ICASEPS WORKING PAPER No. 89
Budidaya, Analisa Usahatani dan Kemitraan Stroberi Tabanan, Bali
Valeriana Darwis
Mei 2007
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Studies)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian
Budidaya, Analisa Usahatani dan Kemitraan Stroberi Tabanan, Bali Valeriana Darwis
Abstrak Ada dua sistem budidaya stroberi yang umum di kabupaten Tabanan, yaitu sistem lahan terbuka dan sistem rumah kaca. Dari analisa usahatani tanaman ini sangat menguntungkan, hal ini terlihat dari perhitungan R/C sebesar 2.43. Adapun biaya yang paling banyak dikeluarkan dalam usaha ini adalah biaya tenaga kerja, yaitu 57,84 persen. Kemudian diikuti oleh biaya sarana produksi sebesar 39,96 persen. Karena usaha ini termasuk padat modal, maka usaha bersama dalam satu kemitraan sangat diperlukan. Kemitraan adalah jalinan kerjasama antar berbagai pelaku agribisnis, mulai dari tingkat produksi sampai ke tingkat pemasaran. Di Tabanan Bali telah terjadi satu kemitraan antara perusahaan swasta dengan petani stroberi. Kemitraan tersebut memakai pola kerjasama operasional agribisnis, tetapi dalam berjalannya usaha ada beberapa kelemahan yang muncul, antara lain : mahalnya pembuatan greenhouse, pasar belum terbuka luas, ketersedian benih yang berkualitas, karena selama ini benih masih impor. Kata Kunci : Budidaya, analisa usahatani, kemitraan, stroberi
Pendahuluan
Kemitraan adalah jalinan kerjasama (Anonim, 1991) antar berbagai pelaku agribisnis, mulai dari tingkat produksi sampai ketingkat pemasaran. Kemitraan usaha agribisnis adalah hubungan bisnis usaha pertanian yang melibatkan satu atau sekelompok orang atau badan hukum dengan satu atau kelompok orang atau badan hukum di mana masing-masing pihak memperoleh penghasilan dari usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan yang dilandasi rasa saling menguntungkan, memerlukan, dan saling melaksanakan etika bisnis (Suwandi, 1995).
Dengan demikian tujuan kemitraan usaha agribisnis adalah
peningkatan nilai tambah ekonomis maupun sosial yang diperoleh petani maupun perusahaan mitra serta terciptanya kesinambungan usaha agribisnis yang memenuhi skala ekonomi dalam suatu wilayah atau kawasan. Hasil kajian Kasryno, et.al., (1994) mengemukakan bahwa di sektor pertanian paling tidak dijumpai ada tiga pola kemitraan usaha, yaitu : (1) kemitraan yang berkembang mengikuti jalur evolusi sosio budaya atau ekonomi
tradisi; (2) kemitraan program pemerintah yang dikaitkan dengan intensifikasi pertanian; dan (3) kemitraan yang tumbuh akibat perkembangan ekonomi pasar. Berdasarkan tatahubungan antara pengusaha (inti) dan plasma (kelompok tani) terdapat tiga pola kemitraan, yaitu (Suwandi, 1995): (1) Perusahaan Inti Rakyat (PIR), di mana perusahaan sebagai inti melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan hasil dan pemasaran hasil bagi usahatani yang dibimbingnya, sambil menjalankan usahatani yang dimilikinya sendiri; (2) Perusahaan Pengelola, yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan dan pemasaran hasil bagi usahatani yang dibimbingnya, tetapi tidak menyelenggarakan usahatani sendiri; dan (3) Perusahaan Penghela, yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pemasaran hasil tanpa melayani kredit, sarana produksi dan juga tidak mengusahakan usahataninya sendiri. Tanaman stroberi merupakan tanaman buah berupa herba yang ditemukan pertama kali di Chili, Amerika. Salah satu spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria chiloensis L menyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa dan Asia. Selanjutnya spesies lain, yaitu F. vesca L. lebih menyebar luas dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi ini pula yang pertama kali masuk ke Indonesia. Stroberi yang kita temukan di pasar swalayan adalah hibrida yang dihasilkan dari persilangan F. virgiana L. var Duchesne asal Amerika Utara dengan F. chiloensis L. var Duchesne asal Chili. Persilangan itu menghasilkan hibrid yang merupakan stroberi modern (komersil) Fragaria x annanassa var Duchesne. Varitas stroberi introduksi yang dapat ditanam di Indonesia adalah Osogrande, Pajero, Selva, Ostara, Tenira, Robunda, Bogota, Elvira, Grella dan Red Gantlet. Dari uraian di atas tulisan ini ingin melihat kemitraan agribisnis dan sekaligus analisis usahatani di salah satu sentra penghasil tanaman stroberi di Indonesia, yaitu petani yang ada di Kabupaten Tabanan Provinsi Bali.
2
METODE PENELITIAN
Tulisan ini merupakan bagian dari hasil penelitian “ Pengembangan Model Kelembagaan Kemitraan Usaha Yang Berdayasaing di Kawasan Sentra Produksi Hortikultura” yang di lakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Tahun Anggran 2005. Kerangka pikir dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kawasan, agribisnis, serta kelembagaan kemitraan usaha. Kawasan menunjuk pada suatu wilayah yang merupakan sentra produksi hortikultura. Dengan demikian kawasan produksi hortikultura adalah suatu kawasan pusat kegiatan produksi hortikultura dalam suatu unit wilayah tertentu yang memiliki karakteristik biofisik, agroklimat, dan kondisi sosial ekonomi yang relatif sama dan memiliki kelengkapan infrastruktur khususnya penanganan pasca panen atau pemasaran dan sistem yang menunjang kegiatan produksi hortikultura. Lokasi Pemilihan lokasi berdasarkan pembentukan 3 (tiga) Kawasan Agribisnis Hortikultura (KAHORTI), yaitu : (1) Kawasan Agribisnis Hortikultura Sumatera (KAHS), dengan anggota atau wilayah : NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Bengkulu, Jambi, Sumsel, dan direncanakan pada tahun 2004 ini memasukkan Provinsi Bangka Belitung; (2) KAHORTI KRAKATAU, dengan anggota atau wilayah : Lampung, Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat, dan Kalimantan Barat; dan (3) KAHORTI JABALSUKANUSA dengan anggota atau wilayah DI Yogyakarta, Jatim, Bali, Sultra, Sulsel, Kalsel, dan Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan informasi tersebut penelitian ini akan dilakukan di tiga kawasan tersebut melalui kajian atas beberapa pola kerjasama usaha agribisnis hortikultura. Selanjutnya pada masing-masing provinsi ditentukan kabupaten contoh dan komoditas yang diteliti. Pemilihan kabupaten contoh didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain adalah: (1) terdapat beberapa pola kemitraan usaha agribisnis hortikultura; (2) terdapat komoditas hortikultura unggulan promosi ekspor. Sementara itu komoditas hortikultura terpilih adalah: (1) sudah diekspor atau potensi ekspor; (2) merupakan komoditas unggulan nasional dan
3
daerah; (3) terdapat pola kemitraan usaha agribisnis hortikultura. Untuk Provinsi Bali dengan kriteria tersebut, maka kabupaten yang terpilih adalah Tabanan
Data dan Analisa Data Hasil dari analisis data yang baik sangat ditentukan kualitas data, sehingga diperlukan data yang sahih (valid) dan handal (reliable). Data yang baik dan berguna harus memenuhi empat kriteria berikut (Hanke dan Reitsh, 1995): (1) Handal (reliable) dan tepat (accurate), data harus dikumpulkan dari sumber yang
dapat diandalkan (dipercaya);
(2) Relevan
(relevant), data
yang
dikumpulkan harus mewakili (representative); (3) Konsisten (consistent), jika definisi/batasan yang digunakan untuk mengambil data berubah, penyesuaian harus dilakukan agar konsistensi dapat dipertahankan; dan (4) Tepat waktu (timely), data yang dikumpulkan dari berbagai sumber jelas dimensi waktunya. Sumber data dapat dikelompokkan menjadi sumber data primer (primary data sources) dan sumber data sekunder (secondary data sources). Sumber data primer mencakup seluruh metode pengumpulan data dari sumber asal (original sources) dan dikumpulkan secara khusus untuk “tujuan penelitian” yang sedang dilakukan.
Data primer biasanya dikumpulkan dengan menggunakan
prosedur pengambilan contoh (sampling) dalam suatu survey penelitian. Dalam penelitian ini selain dikumpulkan dengan metode survey, juga dengan metode semi partisipatif untuk menangkap informasi kualitatif secara lebih mendalam terutama yang berkaitan dengan kelembagaan kemitraan usaha agribisnis hortikultura. Sumber data primer di dapat dari hasil wawancara 20 petani stroberi dengan mempergunakan pertanyaan yang terstruktur (kuesioner) Sumber data sekunder (secondary data sources) adalah data yang sudah dipublikasikan dan dikumpulkan untuk “tujuan yang lain” daripada tujuan penelitian yang sedang dilakukan. Sumber data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian, BPS, Universitas dan instansi terkait lainnya. Data-data yang sudah terkumpul tersebut dianlisis secara deskriptif dan analisa tabulasi silang.
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Budidaya Stroberi Pembibitan Stroberi diperbanyak dengan biji dan bibit vegetatif (anakan dan stolon atau akar sulur). Adapun kebutuhan bibit per hektar antara 40.000-83.350 biji Perbanyakan biji dengan cara benih dibeli dari toko pertanian, rendam benih di dalam air selama 15 menit lalu keringanginkan. Kotak persemaian berupa kotak kayu atau plastik, diisi dengan media berupa campuran tanah, pasir dan pupuk kandang (kompos) halus yang bersih (1:1:1). Benih disemaikan merata di atas media dan tutup dengan tanah tipis. Kotak semai ditutup dengan plastik atau kaca bening dan disimpan pada temperatur 18-20 derajat C. Persemaian disiram setiap hari, setelah bibit berdaun dua helai siap dipindahtanam ke bedeng sapih dengan jarak antar bibit 2-3 cm. Media tanam bedeng sapih sama dengan media persemaian. Bedengan dinaungi dengan plastik bening. Selama di dalam bedengan, bibit diberi pupuk daun. Setelah berukuran 10 cm dan tanaman telah merumpun, bibit dipindahkan ke kebun. Bibit vegetatif untuk budidaya stroberi di kebun Tanaman induk yang dipilih harus berumur 1-2 tahun, sehat dan produktif. Penyiapan
bibit
anakan
dan
stolon
adalah
sebagai
berikut
bibit anakan : Rumpun dibongkar dengan cangkul, tanaman induk dibagi menjadi beberapa bagian yang sedikitnya mengandung 1 anakan. Setiap anakan ditanam dalam polibag 18 x 15 cm berisi campuran tanah, pasir dan pupuk kandang halis (1:1:1), simpan di bedeng persemaian beratap plastik. Bibit stolon : rumpun yang dipilih telah memiliki akar sulur pertama dan kedua. Kedua akar sulur ini dipotong. Bibit ditanam di dalam atau polibag 18 x 15 cm berisi campuran tanah, pasir dan pupuk kandang (1:1:1). Setelah tingginya 10 cm dan berdaun rimbun, bibit siap dipindahkan ke kebun. bibit untuk budidaya stroberi di polibag : Pembibitan dari benih atau anakan/stolon dilakukan dengan cara yang sama, tetapi media tanam berupa campuran gabah padi dan pupuk kandang (2:1). Setelah bibit di persemaian berdaun dua atau bibit dari anakan/stolon di polibag kecil (18 x15) siap pindah, bibit dipindahkan ke polibag besar ukuran 30 x 20 cm berisi media yang sama. Di polibag ini bibit dipelihara sampai menghasilkan.
5
Pengolahan Media Tanam Budidaya di Kebun Tanpa Mulsa Plastik. Di awal musim hujan, lahan diolah dengan baik sedalam 30-40 cm. Keringanginkan selama 15-30 hari. Buat bedengan: lebar 80 x 100 cm, tinggi 30-40 cm, panjang disesuaikan dengan lahan, jarak antar bedengan 40 x 60 cm atau guludan: lebar 40 x 60 cm, tinggi 3040 cm, panjang disesuaikan dengan lahan, jarak antar guludan 40 x 60 cm. Taburkan 20-30 ton/ha pupuk kandang/kompos secara merata di permukaan bedengan/ guludan. Bedengan/guludan dibiarkan selama 15 hari. f) lubang tanam dibuat dengan jarak 40 x 30 cm, 50 x 50 cm atau 50 x 40 cm. Budidaya di Kebun Dengan Mulsa Plastik. Di awal musim hujan, lahan diolah dengan baik dan di keringanginkan 15-30 hari. Ukuran bedengan: lebar 80 x 120 cm, tinggi 30-40 cm, panjang disesuaikan dengan lahan, jarak antar bedengan 60 cm atau guludan: lebar bawah 60 cm, lebar atas 40 cm, tinggi 30-40 cm, panjang disesuaikan dengan lahan, jarak antar bedengan 60 cm. Keringanginkan 15 hari. Pemupukan dilakukan dengan menaburkan dan mencampurkan tanah bedengan/guludan dengan 200 kg urea, 250 kg
SP-36 dan 100 kg/ha KCl.
Kemudian di siram hingga lembab. Mulsa plastik hitam atau hitam perak di pasang untuk menutupi bedengan/guludan dan untuk memperkuat ujung-ujung mulsa diperlukan bantuan bambu berbentuk U. Kemudian membuat lubang di atas plastik seukuran alas kaleng bekas susu kental manis. Jarak antar lubang dalam barisan 30, 40 atau 50 cm, sehingga jarak tanam menjadi 40 x 30, 50 x 50 atau 50 x 40 cm. Setelah itu dibuat lubang tanam di atas lubang mulsa tadi. Pengapuran : Bila tanah masam, 2-4 ton/ha kapur kalsit/dolomit ditebarkan di atas bedengan/guludan lalu dicampur merata. Pengapuran dilakukan segera setelah bedengan/guludan selesai dibuat.
Teknik Penanaman Siram polybag berisi bibit dan keluarkan bibit bersama media tanamnya dengan hati-hati. Tanam satu bibit di lubang tanam dan padatkan tanah di sekitar pangkal batang. Untuk tanaman tanpa mulsa, beri pupuk dasar sebanyak 1/3 dari dosis pupuk anjuran (dosis anjuran 200 kg/ha Urea, 250 kg SP-36 dan 150 kg/ha KCl). Pupuk diberikan di dalam lubang sejauh 15 cm di kiri-kanan tanaman. Sirami tanah di sekitar pangkal batang sampai lembab.
6
Pemeliharaan Tanaman Penyulaman : Penyulaman dilakukan sebelum tanaman berumur 15 hari setelah tanam. Tanaman yang disulam adalah yang mati atau tumbuh abnormal. Penyiangan : Penyiangan dilakukan pada pertanaman stroberi tanpa ataupun dengan mulsa plastik. Mulsa yang berada di antara barisan/bedengan dicabut dan
dibenamkan
pertumbuhan
ke
gulma,
dalam tanah. Waktu biasanya
dilakukan
penyiangan
bersama
tergantung
pemupukan
dari
susulan.
Perempelan/Pemangkasan : Tanaman yang terlalu rimbun, terlalu banyak daun harus dipangkas. Pemangkasan dilakukan teratur terutama membuang daundaun tua/rusak. Tanaman stroberi diremajakan setiap 2 tahun.
Pemupukan Pertanaman tanpa mulsa: Pupuk susulan diberikan 1,5-2 bulan setelah tanam sebanyak 2/3 dosis anjuran. Pemberian dengan cara ditabur dalam larikan dangkal di antara barisan, kemudian ditutup tanah. Pertanaman dengan mulsa: Pupuk susulan ditambahkan jika pertumbuhan kurang baik. Campuran urea, SP36 dan KCl (1:2:1,5) sebanyak 5 kg dilarutkan dalam 200 liter air. Setiap tanaman disiram dengan 350-500 cc larutan pupuk. Pengairan dan Penyiraman : Sampai tanaman berumur 2 minggu, penyiraman dilakukan 2 kali sehari. Setelah itu penyiraman dikurangi berangsur-angsur dengan syarat tanah tidak mengering.
Budidaya dan Analisa Usaha Tani Petani Tabanan Pengusahaan tanaman stroberi di Bali dilakukan secara monokultur pada lahan kering dengan dua cara, yaitu sistim lahan terbuka dan sistim rumah kaca (green house). Sistim pengusahaan pada lahan terbuka dilakukan dengan cara menanam pada guludan dengan jarak tanam 30 x 50 cm. Tingkat produktivitas di lahan terbuka relatif lebih rendah dibanding dengan pengusahaan di dalam rumah kaca, faktor utama yang mempengaruhi adalah iklim, diluar rumah kaca tidak dapat dikontrol dengan baik, produksi sangat jatuh ketika tanaman pada masa berbuah terkena hujan, disamping itu efektivitas penyerapan pupuk menjadi rendah, karena tercuci oleh air hujan. Masa produksi di lapangan juga lebih pendek (kurang dari dua tahun), sementara di dalam rumah kaca dapat mencapai 2-3 tahun. Biaya tetap yang dibutuhkan untuk pengusahaan stroberi pada sistim di lapangan dan green house pun menjadi berbeda. Biaya tetap untuk usaha di
7
lapangan terbuka adalah berupa biaya sewa lahan yang besarnya adalah Rp 2 – 4 juta/ ha tergantung pada tingkat kesuburan lahannya, sedangkan untuk green house biaya tetap adalah sewa lahan ditambah investasi untuk membangunan green house itu sendiri. Biaya investasi untuk membangun green house adalah berkisar Rp 28 juta rupiah untuk ukuran 22 x 18 meter persegi. Rincian dan komposisi untuk masing-masing komponen investasi green house tersebut dapat disimak pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa proporsi terbesar dari investasi tersebut adalah penggunaan kayu mencapai 34 persen (Rp 9,6 juta), yang kedua adalah plastik atap mencapai 17 persen (Rp 4,9 juta) dan ketiga adalah tenaga kerja mencapai 10,6 persen (Rp 3 juta), keempat talang plastik 9 persen (Rp 2,6 juta), kelima slang dreep 7 persen (Rp 2 juta), plastik sleb 4,6 persen (Rp 1,3 juta) dan tiang beton 4 persen (Rp 1 juta). Sementara komponen lainnya berkisar antara 0,2 – 1 persen. Tabel 1.
Komposisi Investasi Pembuatan Green House, Ukuran 22 x 18 Meter
No
Komponen
Satuan
Unit
Harga/unit
Nilai (Rp)
Proporsi (%)
1
Kayu
m3
12
800.000
9.600.000
33,76
2
Plastik atap
kg
150
33.000
4.950.000
17,41
3
Bambu
bt
15
4.000
60.000
0,21
4
Tiang beton
bh
42
25.000
1.050.000
3,69
5
Talang plastik
bt
80
33.000
2.640.000
9,28
6
Kawat kasa
rl
1
150.000
150.000
0,53
7
Drum
bh
1
600.000
600.000
2,11
8
Kawat besar
gl
2
300.000
600.000
2,11
9
Kawat kecil
rol
1
100.000
100.000
0,35
10
Slang Dreep
m
1000
2.000
2.000.000
7,03
11
Pipa paralon
bt
10
20.000
200.000
0,70
12
Pompa
bh
2
300.000
600.000
2,11
13
Plastik mulsa
gl
2
19.000
38.000
0,13
14
Media skam
truk
2
300.000
600.000
2,11
15
Media serbuk sabut
truk
1
100.000
100.000
0,35
16
Plastik dinding
rol
3
150.000
450.000
1,58
17
Paku
kg
50
8.000
400.000
1,41
18
Plastik sleb
kg
50
26.000
1.300.000
4,57
19
Upah pembangunan
-
-
3.000.000
10,55
Jumlah
28.438.000
100,00
-
Sumber : Saptana et al, (2005)
8
Tingkat penerapan teknologi budidaya tanaman stroberi lebih tinggi baik yang diusahakan di greenhouse maupun di kebun, tinggi dalam arti bukan keragaman jenis sarana produksi yang digunakan akan tetapi persisi dan jenis sarana produksi yang digunakan, karena penggunaan sarana produksi pada usahatani stroberi harus terukur, hydrophonic di dalam greenhouse dan semihydrohponic yang dilakukan dilapangan. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk yang khusus yang dilarutkan dalam cairan dan diberikan dengan cara tetes dengan menggunakan pipa ”slang” atau tetes di dalam greenhouse. Sisitem penggunaan tenaga kerja baik yang di dalam greenhouse maupun di lapangan adalah dengan mengontrak orang tertentu yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan cara digaji bulanan, ditambah beberapa orang yang berasal dari dalam keluarga. Sedangkan secara finansial (Tabel 2) usahatani stroberi jauh lebih menguntungkan dibanding dengan usahatani manggis, keuntungan usahatani stroberi dapat mencapai Rp. 519-597 juta per hektar per dua tahun siklus usaha, sementara usahatani manggis hanya Rp 5,4 juta per hektar per dua tahun. Disamping itu penerimaan penghasilan usahatani stroberi lebih merata menurut waktu, karena sistim panen komoditas tersebut dilakukan 2 hari satu kali. Dengan demikian distribusi pendapatan rumahtangga menurut waktu menjadi lebih menyebar dan kondisi seperti ini dapat memperlancar petani dalam memperoleh sumber-sumber permodalan, terutama permodalan dari perbankan yang sistim pembayarannya harus bulanan. Namun demikian yang patut diperhatikan oleh pemerintah adalah jaminan pasar baik harga stroberi maupun saluran pemasarannya, oleh kerena itu pemikiran untuk memperluas pasar baik dengan mencari pasar baru di luar negeri maupun pengembangan sistim pengolahan terutama yang dekat dengan sentra-sentra produksi stroberi perlu terus dipikirkan. Komposisi penggunaan input produksi tertinggi yaitu pada penggunaan tenaga kerja yaitu mencapai 57,84 persen dari total biaya. Adalah logis dengan pengelolaan stroberi yang begitu intensif yang harus dipelihara dan dipanen setiap hari, maka dapat dikatakan bahwa usahatani stroberi adalah usahatani yang padat tenaga kerja dan padat modal yang mencapai Rp 364 juta per hektar per dua tahun. Sementara biaya sarana produksi yang harus dikeluarkan dalam
9
pengusahaan stroberi adalah 39,96 persen atau setara dengan Rp 145,6 juta. Sedangkan nilai sewa lahan untuk mengusahakan stroberi mencapai Rp 4 juta per tahun, sehingga untuk pengusahaan selama 2 tahun harus dikeluarkan sebesar Rp 8 juta atau sekitar 2,2 persen dari total biaya produksi. Tingkat kelayakan finansial dalam usahatani stroberi relatif lebih menguntungan yaitu dengan indikasi R/C mencapai 2,43 berarti bahwa keuntungan bisa mencapai 143 persen atas biaya produksi dan biaya sewa lahan.
Hal
ini
adalah
menjadi
sangat
layak ika pemerintah
memprogramkan bantuan pendanaan melalui perbankan umum, dan pada kenyataannya di lapangan bahwa beberapa bank yaitu bank Mandiri dan Bank Bali menyalurkan bantuan kredit untuk usaha stroberi sampai sebesar Rp 50 juta per orang petani dengan rata-rata pengembalian mencapai Rp 2 juta rupiah setiap bulan. Namun demikian, seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa pemerintah perlu terus memberikan bantuan yang mempertahankan sustainability kinerja usaha stroberi ini, agar kemampuan petani untuk dapat mengembalikan penjamannya ke bank menjadi stabil. Tabel 2. Analisis usahatani stroberi per hektar per dua tahun di Bali, 2005 Harga/unit Nilai Uraian Unit (Rp/unit) (Rp)
Persentase (%)
I. Biaya Produksi 1. Sarana produksi a. Benih/Bibit (pohon)
10.000
2.250
22.500.000
b. Urea (kg)
-
-
-
-
c. TSP (kg)
-
-
-
-
d. KCL (kg)
-
-
-
-
e. ZA (kg)
-
-
-
-
f. NPK (kg)
-
-
-
-
g. Pupuk Alternatif (lt)
10.625
6.469
68.728.402
18,86
h. Pupuk organik (kg)
27.500
267
7.342.500
2,02
44
12.500
550.000
0,15
j. ZPT Padat (lt)
812
10.006
8.125.000
2,23
k. Pestisida cair(lt)
474
72.846
34.529.166
9,48
l. Pestisida padat (kg)
16
142.005
2.272.080
0,62
m. Herbisida (lt)
16
96.667
1.546.666
0,42
- 145.593.814
39,96
i. ZPT Cair (lt)
Sub Jumlah
-
6,17
10
Uraian
Harga/unit (Rp/unit)
Unit
Nilai (Rp)
Persentase (%)
2. Tenaga Kerja (TK) a. TK Pra Panen pria DK (hok) b. TK Pra Panen wanita DK (hok) c. TK Pra Panen pria LK (hok) d. TK Pra Panen wanita LK (hok)
3.464
20.000
69.280.000
19,01
24
25.000
600.000
0,16
29.034 134.400.000
36,88
4.629 -
-
-
-
681
9.486
6.460.000
1,77
-
-
-
-
- 210.768.026
3. Biaya Lainnya (Rp)
-
-
28.026
0,00
4. Nilai sewa lahan (Rp)
-
-
8.000.000
2,20
-
- 364.389.866
100,00
49.000
18.036 883.779.766
100,00
(1) Atas Biaya Tunai
-
- 597.297.926
(2) Atas Pengelola
-
- 527.417.926
(3) Atas Biaya Total
-
- 519.417.926
e. Biaya panen (Rp) f. Biaya pasca panen (Rp) Sub Jumlah
Total Biaya II. Produksi (kg)/Penerimaan (Rp)
57,84
III. Keuntungan (Rp)
IV. Biaya produksi/unit output
7.436
V. Penerimaan/biaya produksi (R/C) Sumber : Saptana et al, (2005)
2,43
Kemitraan Dari hasil wawancara dengan beberapa stakeholders dan pelaku agribisnis hortikultura yang mencakup petani, kelompok tani, pedagang pada berbagai tingkatan, perusahaan daerah, lembaga keuangan atau pembiayaan, pengusaha supermarket, dan hotel diperoleh informasi beberapa bentuk kelembagaan
kemitraan
usaha
hortikultura di
Bali.
Beberapa bentuk
kelembagaan kemitraan usaha yang eksis adalah sebagai berikut : (1) Kemitraan yang tumbuh dengan sendirinya, atas dasar kepentingan bersama dalam berusaha dagang; (2) Kemitraan yang dibentuk atas prakarsa pemerintah; dan (3) Kemitraan usaha yang terbentuk karena adanya kepentingan bisnis atau tarikan permintaan pasar. Beberapa bentuk pola kemitraan yang berbasis tarikan pasar yang berorientasi pada profit oriented antara lain adalah: (1) Pola kemitraan Perusahaan Inti Rakyat antara Perusahaan Daerah di Tabanan (PD. Bali) dengan
11
petani penggarap untuk komoditas sayuran dengan pola mix-farming. Pengaturan pola tanam ditentukan oleh perusahaan daerah berdasarkan permintaan pasar; dan (2) Kemitraan usaha antara PD. Bali dengan PT. Bayu Jaya Kusuma dengan Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). Pola KOA merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan
lahan,
sarana
dan
tenaga,
sedangkan
perusahaan
mitra
menyediakan biaya berupa modal atau sarana budidaya. Kemitraan usaha ini tertuang melalui perjanjian kerjasama dalam pengelolaan usaha sayuran. Kerjasama tersebut pada bulan Pebruari 2005 dikembangkan lebih lanjut dengan melibatkan satu kelompok tani (18 petani) stroberi di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Bentuk kemitraan lain yang berbasiskan tarikan pasar adalah pola perdagangan umum. hubungan
kemitraan
antara
kelompok
Pola dagang umum merupakan mitra
dengan
perusahaan
mitra
(pedagang). Kelompok mitra berkewajiban memasok kebutuhan yang diperlukan dan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra. Sesuai dengan temuan di lokasi penelitian, maka pola kemitraan komoditas stroberi antara Perusahaan Daerah Provinsi Bali Candikuning Kabupaten Tabanan (PD Bali) dengan PT. Bayu Jaya Kusuma masyarakat pertanian di Baturiti adalah kemitraan Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA). Perusahaan telah mempunyai fasilitas yang relatif bagus antara lain cold strorage, mobil box lengkap dengan sarana pendingin untuk mengantar langsung produk yang dihasilkan, dan beberapa karyawan tetap maupun lepas. Pada awalnya kemitraan usaha antara Perusahaan Daerah Provinsi Bali Candikuning Kabupaten Tabanan (PD Bali) dengan PT. Bayu Jaya Kusuma tertuang melalui perjanjian kerjasama dalam pengelolaan usaha sayuran (yang dihasilkan kelompok tani sayuran di Kecamatan Baturiti) pada tanggal 4 Januari 2005, dengan beberapa kesepakatan atau aturan main, yaitu: (1) PD Bali menyiapkan produksi sesuai perencanaan yang telah disepakati setelah mendapatkan sarana produksi dari PT. Bayu dan menjual hasilnya kepada PT. Bayu dengan harga yang telah disepakati kedua belah pihak, setelah panen; (2) PT. Bayu membuat perencanaan penanaman, menyediakan sarana produksi yang dibutuhkan, menampung dan memasarkan produksi, menggunakan fasilitas (termasuk tenaga kerja), gudang, kendaraan, listrik, telepon, air yang dimiliki PD
12
Bali serta dapat memanfaatkan pelanggan; (3) PD Bali memperoleh hak berupa kompensasi penggunaan fasilitas gudang sebesar Rp 5 juta/tahun, penggunaan fasilitas dua buah kendaraan Isuzu Box dan Colt sebesar
Rp 9 juta/tahun,
dengan cara pembayaran diangsur (angsuran pertama 50 persen pada awal tahun dan 50 persen sisanya pada triwulan ke-4 tahun berjalan), memperoleh sarana produksi, memperoleh imbalan atas penggunaan tenaga kerja sesuai kesepatan bersama serta pemasaran produksi terjamin; (4) kerjasama dilakukan untuk jangka waktu minimal 5 tahun dan dapat diperpanjang kembali atas kesepakatan kedua belah pihak, setiap tahun dilakukan evaluasi; (5) beban biaya atas rekening listrik, telepon dan air menjadi beban kedua belah pihak, sedangkan beban pajak, bea meterai termasuk PPN hasil pemasaran menjadi beban PT. Bayu. Kerjasama tersebut pada bulan Pebruari 2005 dikembangkan lebih lanjut dengan satu kelompok tani (18 petani) stroberi di Desa Pancasari, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Petani mengajukan proposal yang dinilai awal oleh PPL desa setempat yang juga berperan sebagai ketua kelompok tani dan PT. Bayu. Selanjutnya PT. Bayu membawa proposal tersebut sebagai bahan pengajuan kredit pada Bank Mandiri. Dengan jaminan aset PT. Bayu (sebagai afalis), setelah Bank Mandiri menilai kelayakan usahatani, kelompok tani tersebut memperoleh kredit sebesar Rp 400 juta, 16 petani memperoleh kredit masingmasing sebesar Rp 20 juta, 2 petani lain masing-masing mendapat Rp 40 juta. Berbekal modal kredit tersebut, yang digunakan untuk bangunan instalasi (termasuk plastik dan jaring) para petani mengusahakan penanaman stroberi varietas Sweet Charlie semi organik di rumah kaca (green house) seluas 4 are (400 m2), bibit dan media tempat tumbuh disiapkan petani dengan modal sendiri. Telah disepakati bersama secara lisan, berdasarkan kepercayaan bahwa usahatani stroberi yang dilakukan petani akan ditanggung renteng dengan PT. Bayu apabila petani dalam kondisi rugi. PT. Bayu telah menyediakan modal awal sebanyak Rp.14.000.000,- untuk pembelian produk petani. Stroberi yang dihasilkan petani dibeli PT. Bayu dengan harga beli
Rp 20.000/kg untuk
grade AB (bersih, sedang/besar) dan Rp 7.000/kg untuk grade C (kecil), pembayaran dilakukan pada tanggal 20 setiap bulan.
13
Jenis produk stroberi yang dihasilkan petani adalah Rosalinda dan Sweet Charlie. Dalam satu hari petani dapat menghasilkan 40 - 150 kg stroberi, dan maksimal 300 kg. Produk ini dipasarkan ke Denpasar, Tabanan, Singaraja, dan Semarang. Stroberi dengan Grade A , B, dan C, pada umumnya dikonsumsi dalam bentuk segar, sedang Grade D yang jumlahnya kurang lebih 20 persen dari produk yang dihasikan diolah dalam bentuk sale dan dipasarkan ke Singaraja dan Semarang. Kendala yang sampai sekarang masih dijumpai adalah pemasaran yang lebih luas akan produk yang dihasilkan. Untuk kedepan PT. Bayu Jaya akan bergerak di bidang agribisnis hortikultura untuk produk yang lebih luas, dengan mitra utama petani di Desa Pancasari. Sementara itu, mekanisme aturan main lain yang disepakati dalam kelembagaan kerjasama kemitraan dengan 18 petani stroberi Desa Pancasari Kecamatan Buleleng adalah PT. Bayu Jaya Kusuma berkewajiban: (1) Melakukan bimbingan teknis budidaya, tugas tersebut dilakukan oleh PPL wilayah setempat yang juga sebagai ketua kelompok tani; dan (2) Menampung seluruh produksi stroberi petani. Beberapa hak PT. Bayu sebagai inti antara lain adalah: (1) sebagai otoritas tunggal dalam penampungan produksi stroberi dari kelompok tani yang menggunakan green house, (2) melakukan negosiasi harga baik secara horizontal (dengan kelompok tani) maupun secara vertikal dengan pembeli, dan (3) berhak memasarkan produk stroberi yang dihasilkan petani kepada rekanan bisnisnya. Sementara itu, beberapa kewajiban petani sebagai plasma antara lain adalah: (1) Melakukan budidaya usahatani stroberi dengan cara hidroponik-semi organik secara baik, sehingga dapat memberikan jaminan dalam hal kualitas, kuantitas dan kontinuitas, (2) Menyampaikan jadwal kegiatan terutama menjelang melakukan pemanenan kepada inti, dan (3) Menyerahkan semua hasil panen kepada PT. Bayu Jaya Kusuma sebagai inti. Secara tersirat dari kewajiban plasma ini menggambarkan juga hak petani sebagai plasma yaitu jaminan pasar dengan harga yang layak. Berdasarkan hasil kajian di lapang hingga kini petani plasma memperoleh harga yang lebih baik dibandingkan dipasarkan di luar. Apabila dianalisis aturan main pola kemitraan tersebut diatas dapat ditarik pelajaran bahwa aturan main tersebut relatif kompleks dan berjenjang, namun
14
resiko dihadapi oleh semua pelaku agribisnis mulai dari
petani sebagai
penggarap, perusahaan daerah dan PT. Bayu. Tetapi diduga pengambilan keputusan didalam menetapkan role of the game tetap akan berada pada pihak yang memiliki power lebih tinggi dalam hal ini adalah PT. Bayu, karena PT. Bayu yang menyediakan sarana produksi dan memasarkan hasil. Komunikasi dan interaksi antara pelaku kemitraan usaha dilakukan secara personal, atau menggunakan ponsel dan internet. Kondisi petani produsen relatif sejahtera,
rata-rata
sudah
mempunyai
mobil
untuk
menyetorkan
hasil
produksinya ke perusahaan. Stroberi yang akan dijual telah di pak dengan menggunakan
label
perusahaan
“Bajaku
pemasaran. Selain itu perusahaan
Fress”
,
untuk
memperlancar
juga bermitra dengan universitas, untuk
meningkatkan mutu produk. Kegiatan dilakukan baik dengan mengadakan kunjungan ataupun mengundang pihak-pihak terkait.
PT Bayu bekerjasama
dengan pimpinan perusahaan daerah, yang berperan dan mempunyai status sebagai manager perusahaan. Kedua orang tua Bayu Kusuma sebagai komisaris perusahaan,
telah mempunyai beberapa perusahaan yang lain di Kabupaten
Tabanan sangat berperan dalam membina kegiatan perusahaan. Namun demikian masih dijumpai kendala utama
yaitu di bidang pemasaran. Peran
pemerintah dalam usaha agribisnis stroberi ini, masih dalam hal sebagai fasilitator dalam temu usaha. Pola kemitraan yang sampai sekarang masih berlanjut adalah sebagai berikut (Tabel 3 dan Gambar 1).
Tabel 3.
Pola Kemitraan pada Lembaga yang Berbasis Bisnis pada Komoditas Stroberi, di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Tahun 2005
Nama Perusahaan PT. Bayu Jaya
Mitra Usaha 1. Petani
Jumlah
Lama
Lokasi
Kegiatan
Sifat
Mitra
Bermitra
Mitra
Kemitraan
Kemitraan
18
stroberi
3 lokasi
2. Pengecer
2
3. Pengolah
1 tahun
Sekecamatan
Produsen
Pemula
3 bulan
Sekabupaten
Pemasaran
Pemula
3 bulan
Sekabupaten&
Pengolahan
Pemula
luar Provinsi 4. Lembaga
1
3 bulan
Sekabupaten
Pembiayaan
Pemula
1
1 tahun
Sekecamatan
Pembinaan
Pemula
pembiayaan 5. Perusahaan daerah
Sumber : Saptana et al, (2005)
15
Kelompok Tani Desa Pancasari & PPL
Universitas PT. Bayu Jaya Kusuma
afalis Bank. Mandiri Perusahaan Sale Singaraja Semarang (20%)
Pasar Lokal Denpasar Tabanan Singaraja
Gambar 1.
Prsh. Daerah
Supermarket Tiara Dewata
Kemitraan Usaha pada PT. Bayu Jaya Kusuma di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, Tahun 2005
Autran Main dan Permasalahan Dalam Kemitraan Suatu kelembagaan berjalan secara optimal bukan berarti bahwa semua pelaku dalam kelembagaan itu memiliki kesempatan atau benefit yang sama akan tetapi masing-masing secara adil (fairness) sesuai dengan siapa berperan sebagai apa dan boleh memutuskan apa atau sesuai dengan aturan representasinya atau. Sebenarnya rule of the game adalah pengertian lain dari kelembagaan
(istitutions)
disamping
juga
disebut
organisasi/organization
(Pakapahan et al,.1992). Jika kemitraan usaha dapat dipandang sebagai suatu organisasi dengan batas yurisdiksi spasial (provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, atau kawasan) atau batas yurisdiksi substansial komoditas (manggis, stroberi dan sayuran), maka kinerja kelembagaan kemitraan usaha tersebut akan eksis dengan kuat jika terpenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: (1) tumbuhnya rasa kebersamaan atau rasa satu masyarakat pelaku agribisnis (sense of community
dalam
kelembagaan bangsa disebut sense of nation), (2) tumbuhnya saling percaya antara pelaku agribisnis, (3) tidak ada eksternalitas, yaitu tidak ada satu pihak yang dirugikan oleh pihak lain sebagai pelaku agribisnis, (4) adanya homogenitas
16
kepentingan misalnya bisnis suatu komoditas tertentu. Kelembagaan kemitraan usaha tidak akan berjalan dengan baik jika masuk kepentingan lain seperti kepentingan politik atau kepentingan kemitraan lintas batas yurisdiksi dan (4) memenuhi skala ekonomi. Pada kelembagaan kemitraan komoditas stroberi di Tabanan, secara teknis permasalahan yang dihadapi adalah: (1) Tuntutan kualitas dan stabilitas produksi yang mendorong green house menjadi satu perhatian yang serius, yang merupakan suatu inovasi baru untuk menjawab tuntutan tersebut. Namun di sisi lain, harga peralatan untuk membangun green house masih sangat mahal dan memerlukan modal yang besar; (2) Jaminan pasar belum bisa diandalkan, kendatipun ada pihak yang mau memberikan pinjaman modal untuk membangun green house tetapi siapa yang akan menjamin pasarnya, sementara petani sudah terikat hutang dengan pihak pemberi modal; (3) Teknis sortasi dan pengepakan juga memerlukan ketrampilan dan permodalan yang cukup kuat, karena stroberi termasuk buah yang freshable (mudah busuk); (4) Cara memperoleh bibit baru untuk rehabilitasi, selama ini petani menggunakan bibit batang sulur dari tanaman sendiri, namun para petani menyadari bahwa hal ini hanya bisa dilakukan beberapa kali saja, selanjutnya akan mengalami penurunan kualitas bibit. Untuk mendapat benih baru, petani merasa kesulitan karena harus impor. Upaya yang pernah dilakukan adalah melakukan kemitraan dengan perusahaan pembibitan di Bogor namun itupun kurang begitu lancar. Untuk mengembangkan batang sulur saja harus membeli hak paten dari sumber bibitnya. KESIMPULAN
1. Ada dua cara dalam mengusahakan tanaman straoberi di Kabupaten Tabanan, yaitu : sistim lahan terbuka dan sistim rumah kaca. Dari segi produktivitas pengusahaan di rumah kaca lebih tinggi, hal ini disebabkan pengusahaan di lahan terbuka sangat rentan terhadap iklim, tidak terkontrol dengan baik dan penyerapan pupuk yang rendah. 2. Tingkat kelayakan finasial dalam usahatani stroberi dalam masa usaha dua tahun sangat menguntungkan, hal ini direpresentasikan hasil hitungan R/C sebesar 2.43.
17
3.
Biaya yang paling banyak dikeluarkan dalam usahatani ini adalah biaya tenaga kerja, yaitu 57,84 persen. Kemudian diikuti oleh biaya sarana produksi sebesar 39,96 persen.
4. Pola kemitraan yang ada di lokasi penelitian adalah pola kemitraan operasional agribisnis dengan beberapa kesepakatan antara lain perusahaan menetapkan waktu penanaman, penyediaan benih dan sarana produksi, memasarkan dan menetapkan harga jual. 5. Pola kemitraan yang sudah berjalan tersebut sebagian modal difasilitasi oleh Bank Mandiri, apabila dikemudian hari usaha ini tidak menguntungkan telah disepakati kerugian akan ditanggung renteng antara petani dan perusahan mitra. 6. Kelemahan dalam bermitra mahalnya pembuatan greenhouse, pasar belum terbuka luas, ketersedian benih yang berkualitas, selama ini benih masih impor.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim . 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Balai Pustaka. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tabanan. 2001. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan Tahun 2002-2012. Tabanan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tabanan. 2003. Hasil Kegiatan Penumbuhan dan Fasilitasi Sub Terminal Agribisnis (STA) “Bukit Sari Bumi” Dusun Mayungan Anyar, Desa Antapan, Kecamatan Baturiti. Proyek Pengembangan Agribisnis Tanaman Pangan Bali di Kabupaten Tabanan TA. 2003. Tabanan. Hanke, John E. and Arthur G. Reitch. 1995. Business Forecasting. 5th. Ed. Prentice Hall Int, Inc. New Jersey. Pakpahan, A, Sumaryanto, Hendiarto, S. Friyatno. 1992. Studi Kebiajakan Irigasi Pompa. Hasil Kerjsama Ford Foundation dengan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Suwandi. 1995. Strategi Pola Kemitraan Dalam Menunjang Agribisnis Bidang Peternakan
dalam
Industrialisasi
Usaha
Ternak
Rakyat
Dalam
Menghadapi Tantangan Globalisasi, Prosiding Simposium Nasional Kemitraan Usaha Ternak. Ikatan Sarjana Ilmu-Ilmu Peternakan Indonesia (ISPI) bekerja dengan Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. Saptana, Endang. LH, Kurnia S.I, Ashari, Supena.F, Sunarsih dan V. Darwis. 2005. Pengembangan Model Kelembagaan Kemitraan Usaha Yang Berdaya Saing di Kawasan Sentra Produksi Hortikultura. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
19