BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPP/H) atau attention deficit/
hyperactivity
disorder
(ADHD)
adalah
salah
satu
gangguan
neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-anak dan merupakan salah satu kondisi kesehatan kronik yang sering dialami anak usia sekolah. Gejala utama GPP/H berupa ketidakmampuan memusatkan perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas yang tidak sesuai dengan usia perkembangan (APA, 1994; AAP, 2000). Berdasarkan sebuah kajian sistematis yang dikumpulkan dari seluruh dunia didapatkan prevalensi GPP/H sebesar 5,29% (dengan CI 95% antara 5,01– 5,56). Didapatkan adanya perbedaan prevalensi yang besar antara berbagai penelitian yang terutama disebabkan oleh perbedaan karakteristik metodologi penelitian (Polanczyk, et.al, 2007). Penelitian mengenai GPP/H di Yogyakarta dan Jakarta menunjukkan prevalensi GPP/H yang berbeda-beda. Penelitian pada murid taman kanak-kanak di kotamadya Yogyakarta yang dilakukan oleh Kiswarjanu (2007) mendapatkan prevalensi GPP/H sebesar 0,4%, sedangkan Gamayanti (2000) mendapatkan prevalensi sebesar 6,68%. Prevalensi GPP/H pada murid sekolah dasar di kecamatan Banguntapan kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 5,37% (Wihartono, 2007). Saputro (2009) mendapatkan prevalensi GPP/H yang
1
lebih tinggi pada murid sekolah dasar di Jakarta, sebesar 26,2%. Berdasarkan data tersebut, prevalensi GPP/H di Indonesia sesuai dengan prevalensi GPP/H secara umum, bahkan di Jakarta relatif lebih tinggi. GPP/H mempunyai dampak yang besar baik bagi individu maupun masyarakat. Dampak ini meliputi berbagai aspek antara lain biaya kesehatan, stress dalam keluarga, akademik-vokasional dan terhadap rasa harga diri (self esteem) individu (Spenser, et.al, 1998). Anak dengan GPP/H bisa mempunyai gejala yang
berlanjut hingga
dewasa dan dapat mengakibatkan masalah psikososial yang lebih buruk seperti gagal sekolah, penyalahgunaan narkotika alkohol dan zat adiktif lain, gangguan tingkah laku (kenakalan, perbuatan kriminal) serta konflik dalam keluarga (Saputro, 2009). Etiologi GPP/H adalah multifaktorial, yang merupakan perpaduan antara faktor genetik dan faktor lingkungan yang didapat. Faktor genetik mempunyai keterlibatan yang kuat dalam GPP/H, terutama terkait dengan defisit dopamin (Millichap, 2008). Kejadian GPP/H berkaitan erat dengan disfungsi sistem adrenergik dan dopaminergik (Sadock dan Sadock, 2003). Psikostimulan merupakan obat lini pertama yang telah diterima secara baik untuk terapi GPP/H. Efikasi psikostimulan untuk GPP/H telah ditunjukkan lebih dari 100 randomized controlled trial (RCT). Meskipun demikian pada 30% kasus GPP/H yang mendapatkan terapi psikostimulan tidak menunjukkan perbaikan gejala. Selain itu psikostimulan mempunyai berbagai efek samping. (Hanretta dan Fogel, 2003).
2
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa nutrisi mempunyai peranan dalam etiologi dan terapi GPP/H, salah satu diantaranya adalah zink (Sinn, 2008). Zink merupakan mikronutrien esensial untuk perkembangan dan fungsi sistem saraf pusat (Black, 1998). Zink diduga mempunyai hubungan dengan GPP/H melalui keterlibatan zink dalam pembentukan dan pengaturan melatonin yang mengatur fungsi dopamin (Sandyk, 1990; Chen, et.al, 1999 cit Arnold dan DiSilvestro, 2005). Penelitian yang dilakukan di beberapa negara menunjukkan hasil yang konsisten mengenai hubungan antara zink dengan GPP/H. Didapatkan bukti bahwa kadar zink pada anak dengan GPP/H lebih rendah dibandingkan kontrol (Bekaroglu, et.al, 1996; Toren, et.al, 1996; Starobart-Hermelin, 1998 ; Yorbik, et.al, 2008; Kiddie, et.al, 2010). Disamping itu, didapatkan juga adanya hubungan yang negatif antara kadar zink dengan keparahan gejala GPP/H, dimana anak yang mempunyai kadar zink lebih rendah mempunyai gejala GPP/H yang lebih berat (Arnold, et.al, 2005). Sebuah studi menunjukkan pemberian zink sebagai terapi tambahan metilfenidat memberikan perbaikan gejala GPP/H yang lebih bermakna dibandingkan dengan yang mendapatkan terapi metilfenidat saja (Akhondzadeh, et.al, 2004). Pemberian suplementasi tunggal dengan zink pada anak GPP/H menyebabkan penurunan keparahan gejala yang bermakna dibandingkan dengan plasebo (Billici, et.al, 2004). Keterlibatan zink dalam etiologi maupun terapi GPP/H apabila terbukti, dapat menjadi alternatif terapi yang murah, relatif aman, mempunyai efek
3
samping minimal, dan dapat digunakan sebagai terapi pendamping dalam pengelolaan pasien GPP/H. Hal ini memberikan harapan baru mengingat GPP/H merupakan kondisi kesehatan yang kronis yang memerlukan pengelolaan jangka panjang dengan biaya yang mahal (Arnold dan DiSilvestro, 2005). Belum didapatkan data mengenai hubungan antara kadar zink serum dengan kejadian GPP/H pada anak di Indonesia.
B. Perumusan Masalah GPP/H merupakan gangguan neurobehavioral yang paling sering pada anak-anak, dengan dampak psikososial yang besar bagi individu dan masyarakat. Prevalensi GPP/H di Indonesia cukup tinggi. Penelitian di berbagai negara menunjukkan keterlibatan zink dalam etiologi dan terapi GPP/H. Zink diduga terlibat dalam GPP/H melalui pembentukan melatonin yang mengatur fungsi dopamin yang berperan penting dalam kejadian GPP/H. Belum didapatkan data mengenai hubungan antara kadar zink plasma dengan GPP/H pada anak di Indonesia.
C. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat perbedaan proporsi defisiensi zink plasma pada anak yang menderita GPP/H dibandingkan anak yang tidak menderita GPP/H?
4
D. Tujuan Penelitian Mengetahui perbedaan proporsi defisiensi zink plasma pada anak yang menderita GPP/H dibandingkan anak yang tidak menderita GPP/H.
E. Manfaat Penelitian Informasi yang didapatkan dari hasil penelitian mengenai hubungan antara kadar zink plasma dengan GPP/H pada anak ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Praktisi medis Menambah wawasan pengetahuan mengenai kadar zink plasma pada anak yang menderita GPP/H dan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan kadar zink plasma dalam pendekatan terapi pada anak dengan GPP/H. 2. Penderita GPP/H dan masyarakat Mengetahui pentingnya pemeriksaan kadar zink plasma pada anak dengan GPP/H yang dapat digunakan dalam pertimbangan terapi. 3. Pengambil keputusan/institusi kesehatan Mengetahui pentingnya pemeriksaan kadar zink plasma pada anak dengan GPP/H dan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. 4. Ilmu pengetahuan Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
5
F. Keaslian Penelitian Tabel 1. Penelitian Hubungan antara Kadar Zink dengan GPP/H Peneliti Toren, et.al, 1996, Israel.
Bekaroglu, et.al, 1996, Turki.
StarobartHermelin, 1998.
Yorbik, et.al, 2008, Turki.
Subyek penelitian 43 anak GPP/H berdasarkan DSM-III-TR, umur 6-16 th dengan 28 kontrol matching dalam umur. 48 anak GPP/H berdasarkan DSM-III-TR dan 45 kontrol.
Tujuan
Hasil
Menilai kadar zink serum GPP/H dibanding kontrol.
Kadar zink serum anak GPP/H lebih rendah dibandingkan kontrol (11,9 ± 4,18 dibandingkan 13,2 ± 2,0 µg/dL, dengan p < 0,05). Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar zink dengan dosis metilfenidat. Rerata kadar zink serum anak GPP/H lebih rendah dibandingkan kontrol (60,6 ± 9,9 dibanding 105,8 ± 13,2 µg/dL dengan p < 0,001).
Menilai hubungan asam lemak bebas dan zink serum dengan GPP/H. Clinical trial, Salah 116 anak satunya dengan GPP/H adalah berdasarkan untuk DSM-IV mengetahui dibandingkan frekuensi kontrol. defisiensi Mg, Cu, Zn, Ca, Fe. 28 anak GPP/H Menilai berdasarkan hubungan DSM-IV kadar zink dengan 24 plasma kontrol. dengan gelombang P1, N1, P3 anak GPP/H dibanding kontrol.
Kadar Mg, Cu, Zn, Ca, Fe pada anak GPP/H lebih rendah dibandingkan kontrol, dengan defisiensi yang paling sering adalah Mg.
Kadar zink plasma anak GPP/H lebih rendah dibandingkan kontrol, dan zink plasma yang rendah mempunyai efek terhadap gelombang N2 yang menggambarkan perbedaan proses inhibisi.
6
Peneliti Kiddie, et.al, 2010, Kanada.
Subyek penelitian 44 anak GPP/H berdasarkan DSM-IV, umur 6-12 th dibandingkan data populasi normal Amerika.
Tujuan
Hasil
Mengetahui intake nutrisi dan status nutrisi pada anak GPP/H.
Rerata kadar zink GPP/H lebih rendah dibandingkan kontrol (umur 6-8 th: 11,1 ± 1,6 dibandingkan dengan 12,9 ± 2,9 sedangkan umur 9-11 th: 11,2 ± 1,5 dibandingkan dengan 13,6 ± 2,2 µg/dL, p <0,001). Prevalensi defisiensi zink pada anak GPP/H delapan kali lipat dibanding kontrol, dengan batasan defisiensi zink < 66 µg/dL.
7