BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Media Televisi Lokal dan Perkembangannya Perkembangan media massa khususnya televisi memiliki arti penting bagi masyarakat perkotaan maupun pedesaan karena dapat menambah pengetahuan yang meliputi bidang sosial, politik, ekonomi, budaya dan ketahanan nasional (Zakbah,1997). Kebutuhan masyarakat akan informasi yang diperoleh dari televisi didukung dengan bertambahnya jumlah stasiun televisi. Awal tahun 1990, stasiun televisi di Indonesia hanya berjumlah enam stasiun televisi yaitu TVRI, RCTI, SCTV, TPI, Anteve, dan Indosiar. Namun, tahun 2006, jumlah stasiun televisi bertambah menjadi 11 stasiun televisi yaitu MetroTV, TV7, Lativi, Global TV, dan Trans TV (Isnanta, 2008). Pada era otonomi daerah, peran media massa semakin penting. UndangUndang No. 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah lebih menitikberatkan pada partisipasi dan kontrol masyarakat serta pemberdayaan institusi lokal. Salah satu upaya yang harus dilakukan demi suksesnya otonomi daerah adalah mengoptimalkan peran institusi lokal nonpemerintah, seperti media massa. Bersamaan dengan munculnya gagasan tentang desentralisasi, dan kemudian muncul Undang-Undang tentang otomoni daerah, bergulir pula tentang industri televisi di tingkat lokal, sebagaimana dimunculkan dalam pasal-pasal Undang-Undang No 32 tahun 2002 tentang penyiaran (Isnanta, 2008). Media massa lokal adalah media massa yang isi kandungan beritanya mengacu dan menyesuaikan diri pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat dimana media massa tersebut dikelola. Keberadaan media massa lokal ini sangat penting dalam kehidupan masyarakat setempat karena dapat mempengaruhi irama kehidupan sosial dan menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat terutama sebagai sumber pesan yang bermanfaat untuk menghadapi lingkungan luas (adaptive function) (Zakbah, 1997). Menurut
5
Depdikbud RI seperti yang dikutip oleh Zakbah (1997), media massa lokal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Media massa itu dikelola oleh organisasi yang berasal dari masyarakat setempat. 2. Isi media massa lokal mengacu dan menyesuaikan diri kepada kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat. 3. Isi media massa sangat mementingkan berita-berita tentang berbagai peristiwa, kejadian, masalah, dan personalia atau tokoh-tokoh pelaku masyarakat setempat. 4. Masyarakat media massa lokal terbatas pada masyarakat yang sewilayah dengan tempat kedudukan media massa itu. 5. Masyarakat lokal umumnya kurang bervariasi dalam struktur ataupun diferensiasi sosial bila dibandingkan dengan masyarakat media massa nasional. Menurut data Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) tahun 2008, televisi lokal yang sudah menjadi anggota ATVLI sebanyak 29 stasiun televisi lokal komersial, yang berada dari ujung barat hingga timur Indonesia. Stasiunstasiun televisi swasta lokal tersebut adalah: Riau TV, Batam TV, Sri JunjunganTV-Bengkalis,
JAKTV-Jakarta,
Jogja
TV,
TV
Borobudur-
Semarang, JTV-Surabaya, Bali TV, Lombok TV, Publik Khatulistiwa TVBontang, Gorontalo TV, Makassar TV, Terang Abadi TV-Surakarta, Bandung TV, O’ Channel-Jakarta, Space Toon TV Anak-Jakarta, Cahaya TV-Banten, Megaswara TV-Bogor, Cakra TV-Semarang, Cakra Buana Channel-Depok, Pal TV-Palembang, Kendari TV, Tarakan TV, Manajemen Qolbu TVBandung, Ratih TV-Kebumen, Ambon TV, Sriwijaya TV-Palembang, Aceh TV dan Padjadjaran TV-Bandung. Meningkatnya jumlah media televisi lokal disebabkan oleh tingginya minat pengelola televisi lokal untuk memanfaatkan peluang mengembangkan industri penyiaran di daerah.
2.1.2 Program Siaran Televisi Program televisi adalah bahan yang telah disusun dalam suatu format sajian dengan unsur video yang ditunjang unsur audio yang secara teknis
6
memenuhi persyaratan laik siar serta telah memenuhi standar estetik dan artistik yang berlaku. Setiap program televisi punya sasaran yang jelas dan tujuan yang akan dicapai. Ada lima parameter yang harus diperhitungkan dalam penyusunan program siaran televisi, yaitu (Sutisna, 1991): 1. Landasan filosofis yang mendasari tujuan semua program. 2. Strategi penyusunan program sebagai pola umum tujuan program. 3. Sasaran program. 4. Pola produksi yang menyangkut garis besar isi program. 5. Karakter institusi dan manajemen sumber progam untuk mencapai usaha yang optimum. Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Dalam satu hari, stasiun televisi rata-rata beroperasi antara 18-20 jam. Setiap stasiun televisi menayangkan kurang lebih 20 program acara setiap hari (Morrisan, 2005) yang dikutip oleh (Oktaviarini, 2006). Pengelola stasiun penyiaran dituntut untuk memiliki kreativitas seluas mungkin untuk menghasilkan berbagai program yang menarik. Jenis program televisi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya yaitu: program informasi (berita) dan program hiburan (entertainment). Program informasi kemudian dibagi menjadi dua jenis yaitu berita keras (hard news) yang merupakan laporan berita terkini yang harus segera disiarkan dan berita lunak (soft news) yang merupakan kombinasi dari fakta, gosip dan opini. Sementara program hiburan terbagi atas tiga kelompok besar yaitu musik, drama permainan, dan pertunjukan. Menurut Vane-Gross (1994) yang dikutip oleh Sutisna (1991) menentukan jenis program berarti menentukan atau memilih daya tarik (appeal) dari suatu program. Adapun yang dimaksud dengan daya tarik di sini adalah bagaimana suatu program mampu menarik audiensnya. Menurut VaneGross programmer harus memilih daya tarik yang merupakan cara untuk meraih audiens. Selain pembagian jenis program berdasarkan skema di atas, terdapat pula pembagian program berdasarkan apakah suatu program itu bersifat faktual atau fiktif (fictional). Program faktual antara lain meliputi:
7
program berita, dokumenter atau reality show. Sementara program yang bersifat fiktif antara lain program drama atau komedi. Pendapat lain menyebutkan, televisi sebagai salah satu media massa menyajikan acara-acara yang dapat digolongkan menjadi tiga bagian (TPI, 1993 dikutip oleh Semy Anggrek, 1996): 1. Pendidikan, yaitu program acara yang berisi usaha pengembangan manusia yang
ditandai
dengan
bertambahnya
pengetahuan,
keterampilan,
kemampuan dan perilaku perorangan atau kelompok dimana orang itu berada. 2. Informasi, yaitu pendapat, kritik dan saran yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada khalayak, sehingga khalayak dapat mengambil keputusan atau bertindak selaras dengan acara kondisi dan situasi tersebut. 3. Hiburan, yaitu program acara berupa film, sinetron, kuis, drama, sajian musik yang bertujuan untuk memberikan hiburan kepada khalayak.
2.1.3 Siaran Televisi Lokal Menurut De Fleur (1983), ada tiga hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk melihat perilaku penggunaan televisi, yaitu: 1) total waktu rata-rata yang digunakan untuk menonton televisi dalam sehari, 2) pilihan acara yang ditonton dalam sehari, dan 3) frekuensi menonton acara tertentu. 1. Durasi siaran Selain menayangkan program acara bermuatan lokal, televisi lokal juga meluangkan waktu untuk menyiarkan program acara bersifat nasional. Pembagian durasi antara siaran nasional dan lokal ini menjadi perhatian penting bagi televisi lokal. Banyak cara yang ditempuh oleh media televisi lokal untuk membagi durasi pemberitaan nasional dan lokal. Pada program acara berita misalnya, televisi lokal membagi perbandingan durasi penayangan berita nasional dengan berita lokal adalah 2:1. Misalnya pada acara berita di Bandung Televisi, dari 30 menit program acara beritanya, 20 menit digunakan untuk menyiarkan berita nasional, dan 10 menit digunakan untuk penayangan berita berbahasa Sunda. Selain
8
pada program acara berita, ada pula contoh pada program talk show tentang informasi faktual di Sriwijaya TV, secara khusus Sriwijaya TV menayangkan program dialog berdurasi satu jam untuk membahas berbagai isu faktual yang menjadi topik dalam bahasan tersebut. Durasi siaran tentang daerah ini berpengaruh terhadap keterdedahan masyarakat terhadap informasi yang diperoleh tentang perkembangan wilayah setempat. 2. Program acara siaran Televisi lokal memiliki tanggung jawab untuk membuat program acara siaran bermuatan lokal. Beragam bentuk program acara ini disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Bentuk program acara yang umumnya disiarkan di televisi lokal antara lain: hiburan, berita, pendidikan, kebudayaan, agama, olahraga, pelayanan masyarakat, dan informasi. Dari hasil penelitian Hardjana (1999), masyarakat daerah umumnya menyukai program acara hiburan (45%), diikuti oleh program acara berita (17%), dan program acara kebudayaan (10%). 3. Frekuensi siaran Frekuensi siaran berhubungan erat dengan ketertarikan masyarakat terhadap program acara yang disiarkan. Pengelola televisi cenderung memperbanyak frekuensi tayangan pada program-program acara yang diminati oleh masyarakat. Dari hasil penelitian Hardjana (1999), beberapa jenis acara yang disiarkan ternyata acara yang paling sering dilihat adalah siaran berita daerah dengan frekuensi sebanyak 36,33 persen dari seluruh program acara yang disiarkan, sedangkan siaran budaya menempati urutan ketiga setelah siaran berita dan hiburan. Frekuensi program budaya ditayangkan oleh televisi lokal berkisar diantara satu sampai dua kali dalam seminggu (Hardjana, 1999). 2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pilihan Program Acara Televisi Beberapa ahli komunikasi massa berpendapat bahwa umur dan jenis kelamin sangat mempengaruhi perbedaan pengetahuan dan perilaku penggunaan media massa. Sejalan dengan pernyataan tersebut dari hasil penelitian Untoro (1994) mengemukakan bahwa karakteristik individu yang 9
meliputi umur, dan jenis kelamin berpengaruh dalam menimbulkan keinginan untuk menambah pengetahuan dari media massa, baik itu dalam hal frekuensi, lama, waktu menggunakan media massa dan jenis acara atau program yang mereka nikmati. Penelitian yang dilakukan Untoro (1994),
tentang pilihan acara
berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan responden, menyimpulkan bahwa laki-laki lebih banyak menonton acara informasi dan acara hiburan ”action”, sedangkan wanita lebih banyak menonton acara hiburan drama, komedi, dan kuis. Kesimpulan lain adalah semakin tinggi usia responden semakin banyak jumlah acara informasi yang ditonton dan semakin sedikit acara hiburan yang ditonton. Semakin rendah usia responden semakin banyak jumlah acara hiburan yang ditonton dan semakin sedikit acara informasi yang ditonton. Penelitian yang dilakukan Untoro (1994), menunjukkan hubungan antara pilihan acara televisi dengan beberapa karakteristik individu, antara lain tingkat pendapatan. Responden dengan golongan ekonomi atas lebih banyak menonton acara drama. Responden golongan ekonomi menengah lebih banyak menonton acara hiburan ‘action’ dan responden golongan ekonomi bawah lebih banyak menonton acara hiburan “action”. Secara keseluruhan acara hiburan “action” lebih banyak ditonton oleh responden. Kesimpulan lain adalah semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin banyak jumlah acara informasi yang ditonton dan semakin sedikit jumlah acara hiburan drama dan komedi yang ditonton. Semakin rendah tingkat pendidikan, semakin banyak jumlah acara hiburan yang ditonton dan semakin sedikit acara informasi yang ditonton. Responden yang telah bekerja lebih banyak menonton acara informasi, dan yang masih menempuh pendidikan lebih banyak menonton acara hiburan.
2.1.5 Motivasi Khalayak Dominick yang dikutip oleh Ekawati (1995) berpendapat bahwa komunikasi massa berguna karena dapat memenuhi kebutuhan tertentu masyarakat, sehingga ada motif-motif tetentu yang mengarahkan masyarakat
10
dalam mengkonsumsi media massa. Dari berbagai jenis media massa, masyarakat akan memilih media massa mana yang akan dikonsumsi sesuai kepentingannya berdasarkan kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan kepentingan (requirements) mereka. Motivasi berasal dari dua kata yaitu motif dan aksi (action). Motif berarti dorongan dan aksi berarti usaha. Sehingga motivasi berarti usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan (Padmowiharjo, 1994) yang dikutip oleh (Komala, 1996). Secara lebih rinci Ahmadi yang dikutip oleh Komala (1996) mendefinisikan motif sebagai sesuatu yang ada pada diri individu yang menggerakkan atau yang membangkitkan sehingga individu tersebut dapat melakukan sesuatu. Selanjutnya motif akan berubah menjadi motivasi bagi individu yang bersangkutan melalui proses. Motivasi sebagai proses psikologis yang diakibatkan faktor dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan, harapan, cita-cita yang menjangkau masa depan. Faktor luar dapat ditimbulkan oleh beberapa sumber, yaitu: lingkungan, kegiatan
penyuluhan
atau
faktor-faktor
yang
sangat
kompleks
(Padmowihardjo, 1994) yang dikutip oleh (Komala, 1996). Selain
itu
bedasarkan
hasil
penelitian
Juariyah
(1994),
yang
mempengaruhi motivasi individu untuk menonton yang disebabkan oleh adanya faktor dari dalam diri individu tersebut antara lain adalah usia, lama tingkat pendidikan, tingkat pengeluaran rumah tangga perkapita, tingat keterlibatan dalam organisasi kemasyarakatan secara tingkat pengetahuan, dan pengalaman terhadap acara televisi. Menurut Untoro (1994) rangsangan dari luar diri individu misalnya tersedianya informasi acara dapat mempengaruhi motivasi seseorang menonton acara televisi. Rakhmat (2001) menambahkan bahwa faktor yang turut menentukan pilihan acara televisi yang ditonton adalah peranan pengambilan keputusan.
11
McQuail (1987) merumuskan motif serta motivasi dalam menggunakan media massa, yaitu: 1. Informasi Motivasi ini berkaitan dengan usaha untuk: a. Mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat, dan dunia. b. Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal yang berkaitan dengan penentuan pilihan. c. Memuaskan rasa ingin tahu dan minat umum. d. Belajar, pendidikan diri sendiri e. Memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan. 2. Identitas pribadi Motivasi ini berkaitan dengan usaha untuk: a. Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi. b. Mengidentifikasi diri dengan nilai-nilai lain (dalam media). c. Meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri. 3. Integrasi dan interaksi sosial Motivasi ini berkaitan dengan usaha untuk: a. Memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain, empati sosial. b. Mengidentifikasi diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memiliki. c. Menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial. d. Memperoleh teman selain dari manusia. e. Membantu menjalankan peran sosial. f. Memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi sanak keluarga, teman, dan masyarakat. 4. Hiburan Motivasi ini berkaitan dengan usaha untuk: a. Melepaskan diri atau terpisah dari permasalahan. b. Bersantai. c. Memperoleh kenikmatan jiwa dan estetis. d. Mengisi waktu.
12
e. Penyaluran emosi. f. Membangkitkan gairah seks.
2.1.6 Pendekatan : The Uses and Gratification Pendekatan Uses and Gratification mulai berkembang pada awal dasawarsa 1940 (Gonzalez, 1987). Antara dasawarsa 1950-1960 studi tentang pendekatan ini ditujukan oleh keragamannya. McQuail (1987) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam hal ini adalah: 1) alokasi waktu pada media yang berbeda, 2) hubungan penggunaan media dan penggunaan waktu untuk kegiatan lain, 3) hubungan penggunaan media dan penyesuaian diri dan hubungan sosial, 4) fungsi media yang berbeda atau tipe isi, 5) berbagai alasan penggunaan media massa. Katz, Blumler, dan Gurevitch (1974) yang dikutip oleh Rakhmat (1991) mengatakan bahwa penelitian mengenai pendekatan penggunaan dan gratifikasi mencakup asal usul sosial dan psikologis, kebutuhan yang menimbulkan, harapan-harapan dari media massa ataupun sumber-sumber lain yang menyebabkan perbedaan pola keterdedahan pada media massa yang berbeda (keterlibatan dalam aktifitas lain) dan menghasilkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain, bahkan sering kali akibat-akibat yang tidak dikehendaki. Rakhmat (2001) menjelaskan bahwa pendekatan yang menganggap khalayak dianggap aktif menggunakan media massa untuk memenuhi kebutuhannya dikenal dengan pendekatan Uses and Gratification (penggunaan dan pemuasan). Menurut pendekatan Uses and Gratification, seseorang menggunakan media massa karena didorong oleh motif-motif tertentu. Jeffres yang dikutip oleh Budyatna (1994) mengemukakan bahwa pendekatan ini ingin menelaah fungsi media dari sudut pandang khalayak yaitu penggunaan media yang berkaitan dengan perilaku media khalayak serta gratifikasi atau kepuasan yang diperoleh dari penggunaan media tersebut. Tradisi Uses and Gratification menempatkan khalayak sebagai titik fokus atau pusat penelitian. McQuail dan Windahl (1993) menjelaskan bahwa yang paling penting dari teori gratifikasi penggunaan media adalah ide bahwa media menawarkan
13
“imbalan” yang bisa diharapkan (dapat diprediksi) oleh anggota khalayak, dengan dasar pengalaman di masa lalu dengan media. Mereka juga melihat bahwa ide ini menyediakan cara untuk menjelaskan perilaku penggunaan media massa. Lommeti seperti yang dikutip oleh Jalal (1995) mendefinisikan gratification sought sebagai kepuasan yang dibayangkan akan diterima seseorang bila ia menggunakan media massa tertentu. Blumler seperti yang dikutip oleh Jalal (1995) juga menambahkan bahwa dalam membayangkan kepuasan yang diperoleh, seseorang berpegang pada prinsip utility (manfaat), interpersonality (penggunaa diarahkan pada motif), selectivity (cerminan kepentingan), dan imperviousness to influence (‘kebal’ pengaruh lain). Hal ini berbeda degan definisi gratification obtained menurut Lommeti, yaitu adalah kepuasan nyata yang diperoleh seteleh seseorang
menggunakan
media.
Konsep gratification sought dan gratification obtained ini berguna untuk mengetahui apa saja yang didapat dari penggunaan media massa dibandingkan dengan apa yang diharapkan.
2.2 Kerangka Pemikiran Motivasi menonton program televisi lokal diduga dipengaruhi oleh karakteristik individu dimana individu berasal (intrinsik) dan faktor yang datang dari luar dari individu (ekstrinsik). Variabel faktor intrinsik yang diduga berpengaruh terdiri atas beberapa variabel, yaitu usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan asal etnis. Sedangkan faktor ekstrinsik yang diduga berpengaruh yaitu adanya informasi acara dan pola pengambilan keputusan. Pola pengambilan keputusan dalam memilih acara televisi yang akan ditonton menurut Rogers seperti yang dikutip oleh Camelia (2003) terbagi menjadi: a) pola pengambilan otoritas, b) pola pengambilan individual, yang dibagi menjadi pola pengambilan keputusan opsional dan pola pengambilan koletif, dan c) pola pengambilan kontingensi. Setiap individu memiliki perilaku tertentu dalam menggunakan media massa. Perilaku menonton televisi adalah suatu tindakan menonton televisi karena adanya dorongan dalam diri seseorang untuk menonton televisi. Dorongan ini
14
dapat dikatakan sebagai motif. Menurut De Fleur (1983), ada tiga hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk melihat perilaku penggunaan televisi, yaitu: 1) total waktu rata-rata yang digunakan untuk menonton televisi dalam sehari, 2) pilihan acara yang ditonton dalam sehari, dan 3) frekuensi menonton. Tetapi pada penelitian kali ini hanya dilihat dua alat ukur saja yaitu pilihan acara dan durasi menonton. Sedangkan untuk faktor frekuensi menonton tidak dapat dilakukan, karena terbatasnya waktu penelitian yang hanya melihat pola mononton selama satu minggu, sehingga tidak dapat diukur frekuensi menonton responden terhadap satu acara (banyak program acara yang bersifat mingguan). Berbagai pola penggunaan televisi tersebut dapat menghasilkan pemuasan kebutuhan atau konsekuensi lain yang tidak diinginkan sebagai dampak dari perbandingan antara harapan khalayak sebelum menonton televisi dengan yang sesungguhnya diperoleh khalayak setelah menonton televisi. Faktor Intrinsik 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Jenis Pekerjaan 4. Tingkat Pendapatan 5. Tingkat Pendidikan 6. Asal etnis
Faktor Ekstrinsik 1. Informasi acara 2. Pola pengambilan keputusan
Keterangan :
Motivasi Menonton Televisi 1. Informasi 2. Identitas pribadi 3. Integrasi dan interaksi sosial 4. Hiburan
Pola Menonton Televisi 1. Pilihan acara 2. Durasi Menonton
Kepuasan
Mempengaruhi Gambar 1. Kerangka Pemikiran
15
2.3 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Ada hubungan antara faktor intrinsik dan ekstrinsik responden dengan motivasi menonton televisi lokal. 2. Ada hubungan antara motivasi menonton televisi dengan pola menonton televisi lokal. 3. Ada hubungan antara pola menonton televisi dengan kepuasan yang dirasakan oleh responden terhadap televisi lokal.
2.4 Definisi Operasional 1. Usia adalah satuan umur responden dalam tahun yang dihitung sejak lahir sampai penelitian ini dilakukan, terbagi menjadi tiga yaitu: 1. Usia kurang dari 25 tahun 2. Usia 25 sampai 45 tahun 3. Usia lebih dari 45 tahun 2. Jenis kelamin responden adalah struktur biologis responden yang terbagi dua yaitu: 1. Laki-laki 2. Perempuan 2. Tingkat pendapatan adalah jumlah rupiah yang diperoleh responden per bulan. Dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1. Dibawah Rp. 1.000.000 2. Rp. 1.000.000 sampai Rp. 2.500.000 3. Lebih dari Rp. 2.500.000 3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir dari responden. Dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1. Sekolah Dasar 2. Sekolah Lanjutan (SLTP dan SLTA) 3. Perguruan Tinggi/Akademi
16
4. Jenis pekerjaan adalah jenis penggolongan pekerjaan yang langsung memperoleh penghasilan berupa uang. Dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Golongan bekerja 2. Golongan ibu rumah tangga, pensiunan, belum atau tidak bekerja 3. Pelajar/mahasiswa 5. Asal etnis adalah suku bangsa yang melekat pada diri individu. Dikategorikan menjadi empat, yaitu: 1. Melayu 2. Jawa 3. Minang 4. Batak 6. Informasi acara adalah pedoman responden untuk mengetahui tinjauan acara televisi yang disiarkan televisi lokal. Dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1. Iklan Televisi 2. Keluarga/teman 3. Majalah/surat kabar 7. Pola pengambilan keputusan adalah adanya pengambilan keputusan menonton yang dijalankan responden. Dibagi menjadi: a. Pola pengambilan keputusan otoritas Acara televisi yang ditonton merupakan pilihan acara orang yang berkuasa. Responden tidak dapat berbuat apa-apa untuk memilih acara televisi lainnya. b. Pola pengambilan keputusan individual Responden yang bersangkutan mengambil peranan dalam memilih acara televisi yang akan ditonton. Pola ini terbagi menjadi dua macam, yaitu: i. Pola pengambilan opsional Keputusan yang dibuat oleh responden untuk memilih acara yang akan ditonton terlepas dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh pihak lain.
17
ii. Pola pengambilan keputusan kolektif Yaitu acara televisi yang ditonton merupakan hasil keputusan bersama antara responden dengan keluarganya. c. Pola pengambilan keputusan kontingensi Acara televisi yang ditonton merupakan pilihan acara berdasarkan keputusan lain yang ada sebelumnya. 8. Motivasi
menonton
adalah
keinginan
dalam
diri
responden
yang
merangsangnya untuk menonton acara televisi lokal. Motivasi-motivasi ini dihitung dengan menggunakan skala dari 1 sampai 4, yaitu: 1 = Sangat tidak setuju 2 = Tidak setuju 3 = Setuju 4 = Sangat setuju Setelah diperoleh jawaban dari responden, kemudian skor-skor tersebut dijumlahkan dan dikelompokkan menjadi motivasi rendah dan tinggi. 1. Motivasi informasi merupakan dorongan atau usaha untuk mencari verita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, masyarakat dan dunia, mencari bimbingan yang menyangkut masalah praktis dan hal-hal yang berkaitan dengan penentuan pilihan, serta memuaskan rasa ingin tahu dan belajar. Motivasi informasi rendah
: skor 4-9
Motivasi informasi tinggi
: skor 10-16
2. Motivasi identitas pribadi merupakan dorongan atau usaha untuk menemukan penunjang nilai-nilai pribadi, menemukan model perilaku, mengidentifikasi
diri
dengan
nilai-nilai
lain,
dan
meningkatkan
pemahaman tentang diri sendiri. Motivasi identitas pribadi rendah
: skor 5-12
Motivasi identitas pribadi tinggi
: skor 13-20
3. Motivasi integrasi dan interaksi sosial merupakan dorongan atau usaha untuk memperoleh pengetahuan tentang keadaan orang lain, menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial, memperoleh teman selain manusia,
18
membantu menjalankan peran sosial, dan memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi sanak saudara, teman dan masyarakat. Motivasi integrasi dan interaksi sosial rendah
: skor 4-9
Motivasi integrasi dan interaksi sosial tinggi
: skor 10-16
4. Motivasi hiburan merupakan dorongan atau usaha melepaskan diri dari permasalahan, bersantai, mengisi waktu, dan penyaluran emosi. Motivasi hiburan rendah
: skor 6-14
Motivasi hiburan tinggi
: skor 15-24
9. Pilihan program acara televisi lokal adalah acara televisi yang ditonton oleh responden. Penentuan kategori siaran dibantu oleh manager program RTV. Dibagi menjadi tiga kategori siaran, yaitu: a) Acara pendidikan adalah acara televisi yang ditujukan untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan. Berupa acara sekolah maupun luar sekolah. b) Acara informasi adalah acara televisi yang bertujuan untuk menyampaikan berita dan informasi, berupa dialog, liputan dan wawancara. c) Acara hiburan adalah acara televisi yang ditujukan untuk memberikan hiburan kepada pemirsa. Berupa film, sinetron, acara anak-anak, kuis, musik, olahraga, dan komedi. 10. Durasi menonton adalah rata-rata total waktu yang dipakai untuk menonton televisi lokal perhari. Diukur berdasarkan rata-rata jumlah jam menonton perhari. Dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1. Kurang dari 3 jam 2. Antara 3 sampai 5 jam 3. Lebih dari 5 jam 11. Kepuasan adalah perbandingan antara harapan responden sebelum menonton televisi lokal dengan yang sesungguhnya diperoleh responden setelah menonton televisi lokal. Kepuasan ini dihitung dengan menggunakan skala dari 1 sampai 4, yaitu: 1 = Sangat tidak puas 2 = Tidak puas 3 = Puas
19
4 = Sangat puas Setelah diperoleh jawaban dari responden, kemudian skor-skor tersebut dijumlahkan dan dikelompokkan menjadi terpuaskan dan tidak terpuaskan. Berikut kategori tepuaskan dan tidak terpuaskan untuk masing-masing kategori kepuasan: 1. Kepuasan informasi Tidak terpuaskan
: skor 4-9
Terpuaskan
: skor 10-16
2. Kepuasan identitas pribadi Tidak terpuaskan
: skor 5-12
Terpuaskan
: skor 13-20
3. Kepuasan integrasi dan interaksi sosial Tidak terpuaskan
: skor 4-9
Terpuaskan
: skor 10-16
4. Kepuasan hiburan Tidak terpuaskan
: skor 6-14
Terpuaskan
: skor 15-24
20