ESTIMASI WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP KEBERLANJUTAN PILOT PROJECT PLTAL DI SELAT NUSA PENIDA, BALI
AMALIA RETNASARI S
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Willingness to Pay Masyarakat terhadap Keberlanjutan Pilot Project PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015 Amalia Retnasari S NIM H44100120
ABSTRAK AMALIA RETNASARI S. Estimasi Willingness to Pay Masyarakat terhadap Keberlanjutan Pilot Project PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan ASTI ISTIQOMAH. Listrik telah menjadi kebutuhan penting dalam kehidupan manusia. Sumber utama ketenagalistrikan Indonesia berasal dari fosil, sumberdaya tidak terbarukan. Meningkatnya pembangunan pembangkit listrik dalam memenuhi kebutuhan listrik akan berdampak pada penurunan ketersediaan sumberdaya fosil, maka dibutuhkan sumber energi listrik alternatif yang berasal dari sumberdaya terbarukan. Salah satu sumber energi yang dapat dikembangkan adalah energi arus laut. Selat Nusa Penida merupakan salah satu lokasi pemasangan pilot project Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) dengan kapasitas sepuluh kilowatt. Keberadaan PLTAL telah memberikan penerangan melalui 25 lampu jalan yang terpasang di Desa Toyopakeh. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Toyopakeh; (2) menganalisis peluang kesediaan membayar dan mengestimasi nilai willingness to pay masyarakat Desa Toyopakeh; dan (3) menganalisis skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL di Selat Nusa Penida. Manfaat ekonomi dan sosial budaya yang dirasakan masyarakat saat malam hari adalah meningkatkan efektivitas kerja pengikat rumput laut, warung buka lebih malam, memberikan kemudahan jukung dan speed boat bersandar, monitoring kapal, bongkar muat kapal, memancing, dan pembuangan abu jenazah. Keberadaan PLTAL Nusa Penida memiliki kemungkinan dampak lingkungan yang kecil. Masyarakat dengan jumlah pendapatan besar maupun kecil memiliki peluang bersedia membayar yang sama. Masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi, peluang bersedia membayarnya lebih besar 1,291 kali dibandingkan tidak bersedia membayar. Nilai rataan WTP berdasarkan distribusi Turnbull estimator berada pada kisaran Rp 7.894,695 sampai Rp 10.641,891, sedangkan berdasarkan perhitungan Spearmen-Karber rataan WTP sebesar Rp 11.768,293. Stakeholder yang telah dan dapat berperan langsung maupun tidak langsung dalam proses pengelolaan dan pengembangan PLTAL di Nusa Penida dibagi menjadi lima jenis pihak yaitu pihak peneliti, perijinan, pemberi dana, pengembang, dan masyarakat. Kata Kunci: energi arus laut, PLTAL, Selat Nusa Penida, willingness to pay.
ABSTRACT AMALIA RETNASARI S. . Estimation of community willingnes to pay for Sustainable Pilot Project PLTAL in Nusa Penida Strait, Bali. Supervised by AKHMAD FAUZI and ASTI ISTIQOMAH. Electricity has becomes an important thing in human’s life. The Indonesia’s electricity main source of power is originates from fossils, a nonrenewable resources. The increase of power plant development in fueling electricity demand will have impact on decreasing fossil resources, therefore an alternative electric power originate from renewable resources are needed. One of the energy resource that can developed is ocean current energy. Nusa Penida strait is one of location Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) pilot project installation with installed capacity ten kilowatt (KW). The presence of PLTAL have given light to 25 street lamps that installed in Toyopakeh village. This study aimed to (1) identify benefit which Toyopakeh village citizens perceived, (2) study the opportunity readiness to pay and estimate the value of willingness to pay citizens of Toyopakeh village, and (3) analize management scheme and PLTAL development in Nusa Penida strait. The economic and sosiocultural benefit perceived by Toyopakeh village citizens in the night are increasing works effectivity for seaweed strapper, shop opened over night, easier to moored jukung and speedboat, ship monitoring, load and unloading, fishing, and ashes disposal. The presence of PLTAL Nusa Penida had less environmental impact probability. Citizens with high income or low income had similar opportunity readiness. Citizens with high academic level had opportunity readiness 1.291 point more than not ready to pay. Based on Turnbull estimator distribution, the mean WTP value was at Rp 7.894,695 and Rp 10.641,891 range, whereas based on Spearmen-Karber calculation, mean WTP value was at Rp 11.768,293. Stakeholder which had been and can be participate directly or indirectly in the PLTAL management and development processes in Nusa Penida divided by 5 types, namely researchers, bureaucration, funding, developer and communities. Keywords: Nusa Penida strait, ocean current energy, PLTAL, willingness to pay.
ESTIMASI WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP KEBERLANJUTAN PILOT PROJECT PLTAL DI SELAT NUSA PENIDA, BALI
AMALIA RETNASARI S
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penelitian yang berjudul “Estimasi Willingness To Pay Masyarakat Terhadap Keberlanjutan Pilot Project PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali” ini dapat diselesaikan. Terwujudnya penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah membimbing penulis baik dalam pemberian ide-ide maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Orangtua, adik kandung, dan keluarga besar yang terus memberikan dukungan baik moral maupun materil, serta senantiasa mendoakan agar penulis mampu menyelesaikan studi dengan baik. 2. Prof.Dr.Ir.Akhmad Fauzi,M.Sc selaku pembimbing pertama dan Asti Istiqomah,SP,M.Si selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktunya dalam mendidik dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi dengan baik. 3. Ir.Nindyantoro,M.SP selaku penguji utama dan Arini Hardjanto,SE, M.Si selaku penguji wakil departemen yang telah memberikan saran bagi perbaikan skripsi. 4. Mba Sofi yang telah memberikan dukungan selama penyusunan skripsi. 5. PT.T-Files dan tim lapang yang telah memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian terhadap proyek PLTAL yang telah dibangun. 6. Keluarga Bapak I Ketut Weca (Kepala Dusun Banjar Nyuh), warga Toyopakeh dan Banjar Nyuh yang telah bersedia memberikan informasi dan menyambut penulis dengan hangat selama tinggal di tempat penelitian. 7. Bli Yusuf yang telah memberikan bantuan dan menemani pengambilan data selama di lapangan. 8. Keluarga ESL 47 dan Uni Konservasi Fauna, serta rekan-rekan dan pihak lainnya yang telah memberikan dukungan, keceriaan, berbagi ilmu, dan bantuan selama proses persiapan hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan oleh penulis. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan seluruh pihak yang terkait.
Bogor, April 2015 Amalia Retnasari S
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA ............................................................................................................... i DAFTAR TABEL ....................................................................................................v DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi I
PENDAHULUAN ............................................................................................1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6 1.4 Ruang Lingkup.......................................................................................... 6
II
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................8 2.1 Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan ............................... 8 2.2 Contingent Valuation Method (CVM) ...................................................... 8 2.3 Willingness To Pay (WTP) ....................................................................... 9 2.4 Analisis Logistik ..................................................................................... 10 2.5 Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut .................................................... 12 2.6 Energi Laut.............................................................................................. 12 2.6.1 Gelombang Laut ............................................................................ 12 2.6.2 Pasang Surut Laut .......................................................................... 13 2.6.3 Panas Laut (OTEC) ....................................................................... 13 2.7 Penelitian Terdahulu ............................................................................... 14
III KERANGKA PEMIKIRAN ...........................................................................17 IV METODE PENELITIAN ...............................................................................21 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 21 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 21 4.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 21 4.4 Metode Penentuan Sampel ...................................................................... 22 4.5 Metode Analisis Data .............................................................................. 22 4.5.1 Identifikasi Manfaat PLTAL ......................................................... 23 4.5.2 Nilai WTP Masyarakat Terhadap PLTAL .................................... 23
4.5.3 Analisis Skema Pengelolaan dan Pengembangan PLTAL Nusa Penida . 27 V
GAMBARAN UMUM ................................................................................... 28 5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 28 5.2 PT.T-Files ................................................................................................ 30 5.3 Karakteristik Responden ......................................................................... 31
VI HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 36 6.1 Manfaat PLTAL Bagi Masyarakat Desa Toyopakeh .............................. 36 6.1.1 Manfaat Ekonomi........................................................................... 37 6.1.2 Manfaat Sosial Budaya .................................................................. 39 6.1.3 Dampak Lingkungan ...................................................................... 40 6.2 Nilai WTP Masyarakat Terhadap PLTAL .............................................. 43 6.2.1 Analisis Peluang Kesediaan Membayar (WTP) Masyarakat ......... 43 6.2.2 Estimasi Nilai WTP Masyarakat .................................................... 46 6.3 Skema Pengelolaan dan Pengembangan PLTAL .................................... 49 6.3.1 Pihak Peneliti ................................................................................. 52 6.3.2 Pihak Perijinan ............................................................................... 52 6.3.3 Pihak Pemberi Dana ....................................................................... 53 6.3.4 Pihak Pengembang ......................................................................... 53 6.3.5 Pihak Masyarakat ........................................................................... 56 VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 58 7.1 Simpulan.................................................................................................. 58 7.2 Saran ........................................................................................................ 59 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 60 LAMPIRAN .......................................................................................................... 63 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 72
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Roadmap karakteristik arus laut dan daya listrik ........................................... 4
2
Penelitian terdahulu yang relevan ................................................................ 14
3
Matriks metode analisis data ....................................................................... 22
4
Manfaat ekonomi ......................................................................................... 37
5
Manfaat sosial budaya ................................................................................. 39
6
Kemungkinan dampak lingkungan PLTAL ................................................ 41
7
Variabel yang mempengaruhi kesediaan membayar maksimum pengelolaan PLTAL.. 45
8
Perhitungan turnbull .................................................................................... 47
9
Perhitungan K-M-T dan S-K ....................................................................... 47
10
Biaya Pengeluaran tiap Tahun ..................................................................... 49
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Kapasitas terpasang pembangkit listrik menurut jenis energi ....................... 2
2
Alur pemikiran ............................................................................................. 20
3
Peta Pulau Nusa Penida ............................................................................... 28
4
Turbin gorlov ............................................................................................... 31
5
Generator ..................................................................................................... 31
6
Persentase sebaran WTP berdasarkan jenis kelamin ................................... 32
7
Persentase sebaran WTP berdasarkan usia .................................................. 32
8
Persentase sebaran WTP berdasarkan lama tinggal..................................... 33
9
Persentase sebaran WTP berdasarkan tingkat pendidikan........................... 33
10
Persentase sebaran WTP berdasarkan jumlah tanggungan .......................... 34
11
Persentase sebaran WTP berdasarkan jenis pekerjaan ................................ 34
12
Persentase sebaran WTP berdasarkan tingkat pendapatan .......................... 35
13
Persentase kesediaan membayar responden ................................................ 43
14
Analisis dan rekomendasi skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL . 51
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Hasil Output SPSS ....................................................................................... 65
2
Penghitungan WTP ...................................................................................... 67
3
Penghitungan Pendekatan Harga Tarif......................................................... 68
4
Data Responden ........................................................................................... 69
5
Data Dokumentasi ........................................................................................ 70
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Listrik telah menjadi kebutuhan primer dalam kehidupan manusia. Tingginya ketergantungan manusia terhadap listrik dapat dilihat ketika terjadinya pemadaman listrik di beberapa kota besar. Salah satu contohnya pada tahun 2001 telah terjadi pemadaman listrik di Amerika Serikat yang mengakibatkan 54 industri perakitan dan pembuatan mobil terhenti, ratusan jadwal penerbangan dibatalkan, semua akses internet terputus, banyak pelayanan kereta api dan kereta bawah tanah terhenti (Akhadi 2009). Kejadian serupa pun menimpa Indonesia pada Januari 2014, pemadaman listrik terjadi selama satu jam di Bandara Internasional Ngurahrai Bali sehingga mengakibatkan sebelas jadwal penerbangan tertunda (Wiriyanto 2014). Pembangkit listrik merupakan infrastruktur penting dalam memproduksi listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan listrik di Indonesia saat ini dipasok oleh pembangkit listrik PLN dan non PLN atau captive power yang biasanya dimiliki oleh industri-industri besar dan menengah yang belum tersambung dengan jaringan listrik PLN. Penggunaan captive power juga merupakan salah satu cara industri untuk mendapatkan listrik yang lebih handal dan ekonomis (OEI 2014). Gambar 1 menunjukkan produksi listrik dari semua jenis pembangkit listrik yang ada yaitu pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa), pembangkit listrik tenaga gasifikasi batubara, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga mini hidro, pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga bayu atau angin (PLTB), pembangkit listrik tenaga mesin uap, pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik turbin gas dan uap (PLTGU), pembangkit listrik turbin gas (PLTG), pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa kapasitas listrik yang lebih banyak terpasang yaitu PLTU, pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batubara.
2
Sumber : Outlook Energy Indonesia 2014
Gambar 1 Kapasitas terpasang pembangkit listrik menurut jenis energi Dalam pemenuhan ketersediaan listrik, pembangunan pembangkit listrik yang lebih banyak akan mengakibatkan eksploitasi Sumberdaya Alam (SDA) yang semakin meningkat dan berdampak pada penurunan cadangan SDA yang ada (Harjanto 2008). Di samping itu, unit pembangkit listrik harus menghadapi tantangan pelestarian lingkungan. Pembangkit listrik berbahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara berpotensi menghasilkan gas-gas yang berdampak negatif pada lingkungan. Gas tersebut adalah gas Karbon Dioksida (CO2) yang merupakan salah satu golongan gas rumah kaca dan dapat menimbulkan pemanasan global. Adapula gas Sulfur Oksida (SO2) dan Nitrogen Oksida (NOX) yang merupakan sumber deposisi asam yang mengganggu siklus makanan, punahnya beberapa jenis ikan, dan perubahan keseimbangan nutrisi dalam tanah (Harjanto 2008). Selain pembangkit listrik, infrastruktur jaringan transmisi dan distribusi listrik merupakan sarana penghubung antara pembangkit listrik dengan konsumen listrik. Jaringan transmisi yang sudah terinterkoneksi penuh baru terdapat di Jawa dan Sumatera, sedangkan jaringan transmisi di Kalimantan dan Sulawesi belum terhubung pada seluruh provinsi. Jaringan distribusi tenaga listrik berfungsi menghubungkan jaringan transmisi tegangan tinggi dengan konsumen melalui sebuah sub-station. Kapasitas pembangkit listrik, jaringan transmisi, dan jaringan distribusi terus berkembang, namun laju pertumbuhannya tidak seiring dengan laju kebutuhan listrik konsumen. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya
3
konsumen yang masuk dalam “daftar tunggu” untuk memperoleh aliran listrik dan dalam kondisi tertentu guna menjaga keandalan sistem dilakukan “black out” akibat permintaan yang terlalu tinggi (IEO 2010). Adanya
dampak
negatif
terhadap
lingkungan,
terbatasnya
jumlah
ketersediaan bahan bakar fosil, dan terkendalanya pemasangan jaringan transmisi dan distribusi ke berbagai daerah pelosok di Indonesia, maka dibutuhkan upaya dalam memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada disetiap daerah tersebut untuk megembangkan energi alternatif yang ramah lingkungan serta terbarukan (renewable). Peraturan yang mendukung mengenai pengembangan energi alternatif diantaranya Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik Perseroan Terbatas Perusahaan Listrik Negara (RUPTL PT.PLN) Tahun 2010 hingga 2019 mengenai kebutuhan listrik, Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (BP-PEN) Tahun 2006 hingga 2025 mengenai jenis bahan bakar pembangkit listrik, UndangUndang Nomor 30 (UU No.30) Tahun 2007 tentang Energi, Peraturan Presiden Nomor 5 (Perpres No.5) Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), dan Undang-Undang Nomor 17 (UU No.17) Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Berdasarkan tempatnya, terdapat dua jenis sumber energi alternatif yaitu sumber energi yang berasal dari daratan dan sumber energi yang berasal dari lautan (Erwandi 2005). Salah satu langkah kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) dalam menjawab isu nasional mengenai energi dengan diversifikasi energi yaitu penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi baru, salah satunya adalah sumber energi kelautan (DESDM 2005 dalam Yuningsih dan Masduki 2011). Energi kelautan yang memiliki prospek besar yaitu energi arus laut. Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki banyak selat terutama di tempat-tempat yang menghadap Samudera Hindia dan Pasifik. Arus laut yang melewati selat-selat tersebut akan menghasilkan arus laut yang kuat karena mengalami percepatan. Pola karakteristik arus laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh gerak massa air global dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia yang dikenal dengan nama Indonesian Through Flow (ITF) atau lebih dikenal dengan Arus Lintas Indonesia (Arlindo) (Masduki et al. 2010).
4
Beberapa wilayah perairan Indonesia memiliki karakteristik arus laut yang kuat sehingga berpotensi menghasilkan energi listrik yang bersumber dari arus laut tersebut. Pengembangan teknologi pemanfaatan energi arus laut di Indonesia saat ini masih belum optimal atau masih dalam tahap penelitian dan uji coba. Pada tahun 2008 dilakukan pemasangan turbin di Pantai Cirebon dan Pantai Mutiara, namun hasilnya tidak dipublikasikan. Pada tahun 2009 dilakukan uji coba di Selat Nusa Penida dengan kapasitas 5 kilowatt (kW) dan di Selat Flores sebesar 2 kW. Pada tahun 2010 dilakukan uji coba operasional prototype PLTAL kembali di Selat Flores dengan kapasitas 10 kW. Pada tahun 2012 desain turbin dipasang di Jembatan Suramadu. Berdasarkan roadmap terlihat bahwa Selat Nusa Penida memiliki potensi daya listrik yang besar. Roadmap penelitian karakteristik arus laut serta estimasi daya listrik yang telah dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL) sampai tahun 2011 di perairan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara Timur, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Roadmap karakteristik arus laut dan daya listrik ENERGI ARUS LAUT
Selat Lombok
Kecepatan Arus (m/det) 1,8 – 8-2,4 2
Selat Nusa Penida
Selat Larantuka
Selat Pantar
Selat Molo
0,5 – 3,2
1,5 -3 ,4
1,5 – 3,1
1,7 – 3,5
Luas Turbin (m )
15
40
40
40
40
Daya Listrik (kW/cel)
70 – 150
200 – 400
60 – 450
50 – 250
65 – 440
2005, 2006
2007,2009
2008
2010
2011
Tahun Penelitian Sumber : Lubis 2012
Salah satu perusahaan swasta yang bergerak dalam penyediaan energi dari arus laut dan mampu membangun turbin untuk Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) adalah PT.T-Files Indonesia. Pada tahun 2009 P3GL bekerjasama dengan PT.T-Files Indonesia dan PT.Dirgantara Indonesia memasang PLTAL di Selat Nusa Penida. Keberadaan pilot project PLTAL di Selat Nusa Penida apabila dapat dikembangkan secara berkelanjutan akan sangat bermanfaat dalam meningkatkan perekonomian khususnya bagi masyarakat di daerah pesisir Selat Nusa Penida. Pengembangan PLTAL dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat apabila masyarakat ikut berpartisipasi dalam mengelola PLTAL. Adanya pegelolaan PLTAL dapat membantu pengembangan PLTAL secara berkelanjutan.
5
1.2 Rumusan Masalah Warga Nusa Penida hingga saat ini masih mengalami krisis listrik meskipun PLN sudah melakukan penambahan daya dengan memanfaatkan jaringan kabel bawah laut, akan tetapi pemasangan kabel bawah laut yang diharapkan dapat menambah pasokan listrik tersebut belum mampu mengatasi masalah listrik yang terjadi di Nusa Penida (Budiarta 2014). Oleh sebab itu, diperlukan alternatif sumber energi listrik lain yang dapat menambah pasokan listrik untuk mengurangi permasalahan krisis listrik di Nusa Penida. Salah satu alternatif sumber energi listrik yang dapat dikembangkan adalah energi arus laut. Berdasarkan roadmap penelitian karakteristik arus laut serta estimasi daya listrik yang telah dilaksanakan oleh P3GL pada tahun 2007 dan 2009, Selat Nusa Penida memiliki kecepatan arus 0,5 hingga 3,2 meter per detik, dengan menggunakan luas turbin sebesar 40 meter persegi maka daya listrik yang dihasilkan mampu mecapai 200 hingga 400 kilowatt. Jika energi arus laut tersebut dikembangkan menjadi pembangkit listrik, maka akan membantu PLN dalam menambah pasokan listrik untuk warga Nusa Penida khususnya masyarakat di sekitar Selat Nusa Penida. Salah satu perusahaan swasta bernama PT.T-Files telah membangun pembangkit listrik dengan menggunakan energi arus laut di Selat Nusa Penida. Bangunan PLTAL ini diletakkan di samping Dermaga Toyopakeh dan telah menghasilkan energi listrik sebesar 10 kW. Energi listrik yang dihasilkan tersebut baru dimanfaatkan sebesar 2 kW dan dialirkan untuk menyalakan 25 lampu jalan yang telah dipasang disekitar dermaga dan Desa Toyopakeh. Penerangan dari PLTAL dapat dirasakan oleh masyarakat untuk membantu kegiatan perekonomian yang dilakukan saat malam hari. Manfaat penerangan yang telah dirasakan oleh masyarakat tidak akan berjalan lama apabila tidak dilakukan pengelolaan terhadap PLTAL. Demi keberlangsungan PLTAL maka dibutuhkan upaya dan dana dalam mengelola PLTAL. Upaya yang dilakukan dapat berupa kerjasama dan gotong royong untuk menjaga dan merawat sistem pembangkit, sedangkan dana adalah sejumlah uang yang dikumpulkan untuk dijadikan biaya pengelolaan PLTAL.
6
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya maka diperlukan perhitungan nilai ekonomi untuk mengetahui seberapa besar kemampuan masyarakat untuk membayar pengelolaan PLTAL supaya berkelanjutan. Secara garis besar permasalahan yang diangkat dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Toyopakeh Kecamatan Nusa Penida Provinsi Bali terhadap keberadaan PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali? 2. Berapa peluang kesediaan membayar dan besarnya nilai willingness to pay masyarakat Desa Toyopakeh Kecamatan Nusa Penida Provinsi Bali untuk biaya pengelolaan PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali? 3. Bagaimana skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali yang bisa ditawarkan untuk alternatif kebijakan?
1.3 Tujuan Penelitian Dalam menjawab masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Toyopakeh terhadap keberadaan PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali. 2. Menganalisis peluang kesediaan membayar dan mengestimasi nilai willingness to pay masyarakat Desa Toyopakeh terhadap biaya pengelolaan PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali. 3. Menganalisis skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL di Selat Nusa Penida,Bali.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian yang dilakukan mempunyai ruang lingkup dan batasan-batasan sebagai berikut : 1. Wilayah yang akan menjadi ruang lingkup penelitian ini adalah Desa Toyopakeh, Kecamatan Nusa Penida, Provinsi Bali. 2. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Desa Toyopakeh dan telah mengetahui serta merasakan manfaat dari keberadaan PLTAL di Nusa Penida.
7
3. Manfaat keberadaan PLTAL hanya sebatas identifikasi manfaat yang dirasakan oleh responden kemudian dijelaskan secara deskriptif. Manfaat yang di identifikasi adalah manfaat existing. 4. Skema pengelolaan dan pengembangan hanya sebatas mengidentifikasi stakeholder mana saja yang terkait dengan keberadaan PLTAL di Nusa Penida dan menggambarkan bagaimanakah peran stakeholder tersebut.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Menurut Fauzi (2010), pengertian nilai atau value, khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan, memang bisa berbeda jika dipandang dari berbagai disiplin ilmu. Perbedaan mengenai konsepsi nilai tersebut tentu saja akan menyulitkan pemahaman mengenai pentingnya suatu ekosistem. Salah satu tolok ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersebut adalah pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan lingkungan. Secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep keinginan membayar (willingness to pay-WTP) dapat didefinisikan sebagai keinginan membayar seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh jasa sumberdaya alam dan lingkungan. Konsep WTP dapat diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi 2010).
2.2 Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method merupakan metode langsung penilaian ekonomi melalui pertanyaan kemauan membayar seseorang (willingness to pay). CVM adalah metode yang mengandalkan teknik survei. Menurut Pearce et al. (2006) dalam Fauzi (2014) menyatakan bahwa secara umum analisis CVM melibatkan tiga tahapan utama yaitu: 1) Identifikasi barang dan jasa yang akan divaluasi Tahap ini adalah tahapan yang krusial dalam analisis CVM. Peneliti harus terlebih dahulu memiliki konsep yang jelas tentang apa yang akan divaluasi, perubahan kualitas, dan kuantitas apa yang menjadi concern kebijakan, serta jenis barang atau jasa apa yang akan divaluasi. CVM dapat pula digunakan untuk menganalisis kebijakan yang bersifat ex-ante.
9
2) Konstruksi skenario hipotetik Pada tahap ini jenis pertanyaan dan skenario yang diajukan akan sangat berpengaruh terhadap outcome yang akan dihasilkan pada analisis CVM. Terdapat tiga elemen esensial dalam tahap ini, yaitu 1) deskripsi perubahan kebijakan yang akan divaluasi, 2) deskripsi pasar yang akan dikembangkan, dan 3) deskripsi metode pembayaran. 3) Elisitasi nilai moneter Teknik elisitasi adalah teknik mengekstrak informasi kesanggupan membayar dari responden dengan menanyakan besaran pembayaran melalui format tertentu. Metode elisitasi memerlukan penanganan data tersendiri dan teknik perhitungan WTP yang juga spesifik. Format elisitasi dalam CVM umumnya terdiri dari lima jenis yaitu: 1) Open ended,responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai moneter (rupiah yang ingin dibayar) ; 2) Bidding game, responden diberi pertanyaan secara berulang-ulang tentang apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu. Nilai ini kemudian bisa dinaikkan atau diturunkan tergantung respon atas pertanyaan sebelumnya, pertanyaan akan dihentikan sampai nilai yang tetap diperoleh ; 3) Payment card, nilai lelang diperoleh dengan cara menanyakan apakah responden mau membayar pada kisaran nilai tertentu dari nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Nilai ini ditunjukkan kepada responden melalui kartu ; 4) Single bounded dichotomous, responden diberi suatu nilai rupiah kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak ; dan 5) Double bounded dichotomous, responden diberikan pertanyaan seperti single bounded namun ditambahkan pertanyaan dikotomi lanjutan yang kondisional terhadap respon sebelumnya. Bila respon positif maka tawaran nilai rupiah dinaikkan, begitu pula bila respon negatif maka tawaran diturunkan.
2.3 Willingness To Pay (WTP) Willingness to pay didasarkan pada pengertian dasar bahwa individu memiliki preferensi terhadap barang dan jasa. Bagi seseorang, nilai dari suatu barang adalah keinginan dan kemampuannya untuk berkorban terhadap barang atau jasa tersebut. Dalam ekonomi berkorban dapat dianalogikan sebagai daya beli, sedangkan nilai suatu barang dapat diartikan sebagai keinginan membayar
10
untuk mendapatkan barang tersebut. WTP merefleksikan kemampuan membayar seseorang. Tingkat kesejahteraan seseorang dapat mempengaruhi keinginannya untuk berkorban (Putri et.al 2010). Haab dan McConnel (2002) dalam Fauzi (2010)
menyatakan bahwa
pengukuran WTP yang dapat diterima (reasonable) harus memenuhi syarat: 1.
WTP tidak memiliki batas bawah yang negatif
2.
Batas atas WTP tidak boleh melebihi pendapatan
3.
Adanya konsistensi antara keacakan (randomness) pendugaan dan keacakan perhitungannya. WTP memiliki beberapa kelemahan dalam pengukuran keinginan
membayar. Misalnya, meskipun sebagian barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dapat diukur nilainya karena diperdagangkan, sebagian yang lain seperti keindahan pantai atau laut, kebersihan, dan keaslian alam tidak diperdagangkan sehingga tidak atau sulit diketahui nilainya, karena masyarakat tidak membayar secara langsung. Selain itu, karena masyarakat tidak familier dengan cara pembayaran jasa seperti itu, keinginan membayar mereka juga sulit diketahui. Walaupun demikian, dalam pengukuran nilai sumberdaya alam, nilai tersebut tidak selalu harus diperdagangkan untuk mengukur nilai moneternya, yang diperlukan di sini adalah pengukuran seberapa besar kemampuan membayar masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa dari sumberdaya (Fauzi 2010).
2.4 Analisis Logistik Menurut Rosadi (2011), regresi logistik merupakan salah satu model statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara sekumpulan variabel independen dengan suatu variabel dependen bertipe kategoris atau kualitatif. Kategori dari variabel dependen dapat terdiri atas dua kemungkinan nilai (dichotomous), seperti ya atau tidak, sukses atau gagal, dan lain-lain, atau lebih dari dua nilai (polychotomous), seperti sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Tujuan utama dari analisis regresi logistik adalah sebagai berikut: 1. Memprediksi probabilitas terjadinya atau tidak terjadinya event (terjadinya nonevent) berdasarkan nilai-nilai predictor yang ada. Event merupakan status
11
variabel respon yang menjadi pokok perhatian (diberi nilai kode yang lebih tinggi daripada nonevent). 2. Mengklasifikasikan subjek penelitian berdasarkan
ambang (threshold)
probabilitas. Model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik kumulatif, dimana fungsi logit harus ditransformasikan sedemikian rupa agar menjadi bentuk linier, salah satu bentuk transformasinya dikenal dengan transformasi logit. Li = Ln
= β0 + β1X1 + β2X2 + ... + βjXj
Li dikenal dengan logit, yang merupakan logaritma dari rasio sebelumnya dan linier dalam variabel independen dan parameter. Estimasi parameter dari metode regresi logistik dapat dilakukan dengan metode maximum likelihood estimator (mle), dimana parameter optimal dapat diperoleh dengan metode numerik (Rosadi 2011). Interpretasi model logistik sama seperti model OLS yaitu dengan slope dari parameter. Slope diinterpretasikan sebagai perubahan logit (p) akibat perubahan satu unit peubah bebas. β0 adalah intersep model, βj adalah slope model peubah ke-j, dan Xj adalah peubah penjelas ke-j. Peubah Pi/(1-Pi) disebut odds, sering juga diistilahkan sebagai risiko atau kemungkinan, yaitu rasio peluang terjadi pilihan-1 terhadap peluang terjadi pilihan-0 alternatifnya. Makin besar odds makin besar peluang terjadinya pilihan1. Jika peluang dari salah satu pilihan bernilai ½ maka nilai odds nya sama dengan satu. Jika peluang pilihan-1 sebesar 0.8 (lebih dari ½) maka nilai odds nya empat (lebih dari satu). Oleh karena itu, nilai odds merupakan suatu indikator kecenderungan seseorang menentukan pilihan-1 (Juanda 2009). Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesesuaian model regresi logistik dengan data yaitu Pseudo-R2 dan Proporsi Konkorinasi. Pseudo-R2 merupakan nilai perkiraan atau pendekatan dari koefisien determinasi. Proporsi Konkorinasi yaitu menyatakan persentase secara deskriptif data yang dapat diklasifikasikan secara tepat ke setiap kategori respons oleh model regresi logistik yang terbentuk.
12
2.5 Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut Arus laut adalah gerakan horizontal massa air laut yang disebabkan oleh gaya penggerak yang bekerja pada air laut seperti stres angin, gradien tekanan (timbul akibat gradien densitas horizontal, pengaruh angin dan gradien tekanan atmosfer), gelombang laut dan pasang surut atau pasut (Hadi 2011). Pembangkit listrik adalah bagian dari alat industri yang dipakai untuk memproduksi dan membangkitkan tenaga listrik dari berbagai sumber tenaga. Berdasarkan definisi tersebut maka PLTAL merupakan pembangkit listrik yang energi penggerak utamanya bersumber dari tenaga arus laut. Teknologi ini bekerja dengan cara mengkonversi energi kinetik dari arus laut kemudian digunakan sebagai penggerak turbin. Turbin yang berputar akibat tenaga arus laut tersebut akan menggerakan generator untuk mengubah energi rotasi menjadi energi listrik.
2.6 Energi Laut Energi laut adalah energi yang dapat dihasilkan dari konversi gaya mekanik, gaya potensial serta perbedaan temperatur air laut menjadi energi listrik. Selain energi arus laut (current), terdapat jenis energi laut lainnya yaitu energi gelombang (wave), energi pasang surut (tidal), dan energi panas laut (ocean thermal energy conversion/OTEC). 2.6.1 Gelombang Laut Menurut Azis (2006), pada hakekatnya fenomena gelombang laut menggambarkan transmisi dari energi dan momentum. Gelombang laut selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa henti-hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama sekali diam. Hembusan angin sepoi-sepoi pada cuaca yang tenang sekalipun sudah cukup untuk dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam keadaan dimana badai yang besar dapat menimbulkan suatu gelombang besar yang dapat mengakibatkan suatu kerusakan di daerah pantai. Gelombang laut pada umumnya timbul oleh pengaruh angin, walaupun masih ada faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan gelombang di laut seperti aktifitas seismik di dasar laut (gempa), letusan gunung api, gerakan kapal, gaya tarik benda angkasa (bulan dan matahari).
13
Hal yang menarik dari gelombang laut adalah massa air tidak bergerak bersama gelombang. Suatu gelombang membentuk gerakan maju melintasi permukaan air, tetapi di sana sebenarnya hanya terjadi suatu gerakan kecil ke arah depan dari massa itu sendiri. Hal ini akan lebih mudah dimengerti apabila kita melihat sepotong gabus atau benda-benda mengapung lainnya di antara gelombang-gelombang di lautan bebas. Potongan gabus akan tampak timbul dan tenggelam sesuai dengan gerakan berturut-turut dari puncak dan lembah gelombang, dan posisi potongan gabus tersebut kurang lebih berada pada tempat yang sama (Azis 2006). 2.6.2 Pasang Surut Laut Berada di dekat pantai dalam beberapa waktu lamanya, maka akan terlihat bahwa muka laut akan senantiasa berubah-ubah (naik-turun secara teratur), bahkan dapat dikatakan bahwa muka air laut naik-turun secara periodik. Gejala inilah yang disebut pasang surut laut. Pasang surut adalah perubahan gerak relatif dari materi suatu planet, bintang dan benda angkasa lainnya yang diakibatkan aksi gravitasi benda-benda angkasa di luar materi itu berada (Azis 2006). Energi pasang surut (Tidal Power) adalah energi kinetik dari pemanfaatan beda ketinggian pasang permukaan laut antara saat pasang dan surut. Air laut pasang surut ditampung dalam suatu daerah atau waduk, kemudian air laut tersebut akan dikeluarkan kembali ke laut. Pasang surut air laut masuk dan keluar dilewatkan pada suatu terowongan untuk memutar turbin. Turbin yang telah disambung dengan generator akan menghasilkan listrik (Firdaus 2014) 2.6.3 Panas Laut (OTEC) OTEC adalah
metode
untuk
menghasilkan
energi
listrik
dengan
memanfaatkan perbedaan panas antara permukaan dan dasar laut yang menggerakkan fluida seperti amoniak yang dapat digunakan untuk memutar turbin. Cara kerjanya adalah air laut pada permukaan (yang temperaturnya lebih hangat) dan air laut yang amat dingin (pada kedalaman lebih dari 1.000 meter) disedot masing-masing, amoniak digunakan sebagai refrigeran. Air permukaan yang panas dialirkan melalui evaporator sehingga menyebabkan amoniak menguap dan mempunyai tekanan yang tinggi. Tekanan tinggi ini dimanfaatkan untuk memutar turbin yang ada. Setelah digunakan untuk memutar turbin, tekanan
14
amoniak menjadi kecil kembali dan kemudian dialirkan melalui kondensor untuk didinginkan. Air dingin di permukaan laut yang bawah dialirkan melalui kondensor bertujuan untuk mendinginkan uap amoniak sehingga menjadi cairan kembali. Amoniak dialirkan secara paksa menggunakan pompa.
2.7 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang dijadikan referensi untuk mengetahui proses mengolah data dan bentuk interpretasi hasil data. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Penelitian terdahulu yang relevan Nama Peneliti
Judul Penelitian
Alat Analisis
Hasil Penelitian
Adhitya Permadi (2011)
Sistem Kelembagaan dan Nilai Kesediaan Membayar Masyarakat terhadap Keberlanjutan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Cisalamir
Analisis WTP menggunakan metode CVM dengan teknik dichotomous choice ; Analisis deskriptif kualitatif
Nilai rataan WTP Rp 10.400 per bulan dan total WTP masyarakat pengguna PLTMH Cisalamir Rp 2.995.200 per bulan ; WTP digunakan untuk penambahan biaya untuk pengelolaan dan keberlanjutan PLTMH Cisalamir.
Kemala Indah Wahyuni (2012)
Eksternalitas Positif Banjir Kanal Barat Jakarta Sebagai Potensi Wisata Air
Analisis logistik ; Analisis WTP menggunakan CVM dengan teknik payment card
Sebanyak 79 persen responden bersedia membayar, variabel yang memiliki Exp B tinggi adalah pendidikan, pendapatan, frekuensi kunjungan, kualitas udara dan air ; Nilai rataan WTP Rp 4.126,58 perorang dan total WTP masyarakat Rp 4.646.916.709.
Sus Liris Woro (2011)
Analisis Kepemilikian Sepeda Motor Pada Rumah Tangga di Kabupaten Buleleng Menggunakan Model Regresi Logistik
Analisis logistik
Semakin besar jumlah keluarga, pendapatan, dan biaya transportasi maka peluang keluarga memiliki lebih dari satu motor lebih besar.
Adil Mahfudz Firdaus (2014)
Analisa Kebijakan Ekonomi Pengembangan Energi Arus Laut di Selat Madura, Provinsi Jawa Timur
Analisis WTP menggunakan CVM ; Analisis logistik
Variabel yang signifikan yaitu jumlah anggota keluarga dan mata pencaharian. EWTP untuk tarif listrik PLTAL sebesar Rp 486,38 per kWh.
15
Beberapa kesamaan yang terdapat dalam penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu bentuk analisis datanya. Pada penelitian Permadi (2011) yang berjudul “Sistem Kelembagaan dan Nilai Kesediaan Membayar Masyarakat terhadap Keberlanjutan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Cisalamir” salah satu tujuannya adalah 1) untuk mengestimasi besarnya nilai WTP untuk ketersediaan air agar PLTMH Cisalamir dapat berkelanjutan, dan 2) mengidentifikasi kebijakan untuk keberlanjutan pengelolaan PLTMH Cisalamir. Dalam pencapaian tujuan tersebut, penelitian yang dilakukan memiliki kesamaan dalam menggunakan analisis data yaitu analisis WTP dengan metode CVM dan analisis deskriptif kualitatif untuk mengidentifikasi kebijakan. Hal yang menjadi perbedaan dengan penelitian ini adalah metode CVM yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik payment card. Topik bahasan yang dibahas sama-sama mengenai WTP untuk Pembangkit Listrik, namun perbedaannya adalah penelitian tersebut membahas Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro sedangkan penelitian ini membahas mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut. Penelitian berjudul “Eksternalitas Positif Banjir Kanal Barat Jakarta Sebagai Potensi Wisata Air” yang ditulis oleh Wahyuni (2012) memiliki beberapa tujuan yang diolah menggunakan metode serupa dengan penelitian ini. Terdapat kesamaan jenis tujuan yaitu 1) mengkaji peluang kesediaan membayar masyarakat yang dianalisis menggunakan analisis logit, dan 2) mengestimasi nilai WTP menggunakan metode CVM dengan teknik payment card. Perbedaan antara penelitian tersebut dan penelitian ini terletak pada topik penelitian. Penelitian Wahyuni (2012) mengangkat topik mengenai banjir kanal barat sebagai potensi wisata air, sedangkan penelitian ini bertopik manfaat pembangkit listrik tenaga arus laut. Selain itu, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Woro (2012) dengan judul “Analisis Kepemilikian Sepeda Motor Pada Rumah Tangga di Kabupaten Buleleng Menggunakan Model Regresi Logistik”. Persamaan yang terdapat dalam penelitian tersebut adalah tujuan untuk mencari nilai probabilitasnya. Acuan yang diambil dari penelitian tersebut yaitu mengenai interpretasi dari hasil analisis logistiknya. Model regresi logistik dalam penelitian tersebut digunakan untuk
16
menganalisis probabilitas dari masing-masing faktor yang berpengaruh terhadap kepemilikan sepeda motor pada rumah tangga. Pada penelitian ini, model regresi logistik digunakan untuk menganalisis peluang kesediaan masyarakat dalam membayar biaya pengelolaan PLTAL. Tesis yang dilakukan oleh Firdaus (2014) dengan judul “Analisa Kebijakan Ekonomi Pengembangan Energi Arus Laut di Selat Madura, Provinsi Jawa Timur” memiliki kesamaan topik mengenai PLTAL dan menghitung WTP. Berdasarkan analisis WTP dalam penelitian tersebut bahwa masyarakat Desa Sukolilo Barat menilai positif pengembangan PLTAL pada kawasan perairan Suramadu, kemauan masyarakat membayar tarif listrik sebesar Rp 486,38 per kWh. Perbedaan dengan penelitian ini adalah analisis WTP digunakan untuk mencari besarnya biaya yang bersedia dibayarkan untuk mengelola PLTAL, sedangkan analisis WTP yang digunakan dalam penelitian Firdaus (2012) mencari tarif listrik yang dihasilkan oleh PLTAL.
III KERANGKA PEMIKIRAN Meningkatnya perekonomian masyarakat memicu peningkatan kebutuhan energi terutama energi listrik. Ketersediaan listrik dalam kehidupan manusia sudah menjadi kebutuhan primer. Disisi lain, sumber penyediaan pembangkit listrik masih terpaku pada sumberdaya non renewable yaitu fosil, sehingga seiring berjalannya waktu maka sektor energi mulai mengalami penurunan sumber penyediaan energi listrik. Dalam pemenuhan ketersediaan listrik, pembangkit listrik yang masih tergantung pada sumberdaya fosil akan mengeksploitasi sumberdaya alam dan menimbulkan efek negatif bagi lingkungan di sekitarnya. Seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat, permintaan energi listrik dari berbagai sektor akan terus meningkat. Berdasarkan RUPTL PT.PLN Tahun 2010 hingga 2019, kebutuhan tenaga listrik diperkirakan mencapai 55.000 Mega Watt (MW) sehingga rata-rata peningkatan kebutuhan listrik mencapai 5.500 MW per tahun. PT. PLN akan memenuhi kebutuhan listrik tersebut sebanyak 32.000 MW (57 persen), sedangkan sisanya yakni 23.500 MW akan dipenuhi oleh pengembang listrik swasta (Adhi 2011). Pemenuhan kebutuhan listrik yang semakin meningkat akan memerlukan jenis-jenis bahan bakar yang dapat dijadikan sumber pembangkit listrik. Rencana Umum Diversifikasi Energi mencantumkan bahwa terdapat jenis-jenis bahan bakar yang akan digunakan pada pembangkit listrik yaitu BBM, gas, batubara, biofuel, panas bumi, dan Energi Baru Terbarukan (EBT) lain. Jenis EBT lain meliputi biomassa, nuklir, air, surya, angin, Coal Bed Methane (CBM), hidrogen, oil shale, dan biogenic gas (BP-PEN 2006). Hingga tahun 2010 dalam BP-PEN tersebut pemerintah belum mengakomodasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya energi laut dalam tataran kebijakan. Pada tahun 2014 pemerintah mulai memperlihatkan keseriusannya dalam pengembangan energi laut melalui pembuatan Peta Potensi Energi Laut 2014 dan mempersiapkan pilot project pembangkit listrik tenaga laut. Disamping memenuhi kebutuhan listrik diperlukan pula pengelolaan yang berkelanjutan terhadap pemanfaatan sumber pembangkit listrik. Merujuk pada UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi, Pasal 3 menyebutkan bahwa dalam rangka
18
mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka salah satu tujuan pengelolaan energi adalah terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan serta terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup. Selain itu, pada Perpres No.5 Tahun 2006 tentang KEN memiliki empat kebijakan utama yang salah satunya adalah pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan. KEN memiliki sasaran mewujudkan energi (primer) mix atau bauran energi yang optimal pada tahun 2025, salah satu sasarannya adalah mengoptimalkan EBT lainnya menjadi lebih dari 5 persen. Pada UU No.30 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 6 menyebutkan bahwa sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. Sesuai dengan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN, hasil atau pendapatan yang diperoleh dari kelompok sumber daya alam diarahkan untuk percepatan pertumbuhan ekonomi, salah satunya adalah memperkuat pendanaan dalam pencarian sumber-sumber energi alternatif yang menjadi jembatan dari energi fosil ke energi yang terbarukan, termasuk di dalamnya tertera energi arus laut. Pegembangan energi arus laut sebagai energi alternatif yang sedang dikembangkan saat ini adalah PLTAL yang terletak di Selat Nusa Penida. Salah satu perusahaan swasta yang telah melakukan proyek percontohan turbin PLTAL tersebut adalah PT.T-Files Indonesia. Keberadaan PLTAL ini mampu menjadi sumber alternatif pemasok listrik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar Selat Nusa Penida khususnya masyarakat Desa Toyopakeh. Penelitian ini akan mengidentifikasi manfaat-manfaat yang telah dirasakan oleh masyarakat Desa Toyopakeh dari penerangan PLTAL. Apabila masyarakat telah merasakan manfaat maka diperlukan penelitian mengestimasi nilai willingness to pay (WTP). Hal ini dilakukan untuk mengetahui preferensi dan respon masyarakat Desa Toyopakeh terhadap pengelolaan PLTAL, dan seberapa besar kesediaan masyarakat Desa Toyopakeh untuk membayar pengelolaan PLTAL supaya penerangan yang dihasilkan dapat terus dirasakan.
19
Saat ini PLTAL masih dipegang oleh PT.T-Files, demi berjalannya program Desa Mandiri Energi yang dicanangkan oleh pemerintah maka pengelolaan PLTAL dapat diserahkan kepada masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini ingin memberikan gambaran dan rekomendasi skema pengelolaan dan pengembangan
sebagai
alternatif
kebijakan
untuk
pengelolaan
PLTAL
kedepannya. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan keberadaan PLTAL di Selat Nusa Penida supaya tidak terbengkalai begitu saja.
20
Demand energi listrik meningkat Sumber supply energi listrik non-renewable menurun Pembangkit listrik konvensional tidak ramah lingkungan Pembangunan jaringan transmisi dan distribusi sulit
Peraturan yang mendukung: RUPTL PT.PLN Tahun 2010-2019 BP-PEN 2006-2025 UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi Perpres No.5 Tahun 2006 tentang KEN UU No.17 Tahun 2007 Tentang RPJPN Pengembangan Energi Alternatif
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut
Manfaat PLTAL
Penilaian Ekonomi
Analisis Deskriptif
CVM
Manfaat adanya penerangan jalan dari PLTAL terhadap masyarakat
Besarnya Wiillingness to pay untuk pengelolaan PLTAL di Nusa Penida
Rekomendasi Kebijakan pengelolaan PLTAL di Selat Nusa Penida secara optimal dalam upaya pengembangan PLTAL berkelanjutan
Keterangan : : Ruang lingkup penelitian
: Metode yang digunakan
Gambar 2 Alur pemikiran
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu kawasan sekitar Selat Nusa Penida yaitu Desa Toyopakeh, Kecamatan Nusa Penida, Provinsi Bali. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Selat Nusa Penida merupakan salah satu lokasi yang berpotensi memanfaatkan arus laut sebagai sumber pembangkit lisrik dan PT.T-Files pernah melakukan uji coba pemasangan turbin PLTAL di Selat Nusa Penida. Sedangkan pertimbangan penentuan Desa Toyopakeh karena di sekitar pinggir pantai desa ini telah dipasang lampu yang bersumber dari PLTAL. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni-Juli 2014.
4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang diolah secara kuantitatif maupun kualitatif. Pengumpulan data primer didapatkan berdasarkan hasil wawancara langsung kepada masyarakat di Desa Toyopakeh. Selain itu, interview secara mendalam juga dilakukan kepada key person yaitu salah satu pihak dari tim PT.T-Files yang mengembangkan PLTAL di Selat Nusa Penida, dan pihak pemerintah seperti Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL), Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE). Data sekunder diperoleh dari lembaga desa, PT.T-Files, Badan Pusat Statistik (BPS), jurnal, artikel, internet, dan sumber lainnya yang relevan dengan tujuan penelitian.
4.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan penyebaran kuesioner. Terdapat dua tahap dalam pengumpulan data primer, yaitu tahap pertama dilakukan observasi secara langsung di lapangan dan wawancara menggunakan kuesioner kepada masyarakat untuk mengetahui kondisi PLTAL, manfaat apa saja yang dirasakan oleh masyarakat dari adanya PLTAL, serta karakteristik masyarakat. Tahap kedua dilakukan wawancara dengan pertanyaan
22
tertutup kepada masyarakat untuk memperoleh data besarnya biaya yang bersedia dibayarkan untuk biaya pengelolaan PLTAL. Selain itu data sekunder diperoleh dengan teknik dokumen yaitu mengambil data yang telah tersedia baik berupa laporan, dokumen instansi, data dalam internet, dan data lainnya yang mendukung topik penelitian.
4.4 Metode Penentuan Sampel Pengambilan sampel terhadap masyarakat Desa Toyopakeh menggunakan metode non-probability dengan teknik purposive sampling. Kriteria sampel yang digunakan adalah masyarakat Desa Toyopakeh yang sudah merasakan manfaat dari adanya lampu yang bersumber listrik dari PLTAL. Setiap satu sampel mewakili satu kepala rumah tangga. Jumlah sampel responden yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 41 responden.
4.5 Metode Analisis Data Jenis analisis data pada penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif. Data yang sudah didapatkan akan diolah menggunakan software Microsoft Excel 2010 dan SPSS 16.0. Hasil data yang telah diolah kemudian dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel, gambar, dan grafik. Tabel 3 di bawah ini merupakan matriks yang menguraikan keterkaitan antara tujuan penelitian, sumber data dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian. Tabel 3 Matriks metode analisis data No
Tujuan Penelitian
1
Mengidentifikasi manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Toyopakeh terhadap keberadaan PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali. Menganalisis peluang kesediaan membayar dan mengestimasi nilai willingness to pay masyarakat Desa Toyopakeh terhadap biaya pengelolaan PLTAL di Selat Nusa Penida, Bali.
2
3
Menganalisis skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL di Selat Nusa Penida,Bali.
Sumber Data Data Primer
Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Kualitatif
Data Primer dan Sekunder
Analisis Logistik, Contingent Valuation Method, Turnbull, K-M-T, dan SK
Data Primer
Analisis Deskriptif Kualitatif
23
4.5.1 Identifikasi Manfaat PLTAL Identifikasi manfaat PLTAL ini meliputi ada atau tidak adanya manfaat yang dihasilkan PLTAL. Adanya manfaat diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk membuat gambaran secara sistematis mengenai manfaat apa saja yang telah dirasakan oleh masyarakat Desa Toyopakeh terhadap penerangan yang dihasilkan oleh PLTAL. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena (Nazir 2003). Identifikasi manfaat PLTAL diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu manfaat ekonomi, manfaat sosial budaya, dan kemungkinan dampak lingkungan. Manfaat ekonomi dilihat dari manfaat yang berhubungan dengan mata pencaharian masyarakat. Manfaat sosial budaya dilihat dari manfaat yang dirasakan secara tidak langsung oleh masyarakat seperti perasaan aman, nyaman, dan manfaat lainnya yang tidak berhubungan dengan mata pencaharian. Kemungkinan dampak lingkungan didapatkan berdasarkan hasil perbandingan antara dampak lingkungan PLTAL berdasarkan literatur dengan keberadaan PLTAL di Selat Nusa Penida saat ini. 4.5.2 Nilai WTP Masyarakat Terhadap PLTAL Nilai WTP masyarakat yang telah didapatkan dari hasil wawancara akan dihitung untuk melihat besarnya peluang kesediaan masyarakat untuk membayar biaya pengelolaan PLTAL dan seberapa besar rataan WTP yang dihasilkan. a. Analisis Peluang Kesediaan Membayar Metode analisis logistik digunakan untuk melihat peluang kesediaan membayar masyarakat meliputi bersedia atau tidak bersedia mengeluarkan sejumlah uang untuk biaya pengelolaan PLTAL. Bentuk model logistik yang digunakan adalah : Li = Ln (
= β0 + β1 PDPT + β2 JT + β3 PDKN
24
dimana: Li
= Peluang masyarakat bersedia (bernilai 1) atau tidak bersedia (bernilai 0) membayar adanya biaya pengelolaan PLTAL.
β0
= Intersep
β1-3
= Koefisien dari regresi
PDPT
= Tingkat Pendapatan (Rp/bulan)
JT
= Jumlah Tanggungan (orang)
PDKN = Tingkat Pendidikan (tahun) Terdapat tiga variabel yang diduga dapat mempengaruhi peluang bersedianya masyarakat untuk membayar biaya pengelolaan PLTAL. Variabel tersebut adalah tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, dan tingkat pendidikan. Sifat hubungan variabel terdiri dari dua jenis yaitu berpengaruh positif dan berpengaruh negatif. Variabel yang diduga berpengaruh postif adalah tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan. Tingkat pendapatan diduga akan mempengaruhi besarnya peluang kesediaan membayar, semakin tinggi tingkat pendapatan yang dimiliki maka peluang untuk membayar akan semakin besar. Variabel pendidikan juga diduga akan mempengaruhi besarnya peluang membayar, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula peluang kesediaan membayar. Variabel yang diduga berpengaruh negatif terhadap besarnya peluang kesediaan membayar adalah variabel jumlah tanggungan. Masyarakat yang memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih sedikit diduga peluang kesediaan membayarnya akan semakin besar. b. Estimasi Nilai WTP menggunakan CVM Besarnya nilai WTP dapat diketahui menggunakan pendekatan CVM. Secara umum analisis CVM melibatkan tiga tahapan utama yaitu: 1. Identifikasi barang dan jasa Mengestimasi besarnya WTP digunakan untuk mengetahui tingkat kesediaan membayar masyarakat untuk mempertahankan manfaat yang dihasilkan akibat adanya penerangan yang bersumber dari PLTAL. Nilai WTP yang dihasilkan oleh tiap perwakilan kepala rumah tangganya akan dijadikan acuan untuk biaya pengelolaan PLTAL per bulannya.
25
2. Konstruksi skenario hipotetik Skenario hipotetik sangat berpengaruh terhadap outcome yang akan dihasilkan pada analisis CVM. Skenario hipotetik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kondisi lampu jalan sebagai fasilitas penerangan publik di Desa Toyopakeh
tidak
berfungsi
secara
maksimal
dikarenakan
kurangnya
ketersediaan pasokan listrik di Pulau Nusa Penida. Keberadaan PLTAL yang dibangun oleh PT.T-Files memberikan 25 titik penerangan jalan di daerah Desa Toyopakeh. Penerangan tersebut menerangi Dermaga Toyopakeh, daerah pemakaman, lokasi penyimpanan rumput laut, dan warung-warung yang berada di tepi pantai. Adanya manfaat penerangan yang dihasilkan PLTAL tersebut diharapkan dapat berlangsung dalam jangka panjang, oleh karena itu diperlukan upaya untuk tetap menjaga keberlangsungan PLTAL. Salah satu upaya tersebut adalah menentukan besarnya biaya pengelolaan PLTAL yang didapatkan menggunakan konsep WTP masyarakat. Besarnya nilai WTP ini dapat dijadikan besarnya iuran per kepala keluarga per bulan untuk biaya pengelolaan
PLTAL.
Pengelolaan
PLTAL
dilakukan
oleh
kelompok
masyarakat Desa Toyopakeh. 3. Elisitasi nilai moneter Setelah masyarakat diberikan gambaran mengenai manfaat PLTAL, untuk mendapatkan nilai WTP maka masyarakat diberikan pertanyaan mengenai kesediaannya untuk berkontribusi memberikan sejumlah uang dalam upaya pegelolaan PLTAL. Apabila bersedia maka masyarakat diberikan pertanyaan berapakah besar WTP yang bersedia dibayarkan untuk biaya pengelolaan PLTAL per kepala rumah tangga dalam satu bulannya, dalam hal ini digunakan format payment card karena dianggap lebih mudah dipahami oleh masyarakat. Payment card merupakan salah satu metode yang dapat menghilangkan bias titik awal karena dalam metode ini telah disediakan beberapa nilai yang dapat dipilih langsung oleh masyarakat. Nilai yang ditawarkan adalah Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 15.000, dan Rp 20.000. Penentuan nilai tersebut berdasarkan tarif penerangan jalan umum menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2014 yaitu sebesar Rp 997 per kilowatthour.
26
c. Perhitungan WTP dengan Metode Non-Parametrik Setelah mendapatkan nilai WTP yang bersedia dibayarkan oleh masyarakat maka selanjutnya adalah memperkirakan nilai rataan WTP. Menurut Fauzi (2014), perhitungan nilai rata-rata WTP dapat dilakukan dengan pendekatan nonparametrik. Beberapa metode non-parametrik yang cukup dikenal adalah metode Turnbull,
Kaplan-Meir-Turnbull
(K-M-T),
dan
Spearmen-Karber
(SK).
Pendekatan ini mengandalkan distribusi jawaban “ya” dan “tidak” dari responden terhadap respons pertanyaan lelang (bid). Langkah-langkah untuk menggunakan metode Turnbull, Haab dan McConnel (2002) dalam Fauzi (2014) adalah sebagai berikut: 1. Hitung distribusi Fj menggunakan formula
dimana Fj adalah
distribusi responden yang menjawab “tidak”, Nj adalah respon “tidak” untuk nilai lelang j dan Yj adalah respon “ya” untuk nilai lelang j. Total respon adalah Tj = Nj + Y j. 2. Bandingkan nilai Fj dan Fj+1 dimulai dengan nilai lelang terendah 3. Jika Fj+1 > Fj perhitungan rataan WTP dapat dilanjutkan menggunakan formula E(WTP) metode Turnbull. 4. Jika Fj+1 < Fj, gabungkan (pooled) nilai lelang ke j dan j+1 menjadi satu nilai lelang dengan batas bawah dan batas atas lelang adalah (Bj , Bj+1). Kemudian hitung nilai
, dengan kata lain menghilangkan nilai lelang
Bj+1 dan menggabungkan dengan nilai lelang Bj. 5. Lanjutkan menghitung WTP menggunakan formula E(WTP) jika distribusi sudah terlihat meningkat secara monotonik (monotonically increasing). 6. Gunakan nilai maksimum distribusi
= 1 yang menunjukkan tidak ada
responden yang ingin membayar lebih dari nilai lelang maksimum. Mengetahui distribusi responden yang menjawab “tidak” untuk metode Turnbull atau jawaban “ya” untuk metode K-M-T, maka akan dapat menentukan batas bawah dari WTP (lower bound WTP) dan nilai rataan WTP. Nilai lower bound WTP untuk metode Turnbull dihitung dengan formula sebagai berikut.
27
∑
∑
Sementara formula nilai rataan WTP untuk metode Kaplan-Meir-Turnbull: ∑ Perhitungan rataan WTP dengan metode Spearman-Karber (SK) secara prinsip sama dengan metode K-M-T, yakni menggunakan respon jawaban “ya” terhadap bid yang ditawarkan. Formula menghitung WTP dengan metode SK adalah: ∑ Setelah didapatkan dugaan nilai rataan WTP maka pendugaan total WTP dapat dihasilkan. Total WTP adalah dugaan rataan WTP dikalikan dengan jumlah kepala keluarga (KK), rumus total WTP yaitu:
dimana: TWTP = Total WTP (Rp) EWTP = Dugaan rataan WTP (Rp) 4.5.3 Analisis Skema Pengelolaan dan Pengembangan PLTAL Nusa Penida Menganalisis skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL Nusa Penida dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif. Menganalisis skema pengelolaan dan pengembangan ini dilakukan agar PLTAL Nusa Penida dapat dikelola dengan baik dan digunakan secara berkelanjutan oleh masyarakat Desa Toyopakeh. Data yang digunakan untuk menganalisis skema ini adalah data primer dan sekunder. Data primer berasal dari hasil wawancara terhadap pihak PT.T-Files, tokoh masyarakat Desa Toyopakeh, dan beberapa pihak pemerintahan seperti P3GL dan P3TKEBTKE. Sedangkan data sekunder berasal dari artikel dan laporan mengenai PLTAL Nusa Penida. Data yang telah dikumpulkan akan disusun dalam bentuk skema yang menggambarkan alur dan keterkaitan pihak-pihak yang terlibat beserta perannya dalam pembangunan PLTAL. Pada skema pengelolaan dan pengembangan terdapat pula rekomendasi untuk keberlanjutan PLTAL di Selat Nusa Penida.
V GAMBARAN UMUM
5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Nusa Penida merupakan pulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau Bali. Secara geografis pulau tersebut berbatasan dengan Selat Badung di sebelah utara dan barat, Selat Lombok di sebelah timur, dan Samudera Indonesia di sebelah selatan. Terdapat pulau-pulau kecil yang berada di dekat Pulau Nusa Penida yaitu Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Nusa Lembongan. Daerah kepulauan ini adalah bagian dari wilayah Kecamatan Nusa Penida, yang merupakan kecamatan terluas dari tiga kecamatan lainnya di Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung, secara administrasi Kecamatan Nusa Penida terdiri dari enam belas desa dan 79 banjar desa dengan 37 desa adat. Empat belas desa dari enam belas desa tersebut berada di Pulau Nusa Penida. Salah satu desa yang terletak di Pulau Nusa Penida adalah Desa Toyopakeh, desa terkecil yang berada di pulau tersebut.
Gambar 3 Peta Pulau Nusa Penida
29
Desa Toyopakeh yang memiliki luas wilayah 4.7 kilometer persegi merupakan salah satu kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan pariwisata Kabupaten Klungkung. Terdapat cruiser besar yang datang ke perairan Selat Toyopakeh, cruiser itu akan merapat ke pontoon yang bernama Quicksilver dengan membawa turis rata-rata 200 orang perhari. Desa Toyopakeh memiliki delapan artshop yang setiap harinya dikunjungi oleh para turis yang datang menggunakan jukung dari pontoon Quicksilver. Karakteristik pantai Desa Toyopakeh adalah pantai berpasir yang terdiri dari pasir kasar dan berwarna putih kekuningan tersusun dari rombakan terumbu karang dan pecahan cangkang binatang laut. Bentuk kawasan pantai ini landai dengan sudut antara dua derajat hingga tiga derajat sehingga dimanfaatkan masyarakat sebagai kawasan pemukiman dan budidaya rumput laut. Pemukiman masyarakat sebagian besar dibangun dengan menggunakan batubata berwarna putih dari material dasar dolomit. Hampir di sepanjang perbatasan pantai di daerah Toyopakeh dibangun penahan gelombang setinggi dua meter sejajar dengan garis pantai. Bangunan penahan gelombang dibuat untuk menangkal abrasi serta melindungi kawasan pemukiman dan jalan raya di sepanjang Desa Toyopakeh. Selat Nusa Penida, selat yang berada di dekat Desa Toyopakeh memiliki karakteristik curam dan dalam. Arus yang berada pada selat tersebut merupakan arus yang kuat sehingga dapat menggerus beragam material yang tumbuh pada dasar laut. Hal tersebut mengakibatkan terumbu karang yang tumbuh di dalam Selat Nusa Penida tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Beberapa jenis terumbu karang yang dapat dikenali adalah Pectinia lactuca, Acropora pulchra, Pseudosiderastrea tayami, dan jenis lainnya. Berdasarkan data administrasi, jumlah penduduk yang berada di desa ini berjumlah 905 jiwa dan terbagi menjadi 200 kepala keluarga. Desa ini merupakan satu-satunya desa dengan mayoritas penduduknya menganut agama Islam. Terdapat enam pamong desa yang menangani pemerintahan Desa Toyopakeh. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung tahun 2014, sarana dan prasarana yang disediakan di Desa Toyopakeh yaitu tempat peribadahan berupa masjid dan pura, terdapat dua bangunan sekolah berupa bangunan Sekolah Dasar
30
dan Taman Kanak-Kanak, sarana publik lainnya adalah pasar umum, tempat yang menjadi pusat perdagangan di Desa Toyopakeh. Jumlah rumah makan yang terdapat di Desa Toyopakeh sebanyak sepuluh bangunan, rumah makan tersebut terletak berjajar ditepi pantai. Selain rumah makan, jenis mata pencaharian masyarakat adalah membuka warung, terdapat tiga puluh warung yang tersebar di Desa Toyopakeh. Sebagai daerah kepulauan kecil, akses utama menuju Pulau Nusa Penida yang berada di sebrang lautan dari daratan Bali yaitu melalui jalur laut. Terdapat beberapa pilihan transportasi laut yang tersedia mulai dari jukung-jukung, speed boat, dan kapal Ferry Roro. Titik keberangkatan dari pulau daratan Bali terdapat di Padang Bai, Tri Buana, Banjar Bias, Kusamba, dan Sanur. Titik pemberhentian di Pulau Nusa Penida pun sebagian besar berpusat di bagian utara dan timur pulau, sedangkan bagian selatan dan barat berbatasan langsung dengan tebing curam dan ombak yang besar. Terdapat enam titik pendaratan di Pulau Nusa Penida yaitu Pelabuhan Nusa Penida, Pelabuhan Buyuk, Pelabuhan Tambak, Pelabuhan Kantor Camat, Toyapakeh, dan Banjar Nyuh.
5.2 PT.T-Files PT.T-Files Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang desain dan teknologi produksi yang berdiri sejak tahun 2009. Salah satu bidang usahanya adalah membangun pembangkit listrik berbasis kelautan di Indonesia. Visi dari perusahaan ini adalah menjadi perusahaan energi alternatif yang memiliki komitmen penuh untuk menyediakan energi non-konvensional kepada dunia. Terdapat empat misi yang dimiliki PT.T-Files Indonesia untuk mewujudkan visinya. Pertama, membantu pemerintah untuk menyediakan pasokan listrik untuk penggunaan rumah tangga dan industri. Kedua, menunjukkan kepada masyarakat Internasional bahwa Indonesia memiliki partisipasi aktif dalam aplikasi teknologi untuk mengambil manfaat dari keberadaan sumber daya alam. Ketiga, berpartisipasi dalam penelitian energi alternatif di Indonesia. Keempat, mengurangi polusi dari sumber energi fosil. Pada tahun 2009 setelah mengembangkan proyek percontohan dari turbin arus laut di Pulau Nusa Penida, Kementerian Energi Sumberdaya dan Mineral
31
memberikan sertifikasi Proven Technology. Pada tahun 2011, tim T-Files menjuarai Mandiri Young Technopreneur yang diadakan oleh Bank Mandiri. Saat ini, Bank Mandiri memberikan dana CSR untuk mengembangkan kembali PLTAL di Pulau Nusa Penida. Salah satu produk yang dihasilkan PT.T-Files untuk pembangkit listrik berbasis kelautan adalah turbin. Tipe turbin yang digunakan untuk PLTAL di Nusa Penida yaitu turbin Gorlov (Gambar 4). Turbin yang berbahan material fiberglass epoxy ini memiliki efisiensi sebesar 30 persen dengan diameter satu meter dan tinggi 1.2 meter. Hasil energi listrik yang berasal dari energi gerak turbin kemudian akan disalurkan ke generator dengan desain seperti Gambar 5. Tipe generator yang digunakan adalah permanent magnet generator dengan diameter rotor satu meter, panjang dan lebar 1.2 meter. Secara umum, generator adalah alat yang dapat memproduksi arus listrik. Arus listrik yang diproduksi oleh generator tersebut dapat mencapai 20.000 Volt Ampere (VA), namun rata-rata arus listrik yang diproduksi sebesar 10.000 VA.
Gambar 4 Turbin gorlov
Gambar 5 Generator
5.3 Karakteristik Responden Perolehan data mengenai karakteristik umum responden masyarakat Desa Toyopakeh diperoleh melalui survei langsung berdasarkan hasil wawancara terhadap 41 responden. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa Toyopakeh yang telah merasakan manfaat dari keberadaan penerangan PLTAL. Karakteristik sosial ekonomi responden dibedakan berdasarkan jenis kelamin,
32
usia, lama tinggal, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Tidak bersedia membayar 20%
Rp 5.000
Rp 10.000
Rp 15.000
Rp 20.000 20%
17% 12%
10%
7%
5%
2%
7%
0%
Perempuan
Laki-laki
Gambar 6 Persentase sebaran WTP berdasarkan jenis kelamin Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, akan tetapi perbandingan dengan laki-laki tidak berbeda jauh. Masyarakat dengan jenis kelamin perempuan yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 21 orang, sedangkan responden dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 20 orang. Jenis kelamin dapat mempengaruhi besarnya nilai WTP yang akan diberikan. Hal tersebut dikarenakan secara umum cara berpikir, perilaku, reaksi dan persepsi antara perempuan dan laki-laki berbeda. Perempuan lebih berpikir panjang dalam mengeluarkan uangnya, sedangkan laki-laki lebih mudah mengeluarkan uangnya jika hal tersebut memang benar-benar dibutuhkan. Sebagian besar responden perempuan tidak bersedia membayar biaya pengelolaan PLTAL, berbanding terbalik dengan responden laki-laki yang sebagian besarnya memilih bid yang lebih tinggi yaitu Rp 20.000. Tidak bersedia membayar
Rp 5.000
Rp 10.000
Rp 15.000
Rp 20.000
12% 10%
10% 7%
5% 2% 0% 0%
2% 2% 0% 0%
< 20 tahun
5% 5%
10% 7% 7%
5% 2%
2%
2%
2%
0% 0%
20 - 29 tahun
0%
30 - 39 tahun
40 - 49 tahun
> 49 tahun
Gambar 7 Persentase sebaran WTP berdasarkan usia Responden yang merasakan manfaat dari penerangan PLTAL berkisar antara usia dibawah 20 tahun hingga usia di atas 49 tahun. Responden yang
33
memiliki usia dibawah 20 tahun bersedia membayar biaya pengelolaan PLTAL dengan pilihan bid sebesar Rp 10.000.
Tidak bersedia membayar
Rp 5.000
Rp 10.000
Rp 15.000 10%
7% 5%
5%
2% 0%
7%
2% 2% 0% 0%
< 20 tahun
10%
Rp 20.000
10%
7%
7% 7%
5% 2%
2%
2%
2%
2%
0% 0%
0%
20 - 29 tahun
30 - 39 tahun
40 - 49 tahun
> 49 tahun
Gambar 8 Persentase sebaran WTP berdasarkan lama tinggal Hampir semua responden di Desa Toyopakeh merupakan penduduk asli dan hanya ada tiga orang saja yang status kependudukannya sebagai pendatang. Hasil persentase lama tinggal selaras dengan persentase umur responden. Sekitar 7 persen responden yang sudah tinggal di Desa Toyopakeh kurang dari 20 tahun, seluruhnya bersedia untuk membayar biaya pengelolaan WTP, besarnya bid yang dipilih yaitu pada rentang Rp 5.000 hingga Rp 10.000. Berbeda dengan responden lainnya yang sudah tinggal di Desa Toyopakeh lebih dari 20 tahun, besarnya bid yang dipilih sangat beragam. Tidak bersedia membayar
Rp 5.000
Rp 10.000
12%
Rp 15.000 12%
Rp 20.000
12%
10% 7%
7%
7%
5%
5% 2% 0%
Tidak Tamat SD
2% 0%
5% 2% 0% 0%
SD
5%
2%
SMP
0%
2% 0% 0% 0% 0%
SMA
S1
Gambar 9 Persentase sebaran WTP berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan terakhir menunjukkan tingkat pola pemikiran yang dimiliki responden dalam menanggapi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat wawancara. Hal ini juga dapat berpengaruh terhadap kebersediaan dan besarnya nilai yang diberikan oleh responden untuk membayar pengelolaan PLTAL Nusa Penida. Responden masyarakat Desa Toyopakeh yang mengikuti
34
masa pendidikan kurang dari enam tahun memiliki persentase tidak bersedia membayar yang lebih tinggi. Responden yang memiliki tingkat pendidikan SMA seluruhnya bersedia membayar biaya pengelolaan PLTAL, besarnya biaya yang bersedia dibayarkan berada di rentang Rp 10.000 hingga Rp 20.000. Responden dengan tingkat pendidikan S1 lebih bersedia untuk memilih bid tertinggi. Tidak bersedia membayar
Rp 5.000
Rp 10.000
Rp 15.000
Rp 20.000
15% 12%
12%
10% 7% 5%
7%
7%
5%
5% 5%
2%
2%
0%
0% 0%
2%
2%
0%
Tidak ada
0%
1-2 orang
3-4 orang
>4 orang
Gambar 10 Persentase sebaran WTP berdasarkan jumlah tanggungan Responden yang tidak memiliki jumlah tanggungan bersedia membayar biaya pengelolaan dengan rentang bid Rp 5.000 hingga Rp 10.000. Responden yang sudah menikah dan memiliki keluarga maka pendapatan yang diperolehnya akan digunakan untuk memenuhi konsumsi dan kebutuhan sehari-sehari anggota keluarga. Jumlah tanggungan pun akan mempengaruhi besarnya nilai yang akan diberikan responden untuk pengelolaan PLTAL. Jumlah tanggungan meliputi keluarga dan anggota keluarga lain yang tinggal dalam satu atap. Tidak bersedia membayar
Rp 5.000
Rp 10.000
Rp 15.000
Rp 20.000
15% 10% 7% 5%
5% 2% 0%
Petani Rumput Laut
7%
5%
2% 0%
7% 5%
2%
0%
2%2% 0%
ABK
5%
0%
Wirausaha
5%
5%
2% 0%0%
Petani
2%2%
0%0%
Swasta
0%
Lain-lain
Gambar 11 Persentase sebaran WTP berdasarkan jenis pekerjaan Jenis pekerjaan akan berkaitan dengan besarnya kebutuhan listrik terutama penerangan di malam hari. Jenis pekerjaan yang membutuhkan penerangan di
35
malam hari maka akan mempengaruhi besarnya nilai kebersediaan untuk membayar pengelolaan PLTAL Nusa Penida. Responden yang merasakan manfaat dari adanya penerangan PLTAL adalah responden yang memiliki pekerjaan sebagai petani rumput laut, anak buah kapal, wirausaha, swasta, petani, dan pekerjaan lainnya. Terdapat beberapa responden yang bekerja sebagai petani rumput laut tidak bersedia membayar, namun beberapa responden lainnya bersedia untuk membayar tawaran bid yang paling tinggi. Responden dengan jenis pekerjaan ABK lebih memilih untuk bersedia membayar, begitupun dengan responden yang bekerja di swasta. Responden wirausaha sebagian besar bersedia untuk membayar, sedangkan yang tidak bersedia membayar adalah responden yang membuka usahanya jauh dari sumber penerangan PLTAL. Tidak bersedia membayar
Rp 5.000
Rp 10.000
Rp 15.000
Rp 20.000
22%
12% 10%
10% 7%
7% 5%
2%
5% 5%
2% 2% 0%
≤ Rp 500 rb
5% 2%
0%
> Rp 500 rb - Rp 1 jt
> Rp 1 jt - Rp 1,5 jt
2% 0% 0%
0%
> Rp 1,5 jt
Gambar 12 Persentase sebaran WTP berdasarkan tingkat pendapatan Tingkat pendapatan sangat berpengaruh terhadap besarnya WTP yang akan diberikan. Semakin besar pendapatan yang didapatkan maka kemungkinan untuk memberikan nilai WTP pun akan lebih besar. Responden yang memiliki tingkat pendapatan dibawah Rp 500.000 perbulan lebih banyak untuk tidak bersedia membayar. Responden dengan pendapatan Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000 perbulan lebih banyak untuk bersedia membayar. Responden yang memiliki pendapatan lebih tinggi seluruhnya bersedia untuk membayar biaya pengelolaan PLTAL. Pada selang pendapatan Rp 1.000.000 hingga Rp 1.500.000 perbulan besarnya bid yang dipilih beragam yaitu antara Rp 5.000 hingga Rp 20.000, sedangkan responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 1.500.000 perbulan memilih bid tertinggi.
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Manfaat PLTAL Bagi Masyarakat Desa Toyopakeh Nusa Penida adalah sebuah pulau yang terpisah di sebelah tenggara Pulau Bali. Pulau Nusa Penida memiliki penduduk dengan mayoritas beragama Hindu, namun terdapat sebuah desa dimana mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu Desa Toyopakeh. Aktivitas masyarakat menjadi keunikan tersendiri dalam menghidupkan suasana pesisir pantai. Pemuda-pemuda yang bekerja di bidang wisata memperlihatkan bentuk koordinasi yang unik dalam melaksanakan pekerjaannya. Koordinasi tersebut dilakukan dengan cara menggerakan tangan yang menunjukkan sebuah kode informasi tugas dari jarak jauh. Selain itu, lalu lalang kapal di Selat Badung menjadi pemandangan rutin aktivitas wisatawan yang berkunjung sejak matahari terbit hingga matahari tepat di atas kepala. Suasana pantai pun dihidupkan oleh keberadaan warung-warung makan yang berjajar di sepanjang tepi pantai. Warung-warung makan tesebut dikunjungi oleh warga sekitar yang hanya sekedar ingin membeli makan bahkan para pendatang maupun turis yang ingin menikmati masakan daerah sambil duduk di tepi pantai. Kehidupan tersebut terjadi hingga matahari tenggelam diikuti dengan sibuknya para nelayan yang melabuhkan kapalnya di atas pasir putih. Kehidupan pantai seakan hilang saat malam datang. Hal ini disebabkan oleh persoalan klasik yang sering terjadi di desa tersebut yaitu mati listrik. Daerah sekitar Desa Toyopakeh ini tergolong dalam wilayah yang sering mengalami pemadaman listrik bergilir dari PT. PLN. Persoalan tersebut terpusat pada keterbatasan kapasitas listrik PLN di pulau ini yaitu sebesar 3.6 MW yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Kutampi dan Jungut Batu. Terdapat tiga buah pembangkit di Pulau Nusa Penida, ketika terjadi kerusakan di salah satu pembangkit maka warga harus rela merasakan hidup sementara tanpa listrik. Minimnya ketersediaan listrik juga menyebabkan penerangan jalan dan area publik sangat terbatas. Desa Toyopakeh salah satu tempat berlabuhnya speed boat dan jukung yang membawa pendatang dari arah Pulau Bali, dan tempat dengan penduduk yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan rumput laut. Aktivitas
37
laut tersebut dapat berhenti ketika senja mulai terbenam di ufuk barat, sehingga suasana malam hari di wilayah pinggir pantai menjadi sunyi dan gelap gulita. Saat ini masalah kegelapan dan kesunyian mulai teratasi. Deburan suara ombak, suara hewan nocturnal, dan titik-titik sinar di sepanjang tepi pantai sudah dapat menyambut penumpang speed boat dan jukung yang datang dari arah Pulau Bali di malam hari. Titik-titik sinar sebanyak 25 titik disepanjang tepi pantai tersebut berasal dari instalasi sederhana yang dipasang di pinggir tembok Dermaga Toyopakeh. Instalasi dengan kontruksi rangka besi berwarna jingga memiliki bagian yang masuk ke bawah permukaan laut dimana di bawahnya terdapat turbin berdiameter satu meter. Turbin akan berputar apabila terdapat dorongan dari arus laut. Perputaran tersebut akan menggerakkan pipa besi yang terhubung pada generator yang terletak di atas permukaan laut. Instalasi sederhana itu merupakan PLTAL. Listrik yang dihasilkan dari PLTAL tersebut sebesar 10 kW dan mampu memberikan penerangan di sepanjang satu kilometer pantai Desa Toyopakeh. Terdapat sepuluh lampu jalan yang terpasang dekat pemukiman warga dan lima belas lampu jalan di sekitar Dermaga Toyopakeh. Keberadaan PLTAL telah memberikan penerangan yang bermanfaat bagi masyarakat berupa manfaat ekonomi dan manfaat sosial budaya. 6.1.1 Manfaat Ekonomi Manfaat ekonomi merupakan bentuk eksternalitas positif yang dirasakan oleh masyarakat Desa Toyopakeh akibat dibangunnya PLTAL yang menjadi sumber arus listrik untuk penerangan jalan dan ruang publik. Manfaat ekonomi PLTAL adalah manfaat yang berhubungan dengan mata pencaharian masyarakat. Manfaat ekonomi dirasakan oleh petani rumput laut, pemilik warung, dan pemilik kapal. PLTAL telah menghidupkan fungsi dari keberadaan penerangan lampu jalan yaitu meningkatkan kegiatan pada malam hari di sektor ekonomi. Tabel 4 Manfaat ekonomi No 1
Jenis Manfaat Ekonomi Mempermudah jukung dan speed boat bersandar di malam hari
Penerima Manfaat - nelayan - awak kapal
2 3
Meningkatkan efektivitas kerja pengikatan rumput laut Mempermudah monitoring kapal yang sedang bersandar
4 5
Memudahkan bongkar muat kapal Warung buka lebih malam
- petani rumput laut - nelayan - pemilik kapal - nelayan - wirausaha
38
Toyopakeh, salah satu titik pemberhentian dalam aktivitas penyebrangan yang berangkat dari Pulau Bali menuju Pulau Nusa Penida. Pekerjaan dalam penyediaan transportasi penyebrangan laut ini menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat Desa Toyopakeh. Manfaat penerangan dari PLTAL dirasakan oleh awak-awak kapal saat kapalnya masih berlayar di malam hari. Lampu-lampu yang berjajar sepanjang satu kilometer tersebut membantu awak kapal menandai lokasi untuk melabuhi kapalnya. Sebelum 25 lampu PLTAL terpasang, jadwal berlabuhnya kapal di Desa Toyopakeh yaitu pagi, siang dan sore, apabila terjadi keterlambatan keberangkatan kapal dari Pulau Bali maka kapal penyebrangan tersebut enggan untuk berlabuh di Toyopakeh saat malam. Selain tempat pemberhentian penyebrangan, Desa Toyopakeh adalah salah satu daerah penghasil rumput laut di Pulau Nusa Penida. Penjemuran rumput laut masih dilakukan secara tradisional. Rumput laut dijemur kurang lebih selama dua hari dengan dialasi terpal yang dibentangkan di atas pasir pantai. Gambar penjemuran rumput laut dapat dilihat di Lampiran 5. Terdapat dua jenis rumput laut yang dihasilkan yaitu jenis Eucheuma cottonii dikenal warga dengan sebutan bulung gondrong dan jenis Eucheuma spinosum atau biasa disebut bulung biasa. Para petani rumput laut biasanya melakukan pemanenan dan penanaman rumput laut saat kondisi laut surut, namun ada kalanya air laut surut pada saat malam hari. Disisi lain, para petani rumput laut kerap menghentikan aktivitasnya ketika malam datang. Hal tersebut mengakibatkan adanya penundaan aktivitas pekerjaan yang dialami oleh para petani rumput laut. Lokasi pengumpulan rumput laut berada di sekitar Dermaga Toyopakeh. Lampu penerangan jalan yang telah terpasang disekitar dermaga tersebut membantu para petani dalam meningkatkan efektivitas kerjanya yaitu melakukan pengikatan bibit rumput laut di malam hari. Bibit rumput laut diikat dengan tali rapia pada tali ris yang membentang sepanjang 30 meter per ris, jarak antara bibit yang diikatkan pada tali ris sekitar 25 cm, setelah semua ris terisi oleh bibit rumput laut selanjutnya akan dipasang di pantai pada keesokan paginya. Profesi lainnya yang selalu melekat pada masyarakat pesisir adalah sebagai nelayan. Bagi para nelayan yang memiliki jukung, adanya penerangan dari lampu PLTAL yang terletak di pinggir pantai dekat dengan pemukiman dapat membantu
39
mereka dalam memonitoring keberadaan jukungnya yang sedang bersandar di pinggir pantai saat malam hari, terutama saat laut sedang pasang. Selain itu, para nelayan yang datang melaut pada malam hari mengakui adanya manfaat yang dirasakan dari keberadaan lampu PLTAL tersebut yaitu mempermudah nelayan untuk membongkar barang dari kapal saat malam hari. Mata pencaharian masyarakat Desa Toyopakeh selain kegiatan melaut adalah wirausaha. Salah satu jenis wirausaha yang dilakukan masyarakat yaitu membuka warung makan di tepi pantai. Warung tersebut akan tutup sebelum malam mulai larut. Adanya penerangan pinggir pantai di malam hari membuat masyarakat senang berkumpul bersama di tepi pantai lebih lama. Hal tersebut dimanfaatkan oleh para wirausaha untuk membuka warungnya lebih lama. Manfaat ekonomi dari adanya penerangan bukan hanya dirasakan pemilik warung, berkumpulnya para pemuda di tepi pantai menghasilkan manfaat lain yaitu manfaat sosial budaya. 6.1.2 Manfaat Sosial Budaya Manfaat sosial budaya muncul dari adanya perubahan berdasarkan perasaan yang dirasakan masyarakat berupa rasa aman, keselamatan, peningkatan aktivitas sosial dan ritual keagamaan. Hal tersebut merupakan bentuk eksternalitas positif yang dihasilkan secara tidak langsung oleh penerangan lampu jalan yang bersumber dari PLTAL. Manfaat sosial budaya dirasakan para pemuda, warga yang senang memancing, dan warga yang ingin melaksanakan ritual agama di malam hari. Tabel 5 Manfaat sosial budaya No 1
Jenis Manfaat Sosial Budaya Aktivitas sosial di malam hari
Penerima Manfaat - pemuda - masyarakat
2
Memudahkan aktivitas memancing
3
Pembuangan abu jenazah
- masyarakat yang hobi memancing - masyarakat Hindu
Manfaat sosial budaya salah satunya dirasakan oleh para pemuda. Penerangan lampu PLTAL di tepi pantai menjadi lokasi yang memfasilitasi area ruang publik untuk meningkatkan aktivitas sosial masyarakat khususnya para pemuda. Perbincangan santai di pinggir pantai menjadi aktivitas yang dilakukan oleh pemuda ketika malam hari. Pemuda merupakan kader masyarakat yang diidentikan dengan kata perubahan. Adanya peningkatan aktivitas sosial yang
40
dilakukan oleh pemuda diharapkan membawa manfaat positif agar terbentuk kader-kader masyarakat yang dapat membangun daerahnya. Aktivitas lain yang senang dilakukan oleh beberapa masyarakat pada malam hari adalah memancing disekitar Dermaga Toyopakeh. Pencarian ikan dilakukan saat air laut sedang surut sehingga para pemancing dapat mengintip kesela-sela karang
dimana
ikan
bersembunyi.
Lampu
PLTAL
disekitar
dermaga
mempermudah pemancing untuk melihat ikan yang sedang bersembunyi. Penerangan yang biasa digunakan sebelum lampu PLTAL terpasang yaitu menggunakan senter atau petromax. Desa Toyopakeh merupakan desa dengan mayoritas penduduknya menganut agama Islam, namun desa-desa lain di Pulau Nusa Penida memiliki mayoritas penduduk yang beragama Hindu. Masyarakat Hindu memiliki tradisi dalam menjalankan ritual keagamaannya, salah satu ritual yang banyak dikenal oleh kalangan wisatawan yaitu prosesi pembakaran jenazah, Ngaben. Upacara Ngaben dilakukan dengan meletakkan jenazah ke tempat pembakaran jenazah kemudian dibakar hingga menjadi abu, abu tersebut akan disimpan sementara atau langsung dibuang ke laut oleh keluarga jenazah. Dermaga Toyopakeh menjadi tempat lokasi pembuangan abu oleh masyarakat umat Hindu yang tinggal disekitar dermaga tersebut. Keberadaan lampu dermaga meningkatkan keberanian beberapa warga yang ingin membuang abu jenazah keluarganya di malam hari. 6.1.3 Dampak Lingkungan Dampak lingkungan yang dimaksud adalah berdasarkan pengamatan langsung selama penelitian dan dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya mengenai dampak lingkungan yang diakibatkan oleh PLTAL. Perbandingan yang digunakan adalah penelitian Boehlert GW dan Andrew BG yang berjudul Environmental and Ecological Effects of Ocean Renewable Energy Development a Current Synthesis, U.S Department of Energy (DOE) dengan judul Report to Congress on the Potential Environment Effects of Marine and Hydrokinetic Energy Technologies, dan skripsi Asruldin Azis dengan judul Studi Pemanfaatan Energi Listrik Tenaga Arus Laut di Selat Alas Kabupaten Lombok, NTB.
41
Tabel 6 Kemungkinan dampak lingkungan PLTAL No 1 2
3 4 5
6
7 8 9
10
Kemungkinan Dampak Lingkungan Boehlert GW dan Andrew BG (2010) Pelampung, kabel, turbin dan perangkat lainnya akan merubah habitat pelagis Belitan kabel dapat terjadi karena adanya serangan bawah laut dan tabrakan dengan hewan laut DOE (2009) Operasional kapal selam angkatan laut dapat terpengaruh karena adanya bangunan di dasar laut Struktur bawah laut dapat mempengaruhi habitat dan perilaku ikan Perangkat-perangkat seperti rotor, kabel, dan sejenisnya dapat menjadi hambatan pergerakan air sehingga mengurangi kecepatan air, hal tersebut akan mempengaruhi transportasi dan pengendapan sedimen Pemasangan perangkat dalam skala besar dapat menyebabkan perubahan sirkulasi sehingga berpengaruh pada perubahan masukan nutrisi dan kualitas air yang bisa berakibat pada eutrofikasi, hipoksia, dan berdampak pada makanan akuatik Jumlah dan jenis substrat dasar terganggu karena pemasangan tiang dan kabel di dasar laut Mengubah habitat bentik Suara bawah laut yang dihasilkan selama instalasi dan pengoperasian perangkat energi laut berpotensi untuk mengganggu hewan laut berkomunikasi atau dapat mengusir hewan tersebut dari area instalasi, atau dapat merusak pendengaran mereka Turbin yang berputar dapat melukai hewan laut Azis (2010)
11
Gangguan visual karena menggunakan kabel dan tiang listrik di atas laut 12 Penggunaan rotor turbin yang bisa menabrak ikan dan mamalia laut, namun ini kecil kemungkinannya 13 Dapat merusak konstruksi dasar laut misalnya pengeboran dari peletakan kabel dan bangunan, sehingga menyebabkan kerusakan habitat Keterangan : √ = memiliki kemungkinan ; X = tidak memiliki kemungkinan
PLTAL Nusa Penida X X
X X
X
√
X X
X
√
X √ X
Kemungkinan terjadinya dampak lingkungan yang dihasilkan dari keberadaan PLTAL di Nusa Penida adalah kecil. Hal tersebut dikarenakan bahwa pembangunan PLTAL Nusa Penida tidak mengapung di atas laut yang membutuhkan konstruksi penahan di dasar laut. Pengeboran dan penanaman alat berat di dasar laut dapat menyebabkan kerusakan habitat di dasar laut, sedangkan PLTAL Nusa Penida tidak membutuhkan hal tersebut karena bangunan turbin dipasang di pinggir bangunan dermaga.
42
Belitan kabel yang berada di bawah laut dapat terjadi karena akan adanya serangan bawah laut dan tabrakan hewan laut. Pembangunan tiang listrik dan kabel yang berada di atas laut juga dapat menimbulkan gangguan visual. Namun permasalahan belitan kabel di dasar laut dan gangguan visual tersebut tidak akan terjadi karena kabel PLTAL Nusa Penida ditanaman disekitar dermaga dan disepanjang bangunan penahan gelombang. Kemungkinan dampak lingkungan dari keberadaan PLTAL Nusa Penida yaitu perputaran rotor turbin dapat menimbulkan pencampuran salinitas dan gradien suhu air laut yang berpengaruh pada perubahan masukan nutrisi dan kualitas air, namun apabila jumlah turbin berada pada skala kecil maka diharapkan perubahan yang terjadi dapat hilang dengan cepat. Dampak lainnya yaitu hewan-hewan laut yang sedang berenang di dekat turbin dapat terseret dan hanyut terkena pisau turbin yang sedang berputar, hal tersebut dapat membuat hewan laut itu menderita cedera ataupun kematian, namun terlukanya hewan laut tidak akan terjadi apabila perputaran turbin memiliki kecepatan yang mungkin dapat dihindari oleh hewan laut tersebut. Berdasarkan hasil uraian di atas menunjukkan bahwa saat ini PLTAL di Nusa Penida memiliki kemungkinan kecil untuk menghasilkan dampak lingkungan. Selain itu, PLTAL merupakan energi terbarukan yang memanfaatkan arus laut yaitu sumberdaya yang tidak ada habisnya, sehingga meskipun memiliki kemungkinan dampak lingkungan, pembangunan PLTAL memiliki kelebihan dibandingkan pembangkit listrik konvensional. Kelebihan PLTAL adalah: 1. Sumber energi didapatkan secara gratis dari alam sehingga biaya operasinya cenderung lebih rendah. 2. Tidak memancarkan dan menghasilkan polutan seperti CO2, NO2, dan SO2. 3. Tidak mengeluarkan limbah berbahaya. 4. Memiliki frekuensi rendah kebisingan.
43
6.2 Nilai WTP Masyarakat Terhadap PLTAL 6.2.1 Analisis Peluang Kesediaan Membayar (WTP) Masyarakat Analisis peluang kesediaan membayar masyarakat meliputi bersedia atau tidak bersedianya mengeluarkan sejumlah uang untuk biaya pengelolaan PLTAL yang saat ini sudah memberikan manfaat berupa penerangan jalan. Mayoritas masyarakat menyatakan bersedia membayar untuk pengelolaan PLTAL. Sebanyak 75,61 persen responden masyarakat yang menyatakan bersedia, sisanya 24,39 persen menyatakan tidak bersedia membayar. 24,39% Tidak Bersedia 75,61%
Bersedia
Gambar 13 Persentase kesediaan membayar responden Model regresi logit digunakan untuk melihat besarnya peluang kesediaan masyarakat untuk membayar biaya pengelolaan PLTAL. Setelah diketahui tingkat kesediaan membayar maka diperlukan juga analisis uji kelayakan model atau goodness of fit pada model regresi logit tersebut, hasil output analisis regresi logit dengan SPSS 16.0 dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada output Block 0 atau blok beginning terdapat tabel Variables in the Equation yang menghasilkan nilai signifikansi 0,002 dengan Exp(B) sebesar 3,1. Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan menggunakan model sederhana (hanya melibatkan konstanta saja), mampu memberikan penjelasan bahwa proporsi bersedia membayar adalah 3,1 kali dari proporsi tidak bersedia membayar tanpa dilibatkan variabel lain. Block 1 adalah tahap memasukkan variabel independen ke dalam model dengan metode enter. Pada tabel Omnibus Tests of Model Coefficients hasil signifikansi model menunjukkan tingkat signifikansi 0,002, karena p-value < 0,05 (taraf nyata 5%) maka hipotesis nol harus ditolak. Hal ini dapat diartikan bahwa terdapat variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap peluang bersedia atau tidak bersedianya masyarakat membayar biaya pengelolaan PLTAL. Variabel itu adalah tingkat pendapatan, jumlah tanggungan dan tingkat pendidikan.
44
Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa hampir secara keseluruhan model yang disusun mempunyai hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel tidak bebasnya (respon) dan model layak digunakan dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Nilai signifikansi Nagelkerke R Square menunjukkan tingkat keragaman dari variabel yang dapat dijelaskan oleh model. Pada tabel Model Summary nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,463 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat keragaman variabel bebas dari kesediaan membayar WTP yaitu variabel tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, dan tingkat pendidikan. Ketiga variabel tersebut dapat menjelaskan kemungkinan masyarakat bersedia membayar WTP untuk pengelolaan PLTAL sebesar 46,3 persen. Terlihat dari tabel Hosmer and Lemeshow test bahwa nilai signifikansi berdasarkan Uji Hosmer dan Lemeshow adalah 0,484 yang berarti lebih besar dari 0,05 (tolak hipotesis nol), maka model regresi yang disusun telah mampu menjelaskan atau memprediksi nilai observasi atau data dengan tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan Classification Table pengujian analisis logit menggunakan metode enter menghasilkan nilai overall percentage sebesar 82,9 persen. Hal tersebut menjelaskan bahwa model regresi logistik yang digunakan telah cukup baik karena mampu menebak 82,9 persen dari kondisi yang sebenarnya. Model regresi logit dibangun oleh variabel dependen (respon) dan variabel independen (bebas). Variabel respon dalam penelitian ini berupa pilihan nominal yaitu bersedia atau tidak bersedia membayar biaya pengelolaan PLTAL. Regresi variabel respon yang bernilai nominal tersebut menggunakan nilai dummy satu atau nol. Nilai satu diberikan kepada masyarakat yang bersedia membayar dan nilai nol diberikan kepada masyarakat yang tidak bersedia membayar. Variabel independen yaitu tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, dan tingkat pendidikan. Variabel independen yang berpengaruh terhadap besarnya peluang kesediaan membayar masyarakat Desa Toyopakeh terhadap biaya pengelolaan PLTAL dapat dilihat pada Tabel 7 atau pada tabel Variables in the Equation yang terdapat pada Lampiran 1.
45
Tabel 7 Variabel
yang
mempengaruhi
kesediaan
membayar
maksimum
pengelolaan PLTAL Variabel
Koefisien
Sig.
Exp(B)
Konstanta
-1.920
.187
.147
Pendapatan
.000
.098*
1.000
Berpengaruh nyata*
Tanggungan
-.115
.722
.891
Tidak berpengaruh nyata
1.291
Berpengaruh nyata*
Pendidikan Keterangan
.255 .074* : * signifikan pada taraf nyata 10%
Keterangan
Tabel 7 tidak memiliki variabel dummy, hanya terdiri dari tiga variabel bebas yaitu tingkat pendapatan, jumlah tanggungan, dan tingkat pendidikan. Berdasarkan hasil dari regresi logistik yang telah terbentuk di atas tidak bisa langsung diinterpretasikan dari nilai koefisiennya seperti dalam regresi linier biasa. Interpretasi bisa dilakukan dengan melihat nilai dari Exp (B) atau nilai eksponen dari koefisien persamaan. Berdasarkan Tabel 7 di atas, variabel yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar adalah tingkat pendapatan. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan ekonomi masyarakat dalam membayar biaya pengelolaan PLTAL. Variabel tingkat pendapatan memiliki Sig sebesar 0,098 yang artinya peubah tersebut berpengaruh nyata terhadap peluang masyarakat untuk bersedia membayar biaya pengelolaan PLTAL pada taraf nyata α = 10 persen. Exp (B) atau odds ratio sebesar 1,000 artinya masyarakat yang memiliki jumlah pendapatan besar memiliki peluang bersedia membayar WTP yang sama dengan peluang tidak bersedia membayar, dengan perkataan lain bahwa masyarakat dengan pendapatan besar maupun kecil bersedia untuk membayar WTP. Variabel independen lainnya yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan terakhir menunjukkan tingkat pola pemikiran yang dimiliki masyarakat. Hal ini juga dapat berpengaruh terhadap kebersediaan masyarakat untuk membayar pengelolaan PLTAL Nusa Penida. Variabel tingkat pendidikan memiliki Sig sebesar 0,074 yang artinya peubah tersebut berpengaruh nyata terhadap peluang masyarakat untuk bersedia membayar biaya pengelolaan PLTAL pada taraf nyata α = 10 persen. Exp (B) atau odds ratio sebesar 1,291 artinya semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki maka peluang masyarakat untuk bersedia membayar WTP lebih besar 1,291 kali
46
dibandingkan tidak bersedia membayar, dengan kata lain masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih cenderung bersedia membayar WTP. Variabel lain tidak berpengaruh nyata terhadap peluang kesediaan masyarakat untuk membayar biaya pengelolaan PLTAL. Hal tersebut diduga karena peluang pengambilan keputusan untuk bersedia membayar biaya pengelolaan PLTAL tidak dipengaruhi secara nyata oleh jumlah tanggungan. 6.2.2 Estimasi Nilai WTP Masyarakat Setelah menganalisis peluang kesediaan membayar masyarakat Desa Toyopakeh terhadap biaya pengelolaan PLTAL maka selanjutnya adalah mengetahui berapa besar biaya yang bersedia dibayarkan oleh masyarakat menggunakan analisis WTP. Biaya yang ditawarkan merupakan biaya yang bersedia dibayar oleh masyarakat setiap bulannya per kepala rumah tangga. Hal tersebut dapat memperlihatkan seberapa besar masyarakat menginginkan adanya pengelolaan PLTAL secara bekerlanjutan. Penelitian ini menggunakan pendekatan CVM untuk mengestimasi nilai WTP masyarakat terhadap pengelolaan PLTAL. Masyarakat diberikan informasi terlebih dahulu mengenai manfaat adanya PLTAL yang saat ini telah memberikan penerangan disepanjang satu kilometer pantai saat malam hari. Selanjutnya, masyarakat diajukan pertanyaan untuk memilih nilai WTP yang bersedia mereka bayar setiap bulannya. Nilai WTP didapatkan dengan menggunakan teknik payment card, Nilai WTP yang diajukan sebesar Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 15.000, dan Rp 20.000. Dasar dari besarnya nilai yang diajukan yaitu hasil perhitungan biaya beban PLTAL berdasarkan kapasitas PLTAL yang terpakai dengan pendekatan tarif tenaga listrik untuk penerangan jalan sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2014. Perhitungan pendekatan tarif dapat dilihat di Lampiran 3. Perhitungan dugaan nilai rataan WTP dilakukan menggunakan pendekatan non-parametrik yaitu dengan metode K-M-T, dan SK. Metode ini mengandalkan distribusi jawaban “ya” dan “tidak” dari responden terhadap nilai bid yang ditawarkan. Selain dapat menghitung nilai rataan WTP, dengan mengetahui distribusi jawaban responden maka lower bound WTP dapat ditentukan. Metode
47
Turnbull mengandalkan distribusi jawaban “tidak” dari responden terhadap nilai bid yang ditawarkan, perhitungan Metode Turnbull dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Perhitungan turnbull Bid 5.000 10.000 15.000 20.000 >20.000 Rataan WTP
Jumlah Nj (Respon "tidak") 10 17 29 32
Total respon (Tj) 41 41 41 41
Distribusi “Tidak” (Fj) 0,244 0,415 0,707 0,780 1
Nilai fj* 0,244 0,171 0,293 0,073 0,220
WTP Turnbull 853,659 2.926,829 1.097,561 4.390,244 9.268,293
Tabel 8 di atas menunjukkan distribusi “tidak” (Fj) terlihat meningkat secara monotonik. Jumlah respon “tidak” menunjukan jumlah orang yang tidak mau membayar bid yang ditawarkan. Terdapat sepuluh orang yang tidak mau membayar apabila bid yang ditawarkan sebesar Rp 5.000, apabila bid yang ditawarkan Rp 10.000 maka jumlah orang yang tidak mau membayar sebanyak tujuh belas orang, begitupun seterusnya apabila bid yang ditawarkan semakin tinggi maka jumlah orang yang tidak mau membayar akan semakin meningkat. Nilai rataan WTP didapatkan dari perkalian bid dengan nilai fj*. Hasil rataan WTP yang diperoleh sebesar Rp 9.268,293. Tabel 9 akan menunjukkan perhitungan rataan WTP menggunakan metode K-M-T dan S-K, pendekataan ini mengandalkan distribusi jawaban “ya” dari responden terhadap nilai bid yang ditawarkan. Tabel 9 Perhitungan K-M-T dan S-K Bid 0 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 Rataan WTP
Jumlah “ya”
Total respon
Share (Fj)
Nilai fj*
31 24 12 9
41 41 41 41
1 0,756 0,585 0,293 0,220 0
0,244 0,171 0,293 0,073 0,220 0
WTP KMT
WTP SK
0 853,659 2.926,829 1.097,561 4.390,244
609,756 1.280,488 3.658,537 1.280,488 4.939,024
9.268,293
11.768,293
Sebagaimana terlihat pada Tabel 9 di atas, terdapat 31 orang yang bersedia membayar apabila bid yang ditawarkan sebesar Rp 5.000 dan hanya akan ada 9 orang yang bersedia membayar apabila bid yang ditawarkan sebesar Rp 20.000. Perhitungan WTP dengan metode K-M-T sama persis dengan metode Turnbull. Perbedaan kedua metode tersebut terletak pada penggunaan respon “ya” yang
48
merupakan respon kebalikannya. Nilai rataan WTP menggunakan metode K-M-T menunjukkan hasil yang sama dengan nilai rataan WTP Turnbull yaitu sebesar Rp 9.268,293, sementara hasil perhitungan rataan WTP dengan metode S-K menghasilkan nilai rataan WTP yang lebih besar yaitu Rp 11.768,293. Besarnya tingkat kepercayaan terhadap pendugaan nilai rataan WTP yang dihasilkan oleh distribusi Turnbull estimator dapat dihitung menggunakan formula keragaman (variance). Besarnya nilai variance dalam penelitian ini adalah 491.142,032 dan standard error yang merupakan akar dari variance sebesar 700,815. Berdasarkan hasil tersebut, dengan selang kepercayaan 95 persen maka untuk lower bound WTP menjadi 9.268,293 ± 1,96(700,815), dengan kata lain bahwa nilai rataan WTP berada pada kisaran Rp 7.894,695 sampai Rp 10.641,891. Salah satu kelebihan menggunakan pendugaan melalui lower bound adalah terkait dengan distribusi Turnbull estimator dimana fj* terdistribusi normal dan nilai bid tetap, sehingga rataan lower bound WTP juga normal. Nilai selang WTP (EWTP) yang dihasilkan mencerminkan besarnya kesediaan membayar masyarakat Desa Toyopakeh untuk biaya pengelolan PLTAL di Nusa Penida setiap bulannya. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa masyarakat bersedia membayar biaya pengelolaan sebesar Rp 7.894,695 hingga Rp 10.641,891 per kepala keluarga perbulan, dan hasil pehitungan S-K menunjukkan bahwa masyarakat bersedia membayar biaya pengelolaan sebesar Rp 11.768,293 per kepala keluarga perbulan. Besarnya nilai WTP yang telah dihasilkan dapat digunakan sebagai iuran untuk dijadikan dana pengelolaan PLTAL. EWTP terendah menunjukkan nilai Rp 7.894,695 yang artinya tiap kepala keluarga mengeluarkan Rp 7.894,695 per bulan untuk iuran mengelola PLTAL. Jumlah kepala keluarga yang berada di Desa Toyopakeh sebanyak 200 orang, namun proporsi jumlah kepala keluarga yang mau membayar iuran pengelolaan PLTAL yaitu sebanyak 151 orang. Proporsi tersebut didapatkan dari jumlah responden yang mau membayar dibagi dengan jumlah seluruh responden kemudian hasil tersebut dikalikan dengan jumlah kepala keluarga yang berada di Desa Toyopakeh. Jumlah iuran pengelolaan PLTAL yang didapat dalam setahun akan mencapai Rp 14.305.187. Dana pengelolaan PLTAL yang didapatkan akan digunakan untuk biaya
49
operasional dan perawatan, serta biaya tenaga kerja pengelola. Biaya tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini: Tabel 10 Biaya Pengeluaran tiap Tahun No
Penggunaan
Biaya Tahunan
1
Operasional dan Pemeliharaan
Rp 5.000.000
2
Tenaga Kerja
Rp 9.000.000
Total Pengeluaran
Rp 14.000.000
Total Potensi Penerimaan Sisa Dana (Total Penerimaan – Total Pengeluaran)
Rp 14.305.187 Rp 305.187
Biaya operasional dan pemeliharaan terdiri dari biaya perawatan seperti pemeriksaan berkala dalam perawatan baterai basah (accu), biaya peggantian suku cadang, biaya monitoring, biaya perawatan rumah panel, dan lain-lain. PLTAL tidak membutuhkan biaya pembelian bahan bakar yang besar karena bahan bakar yang dibutuhkan tersedia oleh alam dengan jumlah tidak terbatas. Tenaga kerja yang digunakan untuk mengelola PLTAL sebanyak satu orang dengan diberi upah sebesar Rp 750.000 setiap bulannya. Berdasarkan Tabel 10, apabila iuran pengelolaan
PLTAL menggunakan
nilai
EWTP
terendah maka
masih
mendapatkan dana sisa sebesar Rp 305.187, dana tersebut dapat ditabungkan untuk biaya penggantian perangkat utama dan perangkat listrik yang membutuhkan biaya yang cukup besar. Perangkat utama seperti generator, turbin, dan struktur penahan turbin perlu diganti dengan yang baru apabila sudah mencapai umur teknis maksimalnya. Perangkat listrik pun perlu dilakukan pembaruan seperti electrical control, mikro controller, aki, panel, kabel jaringan, dan bohlam lampu jalan yang akan padam jika sudah melewati umur teknisnya.
6.3 Skema Pengelolaan dan Pengembangan PLTAL PLTAL di Nusa Penida dapat beroperasi dengan arus laut sangat rendah, bahkan hingga 0.5 meter perdetik dan memiliki kapasitas sepuluh kilowatt. Listrik yang dihasilkan dapat memberikan penerangan pantai sepanjang satu kilometer. Penerangan berasal dari 25 titik lampu yang dipasang di atas bangunan penahan gelombang dan disekitar Dermaga Toyopakeh. Pembangunan PLTAL di kawasan Nusa Penida dilakukan oleh perusahaan swasta bernama PT.T-Files yang
50
mendapatkan bantuan dana dari CSR Bank Mandiri. Saat ini PLTAL Nusa Penida dibangun sebagai showroom energi laut yang terbarukan. Sebelum dibangun PLTAL, beberapa lembaga telah membangun energi listrik terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) maupun Pembangkit Lisrik Tenaga Bayu (PLTB) untuk membantu mencukupi kebutuhan listrik di wilayah Nusa Penida. Namun proyek-proyek tersebut berumur singkat dan sudah tidak beroperasi. PLTAL yang telah dibangun sebaiknya dikelola dengan baik dan dikembangkan agar mampu memberikan manfaat secara berkelanjutan. Saat ini pengelolaan dan pengembangannya masih dibawah PT.T-Files dan didanai CSR Bank Mandiri sehingga meskipun penerangan sudah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membantu perekonomian mereka, saat ini masyarakat tidak dikenakan biaya apapun dalam proses pembangunan PLTAL. Operasional PLTAL sudah dapat berjalan dan memberikan manfaat penerangan, namun pengelolaan dan pengembangan masih perlu dilakukan supaya PLTAL tidak berumur singkat seperti proyek energi terdahulu. Terdapat beberapa stakeholder yang telah dan dapat berperan langsung maupun tidak langsung dalam proses pengelolaan dan pengembangan PLTAL di Nusa Penida. Pada penelitian ini, stakeholder dibagi menjadi lima jenis bagian yaitu pihak peneliti, pihak perijinan, pihak pemberi dana, pihak pengembang, dan pihak masyarakat. Penulis menggambarkan sebuah skema keterkaitan antar pihak dan masing-masing perannya berdasarkan hasil pengamatan dan rekomendasi. Skema tersebut dapat dilihat pada Gambar 14.
51
Pihak Pengembang
Pihak Peneliti
Survei Lapang
Melakukan Penelitian
Mendapatkan Izin Pembangunan
Pihak Perijinan Memberikan Izin Proyek
Membangun PLTAL Pihak Pemberi Dana Operasional PLTAL Memberikan Dana Finansial Pengecekan dan Evaluasi Operasi Pembangkit
Penyesuaian Kapasitas sesuai
Pihak Masyarakat Membentuk Tim Pengelola PLTAL
Rencana Pengembangan Tim Dilatih untuk Mengoperasikan Pembangkit Melatih Masyarakat dalam Mengoperasikan Pembangkit
Penyerahan PLTAL kepada Masyarakat
Pendampingan dalam Mengembangankan PLTAL
WTP (iuran)
Pengelolaan dan Perawatan PLTAL oleh Tim
Pengembangan PLTAL Berkelanjutan secara Mandiri
Gambar 14 Analisis dan rekomendasi skema pengelolaan dan pengembangan PLTAL
52
6.3.1 Pihak Peneliti Pihak peneliti adalah stakeholder yang melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan metode-metode ilmiah. Penelitian merupakan suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis dan logis dengan tujuan untuk mendapatkan penemuan, pembuktian, dan pengembangan. Hasil data yang diperoleh dari kegiatan penelitian dapat digunakan untuk memperjelas suatu informasi yang tidak diketahui sebelumnya dan kemudian menjadi tahu, meminimalkan atau menghilangkan kemungkinan masalah yang dapat timbul, dan mengupayakan kemungkinan masalah tersebut tidak terjadi. Peran pihak peneliti berdasarkan skema di atas adalah melakukan penelitian mengenai hal-hal yang dibutuhkan sebagai informasi dasar untuk membangun PLTAL. Jenis penelitian yang dibutuhkan antara lain informasi mengenai arus laut di Selat Nusa Penida dan teknologi pembangkit listrik yang akan digunakan. Hasil data penelitian tersebut dapat dijadikan acuan dasar dalam pemanfaatan energi arus laut sebagai pembangkit listrik. Pihak peneliti yang berperan disini adalah Lembaga Puslitbang Geologi Kelautan (P3GL), Lembaga Puslitbang Teknologi Ketenagalistrikan
Energi
Baru
Terbarukan
dan
Konservasi
Energi
(P3TKEBTKE), Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika (BPPT), dan Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral. 6.3.2 Pihak Perijinan Pihak perijinan adalah stakeholder yang memberikan izin berdasarkan ketentuan hukum dan berperan sebagai penghubung antara pemerintah administrasi dengan masyarakat. Perijinan merupakan persetujuan dari pihak yang memiliki wewenang dalam rangka menjaga keseimbangan kepentingan antara masyarakat dengan lingkungannya dan kepentingan individu yang ingin melakukan aktivitas tertentu. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pengendalian dan pengawasan demi mencegah bahaya yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas tersebut terhadap kepentingan umum. Peran pihak perijinan dalam penelitian ini adalah memberikan izin proyek dalam membangunan PLTAL di Nusa Penida. Pihak perijinan yang telah memberikan ijin pembangunan PLTAL ini terdiri dari Perangkat Daerah
53
Kabupaten Klungkung yaitu Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika, Dinas Pekerjaan Umum (PU), Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat, Bupati Kabupaten Klungkung, Kepala Kecamatan Nusa Penida, Kepala Desa Toyopakeh, dan Pemangku Adat. 6.3.3 Pihak Pemberi Dana Pihak pemberi dana adalah stakeholder baik dalam bentuk perorangan, kelompok, ataupun lembaga yang memberikan dana berupa uang untuk keberlangsungan suatu aktivitas tertentu. Pihak pemberi dana yang memberikan bantuan dana hibah sebesar 1.946 miliar untuk pembangunan PLTAL di Nusa Penida yaitu lembaga CSR dari Bank Mandiri. Inovasi PLTAL telah menjadi program percontohan pengembangan energi terbarukan, sesuai dengan salah satu pilar utama CSR Bank Mandiri yaitu melakukan penyediaan fasilitas ramah lingkungan dalam bentuk pengembangan energi terbarukan. 6.3.4 Pihak Pengembang Pihak pengembang adalah stakeholder yang berperan langsung dalam pembangunan sebuah proyek, pihak tersebut merupakan pemilik, perancang, dan pembangun proyek. Pihak pengembang yang berada dalam skema di atas adalah PT.T-Files karena perusahaan inilah yang melakukan pembangunan PLTAL. Berdasarkan pegamatan, terdapat beberapa tahap yang telah dilakukan oleh PT.T-Files sebelum melakukan pembangunan PLTAL di Nusa Penida yaitu melakukan survei lapang dan penelitian, mendapatkan izin pembangunan, membangun PLTAL,
dan sekarang perusahaan tersebut
telah
berhasil
mengoperasionalkan PLTAL di Selat Nusa Penida. 1. Survei Lapang Tujuan pelaksanaan survei lapang adalah untuk memperoleh fakta dengan mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan masalah lingkungan, ekologis,
pemukiman
penduduk,
keberadaan
sarana
dan
infrastruktur,
kelembagaan, dan aktivitas ekonomi penduduk. Data dan informasi tersebut berguna dalam mengidentifikasi kondisi, permasalahan, serta isu perencanaan pembangunan PLTAL. Survei lapang ini dilakukan sebagai langkah awal untuk
54
melakukan penelitian, perencanaan, dan penyusunan strategi pembangunan PLTAL. 2. Mendapatkan Izin Pembangunan Demi keamanan dan kelancaran proses pembangunan suatu proyek diperlukan surat-surat perizinan sebagai salah satu aspek hukum yang harus dipenuhi, karena keberlangsungan suatu proyek dipengaruhi oleh keberadaan unsur legalitas dari pembangunan proyek tersebut. Proyek yang memiliki legalitas akan
memperoleh
perlindungan
hukum
sehingga
dapat
terhindar
dari
permasalahan seperti penutupan, penertiban atau pembongkaran. Pembangunan PLTAL di Nusa Penida telah mendapatkan perijinan dari beberapa perangkat daerah. Bagian-bagian perangkat daerah yang telah memberikan izin dapat dilihat pada penjelasan pihak perijinan. Selain melakukan perijinan administrasi kepada perangkat daerah, perijinan kepada pemangku adat dilakukan dengan cara mengikuti beberapa proses ritual upacara adat, gambar proses upacara dapat dilihat pada Lampiran 5. Setelah mendapatkan perijinan maka pembangunan PLTAL dapat dilakukan. 3. Membangun PLTAL Pembangunan PLTAL telah melewati beberapa kali pengulangan dan perubahan desain. Berawal dengan desain turbin yang dipasang dilaut lepas menggunakan pelampung (bouyance), sedangkan inverter dan generator berada di atas permukaan air. Desain terakhir adalah desain turbin yang dipasang disamping Dermaga Toyopakeh. Kerangka PLTAL tersebut didalamnya terpasang turbin yang posisinya berada dibawah permukaan laut, dan generator beserta inverter berada di atas Dermaga Toyopakeh. Gambar pemasangan PLTAL dapat dilihat pada Lampiran 5. 4. Operasional PLTAL Arus laut yang memiliki energi kinetik menggerakkan turbin hingga berputar secara terus menerus. Energi kinetik yang berasal dari arus laut tersebut kemudian akan menghasilkan energi putar yang menggerakkan generator hingga menjadi energi listrik. Kabel-kabel yang mengaliri listrik dari generator ditanam disisi-sisi dermaga dan bangunan penahan ombak. PLTAL dengan desain terakhir tersebut telah mampu menyalakan lampu sebanyak 25 lampu jalan. Lampu akan
55
menyala saat matahari mulai terbenam sekitar pukul 18.00 hingga matahari terbit sekitar pukul 06.00. 5. Pengecekan dan Evaluasi Setelah PLTAL berhasil dioperasikan maka selanjutnya diperlukan sistem pengecekan dan evaluasi sistem operasional pembangkit. Hal ini ditujukan untuk mengevaluasi apa saja yang harus diperbaiki dan ditambahkan apabila ada kekurangan selama operasional PLTAL berjalan. 6. Penyesuaian Kapasitas Penyesuaian kapasitas disini dimaksudkan untuk memaksimalkan energi listrik yang dapat dihasilkan oleh turbin. Berdasarkan rencana pengembangan PLTAL di Nusa Penida, energi listrik yang telah dihasilkan saat ini baru bisa dimanfaatkan untuk fasilitas umum seperti penerangan jalan yang sudah dibahas sebelumnya. 7. Pelatihan Pelatihan yang diberikan kepada masyarakat dapat berupa prosedur perawatan PLTAL sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP), cara penanggulangan kerusakan, dan pembukuan. Diadakannya pelatihan tersebut diharapkan masyarakat terutama tim pengelola dapat mengetahui tugas dan tanggung jawabnya setelah PLTAL ini diserahkan kepada masyarakat. 8.Penyerahan Setelah
masyarakat
membentuk
tim
pengelola
dan
mampu
mengoperasionalkan sistem pembangkit, maka PLTAL yang sudah dibangun oleh PT.T-Files dapat diserahkan kepada masyarakat demi keberlangsungan PLTAL di Nusa Penida. 9. Pendampingan Pendampingan dalam rangka pengembangan PLTAL dapat dilakukan dengan cara memonitoring dan mengevaluasi. Penyerahan PLTAL kepada masyarakat tidak semata-mata melepaskan tugas begitu saja kepada masyarakat, dibutuhkan monitoring dan evaluasi secara berkala dan sederhana seperti mencatat setiap perkembangan. Keberlanjutan proyek pengembangan PLTAL sebagai sebuah showroom energi laut didasarkan atas hasil monitoring dan evaluasi, hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa pemberdayaan masyarakat dalam
56
kerangka desa mandiri energi berjalan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan. 6.3.5 Pihak Masyarakat Pihak masyarakat adalah kelompok masyarakat yang ikut serta dalam suatu aktivitas yang dilakukan berdasarkan swadaya masyarakat. Peran masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan kerjasama kemitraan antara lembaga tertentu baik pemerintah ataupun lembaga swasta dengan masyarakat setempat. Peran pihak masyarakat dalam skema di atas adalah mengelola PLTAL yang telah dibangun oleh PT.T-Files supaya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat khususnya masyarakat Desa Toyopakeh. Bentuk peran yang diberikan oleh masyarakat dapat berupa tenaga ataupun materi. Bentuk tenaga adalah kelompok masyarakat yang bersedia memberikan tenaganya untuk mengelola, merawat, dan mengembangkan PLTAL. Kelompok masyarakat yang bersedia tersebut akan dibentuk menjadi tim pengelola PLTAL. Setelah tim terbentuk maka PT.T-Files melakukan pendidikan dan pelatihan bagaimana cara mengoperasikan PLTAL dan hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh tim, apabila tim sudah mampu dan siap untuk mengoperasikan PLTAL sendiri maka PT.T-Files menyerahkan pelaksanaan pengelolaan PLTAL kepada masyarakat. Tujuan penyerahan tugas dan tanggung jawab tersebut adalah masyarakat Desa Toyopakeh mampu memenuhi kebutuhan listriknya secara mandiri. Bentuk materi adalah masyarakat berkontribusi dalam memberikan dana untuk biaya pengelolaan PLTAL. Dana yang diberikan dapat berupa iuran perbulan yang dibayarkan oleh tiap kepala keluarga berdasarkan hasil WTP yang sudah
didapatkan.
Setiap
rumah
di
Desa
Toyopakeh
diberikan
surat
pemberitahuan terlebih dahulu bahwa akan diadakan iuran perbulan untuk pengelolaan PLTAL dan 25 lampu jalan yang sudah terpasang di pinggir pantai. Surat itu dapat berisikan apakah penghuni tiap rumah setuju untuk membayar iuran tersebut, apabila setuju maka tiap-tiap rumah akan di data sebagai anggota iuran. Pembaharuan data anggota iuran dapat dilakukan beberapa bulan sekali, hal tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah anggota iuran sebelumnya masih tetap bersedia menjadi anggota iuran ataukah terdapat anggota iuran yang baru.
57
Pembagian surat, pendataan dan penagihan iuran merupakan tugas tim pengelola PLTAL, namun akan lebih mudah apabila tim pengelola dapat bekerjasama dengan masing-masing RT di Desa Toyopakeh agar dapat diurus secara terpadu. Iuran perbulan yang sudah dikumpulkan oleh tiap RT tersebut kemudian disetorkan kepada tim pengelola. Keseluruhan dana yang sudah terkumpul dari masyarakat digunakan untuk membayar biaya operasional dan pemeliharaan yang berkelanjutan, serta biaya lainnya seperti upah tenaga kerja yang mengelola PLTAL. Sisa dana yang berlebih dapat ditabungkan untuk biaya pengembangan PLTAL seperti penambahan lampu jalan disekitar pasar dan jalan kendaraan, penambahan turbin agar menghasilkan tambahan listrik, atau pembelian aki yang memiliki kapasitas lebih besar supaya daya lisrik yang ditampung lebih banyak. Pengembangan lain yang bisa dilakukan yaitu ketersediaan listrik dari PLTAL dapat dijadikan sumber listrik rumah tangga cadangan apabila listrik dari PLN padam, namun apabila ketersediaan listrik yang dihasilkan oleh PLTAL sudah mampu menghasilkan daya listrik lebih besar dari PLN di daerah tersebut maka PLTAL dapat menjadi sumber listrik utama. Disisi lain, pengembangan PLTAL secara mandiri dapat membantu menjalankan salah satu program pemerintah dalam memecahkan masalah penyediaan energi yaitu program desa energi mandiri. Masyarakat menjadi stakeholder primer dalam pengembangan PLTAL. Pengembangan yang dilakukan oleh masyarakat diharapkan dapat menciptakan pembangunan yang didasarkan atas partisipasi aktif masyarakat.
VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat Desa Toyopakeh dari adanya penerangan PLTAL adalah mempermudah jukung dan speed boat bersandar pada malam hari, meningkatkan efektivitas kerja pengikat rumput laut, memudahkan monitoring kapal yang sedang bersandar, memudahkan bongkar muat kapal, dan warung buka lebih malam. Manfaat sosial budaya yang dirasakan oleh masyarakat Desa Toyopakeh dari penerangan PLTAL adalah adanya aktivitas sosial di malam hari, mempermudah aktivitas memancing, dan mempermudah dilakukannya pembuangan abu jenazah saat malam hari. PLTAL di Nusa Penida saat ini memiliki kemungkinan dampak lingkungan yang kecil terutama dampak lingkungan terhadap laut karena bangunan PLTAL tidak berada di atas laut lepas yang membutuhkan konstruksi penahan di dasar laut. 2. Peluang kesediaan membayar dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan. Berdasarkan distribusi Turnbull estimator, nilai WTP responden Desa Toyopakeh berada pada kisaran Rp 7.894,695 sampai Rp 10.641,891 per kepala keluarga per bulan, sedangkan berdasarkan perhitungan SpearmenKarber nilai rata-rata WTP sebesar Rp 11.768,293 per kepala keluarga perbulan. 3. Terdapat lima jenis pihak yang dibagi dalam penelitian ini yaitu pihak peneliti, pihak perijinan, pihak pemberi dana, pihak pengembang, dan pihak masyarakat. Masing-masing pihak memiliki peran dalam mengelola dan mengembangkan PLTAL. Saat ini PLTAL masih dikelola langsung oleh perusahaan swasta yaitu PT.T-Files, yang merupakan pihak pengembang.
59
7.2 Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini adalah: 1. Pengelolaan PLTAL diperlukan agar manfaat yang dihasilkan dapat terus dirasakan oleh masyarakat Desa Toyopakeh secara berkelanjutan. Disamping itu untuk meningkatkan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat maka diperlukan penambahan jumlah pemasangan turbin untuk mengoptimalkan potensi arus laut yang ada, serta menambahkan jumlah lampu jalan di daerah yang merupakan fasilitas umum untuk memaksimalkan daya listrik yang dihasilkan. Daerah fasilitas umum tersebut dapat berupa jalan umum dan pasar. 2. Hasil nilai WTP dapat digunakan sebagai dasar besarnya iuran pengelolaan PLTAL yang dibayarkan oleh kepala keluarga setiap bulannya kepada tim pengelola. 3. Pengelolaan PLTAL dapat diserahkan kepada masyarakat dengan didampingi PT.T-Files sebagai pendamping dalam beberapa tahun pertama. Pengelolaan oleh masyarakat tersebut bertujuan demi keberlangsungan PLTAL dan demi terbentuknya Desa Mandiri Energi sesuai dengan tujuan pemerintah. 4. Dibutuhkan pembentukan design kelembagaan yang baik untuk pengembangan PLTAL di Nusa Penida supaya berkelanjutan. Selain itu, dibutuhkan pula penelitian lebih lanjut mengenai kemungkinan adanya dampak lingkungan yang akan terjadi apabila dilakukan pembangunan PLTAL dalam skala besar di Nusa Penida.
DAFTAR PUSTAKA Adhi RK. 2011 Sep 19. Kebutuhan listrik tumbuh 5.500 MW per tahun. Kompas Online [Internet]. [diunduh 2014 Feb 10]. Tersedia pada: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/09/19/16025971/Kebutuhan Listrik Tumbuh 5.500 MW Per Tahun. Administrator. [tahun tidak diketahui]. PT.T-Files Indonesia pioneer pengembangan PLTAL. Listrik Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Feb 3]. Tersedia pada : http://listrikindonesia.com/pt__tfiles_indonesia_pioneer_ pengembangan_pltal__ 374.htm. Akhadi M. 2009. Ekologi Energi: Mengenali Dampak Lingkungan dalam Pemanfaatan Sumber-sumber Energi. Ed ke-1. Yogyakarta(ID) : Graha Ilmu. Azis A. 2010. Studi pemanfaatan energi listrik tenaga arus laut di Selat Alas Kabupaten Lombok, NTB [skripsi]. Surabaya (ID) : Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Azis MF. 2006. Gerak air di laut. Oseana. 31(4):9-21. [BBC] British Broadcasting Corporation (GB). 2013 Mar 26. Listrik arus laut untuk bantu penduduk desa di Bali dan Lombok. BBC [Internet]. [diunduh 2014 Jan 29]. Tersedia pada : http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/ 2013/03/130326_iptek_itb_tenagaarus.shtml. Boehlert GW, Andrew BG. 2010. Environmental and ecological effects of ecean renewable energy development a current synthesis. Oceanography. 23(2):68-81. [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2014. Kecamatan Nusa Penida dalam angka. Klungkung (ID) : BPS Kabupaten Klungkung. Budhiana N. 2012 Feb 18. Proyek listrik miliaran di Nusa Penida terbengkalai. Antara News. Business. Budiarta IK. 2014 Jan 21. Listrik Nusa Penida ibarat piala bergiilir. Nusa Penida Post. Sosial Budaya. Bupati Klungkung. 2008. Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 8 Tahun 2008. [DEN] Dewan Energi Nasional (ID). 2014. Outlook Energi Indonesia. [DOE] Department of Energy (US). 2009. Report to congress on the potential environmental effects of marine and hydrokinetic energy technologies. Erwandi. 2005 Ags 29. Sumber energi arus: alternatif pengganti bbm, ramah lingkungan, dan tebarukan energi. Kompas [Internet]. Tersedia pada : http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi? artikel&1125749769&4. Fauzi A. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama.
61
Fauzi A. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID) : IPB Pr. Firdaus AM. 2014. Analisis kebijakan ekonomi pengembangan energi arus laut di Selat Madura, Provinsi Jawa Timur [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Gulo W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta (ID) : Grasindo. Hadi S, Radjawane IM. 2011. Arus Laut. Bandung (ID) : ITB Pr. Harjanto NT. 2008. Dampak lingkungan pusat listrik tenaga fosil dan prospek PLTN sebagai sumber energi listrik nasional. 1(1):39-51. Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID) : IPB Pr. [KESDM] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ID). 2014. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2014. Jakarta (ID) : KESDM. Lubis S. 2012 Feb 14. Prospek energi arus laut sebagai sumber tenaga listrik di selat-selat antar pulau sunda kecil, Indonesia. Media Penyaluran Informasi Sains dan Teknologi [Internet]. [diunduh 2014 Apr 23]. Tersedia pada : http://harmanatsoroako. com/2012/ 02/14/prospek-energi-arus-laut-sebagaisumber-tenaga-listrik/. Masduki, A et al. 2010. Penelitian potensi energi arus laut sebagai sumber energi baru terbarukan. Perpustakaan Pusat Penelitian Geoteknologi [Internet]. [diunduh 2014 Feb 15]. Tersedia pada : http://opac.geotek.lipi.go.id/index. php?p= show_ detail&id=3439. Noor J. 2011. Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah. Jakarta (ID) : Kencana Prenada Media Group. Nuriadi L. 2012. Evaluasi pengelolaan terumbu karang di kawasan konservasi laut daerah Pulau Biawak dan sekitarnya Kabupaten Indramayu Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Permadi A. 2011. Sistem kelembagaan dan nilai kebersediaan membayar masyarakat terhadap keberlanjutan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Cisalamir [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. [Pusdatin ESDM] Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral. 2010. Indonesia Energy Outlook 2010. Putri EIK, Ismail A, Wijayanti P, Butenzorgy M, Maresfien N. 2010. Modul Kuliah Ekonomi Lingkungan. Bogor (ID) : ESL IPB. [RI] Republik Indonesia. 2006. Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 20062025. [RI] Republik Indonesia. 2006. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional. [RI] Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
62
[RI] Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi. Rosadi D. 2011. Analisis Ekonometrika dan Runtun Waktu Terapan dengan R : Aplikasi untuk Bidang Ekonomi, Bisnis, dan Keuangan. Yogyakarta (ID) : Andi. Setiawan A. 2014 Jan 15. Kisah Mita dan rekannya sukses kembangkan pembangkit listrik arus laut. Detik Finance [Internet]. [diunduh 2014 Jan 29]. Tersedia pada : http://finance.detik.com/read/2014/01/15/142424/ 2467748/480/kisah-mita-dan-rekannya-sukses-kembangkan-pembangkitlistrik-arus-laut. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung (ID) : Alfabeta. Wahyuni KI. 2012. Eksternalitas positif banjir kanal barat Jakarta sebagai potensi wisata air [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Wiriyanto B. 2014 Jan 5. Listrik padam, sebelas penerbangan delay. Bali Post [Internet]. [diunduh 2014 Apr 13]. Tersedia pada : http://balipost.com/read/ headline/2014/01/05/564/listrik-padam-sebelas-penerbangan-delay.html. Woro SL. 2011. Analisis kepemilikan sepeda motor pada rumah tangga di Kabupaten Buleleng menggunakan model regresi logistik [tesis]. Denpasar (ID) : Universitas Udayana. Yuningsih Ai, Achmad M. 2011. Potensi energi arus laut untuk pembangkit tenaga listrik di kawasan pesisir Flores, NTT. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelauan Tropis. 3(1):13-25.
LAMPIRAN
64
65 Lampiran 1 Hasil Output SPSS
Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases
a
Selected Cases
N
Percent
Included in Analysis Missing Cases Total
Unselected Cases Total
41
100.0
0
.0
41
100.0
0
.0
41
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
tidak mau membayar mau membayar
0 1
Block 0: Beginning Block Classification Table
a,b
Predicted pilihan tidak mau membayar
Observed Step 0
pilihan
Percentage Correct
mau membayar
tidak mau membayar
0
9
.0
mau membayar
0
32
100.0
Overall Percentage
75.6
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0
Constant
1.131
S.E.
Wald
.364
Variables not in the Equation
Variables
Sig.
9.679
1
a
Score Step 0
df
df
Sig.
pendapatan
6.601
1
.010
tanggungan
.217
1
.641
pendidikan
8.598
1
.003
a. Residual Chi-Squares are not computed because of redundancies.
.002
Exp(B) 3.100
66
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Chi-square
df
Sig.
Step
15.268
3
.002
Block
15.268
3
.002
Model
15.268
3
.002
Model Summary
Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood
1
30.286
a
.311
.463
a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than .001.
Hosmer and Lemeshow Test Step
Chi-square
1
df
Sig.
7.496
8
.484
Classification Table
a
Predicted pilihan Observed Step 1
pilihan
tidak mau membayar
Percentage mau membayar
Correct
tidak mau membayar
6
4
60.0
mau membayar
3
28
90.3
Overall Percentage
82.9
a. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
pendapatan
.000
.000
2.731
1
.098
1.000
tanggungan
-.115
.324
.127
1
.722
.891
pendidikan
.255
.143
3.182
1
.074
1.291
-1.920
1.455
1.742
1
.187
.147
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: pendapatan, tanggungan, pendidikan.
67 Lampiran 2 Penghitungan WTP
Variance (
)
∑
(
)
∑
(
∑∑
)
Standard eror = √ Selang kepercayaan 95% , maka lower bound WTP 9.268,293 ± 1.96 (700,815) Jadi, nilai rataan WTP berada pada kisaran Rp 7.894,695 sampai Rp 10.641,891
68 Lampiran 3 Penghitungan Pendekatan Harga Tarif PLTAL menggunakan daya untuk penerangan jalan yang sudah terpasang saat ini sebesar 2 kW. Penerangan jalan menyala selama 11 jam
perhari. Kapasitas
maksimum daya listrik yang dapat dihasilkan oleh PLTAL sebesar 10 kW. Berdasarkan Permen ESDM No 09 Tahun 2014 menetapkan bahwa tarif golongan P-3/TR yaitu untuk keperluan penerangan jalan sebesar Rp 997/kWh.
Biaya beban listrik PLTAL dengan 2 kW (11 jam x 30 hari) x 2 kW x Rp 997 kWh = Rp 658.020 per bulan
Biaya bebn listrik PLTAL apabila kapasitas maksimum digunakan (11 jam x 30 hari) x 10 kW x Rp 997 kWh = Rp 3.290.100 per bulan
Desa Nusa Penida memiliki 200 Kepala Keluarga, apabila biaya pengelolaan PLTAL dikenakan per Kepala Keluarga maka :
Berdasarkan PLTAL 2 kW = Rp 3.290/KK/bln ~ Rp 5.000/KK/bln
Berdasarkan PLTAL 10 kW = Rp 16.451/KK/bln ~ Rp 20.000/KK/bln
69 Lampiran 4 Data Responden
No
Pilihan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0
Pendapatan (Rp) 500,000 1,000,000 500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 2,500,000 600,000 1,500,000 2,300,000 3,000,000 500,000 800,000 1,000,000 700,000 500,000 1,500,000 600,000 600,000 1,500,000 900,000 3,000,000 150,000 2,500,000 1,500,000 500,000 1,000,000 150,000 500,000 500,000 1,000,000 500,000 500,000 200,000 500,000 500,000 900,000 700,000 300,000 300,000 200,000
Tanggungan (orang) 4 3 3 1 3 5 1 2 0 1 1 3 5 4 5 5 2 5 3 2 4 2 4 6 5 2 2 2 6 3 3 2 3 4 3 3 0 3 0 4 4
Pendidikan (tahun) 9 12 9 12 12 9 12 6 12 5 6 12 12 15 6 12 6 12 12 9 6 12 6 12 6 0 3 2 3 0 6 6 9 4 4 3 5 12 5 3 6
70 Lampiran 5 Data Dokumentasi
Pemukiman masyarakat
Dermaga Toyopakeh
Warung-warung
Bangunan penahan gelombang
Speedboat – Transportasi penyebrangan
Penjemuran rumput laut
Quicksilver dan jukung-jukung
71
Upacara sebelum pembangunan PLTAL
Panel PLTAL
Bangunan PLTAL
Pemasangan turbin
Lampu PLTAL
Lampu jalan PLTAL yang terpasang disepanjang tepi pantai
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bontang, 4 Agustus 1992 dari Bapak Subhan Perkasa Sumadilaga dan Ibu Eti Rochati. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 14 Bandung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, pada tahun 2010 penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah Paguyuban Mahasiswa Bandung (OMDA PAMAUNG) dan menjadi pengurus pada tahun 2011-2012. Pada tahun 2010 penulis juga mulai aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKM UKF) hingga saat ini, menjadi Kepala Departemen Kewirausahaan pada masa kepengurusan 20122013 dan Kepala Bidang Eksternal pada masa kepengurusan 2013-2014. Penulis juga aktif di Himpunan Profesi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yaitu Resource and Environmental Economics Student Association (REESA) sebagai anggota Divisi Enterpreneurship (E-Ship) pada kepengurusan 2011-2012 dan menjadi Badan Pengawas Reesa pada kepengurusan 2012-2013.