PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PENJAMIN (PERSONAL GUARANTEE) DI DALAM PERMOHONAN PERKARA PAILIT SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas- Tugas dalam Memenuhi Syarat- Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum OLEH :
NAMA NIM
: ANJU CIPTANI PUTRI MANIK : 030200093
Bagian Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PENJAMIN (PERSONAL GUARANTEE) DI DALAM PERMOHONAN PERKARA PAILIT SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas- Tugas dalam Memenuhi Syarat- Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum OLEH : NAMA NIM
: ANJU CIPTANI PUTRI MANIK : 030200093
Disetujui Oleh : Ketua Bagian Hukum Keperdataan Program Kekhususan : Hukum Perdata Dagang
(Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H, M.S) NIP. 131764556
Dosen Pembimbing I,
(Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H, M.S) NIP. 131764556
Dosen Pembimbing II,
(Malem Ginting, S.H, M.Hum) NIP. 131265980
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis diberi kekuatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan skripisi ini. Skripsi yang penulis selesaikan ini berjudul “PERANAN DAN TANGGUNG
JAWAB
PENJAMIN
(PERSONAL
GUARANTEE)
DI
DALAM PERMOHONAN PERKARA PAILIT” yang diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan, baik pengetahuan dan keterampilan tentang peranan dan tanggung jawab penjamin (personal guarantee) di dalam permohonan perkara pailit. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Skripsi ini dapat diselesaikan karena tidak terlepas dari banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, ataupun semangat kepada penulis. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof.Dr.Runtung, S.H.,M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof.Dr.H.Tan Kamello, S.H.,M.S sebagai Ketua Departemen Hukum Keperdataan dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. 3. Bapak Malem Ginting, S.H.,M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
4. Bapak Prof.Dr. Suhaidi, S.H.,M.H sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Syarifudin Hasibuan, S.H.,M.H,D.F.M sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Muhammad Husni, S.H.,M.Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 7. Bapak Prof.Dr.Bismar Nasution, S.H.,M.H sebagai Dosen Penasehat Akademik selama perkuliahan. 8. Seluruh Dosen dan Pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara. 9. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H,M.Hum, buat bimbingan dan arahannya serta kepeduliannya dalam memberikan setiap masukan-masukan yang sangat membantu penulis dalam penyelesain skripsi ini. (sorry…ya bu…kemek2na yang dikulkas selalu kami bantai, klo kami kerumah ibu….,hehehe). 10. Terima kasih yang teramat besar penulis ucapkan kepada kedua orangtua penulis yaitu, P.Manik,BSc dan T.Hutagalung,Amd yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang yang teramat tulus bagi penulis. Segala dukungan dan semangat yang telah diberikannya merupakan sumber kekuatan penulis selama ini. Penulis jaga mengucapkan terima kasih kepada Hisar Dohardo dan Arthur Oktoberin (My Best Brothers in this world) yang selalu menjadi temen curhat yang OK’s Bangeeet…. 11. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada temen-temen seperjuangan dan sehidup semati…..anak-anak DoGer’s : DhidhaQ, Bamba, Chomel, Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Etenk, Mimien dan Opie. Thanx buat persahabatan terindah yang udah kita bina selama ini dan buat support yang diberikan. 12. Penulis juga mengucapkan terima kasih buat “My Best Man” Mr. Sebayang yang selalu mensupport dan selalu membantu dalam mencari solusi setiap masalah yang timbul dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih buat “My 911” Lydia F. Turip, jangan bosenbosen ya…buat dengerin curhat ku….Sukses selalu buat mu, sista……. Buat ponakan ku Yenni Nirmalasari Sijabat, thanx ya buat support nya selama ini. 13. Terima kasih juga kepada seluruh teman- teman stambuk 2003, 2004, 2005 dan 2006. 14. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis mengharapkan agar kelak skripsi ini dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Medan, Agustus 2007 Penulis,
Anju Ciptani Putri Manik
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………… i DAFTAR ISI……………………………………………………………..
iv
ABSTRAKSI…………………………………………………………….
vi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar belakang………………………………………... 1 B. Perumusan Masalah………………………………….. 8 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……………………….
9
D. Keaslian Penulisan…………………………………… 10 E. Tinjauan Kepustakaan………………………………..
11
F. Metode Penulisan…………………………………….
16
G. Sistematika Penulisan………………………………… 18 BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN A. Sejarah Kepailitan……………………………………. 20 B. Pengertian Kepailitan………………………………… 24 C. Syarat- Syarat Pernyataan Kepailitan………………… 28 D. Proses Pengajuan Permohonan Perkara Pailit………... 38 E. Akibat Hukum Kepailitan…………………………….. 40
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN A. Pengertian Jaminan dan Penjamin…………………… 54 a. Pengertian Jaminan…………………………….. 54 b. Pengertian Penjamin…………………………… 57
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
B. Tujuan Adanya Jaminan dalam Kepailitan…………... 59 C. Bentuk- Bentuk Jaminan…………..…………………. 61 D. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Jaminan……………. 73 BAB IV
PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PENJAMIN (PERSONAL GUARANTEE) DI DALAM PERMOHONAN PERKARA PAILIT A. Peranan Penjamin (Personal Guarantee) Dalam Permohonan Perkara Pailit……………………. 78 B. Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Dalam Permohonan Perkara Pailit…………………..... 80 C. Kasus Personal Guarantee dan Tanggapan…………… 84
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan…………………………………………… 95 B. Saran………………………………………………….. 96
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 98
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI Situasi dunia usaha saat itu menjadi tidak kondusif dalam melunasi utang, sebab kewajiban dalam waktu singkat telah berkembang menjadi berlipat ganda akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap semua mata uang asing lainnya, apalagi sebagian besar pinjaman adalah dalam bentuk mata uang asing, sedangkan pendapatan usaha dalam bentuk rupiah dan kegiatan usaha telah lumpuh sebagai akibat dari krisis moneter di Indonesia yang telah berubah menjadi krisis multi dimensional. Hal inilah yang juga menjadi salah satu penyebab banyaknya perusahaan- perusahaan yang terjebak dalam kepailitan. Seperti yang kita ketahui bersama, kepailitan ini memberatkan pihak yang bermasalah yaitu debitur, yang dalam hal ini adalah perusahaan-perusahaan yang pailit. Hak debitur untuk melakukan sesuatu tindakan hukum yang berkenaan dengan kekayaannya sebelum pernyataan pailit harus dihormati. Keadaan itu akan berubah ketika debitur dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga, namun sebelum dijatuhkannya putusan pailit oleh Pengadilan Niaga, debitur dapat memberikan jaminan kepada kreditur dalam pelunasan hutangnya yang telah jatuh tempo/waktu dan dapat ditagih. Alternatif debitur dalam pelunasan hutang ini dengan mengikutkan pihak ketiga sebagai penjamin hutang debitur dalam bentuk garansi perorangan (Personal Guarantee) sebelum pernyataan pailit. Untuk itulah skripsi ini membahas tentang Peranan dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) di dalam Permohonan Perkara Pailit. Adapun metode yang dipakai dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif atau doktrinal, yaitu penelitian hukum dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier untuk memperkuat fakta ilmiah. Penjamin adalah pihak yang menjamin dan berjanji serta mengikatkan diri untuk dan atas permintaan pertama dan kreditur membayar utang secara tanpa syarat apapun dengan seketika dan secara sekaligus lunas kepada kreditur, termasuk bunga, provisi dan biaya-biaya lainnya yang sekarang telah ada dan atau dikemudian hari terutang dan wajib dibayar oleh debitur. Penjamin (Personal Guarantee) dalam hukum kepailitan yaitu merupakan suatu jaminan yang diberikan oleh seseorang secara pribadi (bukan badan hukum) untuk menjamin hutang orang/ badan hukum lain kepada seseorang atau beberapa kreditur. Apabila debitur tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutang tersebut, merupakan kewajiban pihak garantor untuk membayarnya, sehingga dalam hal seperti itu, kedudukan garantor berubah tidah ubahnya seperti debitur pula. Hendaknya semua pihak yang terlibat dalam perjanjian pemberian jaminan dalam personal guarantee memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya penjamin (personal guarantee) dalam perkara kepailitan., demikian pula sebaiknya perusahaan dapat memberikan penjelasan yang lengkap kepada kreditur tentang segala sesuatu yang menyangkut perjanjian jaminan ini, agar masing-masing pihak mengerti hak dan kewajibannya.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di dalam dunia bisnis serta era global seperti sekarang ini kegiatankegiatan usaha tidak mungkin lepas dari berbagai masalah. Suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik dan seringkali keadaan keuangannya sudah sedemikian rupa sehingga perusahaan tersebut tidak lagi sanggup membayar utang-utangnya. Dapat dikatakan bahwa kehidupan suatu perusahaan dapat saja dalam kondisi untung atau dalam keadaan rugi. Kalau dalam keadaan untung, perusahaan berkembang dan terus berkembang, sehingga menjadi perusahaan raksasa. Sebaliknya apabila perusahaan menderita kerugian, maka garis hidupnya menurun, jadi garis hidup suatu perusahaan pada suatu saat dapat naik dan pada saat lain menurun, begitu seterusnya, sehingga garis hidup perusahaan itu merupakan garis yang menaik dan menurun seperti grafik. 1 Suatu perusahaan membutuhkan uang sebagai dana untuk dapat melaksanakan kegiatan usahanya. Namun tidaklah selamanya badan hukum memiliki uang yang cukup untuk memenuhi segala kebutuhannya. Untuk menutupi kekurangan uang tersebut, badan hukum seringkali meminjam uang yang dibutuhkan kepada pihak lain, seperti bank yang memberikan pinjaman dengan penyertaan adanya bunga.
1
Victor M. Situmorang & Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h.1. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Di sini pihak yang memberikan pinjaman uang disebut kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak yang menerima pinjaman disebut debitur atau si berutang. Pemberian pinjaman atau kredit yang diberikan kreditur kepada debitur dilakukan karena adanya kepercayaan bahwa debitur dapat mengembalikan pinjaman tersebut kepada kreditur tepat pada waktunya. Tanpa adanya kepercayan dari kreditur, tidaklah mungkin kreditur mau memberikan pinjaman kepada debitur, hal ini disebut dengan kredit (credit) yang berasal dari kata credere yang berarti kepercayaan atau Trust. 2 Ketika terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997 yang telah melanda hampir seluruh belahan dunia dengan dampaknya yang buruk terhadap perekonomian nasional dan dunia usaha. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita dan merasakan dampak krisis yang melanda dan tidak sedikit juga dunia usaha yang gulung tikar. Dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan dan serba tidak menentu, persoalan yang paling krusial pada waktu itu adalah bagaimana penyelesaian utang–piutang di kalangan dunia usaha. Para kreditur baik asing maupun lokal dengan segala daya upayanya mendesak agar para debitur yang mayoritas adalah pengusaha swasta nasional segera melunasi kewajibannya. Situasi dunia usaha saat itu menjadi tidak kondusif dalam melunasi utang, sebab kewajiban dalam waktu singkat telah berkembang menjadi berlipat ganda akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap semua mata uang asing lainnya, apalagi sebagian besar pinjaman adalah dalam bentuk mata uang asing, sedangkan pendapatan usaha dalam bentuk rupiah dan kegiatan usaha telah lumpuh sebagai
2
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Failissementsverordening Juncto
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
akibat dari krisis moneter di Indonesia pada waktu itu telah berubah menjadi krisis multi dimensional. Segala upaya dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi adanya kecenderungan dunia usaha yang bangkrut yang berakibat pula tidak dapat dipenuhinya kewajiban-kewajiban yang sudah jatuh tempo, yang antara lain dengan melakukan perubahan-perubahan yang cukup signifikan dalam peraturan perundang-undangan, salah satunya adalah dengan merevisi Undang-undang Kepailitan yang ada. Revisi atas Undang-undang Kepailitan yang hendak dilakukan oleh pemerintah sebenarnya timbul sebagai akibat dari adanya tekanan dari Dana Moneter Internasional/ Internasional Monetery Fund (IMF) yang mendesak agar Indonesia segera menyempurnakan sarana hukum yang mengatur permasalahan pemenuhan kewajiban oleh debitur kepada kreditur. Akhirnya Dana Moneter Internasional/ Internasional Monetery Fund (IMF) berpendapat untuk mengatasi krisis dan menyelesaikan utang–piutang di Indonesia dilakukan dengan cara memberikan bantuan dana, adanya keharusan penyelesaian utang-utang luar negeri di kalangan dunia usaha dan upaya penyelesaian kredit macet perbankan Indonesia dengan mensyaratkan agar pemerintah Republik Indonesia segera mengganti atau mengubah peraturan tentang kepailitan yang berlaku di Indonesia, karena peraturan-peraturan tentang kepailitan yang ada dianggap tidak lagi efektif sebagai sarana penyelesaian utangutang pengusaha Indonesia kepada para krediturnya.
Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 2002), h. 2. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Masalahnya adalah bagaimana nantinya dan apa yang diperlukan untuk membantu dunia usaha untuk mengatasi ketidakmampuan para debitur atau pengusaha untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada para kreditur. Secara teoritis, pada umumnya utang-piutang debitur yang memiliki masalah dengan kemampuan untuk memenuhi kewajibannya membayar utang menempuh berbagai alternatif penyelesaian. Mereka dapat merundingkan permintaan penghapusan utang, baik untuk sebagian atau seluruhnya. Mereka dapat pula menjual sebagian aset atau bahkan usahanya. Mereka dapat pula mengubah pinjaman tersebut menjadi penyertaan saham. Para kreditur dapat menggugat berdasarkan perundang-undangan Hukum Perdata yaitu mengenai wanprestasi atau ingkar janji bila debitur mempunyai keuangan atau harta yang cukup untuk membayar utang-utangnya. Selain kemungkinan di atas, bila debitur tidak mempunyai keuangan, harta atau asset yang cukup sebagai jalan terakhir barulah para kreditur menempuh pemecahan melalui peraturan kepailitan yaitu Undang-Undang Kepailitan No.37 Tahun 2004 dengan cara mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga di daerah wilayah hukumnya. Kepalitan merupakan proses dimana: 1.
Seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya.
2.
Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan kepailitan.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum memberikan jaminan kepada kreditur bahwa apabila debitur karena sesuatu hal tidak melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditentukan, maka harta kekayaan debitur, baik bergerak maupun tidak bergerak yang telah ada dan akan ada di kemudian hari, akan menjadi agunan hutangnya dapat dijual untuk pelunasan pinjaman atau kredit yang diberikan kreditur. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : ”Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Sedangkan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, memberikan jaminan kedudukan yang seimbang bagi krediturnya dimana dalam hal ini krediturnya lebih daripada satu. Kedudukan yang seimbang antar kreditur dapat dikecualikan apabila ditentukan lain oleh undang-undang karena alasan yang sah untuk didahulukan oleh kreditur lainnya. 3 Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama–sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”. Pasal 1133 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa seorang kreditur didahulukan daripada kreditur lainnya apabila tagihan kreditur yang bersangkutan merupakan :
3
Ibid.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
1. Tagihan yang berupa hak istimewa. 2. Tagihan yang dijamin dengan hak gadai. 3. Tagihan yang dijamin dengan hipotik Kepailitan adalah lembaga hukum perdata sebagai realisasi dari Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatas. 4 Pernyataan pailit merupakan hal yang sangat ditakuti oleh para debitur terutama setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang kepailitan (Undang-Undang yang pertama mengatur tentang Kepailitan). Sebelumnya masalah kepailitan belum begitu terdengar gaungnya di dunia hukum bisnis Indonesia. Menurunnya popularitas kepailitan mungkin dapat dijelaskan dengan merunjuk pada riwayat hukum kepailitan itu sendiri. Sejak revisi terakhir dalam staatsblad 1906 No. 348, praktis tidak terdapat perubahan yang berarti terhadap substansi peraturan kepailitan. 5 Sejak kemerdekaan Indonesia struktur ekonomi Indonesia yang semakin berkembang telah sedikit banyak merubah karateristik dunia usaha Indonesia, dari yang tadinya didominasi oleh pedagangpedagang dengan modal kecil dan menengah, kepada struktur usaha yang semakin industrialis, dimana bermunculan pengusaha-pengusaha dengan skala kegiatan yang membutuhkan modal yang sangat besar dengan transaksi bisnis yang semakin kompleks. Lahirnya Undang-Undang Kepailitan (UU No. 4 Tahun 1998 dan UU No. 37 Tahun 2004) ini telah menimbulkan resonansi yang kuat dalam
4
Bismar Nasution, Sunarmi, Diktat Hukum Kepailitan, (Medan : Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana USU, 2003), h. 15. 5 Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, dan Herni Sri Nurbayanti, Kepailitan di Negeri Pailit (Jakarta : Penerbit Pusat studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, cetakan II, 2004), h. 23. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
dunia bisnis di Indonesia. 6 Kepailitan yang tadinya merupakan suatu proses yang cenderung tertutup, tidak menjadi fokus publik, serta tidak menarik untuk di konsumsi media menjadi proses yang gemerlap. Dalam perkembangannya sekarang ini dalam mengatasi kepailitan, sebuah perusahaan atau badan hukum memberikan suatu garansi atau jaminan kepada pihak pihak kreditur dalam pelunasan hutangnya. Jaminan ini dapat berupa jaminan materiil (kebendaan) dan jaminan imateriil yaitu perseorangan atau badan hukum. Jaminan imaterill atau perseorangan maupun badan hukum memberikan garansi yang disebut guarantee kepada perusahaan yang akan pailit sebagai pengangung jaminan hutangnya. Berkaitan dengan pemberian garansi yang biasanya diminta oleh perbankan dalam pemberian kredit bank, dengan adanya undang-undang ini seorang penjamin atau penanggung
yang memberikan personal guarantee.
Selama ini sering tidak disadari baik oleh bank maupun oleh para pengusaha bahwa seorang personal guarantor dapat mempunyai konsekuensi hukum yang jauh apabila personal guarantor itu tidak
melaksanakan kewajibannya.
Konsekuensinya ialah bahwa guarantor (personal guarantee) dapat dinyatakan pailit. Dalam
Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, penjaminan atau
penanggungan diatur dalam Pasal 1831 sampai dengan Pasal 1850. Dari
6
Ibid.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata tersebut itu dapat disimpulkan bahwa seorang penjamin atau penanggung adalah juga seorang debitur. 7 Mengenai
penanggungan ditegaskan dalam Pasal 1820 KUH Perdata, yang
menyatakan bahwa : “Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”. Dari apa yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk menelaah “Peranan dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) di dalam Permohonan Perkara Pailit ”.
B. Perumusan Masalah Berbagai krisis yang melanda tanah air yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan dunia usaha, menyebabkan banyak dunia usaha yang tidak dapat melanjutkan usahanya, bahkan berhenti beroperasi. Dalam melanjutkan dunia usahanya ,banyak yang dilakukan para pengusaha untuk memulihkan kembali dunia usahanya tersebut dengan jalan meminjam modal dari pihak lain terutama pihak bank ataupun dari perusahaaan-perusahaan lain yang bisa memimjamkan modal tersebut. Permohonan pernyataan pailit adalah salah satu langkah yang diambil untuk menyelesaikan masalah apabila di kemudian hari pihak yang tidak sanggup untuk mengembalikan utang-utang tersebut untuk dinyatakan pailit. Dengan
7
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., h. 84.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
diadakan kepailitan tersebut kemungkinan akan dapat memberikan jalan yang terbaik bagi kedua belah pihak untuk menyelesaikan masalah utang-piutangnya. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka penulis akan mengemukakan beberapa pokok permasahan yaitu sebagai berikut: 1. Siapkah yang dimaksud dengan penjamin (personal guarantee) dalam hukum kepailitan? 2. Bagaimanakah peranan dan tanggung
jawab penjamin (personal
guarantee) di dalam permohonan perkara pailit?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Pembahasan Dilatarbelakangi dari keingintahuan penulis, mengemukakan masalah secara langsung juga berkaitan dengan tujuan dan manfaat penulisan. Adapun yang menjadi tujuan dapat diuraikan sebagai berikut. a. Untuk mengetahui pengertian penjamin (personal guarantee) dan masa tugasnya. b. Untuk mengetahui peranan dan tanggung jawab dari penjamin (personal guarantee) dalam perkara pailit. 2. Manfaat Pembahasan Selain dari tujuan diatas, penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat antara lain:
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
a. Secara Teoritis Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai kasus-kasus kepailitan yang sering terjadi serta mengetahui hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan suatu kepailitan itu bisa terjadi dan hal apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kepailitan tersebut. karena banyak kita ketahui untuk sekarang ini masalah-masalah kepailitan yang menimpa beberapa perusahan terutama di kotakota besar sehingga memerlukan penyelesaian yang segera agar tidak menimbulkan persoalan yang lebih besar dan memberikan hasil yang optimal dan menguntungkan kedua belah pihak. b. Secara praktis Secara praktis, pembahasan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca terutama bagi para pihak yang terlibat dalam kepailitan (kreditur dan debitur) dan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kedudukan penjamin (personal guarantee) dalam perkara pailit.
D. Keaslian Penulisan “Peranan dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) di dalam Permohonan Perkara Pailit ” yang diangkat penulis sebagai judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum. Tema di atas adalah hasil pemikiran sendiri dibantu dengan referensi, buku-buku, dan pihak-pihak lain dan judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Data yang dipakai guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, baik itu cetak ataupun pengumpulan informasi melalui internet, sehingga data-data yang dipakai secara garis besar adalah data yang factual dan up to date. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
E.Tinjauan Kepustakaan Dalam tinjauan kepustakaan ini perlu diperhatikan beberapa ketentuanketentuan atau batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Ketentuan atau batasan tersebut berguna untuk membantu melihat ruang lingkup skripsi ini agar sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya serta membantu pembaca untuk mengerti cakupan skripsi ini. Adapun ketentuan-ketentuan atau batasan-batasan yang akan ditemukan antara lain sebagai berikut: Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1998 arti pailit sebagaimana diatur dalam Lampiran Undang-Undang Kepailitan Pasal 1 ayat (1) adalah : “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas perrmohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya”. 8 Sedangkan pengertian Kepailitan menurut UU Kepailitan No. 37 Tahun 2004 dalam pasal 1 ayat 1 adalah: “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah 8
Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”. Menurut Black’s Law Dictionary, pailit adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau
melakukan tindakan tertentu
yang
cenderung
untuk
mengelabuhi krediturnya. 9 Kepailitan menurut Memori Van Toelichting (penjelasan umum) adalah suatu pensitaan berdasarkan hukum atas seluruh harta kekayaan siberutang guna kepentingan bersama para yang mengutangkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa Kepailitan adalah keadaan atau kondisi atau badan hukum yang tidak mampu lagi membayar kewajibannya (dalam hal utang-utangnya) kepada sipiutang. 10 Di dalam bahasa Perancis, istilah ”faillite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Oleh sebab itu, orang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya di dalam bahasa Perancis disebut lefailli. Untuk arti yang sama di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillet sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal istilah to fail dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah fallire. 11 Beberapa sarjana memberikan defenisi dari kepailitan antara lain: 1.
Siti Soemarti Hartono dalam bukunya “Pengantar
Hukum
Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang” mengatakan bahwa Kepailitan adalah suatu lembaga dalam Hukum Perdata , sebagai realisasi dari dua asas
9
Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary (St. Paul. Minnesota, USA. West Publishing Co. 1968), h. 186, dikutip dari buku Fuady. 10 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 812. 11 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), h. 26. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
pokok dalam Hukum Perdata yang tercantum dalam Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 12 2.
R. Soekardono menyebutkan bahwa: “ “Kepailitan adalah penyitaan umum atas harta kekayaan sipailit bagi kepentingan semua penagihnya, sehingga Balai Harta Peninggalanlah yang ditugaskan dengan pemeliharaan dan pemberesan boedel dari orang yang pailit.”
3.
Mohammad Chaidir Ali berpendapat bahwa: “Kepailitan adalah pembeslahan masal dan pembayaran yang merata serta pembagian yang seadil-adilnya diantara para kreditur dengan dibawah pengawasaan pemerintah.” Sedangkan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
menurut
penjelasan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase. 13 Unsur-unsur dari keadaan berhenti membayar adalah sebagai berikut: 14 a. Debitur tidak berprestasi, adapun bentuk prestasi disini dapat berupa uang maupun barang. b. Adanya bukti nyata yang menunjukkan tidak dibayarnya utang yang telah jatuh tempo.
12
Victor M. Situmorang &Hendri Soekarso, Op.Cit, h. 20. Penjelasan pasal ayat 1 Undang-undang No.4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. 14 Victor M. Situmorang &Hendri Soekarso, Op.Cit, h. l 42. 13
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Dalam pasal Undang-undang Kepailitan No.4 Tahun 1998 dinyatakan bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Hal
ini
dapat
diartikan
bahwa
kepailitan
sebenarnya
adalah
pertanggungjawaban debitur kepada krediturnya. Dengan kata lain, kepailitan merupakan resiko dari debitur dan oleh karenanya undang-undang memandang perlu mengadakan penyitaan menyeluruh atas segala harta, guna kepentingan seluruh krediturnya, dengan pengawasan pemerintah disini adalah Balai Harta Peninggalan (BHP). Sedangkan penjamin dalam kasus kepailitan adalah debitur dari kewajiban untuk
menjamin pembayaran oleh debitur
utama. 15 Seorang Penjamin
berkewajiban untuk membayar utang debitur kepada kreditur manakala si debitur lalai atau cidera janji, penjamin baru menjadi debitur atau berkewajiban untuk membayar setelah debitur utama yang utangnya ditanggung cidera janji dan harta benda milik debitur utama atau debitur yang ditanggung telah disita dan dilelang terlebih dahulu tetapi hasilnya tidak cukup untuk membayar utangnya, atau debitur utama lalai atau cidera janji sudah tidak memepunyai harta apapun. Maka berdasarkan ketentuan tersebut penjamin atau penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur, kecuali debitur lalai membayar.
15
Imran Nating, Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), h. 33. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Pada dasarnya istilah jaminan itu berasal dari kata, “jamin” yang berarti, “tanggung” , sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan. 16 Menurut Rasjim Wiraatmadja,seorang advokat senior mengatakan bahwa : “Penjamin adalah pihak yang menjamin dan berjanji serta mengikatkan diri untuk dan atas permintaan pertama dan kreditur membayar utang secara tanpa syarat apapun dengan seketika dan secara sekaligus lunas kepada kreditur, termasuk bunga, provisi dan biaya-biaya lainnya yang sekarang telah ada dan atau dikemudian hari terutang dan wajib dibayar oleh debitur”. Penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitur apabila debitur bersangkutan tidak dapat
memenuhi
kewajibannya ( Pasal 1820 KUH Perdata ). 17 Mengenai pengertian penanggungan ditegaskan dalam Pasal 1820 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa : “Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”. Jaminan perorangan adalah jaminan seseorang dari pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur. Dengan perkataan lain, jaminan perseorangan itu adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitur).
16
Kwik Kian Gie, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 15. 17 Imran Nating, Op.Cit, h. 30. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Dalam hal ini dapat dikatakan hakikat dari penjamin/penanggungan adalah sebagai berikut: 1. Penjamin/penanggung adalah jaminan perorangan (security right in personam) yang diberikan : a. Oleh Pihak ketiga dengan sukarela; b. Guna kepentingan kreditur; c. Untuk memenuhi kewajiban debitur bila ia tidak memenuhinya ( Pasal 1820 KUH Perdata). 2. Penjamin/penanggung adalah perjanjian asesor (accesoir), oleh karena itu: a.
Tidak ada penjamin/penanggungan tanpa perjanjian pokok yang sah (Pasal 1821 KUH Perdata).
b.
Cakupan penjamin/penanggungan tidak dapat melebihi kewajiban debitur sebagaimana dimuat dalam perjanjian pokok (Pasal 1822 KUH Perdata).
Dalam istilah bahasa Inggris, borg atau penjamin disebut guarantor; apabila penjaminnya berupa barang perorangan disebut personal guarantor dan apabila penjaminnya itu adalah suatu perusahaan maka penjaminnya itu disebut corporate guarantor atau company guarantor. Borgtocht dalam bahasa Inggris disebut guarantee; sehingga apabila guarantee itu diberikan oleh orang perorangan, maka perjanjian borgtocht disebut personal guarantee.
F. Metode Penulisan
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuannya lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan maka digunakan berbagai metode. Dapat diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut cara tertentu. Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian bahan hukum yang digunakan adalah metode penelitian hukum yurudis normatif. Dalam hal penelitian hukum yuridis normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan. Pengumpulam bahan dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research) yakni dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tetulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Metode penelitian hukum yuridis normatif ini dipilih adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan peraturan perundang-undangan mengenai kepailitan dilaksanakan di Indonesia. 2. Pendekatan Masalah Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni
metode
penelitian hukum yuridis normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Pendekatan perundangundangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Pendekatan Konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep dalam pengambilan putusan dalam permohonan pernyataan pailit sehingga hakim yang memutuskan permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan dengan benar. 3. Bahan Hukum Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UndangUndang, Peraturan Pemerintah, dan aturan lain dibawah undang-undang serta aturan-aturan yang berkaitan langsung dengan masalah kepailitan. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum yang terkait dengan pembahasan tentang kepailitan. Bahan hukum tersier (bahan hukum penunjang) adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain. 4. Prosedur pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan menurut sumber dan hierarkinya untuk diuji.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang dipakai dalam melakukan penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun serta mempermudah pembaca untuk memahami dan mengerti isi dari skripsi ini. Keseluruhan skripsi ini meliputi 5 (lima) bab yang secara garis besar isi dari bab-perbab di uraikan sebagai berikut: Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
BAB PERTAMA
:
PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan
Kepustakaan,
Metode
Penulisan
serta
Sistematika Penulisan. BAB KEDUA
:
TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang Sejarah Kepailitan,
Pengertian
Kepailitan,
Syarat-syarat
Kepailitan, Akibat Hukum dalam Kepailitan. BAB KETIGA
:
TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN Dalam bab ini diuraikan tentang pengertian Jaminan dan Penjamin, Tujuan adanya Jaminan dalam Kepailitan, Bentuk-bentuk Jaminan, Siapa saja pihakpihak yang terkait dalam jaminan.
BAB KEEMPAT
:
PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PENJAMIN Dalam bab ini merupakan bab paling pokok dari penulisan skripsi ini, sebab dalam bab ini diuraikan mengenai Peranan penjamin dalam perkara pailit dan Tanggung Jawab Penjamin di dalam permohonan pailit, serta contoh kasus Personal Guarantee.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
BAB KELIMA
:
PENUTUP Dalam bab ini diuraikan mengenai kesimpulan yang merupakan
jawaban
dikemukakan
serta
dari
permasalahan
saran-saran
atas
yang jawaban
permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN
A. Sejarah Hukum Kepailitan Dewasa ini hampir tidak ada negara yang tidak mengenal kepailitan dalam hukumnya. Di Indonesia sendiri, secara formal, Hukum Kepailitan sudah ada undang-undang khusus yang mengatur masalah kepailitan. Sejak tanggal 1 Oktober 1838 Belanda telah memiliki Kitab UndangUndang Hukum Dagang (W.v.K) dan pada saat itu Belanda masih menjajah Indonesia. Karena itu berdasarkan asas korkondansi Hukum Dagang Belanda di perlakukan pula di Indonesia sebagai daerah jajahannya mulai tanggal 1 Mei 1848. Diberlakukannya Hukum Dagang Belanda di Indonesia termuat dalam pengumuman pemerintah Belanda tanggal 30 April 1847 Lembaran Negara Stb. 1847 Nomor 23. Pailit di masa Hindia Belanda tidak di masukkan kedalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang (W.v.K) dan diatur dalam peraturan tersendiri kedalam
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Faillisements Verordening, sejak 1906 yang dulu diperuntukkan bagi pedagang saja, tetapi kemudian dapat di gunakan untuk golongan mana saja 18 Dalam sejarah berlakunya Peraturan Kepailitan di Indonesia menurut Hj. Rahayu Hartini, dapat di pilah menjadi tiga (3) masa yakni: 19 1. Sebelum berlakunya Faillisements Verordening Sebelum Faillisements Verordening berlaku, dulu Hukum Kepailitan itu diatur dalam dua tempat yaitu dalam: a.
Wet Book Van Koophandel atau W.v.K buku ketiga yang berjudul "Van de Voorzieningen in gevel van onvormogen van kooplieden" atau peraturan tentang ketidakmampuan pedagang. Peraturan ini adalah peraturan kepailitan bagi pedagang.
b.
Reglement Op de Rechtvoordering (R.V). Stb.1847-52 jo 1849-63, buku ketiga bab ketujuh dengan judul "van den staat von kenneljkonvermoge” atau tentang keadaan nyata-nyata tidak mampu.
Peraturan ini adalah Peraturan Kepailitan bagi orang-orang bukan pedagang. Akan tetapi ternyata dalam pelaksanaannya, kedua aturan tersebut justru menimbulkan banyak kesulitan antara lain: 1. Banyaknya formalitas sehingga sulit dalam pelaksanaannya; 2. Biaya tinggi; 3. Pengaruh kreditur terlalu sedikit terhadap jalannya kepailitan; 4. Perlu waktu yang cukup lama.
18
Abdul R, Saliman, dkk, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta : Prenada Media, 2004), h. 92. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Oleh karena itu maka dibuatlah aturan baru, yang sederhana dan tidak perlu banyak biaya, maka lahirlah Faillisements Verordening (Stb. 1905-217) untuk menggantikan 2 (dua) Peraturan Kepailitan tersebut. 2. Masa berlakunya Faillisement Verordening (Stb. 1905 No. 217 jo Stb. 1906 No. 348) Selanjutnnya mengenai kepailitan di atur dalam Faillisements Verordening (Stb. 1905-271 jo Stb.1906-348). Peraturan Kepailitan ini sebenarnnya hanya berlaku bagi golongan Eropa, golongan Cina dan golongan Timur Asing (Stb. 1924-556). Bagi golongan Indonesia Asli (pribumi) dapat saja menggunakan Faillisements Verordening ini dengan cara melakukan penundukan diri. Dalam Masa ini untuk kepailitan berlaku Faillisements Verordening Stb.1905-217 yang berlaku bagi semua orang yaitu baik bagi pedagang maupun bukan pedagang, baik perseorangan maupun badan hukum. Sejarah peraturan kepailitan di Indonesia ini adalah sejalan dengan apa yang terjadi dengan apa yang terjadi di Negara Belanda dengan melalui Asas Korkondansi (Pasal 131 IS), yakni dimulai dengan berlakunya "Code de Commerce” (tahun 1811-1838) kemudian pada tahun 1893 diganti dengan Faillisementswet 1893 yang berlaku pada 1 September 1896 20. 3. Masa Berlakunya Undang- Undang Kepailitan Produk Hukum Nasional
19
Hj. Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Jakarta : UMM Press,Edisi Revisi Cetakan II, 2007), h. 9. 20 Ibid. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Ada 3 (tiga) produk peraturan perundangan yang merupakan produk hukum nasional dimulai dari terbitnya Peraturan Pemerintah Penganti UndangUndang (PERPU) No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang tentang Kepailitan yang kemudian ditingkatkan menjadi Undang-undang No. 4 Tahun 1998 dan terakhir pada tanggal 18 November 2004 disempurnakan lagi dengan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. a. Masa Berlakunya Perpu No. 1 Tahun 1998 dan UUK No. 4 Tahun 1998 Penyelesaian masalah hutang pada waktu itu harus dilakukan secara cepat dan efektif. Selama ini masalah kepailitan dan penundaan kewajiban membayar tadi diatur didalam Faillisements Verordening Stb. 1905 No. 217 jo. Stb. 1960 No. 348. Kemudian dilaksanakan penyempurnaan atas Peraturan Kepailitan atau Faillisements Verordening tadi melalui PERPU No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang tentang Kepailitan pada tanggal 22 April 1998 lalu ditingkatkan menjadi Undang–Undang No. 4 Tahun 1998. Maka sejak itu berlakulah Undang-Undang Kepailitan tersebut yang pada prinsipnya isinya masih merupakan tambal sulam saja dari aturan sebelumnya yaitu Peraturan Kepailitan atau F.V. b. Masa berlakunya Undang-undang Nomor. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Untuk kepentingan dunia usaha dalam menyelesaikan masalah utangpiutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif, sangat diperlukan perangkat hukum yang mendukungnya. Oleh karena itu, perubahan dilakukan terhadap UndangUndang Kepailitan dengan memperbaiki, menambah, dan meniadakan ketentuanAnju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
ketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat. Undang-Undang Kepailitan No. 4 Tahun 1998 direvisi menjadi UndangUndang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-undang ini mempunyai beberapa pokok materi baru dari Undang-undang kepailitan yang lama, yaitu : 21 a.
Agar
tidak
menimbulkan
berbagai
penafsiran dalam Undang- Undang ini pengertian utang diberikan batasan secara tegas. Demikian juga pengertian jatuh waktu. b.
Mengenai
syarat-syarat
dan
prosedur
permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang termasuk di dalamnya pemberian kerangka waktu secara pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.
B.
Pengertian Kepailitan Secara tata bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan
pailit. Kata pailit menandakan ketidakmampuan untuk membayar seorang debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Di negara-negara yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan digunakan istilah “bangkrupt” dan
21
Rahayu Hartini, Op.Cit, h. 14.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
“bangkruptcy”. Sedangkan terhadap perusahaan debitur yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan “insolvensi”. 22 Di dalam bahasa Perancis, istilah ”faillite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Oleh sebab itu, orang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya di dalam bahasa Perancis disebut lefailli. Untuk arti yang sama di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah faillet sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal istilah to fail dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah fallire. 23 Salah satu pengertian kepailitan dapat di lihat seperti apa yang dikemukakan dalam salah satu kamus karangan Black Henry Campbell (Black's Law Dictionary) yang mengatakan bahwa: Pailit atau Bankrupt adalah "the state or condition of aperson (individual, patnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due". The term includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt”. Dari pengertian yang diberikan dalam Black's Law Dictionary tersebut, dapat di lihat bahwa pengertian pailit di hubungkan dengan "ketidakmampuan untuk membayar" dari seorang (debitur) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. 24 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga di jumpai pengertian tentang kepailitan yang menyatakan bahwa kepailitan adalah suatu keadaan atau kondisi
22
Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 11. 23 Zainal Asikin, Loc.Cit, h. 26. 24 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Loc.Cit, h. 11. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
seseorang atau badan hukum yang tidak mampu lagi membayar kewajibannya (dalam hal utang-utangnya) kepada si piutang. Selain itu didalam Kamus Hukum juga ditemukan pengertian pailit yang menyatakan bahwa pailit adalah suatu keadaan dimana seseorang debitur tidak mampu lagi untuk membayar utang-utangnya 25 Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan pailit atau bankrupt antara lain adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah di peruntukan untuk membayar utang-utangnya. 26 Kepailitan menurut Memorie Van Toelicting (penjelasan umum) adalah suatu penyitaan berdasarkan hukum atas seluruh harta kekayaan si berutang guna kepentingannya bersama para yang mengutangkan. 27 Untuk lebih memahami dan memberikan kejelasan mengenai pengertian kepailitan, maka dalam hal ini penulis akan mengutip beberapa pengertian dari beberapa sarjana antara lain: 1. Subekti dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perdata, berpendapat bahwa kepailitan adalah suatu usaha bersama untuk mendapatkan pembayaran semua berpiutang 28 2. J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoyo, dalam bukunya Pelajaran Hukum Indonesia, menyatakan bahwa kepailitan adalah suatu beslah
25
J.C.T.Simorangkir, dkk, Kamus Hukum, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), h. 119. Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek,(Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1999), h .8. 27 Victor M. Situmorang &Hendri Soekarso, Op.Cit, h. 19. 28 Ibid. 26
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
eksekutorial yang dianggap sebagai hak kebendaan seseorang terhadap barang kepunyaan debitur. 3. Kartono dalam bukunya Kepailitan dan Pengunduran
Pembayaran bahwa
kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si debitur untuk kepentingan seluruh krediturnya bersama-sama, yang pada waktu si debitur dinyatakan pailit mempunyai piutang dan untuk jumlah piutang yang masing-masing kreditur miliki pada saat itu. 29 4. Siti Soemarti Hartono dalam bukunya Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran mengatakan bahwa kepailitan adalah suatu lembaga dalam Hukum Perdata , sebagai realisasi dari dua asas pokok dalam Hukum Perdata yang tercantum dalam Pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.30 5. Retnowulan dalam bukunya Kapita selekta Hukum Ekonomi dan Perbankan, Seri Varia Yustisia (1996: 85), yang dimaksud dengan kepailitan adalah eksekusi misal yang ditetapkan dengan keputusan hakim, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta debitur yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditur, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib. 31
29
Ibid. Ibid. 31 Rahayu Hartini, Op.Cit , h. 21. 30
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Jadi berdasarkan definisi atau pengertian yang diberikan oleh para sarjana di atas, maka dapatlah ditarik unsur-unsur sebagai berikut yaitu: 32 1.
Kepailitan dimaksudkan utuk mencegah penyitaan dan eksekusi yang dimintakan oleh kreditur secara perorangan.
2.
Kepailitan hanya mengenai harta benda debitur, bukan pribadinya. Jadi, ia tetap cakap untuk melakukan perbuatan hukum diluar hukum kekayaan. Misalnya, hak yang timbul dari kedudukannya sebagai orang tua (ayah/ibu).
3.
Sita dan eksekusi tersebut untuk kepentingan para krediturnya bersamasama. Menurut Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dalam
Pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa : “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagai mana diatur dalam Undang-undang ini” 33. Selanjutnya dari rumusan di atas jelaslah bahwa kepailitan itu merupakan suatu penyitaan yang dilakukan atas seluruh harta kekayaan yang dimiliki oleh si debitur sebagai akibat dari pemenuhan utang-utangnya kepada para kreditur yang telah jatuh tempo waktu pembayaran. Maka secara sederhana, kepailitan dapat diartikan sebagai suatu penyitaan semua aset debitur yang dimasukkan kedalam permohonan pailit. Debitur pailit tidak serta merta kehilangan kemampuannya untuk melakukan tindakan hukum,
32 33
Victor M. situmorang & Hendri Soekarso, Loc.Cit, h. 20. Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran
Utang. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
akan tetapi kehilangan untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan didalam kepailitan terhitung sejak pernyataan kepailitan itu. 34
C.
Syarat – Syarat Kepailitan Untuk dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debitur haruslah
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam peraturan perundangan kepailitan yang berlaku. Dalam menyatakan debitur pailit tidak cukup hanya mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga oleh si kreditur. Ada hal-hal lain yang menjadi syarat utama yang ditetapkan oleh undang-undang supaya debitur dapat dimohonkan pailit. UU No.37 Tahun 2004 dalam Pasal 2 ayat (1) berikut penjelasannya menyebutkan: “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya”. Penjelasannya: “Bahwa yang dimaksud dengan hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar hutang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase”. Suatu perusahaan dikatakan pailit atau istilah populernya adalah “bangkrut” mana kala perusahaan atau orang pribadi tersebut tidak sanggup atau tidak mau membayar utang-utangnya. Oleh karena itu dan pada pihak kreditur 34
Hartini, Loc.Cit, h. 15. Anju Ciptani Rahayu Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
ramai-ramai mengeroyok debitur dan saling berebutan harta debitur tersebut, hukum memandang perlu mengaturnya, sehingga utang-utang debitur dapat di bayar secara tertib dan adil. Menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Kepailitan debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaan pailit. Dan menurut Pasal 6 ayat 5 Peraturan Kepailitan, kepailitan itu diucapkan bilamana secara sumair terbukti adanya peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang menunjukkan bahwa keadaan berhenti membayar itu ada. 35 Apa yang menjadi ukuran bagi “keadaan berhenti membayar” itu tidak dapat diketemukan dalam undang-undang dan para sarjana serta jurispudensi juga tidak bersesuaian pendapat mengenai hal itu. Hanya ada pedoman yang umumnya dipakai yaitu bahwa untuk pernyataan kepailitan tidak perlu ditunjukkan bahwa debitur tidak mampu untuk membayar utangnya dan tidak dipedulikan apakah berhenti membayarnya itu sebagai akibat dari tidak dapat atau tidak mau membayar. Agar seorang debitur dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, maka berbagai persyaratan juridis harus dipenuhi. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:36 a.
Debitur tersebut haruslah mempunyai lebih dari 1 (satu) utang;
b.
Minimal 1 (satu) utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih ;
35
Ny. Siti Soemarti Hartono, Pengantar hukum Kepailitan dan Penundaan pembayaran, (Jogjakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1983), h. 8. 36 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, ( Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), h. 75. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
c.
Permohonan Pailit dimintakan oleh pihak yang diberikan kewenangan untuk itu.
Ad. a : Debitur tersebut mempunyai lebih dari 1 (satu) utang atau lebih dari 1 kreditur. Keharusan adanya lebih dari satu utang
atau lebih dari satu kreditur
merupakan persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004, yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata yang berbunyi : ”Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para kreditur itu ada alasanalasan sah untuk didahulukan”. Rumusan tersebut memberitahukan bahwa pada dasarnya setiap kebendaan yang merupakan sisi positif harta kekayaan seseorang harus dibagi secara adil kepada setiap orang yang berhak atas pemenuhan perikatan individu ini, yang disebut dengan nama kreditur. Dengan dinyatakannya kepailitan atas debitur (pailit), maka sesuai dengan ketentuan Pasal 21 juncto Pasal 24 Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 dengan diputuskannya pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannnya yang dimasukkan dalam kepailitan terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataan itu sendiri, yang meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit itu dilakukan, beserta semua kekayaan yang diperoleh selama kepailitan. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Ini berarti terhitung sejak tanggal pernyataan pailit dijatuhkan, terjadi penyitaan umum oleh pengadilan atas seluruh harta kekayaan debitur pailit tersebut dan selanjutnya pengurusan harta kekayaan debitur akan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. 37 Alasan mengapa seorang debitur tidak dapat dinyatakan pailit jika ia hanya mempunyai seorang kreditur adalah bahwa tidak ada keperluan untuk membagi aset debitur di antara para kreditur. Kreditur berhak dalam perkara ini atas semua aset debitur. Hal ini dapat dimaklumi karena dalam kepailitan, yang terjadi sebenarnya sita umum terhadap semua harta kekayaan debitur yang diikuti dengan likuidasi paksa, untuk nanti perolehan dari likuidasi paksa tersebut dibagi secara adil diantara krediturnya, kecuali apabila ada diantara para krediturnya yang harus didahulukan menurut ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata. 38
Ad. b : Minimal 1 (satu) utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. a)
Pengertian utang Untuk mengetahui pasti tentang “utang” dapat dilihat dari kata Gotisch
“skulan” atau “sollen”, yang berarti harus dikerjakan menurut hukum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, utang adalah kewajiban membayar kembali apa yang sudah diterima, misalnya uang yang dipinjam dari orang lain 39. Dalam hukum, kewajiban ini timbul dari perikatan yang dilakukan antara para subjek hukum. Perikatan didefinisikan sebagai hubungan kekayaan atau harta benda
37 38
Ibid. Imran Nating, Op.Cit, h. 24.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
antara dua orang atau lebih, berdasarkan mana orang yang satu terhadap yang lainnya berhak atas suatu penuaian atau prestasi dan orang lain terhadap orang itu berkewajiban atas penuaian prestasi itu. Sehingga pada dasarnya perikatan merupakan suatu hubungan hukum yang terjadi antara para pihak (subjek) perikatan terhadap suatu objek tertentu yang disebut prestasi, yang melahirkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak . Utang pada hakekatnya merupakan kewajiban yang timbul dari perikatan dimana ada satu pihak yang berhak atas prestasi (kreditur) dan disisi lain ada pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi (debitur) atas suatu prestasi tertentu. Dengan rumusan demikian, maka Utang yang menjadi dasar permohonan pailit termasuk utang yang timbul diluar kerangka perjanjian pinjam-meminjam (uang), misalnya perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, perjanjian pemborongan, dll. Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 dinyatakan bahwa : “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur” 40 Sedangkan utang yang tidak terbayar adalah hutang pokok atau bunganya, maka kemudian yang perlu diantisipasi oleh pemerintah adalah harus segera
39
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 1139. 40 Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 ayat (6). Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
menyiapkan sarana dan prasarananya yakni lembaga peradilannya, hakimnya, untuk menyelesaikan perkara kepailitan tersebut. 41 b)
Pengertian jatuh waktu dan dapat ditagih Selain syarat harus adanya hutang, syarat permohonan pernyataan pailit
bahwa hutang tersebut harus telah lewat waktu dan dapat ditagih. Pengertian telah lewat waktu dan dapat ditagih apakah pengertian yang sama atau hutang yang ditagih harus lewat waktu terlebih dahulu. Sutan Remy Sjahdeni berpendapat bahwa pengertian telah jatuh waktu atau hutang yang telah “expired” dengan sendirinya menjadi hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, namun hutang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan hutang yang telah jatuh waktu. 42 Hutang yang telah jatuh waktu apabila jangka waktu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit atas hutang piutang telah sampai pada waktunya. Sekalipun jangka waktu belum tiba hutang telah dapat ditagih yaitu apabila telah terjadi salah satu peristiwa “events of devault”. Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.H sependapat bahwa satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, namun suatu hutang yang sudah dapat ditagih belum tentu sudah lewat waktu. Hal ini berkaitan dengan cicilan hutang dalam perjanjian hutang piutang atau perjanjian kredit. 43 Umumnya, debitur dianggap lalai jika ia tidak tahu atau gagal memenuhi kewajibannya dengan melampaui batas waktu yang telah ditentukan dalam
41 42
Rahayu hartini, Op.Cit, h. 19. Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit, h. 69.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
perjanjian. Sehingga, untuk melihat apakah suatu hutang telah jatuh waktu dan dapat ditagih harus merujuk pada perjanjian yang mendasari hutang tersebut. 44 Namun demikian, jika merujuk pada ketentuan Buku Ketiga Pasal 1238 KUH Perdata, menyatakan : “Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan, bahwa si berhutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Menurut pasal itu, debitur dianggap lalai jika ada suatu perintah atau akta pernyataan lalainya si debitur yang dikirimkan oleh kreditur. Sehingga, wanprestasi tidak secara otomatis terjadi dan mengakibatkan dapat dituntutnya debitur terhadap ganti rugi atas tidak terpenuhinya prestasi. 45 Sedangkan hutang yang tidak terbayar adalah utang pokok atau bunganya, maka kemudian yang perlu diantisipasi oleh pemerintah adalah harus segera menyiapkan sarana dan prasarananya yakni lembaga peradilannya, hakimnya, untuk menyelesaikan perkara kepailitan tersebut. 46 Setelah permohonan pailit di kabulkan oleh hakim, maka segera diangkat pihak-pihak sebagai berikut: a.
Panitia kreditur jika diperlukan ;
b.
Seorang atau lebih kurator ;
c.
Seorang hakim pengawas.
43
Bismar Nasutioan, Sunarmi, Op.Cit, h. 26. Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, dan Herni Sri Nurbayanti, Op. Cit, h. 135. 45 Menurut Pasal 1236 KUH Perdata, debitur yang lalai wajib memberikan ganti biaya, rugi, dan bunga kepada kreditur. 46 Rahayu Hartini, Op.Cit., h. 7. 47 Zainal Asikin,Op.Cit, h. 32-33. 44
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Yang menjadi persoalan adalah apakah yang menjadi ukuran bagi “keadaan tidak membayar/ berhenti membayar tersebut” ? Hal itu tidak dijumpai perumusannya, baik dalam undang-undang maupun jurisprudensi maupun pendapat para sarjana. Hanya ada pedoman umum yang disetujui oleh beberapa orang sarjana, yaitu untuk pernyataan kepailitan tidak perlu ditunjukkan bahwa debitur tidak mampu untuk membayar utangnya dan tidak diperdulikan apakah berhenti membayar itu sebagai akibat dari tidak dapat atau tidak mau membayar. Didalam beberapa jurisprudensi telah diinterpretasikan arti keadaan berhenti membayar secara lebih luas, yakni: 47 a.
Keadaan berhenti membayar tidak sama sekali dengan keadaan bahwa kekayaan debitur tidak cukup untuk membayar utangnya yang sudah dapat ditagih, melainkan bahwa debitur tidak membayar utangnya itu.
b.
Debitur dapat dianggap dalam keadaan berhenti membayar walaupun utang-utangnya itu belum dapat ditagih pada saat itu. Oleh karena itu, penentuan jatuh waktu hutang dan kondisi-kondisi yang
menyebabkan akselerasi hutang, harus didasarkan berdasarkan kesepakatan para pihak dalam perjanjian (Pasal 1338 KUH Perdata). Sehingga yang menjadi pegangan dalam menentukan apakah hutang tersebut sudah jatuh waktu dan dapat ditagih atau belum adalah perjanjian yang mendasari hubungan perikatan itu sendiri.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Ad.c : Permohonan dimintakan oleh pihak yang berwenang Setiap debitur yang tidak mampu membayar utang-utangnya yang berada dalam keadaan berhenti membayar kembali utang-utang tersebut, baik atas permintaannya sendiri ataupun atas permintaan seorang krediturnya dapat diadakan putusan oleh hakim yang menyatakan bahwa debitur yang bersangkutan dalam keadaan pailit. Didalam Pasal 2 Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 telah dinyatakan siapa saja pihak yang berwenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, yaitu : 48 1. Debitur itu sendiri; 2. Seseorang atau lebih krediturnya; 3. Kejaksaan untuk kepentingan umum; 4. Bank Indonesia (BI); 5. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM); 6. Menteri Keuangan. Selengkapnya mengenai pihak-pihak yang berwenang tersebut dalam Pasal 2 ayat (1-5) berikut ini : Ayat (1) menyatakan debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri mupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.
48
Rahayu Hartini, Op.Cit. , h. 37.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Ayat (2) menyatakan bahwa permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum. Ayat (3) menyatakan dalam hal debitur adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Ayat (4) menyatakan bahwa dalam hal debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Serta ayat (5) menyatakan dalam hal debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Penentuan tentang siapa pihak yang berwenang untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah sangat penting sekali untuk adanya kepastian hukum sehingga hal ini akan mencegah adanya penyalahgunaan hak, maksudnya orang yang tidak berhak atau tanpa mendapat kuasa untuk kemudian memohon putusan pailit.
D.
Proses Pengajuan Permohonan Perkara Pailit Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan melalui
panitera, yang menurut Lampiran Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Pasal 5 harus diajukan oleh seorang penasehat hukum yang memiliki izin praktek.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Proses pengajuan permohonan Pailit berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, yaitu sebagai berikut : 49 1.
Permohonan pernyataan pailit didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Niaga, tempat domisili debitur.
2.
Panitera menyampaikan permohonan kepada Ketua Pengadilan Niaga selama 2 (dua) hari, sejak pendaftaran dilakukan.
3.
Pengadilan akan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang 3 (tiga) hari sejak pendaftaran dilakukan.
4.
Pemanggilan sidang dilakukan
1 (satu) minggu sebelum sidang I
(pertama) dilaksanakan. 5.
Sidang harus dilaksanakan paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak hari pendaftaran.
6.
Penundaan sidang boleh dilakukan paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak pendaftaran.
7.
Putusan permohonan pailit harus sudah jatuh/ diputuskan 60 (enam puluh) hari sejak didaftarkan.
8.
Penyampaian salinan putusan kepada pihak yang berkepentingan dalam waktu 3 (tiga) hari setelah putusan dijatuhkan.
9.
Pengajuan dan pendaftaran permohonan kasasi kepada Panitera Pengadilan Niaga selama 8 (delapan) hari sejak putusan dijatuhkan.
10. Panitera Pengadilan Niaga mengirim permohonan kasasi kepada pihak terkasasi 2 (dua) hari sejak pendaftaran permohonan kasasi.
49
Inti sari kuliah Hukum Dagang Lanjutan oleh Ibu Puspa Melati H, S.H, M.Hum,
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
11. Pihak terkasasi menyampaikan kontra memori kasasi kepada pihak Panitera Pengadilan Niaga selama 7 (tujuh) hari sejak pihak terkasasi menerima dokumen kasasi. 12. Panitera Pengadilan Niaga
menyampaikan
berkas kasasi kepada
Makhamah Agung selama 2 (dua) minggu sejak pendaftaran permohonan kasasi . 13. Makhamah mempelajari dan menetapkan sidang selama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima. 14. Sidang pemeriksaan permohonan kasasi dilaksanakan 20 hari sejak permohonan kasasi didaftarkan. 15. Putusan kasasi sudah harus jatuh paling lama 60 (enam puluh) hari sejak permohonan kasasi didaftarkan. 16. Penyampaian putusan kepada pihak yang berkepentingan selama 3 (tiga) hari sejak putusan kasasi dijatuhkan. 17. Apabila hendak melakukan Peninjauan Kembali (PK) sesuai dengan ketentuan prosedur pengajuan kasasi (Pasal 14 Undang-Undang No.37 Tahun 2004).
E. Akibat Hukum Kepailitan Pada dasarnya, sebelum pernyataan pailit, hak-hak debitur untuk melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan kekayannya harus
tanggal 14 Januari 2006. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
dihormati. Tentunya dengan memerhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban debitur menurut peraturan Perundang-undangan. 50 Kepailitan mengakibatkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit. “Pembekuan” hak perdata ini diberlakukan oleh Pasal 22 Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan. Hal ini juga berlaku bagi suami atau isteri dari debitur pailit yang kawin dalam persatuan harta kekayaan. 51 Hak debitur untuk melakukan segala sesuatu tindakan hukum yang berkenaan dengan kekayaannya sebelum pernyataan pailit harus dihormati. Namun keadan itu akan berubah ketika debitur dinyatakan pailit oleh putusan Pengadilan Niaga, maka debitur demi hukum kehilangan haknya untuk mengurus dan menguasai harta kekayaanya. Dan terhitung sejak putusan pailit diucapkan maka kewengangan debitur untuk mengurus harta kekayaan beralih kepada kurator. Semenjak pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitur, maka hak dan kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya. Akan tetapi si pailit masih berhak melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaannya, sepanjang itu tidak membawa atau memberikan keuntungan atau manfaat bagi boedelnya.
50
Kartini Muliadi, Actio Pauliana dan pokok-pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Editor Rudy A. Lontoh (Bandung : Alumni, 2001), h. 301. 51 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.Cit., h. 30. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Sebaliknya tindakan yang tidak memberikan manfaat bagi boedel, tidak mengikat boedel tersebut. 52 Sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004, maka semua perikatan antara debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit. 53 Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut : 54 a. Kekayaan debitur pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum atas harta para pihak yang dinyatakan pailit. b. Kepailitan semata mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitur pailit. Misalnya seorang tetap melangsungkan pernikahan meskipun ia telah dinyatakan pailit. c. Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayannya yang termasuk harta pailit, sejak hari putusan pailit diucapkan. d. Segala perikatan debitur yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit. e. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditur dan debitur dan hakim pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan.
52
Imran Nating, Op.Cit., h. 40, lihat juga Pasal 19 dan 22 UUK No. 37 Tahun 2004. Lihat Pasal 23 UUK No. 37 Tahun 2004. 54 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., h. 255. 53
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Lebih lagi mengenai Akibat Hukum Kepailitan diatur pada bagian tersendiri pada Bab II bagian kedua mulai dari Pasal 21-Pasal 64 Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004, yaitu :
A. Akibat Hukum bagi Debitur Pailit dan Hartanya. Akibat kepailitan hanyalah terhadap kekayaan debitur, dimana debitur tidaklah
berada
di
bawah
pengampuan.
Debitur
tidaklah
kehilangan
kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum tersebut menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada. Apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya, debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang akan diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta pailitnya. 55 Dengan pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataannya itu sendiri. Untuk kepentingan harta pailit, semua perbuatan hukum debitur yang dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan, yang merugikan dapat dimintakan pembatalannya. Pembatalannya tersebut hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa debitur dan dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan dan mengetahui bahwa perbuatan itu merugikan kreditur.
55
Imran Nating, Op.Cit., h. 44.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Yang dimaksud dengan semua kekayaan yang diperoleh selama pailit misalnya warisan. Menurut pasal 40 UUK No. 37 Tahun 2004, segala warisan yang selama kepailitan menjadi hak debitur pailit, tidak boleh diterima oleh kurator, kecuali dengan hak istimewanya untuk mengadakan pendaftaran atau perincian mengenai harta peninggalan. Sedangkan untuk menolak semua warisan, kurator memerlukan kuasa dari hakim pengawas. Menurut Pasal 104 UUK No. 4 Tahun 1998, apabila nilai harta pailit yang dapat dibayarkan kepada kreditur yang diistimewakan dan kreditur konkuren melebihi jumlah tagihan terhdap harta pailit, dalam jangka waktu 14 hari terhitung sejak putusan pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum yang tetap, hakim pengawas dapat menetapkan : a. Batas tanggal penjualan tagihan, b. Hari, tanggal dan tempat rapat kreditur untuk mengadakan pencocokan utang. Penentuan waktu pelaksanaan rapat setidak-tidaknya 14 hari setelah batas akhir pengajuan tagihan. Untuk piutang-piutang yang nilainya tidak ditetapkan atau tidak pasti, tidak dapat dinyatakan dalam uang Indonesia atau sama sekali tidak dapat dinyatakan dengan uang, dalam pencocokan diperhitungkan menurut taksiran harga dalam uang Indonesia. Penetapan nilai piutang ke dalam mata uang rupiah dilakukan pada tanggal putusan pernyataanpailit ditetapkan. 56
B. Akibat Hukum Bagi Kreditur.
56
Rahayu Hartini, Op.Cit. , h. 106.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Pada dasarnya, kedudukan para kreditur adalah sama (paritas creditorum). Oleh karena itu, mereka mempunyai hal yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu prorate parte). Asas tersebut mengenal pengecualian yaitu golongan kreditur yang memegang hak agunan atas kebendaan dan golongan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan peraturan perundangan lainnya.Dengan demikian, asas paritas creditorum berlaku bagi para kreditur konkuren saja. 57 Lembaga penangguhan pelaksanaan hak kreditur separatis untuk memungkinkan kurator mengurus boedel pailit secara teratur untuk kepentingan semua pihak yang tersangkut dalam kepailitan, termasuk kemungkinan tercapainya perdamaian atau untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit. Penangguhan eksekusi tersebut tidak berlaku terhadap tagihan kreditur yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditur untuk memperjumpakan utang. 58
C. Akibat Kepailitan terhadap Perikatan-Perikatan yang telah dibuat oleh Debitur sebelum pernyataan pailit diucapkan. 1) Perikatan Sepihak dan Perikatan Timbal Balik. Menurut Pasal 36 UUK No. 37 Tahun 2004, apabila pada saat putusan pernyataan pailit ditetapkan terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru
57
Fred BG. Tumbuan, Pokok-Pokok UU Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh Perpu No. 1/1998, dalam Penyelesaian Utang Piutang melalui pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Editor Rudy A.Lontoh (Bandung: Alumni, 2001), h. 25. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
sebagian dipenuhi, maka pihak dengan siapa debitur mengadakan perjanjian tersebut dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut. Apabila dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh kurator dan kreditur atau dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh hakim pengawas untuk melanjutkan pelaksanaan perjanjian, namun curator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka perjanjian berakhir dan pihak yang telah membuat perjanjian dengan debitur, dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditur konkuren. Sebaliknya apabila kurator menyatakan kesanggupan, maka pihak kreditur dengan siapa ia telah membuat perjanjian dengan debitur, dapat minta kurator untuk memberikan jaminan atas kesanggupannya melaksanakan perjanjian tersebut. Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mebagi perikatan ke dalam: 59 1. perikatan yang melahirkan kewajiban untuk memberikan sesuatu, 2. perikatan yang melahirkan kewajiban untuk berbuat sesuatu, 3. perikatan yang melahirkan kewajiban untuk tidak berbuat sesuatu. Terhadap perikatan–perikatan tersebut, Ilmu Hukum menggolongkan perikatan ke dalam perikatan sepihak dan perikatan timbal balik. Suatu perikatan dikatakan sepihak, jika perikatan tersebut hanya melahirkan kewajiban atau
58
Imran Nating, Op.Cit hal 46, lihat juga pasal 56a ayat 2 UUK No.37 Tahun 2004.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
prestasi pada salah satu pihak dalam perikatan, tanpa melahirkan kewajiban atau kontra prestasi dari pihak lainnya. Sedangkan suatu perikatan disebut dengan perikatan timbal balik jika perjanjian tersebut menerbitkan kewajiban bagi para pihak dalam perjanjian untuk melaksanakan suatu prestasi satu terhadap yang lainnya secara bertimbal balik. Selanjutnya berdasarkan pada objek dari prestasi yang wajib dipenuhi, secara umum prestasi tersebut dapat dibedakan ke dalam : 1. prestasi yang hanya dapat dilaksanakan oleh debitur sendiri, 2. prestasi yang dilaksanakan oleh oihak manapun juga dalam kapasitasnya sebagai wakil kuasa dari debitur. Menurut Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prestasi yang bersifat “unik“ seperti disebutkan dalam ayat 1 tersebut di atas, meskipun tidak seluruhnya demikian, biasanya prestasi tersebut merupakan suatu prestasi untuk berbuat sesuatu. Terhadap prestasi yang “unik” ini, putusan pernyataan pailit mengakibatkan hapusnya perikatan demi hukum, dan pihak kreditur demi hukum pula menduduki posisi yang sama sebagai kreditur konkuren terhadap harta pailit. Dalam hal yang demikian kurator tidak memiliki kewenangan untuk mengambil alih maupun untuk melakukan suatu perbuatan yang baik secara implisit, apalagi eksplisit, menyatakan kehendaknya untuk tetap atau tidak melanjutkan perjanjian tersebut.60 Sebaliknya jika kurator ternyatakan menyatakan kesanggupannya untuk melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut, maka pihak lawan dalam perjanjian
59
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.Cit, h. 31.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
diberikan hak untuk memintakan hak kepada kurator untuk memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melakukan perjanjian tersebut. 2) Pembatalan dan batal demi hukum Perikatan-perikatan yang sedang berlangsung atau terdapat satu atau lebih kewajiban yang belum dilaksanakan oleh debitur pailit, sedang putusan pernyataan pailit telah diucapkan, maka demi hukum perikatan tersebut berakhir, kecuali jika menurut pertimbangan kurator masih dapat dipenuhi dari harta pailit. 61 Untuk dapat membatalkan suatu perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh debitor pailit dengan pihak ketiga sebelum pernyataan pailit diucapkan, yang merugikan harta pailit, Undang-undang Kepailitan mensyaratkan bahwa pembatalan terhadap perbuatan hukum tersebut hanya dimungkinkan jika dapat dibuktikan pada saat perbuatan hukum (yang merugikan) tersebut dilakukan debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Kecuali perbuatan tersebut adalah suatu perbuatan hukum yang wajib dilakukannya berdasarkan perjanjian dan atau undang-undang. 62 Di dalam Undang-Undang Kepailitan memberikan hak kepada pihak kreditur dan atau pihak-pihak lainnya yan berkepentingan untuk memintakan permohonan pembatalan atas perbuatan-perbuatan hukum debitur pailit, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, yang bersifat merugikan,
60
Ibid. Gunawan Widjaja,Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 89. 61
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
baik harta secara pailit secara keseluruhan maupun terhyadap kreditur konkuren tertentu.63 Hal yang penting untuk ditekankan disini adalah bahwa perjanjian atau perbuatan hukum tersebut bersifat dapat dibatalkan dan bukan batal demi hukum. Hal ini harus di kembalikan kepada prinsip dasar dari sahnya suatu perjanjian, sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jo Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ini berarti sepanjang perjanjian dan atau perbuatan hukum yang dilakukan tidak menyentuh aspek objektif dari syarat-syarat sahnya perjanjian, maka perjanjian tersebut hanya dapat dimintakan pembatalannya, atas dasar tidak terpenuhinya syarat kecakapan dan atau ketiadaan kesepakatan.
D. Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Eksekusi Atas Harta Kekayaan Debitur Pailit. Menurut Pasal 31 Undang-Undang Kepailitan No 37 Tahun 2004, putusan pernyataan pailit mempunyai akibat, bahwa segala putusan hakim menyangkut setiap bagian harta kekayaan debitur yang telah diadakan sebelum diputuskannya pernyataan pailit harus segera dihentikan dan sejak saat yang sama pula tidak satu putusan pun mengenai hukuman paksaan badan dapat dilaksanakan. Segala putusan mengenai penyitaan, baik yang sudah maupun yang belum dilaksanakan, dibatalkan demi hukum, bila dianggap perlu, hakim pengawas dapat menegaskan hal itu dengan memerintahkan pencoretan.
62
Ibid.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Dalam pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa setelah ada putusan pernyataan pailit, semua putusan hakim memngenai suatu bagian kekayaan debitur apakah penyitaan atau penjualan, menjadi terhenti. Semua sita jaminan maupun sita eksekutorial menjadi gugur, bahkan sekalipun pelaksanaan putusan hakim sudah dimulai, maka pelaksanaan itu harus dihentikan. Menurut Pasal 33 Undang-Undang Kepailitan No 37 Tahun 2004, apabila hari pelelangan untuk memenuhi putusan hakim sudah ditetapkan, kurator atas kuasa hakim pengawas dapat melanjutkan pelelangan barang tersebut dan hasilnya masuk dalam harta pailit.
E. Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Barang Jaminan. Menurut Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan No 4 Tahun 1998, setiap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Dalam berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang peradilan, dan baik kreditur maupun pihak ke tiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas barang yang menjadi agunan. 64 Penangguhan itu tujuannya adalah: 65 a.
Untuk memperbesar kemungkinan terjadinya perdamainan
b.
Untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit atau
63
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Loc.Cit. , h. 33. Rahayu Hartini,Op.Cit, h. 118. 65 Ibid. 64
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
c.
Untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugas secara optimal. Selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan
hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang badan peradilan, baik kreditur maupun pihak ketiga dimaksudkan dilarang mengeksekusi atau memohon sita atas barang yang menjadi agunan. Selama jangka waktu penangguhan yaitu 90 hari sejak putusan pailit ditetapkan, kurator dapat menggunakan atau menjual harta pailit yang berada dalam pengawasan kuartor dalam rangka kelangsungan usaha debitur, sepanjang untuk itu telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditur atau pihak ketiga yang menuntut hartanya yang berada dalam pengawasan debitur pailit. Harta pailit yang dapat digunakan atau dijual oleh kurator terbatas pada barang persediaan atau barang bergerak, meskipun harta pailit tersebut dibebani dengan hak agunan atas kebendaan. 66 Penangguhan tersebut tidak berlaku terhadap tagihan kreditur yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditur untuk memperjumpakan utang. Kepada kreditur atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat- syarat penangguhan tersebut. Apabila kurator menolak permohonan tersebut, kreditur atau pihak ketiga dapat mengajukan permohonan tersebut kepada hakim pengawas. 67 Dalam memutuskan permohonan yang diajukan oleh kreditur atau pihak ketiga kepada hakim pengawas, ada beberapa yang perlu dipertimbangkan oleh
66
Ibid.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
hakim pengawas seperti ditentukan dalam ayat (9) Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan No 4 Tahun 1998 yaitu: 68 a.
Lamanya jangka waktu penangguhan yang sedang berlangsung,
b.
Perlindungan kepentingan para kreditur dan pihak ketiga yang dimaksud,
c.
Kemungkinan terjadi perdamaian,
d.
Dampak penangguhan tersebut atas kelangsungan usaha dan manajemen usaha debitur serta pemberesan harta pailit. Terhadap permohonan kreditur atau pihak ketiga kepada hakim pengawas,
kemungkinan keputusan hakim adalah: a. Diangkatnya penangguhan untuk satu atau lebih kreditur dan atau, b. Menempatkan persyaratan tentang lamanya waktu penagguhan, c. Penetapan tentang satu atau beberapa agunan yang dapat dieksekusi oleh kreditur. Apabila hakim pengawas menolak untuk mengangkat atau mengubah persyaratan penagguhan tersebut, hakim pengawas wajib memerintahkan agar kurator memberikan perlindungan yang dianggap wajar atau melindungi kepentingan pemohon. 69
6. Status Hukum Si Pailit
67
Ibid. Rahayu Hartini,Op.Cit, h. 108. 69 Ibid. 68
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Tentang masa status atau kedudukan hukum si pailit setelah berakhirnya pemberesan ysng dilaksanakan oleh Balai Harta Peninggalan, diatur dalam Bab I bagian kedelapan Peraturan Kepailitan. Adapun status atau keadaan hukum si pailit disini dimaksudkan adalah gambaran tentang hak dan kewajiban si pailit setelah berakhirnya pemberesan. Dalam hal ini pengertian pemberesan tidak selalu berarti bahwa para kreditur telah memperoleh kembali piutang mereka secara penuh seratus persen. Bilamana terjadi bahwa piutangnya para kreditur masih tersisa, maka sisa tersebut tetap merupakan tagihan yang harus dilunasi oleh seorang pailit, dan kreditur tersebut berhak menuntutnya. Sebaliknya apabila dalam kesempatan membicarakan daftar pembagian penutup si debitur (yang berpiutang) dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri supaya terhadapnya tidak boleh di kenakan paksaan badan mengenai hutang-hutang yang terbit sebelum pernyataan pailit berdasarkan jatuhnya dalam kepailitan diluar kesalahannya atau karena alasan-alasan lain yang penting. Terhadap keputusan Pengadilan Negeri dalam hal ini tidak dapat diajukan banding, dan keputusan itu dapat dijalankan atas surat asli. Berdasarkan pada uraian-uraian di atas jelaslah bahwa meskipun seseorang telah dinyatakan pailit, orang tersebut masih mendapat perlindungan hukum. Dengan perkataan lain bahwa seseorang dinyatakan pailit masih dapat bertindak bilamana suatu tindakan yang ditujukan kepadanya akan mengakibatkan kerrugian morilnya. Di samping itu pula, hal-hal yang membawa keuntungan bagi harta boedel masih dapat dilakukan oleh si pailit, karena dengan keuntungan yang Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
diperoleh tersebut diharapkan dapat melunasi hutang-hutangnya yang sekaligus mempercepat proses pailit berakhir, dan selanjutnya pengembalian hak untuk mengurus harta kekayaan sendiri sebagaimana sebelum adanya pernyataan pailit. 70
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN
A. Pengertian Jaminan Dan Penjamin 1. Pengertian Jaminan Pada dasarnya istilah jaminan itu berasal dari kata, “jamin” yang berarti, “tanggung”, sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan. 71 Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawaban umum debitur terhadap barang-barangnya atau dapat dikatakan pengertian jaminan adalah “menjamin
70 71
Victor Situmorang. Loc. Cit., h. 99. Kwik Kian Gie, Loc.Cit , h. 15.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum”. 72 Konstruksi jaminan dalam defenisi ini ada kesamaan dengan yang dikemukakan oleh Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan, dimana Hartono Hadisoeprapto berpendapat bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Kedua defenisi yang jaminan dipaparkan di atas adalah : 1. Difokuskan pada pemenuhan kewajiban kepada kreditur (bank); 2. Wujud jaminan ini dapat dinilai dengan uang (jaminan materiil); 3. Timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditur dengan debitur. Sedangkan M. Bahsan menggunakan istilah jaminan, dimana ia berpendapat bahwa jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.73 Menurut Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit dikemukakan bahwa Jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian. 74 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia memang tidak secara tegas merumuskan tentang apa yang dimaksudkan dengan jaminan itu.
72
Salim, H.S, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 21. 73 Ibid. 74 Ibid. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Namun demikian dari ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata dapat diketahui arti dari jaminan tersebut. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan bahwa : “Segala kebendaan si berhutang (debitur), baik yang bergerak maupun yang tidak tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut”. Pasal 1131 KUH Perdata tersebut mengandung asas bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap utangnya, tanggung jawab yang mana berupa penyediaan kekayaannya baik benda bergerak maupun benda tak bergerak, jika perlu dijual untuk melunasi utang- utangnya. Dalam ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa : “Kebendaan tersebut dalam Pasal 1131 menjadi jaminan bersama bagi para kreditur, dan hasil pelelangan kebendaan tersebut dibagi diantara para kreditur seimbang menurut besar kecilnya piutang mereka masingmasing, kecuali alasan- alasan yang sah untuk mendahulukan piutang yang satu daripada piutang yang lain ”. Dari Pasal 1132 KUH Perdata tersebut dapat diketahui bahwa apabila seorang debitur mempunyai beberapa kreditur maka pada prinsipnya kedudukan para kreditur itu adalah sama (asas paritas creditorum). Dalam pasal ini juga menunjukan
bahwa
asas
keseimbangan
ini
dapat
dikecualikan
atau
dikesampingkan apabila ada alasan- alasan yang sah. Alasan-alasan yang sah ini dapat berbentuk karena undang-undang atau karena ada perjanjian. 75
75
Ibid.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Jaminan atas hutang adalah salah satu model pembayaran, biasanya dibuat bersama sama dengan agreement lainnya seperti loan atau leasing agreement, Pasal 1820 KUH Perdata:76 Pada dasarnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang hak jaminan kebendaan yang mencakup hak jaminan benda tak bergerak dan hak jaminan benda bergerak. Hak jaminan benda tak bergerak dikenal dengan Hak Tanggungan, sedangkan hak jaminan benda bergerak adalah Gadai dan Fidusia. Menurut H. Salim H.S dalam bukunya Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia menuliskan bahwa Jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. 77
2. Pengertian Penjamin Menurut Rasjim Wiraatmadja seorang advokat senior mengatakan bahwa : “Penjamin adalah pihak yang menjamin dan berjanji serta mengikatkan diri untuk dan atas permintaan pertama dan kreditur membayar utang secara tanpa syarat apapun dengan seketika dan secara sekaligus lunas kepada kreditur, termasuk bunga, provisi dan biaya-biaya lainnya yang sekarang telah ada dan atau dikemudian hari terutang dan wajib dibayar oleh debitur.” Penjamin adalah debitur dari kewajiban untuk menjamin pembayaran oleh debitur. 78 Seorang Penjamin berkewajiban untuk membayar utang debitur kepada
76
Herna Pardede, Guarantee, dikutip dari http//www.hernathesis.multiply.com., diakses tanggal 25 April 2007. 77 Salim,H.S, Op.Cit, h. 6. 78 Imran Nating, Op.Cit, h. 33.
situs
internet
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
kreditur manakala sidebitur lalai atau cidera janji, penjamin baru menjadi debitur atau berkewajiban untuk membayar setelah debitur utama yang utangnya ditanggung cidera janji dan harta benda milik debitur utama atau debitur yang ditanggung telah disita dan dilelang terlebih dahulu tetapi hasilnya tidak cukup untuk membayar utangnya, atau debitur utama lalai atau cidera janji sudah tidak memepunyai harta apapun. Maka berdasarkan ketentuan tersebut penjamin atau penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur, kecuali debitur lalai membayar. Pemberi
jaminan
adalah
orang-orang
atau
badan
hukum
yang
menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan, dimana yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditor, mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitur apabila debitur bersangkutan tidak dapat
memenuhi
kewajibannya (Pasal 1820 KUH Perdata). 79 Mengenai pengertian penanggungan ditegaskan dalam Pasal 1820 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa : “Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”.
79
Ibid.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Dalam hal ini dapat dikatakan hakikat dari penanggungan adalah sebagai berikut: 1. Penanggung adalah jaminan perorangan (security right in personam) yang diberikan : a. Oleh Pihak ketiga dengan sukarela b. Guna kepentingan kreditur c. Untuk memenuhi kewajiban debitur bila ia tidak memenuhinya (Pasal 1820 KUH Perdata) 2. Penanggung adalah perjanjian asesor (accesoir), oleh karena itu: a. Tidak ada penanggungan tanpa perjanjian pokok yang sah (Pasal 1821 KUH Perdata) b. Cakupan
penanggungan
tidak
dapat
melebihi
kewajiban
debitur
sebagaimana dimuat dalam perjanjian pokok (pasal 1822 KUH Perdata).
B. Tujuan Adanya Jaminan dalam Kepailitan Tujuan jaminan yaitu untuk meyakinkan bank atau kreditur, bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. 80 Dibutuhkannya jaminan dan agunan dalam suatu pemberian fasilitas kredit adalah semata-mata berorientasi untuk melindungi kepentingan kreditur, agar
80
Kwik Kian Gie. Op.Cit, h. 16.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
dana yang telah diberikannya kepada debitur dapat dikembalikan sesuai jangka waktu yang ditentukan. Dengan perkataan lain, pihak pemilik dana (kreditur), terutam lembaga perbankan atau lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya jaminan bagi pemberian kredit demi keamanan dan dan kepastian hukumnya. Jadi jelaslah bahwa tanpa adanya jaminan dari debitur maka tentu pihak kreditur tidak akan memberikan fasilitas kredit kepadanya. Ini berarti bahwa dalam kegiatan bisnis jaminan mempunyai peranan yang sangat penting. 81 Tujuan bersama pembuatan perjanjian penanggungan adalah untuk menjamin pelaksanaan perikatan debitur terhadap kreditur yang ada dalam suatu perjanjian lain yang hendak dijamin pelaksanaannya disebut saja perjanjian pokok, yang melahirkan perikatan-perikatan pokok. Dengan demikian, kausa perjanjijan penanggungan adalah untuk memperkuat perjanjian pokoknya. 82 Penjelasan Pasal 56 ayat (2) UUK No. 37 Tahun 2004 yang mengemukakan bahwa penangguhan bertujuan antara lain untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit adalah sama artinya dengan mengemukan bahwa harta Debitur yang sebelum kepailitan telah dibebani dengan Jaminan merupakan harta pailit ketika Debitur itu dinyatakan pailit. Hal ini dapat diartikan tidak konsisten dimana di satu pihak, ketentuan Pasal 56 tampaknya mengakui Hak Separatis dari Kreditur Preferen, di pihak lain ketentuan Pasal 56 UUK No. 37 Tahun 2004 justru mengingkari hak separatis itu
81 82
Ibid. J. Sattrio, Loc.Cit, h. 60.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
karena menentukan bahwa barang yang dibebani dengan hak jaminan merupakan harta pailit. Pasal 56 ayat (3) UUK No. 37 Tahun 2004 menentukan, selama jangka waktu penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kurator dapat menggunakan atau menjual harta pailit yang berada dalam pengawasan kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitur, sepanjang untuk itu telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditur atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Artinya, Undang-Undang Kepailitan tidak memisahkan benda-benda yang dibebani hak jaminan sebagai benda-benda yang bukan merupakan harta pailit. Ini merupakan sikap yang meruntuhkan sendi-sendi sistem hukum hak jaminan. Hal itu lebih lanjut telah membuat tidak ada artinya penciptaan lembaga hak jaminan di dalam hukum perdata dan membuat kaburnya konsep dan tujuan hak jaminan itu. Menurut Fred B.G. Tumbuan yang menjadi salah satu anggota Tim Penyusun Perpu No. 1 Tahun 1998, keberadaan lembaga baru yaitu lembaga penangguhan hak eksekusi kreditur yang tagihannya dijamin dengan hak jaminan atas hak kebendaan (kreditur separatis) perlu untuk mencegah agar pemberian PKPU tidak menjadi mubazir, hal mana mudah terjadi seandainya kreditur Separatis dapat mengeksekusi hak-hak mereka sebagaimana hal itu dimungkinkan dalam UUK yang lama. Menurut
Peraturan
Kepailitan
yang
lama,
yaitu
Faillissements
Verordening, kreditur preferen dapat melaksanakan haknya sekalipun ada Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
kepailitan. Artinya,ketentuan mengenai penundaan 90 hari sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Kepailitan tidak ada. Dengan kata lain, menurut Peraturan Kepailitan yang lama itu hak separatis dari kreditur preferen benar-benar dihormati.
C. Bentuk-Bentuk Jaminan Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di Luar Negeri. Dalam Pasal 24 Undang-UndangU No.14 Tahun 1967 tentang Perbankan ditentukan bahwa “ Bank tidak akan memberikan kredit tanpa adanya jaminan”. Secara umum jaminan dibedakan atas dua macam yaitu: 1. Jaminan Materiil (Kebendaan), Jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan adalah suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh si berpiutang (kreditur) terhadap debiturnya, atau antara siberpiutang dengan seorang pihak ketiga guna memenuhi kewajibankewajibandari si berutang (debitur). 83 Hasil Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada Juli 1977 yang dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan jaminan materiil (kebendaan) adalah merupakan jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang memepunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. 84
83 84
Kwik Kian Gie, Op.Cit, h. 19. Salim,H.S .Op.Cit, h. 24.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului diatas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan, dimana unsur-unsur yang tercantum pada jaminan materiil yaitu: 85 1. Hak mutlak atas suatu benda; 2. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu; 3. Dapat dipertahankan terhadap siapapun; 4. Selalu mengikuti bendanya; 5. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya. Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 4 macam, yaitu: 1. Gadai (pand), yang diatur didalam Bab 20 buku II KUH Perdata; 2. Hipotek atas kapal laut dan pesawat udara, yang diatur dalam Bab 21 buku II KUH Perdata; 3. Hak Tanggungan, yang diatur didalam UU No. 4 Tahun 1996 ; 4. Jaminan Fiducia, yang diatur di dalam UU No. 42 Tahun 1999.
Ad.1 Gadai (pand) : a.
Pengertian gadai Menurut Undang-Undang dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, Gadai adalah: “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara 85
Ibid.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
didahulukan daripada orang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelangbarang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya, setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”. b.
Dasar Hukum : Ketentuan-ketentuan tentang gadai diatur didalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (benda gadai: Pasal 1152 dan hak gadai: Pasal 1150), dengan sedikit perubahan antara lain melalui Stb.1875 – 258, Stb.1917 – 497, Stb.1938 – 276, merupakan ketentuan yang sudah berumur lebih dari 100 tahun. 86 c. Subjek dan Objek Gadai 1. Subjek Gadai Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer). Pandgever yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. Pandnemer yaitu orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikan kepada penerima gadai. 87 2. Objek Gadai Objek gadai ini adalah benda bergerak. Benda bergerak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu benda berwujud dan tidak berwujud. Benda berwujud adalah benda yang dapat berpindah atau dipindahkan. Benda bergerak yang tidak berwujud seperti piutang atas bawah, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil atas benda dan atas piutang.
86 87
J. Satrio, Op.Cit., h. 95. Salim HS, Op.Cit, h. 36.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Ad.2 Hipotek atas kapal laut dan pesawat udara : a. Pengertian hipotek atas kapal laut dan pesawat udara. Menurut Pasal 1162 KUH Perdata Hipotek adalah: “Suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan bagi suatu perikatan”. Vollmar mengartikan hipotek adalah: “ Sebuah hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang hipotek) sesuatu nikmat dari suatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan belaka bagi pelunasan sebuah hutang dengan dilebihdahulukan”. b. Dasar Hukum : Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hipotek kapal laut dan pesawat udara dapat dilihat dilihat sebagai berikut: 1. Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata. 2. Pasal 314 sampai dengan pasal 316 KUH Dagang. 3. Artikel 1208 sampai dengan Artikel 1268 NBW Belanda. 4. Pasal 49 Undang-undang No. 21 Tahun 1992 tentang pelayaran. c.
Subjek dan Objek Hipotek Kapal Laut dan Pesawat Udara. 1.
Subjek Hipotek
Ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pembebanan hipotek kalal laut dan pesawat udara, yaitu penerima hipotek (hypotheekgever) dan penerima hipotek (hypotheeknemer). Pemberi hipotek adalah mereka yang sebagai jaminan memberikan suatu hak kebendaan, atas benda yang tidak bergerak, biasanya mereka mengadakan suatu utang yang terikat pada hipotek, tetapi hipotek atas Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
beban ketiga. Penerima hipotek yaiut pihak yang menerima hipotek, pihak yang meminjamkan uang dibawah ikatan hipotek. Biasanya yang menerima hipotek ini adalah lembaga perbankan. 2.
Objek Hipotek
Objek hipotek diatur Pasal 1164 KUH Perdata, dimana objek hipotek yaitu: a) Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala kelengkapannya ; b) Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut berserta segala perlengkapannya ; c) Hak numpang karang dan hak usaha ; d) Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah ; e) Bunga seperti semula ; f) Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.
Ad. 3 Hak Tanggungan : a. Pengertian Hak Tanggungan Dalam Kamus Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang dijadikan jaminan. Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 disebutkan pengertian hak tanggungan adalah : “ Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. b. Dasar Hukum : Hak Tanggungan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang “Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah” yang disingkat dengan UUHT. c. Subjek dan Objek Hak Tanggungan 1. Subjek Hak Tanggungan Subjek hak tanggungan diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 UU No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan. Dalam kedua pasal itu ditentukan bahwa yang dapat menjadi subjek hukum dalam pembebanan hak tanggungan adalah pemberi hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan. Sedangkan pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berkepentingan.
2. Objek Hak Tanggungan Didalam KUH Perdata dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad1937-190, telah diatur tentang objek hipotek dan Credietverband meliputi: a. Hak Milik (eigendom) ; b. Hak Guna Bangunan (HGB) ; Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
c. Hak Guna Usaha (HGU).
Ad. 4 Jaminan Fidusia : a. Pengertian Jaminan Fidusia Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan. Didalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia kita jumpai pengertian jaminan fidusia adalah: “Pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut dalam penguasaan pemilik benda itu”. b. Dasar Hukum Jaminan Fidusia Apabila kita mengkaji
perkembangan jurisprudensi dari peraturan
perundang-undangan, yang menjadi dasar hukum berlakunya fidusia yaitu : 1. Arrest Hoge Raad 1929, tertanggal 25 januari 1929 tentang Bierbrouwerij Arrest ( negeri Belanda) ; 2. Arrest Hoggerechtshof 18 Agustus 1932 tentang BPM-Clynet Arrest (Indonesia) ; 3. Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. c. Subjek dan Objek Jaminan Fidusia 1.
Subjek Jaminan Fidusia
Subjek dari jaminan fidusia adalah pemberi dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia. 2. Objek Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang N0. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa objek jaminan fidusia dapat dibagi atas 2 macam yaitu : a. Benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, dan b. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan. Di Luar Negeri, Lembaga Jaminan dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu : a. Lembaga jaminan dengan menguasai bendanya (possessory security) dan, b. Lembaga jaminan tanpa menguasai bendanya. Jaminan yang dijelaskan di atas itu merupakan jaminan kebendaan. Artinya, yang menjadi jaminan adalah bendanya itu sendiri, yaitu benda yang dibebani dengan Hak Jaminan itu.
2. Jaminan Imateriil (perorangan dan badan hukum) Selain jaminan kebendaan, hukum juga mengenal Jaminan Penjamin atau Penjamin (penanggung) yang diberikan oleh penjamin atau guarantor. Artinya yang menjadi jaminan itu adalah penjaminnya. Dahulu kala, konsekuensi dari orang yang mengajukan dirinya sebagai penjamin utang debitur apabila penjamin tersebut tidak mampu membayar utang debitur dari harta kekayaannya, penjamin tersebut akan menjadi budak dari kreditur. Dalam perkembangannya, jaminan Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
penjamin tersebut tidak lagi menyangkut jasmani dari penjamin tersebut, tetapi terbatas kepada harta kekayaan penjamin itu saja. 88 Jaminan perorangan adalah jaminan seorang dari pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitur. Dengan perkataan lain, jaminan perseorang itu adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berutang (debitur). Jaminan pribadi (personal guarantee) merupakan suatu jaminan yang diberikan oleh seseorang secara pribadi bukan badan hukum untuk menjamin hutang orang/ badan hukum lain kepada seseorang atau beberapa kreditur. Apabila debitur tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutang tersebut, merupakan kewajiban pihak garantor untuk membayarnya, sehingga dalam hal seperti itu, kedudukan guarantor berubah, tidak ubahnya seperti debitur pula. 89 Dalam jaminan perorangan (bortogcht) itu selalu dimaksudkan bahwa untuk
pemenuhan
kewajiban-kewajiaban
pihak
debitur,
yang
dijamin
pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda debitur dapat disita dan dilelang menurut ketentuan-ketentuan perihal pelaksanaan atau eksekusi putusan pengadilan. 90
88
Sutan Remy Sjahdeni. Op.Cit., h. 282. Herna Pardede, Guarantee, dikutip dari //www.hernathesis.multiply.com., diakses tanggal 25 April 2007. 89
90
situs
internet
http
Kwik Kian Gie, Loc.Cit, h. 15.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Dalam hasil Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada Juli 1977 yang dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan bahwa : “Jaminan immateriil (perorangan) adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya”. Jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan. Unsur jaminan perorangan yaitu: a. Mempunyai hubungan langsung dengan orang tertentu, b. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, dan c. Terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Yang termasuk jaminan perorangan adalah: a. Penjamin/penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih, b. Perjanjian garansi bank.
Ad. a : Penjamin/penanggung (borg): 1. Pengertian Penjamin/penanggung Penjamin/penanggung utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditur, mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitur apabila debitur bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
2.
Dasar Hukum Penjamin/penanggung (borg)
Mengenai pengertian Penjamin/penanggung ditegaskan dalam pasal 1820 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa : “Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”. 91 Selain hak jaminan yang berupa jaminan kebendaan, hukum juga mengenal jaminan penjamin atau penjamin (penanggung) yang diberikan oleh penjamin atau guarantor. Artinya yang menjadi jaminan itu adalah penjaminnya. Konsekuensi dari orang yang mengajukan dirinya sebagai penjamin utang debitur apabila penjamin tersebut tidak mampu membayar utang debitur dari harta kekayaannya, penjamin tersebut akan menjadi budak dari kreditur. Dalam perkembangannya, jaminan penjamin tersebut tidak lagi menyangkut jasmani dari penjamin tersebut, tetapi terbatas kepada harta kekayaan penjamin itu saja. Setelah hukum mengenal atau mengakui adanya badan hukum yang oleh hukum diakui sebagai legal person seperti halnya orang perorangan, maka hukum mengakui pula jaminan penjamin berupa badan hukum. Artinya, yang menjadi penjamin dari utang debitur adalah badan hukum tersebut. Dalam praktek perbankan, yang akan diterima oleh bank menjadi jaminan penjamin adalah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas. Dalam hukum perdata Indonesia, penjamin yang tampil untuk menjamin utang debitur tersebut disebut borg, sedangkan perjanjian penjaminan yang dibuat
91
Imran Nating, Loc.Cit, h. 30.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
antara penjamin dan kreditur disebut perjanjian borgtocht. Perjanjian borgtocht diatur dalam Pasal 1800-1850 KUH Perdata.
Ad. b : Perjanjian garansi bank 1. Pengertian perjanjian garansi bank Istilah garansi bank berasal dari terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu bank garantie. Pengertian garansi bank dapat dibaca dalam Pasal 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 11/110/Kep/Dir/UPPB tentang pemberian jaminan oleh bank dan pemberian jaminan oleh lembaga keuangan non bank, dimana Garansi Bank adalah : “Jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank atau oleh lembaga keuangan non bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang menerima jaminan cidera janji”. 2. Dasar Hukum perjanjian garansi bank Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang garansi bank dapat dilihat dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a) Pasal 1820 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata; b) UU Nomor 7 Tahun 1992 jo UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan; c) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 11/110/Kep/Dir/UPPB tentang pemberian jaminan oleh bank dan pemberian jaminan oleh lembaga keuangan non bank; d) Surat Edaran Bank Indonesia No. SE 11/11 kepada bank-bank umum, bankbank pembangunan dan lembaga keuangan bukan bank di Indonesia perihal
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Pemberian Jaminan oleh bank dan pemberian jamian oleh lembaga keuangan.
D. Pihak-Pihak yang Terkait Dalam Jaminan Pihak – pihak yang terkait dalam jaminan di dalam perkara kepailitan yaitu antara lain : 1. Pihak Pemohon Pailit Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak pemohon pailit, yakni pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke pengadilan, yang dalam perkara biasa disebut sebagai pihak penggugat. Menurut Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Pasal 2 maka yang dapat menjadi pemohon dalam suatu perkara pailit yaitu: 92 a. Pihak debitur itu sendiri; b. Salah satu atau lebih dari pihak kreditur; c. Pihak Kejaksaan jika menyangkut dengan kepentingan umum; d. Pihak Bank Indonesia jika debiturnya adalah suatu bank; e. Pihak Badan Pengawas Pasar Modal jika debiturnya adalah suatu perusahaan efek. Yang dimaksud perusahaan efek adalah pihak yang melakukan kegiatannya sebagai penjamin emisi efek, dan atau manajer investasi, sebagai mana yang dimaksudkan dalam perundang-undangn di pasar modal.
92
Aria Suyudi, Op.Cit, h. 78.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
2. Pihak debitur pailit. Pihak debitur pailit adalah pihak yang memohon atau dimohonkan pailit kepengadilan yang berwenang. Yang dapat menjadi debitur pailit adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Dalam hal ada penanggungan, maka ada dua perjanjian yang berbeda tetapi berkaitan erat satu sama lain, yaitu perjanjian pokok yang dijamin dan perjanjian penanggungannya. Pada perjanjian pokok atas pelaksanaan mana diberikan jaminan melalui suatu perjanjian penanggungan yang terlibat adalah debitur dan kreditur (dalam skema di bawah berturut-turut A dan B). 93 Pihak Debitur (B) sebagai pihak yang berkewajiban untuk memenuhi perikatan berhutang sesuatu, ada schuld/hutang dan karenanya ia sebagai debitur yang punya schuld/hutang dapat ditagih oleh krediturnya. Debitur pada dasarnya bertanggung jawab atas kewajiban perikatannya, dengan seluruh harta bendanya (Pasal 1131 KUH Perdata) dalam arti bahwa, kekayaan debitur bisa dijual paksa dieksekusi untuk diambil sebagai pelunasan. Ini berarti, bahwa debitur disamping punya hutang (schuld) juga punya haftung (tanggung jawab). 94 Dapat digambarkan dengan skema berikut: A
B
A
C
93
Teddy Taufik, Tesis Tanggung Jawab Penanggung Hutang (borgtocht) Terhadap Debitur yang Ingkar Janji, (Medan: Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana USU, 2004), h. 33. 94 J. Satrio, Hukum Perikatan pada Umumnya, (Bandung : Citra Aditya Bakti,1993), h..21. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Pada perjanjian pokoknya adalah A-B, sedang A-C merupakan perjanjian penanggungannya, yang aceesoir pada A-B. 95 Karena ada dua debitur yang terlibat dalam kedua perjanjian tersebut di atas yang walaupun merupakan dua perjanjian sendiri-sendiri, tetapi mempunyai kaitan yang erat sekali, maka dalam hal seperti di atas untuk membedakan debiturnya. Debitur perikatan yang pertama disebut debitur, sedang disebut yang kedua disebut Borg.96
3. Pemberi Jaminan sebagai Pihak Ketiga Pihak pemberi jaminan atau penanggung hutang yang dikenal dengan Bogrtocht. Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam hubungan hukum antara kreditur dengan debitur sebenarnya borg berkedudukan sebagai pihak ketiga, namun demikian borg dengan sukarela telah mengikatkan diri sebagai debitur kepada kreditur untuk prestasi yang sama (paling tidak dengan nilai yang sama dengan debitur). 97 Skema seperti ini lebih dapat menggambarkan sebagai pemberi jaminan terhadap perikatan A-B: 98
A
B
C
95
Teddy Taufik, Loc.Cit, h. 33. Ibid. 97 Ibid. 96
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Pada Perjanjian yang terlibat adalah pemberi jaminan dan kreditur (dalam skema di atas berturut – turut A dan C), berdasarkan mana pemberi jaminan (C) kalau debitur wanprestasi bisa ditagih kreditur untuk memenuhi kewajiban penanggungannya. Jadi pemberi jaminan juga berkedudukan sebagai debitur yang berdasarkan perjanjian penanggungannya bertanggung jawab dengan seluruh harta kekayaannya. Ditinjau dari perikatan yang hendak ditanggung pemenuhannya yaitu perikatan pokok antara kreditur dengan debitur merupakan orang yang ada di luar perikatan tersebut karenanya disebut sebagai pihak ketiga dalam perjanjian penanggungan (skema). Pemberi jaminan (C) dalam perjanjian penanggungan mempunyai kewajiban perikatan tersendiri di luar kewajiban perikatan debitur (B) hanya saja dengan sengaja disepakati, bahwa isi dan luasnya perikatan ditentukan oleh wanprestasinya debitur, yaitu apa yang oleh debitur tidak dipenuhi sebagaiman semestinya. Maka pemberi jaminan berkewajiban untuk memnuhi prestasinya yang seharusnya dipenuhi oleh debitur, kalau perlu termasuk untuk dan dengan cara memberikan ganti rugi. Berdasarkan hal tersebut dan ketentuan Pasal 1820 KUH Perdata serta apa yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikatakan bahwa sesudah debitur asli melakukan wanprestasi, kreditur mempunyai dua orang debitur, yang sama-sama
98
Ibid.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
bisa ditagih untuk seluruh hutang, dan pembayaran yang satu membebaskan yang lain.
99
BAB IV PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB PENJAMIN (PERSONAL GUARANTEE) DI DALAM PERMOHONAN PERKARA PAILIT
99
Teddy Taufik, Loc.Cit, h. 37.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
a.
Peranan Penjamin (Personal Guarantee) dalam Permohonan Perkara Pailit Pada dasarnya penjaminan pribadi merupakan bagian dari skema
perjanjian penanggungan yang diatur pada KUH Perdata (Bab XVII KUH Perdata). Inti dari perjanjian penanggungan adalah adanya pihak ketiga yang setuju untuk kepentingan si berutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang, apabila pada waktunya si berutang sendiri tidak berhasil memenuhi kewajibannya (Pasal 1820 KUH Perdata). Berbeda dengan skema jaminan lainnya, yaitu jaminan kebendaan yang memberikan hak penuh kepada kreditur atas suatu hak kebendaan spesifik apabila terjadi kegagalan pemenuhan prestasi (misal: gadai, fidusia), maka perjanjian penanggungan hanya memberikan kreditur hak umum untuk menagih kepada pihak-pihak yang telah mengikatkan diri sebagai penanggung dalam hal kegagalan pembayaran, sehingga kedudukan kreditur yang dijamin oleh penanggung masih berada di bawah kreditur yang dijamin oleh hak jaminan kebendaan. Pada umumnya permohonan pailit yang disertai jaminan bahwa penanggung bersifat penjamin itu dapat timbul untuk menjamin perhutangan dari segala macam hubungan hukum. Lazimnya hubungan hukum yang bersifat keperdataan, namun dimungkinkan juga bahwa penjamin diberikan untuk menjamin pemenuhan prestasi yang lahir dari hubungan hukum yang bersifat hukum publik. Asalkan prestasi itu dapat dinilai dalam bentuk uang. 100
100
Prof. Dr. Ny. Soedewi Masjchoen Sofwan,SH, Hukum Jaminan di Indonesia PokokPokok Hukum Jaminan dan Perorangan, (Yogyakarta : Liberty Offset, Cetakan III, 2003), h. 85. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Didalam perjanjian penanggungan hutang dalam permohonan pailit umumnya berisikan tentang : 101 1. Penjamin atau penanggung sebagai pihak ketiga; 2. Penjamin atau penanggung diberikan demi kepentingan dari kreditur; 3. Penjamin atau penanggung mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, jikalau debitur wanprestasi; 4. Dalam perjanjian tersebut adanya perjanjian bersyarat. Untuk memantapkan keyakinan kreditur bahwa debitur akan secara nyata mengembalikan pinjamannya setelah telah jatuh waktu/jatuh tempo dan ia dinyatakan pailit maka diperlukan adanya pihak ketiga yaitu penjamin. Penjamin dalam kasus kepailitan adalah debitur dari kewajiban untuk menjamin pembayaran oleh debitur utama. 102 Seorang Penjamin berkewajiban untuk membayar utang debitur kepada kreditur manakala si debitur lalai atau cidera janji, penjamin baru menjadi debitur atau berkewajiban untuk membayar setelah debitur utama yang utangnya ditanggung cidera janji dan harta benda milik debitur utama atau debitur yang ditanggung telah disita dan dilelang terlebih dahulu tetapi hasilnya tidak cukup untuk membayar utangnya, atau debitur utama lalai atau cidera janji sudah tidak memepunyai harta apapun. Maka berdasarkan ketentuan tersebut penjamin atau penanggung tidak wajib membayar kepada kreditur, kecuali debitur lalai membayar.
101
Teddy Taufik, Op.Cit, h. 11. Imran Nating, Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004), h. 33. 102
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Penjamin
dalam
hal
ini
adalah
Personal
Guarantee (penjamin
perorangan). Penjamin ini baru dapat dikatakan mempunyai peranan dalam hal permohonan pailit adalah apaibila pihak debitur wanprestasi (cidera janji) atau dengan kata lain tidak mampu membayar 1 (satu) atau lebih hutang yang harus segera dibayar atau telah jatuh waktu/ jatuh tempo dan dapat ditagih. Oleh karena itu, penjamin perorangan tersebut harus memenuhi apa yang telah ditinggalkan oleh si debitur. Jadi, peranan Personal Guarantee adalah sebagai pihak ketiga yang mengikatkan diri secara sukarela kepada kreditur untuk dapat meyakinkan kreditur tersebut bahwa debitur pasti akan dapat/mampu untuk melunasi hutanghutangnya, walaupun kepada debitur tersebut telah dijatuhi pailit atau debitur pailit.
b. Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) dalam Permohonan Perkara Pailit Di dalam jaminan perorangan tidak ada benda tertentu yang diikat dalam perjanjian, karena yang diikat dalam perjanjian adalah kesanggupan pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban debitur dalam memenuhi hutang- hutangnya. Jaminan perorangan hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu yang terikat dalam perjanjian saja. Pihak pemberi jaminan atau penanggung hutang yang dikenal dengan Bogrtocht. Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam hubungan hukum antara kreditur dengan debitur sebenarnya borg berkedudukan sebagai pihak ketiga, Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
namun demikian borg dengan sukarela telah mengikatkan diri sebagai debitur kepada kreditur untuk prestasi yang sama (paling tidak dengan nilai yang sama dengan debitur). 103 Skema seperti ini lebih dapat menggambarkan kedudukan sebagai pemberi jaminan terhadap perikatan A-B: A
B
C Pada Perjanjian yang terlibat adalah pemberi jaminan dan kreditur (dalam skema diatas berturut – turut A dan C), berdasarkan mana pemberi jaminan (C) kalau debitur wanprestasi bisa ditagih kreditur untuk memenuhi kewajiban penanggungannya. Jadi pemberi jaminan juga berkedudukan sebagai debitur yang berdasarkan perjanjian penanggungannya bertanggung jawab dengan seluruh harta kekayaannya. Berkaitan dengan pemberian guarantee
yang biasanya diminta oleh
perbankan dalam pemberian kredit bank, seorang penjamin atau penanggung yang memberikan personal guarantee dapat dimohonkan untuk dinyatakan pailit. Berdasarkan
kedudukan
Personal
Guarantee
diatas
yang
telah
digambarkan dengan skema, maka dapat kita ketahui sejauh mana tanggung jawab Personal guarantee dalam suatu perkara kepailitan, yaitu : 1. Personal Guarantee ikut bertanggung jawab atas jaminan pembayaran hutanghutang debitur, karena Personal Guarantee ini secara tidak bersyarat telah
103
Teddy Taufik, Op.Cit, h. 28.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
menyetujui kewajibannya untuk membayar hutang ataupun ganti rugi kepada kreditur bila debitur wanprestasi yang mengakibatkan debitur tersebut dipailitkan. Akan tetapi hal ini dapat dipenuhi oleh guarantor (Personal Guarantee), sepanjang ia berada dalam keadaan mampu membayar hutanghutang debitur kepada krediturnya. Bila suatu waktu guarantor tersebut tidak mampu lagi menjamin pembayaran tersebut, maka hilanglah tanggung jawabnya sebagai penjamin. 2. Personal Guarantee dalam hal perkara pailit bertanggung jawab harus menunjuk pengganti dirinya bila ia telah tidak mampu lagi menjamin pembayaran hutang-hutang debitur. Hal ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam Pasal 1829 KUH Perdata, yang berbunyi : “Apabila si penjamin yang telah diterima oleh yang berpiutang secara sukarela atau dasar Putusan Hakim, kemudian menjadi tidak mampu, maka harus ditunjuk seorang penanggung baru”. Dari bunyi pasal tersebut apabila secara konkret dan objektif guarantor berada dalam keadaan tidak mampu dan guarantor tersebut sebelumnya sudah diterima kreditur maka upaya dan tindakan yang dapat dilakukan oleh kreditur yaitu : a. Mengajukan tuntutan agar ditunjuk guarantor baru; b. Dan sekiranya debitur tidak berhasil menunjuk guarantor baru, secara analogis diterapkan Pasal 1830, yakni debitur menggantinya dengan jaminan pand (gadai) atau hipotik. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
3. Personal Guarantee bertanggung jawab untuk dapat sebagai “cadangan” dalam hal harta debitur tidak mencukupi untuk melunasi hutang- hutangnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1831 KUH Perdata yang menegaskan bahwa si penjamin (Personal Guarantee) tidak diwajibkan membayar kepada kreditur, selain apabila debitur lalai dalam memenuhi prestasinya dan hutanghutangnya sudah jatuh waktu/jatuh tempo dan sudah dapat ditagih, sedangkan harta benda debitur ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya. Namun, pada Pasal 1832 KUH Perdata memberikan pengecualian terhadap ketentuan dari Pasal 1831 KUH Perdata sehingga memberikan peluang kepada kreditur untuk dapat menuntut langsung kepada seorang penjamin untuk melaksanakan kewajibannya melunasi hutang-hutang debitur yang telah dilimpahkan kepadanya secara keseluruhan tanpa harus menjual harta benda debitur terlebih dahulu, dalam hal penjamin telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut dilakukannya lelang sita lebih dahulu atas benda si debitur.
c. Kasus Personal Guarantee dan Tanggapan Pengajuan permohonan pailit terhadap penanggung/penjamin (guarantor) merupakan hal yang cukup lumrah. Dalam praktek pada Pengadilan Niaga telah menerima dan memutus/ menjatuhkan pailit dari berbagai permohonan pailit yang ditujukan baik kepada penjamin perusahaan (Corporate Guarantee) maupun penjamin pribadi atau perorangan (Personal Guarantee). Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Contoh kasus yang berkaitan dengan Personal Guarantee yang telah diperiksa dan diputuskan Majelis Hakim Mahkamah Agung yakni putusan No. 02 K/N/1999. Permohonan Kasasi diajukan P.T. Kutai Kartanegara Prima Coal Jl. Letjen S. Parman Kav. 98 Jakarta Barat sebagai Pemohon Kasasi I, dan Ny. Iswati Sugianto yang beralamat di Jl. Letjen. Suprapto No. 11 RT.026/RW. 04 Kelurahan Baru Tengah Kec. Balikpapan Barat Kodya, Dati II Balikpapan sebagai Pemohon Kasasi II, melawan Hasim Sutiono yang beralamat di Jl. Teluk Betung No.06 RT. 001/RW.06 Menteng Pusat sebagai Termohon Kasasi I, dan PT. Muji Inti Utama, Graha Irama Building Lt. 12 Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-1 Kav. 1&2 Jakarta Selatan sebagai Termohon Kasasi II. Dalam kasus ini, dapat dilihat bahwa seorang penjamin perorangan (Personal Guarantee) dapat juga dipailitkan (dalam kasus diatas yaitu Ny. Iswati Sugianto). Perkara ini diawali ketika PT. Kutai Kartanegara Prima Coal mengadakan Akta Perubahan Anggaran Dasar No. 13 tanggal 13 Maret 1995 dengan bertambahnya jumlah pemegang saham pada perusahaan tersebut, yang semula pegang sahamnya hanyalah Abdul Galib Samad sebagai Direktur Utama dan Ir. H. Mirhanuddin Samad sebagai Komisaris, menjadi bertambah dengan masuknya Ir. Arifin Sugianto, Ny. Iswati Sugianto (diangkat sebagai komisaris), dan Rusli Sugianto sebagai pemegang saham juga pada perusahaan tersebut. Pada tanggal 19 Juli 1996 diadakan perjanjian di bawah tangan (Bukti P1), yang intinya Hasim Sutiono Cs akan masuk sebagai pemegang saham sebanyak 61% dalam PT. Kutai Kartanegara Prima Coal dengan syarat :
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
- Menyerahkan uang sebanyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) sebagai pinjaman kepada PT. Kutai Kartanegara Prima Coal untuk pembayaran uang kesungguhan pada Departemen Pertambangan dan uang itu harus dikembalikan kepada Hasim Sutiono selama 6 bulan; dan pada tanggal 19 Juli 1996, Hasim Sutiono telah merealisir uang yang akan ia pinjamkan tersebut dengan Giro Bilyet No. BA. 103475 dan sudah diterima langsung oleh Ny. Iswati Sugianto. - Memberikan ganti rugi kepada Ny. Iswati Sugianto Cs sebanyak Rp. 500.000.000,- apabila ada penggantian dari investor, maka uang tersebut akan menjadi milik bersama dengan perbandingan sesuai setoran masing-masing; - Menyetor modal awal pada tanggal 1 Agustus 1996 sebesar Rp. 3.050.000.000,- (Bukti P-2). Walaupun Hasim Sutiono telah melakukan dan memenuhi syarat-syarat yang telah diajukan oleh Ny. Iswati Sugianto agar dapat menjadi pemegang saham pada P.T.Kutai Kartanegara Prima Coal, akan tetapi pada kenyataannya Hasim Sutiono Cs tidak terdaftar sebagai pemilik saham setelah perusahaan tersebut disahkan oleh Departemen Kehakiman RI, dan diduga adanya unsur-unsur kesengajaan dari Ny. Iswati Sugianto agar mengeluarkan Hasim Sutiono Cs dari P.T.Kutai Kartanegara Prima Coal tersebut. Hasim Sutiono Cs bersedia mengundurkan diri dari PT. Kutai Kartanegara Prima Coal asalkan perusahaan tersebut mengembalikan uang seperti yang diperjanjikan pada Akta Kesepakatan Bersama tanggal 25 Agustus 1997 (Bukti P5), yaitu :
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
1.
P.T. Kutai Kartanegara Prima Coal akan mengembalikan pinjaman sebesar Rp. 1.000.000.000,- ditambah 2% bunga perbulan kepada Hasim Sutiono Cs, terhitung sejak tanggal 11 Juli 1996 dan pengembalian uang ini harus dilakukan paling lambat tanggal 25 September 1997.
2.
Dalam hal ini, Ny. Iswati Sugianto bertindak sebagai Personal Guarantee atas pengembalian uang Rp. 1.000.000.000,- dan uang tersebut akan menjadi hutang Ny. Iswati Sugianto kepada Hasim Sutiono dan pada saat pengajuan pailit ini hutang ini telah jatuh tempo/waktu. Hal ini mengakibatkan timbulnya hutang PT. Kutai Kartanegara Prima Coal (Bukti P-6A). Berdasarkan Bukti P-6A ini, dapat diketahui bahwa PT. Kutai Kartanegara
Prima Coal telah cidera janji dalam hal pengembalian uang sebesar Rp. 1.000.000.000,- dan uang tersebut sudah dapat ditagih. Perusahaan ini tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya seperti apa yang telah ditentukan pada pasal 1763 ayat 1 KUH Perdata mengenai persyaratan utang yang berbunyi : “Siapa yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama, dan pada waktu yang ditentukan.”. Dari kasus yang telah diuraikan di atas kedudukan Ny. Iswati Sugianto adalah sebagai Personal Guarantee (penjamin perorangan) dari PT. Kutai Kartanegara Prima Coal. Mengenai penjamin/penanggung ditegaskan dalam Pasal 1820 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa : “Penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Akan tetapi, kedudukan Ny. Iswati Sugianto sebagai seorang penjamin (Personal Guarantee) tidaklah melaksanakan kewajibannya, yang mengakibatkan timbulnya hutang yang telah jatuh tempo/waktu dan sudah dapat ditagih. Ny. Iswati Sugianto yang juga menjabat sebagai komisaris pada PT. Kutai Kartanegara Prima Coal juga mangkir dari segala tanggung jawabnya sebagai penjamin (Personal Guarantee). Malahan ia mengadakan jual beli saham PT. Kutai Kartanegara Prima Coal dengan PT. Muji Inti Utama pada tanggal 9 Agustus 1997 dan telah ditandatangani “Minutes of Meeting”, dimana PT. Muji Inti Utama akan membeli saham PT. Kutai Kartanegara Prima Coal sebanyak 75% seharga Rp. 750.000.00.000,- (Bukti P-7). Berdasarkan kesepakatan dari “Minutes of Meeting” tersebut, PT. Muji Inti Utama telah menyetor uang sebesar Rp. 500.000.000,- pada tanggal 11 Agustus 1997 dan sisanya akan dilunasi setelah dilakukan study kelayakan lokasi dan seluruh dokumen-dokumen saham yang telah dibeli, diserahkan oleh PT. Kutai Kartanegara Prima Coal (penyerahan dokumen tersebut paling lambat tanggal 23 Agustus 1997) kepada PT. Muji Inti Utama. Dalam jual-beli saham ini pun, Ny. Iswati Sugianto berkedudukan sebagai penjamin perorangan (Personal Guarantee) PT.Kutai Kartanegara Prima Coal (Bukti P-8). Setelah tanggal 23 Agustus 1997, ternyata PT. Kutai Kartanegara Prima Coal tidak juga menyerahkan dokumen-dokumen saham, seperti apa yang telah diperjanjikan, dan dengan secara sepihak membatalkan jual-beli saham tersebut. Maka sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam Bukti P-7 dan Bukti P-8, maka uang yang telah disetor oleh PT. Muji Inti Utama sebesar Rp. 500.000.000,Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
harus dikembalikan beserta denda sebesar 25% dari uang yang telah disetor tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadi lagi hubungan hukum hutang-piutang PT. Kutai Kartanegara Prima Coal dan hutang ini telah juga jatuh tempo serta PT. Kutai Kartanegara Prima Coal ternyata tidak mampu membayar (unable to pay debts as they fall due). Dengan demikian, PT. Kutai Kartanegara Prima Coal dapat dinyatakan pailit karena telah mempunyai lebih dari 1 (satu) hutang yang dapat ditagih dan telah jatuh tempo/jatuh waktu, yaitu pada Hasim Sutiono Cs dan PT. Muji Inti Utama. Hal ini juga sesuai dengan apa yang tercantum dalam UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dalam Pasal 2 ayat (1) yang menyebutkan : “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya”. Dan arti kepailitan menurut Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 menyatakan bahwa : “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagai mana diatur dalam Undang-undang ini”. Dalam kedudukannya sebagai penjamin (Personal Guarantee) dari kedua hutang telah jatuh waktu/jatuh tempo dan dapat ditagih, maka Ny. Iswati Sugianto dapat dimintakan tanggung jawabnya sebagai penjamin, yaitu ikut bertanggung jawab atas jaminan pembayaran hutang-hutang debitur (PT. Kutai Kartanegara Prima Coal), karena Personal Guarantee ini secara tidak bersyarat telah menyetujui kewajibannya untuk membayar hutang ataupun ganti rugi kepada Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
kreditur (Hasim Sutiono Cs dan PT. Muji Inti Utama) bila debitur wanprestasi yang mengakibatkan debitur tersebut dapat dipailitkan. Sesuai dengan apa yang digariskan pada Pasal 1820 KUH Perdata yang merupakan dasar hukum dari adanya Personal Guarantee (Penjamin Perorangan), maka pada diri Ny. Iswati Sugianto melekat perjanjian pokok dari PT. Kutai Kartanegara, yaitu perjanjian hutang piutang, dengan demikian secara tidak langsung segala kewajiban dari PT. Kutai Kartanegara Prima Coal berupa pemenuhan pembayaran hutang-hutang yang telah jatuh tempo dan sudah dapat ditagih, melekat juga kewajiban tersebut dengan Ny. Iswati Sugianto, karena ia merupakan seorang penjamin (Personal Guarantee) dan ia dapat dituntut untuk melunasi hutang-hutang dari PT. Kutai Kartanegara Prima Coal, bila ternyata harta kekayaan dari PT. Kutai Kartanegara Prima Coal tidak mencukupi untuk melunasi hutang-hutangnya. Dalam hal penyitaan harta pailit untuk melunasi hutang-hutang tersebut tetap didahulukan penyitaan terhadap si debitur principal (PT. Kutai Kartanegara Prima Coal), baru setelah itu sita harta terhadap Ny. Iswati Sugianto. Karena PT. Kutai Kartanegara Prima Coal sudah dalam keadaan pailit (sesuai dengan putusan Pengadilan Niaga No. 18/Pailit/1998/PN.Niaga/Jkt.Pst), maka Ny. Iswati sebagai guarantornya dapat dinyatakan pailit juga karena sesuai Pasal 1832 dalam angka 4 KUH Perdata diatur bahwa si penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda si berhutang lebih dahulu disita dan di jual untuk melunasi hutang jika si berhutang berada dalam keadaan pailit. Jadi, jelaslah disini bahwa Ny. Iswati Sugianto dapat dimohonkan pailit juga.
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Permohonan kasasi ini merupakan upaya hukum terhadap putusan Pengadilan Niaga No. 18/Pailit/1998/PN.Niaga/Jkt.Pst. yang diajukan Termohon I yakni PT. Kutai Kertanegara Prima Coal dan Termohon II yakni Ny. Iswati Sugianto karena telah dinyatakan pailit. Kasasi dalam tingkat Makhamah Agung ini diajukan oleh para pemohon kasasi, karena adanya keberatan-keberatan dalam memori kasasinya adalah sebagai berikut : 1. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah salah menerapkan hukum : a. Identitas Termohon I (Pemohon Kasasi I) kabur sebab dalam permohonan disebut “PT. KUTAI KERTANEGARA PRIMA COAL” padahal berdasarkan Akta Pendirian Nomor 144 tanggal 26 Juli 1996 nama yang sebenarnya adalah PT. Kutai Kartanegara Prima Coal; b. Bahwa demikian pula identitas termohon II kabur/keliru karena disebutkan sebagai Komisaris pada PT. Kutai Kartanegara Prima Coal padahal Termohon II adalah komisaris dari PT. Kutai Kartanegara Prima Coal; c. Karena kesalahan itulah, Termohon I (permohonan kasasi I) tidak pernah dipanggil dan tidak pernah menghadap persidangan.
2. Salah menerapkan hukum pembuktian : a. Bahwa bukti P.1 (surat perjanjian dibawah tangan) bukti P.2 (adendum perjanjian tanggal 29 Juli 1996 dan bukti P.3 (perubahan anggaran dasar PT. Kutai Kartanegara Prima Coal) tidak dapat dijadikan sebagai bukti adanya utang piutang yang jatuh tempo dan dapat ditagih serta tidak Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
membukt ikan bahwa termohon dalam keadaan berhenti membayar (insolventie); Bahwa menurut Pemohon Kasasi, Kepailitan baru dapat terjadi apabila : 1. Ada akte authentik perjanijian kredit antara kreditur dan debitur; 2. Telah ada akte pengakuan utang dari debitur yang dibuat tanpa tekanan termasuk tekanan ekonomi, sosial, fisik, mental dalam bentuk apapun; 3. Debitur dalam keadaan berhenti membayar yang harus dibuktikan oleh kreditur melalui pemeriksaan pengadilan (vide pasal 110 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1/1995 tentang perseroan terbatas. b. Bahwa dari bukti-bukti yang diajukan ternyata tidak satu buktipun yang memenuhi syarat atau dapat membuktikan adanya keadaan seperti diuraikan tersebut di atas, tetapi bukti-bukti tersebut hanya membuktikan adanya jual beli saham. 3. Permohonan Pailit terlalu premature : a. Bahwa berdasarkan akte nomor 144 tanggal 26 Juli 1996 Termohon kasasi I adalah pemegang saham PT. KUTAI KARTANEGARA PRIMA COAL sebesar 61% yang dalam akte tersebut telah disebutkan bahwa Termohon kasasi I telah menyetor nilai sahamnya, akan tetapi sampai saat ini Termohon I belum menyetor kewajibannya tersebut, sehingga sebenarnya termohon kasasi I tidak mempunyai saham dalam permohonan kasasi I; Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
b. Bahwa berdasarkan berita acara rapat tanggal 01 Agustus 1997 (bukti T-1 – T II-1) para Pemohon kasasi dan Termohon kasasi I akan menjual saham pada Termohon kasasi I kepada pihak ke III dan hasilnya akan dibagi sesuai perimbangan penjualan saham tersebut sampai saat ini belum dilaksanakan; Termohon kasasi I belum membayar ganti rugi sebesar Rp. 500.000.000,- kepada Pemohon kasasi II karena itu termohon kasasi I belum melaksanakan prestasinya; Termohon kasasi II belum melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan kewajibannya untuk melakukan study kelayakan sebagaimana disepakati dalam “Minutes of meeting sale and purchase of share holding in PT. Kutai Kartanegara Prima Coal” tanggal 9 Agustus 1997 (bukti T-1 Dan T.II-7); Termohon kasasi II telah mengajukan gugatan pembatalan jual-beli saham di Pengadilan
Negeri
Jakarta
Barat
dengan
Register
Nomor
265/Pdt.G/1998/PN/Jkt.Bar. yang sampai sekarang belum diputus. Bahwa dengan demikian utang baru bisa timbul setelah adanya pembatalan jual-beli saham tersebut; 4. Telah salah menerapkan hukum tentang “utang” : a. Bahwa hubungan antara Pemohon II dengan Termohon I dan II dalah hubungan hukum jual beli saham PT. Kutai Kartanegara Prima Coal dan bukan hubungan hukum pinjam meminjam uang;
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
b. Bahwa karena itu tidak dapat dijadikan dasar permohonan pailit sesuai pendapat Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 2 Desember 1998 nomor 03/K/N/1998 yang antara lain mempertimbangkan : 1). Bahwa hubungan hukum antara kreditur dan debitur adalah hubungan hukum perikatan jual-beli, bukan utang piutang; 2). Hubungan hukum pengikatan jual beli adalah merupakan perikatan antara konsumen dan produsen bukan pinjam-meminjam dalam pengertian utang”; 5. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah mengabulkan lebih dari yang dimohon karena dalam pertimbangannya mempertimbangkan bahwa sekalipun tidak menunjuk secara tegas dasar hukum dan kaitannya dengan kasus posisi, akan tetapi Pengadilan Niaga tetap mengabulkan permohonan pailit; 6. Bahwa pemohon dalam permohonannya mendalilkan bahwa pemohon adalah pemegang saham sebesar 61% sehingga berdasarkan Pasal 110 ayat 1 dan ayat 2 seharusnya kalau pemohon merasa dirugikan maka Ia dapat mengajukan permohonan untuk RUPS kepada direksi; Atas permohonan kasasi, Majelis Hakim Mahkamah Agung memutuskan menolak permohonan kasasi dari para Pemohon kasasi yaitu : PT. Kutai Kartanegara Prima Coal dan Ny. Iswati Sugianto, dan menghukum para Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi tersebut sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Dalam pertimbangan putusan Mahkamah Agung dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak bertentangan dengan hukum Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
dan/atau Undang-undang, maka dengan ditolaknya permohonan kasasi yang diajukan oleh PT. Kutai Kartanegara Prima Coal dan Ny. Iswati Sugianto (Pemohon Kasasi I & II), maka dapat disimpulkan bahwa PT. Kutai Kartanegara Prima Coal dan Ny. Iswati adalah PAILIT sesuai dengan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan-permasalan di atas, yaitu sebagai berikut : 1.
Penjamin (Personal Guarantee) dalam hukum kepailitan merupakan pihak ketiga yang menjamin secara pribadi (bukan badan hukum) dan berjanji, serta untuk mengikatkan diri kepada kreditur tanpa syarat apapun untuk menjamin hutang orang/badan hukum lain kepada seseorang atau beberapa kreditur. Apabila debitur tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar hutang tersebut dan dinyatakan pailit, maka merupakan kewajiban Penjamin (Personal Guarantee) untuk membayarnya, sehingga dalam hal seperti itu, kedudukan Penjamin (Personal Guarantee) berubah, tidak ubahnya seperti debitur pula.
2.
Peranan Personal Guarantee adalah sebagai pihak ketiga yang mengikatkan diri secara sukarela kepada kreditur untuk dapat meyakinkan kreditur tersebut bahwa debitur pasti akan dapat/mampu untuk melunasi hutang- hutangnya, walaupun kepada debitur tersebut telah dijatuhi pailit atau debitur pailit. Serta, yang merupakan tanggung jawab Personal Guarantee dalam permohonan perkara pailit , yaitu : a. Personal Guarantee ikut bertanggung jawab atas jaminan pembayaran hutang-hutang debitur, karena Personal Guarantee ini secara tidak bersyarat telah menyetujui kewajibannya untuk membayar hutang ataupun
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
ganti rugi kepada kreditur bila debitur wanprestasi yang mengakibatkan debitur tersebut dipailitkan. b. Personal Guarantee dalam hal perkara pailit bertanggung jawab harus menunjuk pengganti dirinya bila ia telah tidak mampu lagi menjamin pembayaran hutang-hutang debitur (Pasal 1829 KUH Perdata). c. Personal Guarantee bertanggung jawab untuk dapat sebagai “cadangan” dalam
hal harta debitur tidak mencukupi untuk melunasi hutang-
hutangnya (Pasal 1831- Pasal 1832 KUH Perdata).
B. Saran Setelah melihat bagaimana putusan yang dijatuhkan oleh Hakim terhadap Perkara Permohonan Pernyataan Pailit diatas, maka disarankan agar : 1.
Bagi para Penjamin (Personal Guarantee), hendaknya melaksanakan kewajibannya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan atau disepakati oleh masing- masing pihak, baik itu pihak debitur maupun pihak kreditur, agar peranan Penjamin (Personal Guarantee) sebagai pihak ketiga dapat terlaksana dengan baik, sehingga untuk kedepannya dapat menjalankan segala tanggung jawabnya secara maksimal.
2.
Hendaknya semua pihak yang terlibat dalam perjanjian pemberian jaminan dalam Personal Guarantee memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya Penjamin (Personal Guarantee) dalam perkara kepailitan., demikian pula sebaiknya perusahaan dapat memberikan penjelasan yang
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
lengkap kepada kreditur tentang segala sesuatu yang menyangkut perjanjian jaminan ini, agar masing-masing pihak mengerti hak dan kewajibannya.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku:
Asikin, Zainal, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran Di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001. Fuady, Munir, Hukum Pailit dalam teori dan Praktek, Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1999. -------------- , Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Gie, Kwik Kian, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Jakarta: Prenada Media, 2005. Hartini, Rahayu, Hukum Kepailitan, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2002. HS, Salim,. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Hartono, Ny. Siti Soemarti, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan pembayaran, Jogjakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1983. Lontoh, Rudy A. , Penyelesaian Utang-Piutang, Bandung: Alumni, 2001. Masjchoen Sofwan, Sri Soedewi, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminandan Jaminan Perorangan, Yogyakarta: Liberty Offset, 2003. Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, Jakarta: Raja Grafindo persada, 2003.
Mulyadi, Kartini, Actio Paulina dan Pokok-Pokok tentang Pengadilan Niaga, dalam Penyelesaian Utang–Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Editor Rudy A Lontoh Alumni, 2001. Nasution, Bismar dan Sunarmi, Diktat Hukum Kepailitan, Medan: Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana USU, 2003.
Magister
Nating, Imran, Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Satrio, J., Hukum Perikatan pada Umumnya, Bandung: Citra Aditya Bakti,1993. ----------, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991. Sjahdeini, Sutan Remy, Hukum Kepailitan Memahami Failissementsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
--------------------------, Hukum Kepailitan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002. Situmorang, Victor M. & Hendri Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, Jakarta: Rineke Cipta, 1994.
Suyudi, Aria Eryanto Nugroho, dan Herni Sri Nurbayanti, Kepailitan di Negeri Pailit, Jakarta: Penerbit Pusat studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, cetakan II, 2004.
Tumbuan Fred BG., Pokok-Pokok UU Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh Perpu No. 1/1998, dalam Penyelesaian Utang Piutang melalui pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Editor Rudy A.Lontoh Alumni, 2001. Waluyo, Bernadette, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Mandar Maju, 1999. Wijaya, Gunawan, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.
B.
Perundang-Undangan:
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang. Kitab
Undang-Undang
Hukum
Perdata
terjemahan
Prof.R.Subekti,
R. Tjitrosudibio.
C.
Tesis :
Taufik, Teddy, Tanggung Jawab Penanggung Hutang (borgtocht) Terhadap Debitur yang Ingkar Janji, Medan: Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana USU, 2004. Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
D.
Kamus:
Campbell, Black, Henry Black’s Law Dictionary, Minnesota St. Paul. USA: West Publishing Co. 1968. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta: PT. Balai Pustaka, 2005. Simorangkir, J.C.T. dkk, Kamus Hukum, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1995.
E.
Internet :
http //www.hernathesis.multiply.com. http//www.google.com.
Lampiran
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009
Anju Ciptani Putri Manik : Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin (Personal Guarantee) Di Dalam Permohonan Perkara Pailit, 2007. USU Repository © 2009