HASIL DAN PEMBAHASAN Algoritma Cepat Penduga GS Sebagaimana halnya dengan algoritma cepat penduga S, algoritma cepat penduga GS dikembangkan dengan mengkombinasikan algoritma resampling dan algoritma I-step. Dalam hal ini, algoritma resamping dan algoritma I-step yang digunakan dalam algoritma cepat penduga S dimodifikasi guna menyelaraskan formula yang diterapkan dengan rumusan yang dipakai dalam penghitungan penduga GS. Inti dari modifikasi ini terletak pada penggantian skala sisaan dengan skala selisih sisaan dalam semua penghitungan. Untuk algoritma resampling,
hasil
modifikasi
dimaksud
diintegrasikan
dalam
langkah
penghitungan algoritmik yang dibahas pada paragraf di bawah ini. Sementara untuk algoritma I-step, formula iteratif yang telah dimodifikasi dapat dilihat pada Persamaan (8) dan Persamaan (9). Algoritma resampling untuk algoritma cepat penduga GS diawali dengan pengambilan secara acak dan ̂
resampel berukuran
∆
parameter regresi resampel ke-
dari data untuk mendapatkan
yang merupakan nilai awal kandidat dugaan kekar dan kandidat dugaan kekar skala sisaan ̂ ∆ 1, … , . Dalam hal ini,
dengan
terkecil yang dihitung dengan data resampel dan ̂
pada
adalah dugaan kuadrat ∆
ialah dugaan
kekar skala selisih sisaan yang diperoleh dengan data asli dengan rumus ∆
∆ ̂
′
,1
.
′
. Proses ini diilustrasikan dengan
diagram alir Gambar 6. Sementara itu, untuk algoritma I-step, formula iteratif penghitungan dugaan kekar skala sisaan ke-
̂
∆
1 , ̂
̂
∆
∆
yang dirumuskan sebagai: ∆
1 ̂
∆
,
8
22 Start Untuk
1 sampai dengan
Ambil subsampel berukuran
Hitung dugaan kuadrat terkecil berdasarkan data resampel ke-
Dengan data asli, hitung sisaan
Hitung selisih sisaan ∆
Hitung dugaan kekar skala ̂
∆
End
Gambar 6 Diagram alir algoritma resampling untuk penduga GS dari penyelesaian persamaan:
dan dugaan kekar regresi
0
,
dengan fungsi
∆ , ̂
′
,1
∆
dimana
9
untuk
pada Persamaan (3). Misalkan hasil yang diperoleh di sini dan ̃
dilambangkan dengan
∆
. Diagram alir algoritma I-step
dalam konteks ini diilustrasikan pada Gambar 7 dan proses penghitungannya dijabarkan sebagai berikut: Untuk 1 bobot
0,1, … hitung: ∆ , ′ ̂
′
∆
,1
′
;
23
dengan menyelesaikan persamaan ∑
2 ′
, ′
′
′
′
0;
′′
′
3 sisaan 4 selisih sisaan ∆
,1
;
′
,1
′
′
;
5 skala selisih sisaan yang diperbaiki ̂
̂
∆
∑
∆
′
∆
′
̂
∆
.
Start 1 sampai dengan
Untuk
̂
Masukkan
∆ , ′
dari ∑
Hitung
′
̂
′
0, 1, 2, …
Untuk
Hitung bobot
′
,1
∆
, ′
′
′
0
′′
′
′
Hitung sisaan
0, 1, 2,…
,
,1
Hitung selisih sisaan ∆
Hitung
̂
′
′
∆
̂
∆
,1
′
∑
′
End
Gambar 7 Diagram alir algoritma I-step untuk penduga GS
∆
′
̂
∆
24
Seperti yang diterapkan pada penduga S, hasil yang diperoleh dengan 3
algoritma resampling dan algoritma I-step, yang diterapkan sebanyak
ulangan, dalam membangun algoritma cepat penduga GS merupakan kandidat dugaan yang mesti diperbaiki dengan penghitungan lebih lanjut hingga hasil yang dapat bersifat konvergen. Dalam hal ini, penghitungan juga dilakukan hanya 5 kandidat dugaan terbaik dan proses dilalui dijabarkan sebagai
untuk berikut: 1 Untuk 1
dan ̃
, hitung
∆
0,1,2, …,
,
hingga konvergen dengan algoritma I-step untuk nilai awal ̃
∆ , ̃
,
bangun
∆
,1
max
gugus
; ∆
, jika ∑
2 untuk dan ̃
∆
maka hitung
hingga konvergen dengan algoritma I-step, , ̃
perbaharui gugus pasangan
∆
yang sudah ada
dan ̃
dengan mensubstitusi nilai dugaan
∆
diperoleh dan mengeluarkan pasangan yang hasilkan sebelumnya,
dan
max
hitung ∆
̃
3 ulangi langkah 2 hingga
dugaan
dan misalkan
∆ ̃
pasangan
dan
yang baru pada iterasi kembali
;
.
Misalkan dugaan regresi dan dugaan kekar skala sisaan yang dihasilkan pada tahap ini adalah
dan ̃
, 1
pendekatan di atas diilustrasikan pada Gambar 8.
. Diagram alir untuk
25
Start Untuk 1sampai dengan
Masukkan nilai ̃
∆
dan
Hitung dengan I-step
Ya
dan ̃
∆
,
hingga konvergen Bangun gugus pasangan dugaan
Tidak
, ̃
∆
Hitung
sebagai
max Ya
∆
̃
∆
Hitung dengan I-step hingga konvergen ∆
dan ̃
Tidak
Perbaharui gugus pasangan dugaan dengan substitusi nilai yang baru diperoleh , ̃
∆
sebagai
Hitung kembali max ̃
∆
End
Gambar 8
Diagram alir penghitungan cepat penduga GS
kandidat terbaik dalam algoritma
26
Berdasarkan pembahasan di atas, algoritma cepat penduga GS untuk pendugaan parameter model regresi linear berganda dapat disarikan seperti berikut: 1
ambil
resampel berukuran ,
dugaan
1, … ,
yang tidak kolinear dari data asli, hitung
dengan
metoda ∆
menggunakan data resampel, dan hitung ̂ 2
terapkan
kuadrat
kali I-step dengan nilai awal
terkecil
dengan
dengan data asli; dan ̂
∆
untuk
memperoleh dugaan regresi dan dugaan kekar skala selisih sisaan yang dan ̃
diperbaiki yang dilambangkan dengan 3
∆
;
hitung dugaan regresi dan dugaan kekar skala selisih sisaan menerapkan I-step untuk kandidat penduga yang memenuhi syarat hingga konvergen dengan nilai dan ̃
awal 1 4
∆
′
dan menghasilkan
′
dan ̃
∆
′
,
′
;
ambil dugaan
dengan dugaan kekar skala selisih sisaan ̃
′
′
∆
′
yang minimal sebagai dugaan regresi . Diagram alir untuk langkah di atas diilustrasikan dengan Gambar 9. Dugaan parameter
′
yang dihasilkan pada langkah di atas kemudian
digunakan dalam pendugaan intersep yang dipandang sebagai sisaan ′
′
′
. Dugaan intersep didapatkan dengan menggunakan pendugaan M
lokasi dengan dugaan skala diketahui. Formula yang dipakai dalam penghitungan ini didasarkan pada pendekatan yang dikemukakan Maronna et al. (2006, 39). Berikut ini proses yang dimaksud. 1 Masukkan nilai 2 Hitung
.
sisaan
med awal
′
′
, skala ̂ ′
,
′
′
̂
′
′
di mana
′
.
,
dugaan med
awal
intersep
′
untuk fungsi
, dan bobot pada
27
Persamaan (3) namun tuning constant yang digunakan pada fungsi
adalah
4.68. 0, 1, 2, …
3 Untuk
∑
a hitung
,
′
∑
;
, ′
b hitung
, ̂
′
; 10
c berhenti jika
̂
′
.
Diagram alir untuk langkah penghitungan ini diilustrasikan dengan Gambar 10 dan kode R untuk semua langkah di atas dilampirkan pada Lampiran 1. Start
Masukkan data
ambil
1, … ,
terapkan ∆ ̃
,
resampel berukuran , hitung dugaan ̂
∆
kali I-step untuk memperoleh dengan nilai awal
dan ̂
dan ∆
hitung dugaan dan ̃ ∆ ,1 dengan I-step untuk kandidat penduga yang memenuhi syarat hingga konvergen dengan nilai awal ambil dugaan ̃
∆
dan ̃
dengan dugaan kekar skala sisaan yang minimal sebagai dugaan regresi
End
Gambar 9
∆
Diagram alir algoritma cepat penduga GS
28
Start
′
Masukkan
Hitung sisaan
′
′
′
Hitung dugaan awal intersep med ′ Hitung skala ̂ .
′
med
′
Hitung bobot awal ′
̂
′
,
Misalkan eps = 1e-20, error = 1, dan 0
error > eps?
Ya
∑
Hitung
,
′
∑
,
′
Hitung
, ̂
Hitung
Hitung
′
Tidak
̂
′
1
End
Gambar 10 Diagram alir penghitungan intersep pada algoritma cepat penduga GS
29
Dengan merangkum ulasan tentang penduga S, algoritma cepat penduga S, penduga GS, dan algoritma cepat penduga GS yang telah dikemukakan sebelumnya, perbandingan proses penghitungan keempat pendekatan tersebut dapat ditunjukkan dengan Tabel 1. Tabel 1 Perbandingan cara kerja penduga S, algoritma cepat penduga S, penduga GS, dan algoritma cepat penduga GS Metoda
Komputasi Metoda projection pursuit
Penduga S
Kombinasi algoritma resampling dan langkah perbaikan lokal
Keterangan Dikemukakan oleh Rousseeuw dan Yohai (1984) Dikemukakan oleh Ruppert (1992 diacu dalam SalibianBarrera dan Yohai 2006)
Kombinasi algoritma resampling dan algoritma I-step
Dikemukakan oleh Salibian-Barrera dan Yohai (2006)
Penduga GS
Kombinasi algoritma resampling dan langkah perbaikan lokal
Dikemukakan oleh Croux et al. (1994)
Algoritma cepat Penduga GS
Kombinasi algoritma resampling dan algoritma I-step
Algoritma cepat Penduga S
Selanjutnya, perbedaan spesifik antara penduga S dan penduga GS dapat disarikan seperti Tabel 2. Tabel 2 Perbedaan Penduga S dan Penduga GS Kriteria Besaran skala yang digunakan Tuning constant dalam fungsi biweight Tukey
Penduga S Skala sisaan 1.547
Penduga GS Skala selisih sisaan 0.9958
Aplikasi pada model dengan atau tanpa intersep
Bisa digunakan untuk pendugaan model dengan atau tanpa intersep
Hanya bisa digunakan untuk model dengan intersep
Dugaan intersep
Diperoleh bersamaan dengan parameter yang lain
Tidak bisa dihitung secara langsung dalam pendugaan parameter melainkan diduga secara terpisah dengan dugaan kekar lokasi
30
Pembangkitan Data 1
Data dibangkitkan dengan menggunakan model regresi 2 dan
untuk jumlah peubah penjelas
1
5. Pada kedua kondisi, data yang dibangkitkan berukuran contoh
untuk
60 untuk kasus tanpa nilai pencilan dan dengan nilai pencilan, yakni dengan 0.05, dan 0.15. Pencilan yang dibangkitkan adalah pencilan sisaan
proporsi
1 dan 3.
10 dan 100 dan ragam
dengan rataan
Di samping itu, data juga dibangkitkan dengan mengunakan model 0.5
3
2 0.5
1.5
2 dan
untuk jumlah peubah penjelas 0.5
berukuran contoh
1.5
1
2
5. Data yang dibangkitkan yang
untuk
60 untuk kasus tanpa nilai pencilan dan dengan nilai 0.05, dan 0.15, namun data hanya memuat
pencilan dengan proporsi
10 dan ragam
pencilan sisaan dengan rataan
1.
Berdasarkan salah satu gugus data yang dibangkitkan untuk data dengan model plot
1
untuk nilai seeding 1, diperoleh plot
terhadap
dan
seperti Gambar 11 s.d. 14. Residuals vs Fitted
10
58
5
59
0
Residuals
60
-1
0
1
2
3
Fitted values lm(y1 ~ x)
Gambar 11 Plot
terhadap
contoh
60, jumlah peubah
proporsi pencilan 1
untuk data yang dibangkitkan 2, model
5% yang memiliki rataan
1
dengan ukuran , dan 10 dan ragam
31
5
Normal Q-Q
4
58
60
2 1 -1
0
Standardized residuals
3
59
-2
-1
0
1
2
Theoretical Quantiles lm(y1 ~ x)
Gambar 12 Plot
untuk satu data yang dibangkitkan dengan ukuran contoh 60, jumlah peubah
2, model
1
, dan
5% yang memiliki rataan
proporsi pencilan
10 dan ragam
1
10
Residuals vs Fitted
53
58
-5
0
Residuals
5
56
0
1
2
3
4
Fitted values lm(y2 ~ x)
Gambar 13 Plot contoh
terhadap
untuk satu data yang dibangkitkan dengan ukuran
60, jumlah peubah
dan proporsi pencilan ragam
1
2, model
1
,
15% yang memiliki rataan
10 dan
32
3
Normal Q-Q
58
53
1 -1
0
Standardized residuals
2
56
-2
-1
0
1
2
Theoretical Quantiles lm(y2 ~ x)
Gambar 14 Plot
untuk satu data yang dibangkitkan
contoh
60, jumlah peubah
dan proporsi pencilan ragam
2, model
dengan ukuran 1
,
15% yang memiliki rataan
10 dan
1
Plot yang diperoleh pada Gambar 11 dan 12 menunjukkan bahwa pembangkitan data dengan 5% nilai pencilan sisaan menghasilkan tepat 5% (tiga data) pencilan sisaaan. Sedangkan Gambar 13 dan 14 memperlihatkan bahwa pembangkitan data dengan 15% nilai pencilan sisaan tidak tepat menghasilkan 15% (sembilan data) yang juga nilai pencilan sisaaan. Akan tetapi, secara visual sembilan data tersebut tidak mengikuti pencaran 51 data yang lain. Kondisi yang serupa juga ditemukan pada pembangkitan data dengan ukuran contoh dan jumlah peubah proporsi pencilan
5, model
1
60 , dan
5%, 15%. Efisiensi Relatif Algoritma Cepat Penduga S dan Algoritma Cepat Penduga GS
Berdasarkan simulasi di atas, kinerja algoritma cepat penduga GS dibandingkan dengan algoritma cepat S dengan memperhatikan nilai efisiensi relatif dugaan yang diperoleh yang dihitung untuk data tanpa pencilan dan pada data dengan 5% pencilan. Dalam hal ini pembandingan dilakukan pada dua kondisi, yakni kasus dengan jumlah peubah penjelas
2 dan
5.
33
Pembandingan pada kasus pertama dilakukan dengan menggunakan data 1
yang dibangkitkan dengan model
untuk nilai pencilan dengan
rataan 10 dan 100 dan ragam 1 dan 3. Hal yang sama juga dilakukan pada kasus 5 yang menggunakan model pembangkit
dengan jumlah peubah penjelas 1
.
ditampilkan pada Tabel 3 dan untuk
Hasil
penghitungan
untuk
2
5 pada Tabel 4.
Tabel 3 Efisiensi relatif untuk data dengan dua peubah penjelas Proporsi Rataan Ragam Pencilan Pencilan Pencilan
10 5% 100
1 3 1 3
tanpa pencilan
Efisiensi Relatif FAST S FAST GS Simp Simp Rataan Rataan Baku Baku 2.542 2.639 23.130 23.174 1.068
0.260 0.411 2.321 2.369 0.050
2.525 2.621 23.129 23.174 1.012
0.256 0.412 2.318 2.370 0.013
Tabel 4 Efisiensi relatif untuk data dengan lima peubah penjelas Proporsi Rataan Ragam Pencilan Pencilan Pencilan
10 5% 100 tanpa pencilan
1 3 1 3
Efisiensi Relatif FAST S FAST GS Simp Simp Rataan Rataan Baku Baku 2.576 2.629 23.312 23.307 1.179
0.263 0.448 2.259 2.234 0.164
2.514 2.571 23.291 23.286 1.020
0.241 0.436 2.250 2.224 0.108
Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, algoritma cepat penduga GS memiliki rataan efisiensi relatif yang lebih kecil dari pada algoritma cepat penduga S dalam semua kondisi. Hasil ini menunjukkan bahwa algoritma cepat penduga GS memiliki efisiensi yang lebih baik dari pada algoritma cepat penduga S. Sehingga aplikasi algoritma cepat penduga GS pada data yang tidak begitu jauh menyimpang dari asumsi normalitas galat memberikan hasil yang lebih mendekati hasil yang diperoleh dengan metoda kuadrat terkecil dari pada aplikasi algoritma cepat penduga S. Bahkan untuk data tanpa pencilan algoritma cepat penduga GS
34
memiliki kinerja yang baik yang ditandai dengan efisiensi relatif yang mendekati 1. Berbeda dengan hasil yang diperoleh untuk
dugaan yang akan diulas
pada bagian berikut, nilai efisiensi relatif dipengaruhi oleh nilai rataan dan ragam pencilan yang ditunjukkan oleh perbedaan rataan nilai efisiensi relatif yang signifikan antara data tanpa pencilan, data dengan pencilan yang mempunyai rataan 10, dan data dengan pencilan yang memiliki rataan 100 untuk kedua kasus pada Tabel 3 dan Tabel 4. Perbedaan ini terjadi karena kekekaran penduga S dan penduga GS hanya untuk dugaan bukan untuk nilai fitted. Namun demikian, kondisi ini tidak menjadi masalah karena aspek yang diperhatikan pada tinjauan tentang efisiensi relatif hanya pada perilaku hasil penghitungan untuk data yang tidak begitu menyimpang dari asumsi normalitas atau bahkan dengan sempurna memenuhi asumsi normalitas. Proporsi, rataan, dan ragam pencilan bukanlah aspek yang dipertimbangkan dalam melihat efisiensi relatif.
Perbandingan
Metoda Kuadrat Terkecil,
Algoritma Cepat Penduga S, dan Algoritma Cepat Penduga GS Data simulasi di atas, kinerja algoritma cepat penduga GS juga dapat dibandingkan dengan algoritma cepat S dan metoda kuadrat terkecil dengan memperhatikan nilai
dugaan yang diperoleh dari ketiga pendekatan. Dalam
hal ini pembandingan dilakukan pada dua kondisi, yakni kasus dengan model yang sama dan model yang berbeda. Pembandingan
pada
kasus
model
yang
sama
dilakukan 1
menggunakan data yang dibangkitkan dengan model jumlah peubah penjelas
2 dan dengan model
dengan untuk
1
5. Hasil dimaksud ditampilkan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
untuk
Sedangkan pembandingan pada kasus dua model yang berbeda dilaksanakan 1
dengan menggunakan data yang dibangkitkan dengan model dan
0.5
2
0.5
dan 1.5
2 dan dengan
untuk jumlah peubah penjelas
1
model 0.5
3
untuk
1
2
1.5
5. Namun hasil yang diamati hanya pada data
35
dengan nilai pencilan yang memiliki rataan 10 dan ragam 1. Hasil pembandingan yang kedua ini ditampilkan pada Tabel 7.
Tabel 5 Perbandingan Rataan Pencilan
dugaan untuk data dengan nilai pencilan Ragam Pencilan
OLS
Fast S
Fast GS
2 peubah penjelas dengan 5% data pencilan 10
1 3
0.671 0.672
0.459 0.459
0.294 0.296
100
1 3
6.549 6.539
0.459 0.459
0.294 0.294
2 peubah penjelas dengan 15% data pencilan 10
1 3
1.664 1.675
0.441 0.446
0.353 0.356
100
1 3
16.651 16.649
0.441 0.441
0.354 0.355
5 peubah penjelas dengan 5% data pencilan 10
1 3
0.873 0.921
0.661 0.670
0.403 0.392
100
1 3
8.092 8.120
0.669 0.669
0.392 0.392
5 peubah penjelas dengan 15% data pencilan 10
1 3
1.883 1.951
0.646 0.642
0.446 0.449
100
1 3
18.826 18.839
0.640 0.640
0.437 0.444
Berdasarkan Tabel 5,
dugaan yang diperoleh dengan algoritma
cepat penduga GS lebih kecil dari pada yang didapatkan dengan metoda kuadrat terkecil dan algoritma cepat penduga S untuk jumlah peubah penjelas, proporsi, rataan, dan ragam pencilan yang sama. Hasil ini menunjukkan bahwa dugaan yang diperoleh dengan algoritma cepat penduga GS untuk data dengan pencilan mempunyai efisiensi yang lebih baik dari pada yang diperoleh dengan metoda metoda kuadrat terkecil dan algoritma cepat penduga S dalam semua kondisi. Hal ini sesuai dengan teori penduga GS mempunyai efisiensi yang lebih baik dari pada penduga S.
36
Tabel di atas juga memperlihatkan bahwa
dugaaan yang diperoleh
dengan algoritma cepat penduga GS maupun algoritma cepat penduga S pada suatu proporsi pencilan tertentu memiliki nilai yang sama meskipun data dibangkitkan dengan pencilan yang mempunyai rataan dan ragam yang berbeda. Hasil ini menunjukkan perilaku kekekaran penduga GS dan penduga S. Kedua penduga resisten terhadap pencilan. Namun tidak demikian halnya dengan dugaan yang diperoleh dengan metoda kuadrat terkecil. Dugaan kuadrat terkecil sangat sensitif terhadap pencilan. Sehingga peningkatan rataan pencilan mengakibatkan peningkatan
dugaan
secara signifikan. Akan tetapi peningkatan ragam pencilan hanya mengakibatkan sedikit menurunkan nilai
. Penurunan nilai
ini disebabkan oleh fakta
bahwa peningkatan ragam menyebabkan nilai pencilan yang dihasilkan lebih menyebar sehingga pencilan yang diperoleh akan mendekati data yang bukan pencilan. Di sisi lain, Tabel 5 juga menunjukkan bahwa pertambahan jumlah peubah penjelas juga diikuti dengan peningkatan nilai
dugaan yang diperoleh dari
ketiga pendekatan. Peningkatan ini lebih dipengaruhi oleh bertambahnya suku positif pada penjumlahan yang digunakan dalam penghitungan karena merupakan jumlah kuadrat. Sehingga penambahan jumlah peubah penjelas mengakibatkan peningkatan suku positif yang dijumlahkan. Peningkatan nilai
juga seiring dengan pertambahan proporsi pencilan
untuk dugaan yang dihasilkan dengan algoritma cepat penduga GS dan metoda kuadrat terkecil. Sebaliknya, nilai
dugaan yang didapatkan dengan
algoritma cepat penduga S cenderung menurun, namun bila dibandingkan dengan dugaan dari algoritma cepat GS maka nilai yang dihasilkan tetap lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa algoritma cepat penduga GS mempunyai efisiensi yang semakin baik bila digunakan pada data dengan proporsi pencilan yang semakin rendah. Kondisi yang lebih ekstrim dapat ditemukan pada data tanpa pencilan. Pada data tanpa pencilan,
dugaan yang diperoleh dengan algoritma
cepat penduga GS mendekati nilai yang diperoleh dengan metoda kuadrat terkecil. Sementara itu, nilai yang diperoleh dengan algoritma cepat penduga S lebih besar
37
dari apa yang diperoleh dari kedua pendekatan tersebut. Fakta ini sesuai dengan perilaku penduga S yang merupakan penduga kekar yang memiliki nilai titik breakdown yang tinggi namun mempunyai efisiensi yang rendah. Penggunaan penduga S untuk pendugaan parameter model pada data yang tidak begitu jauh menyimpang dari asumsi normalitas menghasilkan nilai dugaan yang tidak baik. Perbandingan
dugaan pada data tanpa pencilan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Perbandingan
dugaan untuk data tanpa nilai pencilan
Jumlah Peubah Penjelas 2 5
OLS
Fast S
0.221 0.327
Fast GS
0.467 0.697
0.287 0.392
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pembangkitan data dalam penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan model yang berbeda. Tabel 7 menampilkan perbandingan
Tabel 7 Perbandingan
dugaan yang diperoleh dari ketiga pendekatan.
dugaan untuk dua model berbeda
Model
OLS
Fast S
Fast GS
2 peubah penjelas dengan 5% data pencilan 1 2
0.671 0.671
0.459 0.459
0.294 0.294
2 peubah penjelas dengan 15% data pencilan 1 2
1.664 1.664
0.441 0.441
0.353 0.353
5 peubah penjelas dengan 5% data pencilan 3 4
0.873 0.873
0.661 0.661
0.403 0.403
5 peubah penjelas dengan 15% data pencilan 3 4 Keterangan
1.883 1.883 : 1: 2: 3: 4:
1 0.5 3 1 1 2
0.646 0.643
0.446 0.446
2 1.5
0.5
0.5
1.5
38
Tabel 7 memperlihatkan bahwa jika data dibangkitkan secara simultan dengan rataan dan ragam pencilan yang bernilai sama, maka
dugaan yang
diperoleh untuk dua model yang berbeda akan bernilai sama pula. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa perbedaan model yang digunakan pada pembangkitan data hanya mengakibatkan penambahan atau pengurangan pada nilai dugaan. Sebagai contoh, misalkan data dibangkitkan dengan menggunakan ,…,
model yang berkoefisien ,…, ,…, 1, … ,
,…,
, maka untuk dengan 1. Akibatnya,
dan menghasilkan dugaan dengan dimana
∑
diperoleh
sebarang konstanta dan ∑
.