7
BAB II PENDEKATAN TEORITIS
2.1 Kesempatan Kerja Penduduk terbagi menjadi penduduk usia kerja dan bukan usia kerja. Penduduk usia kerja terdiri atas angkatan kerja(15-64 tahun) dan bukan angkatan kerja(< 15 tahun dan > 65 tahun). Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja atau mencari pekerjaan. Sedangkan yang bukan angkatan kerja angkatan kerja adalah mereka yang khusus melakukan kegiatan bersekolah, mengurus rumah tangga atau lainnya dan sama sekali tidak bekerja atau mencari pekerjaan (BPS, 1998). Golongan yang masih sekolah dan yang mengurus rumah tangga dalam kelompok bukan angkatan kerja ini, sewaktu-waktu dapat masuk ke pasar kerja. Oleh sebab itu, kelompok ini dapat juga disebut sebagai angkatan kerja potensial (Simanjuntak, 1998). Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian jumlah penduduk yang berkerja (Rusli, 2007). Suroto dan Oloan berbeda dengan Rusli tentang kesempatan kerja. Suroto (1992) menyebutkan bahwa dinamika pasar kerja adalah bagaimana penawaran atau persediaan tenaga kerja dan permintaan
atau
kebutuhan tenaga kerja dalam pasar kerja, berkembang dan menyusut. Dengan demikian, dinamika kesempatan kerja dapat diartikan sebagai
perubahan-
perubahan dalam pola penyerapan tenaga kerja. Istilah kesempatan kerja mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi (produksi). Dengan demikian, pengertian kesempatan kerja adalah mencakup lapangan perkerjaan yang sudah diisi dan semua lapangan pekerjaan yang masih lowong. Dari lapangan pekerjaan yang masih lowong tersebut (yang mengandung arti adanya kesempatan), kemudian timbul kebutuhan akan tenaga kerja (Oloan, 2009). Pada tahun 1995, International Labor Organization (ILO) menyebutkan bahwa penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia sama atau lebih dari lima belas tahun sampai usia enam puluh tahun. Penduduk usia kerja tersebut dikenal sebagai tenaga kerja. Indonesia tidak menganut batas maksimum usia kerja. Alasannya, Indonesia belum mempunyai jaminan sosial nasional. Hanya
8
sebagian penduduk yang menerima tunjangan hari tua, yaitu pegawai negeri dan sebagian pegawai swasta. Untuk golongan ini pun, pendapatan yang diterima tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itu, sebagian besar penduduk dalam usia pensiun masih aktif dalam kegiatan ekonomi dan tetap digolongkan sebagai tenaga kerja (Simanjuntak, 1998) Banyaknya pencari kerja dibandingkan dengan banyaknya angkatan kerja adalah indikator tinggi rendahnya penggangguran di suatu wilayah dan waktu tertentu. Lipsey, et.al., (1997) menyebutkan bahwa angka pengangguran akan fluktuasi dari tahun ketahun karena perubahan pada angkatan kerja, tidak persis diimbangi oleh perubahan pada kesempatan kerja. Kesempatan kerja berubah karena adanya pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan beberapa sektor dalam perekonomian menurun dan sektor-sektor lain berkembang. Novianto (1999), menyatakan bahwa kesempatan kerja pertanian di daerah pedesaan semakin menurut akibat berkurangnya lahan dan daya tarik perkotaan dengan beragam pekerjaan yang lebih nyaman dibandingkan di pedesaan. Budiharsono (1996) yang melakukan penelitian tentang transformasi struktural dan pertumbuhan ekonomi antar daerah di Indonesia 1967-1987 menyatakan bahwa transformasi struktur produksi dan perubahan tenaga kerja antara daerah berbeda dengan pola normalnya, hal ini disebabkan relatif kecilnya keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor non pertanian baik dalam proses produksi maupun penyerapan tenaga kerja. Selama proses transformasi, sektor industri (non pertanian) sedikit menggunakan bahan baku dari sektor pertanian juga sektor industri kurang dapat menyerap tenaga kerja yang bergeser dari sektor pertanian. Swasono dan Sulistyaningsih (1993) menyatakan bahwa, pada umumnya perubahan struktur di bidang ketenagakerjaan mempunyai dua arti, yaitu (1) perubahan struktur tenaga kerja dalam arti sektoral (seperti halnya pada perubahan struktur ekonomi); (2) perubahan struktur tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor modern. Menurut konsep ini, perubahan struktur dalam arti yang pertama diartikan sebagai distribusi kesempatan kerja pada setiap sektor dari waktu ke waktu. Sedangkan dalam pengertian yang kedua dianggap bahwa perlu mencari suatu titik yang dikenal sebagai dengan turning point, yang akan terjadi apabila upah di sektor non pertanian dan pertanian adalah sama secara relatif. Keadaan ini
9
dapat memberi pilihan pada penduduk untuk mempunyai sikap indifferent untuk bekerja di sektor pertanian atau non pertanian
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesempatan Kerja. Kesempatan kerja terkait dengan kehidupan ekonomi yang selalu dinamis, dimana ada kegiatan-kegiatan yang baru timbul, ada yang maju berkembang, meningkat, berpindah dan ada pula yang mundur dan hilang. Pergerakan dan perubahan-perubahan tersebut merupakan proses simultan atau sering diistilahkan dinamika. Jumlah penduduk yang semakin meningkat merupakan sinyal bahwa pertumbuhan angkatan kerja semakin meningkat, dengan kata lain pertambahan penduduk akan berimplikasi terhadap ketersediaan kesempatan baru. Kebutuhan akan kesempatan kerja baru tidak hanya diperlukan bagi angkatan kerja baru akan tetapi juga bagi angkatan kerja yang belum memperoleh pekerjaan pada tahuntahun sebelumnya. Sektor pertanian juga mengalami hal seperti ini, walaupun kesempatan kerja bertambah, namun pertambahan ini tidak dapat menampung semua angkatan kerja yang sudah bekerja di sektor tersebut, hal ini dapat mendorong angkatan kerja yang sudah bekerja di sektor pertanian untuk pindah ke sektor non pertanian. Pada bidang pertanian pekerjaan produktif lebih banyak dilakukan oleh laki-laki sehingga akses dan kontrol laki-laki di bidang produktif lebih besar. Laki-laki melakukan kegiatan pengolahan lahan, penentuan tanaman dan masa tanam,
pemasaran
dsb.
Wanita
lebih
dominan beraktivitas
di
sektor
reprodukif/rumah tangga. Hanya sedikit waktu mereka terlibat dalam kegiatan produktif, sesuai kebutuhan tenaga kerja untuk membantu. Akan tetapi, istri tidak dibayar dari hasil pekerjaannya karena dianggap membantu pekerjaan suami ( Hastuti, 2003). Hasil penelitian Santoso, et.al. (2003), melihat beberapa hal sebagai berikut: (1) wanita walaupun melakukan usaha gula semut, namun harus tetap melakukan kegiatan domestik yang dianggap menjadi tanggung jawab utamanya.(2) pekerjaan pembuatan gula semut diserahkan pada wanita
10
disebabkan karena kegiatan memasak adalah kegiatan utama dan biasa dilakukan oleh wanita. Stereotipe penduduk tentang posisi dan kedudukan antara laki-laki yang berbeda menimbulkan pembagian pekerjaan yang turun temurun di penduduk. Laki-laki melakukan kegiatan produktif dan istri untuk melakukan kegiatan reproduktif. Hartomo (2007) menyatakan bahwa kelembagaan yang ada di penduduk didominasi oleh laki-laki karena perempuan tidak memiliki banyak waktu setelah melakukan kegiatan reproduktif. Informasi yang diterima juga berbeda karena laki-laki yang memiliki lahan dan melakukan kegiatan di bidang pertanian mendapatkan penyuluhan hampir semuanya adalah laki-laki. Kondisi perempuan yang terkadang lemah pada saat akan menstruasi, hamil bahkan melahirkan menjadi alasan perusahaan perkebunan negara maupun swasta mempertimbangkan pekerjaan yang akan mereka berikan kepada perempuan (Sukesi, 2003). Alasan berkait kondisi perempuan juga berpengaruh terhadap status mereka di perkebunan dengan mempekerjakan perempuan sebagai pekerja harian lepas bukan menjadi pegawai tetap. Akibat dari itu fasilitas yang diterima (pekerja harian lepas) terbatas. Salah satu kendala di sektor pertanian adalah rendahnya produktivitas tenaga kerja, sebagai akibat dari rendahnya tingkat pendidikan dan usia yang sudah relatif tua. Sedangkan tenaga kerja muda yang enerjik, progresif, dan lebih berpendidikan cenderung tidak bekerja di sektor pertanian (Suryana, 1989 dalam Fudjaja, 2002) . Beberapa faktor yang diduga menyebabkan tenaga kerja muda dan yang berpendidikan lebih tinggi tidak memilih sektor pertanian sebagai lapangan kerja utama, antara lain: 1) terbatasnya kesempatan kerja bagi yang berpendidikan lebih tinggi, 2) sektor pertanian pada umumnya tidak bisa mendatangkan pendapatan dalam waktu singkat, 3) usaha pertanian mengandung banyak resiko, 4) pendapatan yang diperoleh dari sektor pertanian lebih rendah dari yang diharapkan, dan 5) kurangnya status sosial dan kenyamanan kerja karena kesan usaha pertanian yang kumuh (Swastika dan Kustiari, 2000) Faktor produksi tenaga kerja berkualitas (memiliki produktif tinggi) sangat menentukan tingkat pendapatan. Pendapatan akan memberikan efek pengganda terhadap pembangunan dalam bentuk investasi dan pengeluaran, dan keduanya
11
diperkirakan akan berdampak positif terhadap kesempatan kerja. Hasil penelitian Safrida (1999) dalam Fudjaja (2002) menunjukkan bahwa pengaruh peningkatan upah minimum terhadap permintaan tenaga kerja sektor pertanian dan jasa cukup besar dan berpengaruh nyata, sedangkan terhadap permintaan tenaga kerja sektor industri pengaruhnya kecil dan tidak nyata. Tingkat upah yang diterima seorang pekerja erat kaitannya dengan produktivitas tenaga kerja itu sendiri. Nurmanaf (2000), menyatakan bahwa besar kecilnya pendapatan lebih dipengaruhi oleh produktifitas faktor-faktor produksi yang ada, termasuk faktor produksi tenaga kerja. Djauhari, et al (1998) dalam Nurmanaf (2000), memperkirakan bahwa produktivitas dan tingkat upah buruh tani dipengaruhi oleh pergeseran permintaan jenis tenaga kerja di sektor pertanian. Jenis penawaran dan permintaan tenaga kerja pertanian juga dipengaruhi oleh pergeseran pasar tenaga kerja dan pertumbuhan di luar sektor pertanian yang akan berdampak terhadap mobilitas dan kesempatan kerja. Sementara yang dapat menciptakan kesempatan kerja menurut Suroto (1992) hanyalah pembangunan sektor non pertanian dan saling ketergantungan antar sektor pertanian dan non pertanian. Menurut Sigit(1989) dalam Fudjaja (2002), faktor penyebab terjadinya transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:1) faktor pendorong dan 2) faktor penarik. Faktor pendorong berasal dari sektor pertanian sedangkan faktor penarik berasal dari sektor non pertanian. Secara umum penyebab perubahan pada tingkat pendidikan, penduduk usia muda yang semakin meningkat, perubahan norma-norma yang berhubungan dengan jenis dan situasi pekerjaan di kalangan pencari kerja dan penduduk umumnya, adanya peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian, sempitnya pemilikan lahan pertanian (sawah) dan meningkatnya penggunaan teknologi serta tingkat upah yang relatif tinggi di sektor non pertanian. Sementara itu, Rachmad (1992) menyatakan transformasi tenaga kerja terjadi akibat adanya perubahan sikap mental para tenaga kerja, upah tenaga kerja di sektor pertanian cenderung tetap, timbulnya kesempatan kerja baru di sektor non pertanian, kenyamanan bekerja di sektor non pertanian dan semakin meningkatnya atau membaiknya kondisi komunikasi sehingga terjadi proses trasformasi.
12
Penelitian Sutrisno (1985) menyimpulkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi keputusan mobilitas kerja adalah rasio upah atau pendapatan sektor pertanian dibandingkan dengan sektor non pertania. Keputusan mobilitas kerja juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pemilikan tanah, tuntutan terhadap status sosial dimana mereka beranggapan bahwa bekerja di sektor non pertanian lebih tinggi statusnya. Kesempatan kerja di pedesaan terutama juga dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja pertanian dan sektor non pertanian, mobilitas tenaga kerja dan pertumbuhan angkatan kerja (Yusdja,1985) Menurut Simanjuntak (2001) faktor yang mempengaruhi kesempatan kerja, yaitu: a) kondisi perekonomian, dimana pesatnya roda perekonomian suatu daerah mencerminkan aktivitas produksi yang tinggi, kapasitas produksi yang tinggi membutuhkan tingginya faktor produksi diantaranya adalah tenaga kerja. Jadi banyak perusahaan yang menambah tenaga kerja baru. b) pertumbuhan penduduk ; kualitas pertumbuhan ekonomi akan dipengaruhi oleh tingginya angka pertumbuhan penduduk. Oleh sebab itu semakin tinggi jumlah penduduk akan mengurangi kesempatan orang untuk bekerja. c) produktivitas/kualitas sumber daya manusia; tingginya produktivitas dan kualitas sumber daya seseorang akan mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja, dan sebaliknya kualitas sumber daya manusia yang rendah akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya. d) tingkat upah; kenaikan upah yang tidak dibarengi dengan kenaikan kapasitas produksi akan menyebabkan pihak perusahaan akan mengurangi jumlah karyawannya, hal tersebut akan menurunkan tingkat kesempatan kerja. e) struktur umur penduduk; semakin besar struktur umur penduduk yang digolongkan mudah (usia <15 tahun), maka kesempatan kerja akan menurun dan sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, maka diduga kesempatan kerja secara keseluruhan dipengaruhi oleh faktor-faktor: tingkat pendidikan, usia, normanorma, peluang pekerjaan, teknologi, upah/pendapatan, permintaan tenaga kerja, mobilitas tenaga kerja, pertumbuhan angkatan kerja, kondisi perekonomian, pertumbuhan penduduk,kepemilikan lahan, kualitas sumberdaya manusia, dan jenis kelamin tenaga kerja.
13
2.2 Kerangka Pemikiran Kesempatan kerja penduduk dapat digolongkan menjadi berbagai sektor yaitu ; pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non pertanian sekunder, dan non pertanian tersier. Kesempatan kerja dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Berdasarkan Sukesi, 2003; Fudjaja, 2002; Swastika dan Kustiarii, 2000; Simanjuntak, 2001 Faktor internal meliputi : jenis kelamin, pendidikan, umur, dan status sosial, sedangkan faktor eksternal meliputi akses informasi tenaga kerja, dan akses transportasi. Kemungkinan ada keterkaitan hubungan antara faktor internal dan eksternal dalam mempengaruhi kesempatan kerja masyarakat di sektor Pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non pertanian sekunder dan non pertanian tersier. Faktor internal; 1) jenis kelamin berdasarkan Hastuti(2003) dan Santoso, et.al. (2003), laki-laki bekerja disektor produktif dan perempuan disektor non produktif. 2) pendidikan menunjukan kualitas sumberdaya seseorang akan mendorong tingginya tingkat kesempatan kerja diberbagai sektor. 3) struktur umum penduduk yang digolongkan muda semakin besar maka kesempatan kerja akan menurun atau sebaliknya. 4) status sosial mampu membuka kesempatan kerja penduduk diberbagai sektor akibat kekuatan individu. Faktor eksternal;1) akses informasi membuka peluang mempermudah penduduk memperoleh kesempatan kerja di berbagai sektor terutama di sektor non pertanian; 2) akses transportasi mempermudah penduduk memilih pekerjaan yang diinginkan karena jangkauan alat transportasi besar.
14
Faktor Internal Keterangan : a. b. c. d.
Jenis Kelamin Umur Pendidikan Status sosial
: Terdapat hubungan
Kesempatan Kerja Beragam Sektor
Faktor Eksternal
a. Pertanian pangan dan perikanan dan perikanan b. Pertanian-perkebunan c. Non Pertanian Sekunder d. Non Pertanian Tersier
a. Akses Informasi tentang kerja b. Akses transportasi
Gambar 1. Kerangka Berpikir “ Faktor- faktor yang mempengaruhi Kesempatan Kerja pada Penduduk Desa dalam Perkebunan Sawit”
15
2.4 Hipotesis Penelitian 1. Penduduk Kampung Dalam dan penduduk Kampung Luar memiliki kesempatan kerja yang berbeda di bidang pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier. 2. Faktor internal yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan dan status sosial mempengaruhi kesempatan kerja penduduk
Kampung Dalam dan
Kampung Luar di bidang pertanian pangan dan perikanan, pertanianperkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier 3. Faktor eksternal yaitu akses informasi tentang kerja dan akses transportasi mempengaruhi kesempatan kerja penduduk
Kampung Dalam dan
Kampung Luar di bidang pertanian pangan dan perikanan, pertanianperkebunan, pertanian sekunder dan pertanian tersier
2.5 Definisi Operasional 1. Kesempatan kerja adalah jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian pangan dan perikanan, pertanian-perkebunan, non pertanian sekunder dan non pertanian tersier a.
Kesempatan kerja pertanian pangan dan perikanan dan perikanan adalah jumlah penduduk yang pekerjaan utama di pertanian pangan dan perikanan atau perikanan baik lahan kering maupun lahan sawah/basah yang ditanami untuk tanaman pangan atau perikanan baik lahan milik sendiri ataupun milik orang lain (petani pemilik lahan, buruh tani, petani sawah dan petani ikan).
b.
Kesempatan kerja pertanian-perkebunan adalah jumlah penduduk yang bekerja di perkebunan baik perkebunan milik Negara atau perkebunan milik swasta (pegawai perkebunan dan buruh perkebunan).
c.
Kesempatan kerja non pertanian sekunder adalah jumlah penduduk yang bekerja di industri manufactur/pengolahan (indudtri, pabrik).
d.
Kesempatan kerja non pertanian tersier adalah jumlah penduduk yang bekerja di pemerintahan; industri pengolahan; listrik, gas, dan air; konstruksi; perdagangan besar dan eceran; penyediaan
16
akomodasi
dan
penyediaan
makan
minum;
transportasi,
pergudangan, dan komunikasi; perantara keuangan; real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan; administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib; jasa pendidikan; jasa kesehatan dan kegiatan sosial; jasa kependudukan, sosial, budaya, dan perorangan; jasa perorangan yang melayani rumah tangga; badan internasional dan badan ekstra internasional lainnya (PNS, POLRI/TNI, buruh bangunan, pedagang, supir/ojeg, penjaga toko, pembantu rumah tangga). 2. Faktor Internal adalah pengaruh yang berasal dari individu sendiri a)
Jenis kelamin adalah merupakan penandaan berdasar biologis, yang dikategorikan ke dalam laki-laki dan perempuan.
b)
Pendidikan adalah capaian tertinggi dalam pendidikan formal yaitu Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama atau sederajat, Sekolah Menengah Atas atau sederajat, Diploma atau Sarjana.
c)
Umur adalah Jumlah tahun seseorang dari lahir hingga saat penelitian dalam satuan tahun
d)
Status sosial adalah kedudukan rumah tangga dalam masyarakat ditunjukkan dengan ukuran kumulatif penguasaan lahan, luas rumah, kelayakan rumah atau kepemilikan barang mewah (seperti: tv, kulkas, sepeda motor), dan hewan ternak besar
(seperti
kambing, sapi, kerbau, ayam).
Penguasaan lahan adalah total penguasaan lahan kering, basah (empang) ataupun sawah dengan luas tertentu yang dikuasai (milik, sewa, gadai dll) Luas ( kode = 2)
: luas >1500 m2
Sempit (kode = 1)
: luas ≤1500 m2
Luas Rumah adalah total luas rumah yang dimiliki dihitung dalam satuan meter persegi Luas (kode = 2)
: luas >42 m2
17
Sempit (kode = 1)
: luas ≤ 42 m2
Kelayakan rumah adalah keadaan ada atau tidak ada kondisi dinding tembok, , lantai plaster/keramik dan atap Layak (kode = 2)
: kondisi dinding tembok, lantai plaster atau keramik dan atap genteng
Tidak layak (kode = 1) : bila salah satu atau lebih kondisi (dinding tembok, lantai plaster atau keramik dan atap genteng) tidak terpenuhi. Kepemilikan barang mewah adalah kepemilikan pribadi/ rumah tangga
dari
barang
mewah
seperti;
audio/visual, radio, alat komunikasi, alat trasportasi Banyak (kode = 2)
:memiliki keempat jenis barang mewah
Sedikit (kode = 1)
: memiliki kurang dari empat jenis barang mewah
Hewan ternak adalah hewan besar yang dimiliki atau dipelihara oleh penduduk dengan jumlah tertentu (kambing, sapi, kerbau). Banyak (kode = 2)
: > 2 ekor untuk kambing, sapi atau kerbau
Sedikit (kode = 1)
: ≤ 2 ekor untuk kambing, sapi atau kerbau
Status sosial tinggi bila kode berjumlah ≥7 Status sosial rendah bila kode berjumlah < 7
3. Faktor Eksternal adalah pengaruh yang berasal dari luar individu a. Akses informasi adalah kemudahan untuk mendapatkan info tentang adanya lowongan kerja yang dibutuhkan penduduk untuk memperoleh pekerjaan Mudah : Banyak teman dan kerabat bekerja diluar kampung yang kenal
dekat sehingga memberikan informasi
18
tentang pekerjaan di luar maupun di dalam kampung, serta responden menjelaskan secara komplek sumbersumber informasi yang didapat (teman/kerabat/orang lain sekampung dan di luar kampung, media cetak,dan media elektronik). Sulit
: Sedikit teman dan kerabat yang dikenal dekat sehingga informasi yang diperoleh sedikit, serta responden menjelaskan secara sederhana sumber informasi yang diperoleh mengenai pekerjaan.
b. Akses transportasi adalah kemudahan untuk memanfaatkan sarana transportasi yang ada untuk melaksanakan tujuan yang diinginkan yang diukur dari biaya dan lamanya waktu tempuh berjalan kaki untuk menuju transportasi umum. Mudah : Bila sarana transportasi umum menjangkau kawasan kampung dengan mudah selama 24 jam dengan ongkos maksimal
Rp.
8000,00
dan
menjangkau
sarana
transportasi umum tidak lebih dari 10 menit Sulit
: Bila sarana transportasi umum tidak menjangkau kawasan
kampung, dengan ongkos trasportasi umum
melebihi
Rp.
8000,00
dan
jarak
tempuh
untuk
menjangkau sarana transportasi umum lebih dari 10 menit