Analisis tingkat adopsi Inseminasi Buatan oleh peternak sapi Bali di Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan Amidah Amrawati dan St .Nurlaelah Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan Fak . Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar
Abstract A study was conducted to analyse the adoption rates of Artificial Insemination (A .1) by Bali cattle farmers in Sub District of Bontonompo, Gowa, South Sulawesi from February to April 2007 . Samples taken were 15% (30 farmers) from a total of 200 farmers . Data were collected directly by the interviewed farmers . The adoption rate was classified into 5 categories : (1) innovators, (2) early adopters, (3) early majority, (4) late majority and (5) laggards . Results indicated that the fastest rate adopters were early majority farmers (30%) and followed by the late majority (23 .3%), while slowest adopters were the innovator farmers (10%) . Early adopters and laggards adopted the A .I technology moderately with a rate of 20 and 16 .7 %, respectively . Key words : adoption, farmers, Artificial Insemination
Pendahuluan Sejalan arah kebijakan pembangunan pertanian, maka pemerintah Sulawesi- Selatan berupaya meningkatkan sektor pertanian dengan pemberdayaan masyarakat dan penerapan teknologi pada semua sub-sektor pertanian terniasuk sub-sektor peternakan . Sub-sektor peternakan dalam kaitannya dengan pembangunan nasional diprioritaskan untuk meningkatkan produk peternakan, melalui peningkatan populasi ternak dengan menjaga serta meningkatkan mutu genetiknya . Hal ini sesuai tujuan program pengembangan Peternakan dilaksanakan melalui program inseminasi buatan . Pengembanagan program Inseminasi Buatan (IB) di Sulawesi Selatan di mulai sejak tahun anggaran 1991/1992 sampai sekarang . Salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang menjadi pengem bangan, program Inseminasi Buatan (IB) adalah Kabupaten Gowa . Program ini sangat perlu dilakukan secara simultan dan terpadu antara pemerintah dan masyarakat karena akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani peternak sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terwujud . Dalam aplikasinya tentunya banyak mengalami tantangan baik dari masyarakat maupun dari pemerintah, sehingga mempengaruhi daya adopsi masyarakat terhadap inovasi tersebut. Peran serta pemerintah dalam penerapan inovasi atau teknologi sangat menentukan, khususnya peranan penyuluh dalam penyelenggaraan penyuluhan . Dari hasil studi diketahui bahwa beberapa titik kelemahan dalam penyuluhan pertanian di Indonesia yaitu penyusunan materi penyuluhan dimulai dari atas kebawah atau dikenal dengan top down, sehingga 86
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
menyebabkan penyuluhan yang salah sasaran dan kerugian dalam peningkatan produktifitas pertanian . Keberhasilan Program Inseminasi Buatan (IB) banyak ditentukan oleh perilaku peternak, karena mengambil keputusan untuk mau atau tidak mengadopsi inovasi dipengaruhi oleh karakteristik seseorang . Menurut Dinas Peternakan Kab . Gowa (2007), bahwa jumlah peternak sapi Bali tiap tahunnya mengalami peningkatan . Tahun 2002 jumlah peternak sebanyak 495 orang, dan menjadi 903 orang peternak ditahun 2006. Sedangkan peternak yang ikut program Inseminasi Buatan (IB) cukup lamban bahkan pada tahun 2002 dan 2003 tidak mengalami peningkatan yaitu 200 orang peternak dan kalau kita melihat secara keseluruhan dengan jumlah peternak yang ikut program Inseminasi Buatan (IB) cenderung menurun setiap tahunnya . Dari hal diatas menunjukkan rendahnya keikutsertaan masyarakat peternak dalam program Inseminasi Buatan (IB) di Kecamatan Bontonompo . Melihat tujuan program Inseminasi Buatan (IB) ini untuk meningkatkan produksi sapi Bali, namun keikutsertaan petani peternak dalam program Inseminasi Buatan (IB) masih rendah . Keikutsertaan petani peternak terhadap program inseminasi buatan tidak terlepas dari peranan penyuluhan peternakan dengan membantu penerapan adopsi inovasi inseminasi buatan . Berdasarkan uraian di atas, maka dilaksanakan penelitian untuk melihat dan menganalisis tingkat adopsi inovasi inseminasi buatan, dengan tujuan adalah untuk mengetahui tingkat adopsi inovasi Inseminasi Buatan (IB) oleh peternak sapi Bali di Kec . Bontonompo Kab . Gowa. Diharapkan penelitian ini akan berguna sumber informasi dan masukan kepada pihakpihak yang berkompeten dalam program Iseminasi Buatan, dan bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan penyuluhan terutama yang menyangkut Adopsi Inonasi Inseminasi Buatan (IB) . Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa dengan pertimbangan kecamatan ini merupakan daerah pengembangan Inseminasi Buatan, dilaksanakan mulai bulan Februari sampai April 2007 . Sampel diambil 15 % dari populasi (200 peternak), dan didapatkan sampel sebanyak 30 peternak . Data primer diambil dari hasil wawancara langsung dengan peternak sapi Bali yang mengikuti program IB yang ada di Kecamatan Bontonompo . Data sekunder bersumber dari instansi terkait dengan penelitian, seperti Dinas Peternakan, Badan Pusat Statistik dan lain-lain serta bahan pustaka yang mendukung materi penelitian . Metode analisis uyang digunakan dalampenelitian ini adalah analisis Stastik Deskriptif dengan menggunakan Tabel Distribusi Frekwensi dengan pengukuran memakai Skala ordinal .(Faisal . S, 2003 : 163, 167) . Pengelompokan kedalam Tingkat Adopsi peternak di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa dilakukan dengan menggunakan asumsi dasar interval kelas sebagai berikut Re n tan g Kelas =
Angka tertinggi - Angka terendah Golongan adopter
Golongan Adopter Yaitu
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
87
1 . Innovators (Pelopor) 2 . Early Adopters (Penerap dini) 3. Early Majority (Penerap awal) 4 . Late Majority (Penerap lambat) 5 . Laggard (Penerap paling akhir) Angka Tertinggi
= Paling lambat mengadopsi
Angka Terendah
= Paling cepat mengadopsi
Angka tertinggi
= 2005 - 1992 = 13 (Th)
Angka terendah
= 1992 - 1992 = 0
Rentang Klas = 13- 0 = 2,6 (Th) 5 Berdasarka rumus diatas maka didapatkan skala intervalnya sebagai berikut • Inovator
(0-2,6)
• Early Adopter
(2,7 - 5,3)
• Early majority
(5,4 - 8)
• Late majority (8,1-10,7) • Laggard
( 10,8 - 13,4 )
Untuk melihat tingkat adopsi Inseminasi Buatan digunakan penilaian berdasarkan pembobotan dengan memberi skor pada setiapvriabel pengukurannya dengan menggunakan skala likert, kemudian dianalisis dengan menggunakan skala interval . Hasil clan Pembahasan Golongan Adopter Adopsi Inovasi Inserninasi Buatan (IB)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan golongan adopter adopsi inovasi lB oleh peternak sapi Bali di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Tabel 1 . Tabel I No
I 2 3 4 5
88
Golongan Adopter Adopsi Inovasi Inseminasi Buatan (IB) Sapi Bali Di Kecamatan Bonto Nompo kabupaten Gowa .. Tingkat Adopsi Inovator Early Adopter Early Majority Late Majority Langgard Jumlah
Frekwensi 3 6 9 7 5
Persent ase (%) 10
30
100
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
20 30 23,3
16,7
Golongan adopter early majority merupakan golongan adopter yang mayoritas (Tabel 1) karena golongan ini yang paling mudah dipengaruhi, namun golongan ini selalu hati-hati terhadap inovasi dan takut gagal sehingga golongan ini cenderung menunggu dan melihat keberhasilan dari golongan adopter diatasnya yaitu early adopter . Golongan ini dijadikan patokan karena karakteristik usahanya yang hampir sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasaputra (1994) yang mangemukakan bahwa, sifat dari golongan ini dimiliki oleh kebanyakan petani . Penerapan teknologi dapat dikatakan lebih lambat dari golongan diatas tetapi lebih mudah terpengaruh dalam hal teknologi baru lebih meyakinkan dalam meningkatkan usaha taninya . Yaitu lebih meningkatkan pendapatan dan dapat meningkatkan cara kerja dan cara hidupnya . Namun demikian mereka bersifat hati-hati dan takut gagal . Oleh karena itulah golongan ini baru mengikutinya setelah jelas adanya kenyataan-kenyataan yang memungkinkan . Golongan inovators merupakan jumlah terendah yang hanya terdiri dari 3 (tiga) orang dengan persentase 10 %. Jumlah golongan ini cukup tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Rogers dan Shoemaker (1997) dimana jumlah innovator sebanyak 2,5 % dari seluruh golongan adopter. Golongan inilah yang merintis datangnya inovasi dan menerapkannya pertama kali walaupun dalam jumlah yang kecil, golongan ini selalu berusaha untuk mengajak peternak lain untuk ikut dalam program inseminasi buatan . Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasaputra (1994) yang menyatakan bahwa golongan petani innovator (pelopor) selalu merintis, mencoba dan menerapkan teknologi baru dalam pertanian . Di samping itu, meereka innovator dalam menerima penyuluhan pertanian . Bahkan mereka mengajak/menganjurkan petani lainnya untuk ikut penyuluhan . Innovator mempunyai sifat selalu ingin tahu, ingin mencoba, ingin mengadakan kontak dengan para ahli (Lembaga Penelitian, Balai Pendidikan Tanaman, Fakultas Pertanian dan Dinas Pertanian setempat) . Hal itu dimaksudkan untuk memperoleh keterangan, penjelasan, bimbingan agar dalam masyarakat terdapat pembaharuan, baik dari berpikir, cara kerja dan cara hidup . Analisis TingkatAdopsi Inovasi Inseminasi Buatan (18)
Untuk melihat melihat tingkat adopsi inovasi inseminasi buatan oleh peternak sapi Bali di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa pada berbagai golongan adopter dapat dilihat dari total j umlah pembobotan dari tiap-tiap golongan adopter (Tabel 2). Total bobot dari seluruh golongan adopter yaitu mencapai jumlah bobot 365, ini menunjukkan bahwa tingkat adopsi inovasi inseminasi buatan oleh peternak sapi Bali di Ke . Bontonompo Kab . Gowa cukup tinggi (365) . Tingkat adopsi inovasi inseminasi buatan di kecamatan ini yang paling berpengaruh adalah umur yang relatif cukup muda dengan jumlah bobot 68 . Hal ini sesuai dengan pernyataan (Soekartawi, 1988) yang mengemukakan bahwa makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut . Tingginya adopsi inovsi inseminasi buatan juga didorong oleh peternak yang cukup Berani menanggung resiko dengan jumlah bobot mencapai 59 . Menurut Soekartawi (1988), mereka berani mengambil resiko kalau adopsi inovasi itu benar-benar telah meyakini . Sedangkan intensitas penyuluhan yang diikuti peternak berada pada skala rendah karena jumlah bobotnya hanya 35 . Rendahnya keikutsertaan peternak dalam penyuluhan dan jarangnya diadakan penyluhan peternakan khususnya inovasi inseminasi buatan tidak menyurutkan
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Patu, 24 November 2008
89
minat peternak untuk mengadopsi inseminasi buatan . Untuk melihat lebih jelas tingkat adopsi inovai inseminasi buatan oleh petemak sapi Bali di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa, dapat dilihat pada Gambar 1 . Tabel 2
Total Bobot Golongan Adopter Inovasi Inseminasi Buatan (IB) Oleh Peternak Sapi Bali Di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa . Golongan Adopter
No
Innovator Early Adopter Early Majority Late Majority 5 Laggard TTL (bobot)
Umur
Pendi dikan
Pen daas pat
1
5
6
6
2 3 4
13 23 17
12 20 11 6 55
12 19 9 9 55
10 68
Skala Usaha
Sumber Info
4 10 12 7 7 40
7 12 18 9 7 53
Intensitas Pe nyulu han 6
Kbrn Rsk
TTL (bobot)
9
43 78 120 72 52 365
6 10 6 7 35
13 18 13 6 59
365 90
270
450 650 III 1 1 I 1 R Keterangan : R CT T
CT
T
= Rendah = Cukup Tinggi = Tinggi
Gambar I Tingkat Adopsi Inovasi Inseminasi Buatan (IB) Oleh Peternak Sapi Bali Di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa. Kondisi umur golongan adopter yang paling muda adalah early majority karena (56%) sedangkan yang paling tua adalah inovator karena (43%) . Keadaan pendidikan golongan adopter dikecamatan Bontonompo kabupaten Gowa yaitu golongan late majority dengan 43 dari golongan ini berpendidikan rendah sedangkan golongan yang paling tinggi adalah langgard karena 40% . Keadaan pendapatan dari kelima golongan adopter terlihat bahwa golongan late majoryti memiliki pendapatan terendah sedangkan pendapatan tertinggi adalah inovator dan early adopter. Kondisi skala usaha dari golongan adopter terlihat bahwa golongan late majority memiliki skala usaha yang semuanya skala kecil sedangkan langgar ada 20 % yang skala usahanya besar. Pada golongan adopter terlihat bahwa golongan laggard memiliki sumber informasi terendah (80% sumber informasinya kecil) sedangkan golongan early adopter dan early majority paling tinggi (22% sumber informasinya besar) . Intensitas penyuluhan yang diikuti oleh golongan adopter yaitu golongan early adopter dan laggard 100% tidak mengikuti penyuluhan, sedangkan late majority 43%, pemah mengikuti penyuluhan . Kondisi keberanian menanggung resiko dari golongan late majority adalah 100% takut menanggung resiko, sedangkan golongan inovator semuanya berani menanggung resiko .
90
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
Tabel 3
Persentase Karakteristik Tingkat Adopsi Inovasi Inseminasi Buatan (IB) Oleh Peternak Sapi Bali Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa
Golongan Adopter _
Umur
Pendidikan
Pendapatan
Skala Usaha
M CT T R CT T R CT T K 33 33 33 33 67 Innovator 0 67 43 33 33 3 50 19 33 33 33 33 33 33 67 Early Adopter 56 44 0 33 56 11 22 45 23 67 Early Majority 43 43 14 43 57 0 71 29 0 100 Late Majority 14 57 29 40 20 40 40 40 20 80 Laggard Sumber : Data Primer Responden yang Telah Di Olah, 2007 . Keterangan : M = Muda CT = Cukup Tua (Umur) T = Tua (Umur) R = Rendah ( Pendidikan/Pendapatan/Intensitas Penyuluhan) CT = Cukup Tinggi (Pendidikan/Pendapatan) T = Tinggi (PendidikanlPendapatan/Intensitas Penyuluhan) K = Kecil (Skala Usaha) CB = Cukup Besar (Skala Usaha) B = Besar (Skala Usaha) K = Kurang (Sumber Informasi) CB = Cukup Banyak (Sumber Informasi) B = Banyak (Sumber Informasi) T = Takut (Keberanian Menanggung Resiko) CB = Cukup Berani (Keberanian Menaggung Resiko) B = Berani (Keberanian Menaggung Resiko)
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
CB 43 43 33 0 0
Sumber Informasi B 0 0 0 0 20
K 43 22 22 0 80
CB 67 66 56 57 20
B 0 22 22 43 0
Intensitas Penyuluhan R C T 33 33 33 100 0 0 89 11 0 0 57 43 100 0 0
Keberanian Mngg Resiko T CB B 0 0 100 33 50 19 11 78 11 100 0 0 80 20 0
91
Kesimpulan dan Saran Bardasarkan hasil penelitian tentang Analisis Tingkat Adopsi Inovasi Inseminasi Buatan (IB) oleh Peternak Sapi Bali Di Kecamatan Bonto Nompo Kabupaten Gowa, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peternak sapi Bali di Kecamatan Bonto Nompo Kabupaten Gowa dapat digolongkan menjadi 5 tingkatan adopter (penerap Inovasi) yaitu : Inovator 10 %, early adopter 20 %, early majority 30 %, dan late majority 23,33 % serta langgard 16,67 % . Tingkat adopsi inovasi inseminasi buatan (IB) oleh peternak sapi Bali di Kecamatan Bonto Nompo Kabupaten Gowa, cukup tinggi dengan jumlah bobot mencapai (365) . Setelah melihat hasil dari penelitian yang kami lakukan mengenai analisis tingkat adopsi inovasi inseminasi buatan (IB) oleh peternak sapi bali di Kecamatan Bonto Nompo Kabupaten Gowa, maka dapat di sarankan agar peneliti selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam tingkat adopsi inovasi didaerah ini dengan melihat faktor-faktor yang menpengaruhi tingkat adopsi inovasi inseminasi buatan di Kecamatan Bonto Nompo Kabupaten Gowa .
Daftar Pustaka Aminawar. M, dkk ., 1993 . Dasar Penyuluhan Suatu Pengantar . Uniniversitas Hasanuddin Fakultas Peternakan, Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Makassar Anonim ., 1996 . Inseminasi Buatan Pada Kambing . Departemen Pertanian dan Instalasi Pertanian, Ujung Pandang . Alma, B ., 2000 . Kewirausahaan . Alfabet Bandung . Bandini, Y ., 1997 . Sapi Bali . Penebar Swadaya, Jakarta. Blakely, Y ., 1997 . Sapi Bali . Penebar Swadaya, Jakarta. Drucker Feter, F ., 1990 . Inovasi dan Kewirausahaan : Praktek dan Dasar .Erlangga, Jakarta . Faisal, S ., 2003 . Format-Format Penelitian Sosial . PT . Raja Garafindo Persada, Jakarta . Hadi, S ., 2202 . Metodologi Research . Penerbit ANDI, Jakarta. Herman, Michael and Doak., 1994 . Dalam Rita 2003 . Pengaruh Kompetisi Sumber daya manusia dalam Pelaksanaan Program Terhadap Produktivitas Hasil IB di Kab, Bantaeng . Universitas Hasanuddin, Makassar . Hunter, 1995 . Fisiologi dan Teknologi Produksi Hewan Betina Domestik . ITB, Bandung. Husnah, 1986 . Manajemen Personalia. Edisi Ke-4 DFE, Yogyakarta . Kartasaputra . A .G ., 1994 . Teknologi Penyuluhan Pertanian . Bumi Aksara, Jakarta . Murtidjo, B .A ., 1993 Beternak Sapi Potong . Karnisius, Yogyakarta . Peter and Ball ., 1987 . Dalam Rita 2003 . Pengaruh Kompetisi Sumber Daya Manusia dalam Pelaksanaan Program Terhadap Produktivitas Hasil IB di Kab, Bantaeng . Universitas Hasanuddin, Makassar . Plippo dan Hasibuan, 1991 . Manajemen Sumber Daya Manusia . Bumi Aksara, Jakarta . Raharjo . M .D, 1986 . Transformasi, Industri Transilisasi dan Kesempatan Kerja . Penerbit Universitas Indonesia (UI - Press), Jakarta . Soeharliono, L ., 1997 . Penyuluhan, Petunjuk Bagi Penyuluhan Pertanian . Penerbit Erlangga, Jakarta. Soekartawi, 1988 . Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian . Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Soetisin, L ., 1999 . Pertanian Pada Abad Ke-21 . Direktorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta . Supriadi, H . Purba, S ., 2000 . Ketersediaan dan Kendala Adopsi Teknologi Usaha Tani Ladang Rawa Pasang Surut . Pusat Penelitian Sosial Pertanian, Bogor . Toelihere, M .R ., 1993 . Inseminasi Pada Ternak . Angkasa, Bandung . Van Den Ban and Howkninis, H .S ., 1999 . Penyuluhan Pertanian . Penerbit Karnisius, Yogyakarta .
92
Prosiding Seminar Nasionat Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
Yasin, S. dan Dilaga, S .H ., 1993 . Peternak Sapi Bali dan Permasalahannya. Bumi Aksara, Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Sapi Potong - Palu, 24 November 2008
93