perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Teori Kebijakan Publik Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa Inggris. Kata policy diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan
atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau
diadopsi oleh suatu pemerintahan, partai politik, dan lain-lain. Analisis kebijakan publik walaupun merupakan bagian dari
studi Hukum
Administrasi Negara tetapi bersifat multi disipliner, karena meminjam banyak teori, metode dan teknik dari studi ilmu sosial, ekonomi, politik dan psikologi.23 James E. Anderson mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah.24 Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor atau bidang pembangunan, contohnya : perdagangan, transportasi, pertanahan, dan sebagainya. Disamping itu dilihat dari hierarkinya, kebijakan publik dapat bersifat lokal, nasional, maupun regional, seperti : Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan lain-lain. Dalam pembuatan kebijakan terdapat tahap-tahap yang harus dilewati agar suatu kebijakan dapat disusun dan dilaksanakan dengan
baik. Tahap-tahap penting tersebut
sangat diperlukan sebagai upaya melahirkan kebijakan yang baik dan dapat diterima sebagai sebuah keputusan.
23
AG. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi, ctk. Keenam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2012, hlm. 1. 24
Ibid, hlm. 2.
commit to user 14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
James E. Anderson menetapkan proses (tahap-tahap) kebijakan publik, sebagai berikut :25 a. Formulasi masalah (problem formulation) : Apa masalahnya ? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan ? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda kebijakan ? Pengertian formulasi masalah (penyusunan agenda kebijakan), yakni sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalahmasalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas dan diseleksi. Beberapa masalah dimasukkan dalam agenda untuk dipilih. Terdapat masalah yang ditetapkan sebagai fokus pembahasan, masalah yang mungkin ditunda pembahasannya, atau mungkin tidak disentuh sama sekali. Masing-masing masalah yang dimasukkan atau tidak dimasukkan dalam
agenda memiliki argumentasi masing-masing.
Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap penyusunan agenda harus secara jeli melihat masalah-masalah mana saja yang memiliki tingkat relevansi tinggi dengan masalah kebijakan. Sehingga pemilihan dapat menemukan masalah kebijakan yang tepat. b. Formulasi kebijakan (formulation) : Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut ? Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan ? Masalah yang sudah dimasukkan dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan dalam tahap formulasi kebijakan. Dari berbagai masalah yang ada tersebut ditentukan masalah mana yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan. c. Penentuan Kebijakan (adaption) : Bagaimana alternatif ditetapkan ? Persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus dipenuhi ? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan ? Apa isi kebijakan yang telah ditetapkan ?
25
Ibid, hlm. 12.
commit to user 15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Tahap ini sering disebut juga dengan tahap legitimasi kebijakan (policy legitimation) yaitu kebijakan yang telah mendapatkan legitimasi. Masalah yang telah dijadikan sebagai fokus pembahasan memperoleh solusi pemecahan berupa kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan. d. Implementasi
(implementation)
:
Siapa
yang
terlibat
dalam
implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan ? Apa dampak dari isi kebijakan ? Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan, karena suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan. Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak serta merta berhasil
dalam
implementasi.
Dalam
rangka
mengupayakan
keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin. e. Evaluasi (evaluation) : Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan diukur ? Siapa yang mengevaluasi kebijakan ? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan ? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan/pembatalan? Pada tahap ini kebijakan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi untuk dilihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah atau tidak. Selain itu ditentukan kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan telah meraih hasil yang diinginkan. Penilaian tidak hanya menilai implementasi dari kebijakan. Namun lebih jauh, penilaian ini akan menentukan perubahan terhadap kebijakan. Suatu kebijakan dapat tetap seperti semula, diubah atau dihilangkan sama sekali.
commit to user 16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lingkungan kebijakan seperti adanya pengangguran, kriminalitas, krisis ekonomi, gejolak politik yang ada pada suatu negara akan mempengaruhi atau memaksa pelaku atau aktor kebijakan untuk meresponnya, yakni memasukkannya ke dalam agenda pemerintah dan
selanjutnya melahirkan
kebijakan publik untuk
memecahkan
masalah yang bersangkutan. Misalnya kebijakan pengembangan investasi yang dapat menyerap tenaga kerja, kebijakan penegakan hukum untuk mengatasi kriminalitas, kebijakan pengurangan pajak untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dan kebijakan keamanan untuk mengatasi politik.26
gejolak
Dalam
pandangan
pakar
politik David
Easton
sebagaimana dikutip oleh James E. Anderson dan Dye, kebijakan publik dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, konversi dan output.27 Dalam konteks ini ada dua variabel makro yang mempengaruhi kebijakan publik, yakni lingkungan domestik; dan internasional. Pernyataan James E.Anderson ini digambarkan, sebagai berikut :28
L I
Sistem Ekologi Sistem Politik
Sistem Biologi
N G
Sistem Personalitas
Lingkungan Domestik
UmpanBalik Informasi
K Sistem Sosial
I Tuntutan N P U T
Output U N
Sistem Politik Internasional
G Sistem Ekologi Internasional A Sistem Sosial N Internasional
Konversi Tuntutan
Menjadi Output Dukungan
Lingkungan Internasional
O T O R I S A S I
Umpan Balik Informasi Umpan Balik
Bagan I. Teori Kebijakan Publik Menurut Pendekatan Sistem 26
Ibid, hlm. 14.
27
Ibid.
28
Ibid, hlm. 18.
commit to user 17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Baik lingkungan domestik maupun internasional dapat memberikan input yang berupa dukungan dan tuntutan terhadap sebuah sistem politik. Kemudian para aktor dalam sistem politik akan memproses/mengonversi input tersebut menjadi output yang berwujud peraturan dan kebijakan. Peraturan dan kebijakan tersebut akan diterima oleh masyarakat, selanjutnya masyarakat akan menerima umpan balik dalam bentuk input baru
kepada sistem
politik
tersebut.
Apabila kebijakan tersebut
memberikan memberikan insentif, maka masyarakat akan mendukungnya. Dalam pengertian ini James E. Anderson menyatakan, kebijakan selalu terkait dengan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan dapat berupa sasaran atau tujuan dari program-program pemerintah. Penetapan kebijakan tersebut dapat secara jelas diwujudkan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan atau dalam pidato-pidato pejabat teras pemerintah serta program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Kebijakan publik pada akhirnya harus dapat memenuhi kebutuhan dan mengakomodasi kepentingan masyarakat, penilaian akhir dari sebuah kebijakan publik adalah pada masyarakat. Kebijakan publik adalah bentuk nyata dari ruh negara dan bentuk kongkrit dari proses persentuhan Negara dengan rakyatnya. Sebab dengan adanya kesadaran ini sesungguhnya kita sedang mencermati aspek dinamis dan aspek yang hidup dari relasi negara dengan rakyatnya. Paradigma kebijakan publik yang kaku dan tidak responsif akan menghasilkan wajah negara yang kaku dan tidak responsif pula. Demikian juga sebaliknya, paradigma kebijakan publik yang luwes dan responsif akan menghasilkan wajah negara yang luwes
dan responsif pula. Proses kebijakan baru
dimulai ketika para pelaku kebijakan mulai sadar bahwa adanya situasi permasalahan, yaitu situasi yang dirasakan adanya kesulitan atau kekecewaan dalam perumusan kebutuhan, nilai dan kesempatan.
commit to user 18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
William Dunn berpendapat, bahwa metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia, meliputi : definisi, prediksi, preskripsi, deskripsi, dan evaluasi. Dalam analisis kebijakan prosedur-prosedur tersebut memperoleh nama khusus, yakni : penyusunan agenda; formulasi kebijakan; adopsi/legitimasi kebijakan; dan penilaian/evaluasi kebijakan.29 Keberhasilan
implementasi
menurut
dipengaruhi oleh dua variable besar, yakni :
Merilee
S.
Grindle,
isi kebijakan (content of
policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation).31 Variable isi kebijakan menurut Grindle mencakup :32 a. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan ? b. Jenis manfaat yang diterima oleh target groups, yakni adalah sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat. c. Sejauh mana perubahan ? Suatu program yang bertujuan mengubah sikap
dan
perilaku
kelompok
sasaran,
relatif
lebih
sulit
diimplementasikan daripada program sekedar memberikan bantuan. d. Apakah letak program sudah tepat ? e. Apakah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci ? f. Apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai ? Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup :33 a. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan ? b. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa. c. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran . 29
Akmal, Dinamika Kebijakan Publik, artikel dalam Http://dinamikakebijakanpublik.blogspot.com, diakses 23 September 2013, jam 00.22 WIB. 31
Ibid.
32
Ibid.
33
Ibid.
commit to user 19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Model implementasi kebijakan menurut Grindle dapat digambarkan sebagai berikut :34 Tujuan kebijakan
Tujuan ingin yang dicapai
Program aksi dan proyek individu yang didesain dan didanai
Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh: 1) Isi kebijakan : a) Kepentingan kelompok sasaran b) Tipe manfaat c) Derajad perubahan yang diinginkan d) Letak pengambilan keperluan e) Pelaksanaan program f) Sumber daya yang dilibatkan 2) Konteks kebijakan a) Kekuasaan, kepentingan, strategi aktor yang terlibat b) Karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa c) Tingkat kepatuhan dan adanya respons dari pelaksana
Hasil kebijakan 1. Dampak pada masyarakat, individu, dan kelompok 2. Perubahan dan penerimaan masyarakat
program yang dilaksanakan sesuai Mengukur Keberhasilan
Bagan II. Implementasi Kebijakan (Grindle) Dalam gambar Grindle menjelaskan bahwa isi program harus menggambarkan bahwa kepentingan yang dipengaruhi (interest affected), jenis manfaat (type of benefit), derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisoned), status pembuat keputusan (site of decision making), pelaksana program (program implementers), serta sumber daya yang tersedia (resources commited).35 Program dalam konteks implementasi kebijakan publik terdiri dari beberapa tahap, yaitu terdiri dari :36 a. Merancang bangun (design) program beserta perincian tugas dan perumusan tujuan jelas, penentuan ukuran prestasi yang jelas serta biaya dan waktu; 34
AG. Subarsono, op. cit, hlm. 93-94.
35
Ibid.
36
Mulyono, Pendekatan Implementasi Kebijakan, Http://mulyono.staff.uns.ac.id/2009/05/02/pendekatan-implementasi-kebijakan, 3 November 2013, jam 15.08 WIB.
commit to user 20
dalam diakses
perpustakaan.uns.ac.id
b. Melaksanakan
digilib.uns.ac.id
(application)
program
dengan
mendayagunakan
struktur-struktur dan personalia, dana serta sumber-sumber lainnya, prosedur dan metode yang tepat; dan c. Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana-sarana pengawasan yang tepat guna serta evaluasi dari hasil pelaksanaan kebijakan. Masih membahas mengenai unsur-unsur implementasi kebijakan publik. Unsur yang terakhir adalah target groups atau kelompok sasaran, mendefinisikan bahwa target group adalah sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat yang akan menerima barang atau jasa yang akan dipengaruhi perilakunya oleh kebijakan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kelompok sasaran dalam konteks implementasi kebijakan bahwa karakteristik yang dimiliki oleh kelompok sasaran, seperti : besaran kelompok, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman, usia, serta kondisi sosial ekonomi mempengaruhi terhadap efektivitas implementasi kebijakan tersebut. 2. Teori Sistem Hukum Dalam upaya menciptakan masyarakat yang harmonis dan teratur maka dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu sistem hukum. Sistem merupakan satu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur atau elemen yang saling berinteraksi satu sama lain. Dalam sistem tidak menghendaki adanya konflik antar unsur-unsur yang ada dalam sistem, kalau sampai terjadi konflik maka segera diselesaikan oleh sistem tersebut. Teguh Prasetyo, menyampaikan bahwa pengertian dasar yang terkandung di dalam sistem ialah :37 a. Sistem berorientasi kepada tujuan (purposive behaviour the system is objective oriented).
37 Teguh Prasetyo, Hukum dan Sistem Hukum Yogyakarta, 2013, hlm. 39 40.
Berdasarkan Pancasila, Media Perkasa,
commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Keseluruhan adalah lebih dari sekedar jumlah dari bagian-bagiannya (wholism the whole is more than the sum all the parts). c. Suatu sistem berorientasi dengan sistem yang lebih besar, yaitu lingkungannya (opennes the system interacts with a larger system, namelly its environments). d. Bekerjanya bagian-bagian dari sistem itu menciptakan sesuatu yang berharga (transformation the working of the parts creates something of values). e. Masing-masing bagian harus cocok satu sama lain (interraletedness the various parts must fix to gether). f. Adanya kekuatan pemersatu yang mengikat sistem itu (mekanisme kontrol) (control mechanism there is a unifying force that olds the system to gether). Sedangkan sistem hukum oleh Harold J. Berman, adalah : 38 eseluruhan aturan dan prosedur spesifik, yang karena itu dibedakan ciri-cirinya dari kaidah-kaidah sosial yang lain pada umumnya, dan kemudian daripada itu yang secara relatif konsisten diterapkan oleh suatu struktur otoritas yang profesional guna mengontrol proses-proses sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sistem hukum menurut Robert Seidman : 39 etiap undang-undang sekali dikeluarkan akan berubah, baik melalui perubahan normal, maupun melalui cara-cara yang ditempuh birokrasi ketika bertindak dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan sebagainya . Tindakan apapun yang akan diambil oleh pemegang peran, lembaga-lembaga pelaksana maupun pembuat undang-undang selalu dalam lingkup kompleksitas kekuatan-kekuatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Seluruh kekuatan-kekuatan sosial itu selalu ikut bekerja dalam setiap 38
upaya untuk memfungsikan peraturan-peraturan yang berlaku,
Ibid, hlm. l41.
39 Esmi Warrasih, Pranata Hukum - Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 4.
commit to user 22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menerapkan sanksi-sanksinya, dan dalam seluruh aktivitas lembagalembaga pelaksanaannya. Dengan demikian dapat disimpulkan, peranan yang pada akhirnya dijalankan oleh lembaga dan pranata hukum tersebut merupakan hasil dari bekerjanya berbagai macam faktor dalam lingkup kompleksitas kekuatan sosial. Adanya pengaruh kekuatan-kekuatan sosial dalam bekerjanya hukum, Robert B. Seidman menggambarkan sebagai berikut : Bekerjanya kekuatan-kekuatan personal dan sosial Pembuatan Undang-Undang Umpan Balik
Umpan Balik Norma
Peran yang Dimainkan
Penegakan Hukum 2.
Pemegang Peran
Penerapan sanksi Bekerjanya kekuatan-kekuatan Personal dan sosial
Umpan Balik
Bekerjanya kekuatan-kekuatan Personal dan sosial
Bagan III. Teori Bekerjanya Hukum (Seidman) Dengan meminjam model Seidman, akan coba dijelaskan pengaruh faktor-faktor atau kekuatan-kekuatan sosial mulai dari tahap pembuatan undang-undang, penerapannya, dan sampai kepada peran yang diharapkan. Hal ini nantinya akan menunjukkan hasil akhir dari teori bekerjanya hukum, bahwa hukum merupakan proses sosial yang dengan sendirinya merupakan variable yang mandiri (otonom) maupun tak mandiri (tidak otonom) sekaligus. Sadar atau tidak sadar, kekuatan-kekuatan sosial sudah mulai bekerja dalam tahapan pembuatan undang-undang. Dan kekuatan-kekuatan sosial itu akan terus berusaha masuk dan mempengaruhi setiap proses legislasi secara efektif dan efisien. Adapun peraturan yang dikeluarkan itu memang akan menimbulkan hasil 40 William J. Chamblisss dan Robert B, Seidman, Law, Order and Power, lihat : Mass : Addison-W Ibid, hlm. 12.
commit to user 23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang diinginkan, tetapi efeknya akan sangat bergantung pada kekuatan sosial yang melingkupinya. Menurut Lawrence M. Friedman dalam teori hukum merupakan gabungan antara 3 (tiga) komponen, meliputi :
, 39
a. Komponen Struktur Hukum (Legal structure), yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh system hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur. b. Komponen Substantif Hukum (Legal substance), yaitu sebagai output dari system hukum, berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan, baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur. c. Komponen Kultur Hukum (Legal culture), yaitu terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum disebut kultur hukum. Kultur (budaya) hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat. Kultur hukum dibedakan antara internal legal culture yakni kultur hukumnya lawyers dan judges, dan external legal culture yakni kultur hukum masyarakat pada umumnya. Ketiga elemen itu mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan penegakan hukum dalam masyarakat sebagai kongkritisasi pemberlakuan suatu sistem hukum. Artinya berfungsi suatu penegakan hukum ditentukan oleh 3 (tiga) elemen sistem hukum, yaitu : a. unsur hukum materi peraturan perundang-undangan sebagai salah satu substansi hukum; b. penegakan hukum dalam struktur hukum, dan kesadaran hukum; dan c. karakter masyarakat dalam budaya hukum.
39
Esmi Warrasih, Pranata Hukum - Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 30.
commit to user 24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Substansi hukum tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan tentang bagaimana institusi-institusi harus berperilaku berskala hukum primer yang menentukan tingkah laku masyarakat dan hukum sekunder yang menentukan pemberlakukan dan pelaksanaan tingkah laku dalam hukum primer. Struktur hukum sebagai pondasi dasar dari sistem hukum merupakan kerangka elemen nyata dari sistem hukum. Budaya hukum merupakan elemen sikap dan nilai sosial mengacu pada bagian-bagian yang ada pada kultur umum-adat, kebiasaan, opini, cara bertindak dan berpikir yang mengarahkan kekuatan-kekuatan sosial menuju atau menjauh dari hukum dan dengan cara tertentu. Budaya hukum juga dapat dikatakan sebagai pengikat sistem, serta menentukan tempat sistem itu di tengahtengah budaya bangsa sebagai keseluruhan.40 Lawrence M. Friedman juga mengemukakan bahwa sistem hukum mengemban 4 (empat) fungsi, yaitu :41 a. Hukum sebagai bagian dari sistem kontrol sosial (social control) yang mengatur perilaku; b. Sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa (dispute settlement); c. Sistem hukum memiliki fungsi sebagai social engineering function; d. Hukum sebagai social maintenance, yaitu fungsi yang menekankan pada peranan hukum sebagai pemeliharaan status quo yang tidak menginginkan perubahan. Mengenal hukum sebagai sistem oleh Lon L. Fuller harus memenuhi 8 (delapan) asas (principles of legality), yaitu :42 a. Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, artinya ia tidak boleh mengandung sekedar keputusan bersifat ad hoc. b. Peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.
40
Ibid, hlm. 104.
41
Teguh Prasetyo, op. cit, hlm. 41.
42
Esmi Warrasih, op. cit, hlm. 31.
commit to user 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Peraturan tidak boleh berlaku surut. d. Peraturan yang disusun dalam rumusan yang biasa dimengerti. e. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama lain. f. Peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan. g. Peraturan tidak boleh sering diubah-ubah. h. Harus ada kecocokan antara yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari. Mengenai efektifitas pelaksanaan hukum berkaitan erat dengan berfungsinya hukum dalam masyarakat, apabila seseorang membicarakan berfungsinya
hukum
dalam
masyarakat
maka
biasanya
pikiran
diarahkan pada kenyataan apakah hukum tersebut benar-benar berlaku atau tidak. Kelihatannya sangat sederhana, padahal dibalik kesederhanaan itu tersebut ada hal-hal yang sangat rumit. Suatu sistem hukum yang tidak efektif tentunya akan menghambat terealisasinya tujuan yang hendak dicapai. Dan sistem hukum dapat dikatakan efektif apabila perilakuperilaku manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam aturan-aturan yang berlaku. Pada hakekatnya hukum dimaksudkan untuk mengatur hubungan tingkah laku dan pergaulan yang ada di dalam masyarakat, baik antar perorangan, orang dengan negara maupun mengatur tentang antar lembaga-lembaga negara. Tujuan hukum adalah apa yang hendak dicapai oleh hukum. Dalam hal ini hukum ingin mencapai keseimbangan agar hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan masyarakat agar tidak terjadi kekacauan. Dan untuk menjamin keseimbangan tersebut diperlukan tujuan hukum.
commit to user 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gustav Radburgh, hukum mempunyai 3 (tiga) tujuan yaitu :43 a. Kepastian Hukum. Artinya bahwa hukum harus pasti yang tidak mudah untuk berubah-ubah sesuai dengan perubahan dalam masyarakat dan dapat ditaati oleh masyarakat pada waktu dan tempat manapun. Kepastian hukum mempunyai fungsi memastikan bahwa hukum (berisi keadilan dan norma-norma yang memajukan kebaikan manusia), benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati. b. Keadilan. Artinya bahwa keadilan merupakan tujuan yang paling penting dan utama dalam hukum. c. Daya guna (doelmatigheid). Artinya bahwa dalam proses bekerjanya hukum, hukum itu dapat memaksa masyarakat pada umumnya dan para penegak hukum khususnya untuk melakukan segala aktivitasnya selalu berkaca pada hukum yang mengaturnya . Agar tujuan hukum yang diharapkan dapat tercapai, maka diperlukan adanya fungsi hukum yang diharapkan dapat menggerakkan berbagai tingkah laku dari masyarakat. Fungsi hukum tidak hanya sebagai kontrol masyarakat, tetapi lebih daripada itu. Manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan hidup tidak selalu sama antara sesamanya, kadang berbeda bahkan tidak jarang pula bertentangan satu sama lain. Sehingga untuk pemenuhan kebutuhan atau kepentingan tersebut, dapat diselenggarakan di dalam masyarakat yang tertib dan aman. Paul dan Dias mengajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengaktifkan sistem hukum, yaitu :44 a. Mudah tidaknya makna aturan hukum untuk ditangkap dan dipahami; b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan hukum; c. Efisiensi dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum; 43
44
Teguh Prasetyo, op.cit, hlm. 9-11. Ibid, hlm. 44.
commit to user 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, melainkan harus cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa-sengketa; dan e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan efektif. Secara umum aliran sosiologis memandang hukum sebagai kenyataan sosial dan bukan hukum sebagai kaidah. Dalam ilmu hukum sosiologis adalah aliran ilmu dalam hukum yang kajiannya bertolak dari kaidah-kaidah hukum yang abstrak, tetapi menerima dan mengakui adanya pengaruh unsur-unsur sosial dalam kaidah hukum. Adapun sosiologi hukum adalah cabang kajian sosiologi, yakni ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial, antara gejala sosial dengan gejala non-sosial dan ciri-ciri umum semua jenis gejala sosial. 45 Penganut aliran sosiologis menggunakan fakta-fakta tentang lingkungan sosial di mana hukum itu berfungsi. Hubungannya dengan apa yang dapat dilihat dan diukur dan bekerja untuk menemukan prinsip-prinsip sosial yang mengatur bagaimana hukum bekerja secara nyata dalam praktek.46 Menurut Soerjono Soekanto : 47 osiologi hukum adalah cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis dan mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya. Jadi sosiologi hukum berkembang atas dasar suatu anggapan dasar bahwa proses hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat.
45
Sosiologi Hukum Sebuah Pengantar, Teras, Yogyakarta, 2012,
hlm. 15. 46 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, 2012, hlm. 107. 47
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2012,
hlm. 5.
commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Talcott Parson tokoh aliran sosiologis kontemporer Amerika, melihat masyarakat mempunyai dua macam ultimate realty
lingkungan,
yaitu :
ganik. Ada 4 (empat) subsistem yang
menjalankan fungsi utama dalam kehidupan masyarakat, yaitu : 48 a. Subsistem
ekonomi
berfungsi
adaptasi
(adaptation).
Adaptasi
merupakan fungsi bagaimana masyarakat itu dapat memanfaatkan sumber daya di sekitarnya secara fisik organik. Ada hubungan antara masing-masing subsistem dan mengenal adanya dua arus, yaitu arus informasi dan arus energi. Arus energi yang tertinggi pada subsistem ekonomi, sedangkan subsistem budaya sangat kaya akan ide (informasi) tetapi miskin energi. Contoh : pengembangan kawasan perdagangan bebas. b. Subsistem politik berfungsi pencapaian tujuan (goal pursuance). Berarti bahwa setiap
masyarakat
selalu mempunyai
kebutuhan untuk
mengetahui ke arah mana tujuan masyarakat akan digerakkan. Dengan politik, masyarakat dihimpun sebagai satu totalitas untuk menentukan satu tujuan bersama. Contoh : percepatan pembangunan dalam rangka pencapaian tujuan negara. c. Subsistem sosial berfungsi integritas (integration). Integration berarti proses-proses/hubungan-hubungan
di
dalam
masyarakat
yang
diintegrasikan menjadi satu sehingga masyarakat dapat merupakan satu kesatuan, dengan cara mempertahankan keterpaduan antara komponen yang beda pendapat/konflik untuk mendorong terbentuknya solidaritas sosial. d. Subsistem budaya berfungsi mempertahankan pola dan struktur masyarakat (pattern maintenance). Artinya tanpa kebudayaan maka masyarakat tidak dapat berdiri sebagai kesatuan.
48
Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, Filsafat, Teori & Ilmu Hukum Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan dan Bermartabat, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 121.
commit to user 29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam konsep Sibernetik Talcot Parsons ( Cybernetics), arus informasi terbesar pada subsistem budaya dan semakin kecil ke sosial, politik dan terakhir pada ekonomi. Sebaliknya, arus energi terbesar pada ekonomi, semakin kecil pada politik, sosial dan terakhir budaya.49 Teori Sibenertika dapat dideskripsikan sebagai sistem sosial yang merupakan suatu sinergi antara berbagai subsistem sosial yang saling mengalami hubungan saling keterkaitan, interaksi dan ketergantungan. Dasar pemikirannya adalah pada tindakan individu manusia itu diarahkan pada
suatu tujuan. Tindakan itu dilakukan pada suatu kondisi yang
unsurnya sudah pasti dan unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat berupa aturan-aturan/hukum yang diberlakukan dan tujuan dari ditetapkannya hukum tersebut (ultimate realty). Hal ini dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar dengan unsur berupa alat, tujuan, situasi, dan norma. Setiap individu memakai berbagai instrumen yang ada untuk mencapai tujuan dengan berbagai macam cara dan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dalam memilih tujuan yang tercapai. Tindakan individu manusia juga ditentukan oleh orientasi subyektifnya berupa : motivasional dan orientasi nilai.50 Ekonomi adalah subsistem yang melaksanakan fungsi masyarakat dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan melalui tenaga kerja, produksi, dan alokasi (realitas eksternal). Pemerintah (polity) atau sistem politik melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan mengejar tujuan-tujuan kemasyarakatan dan memobilisasi aktor dan sumber daya untuk mencapai tujuan.51 49
Ibid.
50
Bolmer Hutasoit, Teori Sibernetika Talcott Parsons, artikel terdapat dalam Http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/10/11/teori-sibernetika-oleh-talcott-parson/, diakses 24 Juli 2013, jam. 17.06 WIB. 51
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, ctk. Ke Enam, Kecana, Jakarta, 2004, hlm. 127 128. Terjemahan dari McGraw Hill, Modern Sociological Theory, 6th Edition. Penerjemah Alimandan.
commit to user 30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Landasan teori sibernetik secara tidak langsung merupakan bagian dari argumen aliran utilitarianisme yang menganut konsep pasar bebas (perdagangan bebas). Banyak
kaum
utilitarian
yang menekankan
pentingnya pasar bebas kapitalis sebagai mekanisme dalam penyaluran kekayaan tersebut. Kaum utilitarian berpandangan :52 Dengan memperbolehkan setiap orang mencari kekayaan, dan memperdagangkannya serta mewariskannya pada anak cucu mereka, dapat mendorong mereka untuk memanfaatkan sumber , atau dapat dikatakan lebih fokus pada . Pada model pasar bebas kapitalis murni mencakup beberapa esensial, yaitu :53 a. Kekayaan yang ada di dalam tanah, bahan-bahan mentah, dan barangbarang lain (termasuk kerja) diolah oleh individu atau perusahaan di bawah sistem hak kekayaan yang terjamin. b. Barang-barang diproduksi untuk menghasilkan banyak keuntungan, bukan sekedar memenuhi kebutuhan konsumsi produsen barang tersebut, atau kebutuhan orang lain yang miskin. c. Seluruh barang produksi didistribusikan melalui pertukaran suka rela dalam sebuah pasar yang diatur dengan hukum penawaran dan permintaan (supply and demand). d. Ada persaingan bebas : setiap orang boleh memproduksi barang apapun dan menawarkannya untuk dijual atau ditukar. Kaum
utilitarianisme
mendukung pasar bebas,
mengajukan
yakni
argumen
pasar bebas
akan
penting
yang
meningkatkan
kebahagiaan manusia pada tingkat yang tidak dapat dicapai oleh ekonomi terencana karena ekonomi terencana menerapkan pembatasan perilaku 52
Jonathan Wolff, Pengantar Filsafat Politik, Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 232. Terjemahan dari Jonathan Wolff, An Introduction to Political Philosophy, Oxford University Press, New York, 2009, Penerjemah M. Nur Prabowo Setyabudi. 53
Ibid, hlm. 233.
commit to user 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
individu.54 Sehingga diperlukan penjaminan kebebasan dan pembatasan perilaku ini dituangkan dalam bentuk kebijakan/aturan-aturan yang disahkan oleh penguasa negara melalui undang-undang. Jeremy Bentham, tokoh aliran utilitarianisme dengan prinsip utilitasnya (kemanfaatan hukum) mengatakan :55 juan hukum adalah mewujudkan kebahagiaan komunitas terbesar dari masyarakat. Maka para pembuat undangundang wajib menjadikan kebahagiaan publik sebagai tujuan pembentukan Undang-undang. Setidaknya ada empat tujuan yang harus dicapai, yakni : to provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup), to provide abundance (untuk memberi makan berlimpah), to provide security (untuk memberikan perlindungan), dan to attain equality Menurut Nozick, teori hak atas kekayaan memerlukan tiga prinsip berbeda (variabel), yakni : dari
(akuisisi) (penyaluran)
(rektifikasi).56 Cara untuk menyatakan bahwa suatu masyarakat adalah dalam keadaan adil meskipun masih menyisakan ketimpangan, adalah dengan menunjukkan bahwa setiap individu yang memiliki kekayaan dalam masyarakat tersebut memiliki hak moral atas kekayaannya.57 Herbert Hovenkamp mengatakan, bahwa ketika motivasi manusia dan tindakannya dapat dipahami dalam yang skala lebih luas yakni dalam sistem ekonomi pasar bebas, maka atas dasar alasan yang sama
akan
dipergunakan
Pemerintah
untuk
selalu
melakukan
penjaminannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan.58 54
Ibid, hlm. 237.
55
Candra Irawan, op. cit, hlm. 17.
56
Jonathan Wolff, op. cit, hlm. 223.
57
Ibid, hlm. 237.
58 When human motivation and action is understood in a broader and less formal way, the rationale for institutions necessarily does the same. Herbert Hovenkamp Coase, Institutionalism, Indiana Law Journal, Vol. 86, 2011, hlm. 499. Lihat juga: U Iowa Legal Studies Research Paper, No. 10-07, 18 Januari 2010, hlm. 541.
commit to user 32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam konteks pertukaran ekonomi murni, ada kecenderungan dalam menghadapi permasalahan produksi, yaitu menentukan teknologi produksi, dan perekonomian terbuka menjadi lebih sempit dikarenakan adanya hambatan dalam perdagangan internasional dan hambatan internal dalam zona perdagangan bebas.59 Dapat diasumsikan bahwa dalam negara akan terbagi menjadi zona perdagangan bebas dan zona tarif. Hal ini dimaksudkan bahwa tidak adanya batasan perdagangan internasional di zona perdagangan bebas, sementara di zona tarif terdapat ketentuan tarif baik pada perdagangan internasional dan perdagangan antara zona sehingga terjadi perubahan pada zona perdagangan bebas, maka faktor tetap di zona tersebut dengan sendirinya akan mengikuti perubahan. B. Tinjauan Umum tentang ASEAN Free Trade Area (AFTA) dan Kawasan Ekonomi Khusus (Special Economic Zone). 1. ASEAN Free Trade Area (AFTA) AFTA merupakan wujud kesepakatan negara-negara anggota ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan, dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN sebagai
basis
produksi
dunia
yang akan
dicapai
dalam
waktu
15 (limabelas) tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan dipercepat lagi menjadi tahun 2012. AFTA dibentuk pada pelaksanaan
Konferensi
Tingkat
Tinggi
(KTT)
ASEAN
59
ke-IV
The pure exchange economy in the previous section can be extended to a with production case by specifying a production technology, and again considering a small open economy with both international barriers to trade and movable internal barriers for a free trade zone. Our production economy in this case consists of two factors of production, one being a mobile factor and the other immobile. The immobile factor is specific for each sector in each zone while the mobile factor can move across sectors and between zones. We assume that the country is again divided into a free trade zone and a tariff zone. There are no international trade restrictions in the free trade zone while there are ad valorem tariffs in the tariff zone both on international trade and trade between the zones. As the free trade zone changes in size, the amount of the fixed factor in the zone correspondingly changes. Chiartikel pada Jurnal Internasional Cesifo Working Paper, No. 1147, Maret 2004, hlm. 11.
commit to user 33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
di Singapura pada tahun 1992.60 Perkembangan terakhir terkait AFTA yakni adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam (tahun 2010), Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, kemudian Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam (tahun 2015). Tujuan dibentuknya AFTA, yakni :61 a. Menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga memiliki daya saing kuat di pasar global; b. Menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI); dan c. Meningkatkan perdagangan antar negara-negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade). Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara negara-negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidaknya 40% kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5%. Untuk anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPT, yaitu : pengecualian sementara; produk pertanian yang sensitif; dan pengecualian umum lainnya. Untuk kategori pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada akhirnya diharapkan akan memenuhi standar yang ditargetkan, yakni 0-5%. Sedangkan untuk produk pertanian sensitif akan diundur sampai 2010. Dapat disimpulkan, paling lambat 2015 semua tarif di antara negara ASEAN diharapkan mencapai titik 0%. AFTA dicanangkan dengan instrumen CEPT (1993).62 tion
60
C.P.F Luhulima, Dinamika Asia Tenggara Menuju 2015, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011, hlm. 32. 61
Badan Kebijakan Fiskal - Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, ASEAN Free Trade Area (AFTA), terdapat dalam www.tarif.depkeu.go.id/Others/?hi=AFTA, diakses 13 Juni 2013, jam 13.30 WIB. 62
C.P.F Luhulima, Ibid, hlm. 5.
commit to user 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
In terms of trade in goods, The 2009 ASEAN Trade in
Goods Agreement (ATIGA). K.S. Sasradipoera, menyatakan : and harmonizes prior agreement concluded after 1992 Common Effective 64
Komitmen utama CEPT-AFTA meliputi, yaitu :65 a. Program pengurangan tingkat tarif yang secara efektif sama di antara negara-negara ASEAN hingga mencapai 0-5%; b. Penghapusan hambatan-hambatan kuantitatif (quantitative restrictions) dan hambatan-hambatan non tarif (non tarif barriers); c. Mendorong kerjasama untuk mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di bidang bea masuk, standar dan kualitas; d. Penetapan kandungan lokal sebesar 40%. Pengenaan tarif preferensial adalah manfaat utama dari AFTA, dan dokumen yang berkaitan dengan penggunaan Regional Trade Area (RTA) adalah untuk menentukan biaya pokok.66
63
ASEAN, hlm. 3, terdapat dalam (hereinafter ). Pasha L. Hsieh, Does Free Lihat: Krista Nadakavukana Scheefer, Poverty And , Cambridge University Press,
www.aseansec.org/publication/AEC%20scorecard.pdf Trade Matter For Poverty Reduction? Internastional Economic Legal System New York, 2013, hlm. 109. 64
K.S. Sasradipoera, ASEAN trade in Goods Agreements (ATIGA), dalam: S. Tiwari (ed), ASEAN : Life After The Charter, ASEAS Publishing, Singapore, 2010, hlm. 89-92. Lihat: Krista Nadakavukana Scheefer, Ibid. 65
artikel pada Jurnal Hukum Persaingan Usaha, edisi No. 4, ctk. Pertama, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, Desember 2010, hlm. 4. 66
Preferential tariffs are usually cited as the main benefit of ASEAN RTAs, and increased documentation relating to RTA use as the main cost. It may be the case, however, that other benefits (e.g. increased foreign direct investment) and costs (e.g. increased competition from imports) may arise from ASEAN RTAs and it is fascinating to study this issue in more detail using firm-level data. A related point is whether firms perceive the benefits of ASEAN RTAs as exceeding costs, or vice versa. Greater than expected use of AFTA and the more recent ASEAN-China, ASEAN-Korea and ASEAN-Japan agreements at the firm level are indicative of the net benefits of these RTAs for enterprise. Ganeshan Wignaraja, Regional Trade Agreements and Enterprises in Southeast Asia artikel pada Jurnal Internasional Asian Development Bank Institute Working Paper Series, No. 442, October 2013, hlm. 10.
commit to user 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Manfaat dari AFTA bagi Indonesia, ialah :67 a. Membuka peluang pasar produk Indonesia semakin besar dan luas; b. Menekan biaya produksi dan pemasaran semakin rendah; c. Memberikan pilihan konsumen atas jenis/ragam produk di pasar domestik dengan tingkat harga dan mutu tertentu; d. Menciptakan kerjasama bisnis dengan beraliansi anggota ASEAN. Pengintegrasian ekonomi di ASEAN selalu dimotivasi oleh kebutuhan untuk membuat wilayah ini menjadi suatu landasan produksi yang
menarik
bagi
PMA
dan
PMDN
dengan
memaksimalkan
komplementaritas antara anggota ASEAN untuk mencapai economies of scale, dan menjadi produsen yang efisien. ASEAN bertekad untuk menjadi suatu landasan produksi tunggal berdaya tarik besar bagi arus masuk FDI akan memberikan kesempatan lebih besar bagi pembagian kegiatan industri di ASEAN, sehingga menciptakan kesempatan bagi efisiensi industri yang lebih besar dan cost competitiveness dalam rangkaian pilihan produk dan jasa yang lebih besar pula. 68 Kondisi ini akan menuntut dan menjadi tantangan bagi produsen Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan
bisnis
secara
profesional
guna
dapat
memenangkan kompetisi produk antara negara anggota ASEAN lainnya dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar ASEAN.69 Meskipun berdasarkan data hasil survey menunjukkan bahwa iklim investasi di Indonesia sangat tertinggal jauh dari Singapura, Malaysia, dan Thailand. Bahkan, Vietnam sebagai anggota baru ASEAN mampu mengungguli Indonesia dalam kemudahan berbisnis. Hal ini terjadi karena Indonesia tidak melakukan perbaikan di sektor investasi, tapi negara lain
67 Badan Kebijakan Fiskal - Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, ASEAN Free Trade Area (AFTA), loc. cit. 68
C.P.F. Luhulima, Dewi Fortuna Anwar, dkk, Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, hlm. 52-53. 69 Badan Kebijakan Fiskal - Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, ASEAN Free Trade Area (AFTA), loc. cit.
commit to user 36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berhasil melakukan perbaikan yang lebih signifikan. Dalam hal pendekatan komprehensif sangat diperlukan untuk bisa memanfaatkan keunggulan komparatif tiap negara anggota ASEAN, sebagai salah satu daya tarik investasi asing.70 Salah satu upaya Pemerintah untuk mengembalikan daya tarik investor dan realisasi investasi yang semakin menurun, serta mempertimbangkan dan memanfaatkan kedekatan geografis dengan Singapura melalui penetapan Kawasan FTZ BBK untuk kemudian dijadikan KEK.71 Peran utama negara (politik) yang dijalankan dengan prinsip sosialisme, mulai dari model perencanaan serta agen administrasi global atau nasional yang sangat terpusat hingga model pengorganisasian diri secara lokal dengan negara pusat secara minimal.72 Kebijakan perdagangan bebas dapat dikatakan sebagai bagian dari kebijakan fiskal (fiscal policy), yang berarti suatu kebijakan ekonomi mengarah kondisi perekonomian
menjadi lebih baik dengan jalan
mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Adanya kebijakan pengembangan ekonomi di kawasan tertentu (bersifat khusus), bertujuan untuk
menarik potensi pasar internasional dan sebagai daya dorong
guna meningkatkan daya tarik pertumbuhan suatu kawasan ekonomi khusus strategis bagi pengembangan perekonomian nasional. Globalisasi ekonomi
menuntut
dikuranginya
berbagai
hambatan
di
bidang
perdagangan, karena akan mengakibatkan menurunnya daya saing nasional yang dapat menimbulkan dampak serius terhadap perekonomian, maupun perdagangan nasional termasuk dampak sosial, seperti : meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan. Pemanfaatan ruang dan realisasi otonomi daerah juga dapat diwujudkan dalam bentuk :
70
C.P.F. Luhulima, Dewi Fortuna Anwar, dkk, op. cit, hlm.183.
71
Ibid, hlm. 184.
72
Hans Fink, Filsafat Sosial Dari Feodalisme hingga Pasar Bebas, ctk. Kedua, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 107. Terjemahan dari Hans Fink, Social Philosophy, Metheun & Co. Ltd. London dan Metheun & Co. Ltd. New York, 1981, Penerjemah Sigit Djatmiko.
commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat, pemerataan dan keadilan serta pengembangan potensi dan keanekaragaman daerah dalam kerangka NKRI. 2. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) / Special Economic Zone (SEZ). Pada dasarnya KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan berdaya saing internasional. Untuk ide ini diinspirasi dari keberhasilan beberapa negara yang lebih dulu mengadopsinya, seperti Cina dan India. Dari data-data empiris memberikan gambaran, dibentuknya KEK di negara tersebut telah mampu menarik investasi asing dan menciptakan lapangan kerja. 73 Hal itu tak lain karena adanya kemudahan yang diperoleh para investor di bidang fiskal, seperti perpajakan dan kepabeanan, bahkan kemudahan di bidang nonfiskal, seperti : birokrasi, pengaturan khusus dibidang ketenagakerjaan dan keimigrasian, serta pelayanan yang efisien dan tertib di dalam kawasan. Menurut Susan Tiefenbrun, tujuan pembentukan KEK, ialah :74 developing countries) are useful tools for economic growth and the enhancement of industry competitiveness by attracting foreign direct investment. Through SEZs, governments can develop and diversify their exports while maintaining protective barriers. Governments can create jobs, pilot new policies in customs, law, labor, and public-private partnerships. SEZs also enable governments to supervise enterprises, provide off-site infrastructure
73
http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/edisi3d.pdf, jam 22.12 WIB. 74
diakses
artikel terdapat dalam 2 Oktober 2013,
Susan Tiefenbrun, Tax Free Trade Zones of the World and in the United States Thomas Jefferson School of Law Research Paper, No. 2209438, Edward Elgar Publishing, 2012, 30 January 2013, hlm. 8.
commit to user 38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hal tersebut diungkapkan berdasarkan laporan Bank Dunia (khusus Zona Ekonomi : kinerja, pembelajaran dan implikasi bagi Development Zone (April 2008)), yakni berupa studi dan evaluasi terhadap kinerja ekonomi dan dampak dari pengembangan program zona ekonomi di negara berkembang.75 KEK merupakan alat yang berguna untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing industri dengan menarik FDI, karena melalui KEK pemerintah dapat mengembangkan dan diversifikasi ekspor tanpa hambatan, menciptakan lapangan kerja, merumuskan kebijakan baru bidang kepabeanan, hukum, tenaga kerja, dan kemitraan publik-swasta. KEK juga memungkinkan pemerintah untuk mengawasi perusahaan, menyediakan infrastruktur off-site dan kontrol lingkungan. Secara umum, seluruh fasilitas memungkinkan masuknya bahan baku, komponen dan barang jadi dari luar negeri dan selanjutnya re-ekspor tanpa dikenai bea masuk. Pada beberapa kawasan perdagangan bebas, gudang, manufaktur, proses, label atau paket barang tanpa penerapan tarif atau kontrol impor, selanjutnya bea masuk dipungut, dan kontrol impor diterapkan hanya pada saat barang tersebut dihapus untuk penggunaan atau konsumsi di negara dimana dia berada.76 Stephen Creskoff dan Peter Walkenhorst mendefinisikan KEK sebagai wilayah geografis yang dibatasi, secara fisik aman meskipun tidak selalu di luar wilayah territorial pabean negara. KEK juga dapat dikelola di bawah satu manajemen, baik itu dikelola pemerintah atau swasta. KEK biasanya juga memberikan fasilitas, seperti pembebasan kewajiban untuk membayar bea masuk dan pajak pada barang yang secara fisik terletak
75
Ibid.
76
Generally, all facilities allow entry of raw materials, components and finished goods of foreign origin and subsequent re--export without being subjected to customs duties. In many zones foreign traders may warehouse, manufacture, process, label or package goods without the host nation applying its tariffs or import controls on the merchandise in the zone. Customs duties are levied, and import controls are applied only when the foreign goods are removed from a free trade zone for use or consumption in the country where it is located. Ibid, hlm. 14.
commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam zona tersebut. Di berbagai negara menggunakan istilah-istilah berbeda untuk zona berkarakteristik KEK.77 Sebelumnya kebijakan tentang KEK di Indonesia hanya termuat dalam ketentuan Pasal 31 ayat (3) UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang menyatakan bahwa ketentuan mengenai KEK diatur dengan undang-undang. Dalam realisasinya pemerintah kemudian mengeluarkan UU No. 39 Tahun 2009 tentang KEK, yang dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan definisi KEK ialah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum NKRI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Pemerintah
juga
telah
menyiapkan
perangkat
hukum
dan
kelembagaan KEK, di antaranya : Pembentukan Dewan Nasional KEK (Perpres No. 33 Tahun 2010 tentang Dewan Nasional dan Dewan KEK dan Keppres No. 8 Tahun 2010 tentang Dewan Nasional KEK). Persyaratan utama pengusulan wilayah KEK, yaitu : sesuai RTRW dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung, terletak pada posisi dekat dengan jalur perdagangan/pelayaran Internasional, mempunyai batas wilayah yang jelas, serta dukungan dari Pemerintah Daerah setempat sebagai realisasi nyata program otonomi daerah. Tantangan dalam pengembangan KEK di Indonesia tercantum dalam RPJMN Tahun 2010-2014, yang menargetkan pembentukan 5 (lima) lokasi KEK pada
77
SEZs are defined in this paper as geographically delimited areas, frequently physically secured, that are usually, but not always, outside the customs territory of the host country. They range in size from single factories to large cities. SEZs are under single management, either government or private-sector. Businesses located within SEZs are normally eligible for benefits such as duty and tax exemptions on goods based on the fact that they are physically located within the zone. Different countries have used different names for zones with these characteristics. Stephen Creskoff dan Peter Walkenhorst Implications of WTO Disciplines for Special Economic Zones in Developing Countries Policy Research Working Paper No. 4892, The World Bank Poverty Reduction and Economic Management Network International Trade Department, April 2009, hlm. 7.
commit to user 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tahun 2014. Sampai saat ini terdapat 50 (limapuluh) lokasi yang diusulkan sebagai KEK tersebar di 34 (tigapuluh empat) provinsi di Indonesia.78 Beberapa bentuk (cluster) industri di Indonesia yang berhubungan dengan kawasan pengembangan perekonomian, antara lain :79 a) Kawasan Industri
(Keppres No. 41 Tahun 1996 tentang Kawasan
Industri). b) Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu atau KAPET (Keppres No.150 Tahun 2000 tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu). c) Kawasan Free Trade Zone (UU No. 44 Tahun 2007 tentang FTZ). d) Tempat Penimbunan Berikat atau Bounded Warehouse (PP No. 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat) dalam bentuk : 1) Kawasan Berikat dan Kawasan Berikat Plus; 2) Gudang Berikat; 3) Entrepot Untuk Tujuan Pameran; dan 4) Toko Bebas Bea. d. Kawasan Ekonomi Khusus (UU No. 39 Tahun 2009 tentang KEK). Pemberlakuan status KEK bagi daerah tertentu sangat memberikan keuntungan ekonomi secara nasional maupun regional. Tetapi status ini juga berpotensi merugikan, karena adanya pengurangan pendapatan pajak akibat adanya insentif fiskal, dan dapat mengancam kawasan industri yang telah ada untuk pindah ke KEK yang berdampak pengurangan terhadap penerimaan negara. Dan untuk merealisasikan suasana harmonis antar kepentingan tersebut, maka diberikan penjaminan berupa kebijakan Pemerintah dalam bentuk undang-undang (hukum negara). KEK
yang
akan dikembangkan di Indonesia memiliki karakteristik tertentu dengan cakupan wilayah yang sangat luas, sehingga membutuhkan waktu dan 78
Ibid.
79
Ronny Sautma Hotma Bako, Permasalahan Di Seputar Kawasan Ekonomi Khusus, Jurnal Hukum Bisnis Kepri tanggal 04 Januari 2010, artikel terdapat dalam http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/, diakses 7 September 2013, jam 01.51 WIB.
commit to user 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
proses yang cukup panjang. Syarat pembentukan KEK hampir sama dengan Kawasan FTZ, dan harus berada di lokasi yang strategis, dekat dengan jalur perdagangan/pelayaran internasional, memiliki infrastruktur memadai, serta perlu menggunakan mekanisme kerjasama PemerintahSwasta. Namun kendala utamanya adalah apabila lokasi yang ditunjuk berada di daerah terpencil sehingga membutuhkan biaya sangat besar, disamping fasilitas infrastruktur tidak memadai, dan belum terdapat mekanisme kerjasama Pemerintah-Swasta dalam pengembangannya. Tujuan dari pengembangan KEK, adalah :80 a) peningkatan investasi; b) penyerapan tenaga kerja; c) penerimaan devisa sebagai hasil dari peningkatan ekspor; d) meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor; e) meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan dan kapital bagi peningkatan ekspor; f) mendorong terjadinya peningkatan kualitas SDM melalui transfer teknologi. Maksud pengembangan KEK, antara lain :81 a) Memberi peluang bagi peningkatan investasi melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan dan siap menampung kegiatan industri, ekspor impor serta kegiatan ekonomi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi; b) Meningkatkan pendapatan devisa bagi negara melalui perdagangan internasional; dan c) Meningkatkan kesempatan kerja, kepariwisataan dan investasi. Fungsi diadakannya KEK, antara lain : a) Menjadi pusat kegiatan ekonomi dan terkait dengan wilayah pengembangan lainnya; b) Harus mampu memberikan manfaat bagi kawasan lain; 80
Ibid.
81
Ibid.
commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c) KEK bukan merupakan kawasan tertutup sehingga memberikan efek ganda terhadap perekonomian lokal; d) Harus dapat mendorong pertumbuhan industri pendukung di sekitar kawasan. Bagi kalangan investor asing, pentingnya masalah legalitas akan menjadi ujung tombak bagi keberhasilan pengelolaan suatu kawasan. Kepentingan para investor dapat termotivasi apabila kawasan perdagangan tersebut mempunyai pengakuan hukum (legal recognition) ke luar atau ke dalam. Sementara itu, perbedaan KEK dengan kawasan ekonomi lainnya, selain kemudahan yang diberikan juga banyaknya peran Pemerintah Daerah dalam pengelolaannya maupun dalam penyediaan infrastruktur dan lahan. Mengingat tidak mudahnya
dalam proses
pembentukan KEK, maka kebijakan pembentukan Kawasan FTZ sebagai langkah pembuka menuju KEK.
Dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 39
Tahun 2009 tentang KEK, yaitu zona adalah area di dalam KEK dengan batas tertentu yang pemanfaatannya sesuai dengan peruntukannya. Indonesia perlu memfokuskan pada peningkatan ekspor dan investasi pada beberapa kawasan khusus yang mendapatkan fasilitas perpajakan dan kepabeanan. Beberapa keunggulan Indonesia dapat menjadi peluang dalam menarik investasi, letak geografis Indonesia yang sangat ideal bagi pengembangan pusat logistik dan distribusi karena dilewati oleh jalur maritim internasional dan terletak di tengah pasar yang sangat besar (pasar ASEAN). Kebijakan khusus dimaksud dalam bentuk fasilitas khusus dibidang perpajakan, kepabeanan, infrastruktur pendukung, kemudahan perijinan, keimigrasian dan ketenagakerjaan.
commit to user 43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Tinjauan Umum tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) atau Kawasan Free Trade Zone (FTZ) 1. Kawasan Free Trade Zone (FTZ) Apa sebenarnya Free Trade Zone (FTZ) itu ? Sebuah istilah asing yang kemudian diartikan sebagai Zona Perdagangan Bebas. Secara logika bahasa, adalah kawasan perdagangan bersifat bebas namun bukan bebas berdagang, maka terdapat jenis perdagangan dengan berbagai macam regulasi yang mengaturnya. FTZ adalah sebuah kebijakan dagang dalam subsistem ekonomi berbentuk fasilitas atau membebaskan beberapa jenis obyek perdagangan dari beberapa aturan kepabeanan termasuk pajak dan retribusi (kebebasan tersebut berkaitan dengan fasilitas) yang diakomodir dalam bentuk aturan-aturan/hukum. FTZ juga didefinisikan sebagai suatu kawasan dengan batas-batas fisik yang jelas sehingga berakses terbatas di dalam wilayah suatu negara, yang dikecualikan
dari peraturan pabean
setempat dan berfungsi sebagai sarana perdagangan bebas, bongkar muat, dan penyimpanan barang, serta manufacturing dengan atau tanpa pagar pembatas, dengan akses terbatas yang dijaga petugas Bea dan Cukai.82 Perdagangan bebas (free trade) adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu kepada Harmonized Commodity Description and Coding System (CS) dengan ketentuan dari World Customs Organization (WTO) yang berpusat di Brussels, Belgium, berupa : penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya.83 Ketentuan WTO ini berlaku untuk insentif fiskal dan tindakan lain yang diambil oleh pemerintah negara berkembang anggota WTO sehubungan dengan
KEK.
Ketentuan
WTO
dimaksudkan
untuk
menciptakan
perdagangan internasional yang terbuka dan transparan dengan penerapan 82 Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun, Laporan Kajian Ilmiah, op.cit, hlm. 2. 83
Perekonomian Indonesia Pada Perdagangan Bebas, terdapat dalam http://suciatirukmini.wordpress.com/2011/02/12/perekonomian-indonesia-padaperdagangan-bebas/, diakses 12 Juni 2013, jam 20.08 WIB.
commit to user 44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sistem mengikuti aturan yang umumnya menjadi hambatan dalam perdagangan (kecuali untuk tarif dinegosiasikan). Manfaat dari sistem WTO mencakup peningkatan ekonomi pertumbuhan, pengurangan biaya bagi konsumen, universal diakui dan perdagangan diterapkan aturan, dan proses penyelesaian sengketa yang efektif.84 Albert H. Choi dan George G. Triantis berpendapat :85 The first category of exogenous factors consists of the demand and supply conditions in the relevant market. When there is a significant in-crease in the demand for the product or reduction in the supply, the mar-ket-clearing price will tend to increase and
Pada posisi bargaining power di pasar terbuka, faktor eksogen terdiri dari kondisi adanya permintaan dan penawaran di pasar bersangkutan. Ketika terjadi peningkatan signifikan terhadap permintaan produksi maupun pengurangan pasokan, maka harga pasar akan cenderung meningkat dan penjual berpeluang dalam meningkatkan daya tawar. Semua tergantung pada kondisi pasar, bukan pada ketentuan hukum yang telah dibuat sebelumnya oleh pemerintah. Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antara individual dan perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Karena melihat fakta dalam perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor.
84 The objective of this paper is to provide an overview of World Trade Organization disciplines applicable to fiscal incentives and other measures used by the governments of developing country WTO Members in connection with Special Economic Zones (SEZs). WTO disciplines are intended to create an open and transparent international trading system in which Members follow rules that generally preclude trade restrictions except for negotiated tariffs. The benefits of the WTO system include increased economic growth, reduction of costs for consumers, universally recognized and applied trading rules, and an effective dispute resolution process. Stephen Creskoff and Peter Walkenhorst, loc.cit. 85
Design
Albert H. Choi and George G. Triant The Effect of Bargaining Power on Contract Jurnal Internasional Virginia Law Review, No. 98 Vol. 8, 2012, hlm. 1666.
commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Secara teori, hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas justru sering menuai kritik karena sering kali hanya melindungi kepentingan perusahaan besar. Pada tataran politik, peran utama negara yang dijalankan dengan prinsip sosialisme, mulai dari model perencanaan serta agen administrasi global
atau nasional yang sangat terpusat, hingga model
pengorganisasian diri secara lokal dengan negara pusat secara minimal. 86 Terlepas dari itu, bahwa kebijakan perdagangan bebas dapat dikatakan juga sebagai bagian dari kebijakan fiskal yang berarti suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarah kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah.87 Definisi Kawasan FTZ menurut hukum di Indonesia, ialah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum NKRI yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, PPn, PPnBM, dan cukai.88 Status Kawasan FTZ adalah terpisah dari daerah pabean, dimaksudkan untuk kepentingan pemberian fasilitas fiskal dan tidak dinyatakan secara eksplisit maupun implisit bahwa dalam kawasan dimaksud
tidak
berlaku
ketentuan
perundang-undangan
dibidang
kepabeanan. Kawasan FTZ adalah merupakan kebijakan strategis dalam rangka pengembangan kawasan strategis di Indonesia. Hal ini tentunya memiliki tendensi positif dalam konteks perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di daerah walaupun tetap memiliki dampak sosial yang beragam. Agenda besar FTZ sebagai kebijakan makro ekonomi nasional, tentunya tidak akan pernah berhasil tanpa didukung secara penuh di tataran mikro ekonomi lokal. Apalagi kebijakan nasional harus diimplementasikan
86
Hans Fink, op. cit, hlm. 174.
87
Ani Sri Rahayu, loc. cit.
88 Badan Pengusahaan Kawasan Karimun, dalam http//www.
[email protected], diakses 13 Juni 2013, jam 20.38 WIB.
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ditingkat lokal yang dalam tataran politik ekonomi nasional berkaitan langsung dengan upaya strategi pengembangan potensi ekonomi lokal. Sehingga pembentukan kebijakan Kawasan FTZ untuk maksud dan tujuan dalam rangka pencapaian tujuan negara, yakni pada poin memajukan kesejahteraan umum khususnya dibidang perekonomian (perdagangan). Secara nasional penetapan Kawasan FTZ menjadi bagian dari pengembangan KEK adalah bertujuan untuk :89 a. Meningkatkan investasi; b. Meningkatkan keunggulan kompetitif produk ekspor; c. Meningkatkan sumber daya lokal pelayanan dan kapital atau modal untuk meningkatkan ekspor; d. Mendorong terjadinya peningkatan kualitas SDM melalui transfer teknologi dan pengetahuan; dan e. Meningkatkan penerimaan devisa. Penetapan Kawasan FTZ di Indonesia merupakan salah satu upaya percepatan
pembangunan
dibidang
ekonomi
nasional,
dengan
berkonsentrasi pada sektor peningkatan investasi melalui pengembangan KEK yang kemudian direalisasikan dalam bentuk program pengembangan Kawasan FTZ.90 Pembentukan kebijakan Kawasan FTZ telah melalui proses legal aspek melalui UU No. 39 Tahun 2009 tentang KEK, artinya dengan penetapan Kawasan FTZ Karimun merupakan cikal bakal/turunan pengembangan KEK dan untuk dijadikan sebagai salah satu kawasan percontohan kandidat KEK. Perlu diingat lagi, meskipun sebuah kebijakan telah direkomendasikan bukanlah jaminan kebijakan tersebut akan berhasil dalam implementasinya. Ada banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan.91 89
Ibid.
90
dap Kebijakan . Diskusi Internal
dengan Tim Peneliti P3DI, Jakarta 4 April 2008. 91
AG. Subarsono, op. cit, hlm. 87.
commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Pengembangan Kawasan FTZ di Kabupaten Karimun Penetapan Kawasan FTZ BBK di Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu kawasan strategis ekonomi andalan Indonesia sebagai
proyek
PP No. 26
wilayahpercontohan
kandidat
KEK.
Berdasarkan
Tahun 2008 tentang RTRWN, kesetrategisan kawasan ini
dilihat dari kepentingan pertahanan-keamanan (politik) dan kepentingan ekonomi. Letak Karimun disisi jalur perdagangan internasional paling ramai
di dunia dan memungkinkan memainkan peran yang demikian
penting sebagai salah satu gerbang dan ujung tombak ekonomi Indonesia, menjadi pertimbangan utama bagi penetapan Kawasan FTZ Karimun. Dasar hukum pelaksanaan kebijakan Kawasan FTZ Karimun, sebagai berikut :92 a. Undang-Undang No. 44 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; b. Peraturan
Pemerintah
No.
48 Tahun
2007
tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun; c. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2012 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan dan Cukai serta Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari serta Berada di Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; d. Peraturan Pemerintah No. 02 Tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan dan Cukai Serta Pengawasan Atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasan yang Telah di Tunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas;
92
Badan Pengusahaan Kawasan Karimun, dalam http//
[email protected],
loc.cit.
commit to user 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun; f. Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/3/2009
tentang
Pelimpahan Kewenangan Penerbitan Perizinan Di Bidang Perdagangan Luar Negeri Kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun; g. Peraturan
Menteri Keuangan
No.
240/PMK.03/2009
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
tentang
No. 45/PMK.03/2009
Tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan PPN Dan/Atau PPnBM Atas Pengeluaran Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Dan Pemasukan Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas; h. Peraturan Menteri Keuangan No. 241/PMK.04/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan
No. 46/PMK.04/2009 Tentang
Pemberitahuan Pabean Dalam Rangka Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas; i. Peraturan Menteri Keuangan No. 242/PMK.03/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 47/PMK.04/2009 tentang Tata Cara Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas; j. Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam/Bintan/Karimun No. 5 Tahun 2009
tentang Ketentuan
Umum Pemasukan Minuman Beralkohol Dari Luar Daerah Pabean Ke Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam/ Bintan/Karimun;
commit to user 49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
k. Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam/Bintan/Karimun No. 6 Tahun 2009 Pemasukan Ke
Kendaraan
Kawasan
Bermotor
Perdagangan
Dari
Bebas
Luar dan
tentang Ketentuan Daerah
Pabean
Pelabuhan
Bebas
Batam/Bintan/Karimun; l. Peraturan Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun No. 02 Tahun 2008 tentang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun; m. Keputusan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun No. 001/BPK-K/X/2008 tentang Penunjukkan Pejabat pada Bidang-Bidang
Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun. Dalam Kajian Strategis FTZ BBK Tahun 2007 disebutkan arah pengembangan Kawasan FTZ Karimun, yaitu :93 a. Memperkuat fungsi kawasan secara nasional sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW); b. Menyerap tenaga kerja lokal (khusus), dan luar (umum); c. Meningkatkan penerimaan devisa dari ekspor dari hasil produksi; d. Meningkatkan
keunggulan
kompetitif
antar
Kawasan
FTZ
di Indonesia maupun kawasan ekonomi khusus lainnya dalam skala internasional; e. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal, pelayanan, dan kapital peningkatan ekspor; f. Meningkatkan kualitas SDM melalui technology transfer; g. Mengembangkan kegiatan ekonomi Kawasan FTZ yang memiliki keterkaitan
(multiplier effect) terhadap pengembangan kegiatan
ekonomi di luar Kawasan FTZ. 93
Menuju Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) Batam, Bintan, Karimun, artikel terdapat dalam http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_ artikel/profil%20wilayah..BBK%20edisi%202.pdf, diakses 23 November 2013, jam 22.34 WIB.
commit to user 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sebagai gambaran untuk memperjelas status Kawasan FTZ Karimun, yakni dengan mempertimbangkan posisi geografis Karimun dalam skala regional berada pada jalur perlintasan pelayaran internasional yang melayari selat Malaka dan berhadapan langsung dengan Singapura dan Malaysia (Johor Selatan).94 Dan Malaysia sudah lebih dahulu menangkap peluang ekonomi yang lebih besar terutama dari Singapura melalui pengembangan South Johor Economic Region (SJER). Indikasi yang harus dicermati kemungkinan menjadi pesaing terdekat
upaya
pengembangan Kawasan FTZ Karimun. Pemerintah Indonesia telah mengambil
langkah
antisipatif
dengan
membuat
nota
perjanjian
kesepakatan kerjasama ekonomi bidang perdagangan (MoU) dengan Pemerintah Singapura, yang
ditindaklanjuti dengan
penetapan lokasi
pengembangan wilayah dan jangka waktu pengembangan melalui PP No. 48 Tahun 2007 tentang Kawasan FTZ Karimun. Keuntungan segi geografis Karimun, akan meningkatkan volume distribusi barang dan jasa, skala ekonomi dan penciptaan lapangan kerja baru masyarakat (ekspektasi).95 Kawasan perdagangan bebas dengan insentif perpajakan dan kepabeanan akan mendorong investasi jangka panjang 70 (tujuh puluh) tahun, agar pembangunan berkelanjutan terutama investasi asing bersifat FDI yang akan memberi keuntungan perbedaan tingkat upah, akses pasar dan sumber
daya.
Bagi negara tujuan FDI
manfaatnya adalah : akumulasi modal, transfer teknologi, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan ekonomi secara global.96
94
Kerjasama Bappeda Kabupaten Karimun dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun, Karimun Dalam Angka Karimun In Figure 2007, Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun, 2008, hlm. 27. 95
Ekspektasi adalah adanya kekuatan dari kecenderungan untuk bekerja secara benar tergantung pada kekuatan dari pengharapan bahwa kerja akan diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan lingkungan atau outcome yang menarik, terdapat dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi, diakses 12 Juni 2013, jam 01.13 WIB. 96 Bunyi ketentuan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Karimun.
commit to user 51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kabupaten Karimun terbentuk pada tanggal 12 Oktober 1999 berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten. Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam. Secara spesifik dapat digambarkan bahwa Kabupaten Karimun memiliki kondisi wilayah hinterland (wilayah perairan lebih luas daripada daratan) dengan gugusan pulau-pulau yang berjumlah ratusan. Seperti yang sudah diketahui untuk wilayah Kawasan FTZ Karimun diterapkan sistem pola spasial/wilayah kombinasi, yakni : pola enclave dan pola pulau yang diberlakukan hanya untuk dua pulau yang
dianggap
potensial
dan
layak
dieksplorasi.97 Dan
hasil
pengembangan Kawasan FTZ Bintan dan Karimun saat ini, relatif jauh tertinggal dibandingkan Kawasan FTZ Batam. Di Batam penerapannya sudah terlaksana
100% dengan dasar penerapan sistem
pola spasial
wilayahnya menggunakan pola pulau (meliputi seluruh Pulau Batam). Perkembangan terakhir terhitung sejak tahun 2009 Kawasan FTZ Batam telah beralih status menjadi KEK. Kenyataan yang sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 65/PMK.04/2005 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Menteri Keuangan
No.
89/KMK.04/2002
tentang
Tata
Cara
Pemberian
Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk keperluan Badan Internasional beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia.99 Seharusnya pemberlakuan kebijakan adalah sesuai dengan bunyi aturan 97
Kerjasama Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Karimun Dengan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional TanjungPinang, Sejarah Daerah Kabupaten Karimun, Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjung Pinang, 2001, hlm. 78. 99
Bunyi Peraturan Menteri Keuangan No.65/PMK.04/2005, tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan Dalam Rangka Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun telah ditetapkan bahwa Atas impor Barang Kena Pajak maupun pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar Pabean ndonesia serta perolehan dalam negeri Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha di P. Bintan dan P. Karimun yang melakukan Proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 1, diberikan pembebasan bea masuk, dan tidak dipungut pajakpertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, dan pajak Penghasilan Pasal 22.
commit to user 52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
didalamnya, dan bukan hanya sekedar wacana. Kawasan FTZ Karimun pengembangannya hanya terfokus sebagai : kawasan penimbunan, distribusi dan pengolahan minyak bumi; serta kawasan industri maritim (galangan kapal) dan konstruksi lepas pantai di Pulau Karimun Besar dan pulau-pulau
sekitarnya.
Sedangkan
pengembangan
kawasan
kepariwisataan; kawasan industri tekhnologi; dan kawasan sumber-sumber air belum dilaksanakan secara optimal. Ketidaksesuaian dengan istilah free trade zone sebagai salah satu bentuk dari zona ekonomi (economic zone) pada umumnya memiliki konsep
teoretis
mengandaikan
berlakunya
sistem
perdagangan
internasional bebas dari hambatan yang disebabkan oleh ketentuan pemerintah suatu negara, baik yang disebabkan pengenaan tarif (tariff barriers) maupun irtarif (bukan tarif/non-tariff barriers).
D. Penelitian yang Relevan Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti, penelitian yang relevan dengan judul penelitian tesis ini, belum ada sebelumnya (tidak ditemukan).
commit to user 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Kerangka Berpikir Undang-Undang No. 44 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ( Kawasan Free Trade Zone)
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN Kawasan Free Trade Zone di Propinsi Kepulauan Riau
STRUKTUR HUKUM
SUBSTANSI HUKUM
Pelaksana Kebijakan dan Sumber Daya
Proses dan Tujuan Kebijakan
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007 tentang Kawasan FTZ Batam
BUDAYA HUKUM
Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2007 tentang Kawasan FTZ Bintan
Penerapan Pola Pulau
Persepsi/penerimaan Sasaran Kebijakan
Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2007 tentang Kawasan FTZ Karimun
Penerapan Pola Enclave
Pelaksanaan Kebijakan Kawasan FTZ
Pelaksanaan Kebijakan Kawasan FTZ Rekomendasi Revisi/Pembatalan Kebijakan
Rekomendasi Revisi/Pembatalan Kebijakan
EVALUASI Berhasil
Mengapa tidak berhasil ? BERHASIL / TIDAK BERHASIL
Bagan IV. Alur Kerangka Berpikir
Penelitian ini berfokus pada kajian kebijakan Pemerintah tentang Penerapan Pola Enclave Pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone) di Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, apakah sudah berhasil dan efektif dalam pelaksanaannya atau belum ?
commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji pokok bahasan dengan menggunakan teori Sistem Hukum
(Legal System) Lawrence M. Friedman, yang melihat
bahwa keberhasilan dan efektivitas penegakan hukum selalu mensyaratkan berfungsinya semua komponen sistem hukum. Sistem hukum Friedman terdiri dari tiga komponen, yaitu : komponen struktur hukum (legal strucutre), komponen substansi hukum (legal substance), dan komponen budaya hukum (legal culture).99 Hukum secara empiris dipandang pertama kali tentang, bagaimana sistem hukum mempengaruhi masyarakatnya dan sebaliknya juga bagaimana masyarakat mempengaruhi sistem hukum (which the legal system effects society and in which society affects the legal system).100 Pada komponen substansi hukum (legal substance) yaitu sebagai output dari sistem hukum yang akan dipergunakan, baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur atau lembaga-lembaga kenyataan. Bentuk dari substansi hukum adalah berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, dan normanorma aktual berkaitan kebijakan Kawasan FTZ di Indonesia, yang dalam implementasinya (melalui Peraturan Pemerintah) untuk Provinsi Kepri penerapan pola spasial wilayah
pada setiap kawasan
berbeda-beda.
Di Kawasan FTZ Batam ditetapkan pola pulau, sedangkan di Kawasan FTZ Bintan, dan Karimun ditetapkan pola kombinasi (pola enclave dan pola pulau). Suatu kebijakan dibuat untuk suatu maksud dan tujuan tertentu, dan tujuan yang telah ditetapkan nantinya akan dilaksanakan/didukung oleh pelaksana kebijakan dan sumber daya yang ada. Inilah yang menjadi bagian dari struktur hukum (legal structure) yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur. Dalam komponen struktur 99
Esmi Warrasih, op. cit, hlm. 30.
100
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Teori Peradilan (Judicial Prudence): Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Volume 1 Pemahaman Awal, Edisi Pertama, ctk. Keempat, Kencana, Jakarta, 2012, hlm. 140.
commit to user 55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
hukum menyangkut batang tubuh, kerangka, bentuk abadi suatu sistem, dalam hal ini struktur dari sistem hukum merupakan bentuk dari keseluruhan lembaga-lembaga atau instansi-instansi (penegak hukum) terkait kebijakan penerapan pola enclave di Kawasan FTZ Karimun. Adapun kultur hukum atau budaya hukum (legal culture) yaitu terdiri dari : nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum dan berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah-laku hukum seluruh warga masyarakat. Lebih jelasnya budaya hukum
merupakan
persepsi/penerimaan,
gagasan-gagasan,
sikap-sikap,
keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat masyarakat selaku target sasaran kebijakan tentang kebijakan yang diberlakukan. Untuk dapat melakukan kajian yang holistik terhadap budaya hukum, maka diperlukan suatu pendekatan dari aspek hukum empiris yang memungkinkan dapat diberlakukannya hukum di masyarakat (social) kultur hukum atau budaya hukum (legal culture), adalah suasana pikiran sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, disalahgunakan atau bahkan mungkin juga bersikap apatis/tidak peduli. Dalam hal berkaitan dengan penerapan pola enclave di Kawasan FTZ Karimun, setelah dilakukan evaluasi terhadap keefektifan kebijakan ternyata faktanya tidak dapat berjalan sesuai dengan harapan maupun tujuan dari kebijakan. Banyaknya kendala yang muncul dari penerapan pola enclave tersebut, sehingga mengakibatkan upaya pelaksanaan dan pengembangannya, menjadi terhambat serta tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan oleh tujuan diberlakukannya kebijakan. Adanya evaluasi terhadap keefektifan kebijakan/hukum
akan
memberikan
tanggapan
(responcy)
dengan
memunculkan ide-ide/gagasan-gagasan, yakni berupa rekomendasi untuk merevisi atau merubah ataupun membatalkan kebijakan yang sedang diberlakukan. Evaluasi kebijakan ini perlu dilakukan dengan maksud dan tujuan kebijakan akan benar-benar dapat terwujud dan tercapai sebagaimana yang diharapkan.
commit to user 56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada dasarnya ketiga subsistem hukum diatas, harus berjalan secara bersama-sama dan seimbang, tidak boleh ada yang terpisahkan mengingat sistem hukum mengemban empat fungsi, yaitu :101 1. Hukum sebagai bagian dari sistem kontrol sosial (social control) yang mengatur perilaku; 2. Sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa (dispute settlement); 3. Sistem hukum memiliki fungsi sebagai social engineering function; dan 4. Hukum sebagai social maintenance, yaitu fungsi menekankan pada peranan hukum sebagai pemeliharaan status quo yang tidak menginginkan perubahan. Dari empat fungsi tersebut, efektivitas pelaksanaan hukum berkaitan erat dengan berfungsinya hukum dalam masyarakat. Suatu sistem hukum yang tidak efektif tentunya akan menghambat terealisasinya tujuan yang hendak dicapai, dan untuk menunjukkan validitas keefektifan kebijakan maka perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi terhadap kebijakan nantinya akan memberikan jawaban akurat berupa rekomendasi kepada lembaga pembuat peraturanperaturan untuk merevisi dan merubah kebijakan, atau tetap akan diteruskan tanpa perubahan. Ketiga subsistem tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling terkait dan saling mendukung, sehingga pada akhirnya akan mengarah kepada tujuan (hukum) yaitu ketertiban dan kesejahteraan sosial. Bilamana ketiga komponen hukum bersinergi positif, maka akan mewujudkan tujuan hukum yakni : keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Sebaliknya, apabila ketiga komponen tersebut bersinergi negatif, maka akan melahirkan tatanan sistem yang tidak teratur atau semrawut dan tidak efektif dalam rangka mencapai tujuan hukum, sehingga inti dari tujuan hukum tidak dapat terpenuhi.
101
commit to user
Teguh Prasetyo, op. cit, hlm. 41.
57