904.445
41,32
Total
32.858.549
9.449.175
100.00
Sedangkan sumber pendapatan dari perkebunan walaupun diurutan kedua 2.500.000 (26,46%) tetapi masih tinggi kesadaran masyarakat pentingnya tanaman disekitar pantai, yang umumnya ditanami tahunan (tanaman keras) seperti kelapa. Sumber pendapatan dari ternak dapat dikatakan tidak ada sama sekali, hal ini memang lahan yang tidak tersedia. Sebaliknya sangat berbeda dengan Desa Kranji yang letaknya relatif jauh dari garis pantai. Dari Tabel 6. Memperlihatkan berbagai sumber pendapatan yang diusahakan oleh masyarakat setempat. Tabel 6. Pendapatan perkapita rumah tangga menurut sumbernya di Desa Kranji, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur 2002 Sumber Pendapatan a. Pangan & Palawija b. Hortikultura c. Perkebunan d. Perikanan e. Ternak f. Pendapatan lainnya Total
Total Absolut (Rp) 167143,20 150.000 1655882 945000 2 918025,20
Pendapatan Perkapita (Rp) 55415,30 37500 451544,10 315000 859459,40
Proporsi (%) 6,45 4,36 52,54 36,65 100.00
Sumber pendapatan tertinggi di Desa Kranji tetap didominasi dari sektor perikanan yakni dengan pendapatan perkapita 451.544,10 (52,54%), dan diurutan kedua ada di sektor peternakan 315.000 (36,65%). Tetapi walaupun demikian penduduk tersebut masih dapat mengusahakan atau menanam tanaman pangan, palawija dan 10
hortikultura yang masing-masing proporsi (6,45%) dan (4,36%). Yang menjadi pertanyaan adalah tidak adanya masyarakat yang berusaha diluar sektor pertanian. Ada kemungkinan karena waktu
bekerja mereka lebih banyak terkonsentrasi disektor
pertanian. g.
Keragaan pengeluaran perkapita rumah tangga petani Pengeluaran perkapita adalah rata-rata kebutuhan konsumsi rumah tangga yang
diperlukan
selama setahun untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam
penelitian ini sumber pengeluaran rumah tangga yang dikaji ada 6 aspek sumber pengeluaran antara lain pangan, pendidikan, kebersihan (sabun, odol, sikat gigi, dan lainnya), bahan bakar, kegiatan sosial dan sumber pengeluaran lainnya. Untuk melihat lebih jauh keragaan sumber pengeluaran perkapita pertahun disetiap lokasi tertera pada Tabel 7 dan Tabel 8 berikut ini. Tabel 7.
Pengeluaran perkapita rumah tangga menurut sumbernya di Desa Kranji, Kabupaten Lamongan, propinsi Jawa Timur Tahun 2002
Sumber Pengeluaran a. Pangan
Total Absolut (Rp) 2249553
Pengeluaran Perkapita (Rp) 702510,50
Proporsi (%) 51,46
b. Pendidikan
575210,50
158085,80
11,58
c. Kebersihan
315773,50
89215,50
7,19
d. Bahan bakar
560715,40
190598,50
13,96
e. Kegiatan sosial
183722,50
67087,71
4,91
f. Pengeluaran lainnya
441148,80
148560,10
Total
4326123,70
1365058,10
10,88 100.00
Di Desa Kranji kecamatan Paciran Jawa Timur, sumber pengeluaran terbesar selama setahun adalah disektor pangan yaitu pengeluaran perkapita sebesar 51,46 persen terhadap total. Sedangkan sumber pengeluaran lainnya yang cukup besar yakni bahan bakar mencapai 190.598,50 (13,96%). Untuk pengeluaran biaya pendidikan belum nampak kesadaran masyarakat akan pentingnya arti pendidikan hanya 11,58 persen atau perkapitanya sekitar 158.085,80. Berbeda halnya dengan desa labuhan (Tabel 8) sumber pengeluaran untuk pendidikan relatif lebih besar yaitu perkapita 119.1807 (30,64%) terhadap total. Dan sektor tersebut merupakan pengeluaran terbesar diluar sektor pertanian. Sedangkan
11
pengeluaran pangan perkapitanya setara dengan pengeluaran pendidikan yakni 122950 (31,52%). Di urutan ke tiga sumber pengeluaran masih didominasi oleh pengeluaran lainnya . Tabel 8.
Pengeluaran perkapita rumah tangga menurut sumber di Desa Labuhan, Kabupaten Lamongan , propinsi Jawa Timur tahun 2002
Sumber Pengeluaran a. Pangan
Total Absolut (Rp) 4360118
Pengeluaran Perkapita (Rp) 1225950
Proporsi (%) 31,52
b. Pendidikan
5202150
1191807
c. Kebersihan
780882,50
231204,80
5,94
d. Bahan bakar
1190468
333424,40
8,57
e. Kegaiatan Sosial
988179,50
272123,90
7,00
f. Pengeluaran lainnya
2249925
635519,60
16,34
Total
14771723
3890029,70
100.00
30,64
KESIMPULAN Faktor internal penyebab kemiskinan di lokasi penelitian antara lain adalah sumberdaya manusia yang rendah, tergambar dari rata-rata responden mengikuti pendidikan formal selama 7 tahun ; minimnya kepemilikan lahan ; bekerja di sektor pertanian yang direpresentasikan dari umur yang masih produktif dan lebih dari lima puluh persen keluarga yang bekerja di lahan sendiri serta tiga puluh persen lebih responden bekerja sebagai tenaga buruh tani. Faktor eksternal penyebab kemiskinan antara lain : lokasi yang agak jauh dari perekonomian daerah, kurangnya ketersediaan lahan pertanian, belum ada lembaga keuangan formal dan lembaga keuangan formal tersebut lebih akses ke kegiatan perikanan dibandingkan kegiatan pertanian. Sumber pendapatan untuk Desa Labuhan paling tinggi berasal dari pendapatan lainnya, dari perikanan dan dari perkebunan. Kondisi yang berbeda terjadi di Desa Kranji dimana penghasilan tertinggi berasal dari perikanan, ternak, pangan & palawija dan hortikultura. Sumber pengeluaran yang paling dominan di Desa Kranji lebih besar didistribusikan ke pangan, bahan bakar dan pendidikan. Hal yang sama juga terjadi di Desa Labuhan dimana responden mendistribusikan pendapatannya paling besar pada pemenuhan kebutuhan pangan, pendidikan dan pengeluaran lainnya.
12
Keluarga responden mencari penghasilan umumnya untuk memenuhi kebutuhan pangan, setelah terpenuhi baru didistribusikan untuk keperluan lainnya. Agar kemiskinan dilokasi penelitian dapat dientaskan, maka disarankan ke pemerintah lebih memfokuskan bantuan/program di sektor pertanian dengan bahasa yang mudah dipahami. Selain itu juga didirikan lembaga keuangan mikro yang dapat menanggulangi kebutuhan sementara keluarga miskin dengan persyaratan yang mudah.
DAFTAR PUSTAKA Balitbangda Jatim 2000. Pengkajian dan Pengembangan Implementasi Program Gerdu Taskin di Desa Pantai dan Rural di Jawa Timur. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Propinsi Jawa Timur bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Biro Pusat Statistik. 1993. Desa Miskin 1993: Penjelasan dan Metodologi. Biro Pusat Statistik, Jakarta. Kartasasmita, G. 1996. Pembangunan untuk Rakyat.: Pemerataan. PT. Pustaka CIDESINDO, Jakarta.
Memadukan
Pertumbuhan
dan
Otsuka, K. 1993. Land Tenure and Rural Poverty. Dalam Quibria, M.G. (Ed). Rural Poverty in Asia: Priority, Issues and Policy Options. Oxford University Press, Hongkong. Pp 260-315. Quibria, M.G. and T.N. Srinivasan. 1993. Rural Poverty in Asia. Oxford University Press, Hongkong Siamwalla, A. 1993. Rural Credit and Rural Poverty. Dalam Quibria, M.G. (Ed). Rural Poverty in Asia: Priority, Issues and Policy Options. Oxford University Press, Hongkong. Pp 287-259 Sofwani, A. 1998. Membangun Ekonomi Pedesaan untuk Mengentas Kemiskinan. Sinar Tani Rabu 18 Februari 1998. Sumodiningrat, G. , B. Santosa dan M. Maiwan. 1999. Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan. Edisi Pertama. Penerbit IMPAC, Jakarta. Tjiptoherjanto, P. 1998. Tentang Kemiskinan. Harian Republika, Rabu 14 Januari 1998.
13