17 BAB III BAHAN DAN METODE
3.1. BAHAN Sampel penelitian diambil dari medical record (catatan medis) rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta pada tanggal 13-16 Desember 2005. Sampel terdiri dari data pasien yang menderita penyakit DBD dan demam dengue (DD). Menurut international classification of deseases tenth revision (ICD 10 ) penyakit DBD diberi kode A.91 dan penyakit DD dengan kode A.90. Sampel diambil dari seluruh pasien yang dirawat inap pada bulan Januari sampai November 2005. Persyaratan catatan medis yang dijadikan sampel adalah apabila didalam catatan medis terdapat 4 (empat) catatan tentang kriteria klinis yaitu : demam (panas), bercakbercak (petekia), tanda pendarahan spontan (mimisan, gusi berdarah, muntah berdarah dan tinja bewarna hitam) dan hasil uji tornikuet. Dicatat juga kriteria laboratoris hasil pemeriksaan darah trombosit. Penyakit DD digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini karena pertimbangan adanya catatan 4 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratoris. Pengambilan sampel dimulai dari pencetakan daftar penderita DBD dan penderita DD yang dibuat oleh bagian catatan medis rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Jumlah penderita DBD 120 orang sedang jumlah penderita DD 111 orang (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Berdasarkan daftar penderita ini maka dilakukan pencarian catatan medisnya. Dari pencarian 231 catatan medis ditemukan 205 catatan medis. Catatan medis yang tidak ditemukan karena sedang digunakan dan juga karena kasusnya bukan rawat inap. Dari 205 catatan medis yang ditemukan, catatan medis yang memenuhi persyaratan hanya 64, yang terdiri dari 32 kasus DBD dan 32 kasus DD. Catatan medis yang memenuhi persyaratan dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu 44 kasus (70%) digunakan untuk data training (Lampiran 3) dan 20 kasus (30%) digunakan untuk data testing (Lampiran 5).
18
3.2. METODE
3.2.1. Kerangka Berpikir Penelitian Mendiagnosa penyakit DBD secara klinis sangat tergantung kepada keahlian dokternya. Keadaan ini menimbulkan pemikiran bila keahlian tersebut dapat dialihkan dengan pelatihan ke suatu sistem pakar maka sistem yang telah dilatih mempunyai kemampuan menyerupai keahlian pakar tersebut sehingga seorang dokter yang belum berpengalaman mendiagnosa penyakit DBD akan mampu melakukan pekerjaan keahlian tersebut dengan bantuan sistem pakar yang telah dilatih tadi. Dari studi kepustakaan diperoleh identifikasi tentang penyakit DBD dan sistem pakar. Selanjutnya berdasarkan bisnis proses dikembangkan blok diagram sistem. Konsep dasar sistem pakar adalah keahlian, ahli, pengalihan keahlian, inferensi, aturan dan kemampuan menjelaskan (Turban 1988). Pengalihan keahlian dilakukan dengan wawancara dengan pakar penyakit DBD yaitu dokter spesialis. ANFIS akan digunakan untuk pengembangan model. Sampel data diperoleh dari catatan medis penderita DBD dan bukan DBD yang dirawat di rumah sakit. Data yang diperoleh terdiri dari data training dan data testing. Pelatihan model menggunakan data training, sedang ujicoba model menggunakan data testing. Hasil kesimpulan ujicoba model akan diverifikasi dengan diagnosa pada data testing. Diagram alir konseptual kerangka berpikir penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9. Pengembangan perangkat lunak menggunakan model sekuensial linear atau model air terjun (waterfall model). Terdapat 5 tahap pengembangan model (Pressman 1997) yaitu analisis kebutuhan (requirements), desain (design), implementasi (implementation), pengujian (testing) dan pemeliharaan (maintenance).
19
Mulai
Medical Record
Identifikasi Masalah
Studi Pustaka
Pengembangan Blok Diagram Sistem
Bisnis proses diagnosis dan tatalaksana DBD
Data : - training - testing
Akuisisi Pengetahuan
Wawancara Pakar
Pengembangan Model ANFIS Pengembangan Aplikasi
Program Matlab
Pelatihan (training)
Ujicoba (testing) Pembahasan, kesimpulan, dokumentasi dan penulisan laporan
Tidak
Sesuai Harapan
Ya Selesai
Gambar 9 Kerangka berpikir penelitian
20 3.2.2. Analisis Sistem Dalam penelitian ini, masalah diagnosa penyakit DBD diatasi dengan pendekatan sistem pakar. Konsep dasar sistem pakar adalah keahlian, ahli, pengalihan keahlian, inferensi, aturan dan kemampuan menjelaskan (Turban 1988). Ahli adalah dokter spesialis yang menguasai keahlian penyakit DBD. Pengalihan keahlian tentang penyakit DBD dari dokter spesialis ke komputer untuk kemudian dialihkan lagi ke dokter yang belum spesialis merupakan tujuan sistem ini. Proses ini membutuhkan 4 aktivitas yaitu tambahan pengetahuan (akuisisi dari dokter spesialis), representasi pengetahuan (ke komputer), inferensi pengetahuan dan pengalihan keahlian ke pemakai (dokter belum spesialis atau pasien).
3.2.3. Akuisisi Pengetahuan Akuisisi pakar dilakukan melalui wawancara dengan 2 pakar. Pertama wawancara dengan Profesor DR. dr. Sutaryo, Sp.A (K), gurubesar pada Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Wawancara dilakukan di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta pada tanggal 15 Desember 2005. Wawancacara kedua dengan dr. Asrul Hasral, SpD, seorang Spesialis Penyakit Dalam. Wawancara dilakukan di rumah sakit Kanker Darmais Jakarta pada tanggal 16 Januari 2006. Dari wawancara dengan pakar dipero leh kesimpulan bahwa gejala klinis penyakit DBD ditandai dengan demam, flushing (kulit kemerahan), nyeri kepala, rasa lemah, mual sampai muntah, nyeri otot, nyeri sendi, uji tornikuet positif atau gejala pendarahan spontan, hepatomegali (pembesaran hati). Pemeriksaan laboratorium dijumpai leukopenia (angka leukosit kurang 4.000 /mm3), trombositopenia (angka trombosit kurang dari 100.000/mm3), limfosit plasma biru lebih 4% dari seluruh hitung jenis leukosit. Pada stadium lanjut dapat dijumpai gejala shock. Secara alamiah penyakit DBD mengalami perjalanan 4 tahap yaitu (1) masa inkubasi selama 5-9 hari, pada masa in i tidak dijumpai gejala. (2) masa akut selama 1-3 hari, pada masa ini akan muncul gejala subjektif (lemah, mual, muntah, nyeri kepala, dll) serta gejala objektif (demam, flushing, bercak merah, pendarahan spontan hidung,
21 gusi, pencernaan, pembesaran hati). (3) masa kritis selama 1-3 hari, pada masa ini dikuti gejala shock, kesadaran menurun, ekstremitas dingin, kulit lembab dan tekanan darah turun. (4) masa penyembuhan selama 1-2 hari, pada masa ini cepat sekali membaik dan gejala hilang tetapi terkadang muncul bercak merah yang disebut rash rekovalesen. Kemunculan gejala klinis tergantung pada tahap perjalanan penyakitnya. Demam yang khas adalah demam tinggi secara mendadak dan terus menerus selama 4-5 hari tanpa diketahui sebabnya dan tidak menderita batuk pilek. Pendarahan paling ringan adalah uji tornikuet positif, tapi pemeriksaan ini kadang-kadang tidak dikerjakan secara standar dan sulit dilakukan pada anak-anak. Hasil uji tornikuet negatif pada keadaan pre shock dan shock. Pendarahan spontan jarang terjadi pada 4 hari pertama sakit. Pendarahan ringan seperti bercak merah di kulit dapat timbul pada awal demam, tapi pendarahan berat seperti melena umumnya timbul setelah sakit yang berat atau shock yang lama. Pembesaran hati meskipun merupakan tanda yang khas tapi sulit mengukurnya. Secara klinis pembesaran hati terjadi bila tepi hati teraba 2 cm (2 jari) di bawah iga dan seharusnya diukur setiap hari. Pemeriksaan yang tepat pembesaran hati mungkin perlu menggunakan alat ultra sonografi (USG). Dari penjelasan pakar maka pada penelitian ini digunakan 4 gejala klinis objektif yaitu demam, bercak, pendarahan spontan dan hasil uji tornikuet untuk menetapkan diagnosa DBD secara klinis. Demam tinggi yang mendadak disertai salah satu manifestasi pendarahan dapat dijadikan kesimpulan klinis penyakit DBD. Demam dikatakan ringan bila pengukuran suhu 36,0 – 37,3 ºC dan lama demam 1 - 2 hari, sedang bila pengukuran suhu 36,5 – 38,5 ºC dan lama demam 3 atau 6 hari dan tinggi bila pengukuran suhu 38,0 – 42,0 ºC dan la ma demam 4 - 5 hari. Penilaian bercak dari pengamatan jumlah petekia (p) per lingkaran diameter 2,8 cm, dikatakan sedikit bila p < 4, sedang bila 4 = p < 10 dan banyak p = 10. Pendarahan tidak jelas bila dijumpai pendarahan hidung atau gusi sedikit, jelas bila dijumpai pendarahan hidung atau gusi banyak dan sangat jelas bila dijumpai hematemesis atau melena . Penilaian uji tornikuet dari pengamatan jumlah petekia (p) per lingkaran diameter 2,8 cm pada fossa cubiti, dikatakan negatif bila p < 4, ragu bila 4 = p < 10 dan positif bila p = 10.