(bejana fermentor) lalu disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Setelah preparasi fermentor, 100 mL prekultur 48 jam diinokulasikan. Fermentasi berlangsung selama 84 jam pada fermentor air-lift skala 2 L dengan kondisi suhu 30°C, pH 7, dan aerasi 1,5 vvm. Selama fermentasi berlangsung, dilakukan pengambilan sampel untuk analisis optical density (OD), kadar glukosa, kadar protein, dan ekstraksi βglukan. Pengambilan sampel dilakukan setiap 2 jam sampai masa inkubasi 24 jam, dilanjutkan setiap 4 jam sampai masa inkubasi 48 jam, kemudian setiap 12 jam sampai masa inkubasi 84 jam. Pengukuran OD Sampel kultur sebanyak 1 mL ditambahkan 5 mL akuades. Suspensi divorteks, lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm. Absorbansi diukur menggunakan Sp ektronik 21D. Analisis Kimia Analisis kimia yang dilakukan yaitu pengukuran kadar glukosa dan protein. Sampel kultur disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh digunakan sebagai sampel untuk uji kadar glukosa dan kadar protein. Analisis kadar glukosa menurut metode fenol-sulfat (Chaplin 1986). Deret larutan baku glukosa dibuat dengan konsentrasi: 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80 dan 90 ìg/L. Sampel sebanyak 5 µL ditambahkan 995 µL akuades lalu ditambahkan 500 µL fenol 5%. Larutan ditambahkan 2,5 mL H2SO4 pekat, didiamkan selama 10 menit lalu divorteks. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 490 nm. Analisis kadar protein menurut metode Lowry (Copeland 1951). Dibuat deret larutan baku standar BSA dengan konsent rasi 0, 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160, 180, 200, 250, 300, 350, 400, 450 dan 500 ìg/L. Sampel sebanyak 10 µL ditambahkan 490 µL akuades, ditambahkan 500 µL NaOH 1M. Larutan dipanaskan selama 20 menit, didinginkan lalu ditambahkan 2,5 mL larutan D (campuran antara 50 mL Na2CO3 5%, 1 mL CuSO4.5H 2O 1%, dan 1 mL potasium sodium tartrat 2%). Larutan didiamkan selama 10 menit, lalu ditambahkan 500 µL larutan folin C (1:1). Absorbansi diukur pada panjang gelombang 755 nm setelah 30 menit.
Ekstraksi β -glukan Sampel kultur sebanyak 30 mL disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm selama 20 menit pada suhu 15 °C. Supernatan dibuang, pelet biomassa sel ditambahkan 5 mL NaOH 2% lalu dipanaskan selama 5 jam pada suhu 90°C. Suspensi biomassa sel disentrifugasi kembali dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh ditambahkan CH3 COOH 2 M tetes demi tetes hingga pH larutan sekitar 6,8-7, setelah itu dipresipitasikan dengan 3 volume etanol. Endapan yang terbentuk dipisahkan melalui sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Pelet yang terpisah dikeringkan, lalu ditimbang sebagai bobot βglukan kasar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Sel Gambar 2 memperlihatkan morfologi sel S. cerevisiae RN4 yang merupakan koleksi dari laboratorium biopolimer. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x. Sel terlihat seragam dengan bentuk elipsoidal berwarna merah. Hal ini menunjukkan bahwa koloni yang diambil merupakan koloni murni. Warna merah berasal dari pewarna safranin yang diserap dinding sel yang permeabilitasnya meningkat setelah perlakuan dengan etanol (Pelczar & Chan 1986).
Gambar 2 Hasil pengamatan morfologi sel S. cerevisiae RN4 dengan perbesaran 1000x. Proses Fermentasi S. cerevisiae RN4 dikulturkan pada media yang mengandung glukosa dan sumber nitrogen (sumber N) yang berbeda. Sumber N yang digunakan yaitu pepton 2%, asam glutamat 0,5%, urea 0,2% dan diamonium hidrogen fosfat (DAHP) 0,02%. Hal ini
270 265
6
260 255
Absorbans
5 4 3
250 245
2
240
1
235 230
0 0
1000 900 Kadar glukosa (µg/L)
7
800 700 600 500 400 300
Kadar protein dan ß-glukan (µg/L)
Sumber N pepton 2 %
8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 Waktu fermentasi (jam)
300
900
290
800
280
2
270 260 1
250 240
0
Kadar glukosa (µg/L)
Absorbans
3
230 0
8
700 600 500 400 300 200
16 24 32 40 48 56 64 72 80 Waktu fermentasi (jam)
Sumber N urea 0,2 % 300 700 2
260 240
1
220
Kadar glukosa (µg/L)
280
600 500 400 300 200
0
200 0
Kadar protein dan ß-glukan (µg/L)
3
8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 Waktu fermentasi (jam)
260 700
Absorbans
250 2
240
1
230
0
220 0
Kadar glukosa (µg/L)
3
600 500 400 300 200
Kadar protein dan ß-glukan (µg/L)
Sumber N DAHP 0,02 %
8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 Waktu fermentasi (jam)
Gambar 4
Gambar 3 Proses fermentasi pada fermentor air-lift skala 2L.
Hasil pengukuran parameter fermentasi S. cerevisiae RN4 pada media dengan sumber N berbeda. ( ) OD, ( ) kadar â-glukan, ( ) kadar glukosa, ( ) kadar protein.
Kadar protein dan ß-glukan (µg/L)
Sumber N asam glutamat 0,5 %
Absorbans
dilakukan untuk mencari sumber N alternatif yang dapat digunakan untuk produksi âglukan. Proses fermentasi dilakukan dengan metode kultur terendam pada fermentor air lift skala dua liter. Metode ini terbukti lebih efisien dibanding metode lain seperti metode kultur permukaan dengan media cair (Rachman 1989). Gambar 3 memperlihatkan suatu proses fermentasi dalam fermentor. Fermentasi sistem tertutup ini berlangsung selama 84 jam pada suhu 30° C dengan aerasi 1,5 vvm. Menurut Walker (1998), pertumbuhan khamir maksimum terjadi pada hari ketiga. Selain itu, berdasarkan penelitian pendahuluan, pertumbuhan S. cerevisiae RN4 telah memasuki fase stasioner pada waktu fermentasi memasuki jam ke-14 (Lampiran 2). Hal ini yang mendasari proses fermentasi dihentikan setelah 84 jam, karena semakin lama waktu fermentasi laju pertumbuhan spesifik mikroba semakin menurun. Penurunan ini dapat disebabkan adanya penurunan konsentrasi nutrien-nutrien penting dalam media yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi hasil fermentasi (Rachman 1992). Parameter yang diukur selama fermentasi yaitu pertumbuhan (OD), kadar â-glukan, kadar glukosa, dan protein hidrolisat kultur. Perubahan-perubahan parameter yang terjadi pada tiap proses fermentasi ditunjukkan pada Gambar 4. Keempat gambar memperlihatkan pola perubahan parameter fermentasi yang hampir sama. Pada gambar terlihat pola produksi âglukan seiring dengan pola pertumbuhan S. cerevisiae. Hal ini diikuti dengan penurunan kadar glukosa dan kadar protein dalam kultur.
Pengukuran pertumbuhan berdasarkan kekeruhan atau turbiditas media relatif cepat dan mudah dilakukan, serta dapat memperkirakan jumlah dan massa sel tetapi tidak dapat membedakan sel yang hidup dan sel yang mati (Lim 1998). Dengan demikian, fase kematian yang ditandai dengan penurunan kurva pertumbuhan tidak terlihat. 6 5 Absorbansi
Pertumbuhan S. cerevisiae S. cerevisiae RN4 ditumbuhkan dalam media yang mengandung sumber karbon glukosa dengan sumber nitrogen yang berbeda-beda. Meskipun demikian, S. cerevisiae memiliki pola pertumbuhan yang sama seperti yang ditunjukkan Gambar 5. Pertumbuhan S. cerevisiae diukur berdasarkan kekeruhan media menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Media dengan sumber N pepton memberikan pertumbuhan yang tinggi, lebih tinggi dari pertumbuhan pada media dengan sumber N yang lain. Media dengan sumber N asam glutamat, urea, dan DAHP memperlihatkan pola pertumbuhan yang tidak berbeda jauh. S. cerevisiae dapat memanfaatkan sumber nitrogen tunggal dan sumber nitrogen kompleks untuk pertumbuhannya (Berry 1989). Namun, pertumbuhan S. cerevisiae pada media dengan sumber N kompleks seperti pepton jauh lebih tinggi dibandingkan pada media dengan sumber N tunggal seperti asam glutamat, urea, dan DAHP. Hal ini dapat disebabkan karena nitrogen biasanya menjadi faktor pembatas dan hanya diperlukan dalam jumlah yang sedikit untuk pertumbuhan dan aktivitas khamir (Malherbe et al. 2004). Selain itu, adanya amonium sebagai hasil dekomposisi sumber N dapat merepresi penyerapan asam amino yang juga dibutuhkan untuk pertumbuhan (Berry 1989). Penggunaan media kultur inokulum yang sama dengan media fermentasi dapat mempersingkat fase adaptasi (Rachman 1989), sehingga pada tahap awal fermentasi, pertumbuhan S. cerevisiae langsung memasuki fase eksponensial. Selama fase eksponensial, S. cerevisiae tumbuh pada laju pertumbuhan spesifik maksimum (Stanbury & Whitaker 1984). Setelah 22 jam waktu fermentasi, pertumbuhan mulai memasuki fase stasioner. Pada fase stasioner, populasi sel mencapai maksimum dan tidak bertambah lagi (Lee 1992), populasi masih aktif secara metabolik memproduksi metabolit sekunder (Stanbury & Whitaker 1984). Pada fermentasi diatas jam ke-48, kurva pertumbuhan cenderung meningkat. Keadaan ini dapat dijelaskan karena pada akhir fermentasi, kultur sudah banyak berkurang dan sel-sel yang mati cenderung mengendap sehingga aerasi sedikit terganggu. Hal ini dapat menyebabkan tidak homogennya kultur pada saat pengambilan sampel yang sangat mempengaruhi pengukuran turbidit asnya.
4 3 2 1 0 0
8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 Waktu fermentasi (jam)
Gambar 5 Pola pertumbuhan S. cerevisiae RN4 pada media dengan sumber N berbeda. ( ) N peptone, ( ), N asam glutamat ( ), N urea, dan ( ) sumber N DAHP Produksi â-glukan β-1,3 dan β-1,6 glukan bersama-sama dengan kitin dan manoprotein merupakan komponen struktural dinding sel S. cerevisiae yang terikat secara kovalen (Ha et al. 2002). β-1,3 -glukan disintesis melalui reaksi enzimatis yang kompleks (Raclavsky 1998). β-glukan sintetase yang berada di membran plasma (Lipke & Ovalle 1998) mengkatalisis sintesis β-glukan dari UDP-glukosa menurut reaksi berikut (Shematek et al.1980; Cabib et al. 2001): UDP- glukosa + (β-(1,3)-glukosa) n → UDP + (β-(1,3)-glukosa) n+ 1 β-glukan dapat diekstraksi dari dinding sel S. cerevisiae melalui ekstraksi basa. Namun, untuk mendapatkan β -glukan murni perlu dilakukan purifikasi lebih lanjut. Ekstraksi basa didasarkan pada sifat β-glukan yang mudah larut dalam basa (alkali). β-glukan diekstraksi menggunakan NaOH dengan bantuan panas, kemudian dipresipitasikan dalam etanol sehingga diperoleh β-glukan kasar (Lee et al. 2001). Bobot β -glukan kasar yang diperoleh selama fermentasi S. cerevisiae pada media dengan sumber nitrogen berbeda dapat dilihat pada Lampiran 9. Gambar 6 menunjukkan kadar β-glukan dalam kultur yang diekstraksi. Kultur yang diekstraksi sebanyak 30 mL yang di ambil pada beberapa titik waktu fermentasi.
Kadar ß-glukan (µg/L)
1000 800 600
Analisis Kimia Kebutuhan dasar nutrisi bagi mikroorganisme adalah energi atau sumber karbon, sumber nitrogen, dan unsur anorganik (Smith 1990). Analisis kadar glukosa dan kadar protein dilakukan untuk mengetahui penyerapan nutrien selama proses fermentasi. Pengukuran kadar glukosa menggunakan metode fenol sulfat dan kadar protein dengan metode Lowry. Gambar 7 memperlihatkan adanya penyerapan glukosa yang menyebabkan penurunan kadar glukosa dalam kultur selama fermentasi. Glukosa sebagai sumber karbon utama diserap melalui proses transfor aktif yang kemudian dimetabolisme untuk menghasilkan energi dan mensintesis bahan pembentuk sel, serta sintesis metabolit (Priest & Campbell 1996). Sumber N dalam media fermentasi digunakan untuk sintesis protein di dalam sel. Adanya penyerapan sel terhadap sumber N ini menyebabkan kandungan protein di dalam media semakin berkurang dengan lamanya waktu fermentasi (Gambar 8). Komposisi pepton yang kompleks menyebabkan kadar protein dalam media dengan sumber N pepton memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein pada media lain. Penurunan kadar glukosa dan kadar protein yang fluktuatif dapat disebabkan adanya metabolisme sel yang tidak stabil selama proses fermentasi. Metabolit primer yang dihasilkan selama fermentasi juga dapat mempengaruhi kadar nutrien dalam kultur.
300 Kadar glukosa (µg/L)
Pengambilan sampel kultur dilakukan setiap selang waku 4 jam mulai jam ke-4 dan setiap 12 jam setelah waktu fermentasi 48 jam. Kadar β -glukan pada kultur cenderung meningkat pada awal fermentasi dan relatif tetap pada akhir waktu fermentasi. Kadar βglukan yang fluktuatif sepanjang proses fermentasi dapat disebabkan adanya kesalahan positif dan kesalahan negatif yang mungkin terjadi selama proses ekstraksi. Adanya debris sel yang ikut terbawa pada saat pemisahan hasil ekstraksi NaOH dapat menambah bobot β-glukan yang diperoleh. Sedangkan kesalahan negatif yang dapat mengurangi bobot β-glukan dapat terjadi karena adanya βglukan yang ikut terbuang pada saat pemisahan presipitat. Kadar β-glukan paling tinggi diperoleh pada kultur dengan sumber N pepton dan terendah pada kultur dengan sumber N asam glutamat. Hasil ekstraksi β-glukan pada akhir fermentasi yaitu sebesar 933,33 mg/L dan 633,33 mg/L berturut-turut untuk kultur dengan sumber N pepton dan asam glutamat. Kultur dengan sumber N urea dan DAHP memberikan hasil akhir yang sama yaitu sebesar 733,33 mg/L. Berdasar hasil tersebut diatas, pepton merupakan sumber N yang bagus untuk produksi β-glukan. Namun, sebagai alternatif sumber N untuk produksi β-glukan, urea merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan DAHP. Urea lebih murah dan ketersediaannya yang melimpah sehingga mudah didapat. Selain itu, berdasarkan hasil ekstraksi sampel media dengan sumber N urea sepanjang waktu pengambilan sampel menghasilkan kadar β-glukan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sampel media dengan sumber N asam glutamat dan DAHP.
280 260 240 220
400
0
8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 Waktu fermentasi (jam)
200 0
8
16 24 32 40 48 56 64 72 80 Waktu fermentasi (jam)
Gambar 6
Kadar β-glukan hasil ekstraksi kultur S. cerevisiae RN4 pada media dengan sumber N berbeda. ( ) N peptone, ( ) N asam glutamat, ( ) N urea, dan ( ) N DAHP
Gambar 7 Kadar glukosa kultur selama fermentasi S. cerevisiae RN4 pada media dengan sumber N berbeda. ( ) N pepton, ( ) N asam glutamat, ( ) N urea, dan ( ) N DAHP
Development of Industrial Organisms. New York: Marcell D ekker.
Kadar protein (µg/L)
700 600
Cabib E et al. 2001. The yeast cell wall and septum as paradigms of cell growth and morphogenesis . J Biol Chem 276: 1967919682.
500 400 300 200 0
8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 Waktu fermentasi (jam)
Gambar
8 Kadar protein kultur selama fermentasi S. cerevisiae RN4 pada media dengan sumber N berbeda. ( ) N pepton, ( ) N asam glutamat, ( ) N urea, dan ( ) N DAHP
Chaplin MF. 1986. Monosaccharides . Di dalam: Chaplin MF, Kennedy JF, editor. Carbohydrate Analysis a Practical Approach. Ed ke-2. Oxford: Oxford University Press. Chees eman IM, Brown RMJr. 1995. Microscopy of Curdlan Structure. http://www.botany.utexas.edu/facstaff/fac pages/mbrown/ongres/icheese.htm. [27 Agustus 2004] Copeland RA. 1951. Methodes for Protein Analysis. New York: Chapman & Hall.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan S. cerevisiae RN4 memiliki kurva pertumbuhan tertinggi pada media fermentasi yang mengandung sumber nitrogen pepton. âGlukan dapat diproduksi dengan menggunakan sumber nitrogen yang lebih murah seperti urea. Kadar â-Glukan pada akhir fermentasi pada sumber N pepton sebesar 933.33 ìg/L, pada sumber N asam glutamat sebesar 633.33 ìg/L, dan pada sumber N urea dan DAHP masing-masing sebesar 733.33 ìg/L. Urea dapat dijadikan sumber N alteratif pengganti pepton. Saran Perlu dilakukan purifikasi dan karakterisasi â-glukan yang diperoleh untuk mendapatkan â-glukan murni sehingga dapat dilakukan pembandingan berdasarkan kualitas.
Crueger W, Crueger A. 1984. Biotechnology: A Textbook of Industrial Microbiology. Brock TD, editor. Madison: Science Tech. Ha CH et al. 2002. Analysis of alkali-soluble glucan produced by Saccharomyces cerevisiae wild-type and mutants. Appl Microbiol Biotechnol 58: 370-377. Hunter KWJr, Gault RA, Berner MD. 2002. Preparation of microparticulate â-Glucan from Saccharomyces cerevisiae for use in immune potentiation. Letters in Applied Microbiology 35: 267. Jezequel V. 1998. Curdlan: A new functional beta-Glukan. Cereal Foods World 43: 361-364. Kulickle WM, Lettau AL, Thielking H. 1996. Correlation between immunological activity, molar mass, and molar structure of different (1,3)-â-D-Glucans. Carbohydrate Research 297: 135 -143.
DAFTAR PUSTAKA
Lee JM. 1992. Biochemical Engineering. New Jersey: Prentice Hall.
Bains W. 1998. Biotechnology from A to Z. Ed ke-2. New York: Oxford University Press.
Lee JN et al. 2001. Purification of soluble âGlucan with immuno-enhancing activity from the cell wall of yeast. Bioschi. Biotechnol. Biochem 65: 837-841.
Ber L. 1997. Yeast derived beta-1,3-DGlucan: an adjuvant concept. http://www.tldp.com/issue/184/Yeast%20 Derived%20Beta.htm [27 Agustus 2004] Berry DR. 1989. Growth of Yeast. Di dalam: Neway JO, editor. Fermentation Process
Lee M, Moon CJ, Lee JH. 2003. Effect of fermentation condition on the curdlan production. www.cape.canterbury.ac.nz/ webdb/ Apcche Proceedings/ APPCHE/ data/ 131rev.pdf [27 Agustus 2004].