perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Prinsip Kebebasan Berekspresi a. Arti Penting Kebebasan Berekspresi Kebebasan berekspresi merupakan salah satu syarat penting yang memungkinkan berlangsungnya demokrasi dan partisipasi publik dalam pembuatan keputusan. Kebebasan berekspresi merupakan pra syarat perwujudan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang pada akhirnya sangat esensial bagi perlindungan hak asasi manusia. Kebebasan berekspresi juga menjadi jalan bagi kebebasan berkumpul berserikat dan pelaksanaan hak untuk memilih. Warga Negara tidak bisa melaksanakan haknya secara kolektif dalam pemungutan suara dan atau pembuatan kebijakan
publik
apabila
tidak
memiliki
kebebasan
untuk
itu
(http://www.elsam.or.id/article.php?id=2587&lang=in#.U7XOm6PtKKE/ Diakses pada Jumat, 4 Juli 2014 pukul 05.00 WIB) b. Aspek-aspek yang Melibatkan Kebebasan Berekspresi Pertama,
kebebasan
berekspresi
mencakup
semua
media
komunikasi. Kedua, hak asasi manusia mengenai kebebasan berekspresi adalah hak asasi yang paling potensial dimiliki oleh masyarakat. Ketiga, kebebasan berekspresi dipengaruhi oleh tujuan pemerintah untuk mengendalikan ekspresi bukan untuk penindasan (Larry Alexander. 2005: 7) c. Ruang Lingkup Kebebasan Berekspresi Ada beberapa prinsip yang dapat digunakan untuk menetukan ruang lingkup dari prinsip kebebasan berekspresi diantaranya adalah : 1) Kebebasan berekspresi yang diiuti perilaku ekspresif saat mengalami tekanan atau dihukum 2) Kebebasan
berekspresi yang
dipengaruhi oleh
dimaksudkan untuk menyampaikan pesan
commit to user
perilaku
yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
3) Kebebasan berekspresi yang disebabkan karena masyarakat dilarang untuk menerima informasi 4) Kebebasan
berekspresi yang
disebabkan oleh
perilaku
untuk
mengkomunikasikan pesan bahwa masyarakat mengalami tekanan berupa larangan menerima informasi (Larry Alexander. 2005: 9) Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) baru-baru ini meluncurkan hasil studinya mengenai kebebasan berekspresi di lima propinsi di Indonesia, yaitu Jakarta, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Yogyakarta dan Papua. Hasil studi menunjukkan bahwa kondisi di Indonesia sudah membaik, meskipun masyarakat belum sepenuhnya bisa menikmati kebebasan ini karena masih ada tantangan-tantangan yang menghalangi.
Gambar 2. Indeks ekspresi tiap dimensi di lima propinsi Sumber : http://www.tifafoundation.org/mengukur-praktikkebebasan-berekspresi-di-indonesia Prinsip kebebasan berekspresi juga dijad ikan sebagai salah satu jaminan konstitusional yang dijadikan syarat untuk demokrasi seperti yang ditulis oleh Robert Dahl dalam bukunya Polyarchy yang kemudian dikutip oleh Jimly Asshiddiqie, menuliskan delapan jaminan konstitusional yaitu: a) Kebebasan untuk membentuk dan mengikuti organisasi b) Kebebasan berekspresi; c) Adanya hak memberikan suara; d) Adanya egilibilitas untuk menduduki jabatan publik e) Adanya hak para pemimpin politik untuk berkompetisi secara sehat merebut dukungan dan suara; f) Tersedianya sumber-sumber informasi alternatif; g) Adanya pemilihan umum yang bebas dan adil;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
h) Adanya institusi-institusi untuk menjadikan kebijakan pemerintah tergantung pada suara-suara (pemilih, rakyat) dan ekspresi pilihan (politik) lainnya serta termasuk perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (Jimly Asshiddiqie, 2011: ix). Kedelapan kondisi yang dipaparkan oleh Dahl tersebut membentuk definisi yang mencakup tiga dimensi utama demokrasi politik yaitu kompetisi, partisipasi, dan kebebasan politik dan sipil (Georg Sorensen, 2003: 19). d. Kebebasan Berekspresi Sebagai Hak Konstitusional 1) Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai kemerdekaan untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan tulisan dan sebagainya. 2) Pasal 28 E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai hak setiap orang atas kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat. 3) Pasal 28 F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai
hak
setiap
orang
untuk
berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan mengolah, dan menyampaikan informasi dengan segala jenis saluran yang tersedia.
2. Tinjauan Mengenai Kampanye Kampanye menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Menurut Pasal 77 Undang-Undang tersebut, kampanye merupakan kegiatan yang menjadi bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggung jawab.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
a. Pengertian Kampanye Pengertian Kampanye berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Legislatif yaitu Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk
meyakinkan para Pemilih dengan
menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Kampanye politik dan pemilihan umum yang diselenggarakan lima tahun sekali di Indonesia terutama setelah era Reformasi, bersifat multidimensi yang dapat dikaji dari berbagai sudut pandang ilmiah baik politik, sosiologi, psiko logi, komunikasi, dan sebagainya. Masing-masing paradigma menampilkan hakikat kampanye dan pemilu secara parsial (Deddy Mulyana, 2013: 71). b. Bentuk – Bentuk Kampanye menurut jenisnya kampanye, beberapa literatur, dibedakan menjadi empat macam, yaitu : 1) Kampanye bisik adalah kampanye yang dilakukan melalui gerakan untuk melawan atau mengadakan aksi secara serentak dengan cara mengabarkan kabar angin. 2) Kampanye politik adalah kampanye yang menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat agar masyarakat memperoleh informasi tentang apa dan bagaimana suatu partai, program maupun visinya. Dengan demikian masyarakat dapat memahami maksud dan tujuan dari partai tersebut untuk menentukan dipilih atau tidak. 3) Kampanye promosi adalah kegiatan kampanye yang dilaksanakan dalam rangka promosi untuk meningkatkan atau mempertahankan penjualan. 4) Kampanye
sosial
adalah
suatu
kegiatan
kampanye
yang
mengkomunikasikan pesan-pesan yang berisi tentang masalah sosial kemasyarakatan dan bersifat non komersial.
Tujuannya untuk
menumbuhkan kesadaran masyarakat akan gejala-gejala sosial yang sedang terjadi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Dalam penulisan hukum ini penulis akan lebih banyak membahas mengenai kampanye politik. Hal tersebut dikarenakan dalam penulisan hukum ini akan dibahas beberapa partai politik yang melakukan kampanye Pemilu Legislatif tahun 2014 melalui media televisi. c. Pelaksana dan Peserta Kampanye Pemilu Pelaksana dan Peserta Kampanye sudah diatur dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu Legislatif dalam Pasal 79 ayat (1) sampai dengan (4) bahwa: (1) Pelaksana Kampanye Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota terdiri atas pengurus partai politik, calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, juru Kampanye Pemilu, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. (2) Pelaksana Kampanye Pemilu anggota DPD terdiri atas calon anggota DPD, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu anggota DPD. (3) Peserta Kampanye Pemilu terdiri atas anggota masyarakat. (4) Petugas Kampanye Pemilu terdiri atas seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan Kampanye Pemilu. d. Pengawasan Pelaksanaan Kampanye Pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye menjadi tugas dari Badan Pengawas Pemilu yang merupakan lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengawasan ini d ilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu
Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/Kota, Panwaslu
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, Pengawas Pemilu Luar Negeri Menurut Ali Sidik, S.Sos sebagai Pimpinan Bawaslu Provinsi Lampung memberikan definisi mengenai pengawasan Pemilu dan kampanye. Pengawasan itu memuat beberapa aspek yaitu :kegiatan mengamati,
kemudian
mengkaji
(melakukan
sistematisasi
hasil
pengamatan kedalam format 5W+1H), memeriksa kesesuaian aturan, dan menilai benar atau salah beserta konsekuensi proses kampanye Pemilu (Ali
Sidik
commit to user
dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
www.ut.ac.id/images/.../artikel/.../Pengawasan_Pemilu_Peran_Mahasiswa - Diakses pada Rabu, 17 September 2014 Pukul 09.00 WIB) d. Prinsip Fungsi Dan Tujuan Pelaksanaan Kampanye Prinsip, fungsi dan tujuan dari kampanye sudah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan
Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah khususnya pasal 3-4 dimana disebutkan bahwa prinsip dari diadakannya kampanye harus dilakukan dengan efisien, ramah. Kemudian prinsip-prinsip tersebut dilakukan supaya fungsi kampanye sebagai sarana partisipasi politik warga negara dan bentuk kewajiban peserta pemilu dalam memberikan pendidikan politik seperti yang disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) dapat terwujud. Prinsip dan fungsi tersebut apabila sudah berjalan dengan baik diharapkan bisa menjadi wadah dalam rangka membangun komitmen antara warga negara dengan peserta pemilu dengan cara menawarkan visi, misi, program dan/atau informasi lainnya untuk meyakinkan pemilih dan mendapatkan dukungan sebesar-besarnya sesuai dengan bunyi pasal 4 ayat (2) peraturan tersebut. e. Kampanye Sebagai Pendidikan Politik Agar kampanye dapat menjadi bagian dari pendidikan politik, terdapat empat faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya: 1) Isi pesan harus jelas, edukatif, solutif dan menambah wawasan 2) Pelaksana Kampanye sebagai komunikator harus mengenal kapasitas diri sendiri.
Memahami
secara
mendalam
pesan
yang
akan
disampaikan 3) Pemahaman terhadap Peserta Kampanye 4) Memilih metode dan media yang tepat untuk menyampaikan pesan (A.A.Oka Mahendra, Vol. 9, No.4, Desember 2012 : 555)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
3. Tinjauan Mengenai Media Kebebasan pers dalam era reformasi ini bahkan diprediksi menimbulkan banyak tantangan, kultur indutri televisi tumbuh berwajah dua. Pada satu sisi, percepatan industri televisi melahirkan percepatan sumber daya manusia pada teknologi dan manajemen produksi dalam pertumbuhan berskala deret ukur. Sementara pada sisi lain, kreativitas mengelola ide bertumbuh deret hitung. Contohnya saja kelangkaan penulis skenario hingga ide. Inilah transformasi masyarakat lisan dan baca menjadi masyarakat televisi. Ketika jumlah stasiun televisi swasta terus meningkat pesat, ekonomi masih mengalami krisis, dan tatanan status dan peran televisi baik nasional diatur oleh Undang-Undang Penyiaran yang disatu sisi masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat pertelevisian. Proses demokrasi dan era reformasi berdampak pada media Indonesia karena pemerintah membuka kebijakan untuk membuka secara luas kebebasan pers. Hal ini menimbulkan suasana baru di bidang jurnalistik cetak maupun elektronik tidak terkecuali media televisi. Selain permasalahan tersebut, televisi lokal sekarang harus berjuang lebih keras dengan adanya wacana Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penyiaran yang berpotensi membatasi banyak hal di dunia penyiaran Indonesia. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penyiaran ini dalam realitanya sangat tidak sejalan dengan UU Penyiaran, yang seharusnya di pegang oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), banyak terpangkas dengan
kewenangan
Pemerintah
yang
terlalu
besar.
Sehingga
mengingatkan kita pada jaman orde baru yang serba mengikat dan tak mendapat
kebebasan
dari
pemerintah
(http://gunawansusilo.wordpress.com/2010/06/03/ sejarah-media-televisidanperkembangannya-di-indonesia/diakses tanggal 13 Maret 2014 pukul 20.00 WIB) a. Fungsi Pers Televisi Indonesia Fungsi pers televisi Indonesia telah d isebutkan dalam pasal 4 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
1) Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. 2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan. b. Peran Televisi Dalam Menjalankan Tanggung Jawab Sosial Pada dasarnya media televisi memiliki dua kekuatan utama yang sangat penting diantaranya adalah Pertama, media televisi menggunakan ruang publik secara leluasa dan simultan, sehingga yang berkepentingan dengan isi siaran televisi tidak hanya pemilik perusahaan media sebagai pengelola, tetapi juga seluuruh masyarakat. Mengingat siaran sebuah stasiun televisi dapat ditangkap dalam waktu bersamaan, adanya tanggung jawab
maka tanpa
sosial siaran yang d itayangkan bisa menjadi
sesuatu yang berbahaya. Kedua, dengan visualisasinya media televisi memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan surat kabar dan radio sehingga dengan mudah memunculkan imajinasi dan imitasi. Maka dari itu dengan tanpa dibekali tanggung jawab sosial maka akan dianggap sebagai penyebab munculnya imajinasi dan imitasi yang keliru dan dapat mencelakakan dalam berbangsa dan bernegara. Berdasarkan pada dua kekuatan tersebut, maka dipandang perlu adanya reposisi peran media televisi dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya, yakni sebagai berikut : 1) Media televisi tidak boleh melupakan fungsi edukasi dalam penyiarannya. Dengan kedua kekuatan yang sudah dijelaskan sebelumnya maka media televisi adalah media paling efektif didalam mendidik publik. Televisi berperan sebagai kontrol sosial atau alat penekan yang efektif dan ekstensif. Namun patut diwaspadai bahwa peran kontrol sosial ini tidak boleh digunakan terus menerus dalam hal untuk kepentingan komersial atau kepentingan politik tertentu kecuali demi kemanusiaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
2) Media televisi dapat berfungsi kritik bagi kepentingan demokrasi. Dengan adanya kebebasan pers setelah era reformasi kehadiran media televisi adalah untuk memberi masukan pada kebijakan pemerintah sehingga
dengan
demikian
proses
demokratisasi
akan
terus
berkembang menuju kematangannya. 3) Media televisi berperan sebagai agen perubahan bagi kebudayaan dan peradaban. Ada banyak nilai yang diajarkan melalui televisi tentunya tidak termasuk dengan nilai negatif. Nilai-nilai positif tersebut dapat berperan aktif dalam proses perkembangan demokrasi (Mochamad Riyanto Rasyid, 2013: 31-33). c. Peran Pemerintah Dalam Penyiaran Pemerintah menurut definisi dari Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden dan Gubernur. Menteri yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Seperti yang tercantum dalam pasal 15 Peraturan Menteri Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Tata Cara dan Tatacara Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran, sebelum proses pemberian izin bagi lembaga penyiaran, pemerintah atau Menteri Kominfo akan mengumumkan melalui media cetak dan/atau elektronik Peluang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) dan Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) melalui terestrial secara peridik setiap 5 (lima) yahun sekali untuk penyiaran radio dan 10 (sepuluh) tahun sekali untuk penyiaran televisi. Undang–Undang Penyiaran menyebutkan bahwa pemerintah yang akan menerbitkan Izin Prinsip Penyelenggaraan Penyiaran (IPP Prinsip) dan Izin Tetap Penyelenggaraan Penyiaran (IPP Tetap) bagi lembaga penyiaran berdasarkan Rekomendasi Kelayakan (RK) yang dikeluarkan oleh KPI. Dalam hal ini pemerintah dan KPI akan berperan bersama dalam hal sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
1) Berperan dalam pembuatan peraturan dan ketentuan yang terkait dengan lembaga penyiaran publik 2) Menyusun pengaturan jumlah dan cakupan wilayah siaran lokal, regional, dan nasional baik untuk penyiaran radio maupun televisi 3) Mengatur batas kepemilikan lembaga penyiaran dan penguasaan jasa penyiaran radio dan televisi 4) Mengatur mengenai tatacara dan perizinan 5) Mengatur ketentuan pedoman kegiatan peliputan televisi asing 6) Mengatur ketentuan mengenai pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) 7) Izin Alokasi dan penggunaan spektrum frekuensi radio oleh pemerintah atas usul KPI 8) Menyusun lebih lanjut mengenai tatacara dan pemberian sanksi administratif; dan lain-lain (Mochamad Riyanto Rasyid, 2013: 49-51).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
B. Kerangka Pemikiran Proses pelaksanaan penelitian dan penulisan hukum ini merupakan suatu rangkaian pemikiran yang diarahkan secara sistematis sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Kerangka pemikiran dalam penulisan ini dapat dilihat pada bagan berikut ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Fungsi dan Kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia
Kampanye Partai Politik Peserta Pemilu Melalui Televisi yang Konstitusonal
Kampanye Partai Politik Peserta Pemilu Melalui Televisi yang Konstitusonal
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Penjelasan : Kerangka pemikiran dalam bentuk skema di atas menjelaskan pemikiran penulis dalam menganalisis, menjabarkan dan menemukan jawaban atas permasalahan dalam penelitian ini. Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan landasan pokok hukum di Indonesia. Pelaksanaan prinsip kebebasan berekspresi, di atur dalam pasal 28F “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh dan memiliki menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menyampaikan segala jenis saluran yang tersedia” Dalam pasal 28F UUD 1945 dijelaskan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan
sosialnya,
serta
berhak
untuk
mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Itu berarti masyarakat diinjinkan untuk mencari segala macam informasi yang dibutuhkan tanpa terkecuali. Pasal 28F bisa dikatakan sebagai landasan dari kebebasan pers dan berpendapat selain pasal 28E ayat (3). Lebih lanjut tentang Pers di atur dalam Undang –Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Didalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Pers menjadi lebih bebas, banyak pers yang mengumbar sensasional dan lebih vulgar sehingga terkesan menjadi tidak terkontrol. Era reformasi telah membuka kesempatan bagi pers
Indonesia untuk mengeksplorasi
kebebasan. Akibat ketiadaan otoritas yang memiliki kewenangan untuk menegur atau menindak kebebasan pers, serta pertimbangan lain yang menunjukkan kekurangan Undang-Undang tersebut, maka di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran tersebut diatur dalam pasal 6 ayat (4) bahwa demi menyelenggarakan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran yang kemudian dalam pasal 8 ayat (2) UndangUndang tersebut diatur mengenai wewenang dari Komisi Penyiaran Indonesia. Dari masa Orde Baru sampai sekarang, media masa khususnya televisi dikenal memiliki hubungan erat dengan dunia perpolitikan terutama partai politik. Terlebih lagi pada masa sekarang hamper sebagian televisi dikelola oleh pengusaha sekaligus menjabat sebagai ketua umum suatu partai tertentu. Sehingga tidak jarang televisi digunakan sebagai media kampanye untuk menyampaikan tujuan-tujuan dari partai tersebut melalui iklan-iklan kampanye. Partai Politik yang melakukan kampanye di televisi ini diketahui sering tidak sesuai dengan aturan kampanye melalui media televisi yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia dan Undan-Undang Tentang Pemilu KPI berfungsi mengontrol tayangan televisi yang diketahui digunakan untuk kepentingan golongan tertentu dalam hal ini untuk Partai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Politik sebagai peserta Pemilu yang menggunakan televisi sebagai media untuk melakukan kampanye supaya tidak merampas frekuensi publik Diharapkan dengan adanya Komisi Penyiaran Indonesia, dapat mewujudkan tujuan dari penyelenggaraan penyiaran salah satunya dengan fungsi kontrol yang dimiliki oleh Komisi Penyiaran Indonesia khususnya dalam hal mengontrol tayangan televisi berupa iklan politik yang muncul menjelang diadakan Pemilu supaya tercipta pelaksanaan kampanye Pemilu melalui televisi yang Konstitusional menurut KPI dan Undang-Undang Pemilu.
commit to user