IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT PADA SAPI BALI DI PULAU BALI DAN PULAU NUSA PENIDA
ALWIYAH
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi penelitian berjudul Identifikasi Keragaman DNA Mikrosatelit pada Sapi Bali di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2015
Alwiyah NIM D14110049
ABSTRAK ALWIYAH. Identifikasi Keragaman DNA Mikrosatelit pada Sapi Bali di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida. Dibimbing oleh JAKARIA dan MUHAMAD BAIHAQI. Sapi bali merupakan salah satu sumber daya genetik ternak asli Indonesia. Sapi bali telah tersebar di berbagai daerah, namun Pulau Bali adalah wilayah pusat pemurnian. Keragaman merupakan hal yang sangat penting dalam mempertahankan suatu populasi. DNA Mikrosatelit adalah metode yang mudah untuk identifikasi keragaman genetik. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari keragaman dari sapi bali dengan lokus ETH225, SPS115 dan INRA037 di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida dengan metode DNA Mikrosatelit berlabel. Jumlah sampel yang digunakan yaitu 48 sampel dari Pulau Bali dan 47 sampel dari Pulau Nusa Penida. Hasil genotiping dianalisis menggunakan program GenAlEx 6.41. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokus SPS115, ETH225 dan INRA37 memiliki keragaman yang tinggi. Nilai heterosigosits tertinggi ditunjukkan oleh lokus ETH225 di Pulau Bali. Nila laju inbreeding pada sapi Bali dalam penelitian ini sampai 14.1%. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sapi bali yang terdapat di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida berbeda. Kata kunci : DNA mikrosatelit, keragaman, Pulau Bali, Pulau Nusa Penida, sapi bali
ABSTRACT ALWIYAH. Polymorphism identification of microsatelite DNA on Bali cattle in Bali island and Nusa Penida island. Supervised by JAKARIA and MUHAMAD BAIHAQI. Bali cattle is one of Indonesia's biodiversity with some superiority. Bali cattle scattered in various region, built centered in Bali Island. Polymorphism is very important for kept a population. Microsatelite is one of easiest method to identify genetic diversity. The aim of this research was to identify genetic pholymorpism loci bali cattle from SPS115, ETH225, and INRA37 in Bali island and Nusa Penida island with microsatelite DNA labeling system. SPS115, ETH225 and INRA37 had been annalyzed from total sample of 48 Bali cattle in Bali Island and 47 in Nusa Penida Island. The result of sequent were analyzed by GenAlEx 6.41. The results of this research showed that SPS115, ETH225 and INRA37 are higher diversity. The highest heterozygosity were found in loci ETH225 in Bali island. The highest PIC were found in loci INRA37 in Nusa Penida Island. The inbreeding rate of Bali cattle until 14.1%. From this research, that bali cattle in Bali island and Nusa Penida island is different. Key words : bali cattle, Bali Island, Nusa Penida Island, microsatellit DNA,Pholymorpisme
IDENTIFIKASI KERAGAMAN DNA MIKROSATELIT PADA SAPI BALI DI PULAU BALI DAN PULAU NUSA PENIDA
ALWIYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 hingga Maret 2015 berjudul Identifikasi Keragaman pada Sapi Bali di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Peternakan. Penulis menyadari bahwa proses penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini tidak dapat berjalan dengan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada yang terhormat Dr Jakaria, SPt MSi dan Muhammad Baihaqi, SPt MSc selaku komisi pembimbing atas curahan waktu, bimbingan dan dorongan semangatnya. Terima kasih juga kepada yang terhormat Dr Ir Henny Nuraini, MSi selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan dukungan selama perkuliahan. Terima kasih juga kepada yang terhormat Sigit Prabowo, SPt MSc selaku dosen penguji ujian akhir. Ungkapan terima kasih terdalam penulis sampaikan kepada kedua orang tua Anis Hamzah Alhiyed dan Sofiah Alatas, Kakak tercinta Fatimahtuzahro, Paman terbaik Kadzim Salim Alhiyed, serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dukungan serta motivasi yang selalu diberikan pada penulis. Semoga penulis dapat menjadi sumber kebahagiaan bagi kedua orang tua dan keluarga. Penulis sampaikan terima kasih kepada Shelvi, SSi, Ferdy, SPt MSi, Wike Andre, SPt MSi, Komang Alit P, SPt MSi, Isyana, SPt, Furqon, SPt, Roaslein P, SPt, Pandu, SPt, Muhsinin, SPt, Ria Putri Rahmadani, SPt dan teman teman ABGSci atas segala dukungan dan kebersamaannya di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak. Kepada yang terkhusus Aulia Rahmad Hasyim, Rindang, Ninin, Ulfa Dj, Mustika, Hadi, Mujo, Kak Riri, Maulita,Uswatun, Riskia, Feronika, Valen, Salva, Bibeh, Rani, Dwiki, Zuriyansyah, Tanto, Wafi, Yaher, Fandi, Anggita dan IPTP48, Rina, Mey, Anis, teman-teman Duta Promosi IPB terima kasih atas kebersamaan dan motivasi yang diberikan.Terimakasih juga kepada Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas beasiswa Bidik Misi yang telah diperoleh selama menjalankan pendidikan ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat. Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2015
Alwiyah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 2 METODE ................................................................................................................ 2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................................. 2 Bahan ................................................................................................................... 2 Alat 3 Prosedur ............................................................................................................... 3 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 4 Amplifikasi DNA ................................................................................................ 4 Keragaman Lokus Mikrosatelit ........................................................................... 5 SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................... 9 Simpulan .............................................................................................................. 9 Saran .................................................................................................................. 10 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10 LAMPIRAN .......................................................................................................... 13 RIWAYAT HIDUP 19
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Lokus dan susunan nukleotida Frekuensi alel lokus SPS115 di Pulau Bali dan Nusa Penida Frekuensi alel lokus ETH225 di Pulau Bali dan Nusa Penida Frekuensi alel lokus INRA037 di Pulau Bali dan Nusa Penida Nilai ho, he, dan PIC dari tiga lokus mikrosatelit Jarak genetik dan identitas genetik sapi Bali
3 6 6 7 8 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 Lokus berdasarkan Genebank 2 Hasil perhitungan AMOVA 3 Hasil fluoresen lokus SPS115
13 17 18
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi bali (Bos javanicus) sebagai ternak asli Indonesia hasil domestikasi banteng (Payne dan Rollison 1974) merupakan sumberdaya genetik ternak yang tidak ternilai harganya dan telah diakui oleh FAO sebagai salah satu bangsa sapi di dunia (DGLS 2003). Sapi bali memiliki beberapa keunggulan yaitu mampu beradaptasi terhadap lingkungan marjinal dan memiliki daya reproduksi yang tinggi terutama pada kondisi pakan yang buruk (Talib 2002). Distribusi sapi bali di Indonesia selain di Pulau Bali juga tersebar di beberapa daerah utama populasi sapi bali, yaitu Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat (Purwantara et al. 2012). Diberbagai lingkungan pemeliharaan di Indonesia, sapi bali memperlihatkan kemampuannya untuk berkembang biak dengan baik yang disebabkan beberapa keunggulan yang dimiliki sapi Bali. Keunggulan sapi bali dibandingkan sapi lain yaitu memiliki daya adaptasi sangat tinggi terhadap lingkungan yang kurang baik (Masudana 1990), seperti dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah (Sastradipradja 1990), mempunyai fertilitas dan conception rate yang sangat baik (Oka dan Darmadja 1996), persentase karkas yang tinggi yaitu 52 sampai 57.7% (Payne dan Rollinson 1973) dan tahan terhadap parasit internal dan eksternal (National Research Council 1983). Program pelestarian dan pengembangan sapi bali di Pulau Bali dan salah satunya adalah kemungkinan rencana relokasi program pembibitan sapi bali ke daerah lain khususnya di luar Pulau Bali yaitu Pulau Nusa Penida. Program pelestarian dan pengembangan sapi bali dilaksanakan di Pulau Bali, namun terdapat kemungkinan untuk merelokasi program pembibitan ke luar Pulau Bali yaitu ke Pulau Nusa Penida. Pulau Nusa Penida memiliki populasi sapi bali yang cukup besar. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah mencanangkan Program Pembibitan sapi bali di Pulau Nusa Penida dengan SK No.18020/kpts/PD.420/F2.3/02/2013. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu sumber daya genetik ternak sapi Bali adalah seleksi dan persilangan. Keragaman genetik pada suatu populasi merupakan informasi penting dalam proses pelestarian sumber daya genetik ternak secara berkesinambungan. Keragaman genetik dapat dideteksi melalui banyak lokus, diantaranya ETH225, INRA037, dan SPS115. Ketiga lokus tersebut menurut FAO (2011) memiliki jumlah pengulangan yang cukup tinggi. Weber (1990), polimorfisme makin tinggi apabila unit ulangannya tergandakan lebih dari 10 kali lipat. Meningkatnya jumlah alel pada lokus yang berbeda akan meningkatkan rata-rata keragaman genetik dalam populasi. Perkembangan bioteknologi bidang genetika molekuler memungkinkan penggunaan penanda molekuler untuk mengukur status keragaman genetik melalui pemanfaatan gen penciri (marker assisted selection atau MAS). Salah satu teknik yang mudah dilakukan untuk mengidentifikasi keragaman genetik yaitu metode DNA Mikrosatelit dengan sistem labeling. Penelitian mengenai keragaman lokus ETH225, lokus SPS115 dan lokus INRA037 pada sapi sudah banyak dilakukan. Namun penelitian mengenai sapi Bali di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida menggunakan DNA mikrosatelit berlabel belum dilakukan.
2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari keragaman genetik dari sapi Bali dengan ETH225, SPS115, dan INRA037 di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida dengan metode DNA Mikrosatelit berlabel. Ruang Lingkup Penelitian Identifikasi keragaman lokus SPS115, ETH225, dan INRA037 pada sapi bali yang terdapat di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida dengan menggunakan DNA Mikrosatelit berlabel.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan September sampai Maret 2015. Bahan Sampel Darah Sampel darah yang digunakan berasal dari 48 sampel dari sapi bali di Pulau Bali dan 47 sampel dari sapi bali di Pulau Nusa Penida. Ekstraksi DNA Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi DNA terdiri atas larutan EtOH absolute 70%, DW (destilation water), SDS (sodium dodecylsulphate) 10%, proteinase-K (5 mg mL-1), 1×STE (sodium tris-EDTA), phenol solution, CIAA (chloroform isoamylalcohol), NaCl 5M, dan TE (tris EDTA) 80%. Amplifikasi DNA Template dan Pemotongan Produk PCR Bahan-bahan yang digunakan pada teknik amplifikasi yaitu sampel DNA, DW (destiltion water), Green MM (Master Mix) dan pasangan primer forward dan reverse. Tabel 1 menunjukkan lokus yang diamati dalam penelitian ini yaitu ETH225, SPS115 dan INRA037.
3
Tabel 1 Lokus dan susunan nukleotida Ulangan
Sekuen (5’-3’) Forward-Reverse
Label
ETH225
Kromo som 09
(CA)14
HEX
SPS115
15
(CA)18
HEX
234-258
INRA037
10
(TG)12
GATCACCTTGCCACTATTTCCT ACATGACAGCCAGCTGCTACT AAAGTGACACAACAGCTTCTCCA AACGAGTGTCCTAGTTTGGCTGTG GATCCTGCT ATATTTAACCAC AAAATTCCATGGAGAGAGAAAC
Panjang Basa 131-185
TAMN
112-148
Lokus
Sumber : FAO (2011)
Alat Alat yang dibutuhkan untuk pengambilan darah yaitu tabung ependorf 1.5 mL, syringe 3 mL dan spidol permanen. Alat yang dibutuhkan untuk ekstraksi DNA yaitu tabung ependorf 1.5 mL, 1 set pipet mikro beserta tipnya, vortex, centrifuge, inkubator dan freezer. Alat yang dibutuhkan untuk amplifikasi DNA yaitu 1 set pipet mikro beserta tipnya dan mesin PCR thermocycler. Alat yang dibutuhkan untuk proses elektroforesis yaitu timbangan, pipet mikro beserta tipnya, gelas piala, microwave, hotplate, tray pencetak gel, dan tank elektroforesis (mupid) dilengkapi dengan power supply 100 V dan UV transilluminator.
Prosedur Pengambilan Sampel Sampel yang diambil merupakan sampel darah sapi bali. Pengambilan sampel darah sapi dilakukan pada bagian vena jugularis externa dengan menggunakan jarum dan ditampung pada tabung venoject yang mengandung EDTA. Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA berdasarkan Sambrook et al. (1989). Darah diambil sebanyak 200 μL, lalu ditambahkan 1 000 μL DW dalam tabung eppendorf 1.5 ml, kemudian divortex dan didiamkan selama 5 menit. Sampel selanjutnya disentrifius pada kecepatan 8 000 rpm selama 5 menit dan supernatan yang terbentuk dibuang. Endapan ditambahkan 40 μL SDS 10%, 10 μL proteinase-K (5 mgml-1) dan 1×STE sampai 400 μL, kemudian diinkubasi pada suhu 55 °C selama 2 jam sambil digoyang secara perlahan menggunakan tilter. Degradasi bahan organik dilakukan dengan menambahkan 400 μL phenol solution, 400 μL CIAA, dan 40 μL NaCl 5M, kemudian digoyang selama 1 jam pada suhu ruang. Molekul DNA dipisahkan dari fenol dengan cara disentrifius pada kecepatan 12 000 rpm selama 5 menit sehingga terbentuk fase DNA (bening). Fase DNA sebanyak 400 μL dipindahkan ke tabung baru untuk ditambahkan 800 μL EtOH abssolute 70% dan 40 μL NaCl 5M, kemudian freezing (overnight). Molekul DNA disentrifius pada kecepatan 12 000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan EtOH absolute. Supernatan yang mengendap dibuang. Endapan didiamkan hingga kering untuk disuspensikan dalam 100 μL TE 80%. Sampel DNA disimpan dalam freezer
4
Amplifikasi DNA Mikrosatelit Fragmen DNA diamplifikasi dengan teknik PCR. Sampel DNA hasil ekstraksi sebanyak 2 μL dimasukkan ke dalam tabung PCR, lalu ditambahkan 28 μL larutan premix. Premix tersusun atas 0.3 μL primer, 12.4 μL DW, 6 μL Green Master Mix. Campuran ini difortex lalu di sentrifugasi menggunakan spin down, kemudian diinkubasi dalam thermocycler untuk diamplifikasi. Denaturasi awal dilakukan pada suhu 95 °C selama 15 menit, selanjutnya denaturasi berlangsung selama 20 detik pada suhu yang sama. Kondisi PCR yaitu meliputi pradenaturasi 95 °C 5 menit, dilanjutkan dengan langkah denaturasi pada 95 °C 10 detik, 20 detik annealing 58 oC , langkah elongasi pada suhu 72 oC selama 30 detik dan final elongasi pada suhu 72 oC selama 5 menit. Proses amplifikasi DNA ini dilakukan hingga 35 siklus. Elektroforesis Bahan-bahan yang digunakan dalam teknik elektroforesis terdiri atas agarose, 0.5×TBE (tris borat-EDTA), etidium bromida (EtBr) 10%, loading dye, dan DNA marker. Elektroforesis DNA dilakukan dalam agarose gel 1%. Elektroforesis produk PCR dilakukan dalam agarose gel 1.5%. Produk restriksi dielektroforesis dalam agarose gel 2%. Alat-alat yang digunakan yaitu timbangan analitik, microwave, magnetic vortex, tray pencetak gel, elektroforesis (MUPID), dan UV transilluminator. Setelah didapatkan produk hasil PCR kemudian dilakukan fragmentasi dengan cara sequents. Genotiping Produk PCR yang telah diperoleh dari ketiga lokus ( ETH225, SPS115 dan INRA037) yang telah dianalisis dilakukan teknik fragmentasi dengan menggunakan sekuen berlabel HEX untuk SPS115 dan ETH225 dan TAMN untuk lokus INRA037. Proses sekuensing dilakukan dikirimkan ke perusahaan 1st Base di Selangor Malaysia. Analisis Data Alel, jumlah alel (NA) dari berbagai lokus, pengamatan nilai heterosigositas (H0) dan heterosigositas yang diharapkan (He), jumlah alel efektif (NE) tiap lokus, jarak genetik dan analisis variasi molekuler menggunakan program GenAlEx 6.501 (Peakall et al. 2012).
HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Amplifikasi terhadap 3 lokus mikrosatelit yaitu SPS115, ETH225 dan INRA037 berhasil diamplifikasi dengan suhu anneling 58 oC selama 20 detik (Gambar 1).
5
M 5
1
2
3
M 1
4 5
a. Lokus SPS115 (234-258 bp)
2
3
4
5
M
1
2
3
4
b. Lokus ETH225 (131-185 bp) c. Lokus INRA037 (112-148 bp)
Gambar 1 Produk PCR lokus mikrosatelit pada sapi bali, a. lokus SPS115 (234258 bp), b. Lokus ETH225 (131-185 bp), dan c. Lokus INRA037 (112148 bp) Keberhasilan proses amplifikasi lokus mikrosatelit sangat bergantung pada suhu annealing. Suhu annealing adalah suhu optimum untuk proses penempelan primer sesuai dengan sekuens DNA target yang akan diperbanyak selama proses PCR. Adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh kondisi mesin PCR dan campuran pereaksi PCR tiap lokus berbeda. Kondisi annealing berbeda dengan suhu yang dilaporkan Abdullah (2008) yaitu 65 oC selama 30 detik. Menurut Muladno (2002), suhu penempelan primer (annealing) berkisar antara 36 -72 oC, namun suhu yang biasa digunakan adalah 50 - 60 oC. Pelt-Verkuil et al. (2008) menyatakan bahwa waktu annealing yang dibutuhkan supaya primer dapat berkomplemen dan menempel dengan targetnya bergantung pada kapasitas pemanasan mesin thermocycler yang digunakan, volume campuran PCR serta konsentrasi primer dan gen target. Primer yang telah menempel pada target selanjutnya mengalami pemanjangan atau ekstensi pada suhu 72 oC selama 40 detik. Kemudian dilanjutkan dengan ekstensi akhir pada suhu yang sama selama 5 menit. Tiga tahapan PCR yaitu denaturasi, annealing, dan ekstensi merupakan tahapan untuk 1 siklus termal. Pada penelitian ini dilakukan sebanyak 35 siklus. Keragaman Lokus Mikrosatelit Alel dan Lokus Polimorfik Hasil analisis lokus SPS115, ETH225, dan INRA037 berdasarkan hasil genotiping dikelompokan berdasarkan populasi yaitu Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida. Frekuensi alel setiap lokus dan setiap populasi sapi bali disajikan pada Tabel 2.
6
Tabel 2 Frekuensi alel lokus SPS115 di Pulau Bali dan Nusa Penida Jumlah alel Keefektifan jumlah alel Tipe alel
242 244 246 248 250 252
Bali (n=47)
Nusa Penida(n=46)
6 3.920 0.043 0.276 0.213 0.351 0.085 0.032
6 3.605 0.011 0.413 0.250 0.141 0.152 0.033
Tabel 2 menunjukkan alel yang didapatkan di lokus SPS115 baik di Pulau Bali maupun Pulau Nusa Penida. Jumlah alel sapi bali pada lokus SPS115 di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida berjumlah sama yaitu 6. Hasil penelitian Soldatovic et al. (1994) dan Vucinic (1996) pada sapi Yuglosovia di Serbia menunjukkan bahwa lokus SPS115 memiliki jumlah alel yang sama. Namun pada penelitian Radko et al. ( 2009) jumlah alel pada sapi Polish Merah-Putih pada lokus SPS115 adalah 5 dan lokus SPS115 merupakan lokus yang rendah polimorfiknya. Nomer efektif alel di populasi Pulau Bali lebih tinggi (3.920) dibandingkan dengan di Nusa Penida (3.605). Tabel 2 menunjukkan bahwa lokus SPS115 memiliki frekuensi alel tertinggi pada tipe alel 244 di Pulau Nusa Penida. Adapun frekuensi alel dari lokus ETH225 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Frekuensi alel lokus ETH225 di pulau Bali dan Nusa Penida Alel jumlah alel Keektifan jumlah alel Tipe alel
149 153 155 157 159 163 165
Bali (n=46)
Nusa Penida (n=47)
7 3.201 0.011 0.011 0.011 0.304 0.022 0.234 0.402
6 3.938 0.011 0.000 0.117 0.202 0.043 0.329 0.298
Lokus ETH225 memiliki jumlah alel yang berbeda di kedua wilayah yaitu pada Pulau Bali 7 alel sedangkan pada pulau Nusa Penida 6. Penelitian Abdullah (2008) lokus ETH225 pada sapi bali memiliki empat alel, sedangkan pada penelitian sapi Yugoslovia di Serbia lokus ETH225 memiliki 6 alel (Soldatovic et al. 1994). Lokus ETH225 memiliki frekuensi alel tertinggi pada tipe alel 165 yaitu 0.402. Tipe alel 153 pada lokus ETH225 hanya dimiliki oleh sapi bali yang berasal dari Pulau Bali. Adanya alel yang spesifik pada sapi bali yang terdapat di Pulau Bali dapat dijadikan penciri atau marker khusus pada sapi bali di Pulau Bali. Nomer keefektifan alel yang tetinggi pada lokus ETH225 adalah 3.938 di
7
populasi Pulau Nusa Penida. Frekuensi alel pada lokus INRA037 disajikan pada Tabel 4 Tabel 4 Frekuensi alel lokus INRA037 di Pulau Bali dan Nusa Penida Alel Jumlah alel Keefektifan jumlah alel Tipe alel
114 118 120 122 124 126 128 130 132 134 136
Bali (n=46)
Nusa Penida (n=47)
10 6.162 0.000 0.064 0.160 0.075 0.011 0.234 0.234 0.032 0.117 0.043 0.032
11 6.686 0.022 0.217 0.076 0.054 0.174 0.196 0.022 0.141 0.054 0.032 0.011
Lokus INRA037 memiliki jumlah alel 10 di pulau Bali dan 11 di Pulau Nusa Penida. Lokus INRA037 memiliki jumlah alel yang paling banyak dibandingkan dengan lokus lain. Amstrong et al. (2006) pada penelitiannya di sapi Creolo Uruguay menyatakan bahwa lokus INRA037 merupakan lokus yang paling polimorfik pada mikrosatelit dengan jumlah sepuluh alel. Lokus INRA037 memiliki frekuensi alel tertinggi pada tipe alel 126 dan 128 yaitu 0.234. Tipe alel 114 tidak ditemukan di pulau Bali namun ditemukan di pulau Nusa Penida. Adanya alel spesifik tersebut bisa menjadi alel penciri untuk sapi Bali yang terdapat di pulau Nusa Penida. Nomer keefektifan alel pada lokus INRA037 yang tertinggi terdapat di populasi pulau Nusa Penida. Pengukuran keragaman genetik sampel sapi bali dengan menggunakan 3 lokus mikrosatelit, menunjukkan lokus yang digunakan pada sapi bali di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida adalah polimorfik. Nei (1987) menyatakan bahwa suatu alel dikatakan polimorfik jika memiliki frekuensi alel sama dengan atau kurang dari 0.99. Keragaman genetik atau polimorfisme genetik adalah terdapatnya lebih dari 1 bentuk atau macam genotipe di dalam populasi. Fenomena jumlah alel yang tinggi pada sapi bali karena variasi genetik sapi bali pada lokus-lokus mikrosatelit tersebut sangat beragam. Keragaman mikrosatelit disebabkan karena adanya variasi dalam jumlah pengulangan runutan basa. Perbedaan yang muncul dianggap sebagai alel yang berbeda. Perbedaan alel yang dihasilkan disebabkan perbedaan jumlah pengulangan basa (Bennet 2000). Lokus INRA037 memiliki jumlah alel yang paling tinggi dibandingkan dengan lokus yang lain. Keragaman yang tinggi pada lokus-lokus mikrosatelit ini dipengaruhi oleh tingkat mutasinya. Menurut Muladno (2006), DNA mikrosatelit memiliki laju perubahan basa nukleotida tinggi yang disebabkan adanya perubahan jumlah ulangan dari urutan basa bergandengan mencapai 10 sampai 3 gamet-1generasi-1. Laju perubahan mikrosatelit dipengaruhi oleh motifnya. Mikrosatelit dengan motif dinukleotida memiliki laju mutasi 1.5-2 kali lebih cepat
8
dibandingkan dengan motif tetra-nukleotida. Variasi lokus penting untuk memberikan gambaran mengenai keragaman genetik pada suatu populasi. Menurut Lan et al.(2013) lokus mikrosatelite yang memiliki jumlah alel lebih dari 4, maka sangat efektif untuk digunakan sebagai evaluasi keragaman genetik. Nilai Heterosigositas Lokus SPS115, ETH225, dan INRA037 memiliki keragaman yang tiggi berdasarkan nilai heterozigositasnya. Tabel 5 menyajikan hasil nilai heterosigositas. Tabel 5 Nilai Ho, He dan PIC dari 3 lokus mikrosatelit Lokus N Ho He SPS115 47 0.745 0.753 BPTU Bali ETH225 46 0.717 0.695 INRA037 47 0.532 0.847 SPS115 46 0.652 0.713 Nusa Penida ETH225 47 0.872 0.754 INRA037 46 0.413 0.860 Populasi
PIC 0.703 0.628 0.819 0.688 0.663 0.462
Keterangan: N: jumlah sampel; Ho: heterozigositas observasi; He: heterozigositas harapan; PIC: Polymorphism Information Content.
Marson et al. (2005) menyatakan bahwa keragaman genetik suatu populasi dapat diukur menggunakan nilai heterosigositas yang bertujuan untuk membantu program seleksi. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai heterosigositas pengamatan (Ho) sapi bali di Pulau Bali cukup tinggi yaitu 0.745, 0.753 dan 0.553. Sapi bali di Pulau Nusa Penida memiliki nilai Ho yang tidak terlalu berbeda jika dibandingkan dengan Ho di Pulau Bali. Namun kedua wilayah tersebut memiliki nilai heterosigositas yang cukup tinggi, menurut Javanmard et al. (2005) bahwa nilai heterosigositas di bawah 0.5 (50%) mengindikasikan rendahnya variasi suatu gen dalam populasi. Tombasco et al. (2003) menyatakan bahwa jika nilai Ho (heterosigositas pengamatan) lebih rendah dari He (heterosigositas harapan) maka dapat mengindikasikan adanya proses seleksi yang intensif. Hal ini terlihat dari Tabel 3 sapi bali yang terdapat di Pulau Bali dan Nusa Penida pada lokus SPS115 dan INRA037 nilai Ho lebih rendah dari He. Menurut Tambasco et al. (2003) perbedaan antara nilai heterosigositas pengamatan (Ho) dan nilai heterosigositas harapan (He) dapat dijadikan sebagai indikator adanya ketidakseimbangan genotipe pada populasi sapi yang diamati yang diindikasikan bahwa sudah ada kegiatan seleksi yang dilakukan dan tidak adanya perkawinan acak. Allendorf et al. (2013) menyatakan bahwa suatu populasi dinyatakan berada dalam keseimbangan jika frekuensi genotipe dan frekuensi alelnya konstan dari generasi ke generasi yang diakibatkan oleh penggabungan gamet yang terjadi secara acak dalam populasi yang besar. Keseimbangan gen dalam populasi terjadi jika tidak adanya mutasi, seleksi, migrasi, dan genetic drift. Lokus ETH225 di Pulau Bali merupkan lokus yang memiliki nilai Ho yang tinggi, namun nilai He yang tinggi ditunjukkan pada lokus INRA037 di Nusa Penida. Heterosigositas yang tinggi dalam suatu populasi menunjukkan bahwa sapi ini mengandung alel-alel sapi lain atau alel mutasi dengan frekuensi rendah
9
(Abdullah 2008). Nilai PIC yang tertinggi terdapat pada lokus INRA037 di Pulau Bali. Nilai PIC yang tinggi menggambarkan tingkat informasi penciri atau lokus yang digunakan sangat informatif sebagai penciri (marker). Jarak Genetik dan Keragaan Sapi Bali Hasil perhitungan nilai jarak genetik pada sapi bali di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida terdapat pada Tabel 6. Wilayah Bali – Nusa Penida
Tabel 6 Jarak genetik dan identitas genetik sapi bali Jarak genetik Kesamaan genetik 0.111
0.895
Fit 0.141
Keterangan : Fit: laju inbreeding total
Matriks jarak genetik Pairwise, menunjukkan bahwa sapi bali di Pulau Bali memiliki tingkat perbedaan sebesar 11.1%. Hal ini berarti sapi bali yang terdapat di Pulau Bali dengan Pulau Nusa Penida memiliki kesamaan. Kesamaan antara sapi bali di Pulau Bali dan Nusa Penida sebesar 89.5%. Penelitian ini memberi gambaran bahwa sapi bali yang terdapat di Pulau Bali dan Nusa Penida mengandung materi gentik yang hampir sama. Hasil AMOVA menunjukkan bahwa keragaan pada 3 lokus yang digunakan untuk sapi Bali yang terdapat di pulau Bali dan Nusa Penida berbeda nyata dengan taraf perbedaan 3%. Hal ini menunjukkan bahwa sapi bali yang terdapat di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida berbeda. Hasil aanlisis tiga lokus mikrosatelit yang digunakan menunjukkan nilai laju inbreeding total (Fit) (0.141) pada kedua populasi sapi bali. Laju Inbreeding yang tinggi akan cenderung menghilangkan variasi genetik. Hal ini tidak diharapkan, jika variasi genetik yang hilang tersebut adalah variasi genetik yang menguntungkan. Sapi bali masih terus dikembangkan dan ditingkatkan produktivitasnya, baik yang ada di Pulau Bali maupun di luar daerah yang diketahui sebagai daerah tempat pengembangan sapi bali. Sapi bali yang terdapat di daratan Nusa Penida ditetapkan sebagai wilayah pembibitan dan pemurnian sapi bali. Rendahnya nilai keragaman dalam populasi juga bisa disebabkan oleh penggunaan jumlah lokus yang terbatas. Jumlah lokus yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 lokus. Menurut FAO (2011) jumlah lokus yang sebaiknya digunakan untuk mengidentifikasi keragaman genetik pada sapi adalah 30 lokus mikrosatelit.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan DNA mikrosatelit sapi bali memiliki derajat heterosigositas yang tinggi. Lokus INRA037, ETH225, dan SPS115 memiliki keragaman yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis variasi molekuler dapat disimpulkan bahwa sapi bali yang terdapat di Pulau Bali dan Pulau Nusa Penida berbeda.
10
Saran Sebaiknya perlu dilakukan penelitian mengenai keragaman DNA mikrosatelit pada wilayah pengembangan sapi bali di Indonesia dengan menambahkan jumlah lokus yang digunakan. Selain itu pengaturan pola perkawinan harus disesuaikan dengan target pemuliaan yang ingin dicapai. Penggunaan jantan untuk kawin juga harus diatur dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah MAN. 2008. Karakterisasi genetik sapi aceh menggunakan analisis keragaman fenotipik, daerah D-Loop DNA mitokondria dan DNA mikrosatelit [disertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Allendorf FW, Luikart G, Aitken SN. 2013. Conservation and The Genetics of Populations. 2th ed. UK (GB): Wiley-Blackwel. Amstrong E, Postiglioni1 A, Martínez A, Rincón1 G and Vega-Pla J L. 2006. Microsatellite analysis of a sample of Uruguayan Creole bulls (Bos taurus). J Genet Mol Biol. 29(2):267-272. Arora R, Bhatia S, Jain A 2010. Morphological and genetic characterization of Ganjam sheep. J Anim. Genet. Resour. 46:1- 9. Bennet P. 2000. Microsatellites. J Clin Pathol Mol. Pathol 53:177-183. [DGLS] Directorate Generale of Livestock Services. 2003. National report on animal genetic resources in Indonesia. Directorate Generale of Livestock Services, Directorate of Livestock Breeding (ID). [Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2002. Buku Statistik Peternakan Tahun 2002. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Jakarta (ID). Departemen Pertanian. [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2011. Moleculer Genetic Characterization of Animal Genetic Resource. ISAG-FAO recommended microsatelite markers. Hal 68-69. Javanmard A, Asadazadeh N, Banabazi MH, Tavakolian J. 2005. The allele and genotype frequencies of bovine pituitary specific transcription factor and leptin genes in Iranian cattle and buffalo populations using PCR-RFLP. J Iranian Biotechnol. 3: 104-108. Lan DP, Duy ND, Nguyen TB, Le QN, Nguyen VB, Tran TT, Tran XH, Vu CC, Haja N, Kadarmideen. 2003. Assessment of genetic diversity and structure of Vietnam indigineus cattle population by microsatellite. J Lives Sci. 155:17-22. Marson EP, Ferraz JBS, Meirelles FV, Balieiro JCC, Eler JP, Figuerido LGG, Mourao GB. 2005. Genetic characterization of European-Zebu composite bovine using RFLP markers. J Genet Mol Res. 4: 496-505. Masudana I W. 1990. Perkembangan sapi Bali di Bali dalam sepuluh tahun terakhir (1980- 1990). Proceeding Seminar Nasional Sapi Bali. Denpasar, 20-22 September 1990. Denpasar (ID) : Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Hlm A-11-A-30. Muladno. 2002. Teknik Rekayasa Genetika. Bogor (ID) : Pustaka Wirausaha Muda
11
Muladno. 2006. Aplikasi teknologi molekuler dalam upaya peningkatan produktivitas hewan. Pelatihan Teknik Diagnostik Molekuler untuk Peningkatan Produksi Peternakan dan Perikanan di Kawasan Timur Indonesia. Kerjasama Pusat Studi Ilmu Hayati, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, Bogor (ID). Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika. Ed Ke-2. Bogor (ID): IPB Pr. [NRC] National Research Council. 1983. Little-Known Asian Animals with a Promising Economic Future. Washington, D.C (US): National Academic Press. Nei M, Kumar S. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. New York (US): Oxford University Pr. Nei M. 1987. Molecular Evolutionary Genetics. New York (US): Columbia University Pr. Oka IGL, Darmadja D. 1996. History and development of Bali Cattle. Proceeding seminar on Bali Cattle, a special spesies for the dry tropics, held by Indonesia Australia Eastern University Project (IAEUP), 21 September 1996. Bukit Jimbaran, Bali (ID) : Udayana University Lodge Payne W J A, Rollinson DHL. 1973. Bali cattle. J World Anim. Rev. 7: 13-21. Peakall R, Smouse O. 2012. GenAlEx 6.5: Genetic analysis in Excel. Population genetic software for teaching and research – an update. J Bioinformatics. 28: 1-3. Pelt-Verkuil, van E, Belkum van A, Hays JP. 2008. Principles and Technical Aspects of PCR Amplification. Netherlands (NL): Springer. Purwantara B, Noor RR, Anderson G, Rodriguez-Martinez H. 2012. Banteng and Bali cattle in Indonesia: status and forecasts. Reprod Dom Anim. 47(1):2-6. doi: 10.1111/j.1439-0531.2011.01956.x. Radko A, Rychlik T. 2009. Use of blood group tests and microsatellite DNA markers for parentage verification in a population of Polish Red-andWhite cattle. J Anim Sci. 9(2):119–125. Sambrook J, Fritsch EF, Medrano JF. 1989. Molecular Cloning: a Laboratory Manual. 2th ed. New York (US): Cold Spring Harbor Laboratory Pr. Sastradipradja, D. 1990. Potensi internal sapi Bali sebagai salah satu sumber plasma nutfah untuk menunjang pembangunan peternakan sapi potong dan ternak kerja secara nasional. Procceding Seminar Nasional Sapi Bali. Denpasar, 20-22 September 1990. Denpasar (ID) : Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Hal A-47–A54. Soldatovic B, Stanimirovic Z, Vucinic M, Djokic D, Vucicevic M. 1994: Robertsonian fusion in a Simmental cow-bull mother (part II). J Acta Veterinaria. 44:(173–178). Talib C. 2002. Sapi Bali di daerah sumber bibit dan peluang pengembangannya. Wartazoa 12(3):100-107. Tambasco DD, Paz CCP, Tambasco-Studart M, Pereira AP, Alencar MM, Freitas AR, Coutinho LL, Packer IU, Regitano CA. 2003. Candidate genes for growth traits in beef cattle crosses Bos taurus x Bos indicus. J Anim Breed Genet. 120: 51-56.
12
Vucinic M, Soldatovic B, Stanimirovic Z. 1996. Robertsonian translocation T1/29 in the bovine karyotype. Strategia and Faculty of Veterinary Medicine University of Belgrade, Belgrade, Serbia, 1–163. (in Serbian). Weber J L. 1990, Informativeness of Human (dCdA) n.(dG-dT)n polymorphisms. J Genomics. 7:(524-530).
13
LAMPIRAN Lampiran 1 lokus berdasarkan Genebank B.taurus microsatellite (ETH225) GenBank: Z14043.1 LOCUS
Z14043
DEFINITION
B.taurus microsatellite (ETH225).
ACCESSION
Z14043
VERSION
Z14043.1
KEYWORDS
microsatellite.
SOURCE
Bos taurus (cattle)
ORGANISM
189 bp
DNA
linear
MAM 13-JUL-1992
GI:572
Bos taurus Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi; Mammalia; Eutheria; Laurasiatheria; Cetartiodactyla; Ruminantia; Pecora; Bovidae; Bovinae; Bos.
REFERENCE AUTHORS
1
(bases 1 to 189)
Steffen,P., Eggen,A., Dietz,A.B., Womack,J.E., Stranzinger,G. and
Fries,R. TITLE
Isolation and mapping of polymorphic microsatellites in
cattle JOURNAL REFERENCE
Unpublished 2
(bases 1 to 189)
AUTHORS
Fries,R.
TITLE
Direct Submission
JOURNAL
Submitted (09-JUL-1992) Ruedi Fries, Animal Science, Swiss
Federal Institute of, Technology, ETH-Zentrum, TAN D1, Zurich, CH8092, Switzerland FEATURES source
Location/Qualifiers 1..189 /organism="Bos taurus" /mol_type="genomic DNA" /db_xref="taxon:9913" /chromosome="U2" /clone="ETH225"
repeat_region
43..78
14
ORIGIN 1
gatcaccttg ccactatttc ctccaacata tgtgtgtgcg tgcacacaca cacacacaca
61
cacacacaca cacacacatg atagccactc ctttctctaa tgccacagaa ttacacagtc
121
aactctctag tagcagctgg ctgtcatgtg tcatttggca atatccatat cttcccccct
181
Tgctgtaaa
B.taurus microsatellite sequence INRA037 GenBank: X71551.1 LOCUS
X71551
DEFINITION
B.taurus microsatellite sequence INRA037.
ACCESSION
X71551
VERSION
X71551.1
KEYWORDS
microsatellite.
SOURCE
Bos taurus (cattle)
ORGANISM
164 bp
DNA
linear
MAM 23-OCT-2008
GI:535800
Bos taurus Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata; Euteleostomi, Mammalia; Eutheria; Laurasiatheria; Cetartiodactyla; Ruminantia; Pecora; Bovidae; Bovinae; Bos.
REFERENCE AUTHORS
1
(bases 1 to 164)
Vaiman,D., Mercier,D., Moazami-Goudarzi,K., Eggen,A., Ciampolini,R., Lepingle,A., Velmala,R., Kaukinen,J., Varvio,S.L., Martin,P. et al.
TITLE
A set of 99 cattle microsatellites: characterization, synteny
JOURNAL
Mamm. Genome 5 (5), 288-297 (1994)
mapping, and polymorphism PUBMED REFERENCE
7545949 2
(bases 1 to 164)
AUTHORS
Vaiman,D.
TITLE
Direct Submission
JOURNAL
Submitted (20-APR-1993) D. Vaiman, Laboratoire de Gloique Biochimique, INRA-CRJ Domaine de Vilvert, 78352 Jouy-enJosas Cedex, FRANCE
FEATURES source
Location/Qualifiers 1..164 /organism="Bos taurus" /mol_type="genomic DNA" /db_xref="taxon:9913" /cell_line="lymphocytes"
repeat_region
1..164
15
/standard_name="microsatellite INRA037" ORIGIN gatcctgctt atatttaacc accatgtatg tgtgtgtgtg tgtgtgtgtg tgcatgcatg 1 61
acgctcagtc tggattgtag cctccaagtt tctctctcca tggaattttc caggcaagaa
121
tcctggagtg ggttgttgtt tccttctcca ggggatcctc taga
Bos taurus isolate SC06 microsatellite SPS115 sequence GenBank: FJ828564.1 FASTA Graphics PopSet Go to: LOCUS
FJ828564
255 bp
DNA
linear
MAM 07-
FEB-2011 DEFINITION
Bos taurus isolate SC06 microsatellite SPS115 sequence.
ACCESSION
FJ828564
VERSION
FJ828564.1
KEYWORDS
.
SOURCE
Bos taurus (cattle)
ORGANISM
GI:226433860
Bos taurus Eukaryota; Metazoa; Chordata; Craniata; Vertebrata;
Euteleostomi; Mammalia; Eutheria; Laurasiatheria; Cetartiodactyla; Ruminantia; Pecora; Bovidae; Bovinae; Bos. REFERENCE
1
(bases 1 to 255)
AUTHORS
Feng,D., Zhao,H., Luo,Y. and Han,J.
TITLE
Species specific alleles at three microsatellite loci in yak
and cattle JOURNAL REFERENCE
Gansu Nong Ye Da Xue Xue Bao 45 (4), 22-27 (2010) 2
(bases 1 to 255)
AUTHORS
Feng,D. and Han,J.
TITLE
Direct Submission
JOURNAL
Submitted (15-MAR-2009) CAAS-ILRI Joint Laboratory on
Livestock and Forage Genetic Resources, Institute of Animal Science, Chinese Academy of Agricultural Sciences (CAAS), No. 2, Yuan Ming Yuan Xi Lu, Haidian District, Beijing 100193, China FEATURES
Location/Qualifiers
16
source
1..255 /organism="Bos taurus" /mol_type="genomic DNA" /isolate="SC06" /db_xref="taxon:9913" /clone="1" /country="China: Tibet, Sibu"
repeat_region
1..255 /rpt_type=tandem /rpt_unit_range=41..76 /rpt_unit_seq="ca" /satellite="microsatellite:SPS115"
ORIGIN 1
aaagtgacac aacagcttct ccagagcatc tccaatatct cacacacaca cacacacaca
61
cacacacaca cacacataca cacacacaca tctcattcct ctagtgtctt ttgcctttaa
121
agaaaaaaaa aactaagcag atcaacatgg gatctccttt ttgtagattt atagaaaggg
181
ttcctttgtt gcgcactcac ttgtaagaaa atgagacaaa aacgtgaaac ccacagccaa
241
actaggacac tcgtt
17
Lampiran
2 Hasil perhitungan AMOVA
Data Sheet
1 sampel sapi bali1.
Data Title
data mikrosatelite sapi bali nawal 95
Jumlah sampel Jumlah Populasi
2
Jumlah region
1 999
No. Permutations
No. PW Pop Permutations
999
Percentages of Molecular Variance
Among Pops 3%
Within Pops 97%
Hasil Tabel AMOVA
Sumber
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Estimasi Keragaman
%
Diantara Populasi
1
6.749
6.749
0.084
3%
Dalam Populasi
93
258.387
2.778
2.778
97%
Total
94
265.137
2.862
100%
Stat
Value 0.029
P(rand >= data)
PhiPT
0.003
18
Lampiran 3 Hasil flouresen Sinyal fluoresen yang dihasilkan menunjukkan hasil amplifikasi DNA mikrosatelit dengan menggunakan marker SPS115
19
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Cirebon pada tanggal 20 April 1993. Penulis adalah anak dari pasangan Anis Hamzah Alhiyed dan Sofiah Alatas. Penulis merupakan anak kedua dari 2 bersaudara yaitu Fatimmah Tuzahro. Penulis mengawali pendidikan sekolah dasar pada tahun 1999 di SD Negeri Lawu Asih dan menyelesaikan sekolahnya pada tahun 2005. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidkan ke tingkat pertama pada tahun 2005 di SMPN 2 Cirebon dan selesai pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Muhammadiyah Cirebon dari tahun 2008 hingga 2011. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN Tulis dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa, Penulis mendapatkan Beasiswa Bidik Misi dari DIKTI. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa, sebagai Bendahara di Keluarga Allawiyin IPB 2011-2013. Sebagai pengurus Divisi Eksternal 2012-2013 dan Ketua Divisi Internal 2013-2014 di Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMAPROTER), sebagai Ketua Divisi Internal KSPR 2013-2014, sebagai pengurus divisi Budaya, Olahraga dan Seni di Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC), sebagai Ketua Teater Kandang Fapet 2013-2014. Penullis juga menjadi juara 1 baca puisi di Cowboy Show Time 2015. Penulis juga menjadi juara 1 tahun 2014 dan juara 2 tahun 2015 lomba lari estafet Dekan Cup. Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2013 Bidang Karsa Cipta yang didanai DIKTI yang berjudul Sistem Informasi dan Manajemen Cattle (SIMC) dalam Rangka Seleksi untuk Meningkatkan Kualitas Ternak di Indonesia. Penulis juga merupakan Duta Promosi IPB tahun 2014-2015. Penulis juga pernah mengikuti lomba karya tulis ilmiah di Fapet IPB dan di UMY. Penulis juga aktif mengikuti berbagai macam kepanitiaan baik di Fakultas Peternakan, di Institut Pertanian Bogor maupun di luar kampus. Dalam bidang akademik, penulis pernah mengikuti Seleksi Mahasiswa Berprestasi di tingkat Departemen (2013) dan di tingkat Fakultas (2014). Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Daging pada tahun 2014.