ICASEPS WORKING PAPER No. 75
KERUGIAN EKONOMI SERANGAN HAMA GANJUR PADA TANAMAN PADI Dl PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2001
Nyak llham, Edi Soenarjo dan Sariman
Maret 2005
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Studies)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
KERUGIAN EKONOMI SERANGAN HAMA GANJUR PADA TANAMAN PADI Dl PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2001 1)
Nyak llham1), Edi Soenarjo2) dan Sariman3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor 2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor 3) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gedong Johor Medan
Abstrak Tahun 2001 hama ganjur menyerang tanaman padi sawah di Sumatera Utara. Menghadapi hal tersebut petani melakukan pengendalian dengan cara apapun yang dianggap dapat menyelamatkan pertaniannya. Untuk itu mereka mengeluarkan biaya usahatani ekstra. Jika upaya tersebut tidak memberikan hasil, berarti menimbulkan kerugian. Tulisan ini bertujuan untuk memperkirakan kerugian yang diakibatkan serangan hama ganjur dan upaya apa yang harus dilakukan untuk mengendalikannya. P enelitian ini dilakukan di Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang. Pada masing-masing kabupaten dipilih dua kecamatan contoh. Pengumpulsn data dilakukan dengan metoda Rapid Rural Appraisal dan Desk Study. Data primer dikumpulkan melalui wawancara terhadap aparat isntansi terkait dan empat kelompok tani. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Perhitungan kerugian pada tingkat usahatani dan regional dilakukan dengan pendekatan akuntansi dengan teknik tabulasi sederhana. Hasil analisis menunjukkan nilai kerugian akibat serangan hama ganjur bervariasi sesuai upaya pengendalian dan tingkat serangan, yaitu masing-masing Rp4,6juta;Rp 3,6 juta; dan Rp1,4juta perhektar masing-masing pada kasus serangan yang menyebabkan puso, serangan berat, dan serangan sedang. Pada kasus serangan ringan tidak menyebabkan kerugian yang berarti. Secara regional, kerugian minimal mencapai Rp 2,7 milyar. Disarankan agar konsep PHT benar-benar diterapkan secara meiuas dan berkesinambungan. Kata kunci: Ganjur, Sumatera Utara, dan Kerugian PENDAHULUAN BPS memprediksikan bahwa pada Musim Tanam 2001 akan terjadi penurunan produksi padi sebesar 1,8 juta ton. Penurunan tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu : penurunan luas panen 381 ribu hektar dan penurunan produktivitas 0,5ton perhektar (BPS, 2001). Penurunan tersebut hampir terjadi padasemua provinsi, termasuk Sumatera Utara. Akan tetapi menurut prediksi tersebut, penurunan produksi di Sumatera Utara hanya disebabkan adanya penurunan Iuas panen. Selain faktor luas tanam dan produktivitas, produksi padi dapat juga mengalami penurunan akibat kondisi lingkungan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi seperti kemarau, banjir, dan gangguan hama penyakit. Hasil pengkajian Badan Litbang Pertanian (2001) melaporkan bahwa, selain adanya faktor penurunan luas panen akibat turunnya luas tanam, penurunan produksi padi tahun 2001 di Provinsi Sumatera Utara dipengaruhi juga oleh gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT), khususnya hama ganjur.
Supaya tanaman menjadi sehat dan mampu berproduksi tinggi, maka gangguan OPT perlu dikendalikan. Cara tercepat adalah menggunakan insektisida. Melihat dampak negatif penggunaan insektisida yang berlebihan, maka pemerintah mengem-bangkan konsep pengendalian hama terpadu (HPT) dengan tujuan, antara lain: (a) menggunakan pestisida sesuai dengan keperluan untuk mencegah timbulnya pencemaran iingkungan; (b) mencegah kehilangan hasil; dan (c) untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan pestisida untuk meningkatkan pendapatan petani (Yusdja, et al., 1992; Soenarjo, 2000). Pada umumnya petani tidak mengenal hama ganjur, apalagi cara-cara pencegahan dan pengendalian serangan. Timbulnya serangan hama ganjur di beberapa wilayah sentra produksi padi di Sumatera Utara mengejutkan semua pihak. Baik Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH), maupun petani. Tanpa pengetahuan tentang hama dan cara pengendalian-nya, ledakan hama ganjur di daerah ini menimbulkan kepanikan seluruh jajaran pertanian, terutama petani. Pada keadaan tanaman terancam oleh serangan OPT, petani akan melakukan pengendalian dengan cara apapun yang dianggap dapat menyelamatkan pertaniannya dan masih memperoleh hasil. Hal serupa pernah terjadi pada saat timbulnya ledakan hama wereng coklat di Jalur Pantura Jawa Baratpada MH 1997/1998-1998/1999. Menurut Soenarjo (2000) menghadapi ledakan serangan wereng coklat di Jalur Pantura jawa Barat, petani dalam kepanikan mengendalikan serangan wereng coklat dengan insektisida dan bahan lain secara berlebihan. Tidak ada perbedaan sikap antara petani yang telah mempelajari konsep PHT (alumni SLPHT) dengan mereka yang belum memperoleh pendidikan SLPHT dalam cara-cara pengendalian yang dianjurkan. Banyak diantara mereka yang melanggar anjuran konsep PHT. Kepanikan serupa temyata terjadi pada petani di daerah pengamatan di Sumatera Utara. Kalaupun ada individu petani yang konsisten menerapkan konsep PHT seperti kasus di Kecamatan Pagar Merbau Deli Serdang, jumlahnya sangat terbatas, sehingga penerapannya tidak berpengaruh terhadap pengendalian OPT dalam suatu hamparan sawah. Akibat kekalutan petani, mereka mengeluarkan biaya usahatani ekstra berupa biaya tenaga kerja dan pembelian insektisida. Jika upaya tersebut tidak memberikan hasil maka akan terjadi penurunan produksi yang berarti menimbulkan kerugian usaha. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan kerugian usahatani padi yang diakibatkan serangan hama ganjur baik pada tingkat usahatani maupun regional. Selanjutnya, upaya apa yang harus dilakukan untuk pengendalian hama tersebut.
METODA PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara pada dua kabupaten sentra produksi, yaitu Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang. Pada masing-masing kabupaten dipilih dua kecamatan. Untuk Kabupaten Langkat dipilih Kecamatan Sei Bingei dan Kecamatan Binjai, dan untuk Kabupaten Deli Serdang dipilih Kecamatan Pantai Cermin dan Kecamatan Pagar Merbau. Pemilihan lokasi pengamatan pada dua kabupaten dan empat kecamatan selain pertimbangan luas areal sawah dan serangan hama ganjur, juga pertimbangan terbatasnya waktu yang tersedia. Pengumpulan data berlangsung pada tanggal 23 sampai 28 Oktober 2001. Data dan Penentuan Contoh Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda Rapid Rural Appraisal (RRA) dan Desk Study. Data yang digunakan merupakan data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dariinstansi terkait, antara lain Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Tanaman Pangan tingkat provinsi dan kabupaten , serta Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara. Data primer dikumpulkan dengan teknik wawancara terhadap a pa rat instansi terkait dan anggota kelompok tani. Setiap kelompok terdiri dari 8-10 orang yang melibatkan ketua dan anggota kelompok tani, aparat desa, dan petugas pertanian setempat. Wawancara kelompok dilakukan pada dua kelompok di setiap kabupaten. Untuk meyakinkan tingkat serangan hama ganjur dilakukan pengamatan langsung ke sebagian lokasi yang terserang, namun data intensitas serangan secara menyeluruh dilakukan melalui wawancara kelompok. Metode Analisis Analisis data dilakukan secara deskriptif. Penentuan kerugian pada tingkat usahatani dan regional dilakukan dengan pendekatan akuntansi dengan teknik tabulasi sederhana. Perhitungan tingkat pendapatan usahatani menggunakan formula fungsi keuntungan (Koutsoyiannis, 1979), dimana pada usahatani tanpa serangan hama ganjur sebagai berikut: p =(P*Q) – C
....................:............................................(1)
Setelah terjadi serangan hama, diduga biaya dan produksi akan mengalami perubahan, sehingga persamaan (1) berubah menjadi: ? ’ =(P*Q') – C')
................................................................. (2)
Kerugian yang dialami petani akibat serangan hama ganjur adalah: ?= p – p ’
................................................................. (3)
dimana p
=
keuntungan sebelum ada serangan hama ganjur (Rp/ha)
p’
=
keuntungan setelah serangan hama ganjur (Rp/ha)
P
=
harga gabah kering panen (Rp/ton)
Q
=
produksi gabah sebelum ada serangan hama ganjur (ton)
Q'
=
produksi gabah setelah kena serangan hama ganjur (ton)
C
=
biaya usahatani padi sebelum ada serangan hama ganjur
(Rp/ha) C’
=
biaya usahatani
padi setelah
ada serangan
hama
ganjur (Rp/ha) ?
=
kerugian usahatani akibat serangan hama ganjur (Rp/ha)
Penentuan kerugian serangan hama ganjur secara regional menggunakan formula berikut: KR = (KSR *LSR) + (KSS *LSS) + (KSB *LSB) + (KSP *LSP).............. (4) dimana: KR
=
kerugian regional (Rp)
K
=
kerugian per hektar (Rp)
L
=
luas serangan (ha)
SP
=
serangan menyebabkan puso produksi turun 100 %
SB
=
serangan berat produksi turun 50 %
SS
=
serangan sedang produksi turun 20 %
SR
=
serangan ringan produksi turun 0 % HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Hama Ganjur Untuk dapat mengendalikan serangan hama ganjur dan memperkirakan dampak kerugian yang ditimbulkan akibat serangannya, perlu diketahui karakteristik ganjur. Dalam tulisan ini karakteristik yang dimaksud berkaitan dengan aspek morfologi ganjur dan proses serangan hama tersebut terhadap tanaman padi. Ganjur padi atau Orseolia oryzae (Wood-Masoon) merupakan serangga dengan panjang tubuh betinanya 4,3 mm dan ganjur jantannya 2,3 mm. Warna ganjur betina dan jantan serupa, yaitu merah muda. Abdomen ganjur jantan ramping dan berwarna coklat, ujung genetalianya (claspers) berwarna hitam. Abdomen ganjur betina menggelembung, berwarna kemerahan, ujung abdomen (genital segments) berwarna kuning muda atau kuning tua. Pada ganjur jantan panjang sayap mencapai
ujung abdomen, sedang pada ganjur betina tidak (Soenarjo dan Hummelen, 1977). Telur ganjur berukuran 0,4 x 0,1 mm berbentuk lonjong, permukaannya licin dan berwarna kuning. Satu hari setelah diletakkan, warna teiur berubah menjadi kuning terang. P ada hari kedua bentuk embrio larva di dalam telur tampak jelas. Stadium larva terdiri dari tiga instar, yaitu instar satu (L,), dua (L2) dan tiga (L3) berturut-turut panjangnya 0,6 m m, 1,8 mm dan 2,7 mm. Stadium pupa berwarna kemerahan, panjang antara 4,0 dan 5,0 mm. Pra pupa merupakan stadium peralihan antara larva dan pupa, berwarna putih susu, ruas-ruas tubuh bagian depan menggelembung dan berwarna agak terang, terdapat stapula sternal (Soenarjo dan Hummelen, 1977). Serangan ganjur pada tanaman padi dimulai saat seekor ganjur betina meletakkan telurnya di permukaan bawah daun. Arah sumbu panjang terlur biasanya sejajar dengan tulang daun, sehingga memudahkannya masuk ke bagian titik t umbuh a nakan utama ( Soenarjo, 1 991). Setelah telur m enetas, s ekitar h ari ketiga di dalam titik tumbuh (tunas) atau puru terdapat lebih dari satu individu larva (Soenarjo dan Hummelen, 1977). Selanjutnya, larva berubah menjadi pra pupa dan pupa sehingga serangga dewasa ke luar dari dalam puru. Keberadaan puru merupakan tanda jelas adanya serangan ganjur. Jika serangan ganjur terjadi dan berlangsung selama stadium pertumbuhan vegetatif akan merusak tanaman, sedangkan pada stadium pertumbuhan generatif tidak (Soenarjo, 1977). Pertumbuhan vegetatif tanaman padi berkisar 7-10 minggu. Periode yang efektif untuk pemberantasan hama ganjur dengan insektisida pada umur 10-53 had (Panuju, 1985), sedangkan menurut Partoatmodjo (1981) antara 31 -42hari. Untuk melihat intensitas serangan hama ganjur terhadap tanaman padi yang paling tepat adalah berdasarkan pembelahan tunas. Tetapi cara tersebut tidak mudah dilakukan. Penentuan ambang pengendalian berdasarkan jumlah puru (jumlah anakan padi terserang yang menampakkan gejala serangan) lebih tepat guna, walaupun sebenarnya intensitas serangan yang terjadi melebihi dari yang dapat dilihat dari jumlah puru (Soenarjo, 1991). Menurut Hidaka et al. (1984), insektisida sebaiknya diberikan pada saat jumlah puru mencapai lima persen atau jumlah anakan padi berpuru dan berlarva mencapai 10 persen. Sampai dengan intensitas serangan 14 -20 persen pemberian insektisida (karbofuran) masih efektif. Insektisida yang efektif biasanya yang berformula butiran, yang dapat diserap tanaman dan ditranslokasikan dari tempat penyerapan (akar) ke tempat sasaran (tunas) (Panudju, et al., 1974). Dengan adanya serangan ganjur pada bagian titik tumbuh pada saat stadium
vegetatif maka proses pembentukan buah menjadi terganggu. Jika tidak ada upaya pengendalian yang tepat, maka produksi padi akan menurun atau bahkan puso, tergantung pada intensitas serangan dan upaya pengendalian yang dilakukan. Kerugian pada Tingkat Usahatani Organisme penggangu tanaman yang rutin menyerang tanaman padi di lokasi studi adalah: keong emas dan sundep di Kecamatan Sei Bingei; keong emas dan bias di Kecamatan Binjai; keong emas, wereng coklat, penggerek batang dan penyakit bias di Kecamatan Pagar Merbau; keong emas dan lembing batu di Kecamatan Pantai Cermin. Petani telah mengenal jenis hama dan penyakit tersebut, demikian pula cara-cara pengendaliannya. Untuk pencegahan dan pengendalian serangan keong emas dilakukan oleh petani dengan cara pengaturan air saat tanam, pengutipan telur, dan penyulaman tanaman yang terserang. Biasanya petani menyediakan bibit berlebih untuk keperluan penyulaman. Hama-hama lainnya dikendalikan dengan penyemprotan insektisida. Penggunaan insektisida tergantung pada tingkat serangan hama, namun untuk mencegah petani selalu melakukan penyemprotan insektisida. Dengan cara demikian , serangan hama selama ini tidak berdampak signifikan terhadap penurunan produksi gabah. Hama ganjur untuk pertama kali dijumpai di Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat pada pertanaman padi MH 2000/2001. Pada pertanaman padi berikutnya (MK I 2001), intensitas serangan makin meningkat. Hampir 80 persen petani di daerah tersebut pertanaman padinya terserang ganjur. Hal serupa dijumpai juga pada pertanaman padi di Kecamatan Binjai. Populasi hama ganjur terus meningkat dari musim ke musim berikutnya dan menyebar ke pertanaman padi yang berdekatan. Pada MK II 2001 ganjur telah menyebabkan kerusakan pada pertanaman padi di kecamatan-kecamatan di Kabupaten Deli Serdang yang pada musim padi sebelumnya tingkat serangannya masih rendah. Karena serangan ganjur baru pertama terjadi, hasil indentifikasi menurut laporan BPTPH I Sumatera Utara species ganjur yang menyerang adalah Orseolia oryzae dengan varietasWood Masoon hanya masih pada tingakat spisies, sedangkan varitas ganjur apa yang menyerang tanaman masih belum teridentifkasi. Intensitas serangan hama ganjur bervariasi pada pertanaman padi di empat lokasi pengamatan pada empat kecamatan contoh. D i Kecamatan Pantai Cermin pada MK II 2 001 serangan hama ganjur dijumpai di semua tanaman padi sawah. Dari seluruh hamparan yang diserang, 20 persen hamparan terkena serangan kategori berat, 70 persen hamparan terkena serangan kategori sedang dan 10
persen hamparan terkena serangan kategori ringan. Pada ketiga kategori serangan tersebut, produksi gabah yang dihasilkan masing-masing berturut -turut adalah 3,75 ton/ha GKP, 5,00 ton/ha GKP dan 6,25 ton/ha GKP. Serangan ringan tidak memberi dampak penurunan produksi, karena selama ini rataan produksi gabah di daerah ini adalah 6,25 ton/ha. Di Kecamatan Pagar Merbau pada MK II 2001 semua pertanaman padi juga terserang ganjur. Dampak serangan yang berakibat terhadap penurunan produksi meliputi 75 persen dari seluruh hamparan pertanaman. D ampak serangan ganjur tersebut menurunkan produksi padi sawah antara 50 - 75 persen. Sebelum terjadi serangan hama ganjur, rata-rata produksi padi di kecamatan ini mencapai 8,35 ton/ha/MT. Pada serangan kategori berat akibat adanya ledakan hama ganjur, walau sudah dilakukan upaya pencegahan, produksi padi menurun tajam menjadi 2-4 ton/ha/MT. Di Kecamatan Sei Bingei pada MK I 2001 serangan ganjur meningkat lebih tinggi dibandingkan MH 2000/2001. Kasus pada kelompok tani contoh, 80 persen petani, tanaman padi terserang hama ganjur. Dampak dari serangan tersebut menurunkan produksi sesuai tingkat serangan. Sebagian besar termasuk kategori berat. Di Kecamatan Binjai dampak serangan hama ganjur menurunkan produksi dari 5,90 ton/ria menjadi 3,64 ton/ha. Pada saat serangan hama terjadi, petani tidak mengenal hama ganjur, demikian juga cara pengendaliannya. Timbulnya serangan hama ganjur, untuk beberapa wilayah pada tingkat serangan berat, merupakan kejadian pertama yang dihadapi petani padi di Sumatera Utara. Pengendalian ganjur dengan insektisida yang
lazim
digunakan
untuk
hama
padi
lainnya,
ternyata
tidak
mampu
mengendalikan ganjur secara baik. Insektisida yang dipandang dapat menekan serangan hama ganjur adalah karbofuran (furadan). Rupanya jumiah insektisida tidak cukup tersedia di pasar, harganya pun cukup tinggi karena dosis pemberian memang tinggi. Petani juga menghadapi kesulitan tentang cara pemberian insektisida karbofuran yang efektif. Belum adanya pengetahuan dan pengalaman, maka hal-hal tersebut di atas mungkin menjadi sebab mengapa secara umum ledakan hama ganjur tidak dapat dikendalikan. Menghadapi serangan hama ganjur untuk pertama kali sekaligus pada tingkat serangan berat, menyebabkan petani mengalami kebingungan. Berbagai upaya mengurangi risiko dilakukan petani, namun usahanya tidak berhasil. Di Kecamatan Sei Bingei, sebagian petani beralih ke tanaman jagung. Namun agar tidak terjadi konflik dalam pangaturan air, harus ada kesepakatan hamparan mana yang mungkin dialihkan ke tanaman jagung. Pada beberapa hamparan lain, tidak mungkin
melakukan alih komoditas, sehingga petani terpaksa tetap menanam padi. Di Kecamatan Pagar Merbau, kebingungan petani masih tetap terjadi pada penanaman padi MH 2001/2002, sehingga banyak yang menunda menyiapkan persemaian, padahal lahan sudah siap diolah. Petani yang tetap menanam padi di lahan sawahnya , berupaya mengurangi risiko dengan meningkatkan pemakaian insektisida karbofuran (furadah atau curater), sejak di persemaian hinga pada pertanaman di lahan sawah. Banyak petani yang menggunakan dosis lebih tinggi dari dosis anjuran, yaitu sampai 38 kg/ha. Upaya pencegahan ini memberikan hasil yang bervariasi, tegantung pada tingkat serangan dan upaya pencegahan yang dilakukan. Apabila tidak dilakukan pencegahan maka serangan berat yang terjadi menurunkan produksi yang cukup besar, bahkan ada pertanaman yang puso. Perhitungan analisis usahatani pada kondisi sebelum ada serangan hama ganjur dan setelah ada serangan hama ganjur merupakan hasil perhitungan rata-rata dari semua lokasi contoh (Tabel 1). Karena analisis ini melihat dampak serangan hama ganjur terhadap pendapatan usahatani, maka adanya upaya-upaya khusus dalam mengelola usaha memberikan efek pada jumiah input yang digunakan dan output yang dihasilkan. Jumlah dan harga input yang digunakan merupakan hasil perhitungan ratarata di lokasi contoh, sehingga nilainya sama untuk berbagai tingkat serangan, yaitu menggunakan harga input pada MT MK II 2001. Perbedaan antara biaya sebelum dan setelah ada serangan hanya pada biaya insektisia dan tenaga tenaga kerja. Dimana pada saat telah ada serangan hama ganjur kedua biaya tersebut meningkat. Semenatara itu, biaya dan penerimaan kegiatan panen bervariasi sesuai dengan kondisi aktual pada masing-masing tingkat serangan. Variasi nilai biaya panen dan nilai produksi disebabkan oleh perbedaan jumlah output yang dihasilkan pada berbagai tingkat serangan.
Tabel 1. Analisis Usahatani Padi Sebelum dan Setelah Serangan Hama Ganjur di Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, 2001
No. 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
Uraian Biaya benih Biaya pupuk Biaya insektisida Biaya herbisida Biaya tenaga kerja: a. Penyemperotan OPT b. Lainnya Biaya panen Nilai produksi kotor Biaya total Nilai pendapatan Kerugian*)
Sebelum Serangan: MK II 2000 93,42 502,75 75,00 29,33
Setelah Serangan Be rat 93,42 512,75 150,50 29,33
(Rp 000) Serangan: MK II 2001 Serangan Serangan Sedang Ringan 93,42 93,42 512,75 512,75 150,50 150,50 29,33 29,33
118,33 894,63 1 095,00 7 406,67 2 808,46 4 598,21 -
221,00 1 019,67 825,00 3 877,00 2 851,67 1 025,33 (3 572,88)
221,00 1 019,67 825,00 6 000,00 2 851,67 3 148,33 (1 449,88)
221,00 1 019,67 975,00 7 821,83 3 001,67 4 820,16 221,95
Keterangan: *) kerugian akibat puso sebesar nilai pendapatan sebelum ada serangan hama ganjur.
Sesuai dengan tingkat serangan, maka kerugian atau kehilangan hasil terbesar terjadi pada kondisi puso, yaitu senilai Rp 4,6 juta/ha, kondisi serangan berat Rp 3,6 juta/ha, kondisi serangan sedang Rp 1,4 juta/ha. Pada kasus ini, kondisi serangan ringan tidak menurunkan produksi, namun seperti tiga kondisi serangan lainnya, terdapat tambahan biaya pembelian insektisida dan biaya penyemprotan. Akan tetapi tambahan biaya tersebut lebih kecil dari tambahan nilai output akibat adanya kenaikan harga. Kenaikan harga ini terutama disebabkan saat panen terjadi penurunan produksi, sehingga penawaran berkurang. Kalaupun terjadi penurunan produksi, masih dapat dikompensasi dengan nilai tambahan produksi akibat kenaikan harga, yaitu Rp 222 ribu. Keuntungan tersebut tentunya akan lebih besar jika tidak ada serangan hama ganjur. Kerugian pada Tingkat Regional Menurut laporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Utara, luas tanaman padi sawah tahun 2000 di Sumatera Utara 805 679 ha. Pihak BPTHP I Sumatera Utara (2001) melaporkan bahwa serangan hama ganjur pada masa itu masih relatif terbatas dengan tingkat serangan ringan, yaitu 73,5 ha. Pada tahun 2001 luas tanaman padi sawah 741 328 ha, serangan hama ganjur meningkat cukup tinggi. Dilaporkan hingga 30 September 2001 luas serangan mencapai 13 ribu ha. Dibandingkan serangan hama lain, lonjakan serangan hama ganjur jauh lebih tinggi. Rincian masing-masing serangan hama pada berbagai tingkat serangan dapat dilihat pada Tabel 2.
Serangan suatu hama pada intensitas tinggi yang sebelumnya belum pernah terjadi dan adanya ledakar, serangan hama endemik, diduga disebabkan oleh ketergantungan petani terhadap insektisida dalam pengendalian hama yang dilakukan berulang-ulang. Fenomena tersebut terjadi pada tanaman padi sawah di Jalur Pantura Jawa Barat karena penggunaan insektisida yang sangat intensif. Dampak yang timbul adalah munculnya populasi hama yang tahan (resisten) terhadap insektisida, atau timbul ledakan hama yang sebelumnya jenis hama tersebut tidak pernah ada. Pada tahun 1975-1976 populasi wereng coklat meningkat hebat (Oka, 1982), demikian juga pada daerah yang sama terjadi ledakan hama ganjur (Soenarjo dan Hummelen, 1976). Sebab lain yang menimbulkan ledakan wereng coklat adalah terjadinya resurgensi hama karena penggunaan insektisida secara liberal. Tabel 2. Komulatif Luas Tambah Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan Padi Sawah di Provinsi Sumatera Utara MT 2000-2001 dan MT 2001 (hektar) Tingkat Serangan Hama pada Musim Tanam KLTS-MT 2000-2001: a. Ringan b. Sedang c. Berai d. Puso e. Jumlah KLTS-MT 2001*): a. Ringan b. Sedang c. Berat d. Puso e. Jumlah
Tikus
Jenis Hama Hama Putih Kepinding Keong Tanah Emas Palsu
Ganjur
Hama lain
Jumlah
554,3 7,3 1,0 0,8 563,4
607,2 10,0 0,0 0,0 617,2
73,8 0,0 0,0 0,0 73,8
387,2 24,3 0,0 0,8 412,3
73,5 0,0 0,0 0,0 73,5
863,5 16,7 0,0 0,0 888,5
2 559,5 66,6 1,0 1,6 2 628,7
410,0 35,8 7,5 0,3 453,6
347,0 120,0 0,0 0,0 467,0
208,2 26,3 0,0 0,0 234,5
245,8 109,0 5,0 0,0 359,8
11 365,9 1 420,8 161,8 18,0 12 966,5
351,9 1,0 0,0 0,3 353,9
12 928,8 1 712,9 174,3 18,3 14 834,3
Keterangan: KLTS = Komulatif luas tambah serangan; *) sampai dengan September Sumber: BPTPH I Sumatera Utara, 2001.
Di samping itu, faktor yang menyebabkan terjadinya serangan hama adaiah tidak dilaksanakan penggunaan benih berlabel biru (yang dapat menjaga kemurnian dan mutu benih), penggunaan varietas padi anjuran, penanaman serempak tepat waktu, pemakaian pupuk berimbang (untuk menjaga keseimbangan fisiologis tanaman) dan pergiliran tanaman yang merupakan bagian dari syarat-syarat budidaya tanaman sehat. Pada kelompok tani contoh, pertanaman padi secara berulang menggunakan varietas yang sama , yaitu IR-64. Sebagian besar petani (50 - 70 %) memperoleh benih dari sesama petani yang tidak berlabel. Di Kabupaten Langkat petani yang menggunakan varietas lokal Arias Sawah (sebenarnya Arias adaiah varietas padi gogo) juga cukup banyak. Mereka akan beralih ke varietas lain apabila petani melihat adanya dampak negatif, misalnya daya tahan tanaman terhadap serangan OPT tertentu menurun. Faktor lain adaiah belum dilaksanakannya penggunaan pupuk
berimbang. Petani cenderung menggunakan pupuk nitrogen di atas dosis anjuran, sebaliknya jarang sekali menggunakan pupuk kalium yang dapat menyebabkan tanaman rentan terhadap hama dan terutama penyakit karena jumlah anakan dan kelembaban udara menjadi tinggi. Perilaku demikian lebih disebabkan faktor sosial ekonomi, hususnya modal. Penggunaan benih yang berasal dari sesama petani dengan harga lebih murah, memberikan hasil panen yang tidak berbeda dengan hasil panen yang menggunakan benih berlabel. Pengalaman buruk yang dihadapi dengan benih berlabel adalah mereka pernah membeli benih berlabel yang berdaya tumbuh rendah. Harga beras IR-64 yang cenderung lebih baik dengan rasa yang enak merupakan penyebab petani tidak melakukan pergiliran varietas. Faktor harga pupuk juga menyebabkan petani jarang menggunakan pupuk berimbang, khususnya pupuk kalium yang menurut mereka kurang bermanfaat. Kerugian tingkat regional Sumatera Utara berupa kehilangan hasil akibat serangan hama ganjur dan penggunaan insektisida serta tambahan biaya tenaga kerja dapat diperkirakan dengan menggunakan perkiraan kerugian pada berbagai tingkat serangan per hektar (Tabel 1) dan luas serangan akibat hama ganjur (Tabel 2). Besarnya kerugian tersebut pada tahun 2001 diperkirakan paling kurang senilai Rp 2,7 miiyar (Tabel 3). Paling tidak ada dua faktor yang dapat menyebabkan perhitungan nilai kerugian dapat menjadi lebih besar lagi. Pertama, terjadi tambahan serangan hama ganjur pada bulan Oktober - Desember 2001. Kedua, dampak serangan ringan yang dilaporkan BPTHP I Sumatera Utara menyebabkan penuruna produksi, sedangkan dalam perhitungan ini, serangan ringan pada kasus kelompok tani contoh tidak berdampak terhadap penurunan produksi, sehingga tidak ada kerugian yang terjadi pada tingkat serangan ringan. Tabel 3. Nilai Kerugian Akibat Serangan Hama Ganjur pada Tanaman Padi Sawah di Provinsi Sumatera Utara pada MT 2001. No.
Uraian
1
Luas Serangan (ha) Kerugian (Rp juta)
2
Serangan Ringan 11365,9
Serangan Sedang 1420,8
Serangan Berat 161,8
Puso
Jumlah
18,0
12966,5
XXX
2060,0
578,1
82,8
2720,9
Upaya Penangan Hama Ganjur Upaya penanganan hama ganjur meliputi dua aspek, yaitu upaya operasional pengendalian
dan
upaya
teknis
pengendalian
hama.
Upaya
operasional
pengendalian berkaitan dengan manajemen pelaksanaan pengendalian oleh pihakpihak yang terkait sejak dari pengamatan hingga penanganan hama tersebut. Sementara itu u paya teknis pengendalian berkaitan dengan penggunaan teknologi
untuk menghindari terjadinya serangan hama pada tanaman padi. Upaya operasional yang dilakukan dalam penaganan hama ganjur oleh Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara (2002) antara lain: (a) Peningkatan kewaspadaan terhadap serangan ganjur, baik di daerah serangan maupun yang bukan/tidak diserang; (b) Peningkatan pengamatan hama dan pelaporan yang berkaitan dengan menginventarisasi wilayah serangan, mengidentifikasi OPT, dan segera melaporkan serta memberikan rekomendasi untuk melakukan langkah-langkah pengendaiian OPT; (c) Peningkatan SDM petani dan petugas melalui pelatihan teknis baik di BPTPH,
Dinas
Pertanian
Tanaman
Pangan
Kabupaten,
maupun
di
kecamatan/kelompok; (d) Peningkatan kegiatan penyuluhan; (e) Peningkatan koordinasi instansi terkait dalam penanggulangan OPT ganjur; dan (f) Melakukan gerakan teknis operasional pengendaiian ganjur. Secara teknis pengendaiian hama ganjur mencakup beberapa taktik, yaitu : (1) cara bercocok tanam, (2) cara kimiawi (penggunaan insektisida), (3) cara hayati (pemanfaatan musuh alami), dan cara terpadu antara dua atau lebih taktik pengendaiian (Soenarjo, 1991). Sadji (komunikasi personal) merekomendasikan pengendaiian hama ganjur sebagai berikut: (a) menggunakan varietas padi yang disukai petani, karena tidak ada varietas padi yang tahan terhadap serangan hama ganjur; (b) mengatur pola tanam yang sesuai dengan budidaya setempat; (c) menggunakan teknik budidaya tanaman yang dapat menekan populasi hama; (d) menyiapkan insektisida yang dapat mengendalikan hama ganjur, seperti: turunan baprofezim (applaud) dan karbofuran (curater dan furadan). Pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Utara (2002) dan Balai Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura Jatisari (2001) merekomendasikan pengendaiian hama ganjur secara teknis sebagai berikut: 1. Penertiban pola tanam dan tertib tanam, meliputi: bertanam serentak dengan selisih umur tanaman dalam satu hamparan maksimal tiga minggu; waktu tanam tidak lebih lambat dari 1,5 bulan sebelum puncak curah hujan; diupayakan ada waktu bera setelah panen padi MH untuk memotong siklus hama, agar fase vegetatif padi pada MK tidak berada pada kondisi curah hujan/hari hujan tinggi. 2. Penggunaan varietas tahan terhadap serangan
hama ganjur, dengan tidak
mengabaikan ketahanannya terhadap hama wereng coklat. 3. Pengaturan cara bercocok tanam dengan cara: pengolahan tanah yang sempurna, membenamkan sisa tanaman, jarak tanam jangan terlalu rapat (20 -25 cm), jumlah bibit 2 -3 tunas/rumpun, dan melakukan penggenangan kemudian dikeringkan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kondisi lingkungan yang kurang sesuai untuk perkembangan ganjur.
4. Sanitasi tanaman inang altematif, seperti: kakawatan, lampuyangan, dan padi liar lainnya. 5. Penggunaan lampu perangkap atau memasang obor dengan tujuan untuk menangkap imago ganjur sekaligus menentukan waktu pengendalian dengan pestisida. 6. Pengendalian dengan menggunakan pestisida. Di daerah endemik serangan dengan intensitas serangan larva >10 persen, maka pada persemaian dianjurkan aplikasi dengan
insektisida berbahan aktif karbofuran 3 persen
sebanyak 4 kg/500 m2 persemaian. Pada fase vegetatif tanaman padi umur 14 dan 28 hari setelah tanam, bila ditemukan intensitas serangan larva >10 persen atau melalui pengamatan berdasarkan pembelahan 20 rumpun tanaman padi ditemukan larva
mencapai 15 persen dianjurkan aplikasi dengan insektisida
berbahan aktif karbofuran
(Furadan dan Cuarater) 3 persen sebanyak 17
kg/ha/aplikasi. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Serangan hama ganjur terhadap usaha tani padi menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh penurunan produksi, tambahan biaya berupa pembelian insektisida dan biaya tenaga kerja. Nilai Kerugian tersebut bervariasi sesuai dengan upaya pengendalian dan tingkat serangan, yaitu masing-masing Rp 4,6 juta, Rp 3,6 Juta, dan Rp 1,4 juta per hektar pada kasus serangan yang menyebabkan puso, serangan berat dan sedang. Kasus serangan ringan tidak menyebabkan keugian yang berarti. Secara regional, kerugian akibat serangan hama ganjur pada tahun 2001 di Sumatera Utara mencapai Rp 2,7 milyar. Implikasi Kebijakan Untuk menghindari kekalutan petani ketika menghadapi serangan hama tanaman
baru
yang
belum
dikenal,
diperlukan
sistem
jaringan
informasi
pengendalian hama yang handal dan responsif. Jaringan tersebut melibatkan petani, aparat desa, dan petugas pertanian. Dengan demikian jika ada serangan hama baru dapat diambil langkah-langkah pencegahan yang dapat menekan kerugian yang ditimbulkan. Agar konsep PHT benar-benar diterapkan secara meluas, maka progran SLPHT sebaiknya tetap diberikan kepada petani. Penerapannya di lapang tetap dilakukan secara bersama-sama dengan petugas pengamat hama dan penyuluh pertanian.
Sejalan
dengan
itu,
berbagai
jenis
insektisida
yang
tidak
direkomendasikan untuk digunakan hendaknya ditarik dari peredarannya di pasar. Upaya merubah pola tanam dari padi-padi-padi menjadi padi-padi-jagung dapat menghindari ledakan serangan hama ganjur di suatu wilayah. Namun langkah ini harus merupakan keputusan yang disepakati petani dan mendapat dukungan petugas, karena berkaitan dengan pengaturan penggunaan air irigasi untuk tanaman. Upaya pencegahan hama ganjur menggunakan pestisida dapat dilakukan dengan cara menggunakannya sejak tanaman di persemaian hingga pertanaman. Namun efektivitas keberhasilannya sangat tergantung pada populasi hama di lokasi pertanaman. Makin tinggi populasi hama di lokasi pertanaman, hasilnya makin tidak efektif, dan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2001. Kajian Penyebab Penurunan Produksi Padi Tahun 2001 di Indonesia. Laporan Kajian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertnaian, Bogor. Balai Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura Jatisari. 2001. Perkembangan Serangan Hama Ganjur (Orselia oryzae) pada Tanaman Padi di Provinsi Sumatera Utara pada Musim Tanam 2001 (keadaan s/d 15 Juli 2001). Laporan Perjalanan Dinas. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan, Balai Peramalan Hama dan Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jatisari. BPS. 2001. Ramalan III Produksi Padi dan Palawija di Indonesia 2001. Badan Pusat Statistik, Jakarta. BPTPH I Sumatera Utara. 2001. Laporan Perkembangan Hama Ganjur (Orseolia oryzae, WM) di Provinsi Sumatera Utara (s/d Periode 30 September 2001). Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultrura I Provinsi Sumatera Utara, Medan. Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. 2002. Penanganan Hama Ganjur pada Tanaman Padi di Provinsi Sumatera Utara. Makalah disampaikan dalam rangka Pertemuan Koordinasi Penanganan Hama Ganjur. Tanggal 22 Januari2 001 di Direktorat Jenderal Periindungan Tanaman Jakarta. Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Medan. Hidaka, T., H. Lanya, E. Budiyanto, S.W.G. Subroto dan N. Widiarta. 1984. Preliminary Report on Ecology Studies on the Rice Gall Midge, Orseolia oryzae (Wood-Masoon) in I ndonesia. JICA and Directorate of Food Crops Protection, Jakarta, 103 p. Koutsoyiannis, A. 197S. Modern Microeconomics. Second Edition. The Macmillan Press Ltd, London. Oka, I. N . 1982. T he Potential o f I ntegration o f P lant R esistance, B iological a nd Physical/Chemical Techniques and Pesticides for Pest Control in Farming Systems, The International Conference on Chemistry and World Food Supplies. The New Frontiers Chewrawn II, Manila. Panudju, P., J. Leeuwangh, S. Sama, K. Saleh and P. van Halteren. 1974. Insecticide Selection for Stem Borer and Other Rice Insects Control in Indonesia. Agric. Cooperation Indonesia-The Netherlands Res. Report 19681974, Section II: 63-72.
Panudju, P. 1985. Waktu Aplikasi Insektisida terhadap Hama Ganjur Orseolia oryzae. Penelitian Pertanian 5 (3): 127-129. Partoatmodjo, S. 1981. Peranan Kultivar Resisten, Cara Bercocok Tanam dan Insektisida dalam Pengendalian Terpadu Hama Ganjur, Orseolia oryzae (Wood-Mason) (Diptera Cecidomyiidae). Institut Pertanian Bogor, Tesis Doktor. Soenarjo, E. and P.J. Hummelen. 1976. Observation on the Occurrence of the Rice Gall Midge, Orseolia oryzae (Wood-Mason) in Java During the Wet Season 1975-1976. Contributions Centre Research Institute for Agriculture 20. Soenarjo, E. 1977. The Effects of Planting Dates on the Rice Plants on the Occurrence and Damage of the Rice Gall Midge, Orseolia oryzae (WoodMason). Dalam : Wardoyo, S. et. al. (eds). Aspek Pestisida di Indonesia, p. 113. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, Edisi Khusus No. 3. Soenarjo, E. and P.J. Hummelen. 1977. Population Studies on the Rice Gall Midge on West Java (observation at 4 locations during the wet season 1976/1977). Lembaga Pusat Penelitian Pertanian, Laporan Kemajuan Penelitian Seri Hama Penyakit No. 12: 126-145. Soenarjo, E. 1991. Pengendalian Hama Ganjur. Dalam : E. Soenarjo, Djoko S. Damardjati, dan Mahyuddin Syam (Penyunting). Prosiding Padi Buku 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Soenarjo, E. 2000. Analisis Ledakan dan Pengendalian Hama Wereng Coklat di Wilayah Endemik. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Yusdja.Y. C. Saleh, M. Amir, M. Arifin, Al Sri Bagyo. 1992. Studi Baseline Aspek Sosial Ekoncmi Pengendalian Hama Terpadu. Monograph Series No. 6. Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Pusat Penelititan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Bogor.