BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1
Tinjauan Umum Perusahaan
4.1.1
Sejarah Umum Perusahaan PT. Mitsuba Indonesia sejatinya adalah pecahan dari PT. KGD Indonesia Inc,.
yang telah dinyatakan terlikuidasi pada tahun 2001. PT. Mitsuba Indonesia (MINA) didirikan pada tanggal 15 November 2003 berdasarkan pengesahan dari Menteri kehakiman dan HAM dengan No.C 14421, HT 01 Tahun 2001 dan sesuai dengan Akte Notaris Singgih Susilo SH, No 52 dan HAM tentang perubahan Anggaran Dasar dari PT. Mitsuba Indonesia dalam penanaman modal dengan No.C 00131 HT 01 41 Tahun 2003. Tanggal 06 Oktober 2002 diperbaharui dengan persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Presiden Direktur PT. Mitsuba Indonesia (MINA) yang bernama Mr. Eiji Awaji. PT. Mitsuba Indonesia bergerak dalam bidang otomotif yaitu pembuatan komponen-komponen elektrik otomotif (Automotif Electrical System) untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. PT. Mitsuba Indonesia berlokasi di Jl. Siliwangi-Kel. Keroncong Kec. Jatiuwung, Tangerang, Banten, Indonesia. P.O.BOX 110 TNG, dengan luas area land 61.430 m2 dan luas area building 27.411 m2.
65
66
Semakin berjalannya waktu, maka PT. Mitsuba Indonesia semakin berkembang. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya dua plant baru di daerah kawasan industri Cikande, Serang, Banten. Jada sekarang PT. Mitsuba Indonesia mempunyai tiga plant, yaitu Plant 1 (PT. Mitsuba Indonesia yang di Tangerang) yang lebih dikenal dengan nama Mina 1, Plant 2 (Plant baru di Cikande) yang lebih dikenal dengan nama Mina 2, dan Plant 3 (Plant baru di Cikande) yang lebih dikenal dengan nama Mina 3. Jumlah karyawan Plant Mina 1 sampai dengan akhir Agustus 2014 adalah 1705 orang, dengan perbandingan jumlah karyawan tetap 697 orang dan jumlah karyawan kontrak sebanyak 1008 orang. Plant Mina 2 selesai dibangun pada bulan Juli 2008. Plant Mina 2 berlokasi di Jl. Utama Modern Industri Cikande Block C1-C3, Modern Cikande Industrial Park, Cikande, Serang, Banten, dengan luas area land 42.500 m2 dan luas area building 19.300 m2. Jumlah karyawan Plant Mina 2 sampai dengan akhir Agustus 2014 adalah 736 orang, dengan perbandingan jumlah karyawan tetap 257 orang dan jumlah karyawan kontrak sebanyak 479 orang. Plant Mina 2 dikhususkan untuk memproduksi wiper assy, AC generator, dan fly wheel. Plant Mina 3 selesai dibangun pada bulan April 2012. Plant Mina 3 berlokasi di Jl. Kawasan Industri Modern Cikande 2 Block AA-2, Desa Barengkok, Kec. Kibin, Cikande, Serang, Banten, dengan luas area land 69.000 m2 dan luas area building 22.000 m2. Jumlah karyawan Plant Mina 3 sampai dengan akhir Agustus 2014 adalah 454 orang, dengan perbandingan jumlah karyawan tetap 134 orang dan jumlah karyawan kontrak sebanyak 320 orang. Plant Mina 3 dikhususkan untuk memproduksi alumunium die casting parts.
67
Jumlah karyawan (total tiga Plant) sampai akhir Agustus 2014 yaitu sebanyak 2895 orang dengan perbandingan jumlah karyawan tetap 1088 orang dan jumlah karyawan kontrak sebanyak 1807 orang. Adapun komponen / part assy elektrik kendaraan roda dua yang diproduksi diantaranya adalah Horn, Relay, AC Generator, Starter Motor, Fuel Pump, Armature, Flywheel. Customer PT. Mitsuba Indonesia antara lain adalah Astra Honda Motor, Yamaha Indonesia Motor MFG, Indomobil Suzuki International, Kawasaki Motor Indonesia, Honda Manufacturing Malaysia SDN, BHD, dan lain – lain. 4.1.2 Visi, Misi,Filosofi, dan Pandangan Perusahan Visi adalah tujuan utama yang ingin dicapai oleh perusahaan. Visi dari PT. Mitsuba Indonesia adalah “ Menjadi merek produsen elektrik ternama di ASEAN ”. Untuk mewujudkan visi yang ada, maka sangat diperlukan langkah-langkah nyata yang tertuang dalam misi dari PT. Mitsuba Indonesia, yaitu sebagai berikut: 1. Meraih kepercayaan pelanggan melalui kesungguhan dan kecepatan bertindak. 2. Selalu siap mengejar kebutuhan pasar dalam hal kualitas dan harga. 3. Selalu meningkatkan taraf teknologi dan keterampilan dari semua bagian. 4. Melalui komunikasi ciptakan tempat kerja yang menyenangkan. 5. Melakukan tindakan melalui peran dan tanggung jawab masing-masing. 6. Menjadi warga negara yang baik dapat berperan aktif dalam kegiatan sosial. PT. Mitsuba Indonesia juga mempunyai Filosofi Perusahaan sebagai penuntun dalam mewujudkan visi perusahaan. Adapun Filosofi Perusahaan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Memberikan produk terbaik kepada semua pelanggan. 2. Meningkatkan penerapan teknologi tinggi dan team work yang kuat.
68
3. Menghormati sejarah dan budaya serta memberikan kontribusi ke wilayah terkait. MITSUBA WAY: Menciptakan Visi: 1. Membangun kepercayaan 2. Mengusulkan nilai baru Semangat akan Tantangan: 1. Kesadaran akan peranan dibidang pekerjaan. 2. Menumbuhkan motivasi dari diri sendiri 3. Memanfaatkan Team work Keterampilan dan Kecepatan: 1. Meingkatkan keterampilan dan teknik. 2. Melihat fakta secara langsung. 3. Perbaikan secara terus menerus.
MOTTO dari perusahaan adalah: 3.
Mengutamakan kepuasan pelanggan melalui kebijakan bertindak dan standar mutu yang baik
4.
Pelaksanaan budaya
6S bagi
INDONESIA : SEIRI
: Pemilahan
SEITON
: Penataan
SEISOU
: Pembersihan
SEIKETSU : Kebersihan
setiap individu di
PT
MITSUBA
69
SHITSUKE : Kedisiplin 5.
Efisiensi kerja tinggi dengan analisa 3M : MUDA
: Pemborosan
MURA
: Tidak konsisten
MURI
: Keterpaksaan
Kebijakan Lingkungan ( ISO Lingkungan 14001) : “Mewujudkan Clean and Green Company dengan melakukan pencegahan pencemaran lingkungan dan mengadakan efisiensi dan perbaikan lingkungan secara berkesinambungan.” PROPER (Pembinaan Limbah Lingkungan Hidup): Program pendampingan dan pembinaan dari Kementerian Lingkungan Hidup kepada seluruh perusahaan khususnya yang memiliki limbah buang berpotensi mencemari lingkungan hidup disekitar lokasi perusahaan berada. PROPER melakukan penilaian pada tiap-tiap perusahaan binaan pada setiap tahunnya, kemudian akan dikeluarkan report. Report sementara PROPER PT. MITSUBA INDONESIA tahun 2014 adalah MERAH. Kebijakan Mutu (ISO MUTU 9001) : “Mewujudkan budaya kerja dengan penitikberatan pada hal : Quality
: Produk bermutu tinggi.
Cost
: Harga yang sesuai.
Delivery and Efficiency
: Pengiriman tepat dalam jumlah, jenis dan waktu.
70
4.1.3
Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi perusahaan digunakan untuk menggambarkan wewenang
dan tanggung jawab. Gambar 4.1 menunjukkan struktur organisasi yang berada di perusahaan saat ini. PT Mitsuba Indonesia memiliki struktur organisasi yang dipimpin oleh seorang Direktur. Tugas Direktur dibantu oleh General Manager. PT. Mitsuba Indonesia memiliki beberapa bagian yang mendukung kegiatan operasional perusahaan, diantaranya bagian pemasaran, bagian pembelian, bagian keuangan, bagian HRD & PGA, bagian engineering, bagian produksi, dan bagian gudang. Setiap bagian dipimpin oleh seorang manajer atau kepala bagian dan mempunyai satu sampai enam pelaksana tugas untuk masing-masing bagian.
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan Berikut adalah pembagian tugas dan wewenang setiap bagian, yaitu: a. Direktur Seorang direktur memiliki kekuasaan tertinggi dalam susunan organisasi perusahaan. Tugas dan tanggung jawab serta wewenang seorang direktur adalah: 1. Melakukan perumusan kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi bisnis yang
71
akan diambil oleh perusahaan. 2. Menjalankan roda perusahaan. 3. Sebagai pengambil keputusan bila terjadi permasalahan-permasalahan yang penting. 4. Mengawasi cara kerja setiap bagian dibawahnya. 5. Memutuskan penerimaan dan pemutusan kerja pegawai. b. General Manager General Manager bertugas untuk membantu mengawasi bagian-bagian yang berada di bawah tanggung jawab direktur dan membantu manager-manager yang ada dalam menyelesaikan suatu permasalah yang berhubungan dengan masingmasing bagian. c. Manager Pemasaran Manager Pemasaran mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Bagian yang bertanggungjawab atas penjualan dan pelayanan kepada pelanggan. 2. Melakukan riset pasar untuk menentukan produk yang akan dijual dan harga jual produk tersebut. 3. Bersama dengan bagian gudang mengatur jadwal pengiriman. 4. Menerima pesanan atau purchase order dari pelanggan . 5. Menyusun laporan penjualan perusahaan. d. Pelaksana Bagian Pemasaran Pelaksana Bagian Pemasaran mempunyai tugas membantu manager pemasaran. Adapun tugas Pelaksana Bagian Pemasaran adalah sebagai berikut: 1. Membantu manager pemasaran untuk mengurusi administrasi penjualan
72
seperti PO (Purchase Order) pelanggan. 2. Melakukan penjualan barang dan pelayanan kepada pelanggan. e. Manager Pembelian Manager Pembelian mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Melakukan pembelian barang kepada supplier. 2. Mangatur jadwal kedatangan barang. 3. Melakukan pembelian barang-barang kebutuhan perusahaan. f. Pelaksana Bagian Pembelian Pelaksana Bagian Pembelian mempunyai tugas membantu manager pembelian untuk mengurusi administrasi pembelian barang seperti purchase order, penerimaan barang. g. Manager Keuangan Manager Keuangan merupakan pihak yang bertanggungjawab atas bagian keuangan, pajak, hutang. Manager Keuangan mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Melakukan pengaturan tugas pada bagian keuangan. 2. Menyusun laporan keuangan yang bersifat bulanan ataupun tahunan. 3. Mengurusi hutang dan piutang. h. Pelaksana Bagian Keuangan I Pelaksana Bagian Keuangan I mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Menyusun laporan kas perusahaan. 2. Mengeluarkan dana untuk keperluan divisi-divisi yang lain. i. Pelaksana Bagian Keuangan II Pelaksana Bagian Keuangan II mempunyai tugas sebagai berikut:
73
1. Membantu manager keuangan dalam menyususn laporan keuangan yang bersifat bulanan ataupun tahunan seperti laporan neraca, laporan laba rugi, cash flow, laporan hutang piutang, dll yang akan dilaporkan kepada manager keuangan. j. Manager HRD & PGA Manager HRD & PGA bertanggungjawab atas pengelolaan SDM dalam sebuah perusahaan, Pengelolaan SDM dimulai dari recrutment, trainning, benefit, penilaian kinerja, perencanaan jenjang karir seluruh karyawan, dan pemutusan hubungan kerja. Manager HRD & PGA mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Bertanggungjawab dalam memilih dan menjawab kebutuhan pegawai melalui penerimaan kerja sampai dengan penempatan kerja para karyawan baru. 2. Bertangggungjawab dalam menjaga kualitas SDM yang ada di perusahaan dengan cara pelatihan, pendidikan dan pengembangan sebagai upaya dalam peningkatan kemampuan dan keterampilan kerja. 3. Penilaian kerja, pengawasan terhadap efektifitas kerja seseorang, dilihat dari grafik standard kinerja dengan kinerja yang ditunjukan oleh karyawan. 4. Pembayaran upah pegawai. 5. Pemberian bonus kepada karyawan. 6. Pemberian cuti tahunan. 7. Menghubungkan antara pekerja dengan perusahaan, mulai dari peraturan perusahaan, informasi dan kebijaksanaan yang ada. 8. Pemutusan hubungan kerja berdasarkan rekomendasi dari direktur utama. k. Pelaksana Bagian HRD & PGA I
74
Pelaksana Bagian HRD & PGA I mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Membantu manager membuat laporan tentang kebutuhan dan penerimaan karyawan. 2. Mengadakan training untuk peningkatan kemampuan dan keterampilan kerja karyawan. 3. Membantu manager membuat laporan penilaian hasil kerja karyawan. l. Pelaksana Bagian HRD & PGA II Pelaksana Bagian HRD & PGA II mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Membuat laporan pemberian upah karyawan. 2. Mencatan penggunan cuti tahunan karyawan. 3. Membuat laporan pemberian bonus kepada karyawan. m. Manager Engineering Manager Engineering mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Melakukan perhitungan terhadap cost material dan proses produksi untuk produk baru. 2. Bertanggung jawab dalam pembuatan mesin-mesin dan cetakan-cetakan untuk proses produksi. 3. Bertanggung jawab atas kondisi mesin yang digunakan untuk proses produksi. n. Pelaksana Bagian Engineering I Pelaksana Bagian Engineering I mempunyai tugas sabagai berikut: 1. Membuat laporan mengenai cycle time proses produksi. 2. Membuat design untuk pembuatan mesin baru. 3. Melakukan pengecekan terhadap kondisi mesin. o. Pelaksana Bagian Engineering II
75
Pelaksana Bagian Engineering II mempunyai tugas sabagai berikut: 1. Membuat laporan mengenai produk baru. 2. Membuat flow process untuk pembuatan produk baru. 3. Melakukan pengecekan terhadap kesiapan produk baru. p. Manager Produksi Manager produksi mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Mengatur jumlah produk yang akan di produksi berdasarkan informasi dari bagian pemasaran. 2. Mengatur jumlah karyawan, jumlah mesin, jadwal produksi, dan jumlah produk yang akan akan digunakan untuk prosese produksi. 3. Memberikan laporan mingguan mengenai hasil produksi dan kondisi yang terjadi di bagian produksi kepada general manager. q. Kepala Gudang Seorang kepala gudang adalah seorang yang memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut: 1. Mengatur kas untuk keperluan gudang seperti: biaya bongkar muat. 2. Bersama dengan manager pemasaran mengatur stok produk jadi dan pengiriman barang. 3. Bersama dengan manager pembelian mengatur stok bahan baku produksi. r. Pelaksana Bagian Gudang Pelaksana bagian gudang mempunyai tugas sebagai berikut: 1. Mengatur kegiatan bongkar muat barang. 2. Membuat laporan penerimaan bahan baku produksi. 3. Membuat laporan persediaan bahan baku produksi.
76
4. Membuat laporan persedian barang jadi. 4.1.4
Data Karyawan Perusahaan PT. Mitsuba Indonesia terdiri dari tiga plant (Mina 1, Mina 2 & Mina 3).
Masing-masing plant memiliki tiga departemen, yaitu: 1. Direct Departement, yaitu departemen yang secara langsung berhubungan dengan proses produksi. 2. Semi Direct Departement, yaitu departemen yang tidak secara langsung berhubungan dengan proses produksi. 3. Indirect Departement, yaitu departemen yang tidak berhubungan dengan proses produksi. Adapun data jumlah tenaga kerja PT. Mitsuba Indonesia per akhir Agustus 2014 dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.1 Data Jumlah Karyawan Plant Mina 1 End of Aug 2014
DIRECT
Dept.
Section
Section Name
Permanent
Contract
∑
PLT
Platting
20
70
90
PA
Painting
3
1
4
OFF B
Office Factory B
6
-
6
PR
Press
21
7
28
OFF E1
Office Factory E1
2
-
2
LP
Lapping
10
65
75
PO
Plastic Injection
14
59
73
OFF E2
Office Factory E2
6
-
6
AMT
Armature
22
57
79
AMT-FP
Armature-Fuel Pump
10
37
47
CMT-FP
Commutator-Fuel Pump
1
24
25
FP
Fuel Pump
30
218
248
STM
Stater Motor
30
71
101
OFF F
Office Factory F
2
-
2
FRG
Forging
20
8
28
77
Section Name
INDIRECT
SEMI INDIRECT
Section
End of Aug 2014 Permanent
Contract
∑
OFF G
Office Factory G
14
6
20
SA
Shaft Armature
9
15
24
HO
Horn
43
127
170
RE
Relay
51
144
195
YMC
Yoke Machining
6
3
9
DM
Dies Maintenance
90
29
119
EC
Equipment Control
23
8
31
EXIM
Export-Import
9
-
9
IC
Inventory Control
14
7
21
INC
Internal Control
6
-
6
IT
Information Technology
6
-
6
LPC
Local Purchasing
9
-
9
PE
Product Engineering
34
1
35
PC
Purchase Center
4
-
4
PPC
Plan Production Control
10
-
10
PQC
Production Quality Control
9
-
9
QA
Quality Assurance
30
21
51
QC
Quality Control
15
5
20
WHE
Warehouse Export
18
7
25
WHL
Warehouse Local
23
9
32
PGA
Personnel and General Affairs
18
1
19
FA
Finance and Accounting
11
1
12
DV
Driver
11
-
11
OB
Office Boy
6
-
6
SC
Security
15
5
20
MKT
Marketing
7
1
8
SE
Safety Expert
4
1
5
TC
Training Center
5
-
5
697
1008
1705
Total ( ∑ ) Mina 1
78
Tabel 4.2 Data Jumlah Karyawan Plant Mina 2 End of Aug 2014
INDIRECT
SEMI DIRECT
DIRECT
Dept.
Section
Section Name
Permanent
Contract
∑
ACG
AC Generator
27
55
82
ACG-SG
AC Generator-Starter Generator
27
80
107
CNC STL
CNC Steel
11
54
65
ED
Electro Deposition
29
62
91
FW
Fly Wheel
36
86
122
PD
Powder Coating
5
2
7
PR CP1
Press Cikande Plant 1
21
10
31
PR3 CP1
Press 3 Cikande Plant 1
12
42
54
WA
Wiper Assy
34
54
88
DM CP1
Dies Maintenance Cikande Plant 1
5
-
5
EC CP1
Equipment Control Cikande Plant 1
8
3
11
INC CP1
3
-
3
2
-
2
5
-
5
13
12
25
QC CP1
Internal Control Cikande Plant 1 Plan Production Control Cikande Plant 1 Product Engineering Cikande Plant 1 Production Quality Control Cikande Plant 1 Quality Control Cikande Plant 1
5
3
10
WHE CP1
Warehouse Cikande Plant 1
6
15
21
GA CP1
General Affairs Cikande
4
1
5
DV CP1
Driver Cikande Plant 1
4
-
4
257
479
736
PPC CP1 PE P1 PQC CP1
Total ( ∑ ) Mina 2
Tabel 4.3 Data Jumlah Karyawan Plant Mina 3 End of Aug 2014
DIRECT
Dept.
Section
Section Name
Permanent
Contract
∑
ALT
Alumite
7
30
37
CNC AL
CNC Aluminium
39
53
92
CNC FP
CNC Fuel Pump
13
63
76
79
INDIRECT
SEMI DIRECT
Section
Section Name
End of Aug 2014 Permanent
Contract
∑
DC
Die Casting
26
64
90
MC
Machining
12
94
106
DM CP2
Die Maintenance Cikande Plant 2
8
-
8
EC CP2
Equipment Control Cikande Plant 2
5
5
10
INC CP2
Internal Control Cikande Plant 2 Plan Production Control Cikande Plant 2 Product Engineering Cikande Plant 2 Production Quality Control Cikande Plant 2
2
-
2
1
-
1
2
-
2
10
3
13
PPC CP2 PE CP2 PQC CP2 QC CP2
Quality Control Cikande Plant 2
5
3
WHE CP2
Warehouse Cikande Plant 2
2
4
6
GA CP2
General Affairs Cikande Plant 2
1
1
2
DV CP2
Driver Cikande Plant 2
1
-
1
134
320
454
Total ( ∑ ) Mina 3
4.1.4.1 Pengelompokan Karyawan Perusahaan Karyawan PT. Mitsuba Indonesia dapat dikelompokan dalam beberapa ketegori kelompok, antara lain berdasarkan jenis kelamin (gender), umur (age), dan status kerja (work status). Adapun pengelompokan tersebut secara lebih jelas dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
80
Gambar 4.2 Grafik Jumlah Karyawan Mina Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 4.3 Grafik Jumlah Karyawan Plant Mina 1 Berdasarkan Umur
81
Gambar 4.4 Grafik Jumlah Karyawan Plant Mina 2 Berdasarkan Umur
Gambar 4.5 Grafik Jumlah Karyawan Plant Mina 3 Berdasarkan Umur
82
Gambar 4.6 Grafik Jumlah Karyawan Mina Berdasarkan Umur
Contract
Gambar 4.7 Grafik Jumlah Karyawan Mina Berdasarkan Status Kerja
83
Indirect
Sum
Gambar 4.8 Grafik Jumlah Karyawan Mina Berdasarkan Center Group 4.1.5
Pengaturan Waktu Kerja Perusahaan Tiap perusahaan mempunyai pengaturan waktu kerja masing-masing
tergantung dari kebijakan dari perusahaan yang bersangkutan. Waktu kerja dan istirahat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dengan berpedoman kepada peraturan dan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku. Hari kerja biasa dalam satu minggu adalah 5 (lima) hari, dari hari senin sampai dengan hari jumat. Dalam 1 (satu) hari ada 8 (delapan) jam kerja. Dengan kata lain dalam 1(satu) minggu ada 40 (empat puluh) jam kerja. Waktu kerja pada PT. Mitsuba Indonesia di bagi menjadi 3 bagian, yaitu: a. Hari Kerja Biasa (Non Shift) Senin s/d Kamis
Jumat
Keterangan
07.55-10.00
kerja
07.55-10.00
kerja
Seluruh bagian
10.00-10.10
istirahat
10.00-10.10
istirahat
Seluruh bagian
10.10-11.40
kerja
10.10-11.50
kerja
Direct
10.10-12.20
kerja
10.10-12.00
kerja
Semi & In Direct
11.40-12.20
istirahat
11.50-12.50
istirahat
Direct
84
12.20-13.00
istirahat
12.00-13.00
istirahat
Semi & In Direct
12.20-15.30
kerja
12.50-15.30
kerja
Direct
13.00-15.30
kerja
13.00-15.30
kerja
Semi & In Direct
15.30-15.45
istirahat
15.30-15.45
istirahat
Seluruh bagian
15.45-17.00
kerja
15.45-17.10
kerja
Seluruh bagian
b. Kerja Shift Pabrik
Shift I
: Seperti hari kerja biasa (non shift), 8 jam sehari.
Shift II
: 7 jam sehari, perinciannya adalah sebagai berikut :
16.55-18.00
kerja
18.00-18.30
istirahat
18.30-21.30
kerja
21.30-22.05
istirahat
22.05-01.00
kerja
Shift III
: 6 jam sehari, perinciannya adalah sebagai berikut :
00.55-04.40
kerja
04.40-05.45
istirahat
05.45-08.00
kerja
Kerja Shift Security Hari kerja security dibagi dalam tiga shift untuk setiap anggota yang diatur
jam kerjanya, sebagai berikut :
4.1.6
Shift I
: 07.00-15.00
Shift II
:15.00-23.00
Shift III
:23.00-07.00
Hasil Produksi Perusahaan Produk yang dihasilkan oleh PT.Mitsuba Indonesia berasal dari pesanan
customer-customer dari dalam dan luar negeri. Adapun customer luar negeri adalah dari Malaysia, Thailand, Jepang, Vietnam, India. Sedangkan untuk customer dari
85
dalam negeri adalah Honda, Suzuki, Yamaha dan Kawasaki. Jenis produk yang diproduksi oleh PT.MITSUBA INDONESIA seperti Gambar 4.2
Gambar 4.9 Hasil Produksi PT. Mitsuba Indonesia 1. HORN
Suatu komponen kendaraan bermotor yang berfungsi untuk memberikan isyarat dengan bunyi / suara yang ditimbulkannya.
2. RELAY
komponen yang ada pada sepeda motor yang berfungsi untuk memberikan isyarat pada kendaraan yang ada didepan , belakang ataupun disisinya bahwa sepeda motor tersebut akan berbelok kekiri, kekanan atau pindah.
3. AC GENERATOR
Suatu komponen penghasil daya listrik yang berfungsi untuk seluruh komponen elektrik sepeda motor dan sebagai setting point untuk sudut pengapian.
86
4. STARTER MOTOR Sistem stater pada motor berfungsi sebagai pengganti kick
stater,
agar
pengendara
tidak
perlu
lagi
mengengkol kakinya untuk menghidupkan mesin. Namun pada umumnya sepeda motor dilengkapi juga dengan kick stater. Cara kerja motor stater mengubah energi listrik menjadi energi mekanik. 5. FUEL PUMP
Suatu komponen kendaraan motor yang berfungsi untuk mensuply bahan bakar dari tangki bahan bakar keruang pembakaran mesin melalui injector pada motor dengan sistem fuel injection ( FI ) sebagai pengganti karburator pada sistem motor konvensional. Cara kerjanya suatu sistem yang menyalurkan bahan bakarnya dari tangki ke injector dengan menggunakan pompa pada tekanan tertentu untuk mencampurnya dengan udara yang masuk keruang bakar.
6. ARMATURE
Merupakan salah satu komponen stater motor, armature terdiri atas sebatang besi yang berbentuk silinder dan diberi slot-slot, armature shaft (poros armature), komutator serta armature coil (kumparan armature). Armature funsinya untuk mengubah energi listrik menjadi energi makanik dalam bantuk gerak.
7. FLYWHEEL
Memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yakni sebagai komponen penyeimbang atau balancer putaran engine,
87
yang kedua sebagai magnet permanen dimana medan magnet digunakan untuk menghasilkan gaya gerak listrik melalui statorcomp assy dan yang terakhir mengatur sudut pengapian.
4.2
Pengenalan Tentang Horn
4.2.1
Sejarah Horn Horn lebih dikenal secara umum di masyarakat dengan nama klakson. Kata
klakson berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “klazo” yang berarti ”menjerit”. Di sebagian besar negara dalam bahasa sehari-hari mereka menyebutnya dengan nama “car horn”. Di Rumania dan belgia mereka menyebutnya ”claxon”, lalu di Perancis mereka menyebutnya “klaxon”. Horn atau klakson adalah terompet elektromekanik pada
kendaraan
bermotor
yang
berfungsi
untuk
memberikan
isyarat
(mengkomunikasikan sesuatu) untuk keselamatan dan keamanan kepada pengemudi kendaraan lain (kendaraan roda dua, mobil, truk, bis, pejalan kaki, dan kendaraan jenis lainnya) dengan bunyi/suara yang ditimbulkannya. Horn diaktifkan ketika seorang pengemudi kendaraan hendak mendahului kendaraan lain, meminta ruang jalan kepada pengemudi lain supaya tidak terjadi tabrakan, memberi isyarat kepada pengemudi kendaraan didepannya bahwa mereka ada dibelakangnya, dan sebagainya (http://id.m.wikipedia.org./wiki/klakson) Horn elektrik pertama kali ditemukan oleh Miller Reese Hutchison yang merupakan kerabat Thomas Alfa Edison. Horn diterapkan pada mobil mulai tahun 1908. Pertama kali horn ini dipasang pada mobil pribadi yang arus listriknya berasal dari baterai sel kering berkekuatan 6 volt, dan pada tahun 1911 arus listrik untuk
88
membunyikan klakson menggunakan baterai yang bisa diisi ulang. Jaman dahulu, horn belum menggunakan sistem elektrik. Bentuknya seperti terompet, dengan pijatan dari karet bulat. Saat karet dipencet, akan menimbulkan tekanan angin, dan melahirkan bunyi, to...et, to...et, seperti
digunakan beberapa
penjual
es
(http://id.m.wikipedia.org./wiki/klakson). Setiap kendaraan bermotor selalu dilengkapi dengan horn. Bunyi horn bermacam-macam. Ada yang bunyinya lembut dan sopan, dan ini membuat orang simpatik. Namun, ada ada juga horn yang telah dimodifikasi dan menimbulkan suara yang keras yang bisa melahirkan umpatan. Pihak berwenang mempunyai aturan yang ditujukan kepada produsen kendaraan bermotor untuk membedakan bunyi horn sesuai
dengan
ukuran
kendaraannya.
Peraturan
tersebut
berguna
untuk
mengidentifikasi jenis kendaraan yang datang. Sebagai contoh bunyi horn truk atau bus berbeda dengan mobil sedan, biasanya suara horn pada bus atau truk terdengar jauh lebih dalam dan lebih kencang. Jadi pengemudi kendaraan lain bisa lebih waspada karena tahu jenis kendaraan apa yang akan melewatinya. Untuk kendaraan seperti sepeda motor, tingkat frekuensi klakson adalah 420-440 Hz dan 340–370 Hz. Sedangkan horn mobil, memiliki tingkat frekuensi 500 dan 405–420 Hz, dengan kekuatan bunyi 107-109 Db. Untuk kendaraan berat seperti truk, memiliki tingkat frekuensi yang rendah, yaitu 125 sampai 180 Hz, dengan kekuatan bunyi 117-118 Db (http://id.m.wikipedia.org./wiki/klakson). 4.2.2
Pengertian Bunyi dan Resonansi Bunyi termasuk salah satu jenis gelombang yang dapat dirasakan oleh indera
pendengaran (telinga). Dalam fisika, pengertian bunyi adalah sesuatu yang dihasilkan dari benda yang bergetar. Benda yang menghasilkan bunyi disebut sumber
89
bunyi. Sumber bunyi yang bergetar akan menggetarkan molekul-molekul udara yang ada disekitarnya. Dengan demikian, syarat terjadinya bunyi adalah adanya benda yang bergetar. Perambatan bunyi memerlukan medium. Kita dapat mendengar bunyi jika ada medium yang dapat merambatkan bunyi.Syarat terjadi dan terdengarnya bunyi adalah (http//:pengertianahli.com/2014/02/pengertian resonansi): 1. Ada benda yang bergetar (sumber bunyi). 2. Ada medium yang merambatkan bunyi. 3. Ada penerima yang berada di dalam jangkauan sumber bunyi Resonansi adalah peristiwa ikut bergetarnya suatu benda akibat getaran benda lain, karena frekuensinya sama atau mempunyai frekuensi dengan nilai yang merupakan kelipatan bilangan bulat dari frekuensi benda tersebut. Percobaan mengenai resonansi yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan dua garputala. Dua garputala tersebut mempunyai frekuensi yang sama. Jika garpu tala yang pertama digetarkan, maka garputala yang kedua akan ikut bergetar karena adanya resonansi. Penerapan resonansi banyak kita temui pada alat musik seperti: gitar, suling, kendang, ketipung, bedug, dll. Termasuk horn atau klakson juga menerapkan prinsip resonansi untuk memperkuat bunyi yang ditimbulkan dari getaran (http//:pengertianahli.com/2014/02/pengertian resonansi).
90
4.2.3
Prinsip Kerja Horn
Gambar 4.10 Prinsip Kerja Horn
91
Berdasarkan gambar 4.3 diatas, kita dapat mengetahui prinsip kerja horn. Adapun prinsip kerja horn dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Ketika tombol ON ditekan, maka arus listrik akan mengalir melalui contact point (posisi normally close) menuju ke coil/kumparan. b. Seperti teori fisika tentang medan magnet/gaya gerak listrik, maka kumparan yang telah dialiri arus listrik akan berubah/menimbulkan medan magnet. Karena posisi pole yang berada di tengah-tengah kumparan, maka pole tersebut juga teraliri medan magnet. Dengan demikian pole telah terinduksi magnet. c. Pole yang telah terinduksi magnet tersebut akhirnya dapat menarik shaft kebawah mendekati pole. d. Kemudian
terjadilah
tabrakan/benturan
antara
pole
dan
shaft.
Tabrakan/benturan inilah yang dapat menimbulkan apa yang disebut dengan suara (dentaman). Tapi suara / dentaman tersebut masih belum terdengar keras. Pada saat yang hampir bersamaan, shaft yang bergerak kebawah (menuju pole) menekan contact point , sehingga contact point terbuka (terputus) sementara dan aliran arus yang menuju ke kumparan terputus. e. Karena arus listrik yang menuju ke kumparan terputus, maka kumparan tersebut tidak berfungsi sebagai medan magnet lagi. Karena shaft dipasang pada sebuah diaphram yang mempunyai sifat elastis, maka diaphram tersebut menarik shaft kembali ke posisi semula (posisi origin). f. Suara/dentaman yang terjadi dialirkan menuju ke resonator, dimana resonator ikut bergetar karena pengaruh dari suara/dentaman yang terjadi.
92
Dan ini sesuai dengan teori tentang resonansi. Resonator yang ikut bergetar juga menimbulkan bunyi. Bunyi dari resonator inilah yang berfungsi untuk memperkuat suara/dentaman yang terjadi antara pole dan shaft. Sehingga timbulah bunyi yang keras dengan frekuensi dan kekuatan bunyi tertentu dari sebuah horn. g. Ketika shaft kembali ke posisi origin, maka contact point kembali ke posisi semula juga (posisi normally close). Demikianlah proses untuk satu siklus. Dan siklus akan kembali terulang lagi dari awal sampai akhir proses lagi sampai terjadi suara keras yang dapat didengar oleh telinga kita. 4.2.4
Jenis-jenis Horn Secara umum horn yang diproduksi di PT.Mitsuba Indonesia ada dua jenis
yaitu horn jenis UBF dan horn jenis MBE. Horn UBF dipakai untuk kendaraan roda dua, sedangkan horn MBE dipakai untuk kendaraan roda empat (mobil, truk,bis,dll.). Masing-masing jenis horn (horn UBF dan MBE) mempunyai berbagai macam tipe. Untuk membedakan antara satu tipe dengan tipe yang lain maka pemberian nama tipe untuk horn menggunakan kombinasi huruf, atau kombinasi huruf dan angka. Secara umum ada perbedaan antara horn UBF dan horn MBE. Adapun perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini.
93
Tabel 4.4 Perbedaan Horn UBF dan Horn MBE No
Item
Horn UBF
Horn MBE
1
Dimensi
Lebih kecil dari MBE
Lebih besar dari UBF
2
Penggunaan
Kendaraan roda dua
Kendaraan roda empat
3
Jenis Material Kekuatan Bunyi
Sebagian beda
Sebagian beda
4
Low : 100 ± 5 dB (decibel)
High : 110 ± 5 dB (decibel)
High : 102 ± 5 dB (decibel) Suara lebih pelan dari MBE
Suara lebih kencang dari UBF
5
Frekuensi
430 ± 30 Hz
370 ± 30 Hz
6
Tegangan
12 V (Volt)
13 V (Volt)
7
Arus
Max 1.5A (Ampere)
Max 3A (Ampere)
4.2.5
Komponen-komponen Horn Satu unit horn (jenis UBF atau MBE) terdiri dari banyak komponen-
komponen penyusun. Masing-masing komponen mempunyai karakteristik tersendiri. Karakteristik yang dimaksud meliputi jenis material, proses pembuatan masingmasing komponen, sifat material yang berhubungan dengan fungsinya,dll. Adapun komponen-komponen penyusun sebuah horn assy sebagai berikut: 1. Wire 2UEW Ø 0.32mm Wire / kawat merupakan komponen utama pada horn. Hal ini dikarenakan dari wire-lah (yang telah dililitkan) timbul medan magnet yang merupakan energi utama yang dapat menggerkan semua komponen-komponen yang ada pada horn sampai pada akhirnya dapat menimbulkan bunyi / suara. Spesifikasi wire yang dipakai adalah wire 2UEW, dimana wire tersebut terbuat dari tembaga dengan ukuran Ø0.32mm ±0.02mm. Wire didatangkan dari supplier dalam bentuk gulungan.
94
Pada permukaan wire terdapat lapisan email yang berfungsi sebagai lapisan pelindung wire terhadap kemungkinan korsleting pada permukaan wire ketika digulung (winding) menjadi kumparan (coil). Lapisan email juga bersifat sebagai isolator (tak bisa menghantarkan arus listrik). Oleh karena itu lapisan email pada ujung wire harus dihilangkan sebelum wire disambung ke rangkaian lain. Proses handapot adalah proses menghilangkan lapisan email pada wire untuk kemudian diganti dengan lapisan timah. Proses handapot secara lebih detail akan dijelaskan pada bagian selanjutnya pada bab ini.
Gambar 4.11 Wire 0.32 (gulungan) 2. Bobin Bobin terbuat dari bahan plastik jenis PA66, G30, NT, TORAY CM1011 melalui proses plastic injection. Diantara semua part-part penyusun horn, hanya bobin-lah yang mempunyai bentuk yang paling kompleks (dapat dilihat pada gambar dibawah ini). Hal ini disesuaikan dengan fungsi bobin. Adapun fungsi bobin adalah sebagai berikut: a. Sebagai tempat wire dililitkan menjadi sebuah kumparan (coil). b. Sebagai tempat contact A dan contact B diinsertkan.
95
Gambar 4.12 Bobin 3. Core Core terbuat dari bahan plat besi jenis SGCC dengan tebal 1mm yang dilapisi plating dengan kode proses plating “MFZnC-5”. Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating yellow (C), dengan ketebalan plating minimal 5 mikron. Lapisan plating tersebut berfungsi sebagai lapisan anti karat. Core berfungsi sebagai holder (rumah) untuk bobin. Ketika contact assy (terdiri dari bobin, wire, core, contact A dan contact B) disatukan dengan case dan stay dengan proses pole coulking (dijelaskan lebih lanjut pada bagian selanjutnya), maka core berfungsi untuk mengikat (clamping) contact assy dengan kuat pada case dan stay.
Gambar 4.13 Core 4. Pole Pole terbuat dari bahan besi jenis SWRM12 yang dilapisi plating dengan kode proses plating EP-Fe/Zn5B. Artinya material yang digunakan untuk proses
96
plating adalah Zn (seng), dengan warna plating blue (B), dengan ketebalan plating minimal 5 mikron dan maksimal 8 mikron. Pole termasuk dalam kategori komponen penting yang terdapat pada satu unit horn. Pole berbentuk seperti rivet (pin) dan diassy ditengah-tengah bobin yang telah dililitkan wire dengan proses press pole. Adapun fungsi dari pole adalah sebagai berikut: a. Ketika pole terinduksi magnet oleh lilitan wire pada bobin, maka pole berubah sifat menjadi magnet dan dapat menarik rivet yang terdapat pada diaphram assy sehingga terjadi bunyi. b. Menyatukan contact assy (terdiri bobin yang telah dililit wire, core, contact A, contact B dan rivet tembaga tembaga 3x10 dengan jumlah 2 pcs) dengan case, washer 5mm 2 pcs dan stay 2pcs dengan proses pole coulking.
Gambar 4.14 Pole 5. Copper Rivet 3x10 Copper Rivet 3x10 terbuat dari bahan tembaga (copper) jenis C1100W. Copper Rivet 3x10 berfungsi sebagai media penyalur alur listrik dari terminal menuju ke contact assy. Seperti kita ketahui bahwa tembaga (cupper) memiliki sifat konduktor (sifat menghantarkan arus listrik) yang sangat baik. Disamping itu tembaga juga memiliki sifat mampu dibentuk / keling / rivet dengan baik sehingga dalam hal ini copper rivet 3x10 dapat juga berfungsi untuk menyatukan antara terminal sub assy, contact assy dan case dengan proses terminal press yang akan
97
dijelaskan selanjutnya pada bab ini. Secara lebih jelas copper rivet 3x10 dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.15 Copper Rivet 3x10 6. Contact B Contact B merupakan gabungan antara contact plate B dan point B yang diassy dengan proses press contact B. Contact plate B terbuat dari bahan besi jenis SUS 420 J2 dengan tebal 0.3mm dengan kekerasan 410 - 450 HV. Point B terbuat dari bahan tembaga (Copper). Contact B diassy pada coil assy dengan posisi point B menghadap ke atas. Contact B berfungsi untuk menyambung dan memutus arus listrik dari terminal menuju ke coil assy. Dalam kondisi normal, contact B tersambung dengan contact A (normally close). Tetapi ketika arus listrik mengalir menuju ke coil assy, rivet yang ada pada diaphram tertarik pole, kemudian insulator pun juga ikut bergerak kebawah mendekati contact B. Sampai pada akhirnya insulator menekan contact B kebawah dan terputuslah arus listrik yang menuju coil assy. Untuk lebih jelasnya contact B dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Contact plate B didesain dengan bentuk dan bahan sedemikian rupa sehingga memungkinkanya memiliki sifat elastis. Sifat elastis inilah yang dimanfaatkan untuk menyambung dan memutus contact point antara point B pada contact plate A dengan point B pada contact plate B. Dengan demikian point B pada contact plate B merupakan moveable point (titik yang dapat berubah posisi).
98
Gambar 4.16 Contact B 7. Contact A Contact A merupakan gabungan antara contact plate A dan point B yang diassy dengan proses press contact A. Contact plate A terbuat dari bahan besi jenis SPCC dengan tebal 1.2 mm yang dilapisi plating dengan kode proses plating MFZn-2B. Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating blue (B), dengan ketebalan plating minimal 2 mikron. Contact A diassy secara manual oleh operator diatas contact B pada bobin. Kemudian diclamp dengan 1st rivet copper 3x10. Point B pada contact A berfungsi sebagai fixed point (titik yang tetap). Contact A merupakan komponen dari horn yang mengalami proses adjusting point gap (penyesuaian) yaitu proses untuk menentukan besarnya kekuatan penekanan contact A terhadap contact B untuk mendapatkan point gap yang sesuai standar. Proses adjusting contact A dilakukan dengan cara mengencangkan atau mengendurkan screw pan M3x7 yang terdapat pada case. Ketika screw pan M3x7 dikencangkan, maka ujung dari screw pan M3x7 akan menekan contact A. Demikian sebaliknya ketika screw pan M3x7 dikendorkan maka penekanan terhadap contact A berkurang.
Gambar 4.17 Contact A
99
8. Case Case terbuat dari bahan besi jenis SPCC-SD (JSC270C,OD) dengan tebal 0.8mm yang dilapisi plating dengan kode proses plating Ep-Fe/Zn8K (CF). Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating black (K), dengan ketebalan plating minimal 8 mikron, dengan proses oven selama 4 jam. Lapisan plating berfungsi untuk mencegah korosi dan untuk memberi warna pada case yaitu warna hitam (black). Case berfungsi rumah (case) dimana semua komponen-komponen horn diassy didalamnya. Disamping itu case juga berfungsi untuk melindungi semua komponen-komponen horn dari pengaruh dari luar terutama cairan/air/air hujan. Air yang masuk ke dalam rangkaian horn dapat mempengaruhi kualitas suara yang ditimbulkan horn. Dalam jangka waktu lama juga dapat menyebabkan korosi pada komponen-komponennya. Oleh karena itu tidak boleh terjadi kebocoran pada case.
Gambar 4.18 Case 9. Terminal Sub Assy Terminal Sub Assy merupakan gabungan antara terminal plate dan terminal holder. Terminal plate terbuat dari bahan kuningan (campuran tembaga / Cu dan seng / Zn) jenis C2680P-1/2H dengan tebal 0.8 mm. Sedangkan terminal holder terbuat dari bahan plastik PA66, G30, NT, TORAY CM1011 (sama seperti bobin). Terminal sub assy berfungsi sebagai jalan masuknya arus listrik dari sumber listrik menuju ke
100
rangkaian horn. Pada setiap satu unit produk horn terdapat sepasang sub terminal sub assy. Pada masing-masing terminal terdapat dua buah lubang yaitu lubang besar dan lubang kecil. Lubang besar akan dimasuki rivet tembaga pada proses terminal press (dijelaskan pada bagian selanjutnya). Lubang kecil berfungsi untuk mengikat kabel dari sumber arus listrik (dari kendaraan yang akan dipasangi horn).
Gambar 4.19 Terminal Sub Assy 10. Washer Flat Ø5mm Washer flat Ø5mm terbuat dari bahan besi jenis SPCC-SD dengan tebal 1mm yang dilapisi plating dengan kode proses plating Ep-Fe/Zn5K (CF). Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating black (K), dengan ketebalan plating minimal 5 mikron, dengan proses oven selama 4 jam. Pada setiap satu unit horn terdapat washer flat Ø5mm sebanyak dua pcs. Satu washer dipasang diantara case dan stay, satu washer lain dipasang diatas stay. Washer flat Ø5mm berfungsi untuk memperkuat pegangan (holding) stay terhadap case.
Gambar 4.20 Washer Flat Ø5mm 11. Stay Stay terbuat dari bahan besi jenis SK7 dengan tebal 0.7 mm yang dilapisi plating dengan kode proses plating Ep-Fe/Zn8K. Artinya material yang digunakan
101
untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating black (K), dengan ketebalan plating minimal 8 mikron. Fungsi dari stay adalah untuk sebagai dudukan (stay) pada horn yang nantinya dipasangkan (clamping) pada unit motor / mobil / kendaraan lainya. Pada setiap satu unit horn terdapat dua buah stay yang dipasang bertumpuk. Pada masing-masin stay terdapat tiga buat lubang. Satu lubang digunakan untuk clamping unit horn dan dua lubang lainya untuk clamping horn pada unit motor / mobil / kendaraan lainya.
Gambar 4.21 Stay 12. Nut Hex CL2 M3 & Screw Pan M3x7 Nut hex CL2 M3 & screw pan M3x7 terbuat dari bahan besi jenis SWRM-12 yang dilapisi plating dengan kode proses plating MFZn C-5. Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating yellow (C), dengan ketebalan plating minimal 5 mikron. Seperti telah dibahas sebelumnya (pada penjelasan tentang contact A), bahwa nut hex CL2 M3 dan screw pan M3x7 berfungsi pada proses adjusting point gap.
Gambar 4.22 Nut Hex CL2 M3 & Screw Pan M3x7
102
13. Rivet Diaphragm Ø4x12 Rivet diaphragm Ø4x12 terbuat dari bahan besi jenis SWRM-12 yang dilapisi plating dengan kode proses plating Ep-Fe/Zn5B (CF). Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating blue (B), dengan ketebalan plating minimal 5 mikron. Rivet Diaphragm Ø4x12 merupakan komponen yang terdapat pada diaphragm assy. Ketika terjadi arus listrik mengalir menuju coil (kumparan), maka akan terjadi medan magnet pada pole yang kemudian dapat menarik rivet Ø4x12 mendekati pole sampai terjadi tabrakan / tumbukan antara pole dengan rivet Ø4x12. Tabrakan / tumbukan inilah yang dapat menimbulkan suara / bunyi pada horn.
Gambar 4.23 Rivet Ø4x12 14. Washer Flat Ø4 Washer Flat Ø4 terbuat dari bahan besi jenis SPC dengan tebal 0.6 mm yang dilapisi plating dengan kode proses plating Ep-Fe/Zn5B (CF). Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating blue (B), dengan ketebalan plating minimal 5 mikron. Washer flat Ø4 merupakan komponen yang terdapat pada diaphram assy yang dipasang setelah rivet Ø4x12. Bersama armature, washer flat Ø4 ini berfungsi untung menjepit insulator.
Gambar 4.24 Washer Flat Ø4
103
15. Insulator Insulator terbuat dari bahan sintetis jenis PL-PEM dengan tebal 0.5mm dan mempunyai sifat sebagai isolator. Karena bersifat sebagai isolator maka insulator digunakan untuk memutus dan menyambung contact point (contact antara point B pada contact A dan point B contact B). Ketika rivet Ø4x12 ditarik oleh pole, pada saat yang bersamaan insulator bergerak ke bawah sampai pada akhirnya menyentuh dan menekan contact B (memutus contact point). Ketika contact point terputus maka arus listrik yang menuju coil juga terputus dan medan magnet pada pole hilang. Dengan hilangnya medan magnet pada pole menyebabkan insulator kembali ke posisi semula dan tidak menekan contact B lagi sehingga contact point kembali tersambung.
Gambar 4.25 Insulator 16. Armature Armature terbuat dari bahan besi jenis SWCH18AA yang dilapisi plating dengan kode proses plating Ep-Fe/Zn5C. Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating yellow (C), dengan ketebalan plating minimal 5 mikron. Armature merupakan komponen yang terdapat pada diaphragm assy yang dipasang setelah insulator. Bersama washer flat Ø4, armature ini berfungsi untung menjepit insulator.
104
Gambar 4.26 Armature 17. Diaphragm Diaphragm terbuat dari bahan besi jenis SK5 dengan tebal 0.34 mm yang dilapisi plating dengan kode proses plating Ep-Fe/Zn5K. Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating black (K), dengan ketebalan plating minimal 5 mikron. Diaphragm merupakan komponen utama dari diaphragm assy yang dipasang setelah armature. Diaphragm mempunyai sifat elastis. Sifat elastis inilah yang dimanfaatkan untuk mengembalikan diaphragm assy ke posisi semula setelah rivet Ø4x12 tidak ditarik oleh pole lagi.
Gambar 4.27 Diaphragm 18. Washer B2 Washer B2 terbuat dari bahan besi jenis SPCC-SD dengan tebal 1.6 mm yang dilapisi plating dengan kode proses plating Ep-Fe/Zn5C. Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating yellow (C), dengan ketebalan plating minimal 5 mikron. Washer B2 merupakan komponen yang
105
terdapat pada diaphragm assy yang dipasang setelah diaphragm. Fungsi washer B2 adalah untuk memisahkan antara diaphragm dengan resonator (dijelaskan setelah ini) sehingga ada jarak diantara keduanya sesuai dengan ketebalan washer B2 yaitu1.6 mm.
Gambar 4.28 Washer B2 19. Resonator Resonator terbuat dari bahan alumunium jenis A5052P dengan tebal 1 mm dengan dilapisi paint black gloss hanya pada satu sisi atas saja. Resonator merupakan komponen yang terdapat pada diaphragm assy yang dipasang setelah washer B2. Bentuk resonator didesain sedemikian rupa dengan permukaan yang bergelombang (lihat gambar dibawah ini) disesuaikan dengan fungsinya. Bagian yang bergelombang dari resonator berfungsi untuk menangkap gelombang suara / bunyi yang ditimbulkan oleh tumbukan antara pole dengan rivet Ø4x12 untuk kemudian diperkuat sehingga menjadi lebih jelas didengar oleh telinga.
Gambar 4.29 Resonator
106
20. Washer Flat Ø4 Washer Flat Ø4 terbuat dari bahan besi jenis SPCC-SD dengan tebal 1 mm yang dilapisi plating dengan kode proses plating Ep-Fe/Zn5K. Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating black (K), dengan ketebalan plating minimal 5 mikron. Washer flat Ø4 merupakan komponen yang terdapat pada diaphragm assy yang dipasang setelah resonator (bagian paling atas) dan berfungsi untuk memperkuat clamping satu unit diaphragm assy pada proses press diaphragm.
Gambar 4.30 Washer Flat Ø4 21. Paper Gasket Paper gasket terbuat dari bahan craft paper dengan tebal 0.3 ± 0.05 mm dan dipasang diantara case dan diaphragm. Paper gasket berfungsi sebagai seal untuk mencegah kebocoran (cairan masuk) pada horn. Paper gasket sangat mudah robek dan terlipat. Oleh karena itu, operator perlu berhati-hati saat memasangnya.
Gambar 4.31 Paper Gasket
107
22. Ring Cover Ring cover terbuat dari bahan besi jenis SPCC dengan tebal 0.5 mm yang dilapisi plating dengan kode proses plating Ep-Fe/Zn8K. Artinya material yang digunakan untuk proses plating adalah Zn (seng), dengan warna plating black (K), dengan ketebalan plating minimal 8 mikron. Ring cover berfungsi untuk menyatukan case assy dengan diaphragm assy dan untuk melindungi (cover) horn dari pengaruh dari luar terutama terhadap benturan dan air. Lubang tengah pada ring cover berfungsi untuk menyalurkan suara / bunyi (yang telah diperkuat oleh resonator) keluar sehingga dapat didengar oleh telinga. Di ring cover juga terdapat empat lubang yang letaknya disamping (lihat gambar dibawah ini). Keempat lubang tersebut berfungsi sebagai jalan keluar ketika ada cairan (air hujan) masuk ke horn.
Gambar 4.32 Ring Cover 4.2.6
Proses Produksi Horn PT.Mitsuba Indonesia memproduksi horn untuk memenuhi kebutuhan
customer. Sehingga tipe produksi horn adalah production by order. Oleh karena itu kualitas dari horn menjadi perhatian utama demi kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Adapun customer-customer produk horn yang selama ini telah bekerjasama dengan PT.Mitsuba Indonesia antara lain adalah adalah Astra Honda
108
Motor (AHM), Yamaha Indonesia Motor MFG, Indomobil Suzuki International, Kawasaki Motor Indonesia, Nissan, dan lain – lain. Seksi Horn terdiri terdiri dari empat line mesin. Satu line mesin mewakili satu flow process horn dari awal sampai akhir. Dalam satu line mesin terdiri dari beberapa mesin sesuai dengan prosesnya. Waktu kerja seksi horn dibagi dalam dua shift. Ketika shift I, empat line mesin beroperasi semua. Tapi ketika shift 2, hanya dua line mesin yang beroperasi. Kemampuan mesin dalam memproduksi horn (dalam kondisi normal) dapat dijelaskan sebagai berikut: Kemampuan produksi per jam per line = 875 pcs horn. Kemampuan produksi per line per shift (dalam 1 shift ada 8 jam) = 875 x 8 = 7000 pcs horn. Kemampuan produksi semua line per hari (dalam 1 hari ada enam line mesin yang beroperasi) = 6 x 7000 = 42000 pcs horn. Komponen-komponen horn tidak semuanya dibuat di PT. Mitsuba Indonesia. Sebagian dibuat oleh supplier. Adapun komponen-komponen yang dibuat di PT. Mitsuba Indonesia antara lain : bobin, contact plate A, case, stay, diaphragm, resonator, dan ring cover. Komponen-komponen selain tersebut diatas dibuat oleh berbagai supplier. Proses produksi horn melalui beberapa tahapan proses, antara lain: 1. Proses Winding Wire Proses winding wire adalah proses menggulung wire (kawat) pada bobin. Pertama kali bobin dipasang pada spindle mesin. Kemudian lilitan wire (secara manual) pada jalur yang ada pada bobin sebagai awalan proses proses winding sebelum wire di gulung secara otomatis dengan mesin. Kemudian tekan tombol ON,
109
dan proses winding secara otomatis pun dimulai. Setelah proses winding selesai, kemudian bobin dilepas dari mesin dan diletakan di tempat yang sudah tersedia untuk diproses selanjutanya.
Gambar 4.33 Proses Winding Wire 2. Proses Handapot Proses handapot adalah proses mencelupkan ujung coil / wire / kawat ke dalam timah bar solder (cairan timah panas) dengan suhu 450 ± 50 º C yang berfungsi untuk menghilangkan lapisan email pada kawat dimana lapisan tersebut bersifat isolator (sukar menghantarkan arus listrik). Lapisan email sendiri pada kawat berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kemungkinan korsleting pada permukaan kawat ketika kawat digulung (winding) menjadi kumparan (coil). Ketika kawat dicelupkan kedalam timah cair, maka lapisan email pada kawat akan meleleh (hilang) kemudian diganti dengan cairan timah yang menempel pada wire. Proses handapot dimulai dengan memasukkan ujung wire ke dalam timah bar solder. Seluruh ujung wire harus tercelup dengan sisa handapot 4 – 6 mm dari bobin. Setelah itu dilakukan pembersihan kotoran handaball dengan cara menggoreskan bagian bobin yang terkena handaball dengan kawat besi (seperti gambar 4.35(b)) Hasil handapot dikatakan bagus jika : a. Seluruh ujung wire tercelup merata (sisa handapot 4 – 6 mm dari bobin).
110
b. Tidak ada handaball pada wire. c. Tidak ada sisa scrap pada bobin.
Gambar 4.34 Hasil Handapot OK
(a)
(b)
Gambar 4.35 (a) Proses Handapot (b) Pembersihan Wire Setelah Proses Handapot 3. Proses Setting Core dan Insert Pole Pada proses ini core dan pole dipasang pada bobin. Langkah pertama pada tahap proses ini adalah memasang core pada bobin. Dipastikan lubang core satu senter dengan lubang pada bobin. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pemasangan pole pada lubang bobin. Setelah core terpasang pada bobin, kemudian masukan pole ke dalam lubang bobin dan core yang telah disetting sebelumnya. Kemudian pole
111
dipress dengan bobin untuk menyatukan antara bobin, core dan pole. Hasil dari tahap proses ini adalah coil assy (terdiri dari bobin, core dan pole) Pada tahap proses ini perlu diperhatikan parameter-parameter utama yang berpengaruh nantinya terhadap output dari horn itu sendiri. Parameter-parameter tersebut berupa jarak A, B dan C. Masing-masing parameter mempunyai standar tersendiri. Jarak A merupakan kelengkungan core. Standar nilai A adalah 0.1 – 0.5 mm. Jarak B merupakan jarak antara ujung kepala pole dengan permukaan terluar dari core. Standar nilai B adalah 3.75 – 4.25 mm. Untuk mengukur kelengkungan core (jarak A) dan kedalaman pole (jarak B) dapat digunakan dial gauge. Jarak C merupakan ketebalan core. Standar nilai C adalah 10 – 10.5 mm.
Gambar 4.36 Standar Dimensi Core
Gambar 4.37 Coil Assy
Gambar 4.38 Mesin Insert Pole
112
4. Proses Lilit Wire dan Check Visual Sebelum proses pelilitan wire / kawat, maka terlebih dahulu dipasang 1st rivet tembaga pada bobin. Harus ada celah antara bobin dan first rivet tembaga. Celah tersebut akan dipakai sebagai ruang untuk pelilitan ujung wire yang pertama. Pada proses ini wire dililitan melingkar pada first rivet tembaga (di bobin) secara manual. Sementara ujung wire yang kedua juga dililitkan sesuai dengan jalur yang ada. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya short pada rangkaian dan supaya lilitan wire menjadi rapi. Karena proses ini merupakan proses manual dari operator, maka kerapian lilitan wire menjadi perhatian utama. Pastikan wire terjepit antara 1st rivet dan bobin, kalau tidak terjepit dapat menyebabkan horn mengalami short dan bahkan mati. Kemudian setelah itu dilakukan proses pemotongan ujung wire. Pada tahapan proses ini juga dilakukan check visual untuk memastikan bahwa coil assy bersih dari sisa timah handapot.
(a)
(b)
Gambar 4.39 Hasil Lilit Wire (a) OK (b) NG 5. Proses Coulking Point B pada Contact Plate A Pada tahapan proses ini, Point B yang berupa pin tembaga berdiameter kecil di-insert-kan / coulking / dimasukan kedalam lubang yang terdapat pada contact plate
113
A kemudian dilakukan proses penekanan (press) pada ujung pin tembaga tersebut sampai ujung pin mengalami deformasi sehingga bisa menempel kuat pada contact plate A. Proses coulking point B pada contact plate A secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah. Tahapan proses ini termasuk dalam tahapan proses yang sangat menentukan hasil output suara dari horn. Hal ini dikarenakan point B merupakan fixed point (titik tetap) yang berfungsi sebagai contact point / titik penghubung arus listrik dari terminal ke coil. Oleh karena itu standar nilai A dan B menjadi sangat penting. Ukuran A merupakan ukuran diameter pin setelah dicoulking. Standar ukuran A adalah Ø1.8 ± 0.1 mm. Ukuran B merupakan contact point high (tinggi contact point). Standar ukuran B adalah 1.04 ± 0.05 mm.
Gambar 4.40 Coulking Point B pada Contact Plate A
Gambar 4.41 Mesin Coulking Point B pada Contact Plate A
114
6. Proses Coulking Point B pada Contact Plate B Proses pada tahapan ini hampir sama dengan proses nomor 6 (coulking point B pada contact plate A). Yang membedakan adalah bahwa point B di-insert-kan / coulking / dimasukan pada lubang yang terdapat pada contact plate B. Proses coulking point B pada contact plate B secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Standar ukuran A adalah Ø2.2 ± 0.1 mm. Sedangkan standar ukuran B 0
adalah 1 -0.1 mm.
Gambar 4.42 Coulking Point B pada Contact Plate B
Gambar 4.43 Mesin Coulking Point B pada Contact Plate B 7. Proses Second Rivet Inserting & Setting Contact Assy Pada tahapan proses ini, contact A dan contact B di-assy jadi satu pada coil assy (terdiri bobin,wire,core dan rivet) dengan second rivet sebagai komponen pengikat (clamping). Caranya clampingnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
115
Pasang contact B secara manual pada coil assy dimana contact B harus masuk di guide yang ada pada bobin dan pastikan posisi lubang contact B harus satu senter dengan lubang yang ada pada bobin dan contact B bersentuhan dengan ujung wire dari bobin. Dengan kata lain wire berada dibawah contact B dengan posisi terjepit contact B. Pastikan pemasangan contact B tepat (tidak terbalik) dimana point B harus menghadap ke atas. Bila contact B dipasang terbalik (menghadap ke bawah) maka tidak ada contact point, sehingga terjadi short dan arus listrik tidak bisa mengalir ke kumparan yang menyebabkan horn tidak bisa berfungsi. Setelah contact B terpasang pada bobin, kemudian kunci contact A dengan pengunci yang terdapat pada bobin.
Pasang contact A secara manual pada coil assy dimana lubang slot contact point A harus masuk ke guide pada bobin. Pastikan pemasangan contact A tepat (tidak terbalik) dimana point A harus menghadap ke bawah dan bersentuhan satu senter dengan point B (point A dan point B tidak saling bergesar satu sama lain). Hal ini bertujuan agar contact point antara point A dan point B bisa berfungsi dengan baik dan menghindari terjadinya arus short yang dapat menyebabkan horn mati (tidak berfungsi).
Setalah contact A terpasang, kemudian clamp contact A dan contact B ke coil assy dengan menggunakan second pin rivet yang dimasukan pada lubang yang terdapat pada contact A, contact B dan bobin. Proses dalam tahapan ini berhenti sampai disini. Dan hasil dari tahapan proses ini berupa contact assy yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
116
Gambar 4.44 Hasil Second Rivet Inserting dan Setting Contact Assy 8. Proses Case Marking Pada proses yang terpisah dilakukan proses case marking, yaitu proses pemberian marking / tulisan “ UBH-F21 12V ” pada bagian luar dari case, lebih tepatnya diantara tulisan “ MITSUBA “ dan “ MADE IN INDONESIA ” yang sudah ada sebelumnya di case. Arti tulisan “ UBH-F21 12V “ dapat dijelaskan sebagai berikut: UBH : “Ultra Baby Horn” , horn (kecil) untuk kendaraan roda dua. F21
: Kode dari perusahaan untuk membedakan dengan hasil produksi dari perusahaan lain.
12V
: Tegangan yang dipakai adalah 12 Volt.
case marking
Gambar 4.45 Hasil Proses Case Marking
117
Gambar 4.46 Mesin Case Marking 9. Proses Press Terminal Proses Terminal Press adalah proses menyatukan contact assy (hasil dari tahapan proses ke-7), case (hasil dari tahapan proses ke-8) dan terminal sub assy (terminal dan terminal holder) menjadi satu assy yang disebut sebagai sub assy case .
Gambar 4.47 Proses Press Terminal
118
10. Proses Coulking Stay dan Pole Hasil dari tahapan proses ke-11 (sub assy case) di assy dengan washer flat Ø5mm (2 pcs) dan stay (2pcs) dengan menggunakan proses coulking. Pastikan urutan pemasangan washer flat Ø5mm (2 pcs) dan stay (2pcs) tidak terbalik. Pertama kali dimasukan washer flat Ø5mm (1 pcs), kemudian stay (2pcs) dan yang terakhir washer flat Ø5mm (1 pcs). Hasil dari tahapan proses ini adalah case assy.
Gambar 4.48 Proses Coulking Stay dan Pole 11. Proses Screw Tigtening Proses Screw Tigtening adalah proses pemasangan dan pengencangan screw pan M3x7 dan nut hex CL2 M3 pada case assy. Screw pan M3x7 yang sudah dimasukan terlebih dulu ke dalam nut hex CL2 M3 dimasukkan kedalam lubang ulir M3 yang ada pada case. Kemudian dikencangkan sampai ujung screw pan M3x7 menyentuh bagian dinding bobin dan menekan contact A. Pada proses selanjutnya akan dilakukan adjusting pengencangan screw pan M3x7 dan nut hex CL2 M3 ini untuk menghasilkan jenis suara sesuai yang distandarkan.
119
Gambar 4.49 Proses Screw Tigtening 12. Proses Setting Armature Sub Assy Proses Armature Sub Assy adalah proses assy (secara manual oleh operator) part-part berikut secara berurutan dan tidak boleh terbalik yaitu rivet Ø4x12, washer flat Ø4, insulator dan armature menjadi satu assy yang diberi nama armature sub assy. Armature sub assy yang sudah siap ditaruh dengan rapi (pastikan part-part tidak saling lepas satu sama lain) di tempat yang sudah disediakan untuk diproses selanjutnya.
Gambar 4.50 Proses Setting Armature Sub Assy 13. Proses Setting Diaphragm Sub Assy Proses diaphragm sub assy adalah proses assy (secara manual oleh operator) antara armature sub assy dengan diaphragm dan washer B2.
120
+
+
Gambar 4.51 Setting Diaphragm Sub Assy 14. Proses Press Diaphragm Proses press diaphragm adalah proses assy antara diaphragm sub assy dengan resonator dan washer flat Ø4 (1 pcs) dengan mengunakan mesin riveting (mesin press rivet). Sebelum proses press diaphragm dimulai, pastikan terlebih dahulu diaphragm sub assy sudah terpasang washer flat Ø4 (1 pcs) dan resonator (seperti gambar dibawah ini). Diaphragm sub assy yang sudah terpasang washer flat Ø4 (1 pcs) dan resonator disebut dengan diaphram assy. Setelah diaphragm assy siap, kemudian letakkan diaphram assy dengan tepat pada jig yang ada pada mesin riveting. Kemudian proses press diaphragm siap dilakukan. Part yang mengalami proses riveting (proses press rivet) adalah rivet Ø4x12. Proses riveting yang terjadi dapat menyatukan semua part-part pada diaphragm assy dengan cukup kuat.
+
+
Gambar 4.52 Setting Diaphragm Assy
121
Gambar 4.53 Proses Press Diaphragm 15. Proses Setting Case Assy, Gasket, Diaphragm Assy dan Ring Cover Proses ini dilakukan secara manual oleh operator dan bertujuan untuk menyatukan case assy, paper gasket dan diaphragm assy. Hal yang perlu diperhatikan pada proses ini adalah bahwa paper gasket yang dipasang diantara case assy dan diaphragm assy tidak boleh terlipat. Kalo paper gasket terlipat akibatnya akan ada kemungkinan kebocoran yang bisa menyebabkan air masuk. Dan ketika air masuk ke dalam unit horn dapat menyebabkan terjadinya short aliran listrik sampai pada akhirnya bisa menyebabkan horn tidak berfungsi.
122
Gambar 4.54 Setting Case Assy, Gasket, Diaphragm Assy dan Ring Cover 16. Proses Ring Cover Stacking Proses ring cover stacking adalah proses pelipatan dinding ring cover secara melingkar untuk menyatukan hasil part assy dari proses ke-15 (terdiri dari case assy, paper gasket dan diaphram assy) dengan ring cover. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah pemberian pelumas (oli) setiap dua puluh sampai tiga puluh proses sekali. Apabila pemberian pelumas telat atau bahkan tidak sama sekali maka akan berpengaruh pada hasil proses ring cover stacking.
Gambar 4.55 Proses Ring Cover Stacking
123
Gambar 4.56 Mesin Ring Cover Stacking
Gambar 4.57 Proses Pelumasan Jig Ring Cover Stacking
Pastikan part-part assy yang akan di proses berada dengan tepat (tidak miring) pada guide yang ada di jig. Setelah part assy siap kemudian sentuh switch dan slide mesin bergerak dari TMA ke TMB. Proses ring cover stacking pun terjadi. Pada proses ini pelumasan jig sangatlah penting. Apabila pelumasan jig telat atau bahkan tidak sama sekali akan berpengaruh pada hasil proses ring cover stacking. 17. Proses Air Gap Adjusting Proses air gap adjusting adalah proses pengaturan (adjusting) jarak antara pole (pada bobin) dengan rivet Ø4x12 (pada diaphram assy). Standar jaraknya adalah 600 – 700 micron ( 0.6 – 0.7 mm). Diluar standar jarak tersebut dapat menyebabkan horn tidak berfungsi dengan baik. Bila air gap dibawah standar dapat menyebabkan suara sember (suara pecah), sebaliknya bila air gap diatas standar dapat menyebabkan suara mendem (suara berat). Horn yang sudah finish, ditempatkan pada guide yang ada pada jig air gap adjusting dengan posisi ring cover diatas (seperti
124
gambar dibawah). Kemudian tekan tombol ON dan punch akan turun menekan bagian tengah dari diaphram assy. Tekanan tersebut menyebabkan diaphram assy turun kebawah menekan pole. Setelah sampai di TMB (titik mati bawah), maka punch kembali ke TMA (titik mati atas) dan diaphram assy kembali ke posisi semula. Kemudian di layar indikator akan muncul jarak aktual (setelah proses) antara pole dengan rivet Ø4x12. Apabila jaraknya diluar standar, maka lampu indikator NG (not good) akan menyala, dan horn yang NG tersebut harus dipisahkan.
Gambar 4.58 Mesin Air Gap Adjusting
Gambar 4.59 Proses Air Gap Adjusting
125
18. Proses Adjusting Proses adjusting adalah proses pengaturan (adjusting) screw pan M3x7 dan nut hex CL2 M3 untuk mendapatkan nilai ampere yang standar yaitu 1A (ampere) pada tegangan 14,5V. Kemudian diikuti dengan pengecekan arus listrik pada tegangan 12V dan 9V. Standar nilai arus listrik (A) pada tegangan 12V dan 9V masing-masing adalah 0,8 A dan 0,6 A. Proses adjusting dimulai dengan menyambungkan terminal (pada horn) dengan sumber arus listrik. Pengecekan pertama dilakukan pada tegangan 14,5V. Kemudian dilakukan proses adjusting screw pan M3x7 dan nut hex CL2 M3 secara manual (dengan memutar obeng) sampai didapat nilai arus 1A yang ditunjukan oleh jarum indikator arus. Pada saat yang bersamaan (saat jarum indikator menunjukan angaka 1A), maka kualitas suara horn dicek dengan menggunakan earphone. Bila hasil suara tidak standar (sember atau mendem) maka dilakukan penyortiran. Setelah jarum indikator nilai arus menunjukan angka 1A, maka proses adjusting dihentikan. Kemudian operator mengencangkan screw pan M3x7 dan nut hex CL2. Setelah itu operator menginjak foot switch. Ketika foot switch diinjak, maka proses pengecekan kualitas suara berturut-turut pada tegangan 12V dan 9V akan berlangsung secara otomatis. Bila hasil pengecekan suara pada masing-masing tegangan tersebut tidak sesuai standar maka dilakukan penyortiran. Bila hasil pengecekan suaranya sesuai standar maka proses dilanjutkan ke tahapan proses selanjutnya.
126
Gambar 4.60 Mesin Adjusting
Gambar 4.61 Bagian-bagian Penting Mesin Adjusting 19. Proses Check Point Gap Proses Check Point Gap adalah proses pengecekan dan pengaturan jarak (gap) antara point A dan point B. Standar point gap 0.15 – 0.45 mm. Pertama kali horn diletakkan dan disetting pada jig (dipastikan terpasang dengan benar dan tidak
127
miring). Kemudian sentuh toggle switch dan prosespun dimulai. Bila lampu hijau menyala berarti point gap masuk dalam standar, tetapi bila lampu merah yang menyala maka point gap diluar standar, sehingga horn tersebut harus direject (dipisahkan).
Gambar 4.62 Proses Check Point Gap
Gambar 4.63 Mesin Check Point Gap
20. Proses Numbering Proses numbering adalah proses pemberian kombinasi angka pada stay yang berfungsi sebagai identitas / penomoran / numbering atas produk horn yang sedang diproduksi. Penomoran tersebut berfungsi bila suatu saat ada customer claim maka proses analisa dapat tepat sasaran. Penomoran terdiri dari empat kelompak angka, yaitu : a. Kelompok 1, merupakan angka terakhir yang menunjukan urutan line mesin. b. Kelompok 2, merupakan angka ke-2 dan ke-3 dari belakang yang menunjukan tanggal produksi horn.
128
c. Kelompok 3, merupakan angka atau huruf ke-4 dari belakang yang menunjukan bulan produksi horn. Angka 1 (satu) menunjukan bulan Januari, angka 2 (dua) menunjukan bulan Februari. Demikian seterusnya sampai angka 9 (sembilan) yang menunjukan bulan September. Bulan Oktober, November dan Desember secara berturut-turut ditunjukan oleh huruf X, Y dan Z. d. Kelompok 4, merupakan angka pertama yang menunjukan tahun produksi.
Gambar 4.64 Hasil Numbering Pada gambar diatas terlihat bahwa numbering horn terdiri dari lima karakter yaitu “4X304”. Dengan demikian part horn tersebut diproduksi di line mesin 4, pada tanggal 30 Oktober 2014. Horn yang akan diproses numbering diletakan pada jig dengan benar (tidak miring) dengan posisi stay diatas. Sebelum proses dimulai pastikan semua kombinasi punch numbering sudah tepat (sesuai dengan posisi line, tanggal, bulan dan tahun produksi). Kemudian sentuh switch dan mesin bergerak dari TMA menuju TMB dan punch numbering pun membentuk numbering.
129
Gambar 4.65 Mesin Proses Numbering 21. Proses Chakron Giving Proses chakron giving adalah proses pemberian cairan (bernama chackron) pada bagian-bagian tertentu dari horn seperti pada terminal, screw pan M3x7 dan nut hex CL2 M3, washer pada resonator dan washer pada pole dengan tujuan untuk proses sealing yaitu menutupi celah yang ada untuk mencegah terjadinya kebocoran. Ada dua jenis cairan chakron yaitu clear chakron dan black chakron. Jenis clear chakron yang dipakai adalah jenis bond clear 740 yang berwarna bening dan digunakan untuk menutupi bagian terminal dan screw pan M3x7 dengan nut hex CL2 M3. Jenis black chakron yang dipakai adalah jenis bond black 742 yang berwarna hitam dan digunakan untuk menutupi bagian washer pada resonator dan washer pada pole.
130
Gambar 4.66 Area Clear Chakron pada Screw dan Nut
Gambar 4.67 Area Clear Chakron pada Terminal
Gambar 4.68 Area Black Chakron pada Pole dan Resonator 22. Proses Drying Proses drying adalah proses pengeringan cairan chakron ke dalam oven selama kurang lebih 5 menit. Part-part yang akan di proses drying disusun secara rapi pada papan proses drying. Setalah itu dimasukkan ke dalam oven drying.
131
Gambar 4.69 Mesin Drying 23. Proses Visual Check Pengecekan horn pada tahap ini dilakukan oleh operator untuk mencegah adanya produk yang tidak standar terkirim ke konsumen. Poin pengecekan yang dilakukan adalah visual dari produk yang meliputi: 1. Marking pada resonator dan case harus jelas. 2. Ada nut hex CL2 M3 & screw pan M3x7. 3. Ada chakron pada washer resonator, washer pole, terminal dan nut hex CL2 M3 & screw pan M3x7. 4. Tidak ada bagian dari horn yang tergores dan penyok. 5. Posisi drain hole benar. 6. Terminal tidak berkarat. 7. Warna plating part-part horn sesuai standar
132
Gambar 4.70 Area Visual Check 24. Proses Double Check Proses double check adalah proses pengecekan kualitas suara horn tahap akhir untuk memastikan tidak terjadi cacat suara baik suara sember, suara mendem, horn short atau horn mati. Proses double check hampir menyerupai proses adjusting. Perbedaannya adalah bahwa proses double check dilakukan di sebuah ruangan tertutup yang disebut dengan boom box, sehingga operator lebih konsentrasi dalam proses pengecekan kualitas suara. Perbedaan yang lain adalah bahwa dalam proses double check tidak dilakukan proses adjusting (penyetingan) ampere. Apabila terjadi cacat suara maka dilakukan penyortiran. Part yang tidak mengalami cacat suara kemudian dilakukan proses selanjutnya (proses packing).
Gambar 4.71 Area Boom Box
133
25. Proses Packing Proses packing adalah proses penyimpanan (packing) horn yang tidak mengalami cacat baik secara visual maupun secara fungsi (suara) sebelum dikirim ke customer. Proses packing diawali dengan membungkus masing-masing horn ke dalam sebuah plastik (satu horn dimasukan ke dalam satu plastik). Horn-horn yang telah terbungkus plastik kemudian dimasukkan ke dalam kardus bersekat. Setelah itu kardus di tutup dengan perekat dan siap dikirim ke gudang finished good untuk kemudian dikirim ke customer.
Gambar 4.72 Proses Packing 4.2.7
Fungsi Proses Produksi Horn Fungsi proses ini menjelaskan secara singkat proses yang digunakan dalam
pembuatan horn berdasarkan ringkasan dari proses produksi horn yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini Tabel 4.5 Fungsi Proses Produksi Horn No
Fungsi Proses
Keterangan
1
Winding Wire
Penggulungan wire pada bobin.
2
Handapot
Penghilangan lapisan email pada wire dan diganti dengan lapisan timah.
3
Setting Core & Insert Pole
Pemasangan core dan pole pada bobin.
4
Lilit Wire
Pelilitan ujung wire pada jalur yang ada di bobin dan memasukkan 1st rivet copper pada bobin.
134
No
Fungsi Proses Coulking Point B pada Contact Plate A Coulking Point B pada Contact Plate B
Pemasangan point B pada contact plate A.
7
2nd Rivet Inserting & Setting Contact Assy
Pemasangan contact A & contact B pada coil assy dan memasukkan 2nd rivet copper pada bobin.
8
Case Marking
Pemberian marking / tulisan “UBF-F21 12V” pada case.
9
Press Terminal
Menyatukan contact assy, case dan terminal sub assy menjadi sub assy case.
10
Coulking Stay dan Pole
Menyatukan sub assy case dengan stay (2pcs) dan washer flat Ø5mm (2 pcs) case assy.
11
Screw Tigtening
5 6
Keterangan
Pemasangan point B pada contact plate B.
Pemasangan dan pengencangan screw pan M3x7 dan
nut hex CL2 M3 pada case assy. Perakitan secara berurutan antara rivet Ø4x12, washer
12
Setting Armature Sub Assy
flat Ø4, insulator dan armature menjadi armature sub assy.
13
Setting Diaphram Sub Assy
14
Press Diaphram
15
Setting Case Assy,Gasket, Diaphram Assy dan Ring Cover
Perakitan case assy, gasket,diapram assy dan ring cover menjadi satu assy (sebelum di proses stacking ring cover).
16
Ring Cover Stacking
Menyatukan case assy, gasket,diapram assy dan ring cover menjadi satu assy.
17
Air Gap Adjusting
Perakitan secara berurutan antara armature sub assy
dengan washer B2 dan diaphram menjadi Diaphram Sub Assy. Merakit dan menyatukan Diaphram Sub Assy dengan
resonator dan washer flat Ø4 (1 pcs).
Pengaturan jarak antara pole (pada bobin) dengan rivet
Ø4x12 (pada diaphram assy). Pengaturan screw pan M3x7 dan nut hex CL2 M3
untuk mendapatkan nilai ampere yang standar (1A) pada tegangan 14.5V dan proses pengecekan kualitas suara tahap awal.
18
Adjusting (Choose)
19
Check Point Gap
20
Numbering
Pemberian identitas yang berhubungan dengan line mesin, tanggal, bulan dan tahun produksi horn.
21
Chakron Giving
Pemberian cairan chakron pada terminal, screw pan M3x7 dan nut hex CL2 M3, washer pada resonator dan washer pada pole.
Pengecekan dan pengaturan jarak (gap) antara point A
dan point B.
135
No
Fungsi Proses
Keterangan
22
Drying
Pengeringan cairan chakron di dalam oven.
23
Visual Check
Pengecekan horn secara visual.
24
Double Check
Pengecekan kualitas suara horn tahap akhir.
25
Packing
Penyimpanan finished horn ke dalam plastik kemudian disusun rapi ke dalam kardus bersekat.
4.2.8
Flow Process Produksi Horn Untuk memudahkan pemahaman tentang proses produksi horn UBF secara
sistematis dapat melihat Flow Process Horn UBF pada gambar 4.73 dan gambar 4.74 dibawah ini.
136
Gambar 4.73 Flow Process Horn UBF (1)
137
Gambar 4.74 Flow Process Horn UBF (2)
138
4.2.9
Jenis-jenis Cacat Pada Produk Horn UBF Dalam setiap proses produksi selalu ditemukan adanya variasi. Variasi
didefinisikan
sebagai
ketidakseragaman
dalam
sistem
industri
sehingga
menimbulkan perbedaaan dalam kualitas pada produk (barang dan atau jasa) yang dihasilkan (Vincent Gaspersz : 2012). Variasi produk yang terjadi diluar batas-batas yang telah ditetapkan disebut sebagai kecacatan (ketidaksesuaian) produk. Jenis cacat horn UBF yang akan dibahas dalam penelitian ini terjadi pada semua tipe horn UBF. Oleh karena itu pembahasan jenis cacat dan usulan perbaikannya berlaku untuk semua tipe horn UBF. Adapun jenis-jenis cacat yang terjadi pada horn UBF adalah sebagai berikut: 1. Horn Mati Horn mati adalah jenis cacat pada horn dimana horn tidak dapat mengeluarkan suara / bunyi sama sekali. Pada proses adjusting, cacat horn mati di-indikatorkan dengan tidak menyalanya indikator ampere dan frekuensi, tetapi indikator voltase tetap menyala.
Gambar 4.75 Cacat Horn Mati
139
2. Contact Meleset Contact meleset adalah jenis cacat pada horn dimana contact point antara point B pada contact A dan point B pada contact B tidak center (meleset) tetapi masih ada kontak (sentuhan. Jadi dalam hal ini horn masih bisa menyala (ON) namun dikhawatirkan suatu saat posisi contact point antara point A dan point B bisa semakin jauh sehingga tidak ada contact point lagi antara point A dan point B dan akhirnya dapat mengakibatkan horn mati. Dengan kata lain cacat jenis ini akan berpengaruh pada life time (umur pakai) horn.
Gambar 4.76 Cacat Contact Meleset 3. Suara Sember Suara sember adalah jenis cacat pada horn dimana suara / bunyi yang dihasilkan pecah atau suara tidak utuh (seandaikan dibahasakan bunyinya seperti pret...pret...pret...). Secara pendengaranpun akan terdengar tidak enak (tidak nyaman) ditelinga. 4. Suara Mendem Suara mendem adalah jenis cacat pada horn dimana suara / bunyi yang dihasilkan sangat lemah (pelan dan terdengar berat), cenderung suara tertahan
140
dan tidak keluar secara bebas dan penuh. Untuk memudahkan membayangkan jenis cacat ini, maka jenis cacat suara mendem dapat dianalogikan dengan suara bass pada jenis pengaturan suara musik. Suara bass terdengar lemah dan seolah olah “ada” yang menghalanginya untuk keluar (didengar). 5. Screw Ambles Screw ambles adalah jenis cacat pada horn dimana settingan arus 1A pada tegangan 14.5V belum tercapai padahal ujung screw pan M3x7 sudah disetting terlalu masuk / menekan bobin dan contact A sehingga tidak ada gap / jarak lagi antara screw pan M3x7 dengan nut hex CL2 M3. Sehingga dengan kata lain proses adjusting arus sudah tidak bisa dilakukan lagi.
Gambar 4.77 Cacat Screw Ambles 6. Ampere Tinggi Ampere tinggi adalah cacat pada horn dimana arus listrik (ampere) yang dihasilkan oleh horn melebihi dari standar yang telah ditetapkan yaitu 1A pada tegangan 14.5V. Bila arus listrik yang dihasilkan melebihi 1A, maka kekutan magnet pada pole semakin kuat. Hal ini menyebabkan pole menarik rivet diaphragm dengan kuat. Apabila terjadi benturan yang semakin kuat maka dapat menyebabkan terjadinya suara yang pecah. Dan hal inilah yang berpotensi menyebabkan cacat suara sember.
141
Gambar 4.78 Cacat Ampere Tinggi 7. Ampere Rendah Ampere rendah adalah cacat pada horn dimana arus listrik (ampere) yang dihasilkan oleh horn kurang dari standar yang telah ditetapkan yaitu 1A pada tegangan 14.5V. Bila arus listrik yang dihasilkan kurang dari 1A, maka kekutan magnet pada pole semakin lemah. Hal ini menyebabkan pole menarik rivet diaphragm dengan lemah. Benturan yang lemah inilah yang dapat menyebabkan terjadinya suara yang lemah dan berat dan akan berpotensi menimbulkan cacat suara mendem.
Gambar 4.79 Cacat Ampere Rendah 8. Horn Short Horn short adalah cacat pada horn dimana terjadi arus pendek (hubungan singkat/short) pada rangkaian horn. Cacat ini biasanya disebabkan karena ada
142
scrap (atau benda asing yang dapat menghantar arus listrik) yang menempel pada rangkain horn atau terjadi kontak langsung antara rangkaian arus listrik dengan body horn (dalam hal ini case). Pada proses adjusting, cacat horn short di-indikatorkan dengan menyalanya lampu indikator NG (warna merah), tidak menyalanya semua indikator yang lain (voltase dan frekuensi), dan tidak timbulnya bunyi pada earphone operator. Horn yang mengalami cacat jenis ini disortir.
Gambar 4.80 Cacat Horn Short
4.3
Pengumpulan Data Setelah kita mengetahui jenis-jenis cacat pada produksi horn, maka berikut
ini akan diuraikan check sheet data pengamatan jenis-jenis cacat pada produksi horn yang diambil dari bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Juli 2014 yang tersaji pada tabel 4.6 dibawah ini. Tabel 4.6 Data Jenis Cacat Horn Bulan Februari 2013 – Juli 2014
No
Min ggu
Jenis Cacat (Pcs)
Total
Ke-
Hm
Sm
Ss
Cm
Sa
At
Ar
Hs
Cacat
Produksi
1
1
1192
366
1081
70
119
490
108
1462
4888
294000
2
2
1189
336
1084
62
120
431
110
1460
4792
292950
143
Jenis Cacat (Pcs)
Total
Min ggu Ke-
Hm
Sm
Ss
Cm
Sa
At
Ar
Hs
Cacat
Produksi
3
3
1185
351
1077
68
132
432
105
1427
4777
296100
4
4
1185
387
1071
60
119
462
119
1423
4826
293510
5
5
1214
382
1094
74
120
459
125
1448
4916
293650
6
6
1197
386
1021
75
100
447
130
1422
4778
291585
7
7
1242
390
1092
87
109
442
145
1486
4993
291550
8
8
1204
396
1036
63
121
452
150
1474
4896
294700
9
9
1243
370
1145
76
110
464
140
1493
5041
294350
10
10
1295
391
1163
88
141
491
135
1572
5276
295785
11
11
1253
368
1142
65
132
461
116
1485
5022
297500
12
12
1197
350
1155
67
132
450
114
1444
4909
297500
13
13
1267
380
1197
76
127
480
130
1527
5184
294070
14
14
1252
312
1201
76
130
485
123
1545
5124
295470
15
15
1277
355
1161
65
120
429
120
1496
5023
294700
16
16
1303
401
1141
79
135
484
124
1553
5220
294315
17
17
1227
371
1171
76
121
455
120
1502
5043
300650
18
18
1235
341
1134
75
140
483
103
1423
4934
299950
19
19
1196
376
1110
56
125
442
144
1447
4896
300300
20
20
1219
387
1147
78
140
490
130
1481
5072
301210
21
21
1198
383
1121
64
120
467
117
1462
4932
300650
22
22
1301
392
1182
97
146
495
130
1581
5324
299600
23
23
1229
393
1129
75
121
483
125
1505
5060
298900
24
24
1245
419
1153
80
144
496
139
1505
5181
299950
25
25
1191
375
1094
75
145
475
111
1455
4921
300300
26
26
1180
350
1079
71
136
426
115
1457
4814
299600
27
27
1175
382
1072
68
129
486
113
1463
4888
295750
28
28
1274
400
1192
96
142
470
131
1551
5256
298550
29
29
1213
395
1147
64
140
443
129
1492
5023
294350
30
30
1197
379
1110
60
133
442
135
1451
4907
293825
31
31
1248
391
1155
81
130
480
120
1561
5166
289800
32
32
1235
384
1121
88
142
472
124
1499
5065
292600
No
144
Jenis Cacat (Pcs)
Total
Min ggu Ke-
Hm
Sm
Ss
Cm
Sa
At
Ar
Hs
Cacat
Produksi
33
33
1241
390
1150
97
136
450
130
1565
5159
289800
34
34
1201
382
1123
75
133
487
127
1501
5029
293720
35
35
1235
396
1128
75
156
463
115
1544
5112
289800
36
36
1191
353
1087
72
153
442
104
1476
4878
288470
37
37
1196
325
1061
67
120
465
103
1465
4802
290500
38
38
1237
359
1151
80
124
472
131
1577
5131
288400
39
39
1230
332
1106
65
131
450
101
1519
4934
289800
40
40
1197
364
1093
85
137
415
99
1471
4861
291200
41
41
1209
387
1053
59
126
428
115
1459
4836
294350
42
42
1249
350
1121
97
135
438
119
1497
5006
293440
43
43
1177
305
1035
87
130
417
120
1441
4712
290640
44
44
1181
339
1069
71
133
425
105
1471
4794
290185
45
45
1193
360
1092
74
124
452
110
1485
4890
290815
46
46
1171
341
1052
75
125
425
96
1463
4748
290500
47
47
1243
399
1147
89
136
456
113
1522
5105
289800
48
48
1197
370
1092
76
126
430
102
1495
4888
292600
49
49
1254
390
1141
89
145
477
130
1512
5138
297500
50
50
1243
381
1111
83
138
459
129
1495
5039
296450
51
51
1257
396
1181
70
145
497
125
1561
5232
294700
52
52
1220
324
1141
81
157
460
110
1539
5032
291900
53
53
1254
353
1156
88
151
452
125
1551
5130
290850
54
54
1207
350
1129
95
130
400
119
1470
4900
294700
55
55
1289
395
1163
81
145
497
106
1560
5236
295750
56
56
1249
365
1113
85
127
425
102
1495
4961
292285
57
57
1242
367
1056
82
111
461
115
1481
4915
295575
58
58
1192
352
1087
75
115
422
110
1456
4809
293300
59
59
1243
346
1134
65
125
433
119
1473
4938
292950
60
60
1201
356
1099
71
110
421
118
1464
4840
299180
61
61
1191
347
1090
75
100
393
110
1446
4752
287700
62
62
1195
317
1081
64
121
409
99
1451
4737
289940
No
145
Jenis Cacat (Pcs)
Total
Min ggu Ke-
Hm
Sm
Ss
Cm
Sa
At
Ar
Hs
Cacat
Produksi
63
63
1253
370
1133
87
121
448
120
1536
5068
293300
64
64
1256
372
1131
95
135
460
112
1576
5137
288750
65
65
1208
354
1071
88
120
448
97
1501
4887
294630
66
66
1230
375
1123
78
110
436
111
1564
5027
297675
67
67
1269
365
1185
78
135
451
120
1590
5193
294595
68
68
1264
377
1140
75
134
441
108
1592
5131
296100
69
69
1241
360
1151
65
149
412
119
1601
5098
287630
70
70
1232
359
1101
56
110
448
96
1570
4972
288400
71
71
1220
335
1105
81
111
402
94
1527
4875
289100
72
72
1179
336
1085
75
115
390
90
1533
4803
290850
88195
26433
80445
5481
9306
32521
8454
108047
358882
21165550
No
Total
Keterangan Tabel 4.6 Hm
: Horn mati
Sa
: Screw ambles
Sm
: Suara mendem
At
: Ampere tinggi
Ss
: Suara sember
Ar
: Ampere rendah
Cm
: Contact meleset
Hs
: Horn short
4.4
Pengujian Data Pengujian data dilakukan untuk memastikan bahwa data yang telah kita ambil
sudah terkendali secara statistik. Ada dua jenis pengujian data yang akan dibahas dalam bab ini. 4.4.1
Uji Keseragaman Data Uji keseragaman data digunakan untuk mengetahui apakah data yang kita
ambil sudah seragam secara statistik. Adapun tingkat keyakinan yang digunakan
146
adalah 94% dan tingkat ketelitiannya 7%. Berikut adalah perhitungan uji keseragaman data. Tabel 4.7 Tabel Perhitungan Uji Keseragaman Data Cacat Horn Jenis Cacat (Pcs)
Σ (Xi)2
Σ(Xi - X)2
599.00
5131650
2146245.36
4792
597.13
5049378
2183600.69
1427
4777
603.25
4943381
2096295.47
119
1423
4826
614.50
4971330
2063184.68
459
125
1448
4916
597.25
5159442
2139146.06
100
447
130
1422
4778
624.13
4878664
2030332.35
87
109
442
145
1486
4993
612.00
5331163
2214915.97
1036
63
121
452
150
1474
4896
630.13
5097818
2102444.42
370
1145
76
110
464
140
1493
5041
659.50
5474795
2298734.30
1295
391
1163
88
141
491
135
1572
5276
627.75
5940590
2471691.56
11
1253
368
1142
65
132
461
116
1485
5022
613.63
5462448
2310063.54
12
1197
350
1155
67
132
450
114
1444
4909
648.00
5211879
2200305.88
13
1267
380
1197
76
127
480
130
1527
5184
640.50
5783432
2429176.42
14
1252
312
1201
76
130
485
123
1545
5124
627.88
5767304
2487815.50
15
1277
355
1161
65
120
429
120
1496
5023
652.50
5559757
2406126.42
16
1303
401
1141
79
135
484
124
1553
5220
630.38
5846398
2447282.17
17
1227
371
1171
76
121
455
120
1502
5043
616.75
5512257
2333704.06
18
1235
341
1134
75
140
483
103
1423
4934
612.00
5221514
2178787.93
19
1196
376
1110
56
125
442
144
1447
4896
634.00
5132562
2137188.42
20
1219
387
1147
78
140
490
130
1481
5072
616.50
5427384
2212693.64
21
1198
383
1121
64
120
467
117
1462
4932
665.50
5226252
2186018.17
22
1301
392
1182
97
146
495
130
1581
5324
632.50
6035600
2506887.89
23
1229
393
1129
75
121
483
125
1505
5060
647.63
5473736
2273999.06
24
1245
419
1153
80
144
496
139
1505
5181
615.13
5612493
2261975.77
25
1191
375
1094
75
145
475
111
1455
4921
601.75
5137563
2111036.47
26
1180
350
1079
71
136
426
115
1457
4814
611.00
5020228
2127036.10
No
Σ xi
Hm
Sm
Ss
Cm
Sa
At
Ar
Hs
1
1192
366
1081
70
119
490
108
1462
4888
2
1189
336
1084
62
120
431
110
1460
3
1185
351
1077
68
132
432
105
4
1185
387
1071
60
119
462
5
1214
382
1094
74
120
6
1197
386
1021
75
7
1242
390
1092
8
1204
396
9
1243
10
X
147
Jenis Cacat (Pcs)
Σ xi
No
X
Σ (Xi)2
Σ(Xi - X)2
Hm
Sm
Ss
Cm
Sa
At
Ar
Hs
27
1175
382
1072
68
129
486
113
1463
4888
657.00
5086332
2100927.36
28
1274
400
1192
96
142
470
131
1551
5256
627.88
5876982
2433005.92
29
1213
395
1147
64
140
443
129
1492
5023
613.38
5405653
2252022.42
30
1197
379
1110
60
133
442
135
1451
4907
645.75
5148829
2139748.12
31
1248
391
1155
81
130
480
120
1561
5166
633.13
5749392
2417566.54
32
1235
384
1121
88
142
472
124
1499
5065
644.88
5442391
2236423.47
33
1241
390
1150
97
136
450
130
1565
5159
628.63
5711211
2388108.37
34
1201
382
1123
75
133
487
127
1501
5029
639.00
5379067
2217959.72
35
1235
396
1128
75
156
463
115
1544
5112
609.75
5595916
2331380.92
36
1191
353
1087
72
153
442
104
1476
4878
600.25
5138008
2165064.54
37
1196
325
1061
67
120
465
103
1465
4802
641.38
5053710
2175471.51
38
1237
359
1151
80
124
472
131
1577
5131
616.75
5732501
2444289.67
39
1230
332
1106
65
131
450
101
1519
4934
607.63
5387808
2345081.93
40
1197
364
1093
85
137
415
99
1471
4861
604.50
5131815
2180055.55
41
1209
387
1053
59
126
428
115
1459
4836
625.75
5064706
2144099.50
42
1249
350
1121
97
135
438
119
1497
5006
589.00
5413790
2281343.43
43
1177
305
1035
87
130
417
120
1441
4712
599.25
4838818
2072730.14
44
1181
339
1069
71
133
425
105
1471
4794
611.25
5030664
2162394.46
45
1193
360
1092
74
124
452
110
1485
4890
593.50
5187794
2199897.13
46
1171
341
1052
75
125
425
96
1463
4748
638.13
4945686
2134737.89
47
1243
399
1147
89
136
456
113
1522
5105
611.00
5583465
2327652.74
48
1197
370
1092
76
126
430
102
1495
4888
642.25
5214154
2228749.36
49
1254
390
1141
89
145
477
130
1512
5138
629.88
5586016
2289081.85
50
1243
381
1111
83
138
459
129
1495
5039
654.00
5412811
2239242.53
51
1257
396
1181
70
145
497
125
1561
5232
629.00
5856906
2442836.75
52
1220
324
1141
81
157
460
110
1539
5032
641.25
5518688
2353842.36
53
1254
353
1156
88
151
452
125
1551
5130
612.50
5689536
2402570.79
54
1207
350
1129
95
130
400
119
1470
4900
654.50
5214976
2214617.94
55
1289
395
1163
81
145
497
106
1560
5236
620.13
5889546
2470492.28
56
1249
365
1113
85
127
425
102
1495
4961
614.38
5381403
2305031.74
148
Jenis Cacat (Pcs)
Σ xi
No
X
Σ (Xi)2
Σ(Xi - X)2
Hm
Sm
Ss
Cm
Sa
At
Ar
Hs
57
1242
367
1056
82
111
461
115
1481
4915
601.13
5230541
2211491.17
58
1192
352
1087
75
115
422
110
1456
4809
617.25
5055307
2168345.69
59
1243
346
1134
65
125
433
119
1473
4938
605.00
5341950
2294239.46
60
1201
356
1099
71
110
421
118
1464
4840
594.00
5128540
2202949.03
61
1191
347
1090
75
100
393
110
1446
4752
592.13
5000080
2184147.42
62
1195
317
1081
64
121
409
99
1451
4737
633.50
4998295
2201054.19
63
1253
370
1133
87
121
448
120
1536
5068
642.13
5587208
2377502.11
64
1256
372
1131
95
135
460
112
1576
5137
610.88
5730251
2434562.97
65
1208
354
1071
88
120
448
97
1501
4887
628.38
5216879
2232720.48
66
1230
375
1123
78
110
436
111
1564
5027
649.13
5581351
2422735.95
67
1269
365
1185
78
135
451
120
1590
5193
641.38
5918021
2552550.35
68
1264
377
1140
75
134
441
108
1592
5131
637.25
5803615
2515403.67
69
1241
360
1151
65
149
412
119
1601
5098
621.50
5768014
2520924.57
70
1232
359
1101
56
110
448
96
1570
4972
609.38
5548962
2458883.44
71
1220
335
1105
81
111
402
94
1527
4875
600.38
5342701
2373495.90
72
1179
336
1085
75
115
390
90
1533
4803
290850
5209301
2329816.40
358882
44860.25
387538608
163933937.99
Σ
Menghitung rata-rata jumlah cacat ( x )
x
xi 44860.25 623.06 k 72
Dimana k adalah jumlah sub grup (ada 72 sub grup). Menghitung standart deviasi (σ) N
σ=
_
( xi x ) 2
i 1
N 1
149
=
163933937.99 576 1
=
163933937.99 575
= 533.95
x=
533.95
n
188.78
8
Dimana n adalah jumlah cacat (ada 8 jenis cacat). Menghitung UCL dan LCL Tingkat ketelitian (α) = 0.07 Tingkat keyakinan = 94% = 0.94 k = tingkat keyakinan + (1- tingkat keyakinan) / 2 = 0.94 + (1 – 0.94) / 2 = 0.94 + 0.03 = 0.97 Dari tabel didapat bahwa k (tabel) = 1,88
UCL =
x k x
= 623.06 + (1.88 x 188.78) = 978.11
LCL =
x k x
= 623.06 - (1.88 x 188.78) = 268
150
Tabel 4.8 Tabel Jumlah Rata-rata Cacat Horn No
LCL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268
x 611 599 597.13 603.25 614.5 597.25 624.13 612 630.13 659.5 627.75 613.63 648 640.5 627.88 652.5 630.38 616.75 612 634 616.5 665.5 632.5 647.63 615.13 601.75 611 657 627.88 613.38 645.75 633.13 644.88 628.63 639 609.75 600.25
UCL
No
LCL
978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268 268
x 641.38 616.75 607.63 604.5 625.75 589 599.25 611.25 593.5 638.13 611 642.25 629.88 654 629 641.25 612.5 654.5 620.13 614.38 601.13 617.25 605 594 592.13 633.5 642.13 610.88 628.38 649.13 641.38 637.25 621.5 609.38 600.38
UCL 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11 978.11
151
Gambar 4.81 Grafik Uji Keseragaman Data Cacat Horn Dari grafik uji keseragaman data cacat horn diatas menunjukan bahwa ratarata dari tiap sub grup berada diantara batas kelas atas (BKA) dan batas kelas bawah (BKB) sehingga dapat disimpulkan bahwa data bersifat seragam 4.4.2 Uji Kecukupan Data Setelah data diperoleh maka perlu diketahui apakah data yang diambil tersebut telah mencukupi atau belum. Untuk menghitung apakah data yang diambil sudah mencukupi, dapat digunakan rumus :
k s N’ =
2 N xi xi i 1 i 1 n x i i 1 n
n
2
2
Keterangan : N’= jumlah data pengamatan yang seharusnya. N = jumlah data pengamatan yang sudah dilakukan. k = tingkat kepercayaan dalam pengamatan. s = tingkat ketelitian dalam penelitian.
x i = data pengamatan ke-i
152
Dari perhitungan diatas didapat bahwa: k = 1.88 s = 0.07 N = 72 x 8 = 576 Sehingga perhitungannya:
1.88 0.07 576 x 387538608 358882 N' = 358882
2
= 529,2663 N' = 530 Dari perhitungan didapat bahwa nilai N’< N, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diambil sudah mencukupi sehingga tidak perlu dilakukan pengambilan data lagi.
4.5
Pengolahan Data Pengolahan data ini bertujuan untuk mengetahui apakah proses yang ada ini
terkendali atau tidak secara statistik serta untuk mengetahui jenis cacat horn yang dominan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan beberapa alat statistik. Adapun langkah-langkah pengolahan data antara lain: 4.5.1
Pembuatan Histogram Histogram digunakan untuk menampilkan jenis-jenis cacat yang terjadi pada
horn beserta dengan jumlahnya tanpa melihat urutan prosentase cacat. Gambar 4.82 di bawah ini menunjukan histogram cacat horn selama produksi dari bulan Februari 2013 sampai bulan Juli 2014.
153
Gambar 4.82 Histogram Cacat Horn (Februari 2013 – Juli 2014) 4.5.2
Pembuatan Peta Kendali p Pemilihan pengolahan data dengan menggunakan peta kendali p adalah
karena data produksi dan data cacat horn merupakan data atribut yang hanya mengasumsikan dua nilai, yaitu baik atau buruk, cacat atau tidak, dan seterusnya. Alasan lainya adalah karena jumlah sampel (produksi horn) tiap minggu selalu berbeda begitu pula dengan jumlah cacat horn yang berbeda tiap minggunya. Dengan demikian perhitungan UCL, CL dan LCL dilakukan pada masing-masing sampel. Pengolahan data dengan pembuatan peta kendali p digunakan untuk mengetahui apakah data masih berada dalam batas-batas kendali pengendalian statistik atau tidak dengan menghitung nilai-nilai Upper Control Limit (UCL) dan Lower Control Limit (LCL). Pada pembuatan peta kendali p, jika diperoleh bahwa LCL < data < UCL, maka dikatakan bahwa data berada dalam batas pengendalian
154
statistik, tetapi jika diperoleh bahwa data < LCL atau data > UCL, maka dikatakan bahwa data berada diluar batas pengendalian statistik. Adapun contoh perhitungan peta kendali produk horn adalah sebagai berikut: Menghitung Proporsi Cacat (p) : p1 =
np1 4888 0.0166 n1 294000
Cara menghitung p2, p3, p4 dan seterusnya sama dengan cara menghitung p1. Menghitung CL CL = p
np 358882 0.0170 n 21165550
Menghitung UCL UCL1 = p 3
p(1 p) n1
= 0.0170 3
0.0170 (1 0.0170) 294000
= 0.0177 Cara menghitung UCL2, UCL3, UCL4 dan seterusnya sama dengan cara menghitung UCL1. Menghitung LCL LCL1 = p 3
p (1 p) n1
= 0.0170 3
0.0170 (1 0.0170) 294000
= 0.0162 (Jika nilai LCL < 0, maka nilai LCL = 0)
155
Cara menghitung LCL2, LCL3, LCL4 dan seterusnya sama dengan cara menghitung LCL1. Untuk perhitungan CL, UCL dan LCL subgrup 2 hingga subgroup 72 secara singkat dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut: Tabel 4.9 Perhitungan Peta Kendali p Cacat Horn
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Ming gu Ke-
Jumlah Produksi (n)
Total Cacat (np)
Proporsi Cacat (p) [p= np/n ]
CL
UCL
LCL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
294000 292950 296100 293510 293650 291585 291550 294700 294350 295785 297500 297500 294070 295470 294700 294315 300650 299950 300300 301210 300650 299600 298900 299950 300300 299600 295750 298550 294350 293825 289800 292600 289800
4888 4792 4777 4826 4916 4778 4993 4896 5041 5276 5022 4909 5184 5124 5023 5220 5043 4934 4896 5072 4932 5324 5060 5181 4921 4814 4888 5256 5023 4907 5166 5065 5159
0.0166 0.0164 0.0161 0.0164 0.0167 0.0164 0.0171 0.0166 0.0171 0.0178 0.0169 0.0165 0.0176 0.0173 0.0170 0.0177 0.0168 0,0164 0.0163 0.0168 0.0164 0.0178 0.0169 0.0173 0.0164 0.0161 0.0165 0.0176 0.0171 0.0167 0.0178 0.0173 0.0178
0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170
0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177
0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0163 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162
156
Ming gu Ke-
Jumlah Produksi (n)
Total Cacat (np)
Proporsi Cacat (p) [p= np/n ]
CL
UCL
LCL
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
293720 289800 288470 290500 288400 289800 291200 294350 293440 290640 290185 290815 290500 289800 292600 297500 296450 294700 291900 290850 294700 295750 292285 295575 293300 292950
5029 5112 4878 4802 5131 4934 4861 4836 5006 4712 4794 4890 4748 5105 4888 5138 5039 5232 5032 5130 4900 5236 4961 4915 4809 4938
0.0171 0.0176 0.0169 0.0165 0.0178 0.0170 0.0167 0.0164 0.0171 0.0162 0.0165 0.0168 0.0163 0.0176 0.0167 0.0173 0.0170 0.0178 0.0172 0.0176 0.0166 0.0177 0.0170 0.0166 0.0164 0.0169
0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170
0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177
0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162
60
60
299180
4840
0.0162
0.0170
0.0177
0.0162
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72
61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 Total
287700 289940 293300 288750 294630 297675 294595 296100 287630 288400 289100 290850 21165550
4752 4737 5068 5137 4887 5027 5193 5131 5098 4972 4875 4803 358882
0.0165 0.0163 0.0173 0.0178 0.0166 0.0169 0.0176 0.0173 0.0177 0.0172 0.0169 0.0165
0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170 0.0170
0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177 0.0177
0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162
No
157
Setelah mendapatkan nilai UCL, CL, LCL serta proposi cacat dari masingmasing subgroup, maka nilai-nilai tersebut akan diplot menjadi peta kendali p. Gambar 4.83 berikut menggambarkan peta kendali p produk horn.
Gambar 4.83 Peta Kendali p Produk Horn Pada peta kendali p diatas dapat dilihat bahwa proses produksi horn belum terkendali secara statistik. Hal ini dapat dilihat karena masih terdapat empat belas data yang keluar dari batas kendali atas (UCL) maupun batas kendali bawah (LCL). Sepuluh data diantaranya keluar dari batas kendali atas (UCL), yaitu data ke 10 (minggu ke 10), data ke 16 (minggu ke 16), data ke 22 (minggu ke 22), data ke 31 (minggu ke 31), data ke 33 (minggu ke 33), data ke 38 (minggu ke 38), data ke 51
158
(minggu ke 51), data ke 55 (minggu ke 55), data ke 64 (minggu ke 64), dan data ke 69 (minggu ke 69). Sedangkan 4 data yang keluar dari batas kendali bawah (LCL), diantaranya data ke 3 (minggu ke 3), data ke 26 (minggu ke 26), data ke 43 (minggu ke 43), dan data ke 60 (minggu ke 60). Data-data yang keluar dari batas kendali atas (UCL) dan batas kendali bawah (LCL) yang berjumlah empat belas data dibuang (iterasi) karena data-data tersebut memiliki proporsi cacat diluar batas yang diijinkan. Setelah dilakukan proses iterasi pertama, maka dilakukan proses perevisian peta kendali sampai seluruh data masuk dalam batas pengendalian kualitas (data in control). Langkah ini dilakukan untuk mengetahui gambaran performansi proses yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk proses selanjutnya. Contoh perhitungan untuk menentukan peta kendali yang baru adalah sebagai berikut : p1 =
np1 4888 0.0166 n1 294000
CL = p
np 287760 0.0169 n 17055500
UCL1 = p 3
p(1 p) n1
= 0.0169 3
0.0169 (1 0.0169) 294000
= 0.0176 CL1
= p 0.0169
LCL1 = p 3
p (1 p) n1
159
= 0.0169 3
0.0169 (1 0.0169) 294000
= 0.0162 Perhitungan nilai UCL, CL, LCL untuk subgroup 2 hingga subgroup 58 dapat dilihat pada tabel 4.10. Tabel 4.10 Perhitungan Peta Kendali p Cacat Horn Setelah Revisi Pertama
No
Jumlah Produksi (n)
Total Cacat (np)
Proporsi Cacat (p) [p= np/n ]
CL
UCL
LCL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
294000 292950 293510 293650 291585 291550 294700 294350 297500 297500 294070 295470 294700 300650 299950 300300 301210 300650 298900 299950 300300 295750 298550 294350 293825 292600 293720 289800 288470
4888 4792 4826 4916 4778 4993 4896 5041 5022 4909 5184 5124 5023 5043 4934 4896 5072 4932 5060 5181 4921 4888 5256 5023 4907 5065 5029 5112 4878
0.0166 0.0164 0.0164 0.0167 0.0164 0.0171 0.0166 0.0171 0.0169 0.0165 0.0176 0.0173 0.0170 0.0168 0.0164 0.0163 0.0168 0.0164 0.0169 0.0173 0.0164 0.0165 0.0176 0.0171 0.0167 0.0173 0.0171 0.0176 0.0169
0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169
0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176
0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162
160
No
Jumlah Produksi (n)
Total Cacat (np)
Proporsi Cacat (p) [p= np/n ]
CL
UCL
LCL
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58
290500 289800 291200 294350 293440 290185 290815 290500 289800 292600 297500 296450 291900 290850 294700 292285 295575 293300 292950 287700 289940 293300 294630 297675 294595 296100 288400 289100 290850
4802 4934 4861 4836 5006 4794 4890 4748 5105 4888 5138 5039 5032 5130 4900 4961 4915 4809 4938 4752 4737 5068 4887 5027 5193 5131 4972 4875 4803
0.0165 0.0170 0.0167 0.0164 0.0171 0.0165 0.0168 0.0163 0.0176 0.0167 0.0173 0.0170 0.0172 0.0176 0.0166 0.0170 0.0166 0.0164 0.0169 0.0165 0.0163 0.0173 0.0166 0.0169 0.0176 0.0173 0.0172 0.0169 0.0165
0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169 0.0169
0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176 0.0176
0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162 0.0162
∑
17055500
287760
Setelah mendapatkan nilai UCL, CL dan LCL dari masing-masing subgroup, maka nilai-nilai tersebut akan diplot menjadi peta kendali p. Gambar 4.84 berikut menggambarkan Peta kendali p produk horn setelah revisi pertama.
161
Gambar 4.84 Peta Kendali p Produk Horn Setelah Revisi Pertama Pada peta kendali p revisi pertama dapat dilihat bahwa masih terdapat 6 data yang keluar dari batas kendali atas yaitu data ke-11, data ke-23, data ke-28, data ke38, data ke-43, dan data ke-54. Karena masih terdapat data yang berada di luar kendali, maka akan dilakukan revisi lagi dengan cara membuang enam titik yang berada di atas batas kendali atas. Contoh perhitungan untuk menentukan peta kendali yang baru adalah sebagai berikut : p1 =
np1 4888 0.0166 n1 294000
162
CL = p
np 256780 0.0168 n 15297835
UCL1 = p 3
p(1 p) n1
= 0.0168 3
0.0168 (1 0.0168) 294000
= 0.0175 LCL1 = p 3
p (1 p) n1
= 0.0168 3
0.0168 (1 0.0168) 294000
= 0.0161 Perhitungan nilai UCL, CL, LCL untuk subgroup 2 hingga subgroup 52 dapat dilihat pada tabel 411. Tabel 4.11 Perhitungan Peta Kendali p Cacat Horn Setelah Revisi Kedua
No
Jumlah Produksi (n)
Total Cacat (np)
Proporsi Cacat (p) [p= np/n ]
CL
UCL
LCL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
294000 292950 293510 293650 291585 291550 294700 294350 297500 297500 295470 294700 300650 299950 300300
4888 4792 4826 4916 4778 4993 4896 5041 5022 4909 5124 5023 5043 4934 4896
0.0166 0.0164 0.0164 0.0167 0.0164 0.0171 0.0166 0.0171 0.0169 0.0165 0.0173 0.0170 0.0168 0.0164 0.0163
0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168
0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175
0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161
163
No
Jumlah Produksi (n)
Total Cacat (np)
Proporsi Cacat (p) [p= np/n ]
CL
UCL
LCL
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
301210 300650 298900 299950 300300 295750 294350 293825 292600 293720 288470 290500 289800 291200 294350 293440 290185 290815 290500 292600 297500 296450 291900 294700 292285 295575 293300 292950 287700 289940 293300 294630 297675 296100 288400 289100 290850
5072 4932 5060 5181 4921 4888 5023 4907 5065 5029 4878 4802 4934 4861 4836 5006 4794 4890 4748 4888 5138 5039 5032 4900 4961 4915 4809 4938 4752 4737 5068 4887 5027 5131 4972 4875 4803
0.0168 0.0164 0.0169 0.0173 0.0164 0.0165 0.0171 0.0167 0.0173 0.0171 0.0169 0.0165 0.0170 0.0167 0.0164 0.0171 0.0165 0.0168 0.0163 0.0167 0.0173 0.0170 0.0172 0.0166 0.0170 0.0166 0.0164 0.0169 0.0165 0.0163 0.0173 0.0166 0.0169 0.0173 0.0172 0.0169 0.0165
0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168 0.0168
0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175 0.0175
0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161 0.0161
∑
15297835
256780
164
Setelah mendapatkan nilai UCL, CL dan LCL dari masing-masing subgroup, maka nilai-nilai tersebut akan diplot menjadi peta kendali p. Gambar 4.85 berikut adalah peta kendali p produk horn setelah revisi kedua.
Gambar 4.85 Peta Kendali p Produk Horn Setelah Revisi Kedua Setelah melakukan revisi hingga dua kali, akhirnya didapatkan bahwa seluruh data masuk dalam proses control yaitu masih berada dalam batas kendali UCL dan LCL. 4.5.3
Pembuatan Peta Kendali p Standar Peta kendali p standar dibuat sebagai acuan untuk melihat proses selanjutnya
apakah produk cacat yang ada dalam produksinya masih berada dalam batas kendali
165
atau tidak. Pembuatan peta kendali p standar dilakukan dengan cara pengambilan rata-rata jumlah produksi horn, sehingga akan didapatkan nilai tengah (CL), nilai batas atas (UCL), serta nilai batas bawah (LCL) yang konstan. Berikut ini adalah perhitungan nilai batas kendali atas (UCL), nilai tengah (CL) dan nilai batas bawah (LCL) peta kendali p standar. n
n 15297835 294189.14 294189 52
52
∑n = 294189 x 52 = 15297828 CL = p
UCL
np 256780 0.0168 n 15297828
= p3
p(1 p) n
= 0.0168 3
0.0168 (1 0.0168) 294189
= 0.0175
CL p 0.0168
LCL
= p 3
p (1 p) n
= 0.0168 3
0.0168 (1 0.0168) 294189
= 0.0161 4.5.4
Menentukan Prioritas Perbaikan Dengan Diagram Pareto Diagram pareto adalah grafik batangan yang berfungsi menunjukkan
persentase dari suatu distribusi. Diagram pareto digunakan untuk mengevaluasi dan
166
menganalisis tipe-tipe jenis cacat yang terjadi. Permasalahan yang paling sering muncul atau yang memiliki jumlah yang paling banyak diantara permasalahan lainnya akan ditunjukkan oleh batang pertama yang tertinggi dan berada di sisi sebelah kiri dan seterusnya ke kanan hingga jumlah yang terendah pada sisi sebelah kanan. Dalam penelitian ini, diagram pareto digunakan untuk mengetahui frekuensi cacat horn terbesar sampai terkecil untuk kemudian dijadikan sebagai prioritas perbaikan. Berikut adalah tabel frekuensi cacat horn selama produksi dari bulan Februari 2013 sampai bulan Juli 2014. Tabel 4.12 Frekuensi Cacat Horn No Jenis Cacat 1 Horn Short
Frekuensi Cacat % Cacat % Kumulatif 108047 30.11 30.11 88195 24.57 54.68 80445 22.42 77.10
2
Horn Mati
3
Suara Sember
4
Ampere Tinggi
32521
9.06
86.16
5
Suara Mendem
26433
7.37
93.52
6
Screw Ambles
9306
2.59
96.12
7
Ampere Rendah
8454
2.36
98.47
8
Contact Meleset
5481
1.53
100.00
Total
358882
100
Berdasarkan data jenis cacat diatas, maka akan dibuat diagram pareto untuk mengetahui persentase jenis cacat yang ada pada pembuatan horn sehingga dapat mengetahui prioritas perbaikan yang harus dilakukan. Untuk diagram pareto cacat horn dapat dilihat pada Gambar 4.86
167
Gambar 4.86 Diagram Pareto Cacat Horn Bulan Februari 2013 - Juli 2014 Dari diagram pareto diatas dapat diketahui bahwa jenis cacat horn short menempati urutan pertama dalam hal frekuensi cacat terbanyak diikuti secara berturut-turut oleh cacat horn mati, suara sember, ampere tinggi, suara mendem, screw ambles, ampere rendah dan contact meleset. Perusahaan menetapkan bahwa cacat horn dengan frekuensi diatas 20% perlu mendapatkan perhatian khusus. Hal ini dikarenakan sangat berpengaruh terhadap kualitas produk horn yang akan dikirim ke customer. Jika banyak horn yang cacat maka pengiriman ke customer menjadi terhambat dan biaya-biaya yang ditimbulkan akibat banyaknya horn yang cacat juga semakin meningkat. Berdasarkan kebijakan dari perusahaan diatas, maka peneliti menetapkan bahwa jenis cacat horn dengan frekuensi diatas 20% lah yang menjadi prioritas untuk dilakukan perbaikan. Dengan demikian tiga jenis cacat horn terbesar yaitu horn short (30.11%), horn mati (24.57%) dan suara sember (22.42%) yang akan dianalisa lebih lanjut.