perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Mengenai Akad (Perjanjian) a.
Pengertian Akad (Perjanjian) Akad berasal dari bahasa Arab yang berarti perikatan, perjanjian,
dan permufakatan. Istilah perjanjian dalam hukum Indonesia disebut akad dalam hukum Islam (Syamsul Anwar, 2007: 64). Dalam Ensiklopedi Hukum Islam dijelaskan bahwa adanya pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan Kabul (pernyataan menerima
perikatan. Dalam pasal 2 ayat 1Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dijelaskan bahwa akad adalah pertemuan ijab dan qobul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada objeknya.
antara ijab dan qobul
Sedangkan ikrar merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembentukan akad. Ikrar ini berupa ijab dan qobul. Ijab adalah suatu pernyataan dari seseorang (pihak pertama) untuk menawarkan sesuatu. Qobul adalah suatu pernyataan dari seseorang (pihak kedua) untuk menerima atau mengabulkan tawaran dari pihak pertama. Apabila antara ijab dan qobul yang dilakukan oleh kedua pihak saling berhubungan dan bersesuaian, maka terjadilah akad di antara mereka. b.
Unsur- Unsur Akad Telah disebutkan sebelumnya bahwa definisi akad menurut Jumhur
Ulama adalah pertalian antara ijab dan qobul yang dibenarkan oleh syariat Islam yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Dari definisi tersebut dapat diperoleh tiga unsur yang terkandung
commit to user 13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
2005: 47) yaitu : 1) Pertalian ijab dan qobul Ijab adalah pernyataan kehendak oleh suatu pihak (mujib) untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Qobul adalah pernyataan menerima atau menyetujui kehendak mujib tersebut oleh pihak lainnya (qaabil). Ijab dan Qobul ini harus ada dalam melaksanakan suatu perikatan. 2) Dibenarkan oleh Akad yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan atau hal- hal yang diatur oleh Allah SWT dalam Aldan
Nabi
Muhammad
SAW
dalam
Hadits.
Pelaksanaan akad, tujuan akad, maupun objek akad tidak boleh bertentangan
dengan
syariah.
Jika
bertentangan,
akan
mengakibatkan akad itu tidak sah. 3) Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya Akad merupakan salah satu dari tindakan hukum (tasharruf). Adanya akad menimbulkan akibat hukum terhadap objek hukum yang diperjanjikan oleh para pihak dan juga memberikan konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat para pihak. c. Rukun dan Syarat Akad Dalam hukum Islam untuk terbentuknya suatu akad (perjanjian) yang sah dan mengikat haruslah dipenuhi rukun akad dan syarat akad. Rukun akad adalah unsur
unsur yang membentuk sesuatu,
sehingga sesuatu itu terwujud karena adanya unsur- unsur tersebut yang membentuknya. Dalam konsepsi hukum Islam, unsur- unsur yang membentuk sesuatu itu disebut rukun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Akad juga terbentuk karena adanya unsur- unsur atau rukun rukun yang membentuknya. Menurut ahli- ahli hukum Islam kontemporer, rukun yang membentuk akad itu ada empat, yaitu : 1) Para pihak yang membuat akad (al-
ain)
Ada dua bentuk al-aqidain, yaitu manusia dan badan hukum. a) Manusia Dalam ketentuan Islam, manusia yang sudah dapat dibebani hukum disebut dengan mukallaf. cub, syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh manusia untuk dpat menjadi subjek
a.
Aqil, yaitu orang yang harus berakal sehat.
b.
Tamyiz, yaitu orang yang dapat membedakan baik dan buruk.
c.
Mukhtar, yaitu orang yang bebas dari paksaan\
Pada al-aqidain ada tiga komponen yang harus diperhatikan, yaitu ahliyah (kecakapan), wilayah (kewenangan),
dan
wakalah
(perwakilan).
Penjelasannya sebagai berikut : (a) Ahliyah
(kecakapan),
yaitu
kecakapan
seseorang untuk memiliki hak dan dikenai kewajiban atasnya dan kecakapan melakukan tasharruf. (b) Wilayah
(kewenangan),
yaitu
kekuasaan
hukum yang pemiliknya dapat bertasharruf dan melakukan akad dan menunaikan segala akibat
hukum
yang
ditimbulkan.
Syarat
seseorang untuk mendapatkan wilayah akad adalah orang yang cakap bertasharruf secara sempurna. Sedangkan orang yang kecakapan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
bertindaknya tidak sempurna tidak memiliki wilayah, baik untuk dirinya maupun orang lain untuk
melakukan
tasharruf
(Faturrahman
Djamil, 2001: 256-257). (c) Wakalah
(perwakilan),
yaitu
pengalihan
kewenangan perihal harta dan perbuatan tertentu dari seseorang kepada orang lain untuk mengambil tindakan- tindakan tertentu dalam hidupnya. b) Badan Hukum Dalam Islam, badan hukum tidak diatur secara khusus.
Namun,
terlihat
menunjukkan
adanya
menggunakan
istilah
tercantum dalam
pada
badan
beberapa hukum
Al-Syirkah,
dalil
dengan
seperti
yang
Surat An-Nisa (4): 12, Shaad
(38): 24 dan hadits Qudsi. Adanya kerjasama di antara
beberapa
kepentingan-
orang
kepentingan
yang dari
menimbulkan
syirkah
tersebut
terhadap pihak ketiga. Dalam hubungan dengan pihak ketiga inilah timbul bentuk baru dari subjek hukum yang disebut dengan badan hukum. 2) Objek akad (mahallul-
)
adalah sesuatu yang dijadikan objek akad dan dikenakan padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Bentuk objek akad dapat berupa benda yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam (Gufr
adalah sebagai berikut
86-89) : a) Objek perikatan telah ada ketika akad dilangsungkan b) Objek perikatan dibenarkan oleh syariah c) Objek akad harus jelas dan dikenali d) Objek dapat diserahterimakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
3) Tujuan akad (
-
)
adalah tujuan dan hukum suatu akad disyariatkan untuk tujuan tersebut. Dlam hukum Islam, tujuan akad ditentukan oleh Allah SWT dalam Al-
dan Rosul SAW dalam Hadits. Menurut
Ulama Fiqih, tujuan akad dapat dilakukan apabila sesuai dengan ketentuan syariah tersebut (Faturrahman Djamil, 2001: 257-258). Ahmad Azhar Basyir menentukan syarat- syarat yang harus dipenuhi agar suatu tujuan akad dipandang sah dan mempunyai akibat hukum, yaitu sebagai berikut (Ahmad Azhar Basyir, 2000: 99-100) : a) Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak- pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakan. b) Tujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akad. c) Tujuan akad harus dibenarkan 4) Pernyataan kehendak para pihak (shigat alShigat al-
)
adalah berupa ijab dan qobul. Para pihak yang
melakukan ikrar ini harus memerhatikan tiga syarat yang harus dipenuhi agar memiliki akibat hukum yaitu (Faturrahman Djamil, 2001: 253) : a)
yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki.
b) Tawafuq, yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan qobul. c) Jazmul
iradataini,
yaitu
antara
ijab
dan
qobul
menunjukkan kehendak para pihak secara pasti, tidak ragu, dan terpaksa. Sedangkan untuk syarat akad, menurut Suhendi sebagai berikut (Suhendi H. Hendi, 2002: 50) :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
(1) Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak sah akad orang yang tidak cakap bertindak, seperti orang gila, orang yang di bawah pengampuan. (2) Yang dijadikan akad dapat menerima hukumannya. (3) mempunyai hak melakukannya walaupun dia bukan yang memiliki barang. (4) (5) Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum qobul. Maka bila orang yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum qabul, maka batallah ijabnya. (6) Ijab dan qobul bersambung sehingga bila seorang yang berijab sudah berpisah sebelum adanya qobul, maka ijab tersebut batal. d. Bentuk- bentuk Akad Bahwa para ahli fiqih mengelompokkan berbeda- beda sesuai dengan pemikiran mereka masing- masing. Bentuk akad berdasarkan kegiatan usaha yang sering dilakukan saat ini terbagi dalam tiga bentuk, yaitu (Gemala Dewi dkk, 2013: 105) : 1) Pertukaran Akad pertukaran terbagi dua, yaitu : pertukaran terhadap barang yang sejenis dan yang tidak sejenis (Gemala Dewi, 2004: 22). a)
Pertukaran barang yang sejenis terbagi dua pula, yaitu: (1) Pertukaran uang dengan uang (sharf) dan Merupakan penambahan, penukaran, penghindaran, pengalihan, atau transaksi jual beli. Sharf adalah perjanjian jual beli satu valuta dengan valuta lainnya. Ulama fiqih mendefinisikan sharf adalah sebagai memperjualbelikan uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis. Dalam literature fiqih klasik,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
pembahasan ini ditemukan dalam bentuk jual beli dinar dengan dinar, dirham dengan dirham. (2) Pertukaran barang dengan barang (barter) Islam
pada
prinsipnya
membolehkan
terjadinya
pertukaran barang dengan barang (barter). Namun, dalam
pelaksanaannya
ketentuan
syariat
bila
dapat
tidak
memerhatikan
menjadi
barter
yang
mengandung unsur riba. b)
Pertukaran barang yang tidak sejenis (1) Pertukaran uang dengan barang (a) Jual beli (
)
i. Jual beli pada umumnya Merupakan pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (berupa alat tukas sah). ii. Jual beli dalam bentuk khusus Murabahah (jual beli diatas harga pokok) As
Salam/As Salaf (jual
beli
dengan
pembayaran di muka) iii. Merupakan salah satu bentuk dari jual beli salam, hanya saja objek yang diperjanjikan berupa manufacture Istis
order
atau
kontrak
produksi.
didefinisikan dengan kontrak penjualan
antara pembeli dan pembuat barang. iv. Jual Beli dalam KHES (2) Pertukaran barang dengan uang Misalnya sewa (ijarah).
Ijarah (Sewa- menyewa)
merupakan transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah, dan dapat dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
2) Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha (Syirkah) Secara etimologi, asy-syirkah nerarti pencampuran, yaitu pencampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. 3) Pemberian Kepercayaan dalam Kegiatan Usaha a)
(titipan) Menurut Ulama Hanafi, yaitu mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, baik dengan ungkapan yang jelas, melalui tindakan, maupun melalu isyarat.
mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu. b) Rahn (barang jaminan) Dalam hukum positif disebut dengan barang jaminan/ agunan. an rahn dengan menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnya itu. c) Wakalah (perwakilan) Menurut para fuqaha, merupakan pemberian kewenangan/ kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus
menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan d) Kafalah (tanggungan)
menjadikan seseorang penjamin ikut bertanggung jawab atas tanggung jawabseseorang dalam pelunasan atau pembayaran utang, dan dengan demikian keduanya dipandang berutang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
e) Hiwalah (pengalihan utang) Merupakan akad pemindahan utang piutang satu pihak kepada pihak lain. f) Al-Ariyah (pinjam- meminjam)
memanfaatkan barang orang lain tanpa ganti rugi. e. Penggolongan Akad 1) a) Akad sahih Akad yang telah memenuhi rukun dan syarat- syaratnya (1) Akad nafiz Akad yang dilangsungkan dengan memenuhi rukun dan syaratnya dan tidak ada penghalang untuk melaksanakannya. (2) Akad mawquf Akad yang dilakukan seseorang yang cakap bertindak
hukum,
kekuasaan melaksanakan
tetapi
untuk akad
ia
tidak
memiliki
melangsungkan itu,
seperti
akad
dan yang
dilakukan oleh anak kecil yang sudah mumayiz. b) Akad yang tidak sahih Akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syaratsyaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak berlaku dan tidak mengikat pihak- pihak yang berakad. (1) Akad batil Akad yang tidak memenuhi salah satu rukunnya atau ada larangan langsung dari
Misal
objek jual beli tidak jelas. (2) Akad fasid Akad yang pada dasarnya disyariatkan, tetapi sifat yang diakadkan itu tidak jelas. Misal menjual
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
rumah tidak jelas tipe, jenis dan bentuk rumah yang dijual. 2) Dilihat dari segi penamaannya : a) Akad musammah Akad yang ditentukan namadijelaskan hukum- hukumnya, seperti jual beli, sewa menyewa, perikatan, hibah,wakalah, wakaf, hiwalah, , wasiat, dan perkawinan. b) Akad ghair musammah Akad yang penamaannya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan keperluan mereka di sepanjang zaman dan tempat, seperti
-
3) Dilihat dari segi disyariatkannya akad atau tidak (Teungku Muhammad Hasbi Shiddieqy, 2001: 109) : a) Akad Akad-
-beli,rahn.
b) Akad Akad- akad yang dilarang syar binatang yang masih dalam kandungan. 4) Dilihat dari sifat bendanya (Teungku Muhammad Hasbi Shiddieqy, 2001: 110) : a) Akad Akad
yang
disyaratkan
kesempurnaannya
dengan
melaksanakan apa yang diakadkan. Misal benda yang dijual diserahkan kepada yang membeli. b) Akad Akad yang hasilnya semata- mata berdasarkan akad itu sendiri. Misal benda sudah di wakafkan otomatis menjadi benda wakaf. 5) Dilihat dari bentuk atau cara melakukan akad (Teungku Muhammad Hasbi Shiddieqy, 2001: 110) :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
a) Akad- akad yang harus dilaksanakan dengan tata cara tertentu.
Misal
pernikahan
yang
harus
dilakukan
dihadapan para saksi. b) Akad- akad yang tidak memerlukan tata cara. Misal jual beli tidak perlu tempat dan waktu tertentu. 6) Dilihat dari dapat tidaknya dibatalkan akad (Teungku Muhammad Hasbi Shiddieqy, 2001: 111) : a) Akad yang tidak dapat dibatalkan, yaitu
.
Akad nikah tidak dapat dicabut, hanya dapat diakhiri dengan jalan- jalan yang ditetapkan b) Akad yang dapat dibatalkan atas persetujuan kedua belah pihak, sperti jual beli. c) Akad yang dapat dibatalkan tanpa menunggu persetujuan puhak pertama. Misal rahn dan kafalah. d) Akad yang dapat dibatalkan tanpa menunggu persetujuan pihak yang kedua, yaitu
dan wakala.
7) Dilihat dari segi tukar- menukar hak (Teungku Muhammad Hasbi Shiddieqy, 2001: 112) : a) Akad Akad- akad yang berlaku atas dasar timbale balik, seperti jual beli, sewa menyewa. b) Akad Akad- akad yang berdasarkan pemberian dan pertolongan, seperti hibah dan c) Akad yang mengandung menjadi
pada permulaan tetapi
pada akhirny, seperti qardl dan
kafalah. 8) Dilihat dari segi keharusan membayar (Teungku Muhammad Hasbi Shiddieqy, 2001: 113) : a) Akad dhammah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Tanggung jawab pihak kedua sesudah barang- barang itu diterimanya. Seperti jual beli, qardh. b) Akad amanah Tanggung jawab dipikul oleh empunya, bukan oleh yang memegang barang. Misal syirkah,wakalah. c) Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, dari satu segi yang mengharuskan dhammah, dan dari segi yang lain merupakan amanah, yaitu ijarah, rahn,shulh. 9) Dilihat dari segi tujuan (Teungku Muhammad Hasbi Shiddieqy, 2001: 114) : a) Yang tujuannya tamlik (untuk memperoleh sesuatu), seperti jual beli, mudharabah. b) Yang tujuannya mengukuhkan kepercayaan saja, seperti rahn dan kafalah. c) Yang
tujuannya
menyerahkan
kekuasaan,
seperti
wakalah,wasiyat. d) Yang tujuannya memelihara, yaitu 10) Dilihat dari segi waktu berlakunya (Teungku Muhammad Hasbi Shiddieqy, 2001: 114) : a) Akad fauriyah Akad- akad yang pelaksanaannya tidak memerlukan waktu yang lama. Misal jual beli, shulh,qardh, dan hibah. b) Akad mustamirrah Akad yang pelaksanannya memerlukan waktu yang menjadi unsur asasi dalam pelaksanaannya. Contoh: dan syirkah. 11) Dilihat dari ketergantungan dengan yang lain : a) Akad asliyah Akad yang berdiri sendiri, tidak memerlukan adanya sesuatu yang lain, misal jual beli, b) Akad
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Akad yang tidak dapat berdiri sendiri karena memerlukan sesuatu yang lain, seperti rahn,kafalah. 12) Dilihat dari maksud dan tujuannya : a) Akad Akad yang dimaksud untuk menolong dan murni sematamata karena mengharap ridha dan pahala dari Allah, sama
Misal hibah,wakaf, ibra, wakalah, kafalah, hawalah, rahn, qirad. b) Akad tijari Akad yang dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan keuntungan berdasarkan rukun dan syarat yang harus dipenuhi semuanya. Misal ijarah muntahiya bittamlik, mudharabah, musyarakah. 2. Tinjauan Mengenai Ijarah Muntahiya Bittamlik a.
Pengertian Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik 1) Pengertian akad pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik berdasarkan undang-undang Berdasarkan penjelasan pasal 19 ayat (1) UU Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan akad Ijarah Muntahiyya Bittamlik adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan
kepemilikan
barang
(Wangsawidjadja,
2012:267-268). Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik merupakan salah satu bentuk kegiatan usaha bank syariah atau Lembaga Keuangan Syariah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah (prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah . 2) Pengertian Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia Berdasarkan lampiran surat edaran Bank Indonesia No. 5/26/BPS/2003 tentang Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia halaman 111, yang dimaksud dengan Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah perjanjian sewa-menyewa suatu barang antara lessor/ muajjir (pemberi sewa) dengan (penyewa) yang diakhiri dengan perpindahan hak milik objek sewa (Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006: 21). Berdasarkan Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Lampiran SEBI No. 10/31/ DPbS tanggal 7 Oktober 2008 Perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah PBI No. 10/17/PBI/2008 tanggal 25 September 2008, yang dimaksud dengan Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah transaksi sewa- menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa. Dalam ketentuan butir III.7.d Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008 Perihal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah
ditegaskan
bahwa
pelaksanaan
pengaihan
kepemilikan dan atau hak penguasaan objek sewa dapat dilakukan setelah masa sewa yang disepakati oleh bank dan penyewa selesai (Wangsawidjadja, 2012: 268-269).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
3) Pengertian Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Berdasarkan fatwa Dewaan Syariah Nasional No. 27/DSNMUI/ III/2002 tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik, yang dimaksud dengan sewa beli (ijarah muntahiya bittamlik), yaitu perjanjian sewa menyewa yang disertai opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa, kepada penyewa, setelah selesai masa sewa. 4) Pengertian Akad Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik Berdasarkan PSAK No. 107 (Akuntansi Ijarah) Dalam ketentuan butir 6 PSAK No. 107 tentang Akuntansi Ijarah ditegaskan bahwa perpindahan kepemilikan suatu asset yang di-ijarah-kan dari pemilik ke-pada penyewa dalam Ijarah Muntahiya Bittamlik dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek Ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan objek Ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad terpisah. Berdasarkan ketentuan- ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa: a) Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah perjanjian sewa-menyewa antara bank sebagai pemberi sewa dan nasabah sebagai penyewa atas suatu barang yang menjadi objek sewa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa oleh nasabah kepada bank, yang mengikat bank untuk mengalihkan kepemilikan objek sewa kepada penyewa setelah selesai masa sewa. b) Bank syariah wajib melaksanakan pembiayaan berdasarkan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik sesuai prinsip syariah dan ketentuan- ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. c) Dalam transaksi pembiayaan berdasarkan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik tidak dimungkkinkan barang yang dibiayai dibalik nama atas nama nasabah sejak awal sebelum masa sewa berakhir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
d) Resiko yang dihadapi bank syariah apabila pelaksanaan pembiayaan dengan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik bertentangan dengan hukum dan prinsp syariah adalah pembatalan Ijarah b. Landasan Hukum Ijarah Muntahiya Bittamlik 1) QS Al-Baqarah: 233 (Departemen Agama RI, 2009: 37) Dan ibu- ibu hendaklah menyusui anak- anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah QS Al Qasas: 26 (Departemen Agama RI, 2009: 388)
ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercay QS An Qasas: 27 (Departemen Agama RI, 2009: 388) ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang bai QS Ath Thalaq: 6 (Departemen Agama RI, 2009: 559) Tempatkanlah mereka (para istri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri- istri yang sudah di talak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan kandungannya, kemudian jika mereka menyusukan (anak- anak)mu, maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
diantara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak QS Al-Hadid: 11 (Departemen Agama RI, 2009: 538)
baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipat ganda
2) Hadits Nabi Muhammad SAW a) Ibnu Abbas meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau pernah berbekam dan memberi upah orang yang memberkam beliau,
(76), Bab: Obat yang dimasukkan dalam hidung (9))
(Muhammad Fuad Abdul Baqi, 2015: 611). b) Anas meriwayatkan bahwa ia pernah ditanya mengenai upah
makanan dan menyarankan supaya meringankan beban hamba
(Muhammad Fuad Abdul Baqi, 2015: 611). c)
.
riwayat Ibnu Majah (Al Hafizd Ibnu Hajar Al318). menceritakan, bahwa Nabi saw.
d) Pernah bers
dihubungkan oleh Baihaqi melalui jalur Abu Hanifah (Al
Hafizd Ibnu Hajar Al-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
e) Ahmad bin Al-Hasan bin Khirasy telah memberitahukan Aku mendengar Anas berkata,
pembantu yang bertugas sebagai tukang bekam. Setelah atau satu mudd atau dua mudd. Beliau pun membicarakannya, lalu dikurangi dari sebagian pendapatannya. Nawawi, 2010: 740). 3) Peraturan Perundang- Undangan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo.Undang-Undang Nomor 10 tentang Perubahan UndangUndang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan; Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah; Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Fatwa DSN MUI Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang alijarah al-muntahiyah bi al-tamlik c.
Rukun dan Syarat Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik (sewa-beli) Berikut rukun dan syarat yang terdapat dalam akad Ijarah Muntahiya Bittamlik : (Ismail, 2011: 164) 1) Rukun a) Penyewa
atau dikenal dengan lesse, yaitu
pihak yang menyewa objek sewa. Dalam perbankan, penyewa adalah nasabah. b) Pemilik barang
dikenal dengan lessor,
yaitu pemilik barang yang digunakan sebagai objek sewa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
c) Barang/objek sewa
adalah barang yang
disewakan. d) Harga sewa/ manfaat sewa (ujrah) adalah manfaat atau imbalan yang diterima oleh e) Ijab Kabul, adalah serah terima barang. 2) Syarat a) Kerelaan dari pihak yang melaksanakan akad. b)
memiliki manfaat dan manfaatnya dibenarkan dalam islam, dapat dinilai atau diperhitugkan, dan manfaat atas transaksi ijarah muntahiya bittamlik harus diberikan oleh lesse kepada lessor.
d. Hak dan Kewajiban Penyewa ( (
) dan Pemberi Sewa
) Dalam pelaksanaan Ijarah Muntahiya Bittamlik, perusahaan
pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir) wajib membuat .
yaitu janji pemindahan kepemilikan objek ijarah
muntahiya bittamlik pada akhir masa sewa.
yang dibuat
pemberi sewa bersifat tidak mengikat bagi penyewa (
) dan
akad pemindahan kepemilikan . Hak perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir), antara lain adalah (Al Arif Nur Rianto, 2012: 255-257) : 1) Memperoleh
pembayaran
sewa
dari
penyewa
. 2) Menarik objek ijarah muntahiya bittamlik apabila penyewa
tidak mampu membayar sewa
sebagaimana diperjanjikan. 3) Pada akhir masa sewa, mengalihkan objek ijarah muntahiya bittamlik kepada penyewa lain yang mampu dalam hal penyewa
sama sekali
tidak mampu untuk memindahkan kepemilikan objek
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
ijarah muntahiya bittamlik atau memperpanjang masa sewa atau mencari calon penggantinya. Kewajiban perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa antara lain: 1) Menyediakan objek ijarah muntahiya bittamlik yang disewakan. 2) Menanggung
biaya
pemeliharaan
objek
ijarah
muntahiya bittamlik kecuali diperjanjikan lain. 3) Menjamin objek ijarah muntahiya bittamlik tidak terdapat cacat dan dapat berfungsi dengan baik. Hak penyewa
antara lain adalah:
1) Menggunakan objek ijarah muntahiya bittamlik sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang diperjanjikan. 2) Menerima objek ijarah muntahiya bittamlik dalam keadaan baik dan siap dioperasikan. 3) Pada akhir masa sewa, memindahkan kepemilikan objek ijarah muntahiya bittamlik, atau memperpanjang masa sewa, atau mencari calon penggantinya dalam hal tidak mampu untuk memindahkan hak kepemilikan atas objek ijarah muntahiya bittamlik atau memperpanjang masa sewa. 4) Membayar sewa sesuai dengan yang diperjanjikan. Kewajiban penyewa
antara lain adalah:
1) Membayar sewa sesuai dengan yang diperjanjikan. 2) Menjaga dan menggunakan objek ijarah muntahiya bittamlik sesuai yang diperjanjikan. 3) Tidak menyewakan kembali objek ijarah muntahiya bittamlik kepada pihak lain. 4) Melakukan
pemeliharaan
kecil
(tidak
terhadap objek ijarah muntahiya bittamlik.
commit to user
material)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
e.
Mekanisme Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik Mekanisme Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah merupakan tahapan- tahapan untuk pelaksanaan pembiayaan akad tersebut yaitu sebegai berikut : (Al Arif Nur Rianto, 2012: 257) 1)
mengajukan permohonan sewa guna usaha barang kepada muajjir.
2) Muajjir menyediakan barang yang ingin disewa oleh
.
3) Dilaksanakan akad penyewaan, yang berisi spesifikasi barang yang disewa, jangka waktu, biaya sewa, dan berbagai persyaratan transaksi lainnya. Dilengkapi pula dengan opsi pembelian pada akhir masa kontrak. 4)
membayar
secara
rutin
biaya
sewa
sesuai
kesepakatan yang telah ditandatangani kepada muajjir sampai masa kontrak berakhir. Selama proses penyewaan, biaya pemeliharaan ditanggung oleh muajjir. 5) Setelah masa kontrak berakhir, m
memiliki opsi
pembelian barang kepada muajjir. Apabila opsi tersebut digunakan, barang menjadi milik f.
sepenuhnya.
Manfaat dan Resiko Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik (sewa-beli) Manfaat yang harus diantisipasi dalam pembiayaan Ijarah Muntahiya Manfaat dari transaksi al-ijarah untuk bank adalah keuntungan sewa dan kembalinya uang pokok. Adapun resiko yang mungkin terjadi dalam al-ijarah adalah sebagai berikut: 1) Default; nasabah tidak membayar cicilan dengan sengaja. 2) Rusak; asset ijarah rusak sehingga menyebabkan biaya pemeliharaan bertambah, terutama bila disebutkan dalam kontrak bahwa pemeliharaan harus dilakukan oleh bank. 3) Berhenti; nasabah berhenti ditengah kontrak dan tidak mau membeli asset tersebut. Akibatnya, bank harus menghitung
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
kembali keuntungan dan mengembalikan sebagian kepada nasabah. g.
Ijarah Muntahiya Bittamlik Menurut Konsep Fatwa MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002 Ketentuan Umum: 1) Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN No 9/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad Ijarah Muntahiya Bittamlik. 2) Perjanjian untuk melakukan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik
harus
disepakati
ketika
akad
Ijarah
ditandatangani. 3) Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad. Ketentuan tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik 1) Pihak yang melakukan Ijarah Muntahiya Bittamlik harus melaksanakan
akad
Ijarah
terlebih
dahulu.
Akad
pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah akad Ijarah selesai. 2) Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai. 3) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 4) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
3. Tinjauan Mengenai Bentuk Penyaluran Dana Bank Syariah Pada penyaluran dana kepada masyarakat, sebagian besar pembiayaan bank syariah disalurkan dalam bentuk barang atau jasa yang dibelikan bank syariah untuk nasabahnya. Secara garis besar bentuk penyaluran dana pada bank syariah dapat digolongkan menjadi 4 kategori yaitu (Zainudin Ali, 2010: 30) : a.
Pembiayaan Dengan prinsip Jual beli Pembiayaan dengan prinsip jual beli mempunyai jenis-jenis sebagai berikut (Zainudin Ali, 2010: 30-33) : 1) Pembiayaan murabahah adalah transaksi jual beli, yaitu pihak bank syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, dengan harga jual dari bank adalah harga beli dari pemasok ditambah keuntungan dalam persentase tertentu bagi bank syariah sesuai dengan kesepakatan. 2) Pembiayaan salam adalah transaksi jual beli dan barang yang diperjualbelikan akan diserahkan dalam waktu yang akan datang, tetapi pembayaran kepada nasabah dilakukan secara tunai. Syarat utama adalah barang atau hasil produksi yang akan diserahkan kemudian tersebut dapat ditentukan spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. 3) Pembiayaan istishna adalah pembiayaan yang menyerupai pembiayaan salam, namun Bank Syariah melakukan pembayaran secara termin atau beberapa kali dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Syarat utama barang adalah sama dengan dengan pembiayaan salam yaitu spesifikasi barang ditentukan dengan jelas.
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah) Pembiayaan yang objeknya dapat berupa manfaat/ jasa (Zainudin Ali, 2010: 33).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil Akad-akad investasi bagi hasil yang biasa diaplikasikan pada pembiayaan prinsip bagi hasil mempunyai beberapa jenis sebagai berikut: (Zainuddin Ali, 2010: 30-39) 1) Pembiayaan
musyarakah
adalah
pembiayaan
yang
dilakukan oleh pihak bank syariah dan/ atau bank muamalah untuk membiayaai suatu proyek bersama antara nasabah dengan bank. Atau dapat diartikan musyarakah adalah perjanjian (aqad) antara dua pihak atau lebih dalam suatu usaha tertentu, yaitu masing-masing pihak akan memberikan kontribusi dengan kesepakatan bila terdapata keuntungan Namun bila terjadi kerugian maka masingmasing pihak mendapat margin dalam bentuk menangggung risiko. 2) Pembiayaan
mudharabah
adalah
pembiayaan
yang
dilakukan oleh pihak bank syariah sebagai pemilik modal (sahibul mal) untuk membiayai 100 persen kebutuhan dana dari suatu proyek/ usaha tersebut, sementara nasabah sebagai pelaksana proyek (mudharib) sesuai dengan keahlian yang dimilikinya akan menjalankan proyek atau usaha tersebut dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang mungkin terjadi. d.
Pembiayaan dengan prinsip akad pelengkap Pembiayaan prinsip akad pelengkap mempunyai jenis-jenis sebagai berikut (Zainudin Ali, 2010: 36-40) : 1) Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. 2) Gadai (rahn) adalah bentuk transaksi yang dilakukan oleh seseorang
yang
membutuhkan
dana,
sehingga
menggadaikan barang yang dimilikinya sebagai jaminan kepada bank syariah dan atas izin bank syariah orang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
tersebut dapat menggunakan barang yang digadaikan dengan syarat harus dipelihara dengan baik. Bank syariah akan membebankan biaya jasa gadai sesuai dengan kesepakatan. 3) Garansi bank ( kafalah ) adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua yang ditanggung. Apabila nasabah membutuhkan garansi bank syariah untuk melakukan pekerjaan tertentu, nasabah dapat menempatkan sejumlah uang sebagai jaminan untuk membuka garansi Bank Syariah. 4) Perwakilan (wakalah) adalah penyerahan atau pemberian mandat kepada seseorang yaitu nasabah meminta kepada bank syariah untuk mewakili dirinya melakukan jasa transaksi perbankan seperti transferuang, inkaso, letter of credit
dan
lain-lain
dimana
bank
membebankan biaya jasa sesuai kesepakatan.
commit to user
syariah
akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
B. Kerangka Pemikiran
Kebijakan : 1. UU No 10 Tahun 1998 2. UU No 21 Tahun 2008 3. Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2008 4. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 5. Fatwa DSN Nomor: 27/DSNMUI/III/2002
Adanya kebutuhan untuk mendirikan gedung layanan umum Dana yang ada digunakan untuk kebutuhan yang lain
Penerapan Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam sistem pembiayaan barang modal di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Solo, dikaji dari aspek : 1. Mekanisme 2. Jaminan 3. Perilaku Nasabah
Memberikan informasi kepada nasabah mengenai akad Ijarah Muntahiya Bittamlik untuk pendirian gedung Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Keterangan : Bahwa berawal dari adanya kebutuhan yang mendesak untuk mendirikan gedung layanan umum dari masyarakat namun masih terkendala masalah dana yang ada, dimana yang sebenarnya dana tersebut tidak digunakan untuk pendirian gedung tetapi untuk kebutuhan yang lain. Maka kemudian muncul sistem pembiayaan guna mempermudah masyarakat untuk melakukan pembiayaan terhadap pendirian gedung tersebut. Hal tersebut dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri yang mana mempunyai sistem pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik, merupakan akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Hal tersebut dilakukan dengan dasar adanya beberapa peraturan yang telah ada, yaitu: UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Peraturan Mahkamah Agung No 02 Tahun 2008, Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005 Tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah serta Fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik. Dari hal tersebut diatas maka penulis mencoba untuk melakukan penelitian terkait mekanisme, jaminan serta antisipasi terhadap masyarakat yang tidak mau membayar angsuran dalam penerapan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik dalam sistem pembiayaan barang modal di Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Solo dimana hasil akhir digunakan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai akad Ijarah Muntahiya Bittamlik yang digunakan untuk pendirian gedung.
commit to user