5
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Pengertian Tawuran Tawuran merupakan berita rutin yang sering menghiasi lembaran koran ataupun televisi. Pelaku dominan dari tindakan tawuran ini adalah para pelajar Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA) seperti: (1) Sekolah Menengah Atas (SMA), (2) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), (3) Sekolah Teknik Mesin (STM) dan sebagainya. Tidak jarang terdengar pelaku tawuran adalah remaja Sekolah Lanjut Tingkat Menengah (SLTP), mahasiswa, maupun pemuda-pemuda kampung. Secara keseluruhan definisi tawuran diperuntukkan bagi remaja pada umumnya dan remaja pada masa pertengahan (15-18 tahun) pada khususnya. Tawuran
merupakan
salah
satu
bentuk
kenakalan
remaja,
yaitu
kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang umumnya dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun. Aspek kecenderungan kenakalan remaja terdiri dari (1) aspek perilaku yang melanggar aturan atau status, (2) perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, (3) perilaku yang mengakibatkan korban materi dan (4) perilaku yang mengakibatkan korban fisik (Mariah, 2007). Menurut Ridwan (2006) tawuran pelajar didefinisikan sebagai perkelahian massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa lainnya dari sekolah yang berbeda. Tawuran terbagi dalam tiga bentuk: (1) tawuran antar pelajar yang telah memiliki rasa permusuhan secara turun temurun, (2) tawuran satu sekolah melawan satu perguruan yang didalamnya terdapat beberapa jenis sekolah dan (3) tawuran antar pelajar yang sifatnya insidental yang dipicu oleh situasi dan kondisi tertentu. Sementara menurut Solikhah (1999) tawuran didefinisikan sebagai perkelahian massal yang merupakan perilaku kekerasan antar kelompok pelajar laki-laki yang ditujukan kepada kelompok pelajar dari sekolah lain.
6
Perkelahian massal seperti tawuran pelajar dilakukan dengan tujuan untuk menyakiti atau melukai siswa dari sekolah lain yang menjadi targetnya. Hal ini jelas sesuai dengan definisi agresi yang telah dikemukakan oleh Widiastuti (2002) bahwa perilaku agresif adalah setiap bentuk perilaku yang diarahkan untuk merusak atau melukai orang lain. Selain perilaku, agresi juga mencakup maksud dan tindakan seseorang untuk merusak atau melukai orang lain yang dapat dilakukan secara fisik maupun verbal. Berdasarkan uraian yang ada, disimpulkan bahwa tawuran adalah tindakan agresi pelajar yang dilakukan secara berkelompok atau massal yang diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik dan langsung.
2.2 Karakteristik Remaja yang Terlibat Tawuran Bawaan dan lingkungan, kontinuitas dan diskontiunitas, dan pengalaman dini serta kemudian menjadi ciri perkembangan sepanjang siklus kehidupan manusia. Dalam tingkah laku remaja, faktor bawaan terus mempengaruhi perbedaan antara remaja, begitu pula dengan peran penting lingkungan dan gender (Santrock, 2003). Bila dikaitkan dengan tindakan agresi yang dilakukan remaja, dapat dikategorikan beberapa karakteristik remaja yang terlibat tawuran, yaitu: Kondisi Tempat Tinggal Kondisi tempat tinggal dan lingkungannya adalah faktor eksternal yang menjadi rangsangan terhadap respon yang muncul pada individu tertentu. Bagaimana individu menyikapi kualitas tempat tinggalnya akan menyebabkan terjadinya perbedaan perilaku yang timbul pada masing–masing individu. Baik buruknya kondisi lingkungan fisik tempat tinggal merupakan salah satu unsur dalam membangun interaksi antara remaja sebagai subyek dan lingkungan sebagai obyek (Saad, 2003). Secara fisiologis kenakalan diakibatkan oleh kekacauan tingkah laku terutama dari gangguan emosional yang dihasilkan oleh suatu disorganisasi dalam sosial-lingkungan (Miller, 1999). Berdasarkan definisi kondisi tempat tinggal yang ada, karakteristik remaja dengan kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak berkualitas, tidak nyaman, kurang memenuhi prasyarat kesehatan, serta tingkat kriminalitas tinggi atau dapat
7
dikatakan buruk akan menyebabkan kecenderungan remaja untuk mengikuti atau mencontoh perlakuan yang ada dalam lingkungan mereka semakin besar. Kedekatan dengan Orang Tua Kedekatan dengan orang tua juga sangat menentukan sikap dan perilaku remaja yang cenderung memiliki kepekaan emosional tinggi. Penerimaan dan pengakuan orang lain terhadap keberadaan remaja sangat penting, karena merupakan kebutuhan psikologis utama sebelum memenuhi kebutuhan aktualisasi diri (Saad, 2003). Orang tua dari remaja nakal cenderung memiliki aspirasi yang minim mengenai anak-anaknya, menghindari keterlibatan keluarga dan kurangnya bimbingan terhadap remaja (Mariah, 2007). Ketidakharmonisan dalam keluarga akan mengakibatkan remaja mencari sosok panutan lain untuk dijadikan teladan lain, yang biasanya akan mereka temukan pada teman sepermaian ataupun senior mereka. Seringkali tokoh teladan ini menjadi penyebar perilaku tawuran. Berdasarkan definisi yang ada, karakteristik remaja dengan perceraian orang tua, seringnya intensitas pertengkaran rumah tangga, dan kurang mendapat perhatian atau bimbingan orang tua akan lebih mudah melakukan tindakan agresi yang dilampiaskan dalam tawuran. Hubungan dengan Peer group Peer group atau dapat disebut juga dengan kelompok panutan adalah suatu kelompok yang terdiri oleh orang-orang dengan kisaran umur yang sama, status sosial yang relatif sama, dan hobi yang sama. 5 Bila dibanding pada masa kanakkanak, masa remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman. Tindakan agresi yang didasari oleh perubahan dalam diri remaja, akan membawa remaja ingin melampiaskannya kepada pihak lain yaitu dalam lingkup sosialnya. Tindakan tawuran yang merupakan ajang unjuk diri untuk diterima dalam kelompoknya, dipilih oleh kebanyakan siswa sebagai pelampiasan agresinya dengan melibatkan teman kelompoknya. Ridwan (2006) menyatakan, alasan terlibatnya para pelajar dalam tawuran adalah keinginan untuk diakui oleh teman sekelompoknya. Mereka mengharapkan pengakuan akan keberadaannya terhadap orang lain, terutama di 5
Dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/Peer_group yang diakses pada tanggal 19 April 2009.
8
lingkungan pertemanan dan sekolah. Karena dengan melakukan tawuran, mereka akan mendapat perhatian lebih dan menjadi lebih oleh kalangan teman-temannya, yang hal ini dinilai sebagai tindakan positif oleh para pelaku tawuran pelajar. Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa remaja dengan peer group yang mengarah pada perilaku negatif, akan mengarahkan remaja menjadi menyerupai mereka, sehingga lebih mudah melakukan tindakan negatif seperti tawuran. Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual Meningkatnya proporsi adegan kekerasan dalam media massa khususnya media visual, menyebabkan timbulnya pengaruh negatif bagi orang yang melihatnya. Penayangan kekerasan yang begitu bebas akan mendorong munculnya perilaku agresi. Terlebih lagi perantingan tayangan yang buruk oleh berbagai media visual seperti televisi, komik, dan internet mengakibatkan remaja mengkonsumsi tayangan yang seharusnya belum boleh mereka nikmati. Adeganadegan kekerasan yang terlihat akan terekam oleh otak dan sesekali timbul keinginan untuk mempraktekkannya pada dunia nyata. Widiastuti (2002) menyatakan bahwa remaja yang memiliki intensitas menonton adegan kekerasan yang rendah mempunyai sikap negatif terhadap kekerasan; remaja yang tinggal di lingkungan yang mendukung terjadinya kekerasan cenderung berperilaku agresif; intensitas menonton adegan kekerasan di televisi, faktor personal, dan faktor situasional berpengaruh pada perilaku agresif remaja. Game merupakan salah satu media visual yang identik dengan remaja pada saat ini. Berbeda dengan bermain secara kelompok, bermain game tidak membutuhkan banyak teman, karena dapat dilakukan sendirian ataupun dengan teman di dunia maya (on-line). Dampak yang ditimbulkan dari bermain game antara lain timbulnya keinginan untuk terlibat dalam tindakan kekerasan, hubungan dengan lingkungan yang tidak harmonis, bahkan menurunnya kinerja atau prestasi dalam dunia pendidikan. Berdasarkan definisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa karakteristik remaja dengan intensitas menonton televisi ataupun memainkan game dengan adegan kekerasan tinggi, sering membaca bacaan yang memiliki banyak adegan
9
kekerasan, akan lebih mudah melakukan tindakan agresi yang diperlihatkan dalam tawuran.
2.3 Perilaku Tawuran Di Kalangan Remaja Perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta lingkungannya sekitarnya. Menurut Sarwono (1989), perilaku agresi dikategorikan menjadi empat bentuk, yaitu: 1. Perilaku agresi yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain–lain. 2. Perilaku agresi yang menimbulkan korban materi, seperti: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain–lain. 3. Perilaku agresi yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, seperti: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas. 4. Perilaku agresi yang melawan status, seperti: mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, “minggat” dari rumah, membantah perintah. Sementara menurut Hurlock dalam Mariah (2007), perilaku agresi yang dilakukan remaja terbagi dalam empat bentuk, yaitu: 1. Perilaku yang menyakiti diri sendiri dan orang lain. 2. Perilaku yang membahayakan hak milik orang lain, seperti: merampas, mencuri, dan mencopet. 3. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru seperti: membolos, mengendarai kendaran dengan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah. 4. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti: mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, memperkosa dan menggunakan senjata tajam. Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan bahwa perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja adalah perilaku yang dapat membahayakan, menyakiti diri sendiri dan orang lain, dan bahkan menimbulkan korban fisik maupun materi yang tidak terkendali. Contoh perilaku agresi yang ditampilkan dalam peristiwa tawuran menurut Saad (2003) adalah:
10
1. Mengeluarkan kata-kata yang dapat mempermalukan/merugikan orang lain. 2. Menyebarkan berita buruk tentang orang lain yang bersifat merugikan. 3. Merusak barang–barang milik orang lain. 4. Meminta bantuan teman untuk melukai orang lain. 5. Memukul atau melukai secara fisik orang yang mempermalukan mereka. 6. Meminta bantuan teman untuk merusak barang–barang milik orang lain. Perilaku agresi yang ditampilkan dalam tawuran menurut Hartati (2005) dan Anggereini (2005) adalah: 1. Berkelahi/memukul/melukai secara fisik 2. Berkata-kata kasar 3. Merusak barang–barang milik orang lain Berdasarkan definisi tawuran yang dilakukan secara massal, disimpulkan bahwa perilaku agresi yang sering ditampilkan dalam tawuran pelajar adalah tindakan yang dilakukan secara berkelompok dengan tujuan membahayakan atau merusak dari segi fisik dan material, seperti: 1. Menggunakan bahasa untuk memprovokasi lawan (verbal) 2. Berkelahi (tindakan fisik) 3. Berkelahi dengan bantuan senjata (menggunakan alat bantu)
2.4 Kerangka Pemikiran Tawuran merupakan tidakan agresi yang dikategorikan sebagai bagian dari kenakalan remaja. Dengan demikian tawuran didefinisikan sebagai tindakan remaja yang dilakukan secara berkelompok atau massal dalam melanggar peraturan, dan diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik dan langsung. Masyarakat cenderung mengartikan tawuran sebagai tindakan saling melempar batu atau benda lainnya, tetapi pada saat ini pengertian tawuran sudah meluas tidak hanya pada tindakan melempar batu tetapi tindakan-tindakan agresi lain yang dilakukan secara berkelompok yang diarahkan untuk merusak dan melukai orang lain secara fisik.
11
Karakteristik remaja yang terlibat tawuran diduga dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat tinggal, kedekatan dengan orang tua, hubungan dengan peer group dan tingkat keterdedahan kekerasan pada media visual. Karakteristik ini merupakan faktor berbeda yang dimiliki oleh setiap pelajar yang dapat menimbulkan kecenderungan untuk melakukan tindakan agresi. Sedangkan tradisi sekolah dan dendam akibat tawuran sebelumnya lebih merupakan faktor perilaku yang mempengaruhi kelompok remaja dalam melakukan tawuran. Kedua faktor pemicu tawuran antar pelajar ini baik karakteristik yang maupun perilaku tawuran yang ditampilkan, akan mengakibatkan pelajar memperlihatkan tindakan agresi yang dilampiaskan dalam berbagai bentuk tindakan langsung yang diperlihatkan secara berkelompok (tawuran), seperti tindakan verbal, fisik maupun dengan bantuan alat. Pada akhirnya diharapkan kedua faktor ini dapat mengklasifikasikan pelajar yang terlibat tawuran ke dalam beberapa tipologi pelajar tawuran. Karakteristik Remaja: -
Kondisi tempat tinggal Kedekatan dengan orang tua Hubungan dengan peer group Tingkat keterdedaan kekerasan pada media visual
Tipologi Pelajar Tawuran
Bentuk Perilaku Tawuran: -
Perilaku tawuran (penyebab, peran, tempat dan waktu tawuran) Intensitas perilaku agresi (jenis dan frekuensi tindakan agresi) Gambar 1. Kerangka Pemikiran Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja
12
2.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kondisi tempat tinggal yang buruk. 2. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan orang tua yang rendah. 3. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki kualitas hubungan dengan peer group yang tinggi. 4. Diduga remaja yang terlibat tawuran memiliki tingkat keterdedahan tinggi pada media visual yang bertema kekerasan. 5. Diduga remaja yang terlibat tawuran dapat dibedakan dalam beberapa tipologi berdasarkan perilaku tawuran yang ditampilkan.
2.6 Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian mengenai Fenomena Tawuran Sebagai Bentuk Agresivitas Remaja adalah: 1. Karakteristik pelajar tawuran adalah keadaan pelajar (laki-laki) yang terlibat aktif dalam peristiwa tawuran yang dilihat dari konteks sosial-ekonomi secara umum, seperti umur dan uang saku. a. Umur adalah tingkat usia responden yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran. 1. 16 tahun (skor 1) 2. 17 tahun (skor 2) 3. 18 tahun (skor 3) 4. 19 tahun (skor 4)
b. Uang saku adalah jumlah uang yang diterima responden setiap minggu untuk keperluan sehari-hari seperti makan dan transportasi. 1. Rp < 100.000 (skor 1) 2. Rp 100.000 s/d 149.999 (skor 2)
13
3. Rp 150.000 s/d 199.999 (skor 3) 4. Rp
200.000 (skor 4)
2. Lingkungan tempat tinggal adalah kondisi fisik dari tempat tinggal responden yang dilihat dari beberapa kategori seperti: kepemilikan ruang pribadi, fasilitas hiburan, dan keadaan cuaca. - Kepemilikan ruang pribadi adalah keadaan untuk melihat seberapa besar ruang gerak pribadi yang dimiliki responden berdasarkan status kamar tidur dan status tempat tinggal. a. Status kamar tidur sendiri (pribadi) adalah bentuk kepemilikan kamar tidur responden. 1. Tidak ada (skor 1) 2. Berbagi dengan saudara (skor 2 3. Kamar sendiri (skor 3)
b. Status kondisi tempat tinggal adalah bentuk kepemilikan rumah yang ditempati oleh responden. 1. Menumpang tinggal pada saudara (skor 1) 2. Rumah sewa/kontrak (skor 2) 3. Rumah dinas (skor 3) 4. Rumah sendiri/pribadi (skor 4)
- Fasilitas hiburan adalah sarana dan prasarana yang bersifat menghibur atau menghilangkan stress yang dimiliki responden seperti: televisi, radio, komputer/laptop, video game, alat musik, peralatan olah raga, dan CD/DVD player. c. Jumlah fasilitas hiburan adalah banyaknya sarana dan prasarana hiburan yang dimiliki oleh responden. 1. ≤ 3 jenis (skor 1) 2. 4 s/d 5jenis (skor 2) 3.
6 jenis (skor 3)
14
- Kondisi rumah adalah penilaian mengenai kondisi cuaca di sekitar rumah responden mengenai tingkat: kebisingan, polusi udara, panas, kelembapan, dan intensitas cahaya. d. Pernyataan atau opini mengenai tingkat atau kondisi cuaca di sekitar lingkungan rumah responden dibagi dalam tiga kategori. 1. Tinggi (skor 1) 2. Sedang (skor 2) 3. Rendah (skor 3)
3. Kondisi hubungan dengan orang tua adalah keadaan hubungan yang dapat dilihat secara jelas antara responden dengan orang tuanya dilihat dari beberapa kategori seperti: keadaan umum keluarga, kedekatan dengan orang tua, dan pola interaksi.
- Keadaan umum keluarga adalah kondisi mengenai keluarga responden meliputi status pernikahan, bentuk komunikasi, dan intensitas pertemuan. a. Status pernikahan adalah status resmi (hukum) mengenai hubungan pernikahan orang tua responden. 1. Bercerai (skor 1) 2. Pisah rumah (skor 2) 3. Janda/duda karena meninggal (skor 3) 4. Lengkap, satu kelompok (skor 4)
b. Bentuk komunikasi adalah cara yang digunakan dalam interaksi rutin harian yang umumnya digunakan responden dengan orang tua mereka seperti SMS/e-mail, surat menyurat, telepon, dan langsung. Nantinya pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil oleh responden, sehingga semakin beragam bentuk komunikasi yang dilakukan akan menambah skor dari masing-masing responden. c. Intensitas pertemuan adalan tingkat rutinitas pertemuan responden dengan orang tua mereka yang dihitung dalam skala waktu.
15
1. Tidak tentu (skor 1) 2. Beberapa kali dalam sebulan (skor 2) 3. Beberapa kali dalam seminggu (skor 3) 4. Setiap hari (skor 4)
- Kedekatan dengan orang tua adalah anggapan yang dirasakan responden mengenai seberapa dekat hubungan mereka dengan orang tua, meliputi: kedekatan hubungan dengan ayah dan ibu, serta orang terdekat dalam keluarga. d. Kedekatan hubungan adalah seberapa dekat hubungan responden dengan masing-masing ayah dan ibu mereka. 1. Tidak saling peduli (skor 1) 2. Musuh (skor 2) 3. Teman (skor 3) 4. Sahabat (skor 4)
e. Orang terdekat dalam keluarga adalah individu yang dianggap responden sebagai orang yang sangan dekat dengan mereka dalam keluarga. 1. Ibu (skor 1) 2. Bapak (skor 2) 3. Saudara (skor 3) 4. Pembantu/supir (skor 4)
- Pola interaksi adalah hal-hal rutin yang umumnya terjadi setiap hari antara responden dengan orang tua mereka mengenai apa saja topik pembicaraan dan intensitas yang mereka lakukan. dalam hal: dimintai pendapat, menentukan pilihan, berkonflik, dimarahi, dan dicurigai/tidak dipercaya. f. Topik pembicaraan adalah hal-hal yang biasanya dibicarakan antara responden dengan orang tua seperti : pelajaran, pergaulan di sekolah, uang saku, masalah keluarga, masalah pribadi, dan berita umum di televisi. Pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil, sehingga semakin beragam topik yang dibicarakan akan menambah skor responden.
16
g. Intensitas yang di lakukan responden dengan orang tua seperti: dimintai pendapat, menentukan pilihan, berkonflik, dimarahi, dan dicurigai/tidak dipercaya. Jawaban atas opini ini akan dibagi kedalam tiga kategori. 1. Tidak pernah (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Selalu (skor 3)
4. Hubungan dengan Peer group adalah sifat hubungan antara responden dengan peer group (kelompok yang menjadi acuan dalam membangun karakter individu di luar orang tua responden) dilihat dari beberapa kategori seperti: kedekatan dengan peer group, pola hubungan, kepercayaan antara responden dengan peer group.
- Kedekatan dengan Peer group adalah hubungan yang terjadi antara responden meliputi: keberadaan peer group, alasan kedekatan, dan arti peer group. a. Keberadaan peer group adalah ada atau tidaknya sosok panutan kelompok atau peer group. 1. Tidak ada (skor 1) 2. Ada, satu kelompok (skor 2) 3. Ada, lebih dari satu kelompok (skor 3)
b. Alasan kedekatan adalah perihal yang menyebabkan kedekatan antara responden dengan peer group mereka seperti: seangkatan, kesamaan kelas, kesamaan daerah rumah, kesamaan hobi, dan sepaham dalam pikiran. c. Arti dari peer group seberapa dekat hubungan responden dengan peer group mereka. 1. Teman jalan (skor 1) 2. Teman nongkrong (skor 2) 3. Teman belajar (skor 3) 4. Teman curhat (skor 4)
17
- Pola hubungan adalah bentuk hubungan yang terjadi antara responden dengan peer group dilihat dari: intensitas pertemuan mingguan, intensitas pertemuan harian, dan topik pembicaraan yang dibicarakan. d. Intensitas pertemuan mingguan adalah rata-rata pertemuan yang dialami responden dengan peer group setiap minggu. 1. Tidak tentu (skor 1) 2. 1-2 kali dalam seminggu (skor 2) 3. 3-5 kali dalam seminggu (skor 3) 4. Setiap hari dalam seminggu (skor 4)
e. Intensitas pertemuan harian adalah rata-rata pertemuan yang dialami responden dengan peer group setiap hari. 1. < 2 jam (skor 1) 2. 2 s/d 4 jam (skor 2) 3. > 4 jam (skor 3)
f. Topik pembicaraan adalah hal-hal yang biasanya dibicarakan antara responden dengan peer group seperti : pelajaran, keluarga, berita umum ditelevisi, gossip seputar teman, hobi/minat, masalah pribadi dan sebagainya. Pengskoran akan dilakukan dari banyaknya jawaban yang diambil oleh responden, sehingga semakin beragam topik yang dibicarakan akan menambah skor dari masing-masing responden. - Kepercayaan antara responden dengan peer group adalah penilaian mengenai kedekatan yang dilihat dari jawaban mereka dari pernyataan mengenai: keberpihakan peer group saat responden dalam masalah, kepercayaan mengenai argument yang diberikan antara peer group dengan responden, peer group sebagai acuan pemecahan masalah responden, kesamaan pemahaman peer group dengan rersponden, bantuan yang diberikan antara peer group dengan responden saat terlibat dalam masalah.
18
g. Respon responden terhadap pernyataan yang diberikan terbagi dalam tiga kateori. 1. Selalu (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Tidak pernah (skor 3)
5. Tingkat Keterdedahan Kekerasan pada Media Visual adalah frekuensi melihat adegan kekerasan baik verbal maupun non verbal melalui media visual seperti surat kabar, televisi, komik, video game, film, dan internet. Kategori frekuensi melihan adegan kekerasan dibagi dalam tiga kategori. 1. Selalu (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Tidak pernah (skor 3) 6. Penyebab terjadinya tawuran adalah utama yang menyebabkan responden terlibat dalam tawuran. Secara garis besar terbagi ke dalam dua alasan yaitu tradisi (kebiasaan tingkah laku yang terjadi dari generasi ke generasi dalam satu sekolah) dan dendam (rasa permusuhan yang tertanam akibat tawurantawuran yang sudah terjadi sebelumnya). 1. Rutinitas (skor 1) 2. Solidaritas kelompok/sekolah (skor 2) 3. Permasalah pribadi dengan sekolah lain (skor 3) 4. Kalah pada pertandingan olah raga (skor 4) 5. Permasalahan tawuran sebelumnya (skor 5)
7. Peran saat tawuran adalah tugas yang biasanya dimainkan atau dilakukan responden saat terjadi tawuran. 1. Tidak tentu (skor 1) 2. Medis (orang yang menjauhkan pelaku tawuran yang terluka dari lokasi
tawuran) (skor 2)
19
3. Pendukung (hanya ikut berpartisipasi dalam tawuran, dengan aktivitas
tindakan yang terbatas) (skor 3) 4. Provokator (orang yang mengeluarkan kata-kata kasar dan memancing
tawuran tanpa melakukan tindakan fisik) (skor 4) 5. Tumbal (orang yang bertindak memancing lawan dengan tindakan agar
menyerang dalam tawuran) (skor 5) 6. Pentolan (orang yang selalu berada pada baris depan saat tawuran/paling
diakui) (skor 6)
8. Tempat dan waktu tawuran adalah lokasi tempat dimana tawuran biasanya terjadi tawuran, serta kapan waktu yang biasanya dipilih responden untuk melakukan tawuran. Tempat tawuran berupa lingkungan sekolah, lapangan, jalan, dan tidak tentu. Sementara waktu tawuran biasanya terjadi pada saat sebelum jam sekolah, setelah jam sekolah, dan hari libur.
9. Perilaku agresif adalah jenis-jenis aktifitas agresi yang ditampilkan oleh responden saat terlibat dalam tawuran, yang dibedakan sebagai berikut: memprovokasi
lawan, berkata kotor, berteriak-teriak, memukul, melempar
batu, melukai lawan, merusak benda yang ada, menggunakan senjata tajam, menggunakan botol minum, memberikan perintah, menculik lawan/sandera, mengeroyok lawan, dan membantu teman yang terluka/dikeroyok. Masingmasin
aktifitas
dinilai
berdasarkan
tingkat
keseringan
responden
melakukannya. 1. Tidak pernah (skor 1) 2. Kadang-kadang (skor 2) 3. Selalu (skor 3)
10.
Intensitas perilaku agresi adalah tingkat keseringan responden melakukan
tindakan atau perilaku agresi yang diperoleh dari selisih nilai tertinggi dan terendah dari seluruh responden (poin 9 perilaku agresi) akan dibagi tiga
20
sehingga dapat diketahui selang kelas yang dihasilkan, kemudian responden akan dibedakan kedalam tiga kategori tingkatan agresi. 1. Tingkat agresi rendah, 16 s/d 21(skor 1) 2. Tingkat agresi sedang, 22 s/d 27 (skor 2) 3. Tingkat agresi tinggi, 28 s/d 33 (skor 3) 11.
Tipologi pelajar tawuran diperoleh dari skor peran saat tawuran (poin 7
pada halaman 18) dengan skor dari intensitas perilaku agresi (poin 10 pada halaman 19). Hasil penjumlahan skor dari masing-masing responden akan dikelompokkan kedalam tiga tipologi. 1. Tipologi rendah (pengikut) pada skor 2 s/d 4 2. Tipologi sedang (pasukan) pada skor 5 s/d 7 3. Tipologi tinggi (pemimpin) pada skor 8 s/d 9