Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI WILAYAH LAHAN KERING PULAU BALI LUKMAN AFFANDHY, D .B . WIJONO WIJONO dan Y.N . ANGGRAENY
Loka Penelitian Sapi Potong JL Pahlawan, Grati, Pasuruan ABSTRAK
Manajemen perkawinan melalui inseminasi buatan (IB) yang kurang tepat pada sapi potong menyebabkan tingginya jumlah kawin berulang sehingga berdampak terhadap rendahnya tingkat kebuntingan dan panjangnya interval beranak . Penelitian dilakukan dengan metode survei tentang penggunaan IB semen beku pada induk sapi Bali di Pulau Bali pada bulan Januari-Desember 2006 . Survei dilakukan di wilayah lahan kering di Kabupaten Bangli, Gianyar, dan Klungkung, Provinsi Bali dengan jumlah responden 25 peternak setiap lokasi (kecamatan). Sebagai pembanding dilakukan pula survei di lahan basah pada kecamatan lain . Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuisioner terbuka dan terstruktur serta pengamatan langsung di peternak, inseminator dan ternaknya . Data yang diperoleh dianalisis menggunakan statistik sederhana dan disajikan secara deskriptif . Hasil penelitian menunjukkan bahwa performans dan aktivitas reproduksi sapi Bali induk yang dikawinkan dengan semen beku pejantan sapi Bali melalui teknologi IB di enam kecamatan di Kabupaten Bangli, Gianyar dan Klungkung pada wilayah lahan keying dan basah, tidak tampak adanya perbedaan dengan ditunjukkan rendahnya Service/Conception (SC) (< 2) dan pendeknya calving interval (1213 bulan); demikian pula ketepatan kawin suntik oleh inseminator tampak bahwa lebih 50% satu kali inseminasi dan lebih 50% peternak mengetahui adanya tanda birahi ternaknya sehingga tingkat keberhasilan kebuntingannya tinggi . Respon peternak terhadap program IB di semua lokasi survei adalah 100% masih menyukai sapi induknya disilangkan dengan straw beku dari pejantan sapi Bali dengan kelahiran pedet yang dinginkan adalah > 80% jantan, namun peternak di wilayah lahan kering Kecamatan Klungkung 40% menghendaki pedet yang dilahirkan adalah betina karena peternak masih menginginkan bibit sapi induk . Straw semen beku pejantan sapi Bali masih bisa digunakan untuk induk sapi Bali di tiga kabupatan di wilayah lahan kering dan basah walaupun kualitas semen beku lebih rendah (rataan motilitas 32,0% dan sperma hidup 45,4% daripada yang distandarkan oleh Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Bali, yaitu motilitas > 40% dan sperma hidup >50 . Disimpulkan bahwa implementasi IB sapi potong di Bali di wilayah lahan kering dan basah tidak menunjukkan permasalahan . Kata kunci : Sapi Bali, teknologi inseminasi buatan, lahan kering
PENDAHULUAN
Oleh karena itu diperlukan implementasi dan perbaikan rogram IB di tingkat peternak melalui perbaikan tatalaksana perkawinan dan penyediaan
Guna mendukung peningkatan produk-tivitas dan populasi sapi potong dalam rangka pemenuhan
pakan yang cukup pada sapi induk sehingga akan meningkatkan efisiensi reproduksi pada sapi
kebutuhan gizi masyarakat diperlukan dukungan potong . teknologi, diantaranya teknologi inseminasi buatan DINAS PETERNAKAN KABUPATEN TABANAN,
BALI
(IB) yang sesuai dengan agroekosistem dan kondisi (2004)
melaporkan bahwa terjadi penurunan
sosial masyarakat. Namun dalam usaha ternak pelaksanaan IB dan jumlah akseptornya
cukup
sapi potong rakyat masih mengalami beberapa rendah masing-masing sebesar permasalahan ; diantaranya adalah menurunnya produktivitas maupun populasi temak . Penurunan tersebut antara
lain
disebabkan oleh faktor
manajemen dan perkawinan melalui program IB yang masih belum tepat serta berdampak terhadap
13 dan 16% pada
tahun 2003-2004 . Demikian pula realisasi 113 secara nasional sejak tahun 1999, 2000 dan 2001 semakin menurun
yang
masing-masing adalah
60,8% ;
45,8% dan 34,9% (Ditjen Peternakan, 2002) . Program
IB di usaha sapi potong rakyat di
rendahnya angka konsepsi (SC >2) dan panjangnya jarak beranak (>15 bulan) (AFFANDHY et al., 2005) .
Jaawa Timur, Jawa Tengah,
DI Yogyakarta dan
Bali menunjukkan bahwa > 50% peternak masih
138
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
menghendaki program IB dilanjutkan ; namun permasalahannya masih terjadinya kawin berulang (AFFANDH' et al ., 2005 ; RIADY, 2006), sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan kebuntingan dan j arak beranak . Ti ngkat kebuntingan juga dipengaruhi oleh faktor nutrisi, body condition dan post thawing motality (PTM) (BOOTHBY dan FAHEY, 1995 ; WARDHANT et al., 1993 ; HAFEZ, 2000) ; sedangkan nilai PTM tersebut juga dipengaruhi oleh ketersediaan N 2 cair (SELK, 2002 ; SAID et al., 2004), demikian pula eksistensi IB di wilayah sentra bibit di Pulau Bali dipengaruhi juga oleh infrastruktur IB ; sedangkan di wilayah pengembangan dibutuhkan perbaikan teknis operasional dalam pelaksanaan IB (AFFANDHY et al., 2005) . Dengan demikian program IB di Provinsi Bali untuk meningkatkan efisiensi IB perlu mempelajari implementasi pelaksanaan teknik IB dan kebijakan program IB di Provinsi Bali . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performans reproduksi induk sapi Bali melalui penggunaan teknologi IB di lahan kering di tingkat peternak pada tiga kabupaten di Pulau Bali . BAHAN DAN METODE Penelitian di lakukan di tiga kabupaten di Provinsi Bali pada bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2006 melalui metode survei dengan cara pengisian kuisioner secara terbuka dan terstruktur serta pengamatan langsung di lapang . Kegiatan penelitian meliputi survei tentang penggunaan teknologi inseminasi buatan (IB) semen beku pada induk sapi Bali pada peternak, inseminator dan instansi terkait di tingkat provinsi, Kabupaten Bali dan di tingkat peternak dengan pendekatan teknik rapid rural appraisal (RRA) . Pengamatan dilakukan di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Gianyar, Bangli dan Klungkung yang masing-masing kabupaten terdiri atas dua kecamatan/desa dengan agroklimat lahan kering (> 60% lahan tegalan) dengan jumlah responden 25 peternak pada setiap lokasi (kecamatan) dan sebagai pembanding dilakukan pula pengamatan di lahan basah (> 60 lahan sawah) dengan jumlah responden 25 peternak . Variabel pengamatan meliputi : (1) performans dan aktivitas reproduksi sapi Bali, (2) profil peternak
terhadap pengetahuann reproduksi dan respon IB serta kinerja inseminator, (3) kualitas semen beku sapi Bali dan tatalaksana 1B (kecukupan N 2 cair dan cara thawing di tingkat inseminator), dan (4) profil akseptor IB, yang meliputi perkembangan populasi, realisasi, dan rasio inseminator di tingkat kabupaten, Provinsi Bali . Data yang diperoleh di lapang dianalisis menggunakan statistik sederhana dan disampaikan secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil reproduksi induk, peternak dan inseminator Performans reproduksi sapi Bali induk, profil peternak dan inseminator di tiga Kabupaten Gianyar, Bangli dan Klungkung di lahan kering dan basah di Pulau Bali disajikan pada Tabel 1 dan 2 . Performans dan aktivitas reproduksi sapi Bali induk yang dikawinkan dengan semen beku pej antan Sapi Bali melalui program teknologi IB atau kawin suntik di enam kecamatan pada Kabupaten Bangli, Gianyar dan Klungkung, Provinsi Bali pada kedua wilayah agroklimat lahan kering dan basah tidak menunjukkan permasalahan yang berarti dengan ditunjukkan rendahnya S/C (< 2) dan pendeknya calving interval (12-13 bulan) untuk semua lokasi survei (Tabel 1) ; demikian pula ketepatan kawin suntik oleh petugas IB/insemnator (> 50% hanya satu kali inseminasi), jarak lokasi (< 2 km), ongkos IB murah (Rp . 25 .000/kawin), dan peternak lebih dari 50% mengetahui adanya tanda birahi ternaknya, sehingga tingkat keberhasilannya tinggi . Namun masih adanya beberapa lokasi yang tidak ada kartu IB-nya, yaitu 56% di wilayah lahan kering di Kabupaten Gianyar dan Klungkung serta hampir di semua lokasi survei menunjukkan umur penyapihan pedet umumnya lebih dari 6 bulan (Tabel 2) . Oleh karena itu tatalaksana perkawinan dengan program IB di Provinsi Bali tampaknya tidak berpengaruh terhadap kejadian kebuntingan sapi induk, seperti halnya laporan DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN dan KELAUTAN KABUPATEN GIANYAR (2005), melaporkan bahwa tingkat CR pada sapi Bali hasil kawin suntik hingga mencapai 72,5% (Tabel 4) .
139
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknol ogi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
Tabel 1 . Performans dan aktivitas reproduksi sapi Bali induk di Kabupatan Bangli, Gianyar dan Klungkung pada agroklimat lahan kering dan basah di Pulau Bali
Parameter
Kabupaten Banglt Kecamatan Kecamatan Susut Tembuku (lahan kering) (lahan basah)
Kabupaten Gianyar Kecamatan Kecamatan T. Siring Gianyar (lahan kering) (lahan basah)
Kabupaten Klungkung Kecamatan Kecamatan Klungkung Banjarakan (lahan kering) (lahan basah)
Kondisi induk : Kurus (%)
4
0
0
0
12
0
Sedang (%)
84
76
92
72
56
92
12 5,7 ± 0,7 1,2 ± 0,5 12,9 ± 1,7 17,8 ± 6,7 19,6±4,1
24 5,4 ± 0,5 1,1 ± 0,3 12,8 ± 1,2 16,4 ± 6,2 23,8±20,6
8 5,6 ± 0,6 1,6 ± 0,6 13,1 ± 1,9 19,3 ± 9,2 20,0±2,2
28 5,8 ± 0,9 1,5 ± 0,6 13,6 ± 1,9 20,0 ± 7,0 21,4±4,1
32 6,1 ± 1,1 1,3 ± 0,4 13,8 ± 1,6 21,9 ± 5,3 19,8±2,3
8 5,9 ± 0,7 1,2 ± 0,4 13,1 ± 1,2 16,7 ± 5,0 21,6 ± 2,5
Gemuk (%) Skor kondisi tubuh* S/C Calving interval Lama birahi (jam) Siklus birahi (hari)
Keterangan : *NICHOLAS dan BUTTERWOTH (1986) Tabel 2 . Profil peternak terhadap pengetahuan reproduksi dan respons 1B serta kinerja inseminator di masing-masing lokasi di Provinsi Bali
Parameter
Kabupaten Bangli Kecamatan Kecamatan Susut Tembuku (lahan kering) (lahan basah)
Kabupaten Gianyar Kecamatan Kecamatan T. Siring Gianyar (lahan kering) (lahan basah)
Kabupaten Klungkung Kecamatan Kecamatan Klungkung Banjarakan (lahan kering) (lahan basah)
Profit peternak Mengetahui birahi :* < I ciri (%) > 1 ciri (%)
36 64
0 100
0 100
16 84
4 96
4 96
Bangsa sapi disukai : Lokal (%) Impor (%)
100 0
100 0
100 0
100 0
100 0
100 0
Keinginan seks pedet: Jantan (%) Betina (%) Jantan dan betina (%)
88 8 4
96 4 0
96 4 0
48 40 12
92 8 0
5,9 ± 0,8
84 4 12 5,9 ± 0,4
5,6 ± 1,1
6,3 ± 1,7
5,8 ± 1,1
6,1 ± 0,9
8,7 82,6 8,7
32 68 0
60 36 4
72 28 0
28 72 0
52 48 0
5(20%) 20(80%)
0(0-/.) 25(100%)
0(0%) 25(100-/.)
2(8%) 23(92-/.)
0(0-/.) 225(100%)
0(0-/.) 25(100'/.)
87,5 12,5 0
84 16 0
52 48 0
52 48 0
80 20 0
84 16 0
82,6 0 17,4 1,6 ± 1,3 25 .000 ± 0,0
40 8 52 1,8 ± 1,3 23 .200±5 .180
24 20 56 0,5 ± 0,2 20 .000±0,0
88 0 12 1,8 ± 1,0 25.000±0,0
20 24 56 1,1 ± 0,7 25 .000±0,0
44 20 36 1,8 ± 1,3 24.347±1721,8
Lama sapih (bulan) OngkosIB : Murah (%) Sedang (%) Mahal (%) Profit inseminator Lama akseptor IB : < 1 tahun (orang) > 1 tahun (orang) Ketepatan IB : Hanya 1 kali (%) Diulang (%) Tidak bunting (%) Kartu IB : - Dicatat (%) - Tidak dicatat (%) - Tidak ada (%) Jarak lokasilB (km) Biaya IB (Rp)
Keterangan : *Ciri birahi (1) vulva bengkak dan hangat warnakemerahan (2) keluar lender dari vagina, (3) gelisah (menaiki sapi lain atau kandang), (4) dinaiki pejantan atau sapi lain diam saja Keberhasilan tersebut disebabkan rataan rasio jumlah inseminator lebih banyak daripada jumlah
1 40
populasi induk (Tabel
4) ;
yang
pelaksanaan IB ; disamping sapi
memudahkan Bali
memiliki
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
keunggulan sifat reproduksi cukup tinggi (HARDJOSUBROTO, 1994), diantaranya calving interval dapat mencapai 12 bulan dengan calving rate 70% (WIRDAHAYATI dan BAMUALIM, 1994) serta sapi Bali juga memiliki suatu keunggulan yang tidak dimiliki sapi Iainnya, yaitu daya toleransi atau adaptasinya tinggi terhadap lingkungan (DJAGRA et al., 2002) . Walaupun permasalahan IB untuk kejadian kebuntingan cukup berhasil, namun masih adanya permasalahan teknis, yaitu (1) rendahnya realisasi IB terutama di Kabupaten Gianyar (52,5%) dan Klugkung (70,6%), (2) kurangnya peralatan IB dari 380 orang yang memperoleh peralatan IB (AI gun) sebanyak 295 orang dan (3) sering terlambatnya distribusi N2 cair di lapang akibat minimnya jumlah container (DINAS PETERNAKAN PROVINSI BALI, 2005 b) . Respon petemak ternak terhadap program IB untuk semua lokasi di Bali menunjukkan respon positif dengan diperolehnya data survei sebanyak 150 responden peternak lebih dari 100% masih menyukai sapi induknya disilangkan dengan straw beku dari pejantan sapi Bali dengan kelahiran pedet yang dinginkan adalah> 80%jantan, namun peternak di wilayah lahan kering Kecamatan Klungkung 40%
menghendaki pedet yang lahir betina ; dikarenakan di Kabupaten Klungkung populasi induk masih rendah (Tabel 4) sehingga sebagian peternak masih menginginkan sapi bibit dengan harapan menambah sapi induk dengan mengharapkan kelahiran pedet betina . Walaupun hasil wawancara responden 100% menghendaki program IB, namun dari hasil laporan DINAS PETERNAKAN PROVINsi BALi (2005') menyatakan realisasi IB di Kabupaten Gianyar, Bangli dan Klungkung sebesar 19% dari total induk produktif (53 .109 ekor) dan realisasi IB (10 .115 ekor) ; sehinggga di luar wilayah tersebut kemungkinan peternak masih mengawinkan sapi induknya dengan kawin alam . Hal ini sesuai dengan laporan AFFANDHY et al. (2005) melaporkan bahwa pola per-kawinan di wilayah sentra dan pengembangan perbibitan sapi Bali di Provinsi Bali masih menggunakan pejantan alam masing-masing sebesar 51,7% dan 72,7%. Kualitas semen beku dan manajemen IB Faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan kebuntingan antara lain adalah kualitas semen beku dan tatalaksana IB di lapang tampak pada Tabel 3 .
Tabel .3 . Kualitas semen beku sapi Bali dan tatalaksana IB (kecukupan N2 cair dan cara thawing di tingkat inseminator di enam kecamatan dan tiga kabupaten di Provinsi Bali arame er
Kabupaten Bangli Kecamatan Susut (lahan kering)
Kualitas semen beku PH 7,5 f 0,0 Motilitas (%) 35,0 t 0,0 Sperma hidup (%) 45,0 t 0,1 52,5 ± 0,6 Sperma mati (%) 2,5 ± 0,7 Abnonnalitas (%) Tatalaksana pelaksanaan IB Ketinggian N2 cair dalam container (cm) 21,5 Cara thawing Air biasa Waktu thawing (detik) 10 Waktu thawing--di IB 15 (menit)
Kecamatan Tembuku (lahan basah)
Kabupaten Gianyar Kecamatan Kecamatan T. Siring Gianyar (lahan kering) (lahan basah)
Kabupa en Klungkung Kecamatan Kecamatan Klungkung Banjarakan (lahan kering) (lahan basah)
7,5 t 0,0 32,5 f 3,5 43,9 t 6,4 55,1-+6,4 1,0 ± 0,0
7,5 t 0,0 32,5 f 3,5 32,3 t 2,6 67,2 t 1,2 0,5 t 0,7
7,5 t 0,0 22,5 f 3,5 23,4 t 2,0 74,6 ± 0,6 2,0 ± 1,4
7,5 t 0,0 32,5 f 3,5 37,5 f 4,0 62,5 f 4,0 0,0 t 0,0
7,0 f 0,0 37,5 t 3,5 30,4 f 0,5 69,6 t 0,5 0,0 t 0,0
12 .5 Air biasa 5
13 Air sawah 5
13,5 Air biasa 50
23 Air kran 30
26 Air dingin
3
3
20
20
5
15
141
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
Tampak pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kualitas semen beku yang terendah pada lahan basah di Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar, Bali dengan motilitas 22,5 f 3,5% dan sperma hidup 23,4 ± 2,0% dikarenakan lama thawing dan jarak waktu thawing ke inseminasi lebih lama (20 menit) daripada lokasi yang lainnya sehingga S/Cnya sapi-sapi induk di Kecamatan Gianyar sampai mencapai 2 (Tabel 1) . Jarak waktu thawing sampai diinseminasikan yang terbaik tidak lebih dari 15 menit (SELK, 2002) . Sedangkan kualitas semen beku yang terbaik pada lahan kering di Bali dengan motilitas 35,0 f 0,0% dan sperma hidup 45,1 ± 0,1 karena ketinggian N2 cair lebih tinggi daripada lokasi yang lainnya (Tabel 3) ; sehingga jumlah perkawinan sapi-sapi induk tersebut di Kecamatan Susut pada wilayah lahan kering tampak S/C sebesar 1,2 (Tabel 1) . Ketinggian N 2 dalam kontainer yang digunakan untuk menyimpan semen beku sapi Bali (Tabel 3) sudah sesuai dengan yang distandarkan BBIB Singosari (> 13 cm) (ANONIMus, 2006) dan > 15 cm (BOOTHBY dan FAHEY, 1995) dari dasar kontainer. Ketinggian N2 cair yang optimum adalah sebesar 3
inci (7,5 cm) dari puncak ke tangki (LooPER, 2000) . Dengan demikian straw semen beku pejantan sapi Bali masih bisa digunakan untuk induk sapi Bali di tiga kabupatan pada agroklimat lahan kering dan basah walaupun kualitas semen beku lebih rendah (rataan motilitas 32,0% dan sperma hidup 45,4% daripada yang distandarkan oleh BIBD Bali, yaitu motilitas > 40% dan sperma hidup >50 (ANONIMUS, 2003) . Profil akseptor IB Profil akseptor IB, yang meliputi per-kembangan populasi, realisasi, dan rasio inseminator di tingkat kabupaten di Provinsi Bali disajikan pada Tabel 4 . Populasi sapi potong 2005 di Kabupaten Bangli (81 .512 ekor) dan Kabupaten Gianyar (56 .161 ekor) lebih tinggi daripada Kabupaten Klungkung (43 .688 ekor) walaupun di Kabupaten Klungkung penambahan populasi sebesar 4,27% ; sehingga CR-nya hasil IB di Kab . Bangli dan Gianyar > 65% daripada Kabupaten Klungkung (56,8%) (Tabel 4) .
Tabel 4 . Perkembangan populasi, realisasi IB dan imbangan inseminator pada tiga kabupaten di Provinsi Bali Provinsi Bali Topik Kabupaten Bangli Kabupaten Gianyar Kabupaten Klungkung Perkembangan populasi : - Populasi sapi potong 2004 (ekor) 79 .357" 55 .324" 41 .822" - Populasi sapi potong 2005 (ekor) 81 .512" 56.161" 43 .688" - Penambahan populasi (%) +2,64 +1,49 +4,27 Realisasi kegiatan IB 2005 : - Jumlah akseptor (ekor) 2331" 5149, 4431' - Jumlah sapi inseminasi (kali) 2487" 5306, 4507' - Jumlah kelahiran (ekor) 1637" 3850' 2558' - CR (%) 65,8 72,5 56,8 Rasio inseminator 2005 : - Jumlah inseminator (orang) 43q 35' 27' - Wilayah kerja (kecamatan) 4" 7' 4' - Jumlah akseptor (ekor) 2331" 5149' 4431' - Jumlah induk produktif (ekor) 15 .473" 20 .106P 17.530P - Rasio inseminator :wilayah 11 :1 5 :1 7 :1 - Rasio inseminator :akseptor 1 :54 1 :147 1 :164 - Rasio inseminator : induk produktif 1 :360 1 :575 1 :649 Sumber :
PDINAS PETERNAKAN PROVINSI BALI (2005''), `IDINAS PETERNAKAN PERIKANAN KABUPATEN BANGLI
(2005), `DINAS PETERNAKAN,
PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN G IANY.AR (2005), 'DINAS PETERNAKAN DAN KELAUTAN KABUPATEN KLUNGKUNG (2005),
h
'DINAS PETERNAKAN PROVINSI BALI (2005 )
Tingginya nilai CR pada sapi Bali dikarenakan jumlah inseminator lebih banyak 43 orang (Kabupaten Bangli) dan 35 orang (Kabupaten Gianyar) daripada di Kabupaten Klungkung (27 orang). Namun secara keseluruhan imbangan
1 42
inseminator dengan akseptor masih rendah sekitar 1-2 ekor/inseminator/hari sehingga keberhasilan kebuntingan lebih baik, di samping sapi Bali mempunyai keunggulan sifat reproduksi
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pangan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
(HARDJOSUBROTO,
1994) serta masih perlu penambahan akseptor. Rasio tertinggi antara jumlah inseminator dengan populasi induk dalam program IB adalah sebesar 1 : 75-100 ekor induk per desa (YusRAN et al., 2001) .
ANONIMUS .
Selain itu, ketepatan dan realisasi teknologi IB secara keseluruhan di beberapa lokasi (Kabupaten Bangli, Gianyar dan Klungkung) masih cukup tinggi sehingga secara spesifik keberhasilan kebuntingan di lokasi tersebut kemungkinan memenuhi waku saat IB yang cukup panjang sehinggga nilai S/ C induk akseptor IB tampak rendah dan > 50% perkawinan satu kali (Tabel 1) .
BOOTHBY,
KESIMPULAN DAN SARAN
2006 . Pejantan Sapi Potong dan Kambing . Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari . Direktorat Jendral Peternakan . Deptan. D . and G . FAHEY . 1995 . A Practical guide artificial breeding of cattle . Agmedia, East Melbourne Vic 3002 . pp 127 .
DINAS
dan KELAUTAN KABUPATEN 2005 . Laporan Inseminasi Buatan Tahun 2005 . Pemerintah Kabupaten Klungkung . (4 halaman) . PETERNAKAN
KLUNGKUNG .
dan KELAUTAN 2005 . Laporan Inseminasi Buatan Tahun 2005 . Pemerintah Kabupaten Gianyar. (12 him).
DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN KABUPATEN
Kesimpulan Penggunaan teknologi IB pada sapi potong di Bali pada wilayah agroklimat lahan kering dan basah tidak menunjukkan permasalahan yang berarti dengan ditunjukkan rendahnya S/C (< 2) dan pendeknya calving interval (12-13 bulan) . Saran
GIANYAR .
DINAS PETERNAKAN PERIKANAN KABUPATEN BANGLI .
2005 . Informasi Data Tahun 2005 . Pemerintah Kabupaten Bangli . Jl . Brigjen Ngurah Rai No 24, Bangli . (55 him) . 2004 . Laporan Tahun 2004. Provinsi Bali . Him 55 .
DINAS PETERNAKAN KABUPATEN TABANAN .
Guna menunjang keberhasilan program IB, disarankan kepada insemanor waktu efektif untuk waktu thawing untuk semen beku kurang dari 1 menit dengan menggunakan air yang suhunya berkisar antara 25-30 ° C (27,5°C) dengan penambahan N 2 cair setiap minggu sekali .
2OOSa . Laporan Cacah Jiwa Ternak di Provinsi Bali tahun 2005 . J1 . Angsoka, Denpasar. Him 1, 45, 70, 118 .
DINAS PETERNAKAN PROVINsi BALI .
DAFTAR PUSTAKA
2005 6 . Laporan Kegiatan Pelayanan Inseminasi Buatan (IB) tahun 2005 . UPTD Peternakan Provinsi Bali . (10 him) .
DINAS PETERNAKAN PROVINSI BALI . AFFANDHY,
L ., D .
PAMUNGKAS, HARTATI, P.W.
dan T. SUSILOWATI . 2005 . Peningkatan Produktivitas Sapi Potong Melalui Efisiensi Reproduksi . Laporan Penelitian . Loka Penelitian Sapi Potong . PRIHANDINI, P. SITUMORANG
2003 . Semen Beku Sapi Bali (murni) . Diproduksi oleh Seksi Prosesing Semen Beku UPTD Peternakan . Dinas Peternakan Provinsi Bali .
Statistical Book On Livestock . Bina Produksi . Departemen Pertanian . Him . 88-93 .
DITJEN PETERNAKAN . 2002 .
ANONIMUS .
I .G .N . RAKA HARYANA, I .G .M . PUTRA, I .B . MANIRA dan A .A . OKA. 2002 . Ukuran standar tubuh sapi Bali Bibit . Laporan Hasil
DJAGRA, l .B .,
1 43
Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia XXVII Dukungan Teknologi Untuk Meningkatkan Produk Pdngan Hewani Dalam Rangka Pemenuhan Gizi Masyarakat
Penelitian Kerjasama Bappeda Provinsi Bali
SAID, S ., E .M . KAIIN, F. AFIATI, M . GUNAWAN, dan B .
dengan Fakultas Peternakan Universitas
TAPPA . 2004 . Perbaikan teknik pembekuan : pengaruh ketinggian straw dan penggunaan
Udayana .
rak dinamis . Prosiding Seminar Nasional . HAFEZ, E .S .E . 2000 . Reproduction In Farm Animals . 7" Edition . Reproductive Health Center .
Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor 4-5 Agustus, 2004 : 57-60 .
IVF Andrology Laboratory. Kiawah Island, South Carolina, USA . pp 509 .
HARDJOSUBROTO, W. 1994 . Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan . Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Hlm . 159 .
LOOPER, M . 2000 . Proper Semen Handling Improves Conception Rate of Dairy Cows . College of Agriculture and Home Economic New
SELK, G . 2002 . Artificial insemination for beef cattle . h ttp ://www.osuextra.com . (12 Januari 2006) . WARDHANI, M.K ., A . MUSOFIE, U . UMIYASIH, L. AFFANDHY, M.A. YUSRAN dan D .B . WIJONO . 1993 . Pengaruh perbaikan gizi terhadap kemampuan reproduksi sapi Madura . Dalam : KoMARUDIN-MA'SUM et al. (Ed) . Pros. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura Sub Balitnak Grati . 164-167 .
Mexico State University.
NICHOLAS, M .J . and H .M . BUTTERWOTH . 1986 . A Guide to Condition Scoring of Zebu Cattle .
WIRDAHAYATI, B . and A . BAMUALIM . 1994 . Cattle management system in NusaTenggara, Indonesia . In : Proc. Of 7'" AAAP Anim . Sci . Congress Vol . II, Bali : 149-151 .
International Livestock Centre For Africa . Addis Ababa .
RIADY, M . 2006. Implementasi program menuju swasembada daging 2010 . Strategi dan Kendala . Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak, 56 September, 2006 .
1 44
YUSRAN, M .A .,
L . AFFANDHY dan SUYAMTO . 2001 . Pengkajian keragaan, permasalahan dan alternatif solusi program IB sapi potong di Jawa Timur . Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001 . Puslitbang . Peternakan, Bogor. Hlm . 155-167 .