BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1.
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian dan Fungsi Kelembagaan Menurut Wariso (Wahyuni, 2007), kelembagaan dikelompokkan ke dalam dua pengertian, yaitu institut dan institusi. Institut menunjuk pada lembaga formal sedangkan institusi merupakan suatu kumpulan norma-norma atau nilainilai yang mengatur perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Kelembagaan menurut Agus Pakpahan (Syahyuti, 2006) adalah software dan organisasi adalah hardware-nya dalam suatu bentuk grup sosial. Ia menganalisis kelembagaan sebagai suatu sistem organisasi dan kontrol terhadap sumber daya. Suradisastra (2005) menyatakan bahwa fungsi organisasi dan lembaga lokal antara lain adalah: (a) mengorganisir dan memobilisasi sumberdaya; (b) membimbing stakeholder pembangunan dalam membuka akses ke sumberdaya produksi; (c) membantu meningkatkan sustainability pemanfaatan sumberdaya alam; (d) menyiapkan infrastruktur sosial di tingkat lokal; (e) Mempengaruhi lembaga-lembaga politis; (f) membantu menjalin hubungan antara petani, penyuluh dan peneliti lapang; (g) meningkatkan akses ke sumber informasi; (h) meningkatkan kohesi sosial; (i) membantu mengembangkan sikap dan tindakan kooperatif. 2.1.2. Konsep Kelembagaan Pertanian Pertanian dapat dianggap sebagai suatu usaha untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang berfungsi menyediakan bahan makanan bagi manusia (Nasoetion, 1991). Secara konseptual, Syahyuti (2006) menyebutkan bahwa tiap
kelembagaan petani yang dibentuk dapat memainkan peran tunggal atau ganda. Berbagai peran yang dapat dimainkan sebuah lembaga adalah sebagai lembaga pengelolaan sumberdaya alam (misalnya P3A), untuk tujuan aktivitas kolektif (kelompok kerja sambat sinambat). Untuk pengembangan usaha (koperasi), untuk melayani kebutuhan informasi (kelompok Pencapir), untuk tujuan representatif politik (HKTI), dan lain-lain. Demikian halnya dengan Mubyarto (1989), lembaga-lembaga yang penting dalam pertanian misalnya pemilikan tanah, jual beli dan sewa tanah, bagi hasil, gotong royong, koperasi, arisan, dan lain-lain, memiliki peranan tertentu yang diikuti dengan tertib oleh anggota-anggota masyarakat desa, di mana setiap penyimpangan akan disoroti dengan tajam oleh masyarakat. Mubyarto (1989) juga menjelaskan bahwa lembaga-lembaga yang ada dalam sektor pertanian dan pedesaan sudah mengalami berbagai zaman sehingga banyak lembaga-lembaga yang sudah lenyap tetapi timbul juga lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan iklim pembangunan pertanian dan pedesaan. Mosher (Anantanyu, 2009) menyebutkan bahwa sumberdaya pertanian meliputi masukan (input) atau keluaran (output) yang dibutuhkan dan dihasilkan dari proses usahatani. Input dalam usahatani adalah segala sesuatu yang diikutsertakan di dalam proses produksi, meliputi lahan, tenaga kerja, sarana produksi pertanian (benih, pupuk, pestisida/herbisida dan lain-lain, alat-alat pertanian) irigasi dan sebaiknya. Output dalam usaha tani terdiri atas produk dan hasil tanaman atau ternak. Usahatani (the farm) merupakan lahan di mana seorang petani, sebuah keluarga tani atau badan usaha lain melakukan usaha bercocok tanam atau memelihara ternak.
6
Uphoff (Anantanyu, 2009) memaparkan kegiatan-kegiatan yang mencakup input, produksi dan output secara spesifik sebagai berikut: 1.
Kegiatan-kegiatan input, secara umum dilaksanakan oleh kelembagaan lokal. a.
Input material meliputi (1) Benih dan persemaian: dibeli, dipertukarkan dan diawetkan; (2) Nutrien: pupuk kimia biasanya disalurkan melalui lembaga lokal, sumberdaya nutrien lain lebih sering disediakan oleh rumahtangga; (3) Kimia: herbisida, insektisida dan fungisida; (4) Tenaga: tenaga ternak, tenaga traktor; (5) Alat: bajak, cangkul, sekop dan lainlain; (6) Pakan ternak: biasanya disediakan oleh rumahtangga petani, dibeli.
b.
Input-input modal, meliputi (1) Pinjaman jangka pendek (produksi) digunakan untuk tanaman musiman; (2) Pinjaman jangka menengah digunakan untuk peralatan dan pembelian yang lain dan (3) Pinjaman jangka panjang digunakan untuk membeli lahan.
c.
Input-input umum, biasanya dikelola oleh kelembagaan nasional, meliputi: (1) Akses lahan: sistem kedudukan lahan, penyusun bagi hasil tanaman dan lain-lain; (2) Teknologi berupa informasi mengenai produkproduk,
praktek
atau
teknik-teknik
baru,
yang
secara
umum
dikembangkan melalui penelitian; (3) Kebijakan: harga subsidi dan lainlain. d.
Input-input tidak langsung, mencakup: (1) Pengelolaan sumberdaya alam, perlindungan dan persediaan tanah, air, hutan dan sumberdaya alam lain; (2) Infrastruktur pedesaan; (3) Pengembangan sumberdaya manusia: pendidikan, melek huruf, kesehatan dan sebagainya.
7
2.
Kegiatan produksi biasanya dilaksanakan oleh individu atau kelompok usaha mencakup beberapa pertukaran tenaga kerja atau input. a.
Tenaga kerja berupa kegiatan-kegiatan kerja: (1) Untuk tanaman musiman penyiapan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, perlindungan tanaman,
pengelolaan (jika irigasi
memungkinkan,
pemanenan dan pemilihan benih (mengulang siklus produksi); (2) Untuk tanaman tahunan sama seperti no. 1 kecuali: intensitas penyiapan lahan dan pemanenan, kemungkinan grafting dan atau pemangkasan; (3) Untuk ternak (pemeraan, pencukuran, penyembelihan, dan perkembangbiakan b.
Manajemen, kegiatan pembuatan keputusan: (1) Memperoleh atau memastikan input; (2) Mengarahkan, koordinasi, pengawasan input tenaga kerja; (3) Menentukan jumlah, macam dan jangka waktu produksi; dan (4) Menjaga keseimbangan antara input dan output agar mencapai nilai output lebih tinggi daripada input.
3.
Kegiatan-kegiatan output, umumnya dilaksanakan oleh kelembagaan lokal. a.
Penyimpanan: pascapanen dan pascapengolahan.
b.
Pengolahan: secara manual atau menggunakan mesin.
c.
Pengangkutan: untuk pengolahan penyimpanan dan penjualan.
d.
Pemasaran: borongan atau eceran.
2.1.3. Konsep Kelompok Tani Kelompok tani merupakan kumpulan dua atau lebih petani yang berinteraksi satu sama lain dalam satu kurun waktu untuk mencapai tujuan bersama mereka (Uchrowi, 2006). Kelompok tani merupakan kelompok sosial yang berkembang menjadi kelompok tugas, yakni pemenuhan ekonomi anggota.
8
Dengan demikian kekompakkan kelompok tani dapat dinilai dari pemenuhan kebutuhan para petani dalam aspek sosial dan ekonomi (Rusidi, 1978). Totok Mardikanto (Uchrowi, 2006) menyebut bahwa kelompok tani merupakan kumpulan orang-orang tani yang terdiri dari petani dewasa maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama. Mardikanto juga menyebut bahwa umumnya kelompok tani berkembang dari kelompok sosial. Namun pada akhirnya kelompok tani merupakan kelompok tugas. Kelompok tugas lebih menekankan pada pelaksanaan tugas-tugas tertentu yang harus diselesaikan dengan baik selama jangka waktu-waktu tertentu. Kelompok tani yang merupakan salah satu sub sistem dalam sistem sosial budaya di masyarakat tentu tak lepas dari pengaruh sistem sosial-budaya yang berlaku. Dengan kata lain bahwa norma dan nilai-nilai yang dibangun dan disepakati di dalam kelompok akan terpengaruh oleh norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat pada umumnya. Semua unsur yang disebutkan di atas akan sangat berpengaruh pada kegiatan kelompok tani, termasuk kemampuan sebagai basis ketahanan pangan di perdesaan. (Pusat pengkajian SDM Pertanian Deptan, 2004). Kelompok tani yang tumbuh dari kerjasama informal petani dapat menjadi formal. Kelompok tani juga dapat dipandang sebagai sarana efektif untuk pemberdayaan petani (Uchrowi, 2006). Kelompok tani dibentuk berdasarkan surat keputusan dan dimaksudkan sebagai wadah komunikasi antar petani, serta antara petani dengan kelembagaan terkait dalam proses alih teknologi. Surat keputusan tersebut dilengkapi dengan ketentuan-ketentuan atau tolak ukur untuk memonitor dan mengevaluasi
9
kinerjanya. Penelitian kinerja kelompok ditinjau dari delapan tolak ukur yaitu: (1) usia kelompok; (2) keanggotaan; (3) luas areal usahatani; (4) bidang usaha; (5) kerja sama yang dilakukan dalam kelompok; (6) aset yang dimiliki; (7) hubungan petani dengan kelembagaan disekitarnya; (8) persepsi petani terhadap usahatani. (Wahyuni, 2007). Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan kelompok tani adalah pengertian yang sesuai dengan penelitian Uchrowi (2006) dan Pusat pengkajian SDM Pertanian Deptan (2004) yaitu kumpulan orang-orang tani yang terdiri dari petani dewasa maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama. Kelompok tersebut merupakan salah satu sub sistem dalam sistem sosial budaya di masyarakat tentu yang tak lepas dari pengaruh sistem sosial-budaya yang berlaku. 2.1.4.
Konsep dan Strategi Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumahtangga Definisi ketahanan pangan dari FAO dan UU RI No. 7 tahun 1996, yang
mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu: (1) kecukupan ketersediaan pangan; (2) stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun. (3) aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan; (4) kualitas atau keamanan pangan (Tim Penelitian Ketahanan Pangan dan Kemiskinan dalam Konteks Demografi Puslit Kependudukan–LIPI, 2002). Ketersediaan pangan dalam rumahtangga yang dipakai dalam pengukuran mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga. Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumahtangga diukur
10
berdasarkan kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumahtangga
dalam
sehari.
Indikator
Aksesibilitas/keterjangkauan
dalam
pengukuran ketahanan pangan di tingkat rumahtangga dilihat dari kemudahan rumahtangga memperoleh pangan, diukur dari pemilikan lahan serta cara rumahtangga untuk memperoleh pangan. Akses yang diukur berdasarkan pemilikan lahan dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori: Akses langsung (direct access), jika rumahtangga memiliki lahan sawah/ladang dan akses tidak langsung (indirect access) jika rumahtangga tidak memiliki lahan sawah/ladang. Cara rumahtangga memperoleh pangan juga dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori yaitu: (1) produksi sendiri dan (2) membeli (Tim Penelitian Ketahanan Pangan dan Kemiskinan dalam Konteks Demografi Puslit Kependudukan–LIPI, 2002). Kualitas atau keamanan pangan adalah jenis pangan yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi. Ukuran kualitas pangan seperti ini sangat sulit dilakukan karena melibatkan berbagai macam jenis makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda, sehingga ukuran keamanan pangan hanya dilihat dari ‘ada’ atau ‘tidak’nya bahan makanan yang mengandung protein hewani atau nabati yang dikonsumsi dalam rumahtangga. Karena itu, ukuran kualitas pangan dilihat dari data pengeluaran untuk konsumsi makanan (lauk-pauk) sehari-hari yang mengandung protein hewani atau nabati (Tim Penelitian Ketahanan Pangan dan Kemiskinan dalam Konteks Demografi Puslit Kependudukan–LIPI, 2002). FAO dalam Silitonga, Chung, Haddad dan USDA (Baliwati, 2001) menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu (1) ketersediaan dan stabilitas pangan (food availability and stability), (2) kemudahan memperoleh pangan (food accessibility) dan (3) pemanfaatan
11
pangan (food utilization). BPS Kota Pematang Siantar (2009) menyatakan bahwa rumahtangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan biasanya makan bersama dari satu dapur. Dengan demikian, ketahanan pangan rumahtangga petani adalah suatu kondisi dimana suatu rumahtangga petani pada setiap saat memiliki aksesibilitas secara fisik maupun ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya agar dapat hidup produktif dan sehat. Ketahanan rumahtangga mencakup tiga elemen yaitu ketersediaan dan stabilitas, akses pangan dan pemanfaatan pangan (Baliwati, 2001). Chung (Baliwati, 2001) merangkum beragam indikator ketahanan pangan rumahtangga sesuai dengan aspek kesesuaian dengan aspek ketersediaan, akses dan konsumsi pangan dalam kerangka konseptual. Aspek ketersediaan pangan tergantung pada sumberdaya alam, fisik dan manusia serta produksi pertanian maupun non pertanian. Dalam hal ini, indikator yang dipakai untuk menjelaskan sumberdaya alam adalah curah hujan, kualitas tanah, ketersediaan air dan akses terhadap sumberdaya hutan. Sumberdaya fisik adalah pemilikan ternak, akses infrastruktur, pemilikan sarana pertanian, sumberdaya manusia meliputi rasio ketergantungan, pendidikan, besar keluarga, dan umur kepala keluarga. Indikator produksi adalah luas tanam, luas lahan beririgasi, akses dan penggunaan input, pola tanam, keragaan tanaman, produksi pangan dan produksi non pertanian (Baliwati, 2001). Dalam aspek akses pangan meliputi pendapatan baik dari pertanian maupun non-pertanian. Indikator yang dipakai adalah total pendapatan, pendapatan dari tanaman, pendapatan dari ternak, upah, harga pangan, pasar dan
12
akses jalan. Sedangkan aspek pemanfaatan pangan adalah konsumsi baik pangan maupun non pangan serta status gizi baik anak maupun dewasa. Indikator konsumsi yang digunakan adalah total pengeluaran, pengeluaran pangan, pengeluaran non-pangan, konsumsi dan frekuensi pangan. Indikator status gizi meliputi antropometri, kadar serum, kesakitan, kematian, kelahiran, akses pelayanan kesehatan, akses air bersih, dan akses sanitasi (Baliwati, 2001). Maxwell & Frankenberg (Baliwati, 2001) menyatakan bahwa pencapaian ketahanan pangan rumahtangga dapat diukur dari berbagai indikator. Indikator tersebut dibedakan menjadi dua kelompok yaitu indikator proses dan indikator dampak. Indikator proses menggambarkan situasi pangan yang ditunjukkan oleh ketersediaan dan akses pangan. Indikator dampak dapat digunakan sebagai cerminan konsumsi pangan. Indikator ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklim, akses terhadap sumberdaya alam, praktek pengolahan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional, dan kerusuhan sosial. Indikator akses pangan meliputi antara sumber pendapatan, akses terhadap kredit modal. Indikator akses pangan juga meliputi strategi rumahtangga untuk memenuhi kekurangan pangan. Strategi tersebut dikenal sebagai coping ability indicator. Indikator dampak meliputi dua kategori yaitu langsung dan tidak langsung. Indikator dampak secara langsung adalah konsumsi dan frekuensi pangan. Indikator dampak secara tidak langsung meliputi penyimpanan pangan dan status gizi.
13
2.1.5.
Peran Kelompok Tani dalam Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Abbas (Anantanyu, 2009) mengemukakan bahwa peranan kelompok tani
adalah (1) sebagai wahana belajar bagi petani nelayan dan anggotanya agar terjadi interaksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam berusaha tani yang lebih baik serta berperilaku lebih mandiri untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera; (2) sebagai unit produksi, kelompok tani merupakan kesatuan unit usahatani-nelayan untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang lebih menguntungkan; dan (3) sebagai wahana kerjasama antaranggota dan antar kelompok tani dengan pihak lain untuk memperkuat kerjasama dalam menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. SPB (Sinaga, 2002) menyebutkan ada beberapa bidang dalam kegiatan usahatani padi sawah yang memerlukan dukungan kerjasama antar petani yakni: (a) pengadaan benih (b) penanaman serempak, (c) pengadaan pupuk, (d) pengadaan pestisida, (e) pengamanan, (f) pemberantasan hama/penyakit, (g) pengairan, (h) pengadaan sprayer, (i) penyisihan hasil/tabungan/lumbung, (j) pemasaran hasil usahatani kelompok. Peran kelompok tani sebagai basis ketahanan pangan di perdesaan meliputi (1) Kelompok tani sebagai produsen penghasil bahan pangan; (2) Kelompok tani sebagai pengelola sistem kemandirian pangan; dan (3) Kelompok tani sebagai penggerak masyarakat desa (Pusat pengkajian SDM pertanian Deptan, 2004).
14
2.2.
Kerangka Pemikiran Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan
perlu ditelaah bagaimana posisi ketahanan pangan diantara karakteristik sumberdaya rumahtangga petani, peran kelompok tani, norma dan nilai-nilai rumahtangga petani dan sistem budaya masyarakat. Pangan dalam penelitian ini adalah beras dan lauk pauk yang mengandung protein hewani dan nabati berupa daging sapi atau ayam, susu, telur dan sayur yang dikonsumsi oleh rumahtangga petani. Ketahanan pangan rumahtangga petani terdiri ketersediaan pangan, tingkat ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan. Rumahtangga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sekelompok orang yang tinggal bersama dalam satu bangunan fisik serta makan dari satu dapur yang sama. Karakteristik sumberdaya rumahtangga petani terdiri dari luas penguasaan lahan, tingkat pendidikan formal kepala rumahtangga, tingkat pendidikan non formal kepala rumahtangga, tingkat pendapatan, jumlah produksi padi permusim tanam, jumlah anggota rumahtangga, tingkat partisipasi sosial dan tingkat pengalaman berusaha tani. Kelompok tani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kumpulan orang-orang tani yang terdiri dari petani dewasa maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama. Peran Kelompok tani diukur dari tingkat dukungan terhadap produksi pertanian, tingkat dukungan terhadap distribusi pangan, Intensitas penyelenggaraan kegiatan untuk sarana pembelajaran petani. Sedangkan norma dan nilai-nilai rumahtangga petani dan sistem budaya masyarakat tidak diukur karena dianggap diluar penelitian peneliti.
15
X1 KARAKTERISTIK SUMBERDAYA RUMAHTANGGA PETANI X1.1 Luas penguasaan lahan, X1.2 Tingkat pendidikan formal kepala rumahtangga X1.3 Tingkat pendidikan non formal kepala rumahtangga X1.4 Tingkat pendapatan X1.5 Jumlah produksi padi per musim tanam X1.6 Jumlah anggota rumahtangga X1.7 Tingkat partisipasi sosial X1.8 Tingkat Pengalaman berusahatani
NORMA DAN NILAI-NILAI RUMAHTANGGA PETANI SISTEM BUDAYA MASYARAKAT
Y KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA
Y1.1 Ketersediaan Y1.2 Tingkat Stabilitas Pangan Y1.3 Akses Pangan Y1.4 Pemanfaatan Pangan
X2 PERAN KELOMPOK TANI :
X2.1 Tingkat dukungan terhadap produksi pertanian X2.2 Tingkat dukungan terhadap distribusi pangan X2.3 Intensitas penyelenggaraan kegiatan untuk sarana pembelajaran petani
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani
Keterangan: : Mempengaruhi
: Objek penelitian
: Tidak diteliti peneliti
2.3. 1.
Hipotesis Penelitian Terdapat
hubungan
yang
nyata
antara
karakteristik
sumberdaya
rumahtangga petani dengan ketahanan pangan rumahtangga petani. 2.
Terdapat hubungan yang nyata antara peran kelompok tani dengan ketahanan pangan rumahtangga
16
2.4.
Definisi Operasional Pengukuran variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini
dibatasi pada perumusan penjabaran masing-masing variabel tersebut secara operasional. Variabel-variabel tersebut adalah X1
Karakteristik sumberdaya rumahtangga petani adalah kemampuan untuk memperoleh suatu nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau unsur tertentu dalam sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Karakteristik sumberdaya rumahtangga petani yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi luas penguasaan lahan, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan formal kepala rumahtangga, tingkat pendidikan nonformal kepala rumahtangga, jumlah produksi padi padi per musim tanam, jumlah tanggungan rumahtangga, tingkat partisipasi sosial dan pengalaman berusahatani.
X1.1
Luas lahan yang dikuasai adalah total sawah, tegalan, dan pekarangan yang dikuasai dan diusahakan dalam satuan hektar. Pengukuran luas penguasaan lahan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu : (1) Sempit, kurang dari rata-rata dikurangi dua kali standar deviasi (< µ-2σ); (2) sedang, antara rata-rata ditambah dan dikurangi dua kali standar deviasi (µ+2σ); (3) Luas, lebih besar dari rata ditambah dua kali standar deviasi (> µ+2σ).
X1.2
Tingkat pendidikan formal kepala rumahtangga adalah jenjang tahun sekolah yang telah diselesaikan seseorang yang bertanggungjawab atas satu rumahtangga yang diselesaikan mulai SD/sederajat, SMP/sederajat,
17
SMA/sederajat dan Perguruan Tinggi. Pendidikan formal diukur dengan skala ordinal dengan kategori : (1) rendah (tidak tamat SD/Tamat SD), (2) sedang (SMP-SMA), (3) tinggi (> SMA/sederajat) X1.3
Tingkat pendidikan non formal kepala rumahtangga adalah frekuensi kegiatan yang dilakukan seseorang yang bertanggungjawab atas satu rumahtangga untuk menambah pengetahuan dan pengalaman diluar pendidikan formal terkait kegiatan usahatani seperti mengikuti penyuluhan atau pertemuan di balai desa. Pendidikan non formal diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X1.4
Jumlah panen padi per musim tanam adalah besaran hasil produksi sawah dalam satu kali masa tanam. Jumlah panen padi permusim tanam diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X1.5
Tingkat pendapatan adalah jumlah penghasilan kotor uang yang diperoleh dari usaha pokok dan usaha sampingan. Tingkat pendapatan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X1.6
Jumlah anggota rumahtangga adalah besaran orang yang secara ekonomi masih menjadi tanggungan kepala rumahtangga dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Jumlah anggota rumahtangga diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
18
X1.7
Tingkat partisipasi sosial adalah jumlah keterlibatan seseorang dalam kegiatan sosial. Tingkat partisipasi sosial diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X1.8
Tingkat pengalaman berusahatani adalah lamanya seseorang berbudidaya padi sawah. Tingkat Pengalaman berusahatani diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X2
Peran Kelompok Tani dalam Ketahanan Pangan adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan di dalam kumpulan orang-orang tani yang terdiri dari petani dewasa maupun petani taruna yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok, atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama untuk mencapai kondisi terpenuhinya pangan rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Peran Kelompok Tani dalam Ketahanan Pangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat dukungan terhadap produksi pertanian, tingkat dukungan terhadap stok pangan, tingkat dukungan terhadap distribusi pangan dan intensitas penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk petani,
X2.1
Tingkat dukungan produksi pangan adalah jumlah keterlibatan kelompok untuk menghasilkan bahan untuk dimakan. Tingkat dukungan produksi pertanian diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
19
X2.2
Tingkat dukungan terhadap distribusi pangan adalah jumlah keterlibatan kelompok dalam menyebarkan hasil produksi bahan untuk dimakan. Tingkat dukungan terhadap distribusi pangan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
X2.3
Intensitas penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk petani adalah jumlah kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam bidang pangan. Intensitas penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk petani diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Rendah, (2) Sedang, dan (3) Tinggi.
Y1
Ketahanan pangan rumahtangga adalah kondisi terpenuhinya pangan rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketersediaan pangan, tingkat
stabilitas
ketersediaan
pangan,
aksesibilitas
pangan
dan
pemanfaatan pangan. Y1.1
Ketersediaan pangan adalah stok pangan beras untuk dimakan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumahtangga petani dalam sehari. Ketersediaan pangan
diukur
menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori yaitu: (1) memenuhi, (2) kurang memenuhi, dan (3) tidak memenuhi. Y1.2
Tingkat stabilitas ketersediaan pangan adalah
keberlanjutan atas
kecukupan ketersediaan pangan beras untuk rumahtangga dilihat pada musim paceklik, musim kemarau, sesaat sebelum panen serta kemampuan
20
menabung rumahtangga petani . Tingkat stabilitas ketersediaan pangan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori: (1) Sulit, (2) Sedang, dan (3) Tidak Sulit. Y1.3
Aksesibilitas pangan adalah kemudahan rumahtangga memperoleh bahan untuk dimakan, yang diukur dari pemilikan lahan serta cara rumahtangga untuk memperoleh pangan. Aksesibilitas pangan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori menurut sebaran normal yaitu: (1) Sulit, (2) Sedang, dan (3) Tidak Sulit.
Y1.4
Pemanfaatan pangan adalah frekuensi konsumsi bahan makanan (laukpauk) sehari-hari yang mengandung protein hewani dan nabati dalam rumahtangga petani dalam seminggu. Pemanfaatan pangan diukur menggunakan skala ordinal menggunakan 3 kategori yaitu: (1) Rendah (< 3 kali dalam seminggu), (2) Sedang (3-5 kali dalam seminggu), dan (3) Tinggi (6-7 kali dalam seminggu).
21
Tabel 1. Tabel Kebutuhan Informasi Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani No.
Nama
No. Pertanyaan /Hal
Skala Pengukuran Skala
X1
Akses Petani terhadap Sumberdaya Manusia
X1.1
Luas Lahan yang Dikuasai
1-3
ordinal
Identitas responden
ordinal
X1.3
Tingkat Pendidikan Formal Kepala Rumahtangga Tingkat Pendidikan Non-Formal Kepala Rumatangga
10-11
ordinal
X1.4
Tingkat Pendapatan
6-7
ordinal
X1.5
Jumlah Produksi Padi Permusim Tanam
4-5
ordinal
X1.6
Jumlah Anggota Rumahtangga
Identitas responden
ordinal
X1.7
Tingkat Partisipasi Sosial
8
ordinal
X1.8
Tingkat Pengalaman Berusahatani
9
ordinal
X2
12-17
ordinal
18-19
ordinal
20-21
ordinal
Y1
Peran Kelompok Tani Tingkat Dukungan terhadap Produksi Pertanian Tingkat Dukungan terhadap Distribusi Pangan Intensitas Penyelenggaraan Kegiatan untuk Sarana Pembelajaran Petani Ketahanan Pangan Rumahtangga
Y1.1
Ketersediaan Pangan
22-24
ordinal
Y1.2
Tingkat Stabilitas Pangan
25-26
ordinal
Y1.3
Akses Pangan
27-28
ordinal
Y1.4
Pemanfaatan Pangan
29-32
ordinal
X1.2
X2.1 X2.2 X2.3
Kriteria Sempit, sedang, luas Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi sedikit, sedang, banyak Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi Rendah, sedang, tinggi
22