BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Koran sebagai Komunikator Komunikasi Massa Menurut Nurudin (2009) komunikasi massa sangat banyak dibahas oleh para ahli komunikasi, diantaranya adalah Alexis S. Tan yang mengulas teori komunikasi dari perspektif fungsi komunikasi massa. Ia mengajukan sejumlah konsep mengenai fungsi tersebut, yaitu: to information, to education, to persuade, dan to entertain. Sementara itu, Hofmann (1999) mengulas fungsi komunikasi massa dengan memperkenalkan teori lima fungsi, yaitu: fungsi informasi dan pengawasan, linkage (pertalian), transmission of value, hiburan, dan interpretasi. West dan Turner (2008) membedakan komunikasi massa dengan media massa. Komunikasi massa adalah komunikasi kepada khalayak luas dengan menggunakan media massa, sedangkan media massa merupakan saluran-saluran atau cara pengiriman bagi pesan-pesan massa. Komunikasi massa tidak lepas dari pengaruh media yang menjadi alat penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Winarso (2005) menyatakan bahwa komunikasi massa adalah produksi dan distribusi secara institusional dan teknologis dari sebagian aliran pesan yang dimiliki bersama secara berkelanjutan dalam masyarakat-masyarakat industrial. Komunikator dalam komunikasi massa ini seringkali berupa sebuah media massa, koran/koran, stasiun televisi, majalah, atau penerbit buku. Selain itu, Nurudin (2009) menjelaskan bahwa komunikasi massa merupakan produk kelompok bukan produk seseorang sehingga komunikator dalam komunikasi massa adalah suatu lembaga karena elemen utamanya adalah media massa. Oleh karena itu, komunikator dalam komunikasi massa setidaknya mempunyai ciri sebagai berikut: (1) kumpulan individu, (2) dalam berkomunikasi, peran individu-individu tersebut dibatasi oleh sistem dalam media massa, (3) pesan yang disebarkan atas nama media yang bersangkutan dan bukan atas nama pribadi unsur-unsur yang terlibat, (4) materi yang disampaikan oleh komunikator biasanya untuk mencapai keuntungan atau laba secara ekonomis.
6
2.1.2 Definisi Berita Pertanian Wonohito (1977) menguraikan bahwa istilah berita dalam jargon koran berbeda dengan berita yang biasanya kita pakai. Berita juga tidak sama dengan kabar atau warta, karena berita adalah laporan yang hangat, padat, cermat mengenai suatu kejadian, bukan kejadiannya itu sendiri. Menurut Wonohito berita merupakan suatu proses yang bertahap-tahap, yaitu: dari fakta, nilai berita, dan patut untuk dicetak. Artinya, perkembangan suatu peristiwa hingga menjadi berita tentu harus melalui proses teknik jurnalistik. Effendy (2003) dan Rousydiy (1985) merumuskan konsep berita secara harfiah, yakni berita sebagai definisi dari news, yang merupakan singkatan dari North (utara), East (timur), West (barat), dan South (selatan). Mereka mengartikan berita sebagai laporan dari keempat arah angin tersebut, artinya berita merupakan laporan yang berasal dari manapun di berbagai penjuru dunia. Mereka juga mendefinisikan berita sebagai laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal-hal yang penting, menarik minat, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk. Effendy (2003) dan Rousydiy (1985) juga menjelaskan bahwa Frank Lutter Mott melalui bukunya New Survei of Journalism menyebutkan paling sedikit terdapat tujuh konsep yang mendukung definisi berita, yaitu: berita sebagai laporan tercepat, fakta obyektif, interpretasi, sensasi, minat insani, ramalan, dan gambar. Berita dikenal sebagai serangkaian kalimat yang mengandung informasi what,who, where, when, why, dan how. Keenam informasi ini menurut Rousydiy (1985) dianggap sebagai syarat atau rukun berita. Definisi
berita
pertanian
merujuk
pada
Soekartawi
(1988)
yang
mengutarakan arti komunikasi pertanian, yakni suatu pernyataan antarmanusia yang berkaitan dengan kegiatan di bidang pertanian, baik secara per orangan maupun per kelompok, yang sifatnya umum dan menggunakan lambang-lambang tertentu. Oleh karena itu, berita pertanian merupakan salah satu wujud dari fungsi komunikasi pertanian. Menurut Morissan, (2005) untuk menyampaikan berita tersebut, pihak media dapat menyajikan dalam bentuk hardnews atau softnews. Hardnews atau berita keras adalah segala informasi penting dan menarik yang
7
harus segera disampaikan karena sifatnya aktual dan faktual, biasanya disebut sebagai strightnews. Sementara itu softnews (berita lunak) merupakan segala informasi penting dan menarik yang disampaikan secara mendalam (indepth) namun tidak harus segera disampaikan kepada khalayak.
2.1.3 Agenda Setting Theory 2.1.3.1 Konsep Agenda setting Nurudin (2009) menjelaskan bahwa Mc.Combs dan Donald L. Shaw memperkenalkan teori agenda setting pada tahun 1973 lewat publikasi yang berjudul “The agenda setting function of the mass media”. Secara singkat teori ini menekankan bahwa media tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikirkan, tetapi media benar-benar berhasil memberitahu kita agar berpikir tentang apa. Selain itu, media memberikan agenda-agenda melalui pemberitaannya sedangkan masyarakat akan mengikutinya. Mengutip pernyataan Cragen dan Shield (2002) bahwa dalam teori agenda setting media tidak mempengaruhi sikap khalayak, tetapi media berpengaruh terhadap apa yang dipikirkan khalayak. Dengan kata lain, media mempengaruhi persepsi khalayak tentang hal yang dianggap penting. Hal ini diperkuat oleh Rakhmat (2002) yang menunjukkan bahwa kenyataannya media yang memilih informasi kemudian khalayak akan membentuk persepsi tentang peristiwa. Artinya, teori agenda setting mengasumsikan adanya hubungan positif antara perhatian media dan perhatian khalayak pada suatu peristiwa. Fiske (2004) dalam Sulistiawan (2005) mengemukakan bahwa agenda setting adalah kemampuan media untuk menentukan informasi apa yang dianggap penting. Selain itu, agenda setting menurut Sulistiawan (2005) diartikan sebagai teori yang menyajikan topik diskusi dan kepentingan bagi publik. Sementara DeFleur dan Denis dalam Descartes (2004) mengartikan agenda merupakan seleksi terhadap berita yang terdapat indikasi bahwa kadar suatu berita tersebut menjadi lebih penting dibandingkan dengan berita yang lain. Oleh karena itu, terjadinya agenda setting menurut Winarso (2005) dikarenakan pers harus selektif dalam melaporkan berita.
8
Nurudin (2009) mengartikan bahwa agenda media juga bisa dimunculkan secara sengaja dan bertujuan untuk membentuk agenda publik. Misalnya, kasus Century bertahun-tahun menjadi topik pembicaraan karena media seringi membuat berita tersebut pasang surut. Kemudian contoh lainnya seperti berita KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang melibatkan mantan pejabat Orde Baru. Khalayak mungkin saja sudah melupakan kejadian tersebut, akan tetapi media dapat mengingatkan masyarakat tentang kasus tersebut dengan kemasan berita yang agak berbeda. Dengan demikian, Winarso (2005) menerjemahkan bahwa agenda setting dibangun dengan beberapa kombinasi dari pemrograman internal, editorial, keputusan manajerial, dan pengaruh-pengaruh luar dari sumber nonmedia, seperti kelompok sosial, pejabat pemerintah, sponsor dan iklan, dan lain-lain.
2.1.3.2 Macam-Macam Agenda McQuail dan Wimdahl (1995), Severin dan Tankard (1992) mengemukakan bahwa teori agenda setting berkaitan dengan tiga dimensi agenda, yaitu: 1.
Agenda media
Agenda media yaitu prioritas media dalam meliput suatu berita kejadian, terdiri dari: a) Visibility (visibilitas) yakni jumlah dan tingkat menonjolnya berita, b) Audience salience (tingkat menonjol bagi khalayak) yakni relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak, c) Valence (valensi) yakni menyenangkan atau tidaknya cara pemberitaan tersebut bagi suatu peristiwa. 2.
Agenda Publik
Agenda publik yaitu tingkat perbedaan penonjolan suatu berita menurut opini publik dan pengetahuan mereka, terdiri dari: a) Familiarity (keakraban) yakni derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu, b) Personal salience (penonjolan pribadi) yakni relevansi kepentingan individu dengan ciri pribadi, c) Favorability (kesenangan) yakni pertimbangan senang atau tidak terhadap topik berita. 3.
Agenda kebijakan
Agenda kebijakan menggambarkan berita dan kebijakan yang dikemukakan oleh politikus. Dimensi agenda kebijakan antara lain: a) Support (dukungan) yakni
9
kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita, b) Likelihood of action (kemungkinan kegiatan) yakni kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkannya, c) Freedom of action (kebebasan bertindak) yakni nilai kegiatan yang mungkin dilakukan oleh pemerintah.
2.1.3.3 Teknik Pengukuran Agenda Menurut Descartes (2004) teknik dalam penelitian ini menghubungkan dua agenda, yakni agenda media dan agenda publik. Untuk melihat hubungan keduanya, penelitian melibatkan dua macam pengukuran. Pengukuran pertama dilakukan dengan analisis isi terhadap agenda media, sedangkan yang kedua diperoleh melalui metode survei untuk data mengenai agenda publik. Manhein dalam Descartes (2004) mengungkapkan bahwa agenda media adalah daftar berita-berita dan peristiwa-peristiwa pada suatu waktu yang disusun berdasarkan urutan kepentingannya. Agenda media terdiri dari pokok persoalan, peristiwa, anggapan, dan pandangan yang memanfaatkan waktu dan ruang dalam publikasi yang tersedia untuk disampaikan kepada publik. Kemudian, Kerlinger (2006) menambahkan bahwa untuk mengukur agenda media digunakan teknik analisis isi, yaitu teknik penelitian untuk uraian yang obyektif, sistematis, dan kuantitatif. Pertama teknik analisis isi bersifat obyektif kerena dicapai dengan pembuatan kategori yang jelas dan bebas dari bias peneliti. Kemudian analisis isi bersifat sitematis karena ada seperangkat prosedur yang seragam terhadap semua isi pesan komunikasi yang diteliti. Sementara sifat kuantitatif dari analisis isi menunjukkan adanya pengukuran terhadap isi media dengan indikator, seperti: frekuensi pemberitaan, panjang berita per centimeter kolom, pemberlakuan berita dan penempatan berita. Wimmer dan Dominick (2003) menawarkan beberapa metode pengukuran agenda publik, yaitu: (1) Pada metode pertama, responden ditanya terbuka mengenai: berita yang menurut responden paling penting untuk dirinya (intrapersonal) dan berita apa yang paling penting dalam komunitas responden saat ini (interpersonal), (2) Metode kedua dilakukan dengan meminta responden untuk memberikan penilaian terhadap berita yang disusun oleh peneliti, (3) Metode ketiga adalah variasi pendekatan kedua, dimana responden diberikan
10
daftar topik yang dipilih oleh peneliti dan responden diminta memberikan peringkat berdasarkan kepentingan yang dimiliki responden, (4) Metode keempat dilakukan dengan menggunakan perbandingan berganda (paired comparisson methods). Dalam hal ini, setiap berita yang sudah diseleksi dipasangkan dengan berita yang lain dan responden diminta mempertimbangkan setiap pasangan berita untuk mengidentifikasi berita mana yang lebih penting. Ketika semua responden telah ditabulasi, berita diurutkan dari yang paling penting ke berita yang kurang penting. Sulistiawan (2005) mengukur agenda publik ini dari segi apa yang dipikirkan orang (intrapersonal), apa yang dibicarakan orang itu dengan orang lain (interpersonal), dan apa yang mereka anggap sedang menjadi pembicaraan orang ramai (community salience). Apabila diukur dari segi efek pemberitaan, efek tersebut terdiri dari efek langsung dan efek lanjutan (subsequent effect). Efek langsung berkaitan dengan isu, yakni: (1) pengenalan, apakah isu itu ada atau tidak ada dalam agenda khalayak, (2) penonjolan, dari semua isu yang berkembang, manakah yang dianggap paling penting menurut khalayak, (3) bagaimana isu itu diperingkatkan (prioritas) oleh responden dan apakah peringkatnya itu sesuai dengan peringkat media. Efek lanjutan berupa persepsi (pengetahuan tentang peristiwa tertentu) atau tindakan (memilih kontestan pemilu atau melakukan aksi protes).
2.1.3.4 Konsep Penjaga Gawang (Gatekeeper) Nurudin (2009) menyatakan istilah gatekeeper pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1947 lewat bukunya yang berjudul Human Relation. Gatekeeper sering diartikan sebagai penapis informasi atau palang pintu, atau penjaga gawang, yaitu orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Mereka adalah orang yang berfungsi sebagai orang yang mengurangi, menambah, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Gatekeeper yang dimaksud antara lain reporter, editor, manajer pemberitaan, penjaga rubrik, kameramen, dan semua bagian yang memengaruhi materi berita. Semakin kompleks sistem media yang dimiliki maka semakin banyak pula gatekeeping yang dilakukan.
11
Bittner (1996) mengistilahkan gatekeeper sebagai individu-individu atau kelompok orang yang memantau arus informasi dalam sebuah saluran komunikasi massa. Dengan demikian, mereka yang disebut sebagai gatekeeper antara lain reporter, editor berita, atau orang-orang lainnya yang ikut menentukan arus informasi yang disebarkan. Secara umum, peran gatekeeper ini sering dihubungkan dengan berita, khususnya koran. Fungsi gatekeeper dimainkan editor yang seolah menjadi mata audiens sebagaimana mereka menyortir melalui peristiwa sehari-hari sebelum dibaca oleh pembaca. Berbagai informasi harus melewati berbagai tahapan seleksi terlebih dahulu sebelum dipublikasikan menjadi sebuah berita. Pada akhirnya, ada informasi yang lolos dari tahap seleksi kemudian diangkat menajdi berita, dan ada informasi yang tidak lolos. Tubbs dan Moss (2001) mengartikan proses ini sebagai jaringan atau rantai penjagaan gawang. Keputusan gatekeeper tersebut dipengaruhi oleh beberapa peubah, yaitu: (a) ekonomi, untuk kepentingan komersialisasi, (b) pembatasan legal, untuk kepentingan kebijakan dan aturan, (c) deadline, untuk kepentingan ketersediaan waktu, (d) etika, terkait kesadaran dan kepercayaan diri penjaga gawang, (e) kompetisi, untuk kepentingan persaingan pasar, (f) nilai berita, untuk kepentingan kualitas pemberitaan, dan (g) feedback, terkait kemungkinan respons gugatan dari pembaca.
2.2
Kerangka Pemikiran Konsep agenda setting mengasumsikan bahwa media mempunyai pengaruh
yang kuat untuk membentuk pikiran publik tentang suatu isu. Apabila media menganggap penting suatu berita maka publik juga memikirkan hal tersebut. Oleh karena itu, agenda media mempunyai hubungan positif dengan agenda publik. Dalam penelitian ini, konsep agenda setting diuji pada unit analisis berita pertanian di Koran Kampus IPB. Apabila merujuk pada konsep tersebut, pihak media (Koran Kampus IPB) dapat memberikan penonjolan bagi berita pertanian sehingga publik (mahasiswa IPB) juga memikirkan informasi yang diberitakan. Agenda media diukur dari beberapa indikator seperti frekuensi rubrik, proporsi berita, dan penempatan berita. Agenda publik diukur berdasarkan indikator tingkat kepentingan berita, peringkat berita, dan pilihan berita. Selain itu, agenda
12
publik juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik individu seperti kebutuhan, pengalaman, dan sebagainya. Akan tetapi, dalam penelitian ini perbedaan agenda publik diukur berdasarkan perbedaan program studi mahasiswa IPB (Gambar 1).
Berita Pertanian di Koran Kampus IPB
Analisis isi/agenda media
A G E N D A S E T T I N G
-
Frekuensi rubrik Proporsi Penempatan berita
Survei khalayak/agenda publik -
PROGRAM STUDI
Tingkat kepentingan berita Peringkat berita Pilihan berita
Agenda Kebijakan -
Dukungan Alternatif kegiatan Kebebasan bertindak
Keterangan: : diukur dengan : mempengaruhi : hubungan yang tidak diteliti Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Analisis Berita Pertanian Koran Kampus IPB dari Perspektif Agenda Setting Theory 2.3
Hipotesis Penelitian Penelitian ini mengukur kesesuaian agenda setting dan perbedaan agenda
publik bagi mahasiswa yang memiliki perbedaan program studi, maka dari itu diberikan hipotesis penelitian seperti di bawah ini: 1. Terdapat hubungan nyata antara agenda media dan agenda publik mahasiswa IPB terhadap berita pertanian di Koran Kampus IPB. 2. Terdapat perbedaan nyata agenda publik mahasiswa program studi SKPM 2009 dengan mahasiswa program studi AGH 2008 terhadap berita pertanian.
13
Definisi Operasional
2.4 No
Peubah
Definisi Operasional Tingkat kepentingan berita pertanian bagi media berdasarkan jumlah pemunculan rubrik pertanian di Koran Kampus IPB.
Indikator
Pengukuran
Ada atau tidaknya rubrik pertanian di Koran Kampus IPB edisi 38, 39, 40, dan edisi 41.
Analisis isi Koran Kampus IPB edisi 3841. Diukur berdasar skor penilaian, yaitu: Skor 3= ada rubrik pertanian Skor 2= tidak ada rubrik pertanian Skor Maksimal 12 Skor Minimal 8 Kategori: Tidak Penting=rataan skor 8,00-10,00 Penting= rataan skor 10,01-12,00. Analisis isi Koran Kampus IPB edisi 3841. Diukur secara matematis per halaman koran per edisi. Skor 4= 3,1-4 hal Skor 3= 2,1-3 hal Skor 2= 1,1-2 hal Skor 1= 0-1 hal Skor Maksimal 16 Skor Minimal 4 Kategori: sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50= penting = rataan 2,513,25 sangat penting= rataan 3,26-4,00. Analisis isi Koran Kampus IPB edisi 3841. Diukur berdasarkan skor penilaian satu berita pertanian per edisi, yaitu: Skor4= hal 1-4 Skor3= hal 5-12
1
Frekuensi rubrik
2
Proporsi berita
Tingkat kepentingan berita pertanian bagi media berdasarkan Persentase space untuk berita pertanian dari total space yang ada di Koran Kampus IPB.
Banyaknya tempat yang digunakan untuk berita pertanian di Koran Kampus IPB tahun 2011.
3
Penempatan berita
Tingkat kepentingan berita pertanian bagi media berdasarkan lokasi berita pertanian di Koran Kampus IPB.
No halaman Koran Kampus IPB yang berisi berita pertanian, di edisi 38, 39, 40, dan 41. Jika ada dua
14
atau lebih berita pertanian dalam satu edisi, maka dipilih berita dengan nomor halaman yang terdepan.
4
Kepentingan berita
Tingkat kepentingan suatu berita pertanian yang dimuat Koran Kampus IPB bagi responden.
Penting atau tidaknya suatu berita pertanian bagi responden saat mengisi kuesioner.
5
Peringkat berita
Tingkat kepentingan berita pertanian berdasarkan penilaian responden dalam mengurutkan berita pertanian di Koran Kampus IPB dibandingkan
Peringkat yang diberikan oleh responden untuk setiap berita pertanian yang diajukan peneliti dalam
Skor2= hal13-18 Skor1= hal 19-24 atau tidak dimuat Skor Maksimal 16 Skor Minimal 4 Kategori: sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50= penting = rataan 2,513,25 sangat penting= rataan 3,26-4,00. Pernyataan responden saat mengisi kuesioner mengenai penting atau tidaknya suatu berita pertanian. Diukur berdasarkan skor penilaian, yaitu: Skor 4= 4 Skor 3= 3 Skor 2= 2 Skor 1= 0-1 Skor Maksimal 16 Skor Minimal 4 Kategori: Sangat tidak penting= ratan skor 1,00-1,75 Tidak penting= rataan 1,76-2,50 Penting= rataan 2,513,25 Sangat penting= rataan 3,26-4,00. Pernyataan responden saat mengisi kuesioner mengenai peringkat berita pertanian. Diukur berdasarkan skor penilaian, yaitu: Skor 4= peringkat 1-2 Skor 3= peringkat 3-4 Skor 2= peringkat 5-6 Skor 1= peringkat 7-8 Skor Maksimal 16
15
berita lainnya.
kuesioner.
6
Pilihan berita
Tingkat kepentingan berita pertanian berdasarkan kecenderungan responden dalam memilih satu berita pertanian dibandingkan berita yang lain.
Fakta yang diberikan responden saat memilih satu berita pertanian yang dibandingkan berita lain.
7
Agenda Media
Tingkat prioritas Koran Kampus IPB terhadap berita pertanian.
Banyaknya pemberitaan tentang pertanian di Koran Kampus IPB selama tahun 2011.
Skor Minimal 4 Kategori: sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50 penting= rataan 2,513,25 sangat penting= rataan 3,26-4,00. Masing-masing judul berita tersebut disandingkan dengan berita lain (nonpertanian) sebagai pembanding sebanyak 5 kali. Diukur dengan skor, yaitu: Skor 4= terpilih 4-5 Skor 3= terpilih 3 Skor 2= terpilih 2 Skor 1= terpilih 1 atau tidak terpilih sama-sekali Skor Maksimal 16 Skor Minimal 4 Kategori: sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50= penting = rataan 2,513,25 sangat penting= rataan 3,26-4,00. Diukur berdasarkan skor rataan dari indikator jumlah rubrik, jumlah berita, proporsi berita, dan penempatan: Kategori: sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50= penting = rataan 2,51-
16
8
Agenda Publik
Tingkat kepentingan responden terhadap berita pertanian di Koran Kampus IPB.
Banyaknya penilaian responden yang mendukung pentingnya berita pertanian di Koran Kampus IPB saat mengisi kuesioner.
9
Program Studi
Identitas responden berdasarkan departemen pengampu di IPB yang tercatat dalam Kartu Tanda Mahasiswa.
Program studi responden saat diwawancara.
3,25 sangat penting= rataan 3,26-4,00. Diukur berdasarkan skor rataan dari indikator kepentingan berita, peringkat berita, dan pilihan berita. Kategori: sangat tidak penting= rataan 1,00-1,75 tidak penting= rataan 1,76-2,50= penting = rataan 2,513,25 sangat penting= rataan 3,26-4,00. Bukti yang ditunjukkan oleh responden saat diwawancara. Dikategorikan menjadi dua, yaitu: mahasiswa program studi SKPM 2009 dan mahasiswa program studi AGH 2008.