Pemanfaatan Data Logger Untuk Monitoring Suhu di Nusa Penida, Bali Camellia Kusuma Tito1, Eghbert Elvan Ampou1, Suciadi Catur Nugroho2, Nuryani Widagti1, Faisal Hamzah1 , Abdul Rohman Zaky1 1
Balai Penelitian dan Observasi Laut, Jl. Baru Perancak, Negara, Jembrana, Bali 2 Loka Penelitian Perikanan Tuna, Jl. Mertasari Sidakarya, Denpasar, Bali e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Suhu dapat menggambarkan kondisi lingkungan di suatu perairan dan memberikan informasi terjadinya suatu fenomena akibat adanya pengaruh global di suatu area tertentu. Untuk lebih memahami variabilitas musiman suhu di perairan Nusa Penida, Bali, telah dilakukan monitoring dengan melakukan pengukuran secara in situ dengan menggunakan perekam data (data logger). Kegiatan pengukuran in situ dilakukan pada bulan Juni 2011 hingga Desember 2014. Dari hasil monitoring suhu didapatkan bahwa alat Onset HOBO U20 Water Level Logger U20-001-02 dapat menggambarkan variabilitas musiman suhu di perairan Nusa Penida, Bali. Variasi musiman yang sangat kuat terlihat pada data suhu dengan suhu minimum pada bulan September yang mewakili musim tenggara dan suhu maksimum pada bulan Januari yang mewakili musim barat laut. Kata kunci: suhu, pengukuran in situ, data logger, Nusa Penida
The Use of Data Logger for Sea Surface Temperature Monitoring in Nusa Penida, Bali ABSTRACT Temperatures can represent waters conditions and provide information about the global influence that cause a phenomenon in a region. Periodic in situ measurement of sea surface temperature using data logger has conducted to obtain better understanding about the seasonal variability in Nusa Penida, Bali waters from June 2011 to December 2014. The results of the temperature monitoring showed that the Onset HOBO U20 Water Level Logger U20-001-02 can be used to describe the temperatures seasonal variability of the Nusa Penida, Bali waters. Very strong seasonal variation was observed in the site with minimum temperature in September that represented southeast monsoon and maximum temperature in January that represented northwest monsoon. Keywords: temperature , in situ measurements , data logger , Nusa Penida
49
PENDAHULUAN Suhu merupakan salah satu parameter fisika yang dapat menggambarkan kondisi suatu perairan. Suhu juga merupakan salah satu faktor oseanografi yang berperan penting dalam proses-proses fisika, kimia maupun biologi di laut seperti kelarutan karbon dioksida (CO2) dan oksigen (O2) dalam air dan migrasi berbagai organisme laut (Knauss, 1997; Laevastu dan Hayes, 1982). Suhu air laut berkaitan erat dengan sinar matahari yang diterima oleh permukaan air laut. Daerah-daerah yang menerima sinar matahari terbanyak adalah daerah yang berada pada lintang 00, oleh karena itu suhu air laut yang tertinggi ditemukan di daerah ekuator (Weyl, 1970). Selain sinar matahari, suhu air laut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti presipitasi, evaporasi, dan kecepatan. Presipitasi melalui curah hujan dapat menurunkan suhu air laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu air laut. Untuk lebih memahami variabilitas musiman suhu diperlukan data suhu dalam skala waktu yang panjang dan sesuai urutan waktu (time series). Data variabilitas suhu dapat diperoleh melalui pengukuran in situ, memanfaatkan data penginderaan jauh dari citra satelit dan menggunakan data hasil simulasi model numerik. Diantara ketiga metode tersebut, pengukuran suhu secara in situ dapat memberikan gambaran yang lebih akurat tentang kondisi perairan yang sesungguhnya. Kajian tentang variabilitas suhu di perairan Selatan Jawa hingga Timor, berdasarkan datadata MODIS (Moderate-Resolution Imaging Spektroradiometer) bulanan level 3 dari satelit Aqua dan Terra, menunjukkan bahwa nilai suhu bervariasi menurut waktu (bulan). Mulai bulan Juni umumnya nilai suhu permukaan laut (SPL) semakin turun hingga mencapai SPL minimum pada bulan Agustus atau September (Kunarso et al., 2011). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pardede (2001), dengan menggunakan data SPL bulan Juni 1997 sampai Juni 2000 dari citra NOAA/AVHRR di perairan Bali, menunjukkan pola sebaran SPL berkisar 22 0C – 31 0C. Suhu rata-rata tahunan mengalami peningkatan pada tahun 1997 – 1998, yaitu dari suhu 27,17 0C menjadi 28,27 0C (peningkatan sebesar 1,10 0C). Pada tahun 1998 - 1999 suhu menurun kembali menjadi 27,58 0C, dan penurunan suhu berlanjut menjadi 26,42 0C pada tahun 2000. Suhu rata-rata bulanan yang rendah pada tahun 1997 merupakan akibat dari terjadinya gejala El Nino dan suhu tinggi pada tahun 1998 diduga merupakan akibat dari gejala La Nina. Pengukuran suhu secara in situ dapat dilakukan dengan menggunakan perekam data (data logger). Data logger adalah suatu perangkat elektronik yang mampu menyimpan data dalam jangka waktu tertentu. Dengan dihubungkan pada sensor tertentu, alat ini akan menyimpan data secara time series. Sensor digunakan untuk mengkonversi besaran fisik menjadi sinyal listrik yang dapat diukur secara otomatis dan akhirnya dikirimkan ke mikroprosesor untuk pengolahan. Berbagai macam sensor yang tersedia antara lain suhu, intensitas cahaya, kelembapan, curah hujan dan tekanan (Yulianto, 2011). Salah satu keuntungan menggunakan data logger adalah kemampuannya secara otomatis 50
mengumpulkan data 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Setelah diaktifkan, data logger digunakan dan ditinggalkan untuk mengukur dan merekam informasi selama periode pemantauan. Hal ini memungkinkan untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang kondisi lingkungan yang dipantau (Yulianto, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan alat Onset HOBO U20 Water Level Logger U20001-02 untuk merekam variabilitas musiman suhu di perairan Nusa Penida, Bali LOKASI STUDI Pengukuran suhu secara in situ dilakukan di Crystal Bay, Nusa Penida, Bali (080 42' LS, 1150 27' BT) yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi pengukuran suhu secara in situ. METODOLOGI Data logger secara implisit merupakan perangkat yang berdiri sendiri, sementara sistem data akuisisi harus tetap dihubungkan ke sebuah komputer untuk memperoleh data. Aspek berdiri sendiri dari data logger membutuhkan memori yang digunakan untuk menyimpan data yang diperoleh. Kadang-kadang memori ini sangat besar untuk menampung beberapa hari, atau bahkan berbulan-bulan, rekaman tanpa pengawasan. Data logger biasanya dilengkapi dengan Real-Time Clock (RTC) didalamnya sehingga dapat ditampilkan waktu dan tanggal sampling untuk memastikan bahwa setiap data yang dicatat sesuai dengan tanggal dan waktu akuisisi. Pada umumnya data logger berukuran kecil, bertenaga baterai, portabel dan dilengkapi dengan mikroprosesor, memori internal untuk menyimpan data dan sensor. Beberapa data logger menggunakan software untuk 51
mengaktifkan data logger dan melihat serta menganalisa data yang terkumpul, sementara yang lain memiliki peralatan interface (keypad dan LCD) dan dapat digunakan sebagai perangkat yang berdiri sendiri (Stand-alone device). Data logger yang digunakan untuk pengukuran in situ adalah Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02. Pengukuran dilakukan pada bulan Juni 2011 hingga Desember 2014 dengan waktu recovery kurang lebih sekali dalam 1 tahun. Sebelum dideploy, Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02 terlebih dahulu harus dilaunch untuk mengatur interval waktu perekaman data, waktu mulai perekaman data dan penentuan data yang akan direkam (Gambar 2). Untuk pengukuran di Nusa Penida diatur untuk merekam suhu dengan interval waktu 60 menit.
Gambar 2. Interface Launch Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02. Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02 dikaitkan pada terumbu karang pada kedalaman 8 m di bawah permukaan air dengan menggunakan cable ties agar posisinya tetap aman dan tidak terbawa arus (Gambar 3).
52
Gambar 3. Posisi deploy Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02. Alat ini dapat mengukur water levels dan suhu air dalam interval waktu tertentu dengan jangka waktu yang cukup panjang, mempunyai tingkat akurasi yang tinggi dan dapat digunakan untuk pengukuran di daerah pesisir dan pasang surut. Sensor pada Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02 adalah ceramic sensors sehingga dapat dipergunakan untuk pengukuran hingga suhu beku (range pengukuran suhu -200C – 500C) dan pada air dengan kadar garam tinggi. Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02 merupakan alat elektronik presisi tinggi, dan memiliki memori yang cukup untuk merekam lebih 21.700 water levels dan suhu atau gabungan keduanya. Untuk pengaturan awal dan download data yang terekam pada Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02, diperlukan software HOBOware® Pro dan Onset® Optic USB Base Station (BASE-U-4), yang dihubungkan dengan sebuah coupler (COUPLER2-B) (Gambar 4). Tampilan menu pada interface software ini cukup sederhana, sehingga memudahkan pada saat pengaturan awal dan download data.
Gambar 4. Optical Interface untuk transfer data. 53
Spesifikasi dari Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02 sebagai berikut (Onset® HOBO® Data Loggers Product Catalog, 2013):
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perekaman Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02 dapat ditampilkan secara langsung melalui software HOBOware® Pro (Gambar 5).
Gambar 5. Interface Download Data Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02. Untuk analisis lebih lanjut data ini dapat disimpan dalam format .csv dan .xls. Selanjutnya data suhu dapat ditampilkan berupa data rata-rata harian maupun rata-rata bulanan. Dalam kajian ini dianalisis variabilitas musiman suhu di lokasi penelitian sehingga data suhu yang digunakan adalah data suhu bulanan. Data suhu dengan interval 60 menit 54
selama 3,5 tahun, dirata-rata menjadi data harian dan selanjutnya dirata-rata menjadi data bulanan sehingga didapatkan data suhu bulanan.
Gambar 6. Data suhu pengukuran in situ antara bulan Juni 2011 – Desember 2014. Secara umum terlihat adanya tren kenaikan suhu, yang ditunjukkan dengan slope positif, sebesar ± 1,05 0C (Gambar 6). Dari Juni 2011 hingga Desember 2014 didapatkan 43 data suhu bulanan dengan nilai rata-rata sebesar 26,21 0C. Kajian sebelumnya dari Dahuri et al. (1996) menyebutkan bahwa SPL di perairan Indonesia berkisar antara 26 0C - 29 0C. Demikian juga kajian dari King (1963) menyebutkan bahwa posisi geografis perairan Indonesia yang dekat dengan ekuator mempengaruhi suhu perairannya yang cenderung hangat, SPL pada daerah tropis berkisar 27 0C - 29 0C. Pada pengamatan data suhu selama kurun waktu satu tahun, terlihat adanya pola yang sama dan berulang pada pengamatan selama 3,5 tahun. Di tiap-tiap tahun terekam adanya kenaikan dan penurunan suhu di bulan-bulan tertentu. Pada bulan September hingga Oktober terekam adanya penurunan suhu yang cukup signifikan mencapai 23,90 0C pada 2011; 24,51 0C pada 2012; 25,38 0C pada 2013 dan 24,82 0C pada 2014. Sementara itu pada bulan Desember hingga Januari terekam adanya kenaikan suhu mencapai 27,32 0C pada 2011; 27,49 0C pada 2012; 27,91 0C pada 2013 dan 27,69 0C pada 2014 (Gambar 7). Berdasarkan data tersebut dapat dianalisis bahwa terdapat variasi suhu musiman dengan nilai suhu minimum terjadi pada musim tenggara (September – Oktober) dan suhu maksimum terjadi pada musim barat laut (Desember – Januari).
55
Gambar 7. Data suhu per tahun: tahun 2011 (A), tahun 2012 (B), tahun 2013 (C), dan tahun 2014 (D). Rendahnya suhu yang terekam pada bulan September hingga Oktober dipengaruhi oleh angin musim yang yang dialami perairan Indonesia pada bulan-bulan tersebut. Angin inilah yang dapat membangkitkan dinamika permukaan laut mampu menggerakkan massa air yang terjadi di permukaan perairan Indonesia. Pada musim tenggara (Mei – September) terjadi upwelling yaitu penaikan air menyebabkan air yang dingin di lapisan bawah terangkat ke atas permukaan, sehingga mempengaruhi suhu yang terukur (Nontji, 1987). Menurut Susanto et al. (2006), meningkatnya intensitas kecepatan angin Muson Tenggara akan mengakibatkan meningkatnya intensitas upwelling. Meningkatnya intensitas upwelling dapat meningkatkan aliran air dingin dari lapisan bawah ke permukaan, sehingga terjadilah penurunan SPL. Dari kajian Wyrtki (1961), makin menguatnya proses adveksi diduga juga dapat mempengaruhi penurunan SPL di daerah upwelling selatan Jawa hingga Timor. Proses adveksi adalah proses transfer panas dari perairan ke atmosfer melalui media angin. Proses adveksi akan menguat seiring dengan penguatan intensitas angin Muson Tenggara. Penguatan proses adveksi tersebut berdampak pada makin banyaknya energi panas yang dipindahkan dari perairan ke atmosfer, akibatnya suhu perairan cenderung mengalami penurunan (Kunarso et al., 2011). Kajian lain menyebutkan bahwa SPL dan kecepatan angin di perairan Indonesia dipengaruhi oleh muson. Angin muson yang terjadi di perairan Indonesia bersifat revearsal atau berbalik arah tiap 6 bulan sekali. Perbedaan pemanasan akibat bergeraknya posisi matahari setiap bulan menyebabkan terjadinya angin muson (Setiawan et al., 2009). Pada saat posisi matahari berada di bumi belahan utara (BBU), tekanan udara di Asia lebih rendah daripada di Australia, sehingga angin bergerak dari dari benua Australia ke Asia, 56
atau disebut musim tenggara (Mei – September). Pada musim ini SPL di perairan Samudera Hindia cenderung lebih dingin (Setiawan et al., 2009). Hasil perekaman Onset® HOBO® Water Level Logger U20-001-02 di Nusa Penida, yang secara geografis berbatasan dengan Samudera Hindia, menunjukkan adanya penurunan suhu yang cukup signifikan pada bulan September 2011, 2012 dan 2013. Sebaliknya, pada saat matahari berada di bumi belahan selatan (BBS), tekanan udara di Australia lebih rendah daripada di Asia, maka angin bergerak dari benua Asia ke Australia, atau disebut musim timur laut (di bagian utara khatulistiwa) dan musim barat laut (di selatan khatulistiwa) (Oktober – April) (Setiawan et al., 2009). Pada musim ini SPL di perairan Samudera Hindia cenderung lebih hangat (Setiawan et al., 2009). Hasil pengukuran in situ juga menunjukkan adanya kenaikan suhu, yang mencapai suhu maksimum pada bulan Desember hingga Januari, pada 2011 hingga 2014. Untuk mengetahui korelasi hasil perekaman Onset® HOBO® Water Level Logger U20-00102, maka data suhu bulanan ini dibandingkan dengan data SPL bulanan dari data penginderaan jauh yaitu Aqua MODIS Level 3. Dari hasil perbandingan terlihat bahwa kedua data memiliki magnitudo yang hampir sama (Gambar 8). Hasil pengukuran in situ menunjukkan adanya tren kenaikan suhu, yang ditunjukkan dengan slope positif, sebesar ± 1,05 0C, dari rata-rata suhu sebesar 25,23 0C pada 2011 hingga mencapai 26,28 0C pada 2014. Sementara data SPL bulanan Aqua MODIS Level 3 juga menunjukkan adanya tren kenaikan suhu sebesar 0,44 0C, dari rata-rata suhu sebesar 28,23 0C pada 2011 hingga mencapai 28,67 0C pada 2014. SPL bulanan Aqua MODIS level 3 menunjukkan nilai yang lebih tinggi daripada suhu bulanan pengukuran in situ, dengan perbedaan 2,56 0C (Gambar 8). Suhu bulanan pengukuran in situ lebih rendah nilainya karena alat Onset HOBO U20 Water Level Logger U20-001-02 dideploy pada kedalaman 8 m, dimana intensitas sinar matahari yang mencapai kedalaman ini lebih rendah daripada di permukaan air laut. Sementara itu SPL bulanan Aqua MODIS level 3 adalah hasil pengukuran suhu di permukaan air laut yang mendapat pengaruh langsung dari sinar matahari.
Gambar 8. Perbandingan data suhu pengukuran in situ dan SPL Aqua MODIS Level 3. 57
Hasil korelasi antara data suhu bulanan pengukuran in situ dengan SPL bulanan Aqua MODIS level 3 pada selang waktu Juni 2011 – Desember 2014 menunjukkan korelasi yang cukup baik. Korelasi variasi bulanan data suhu menghasilkan nilai r=0,614 (n=43 dan p<0,005), artinya kedua data berkorelasi secara signifikan dan mempunyai kesesuaian (Gambar 9).
Gambar 9. Korelasi data suhu pengukuran in situ dan SPL Aqua MODIS Level 3. KESIMPULAN Alat Onset HOBO U20 Water Level Logger U20-001-02 dapat menggambarkan variabilitas musiman suhu di perairan Nusa Penida, Bali. Terdapat variasi bulanan dan variasi musiman pada data suhu yang terekam oleh alat Onset HOBO U20 Water Level Logger U20-001-02. Variasi musiman yang sangat kuat terlihat pada data suhu dengan suhu minimum pada bulan September yang mewakili musim tenggara dan suhu maksimum pada bulan Januari yang mewakili musim barat laut. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Tim Peneliti Perubahan Iklim, Tim Peneliti Penginderaan Jauh dan Tim Peneliti Pemodelan Laut Balai Penelitian dan Observasi Laut atas diskusi selama proses penulisan. Terima kasih juga disampaikan kepada seluruh staf dan karyawan Balai Penelitian dan Observasi Laut yang telah mendukung pelaksanaan kegiatan penelitian sejak 2011 hingga saat ini.
DAFTAR PUSTAKA Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P. dan Sitepu, M.J. (1996). Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta. 58
King, C.A.M. (1963). Introduction to Coastal Oceanography. McGraw Hill, New York. dalam Pardede, S.T. (2001). Pola Perubahan Suhu Permukaan Laut di Sekitar Perairan Laut Jawa dan Laut Flores dari Data Citra NOAA/AVHRR dan Hubungannya dengan Fenomena Bleaching pada Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Bali. Institut Pertanian Bogor. Knauss, J.A. (1997). Introduction to Physical Oceanography. Prentice Hall, Upper Sadle River. dalam Kalangi, P.N.I., Mandagi, A., Masengi, K.W.A., Luasunaung, A., Pangalila, F.P.T., dan Iwata, M. (2013). Sebaran Suhu dan Salinitas di Teluk Manado. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, Vol. IX-2, 71-75. Kunarso, Hadi S., Ningsih, N.S., dan Baskoro, M.S. (2011). Variabilitas Suhu dan Klorofil-a di Daerah Upwelling pada Variasi Kejadian ENSO dan IOD di Perairan Selatan Jawa sampai Timor. Jurnal Ilmu Kelautan, Vol. 16 (3) 171-180. Laevastu, T. and Hayes, M.L. (1982). Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News Books, Farnham. dalam Kalangi, P.N.I., Mandagi, A., Masengi, K.W.A., Luasunaung, A., Pangalila, F.P.T., dan Iwata, M. (2013). Sebaran Suhu dan Salinitas di Teluk Manado. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, Vol. IX-2, 71-75. Nontji, A. (1987). Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta. Onset Computer Corporation. (2013). Onset® HOBO® Data Loggers Product Catalog. Massachusetts. Pardede, S.T. (2001). Pola Perubahan Suhu Permukaan Laut di Sekitar Perairan Laut Jawa dan Laut Flores dari Data Citra NOAA/AVHRR dan Hubungannya dengan Fenomena Bleaching pada Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Bali. Institut Pertanian Bogor. Setiawan A., Putri, M.R., Suciati, F. (2009). Perhitungan Fluks CO2 di Perairan Indonesia. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Susanto, R.D, Moore, T.S., and Marra, J. (2006). Ocean Color Variability in Indonesian Seas During the SeaWIFS Era. J. Geochemistry Geophysics Geosystem, 7: 1525-2027. Weyl, P.K. (1970). Oceanography. An Introduction to the Marine Environment. John Wiley and Sons Inc., New York. dalam Pardede, S.T. (2001). Pola Perubahan Suhu Permukaan Laut di Sekitar Perairan Laut Jawa dan Laut Flores dari Data Citra NOAA/AVHRR dan Hubungannya dengan Fenomena Bleaching pada Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Bali. Institut Pertanian Bogor. Wyrtki, K.A. (1961). Naga report. Volume 2: Physical Oceanography of the Southeast Asean Waters. The University of California, California. 195 p. Yulianto A. (2011). Data Logger (bagian 1). http://sonoku.com/data-logger-bagian-1/ diakses pada 28 Mei 2015.
59