BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1
Kajian Teoritis
2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Yuwono (2005: 107) menyatakan bahwa pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Yang dimaksud sumber pendapatan asli Daerah Kabupaten Bone Bolango yaitu: a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan; dan d. Lain-lain pendapatan Daerah yang sah. Berdasarkan pasal 79 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dapat disimpulkan PAD adalah sesuatu yang diperoleh Pemerintah Daerah yang dapat diukur dengan uang karena kewenangan (Otoritas) yang diberikan masyarakat dapat berupa hasil pajak daerah dan retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah serta lain-lain pendapatan daerah yang
sah. Dari beberapa komponen PAD tersebut, maka yang perlu mendapatkan perhatian adalah pajak dan retribusi daerah, karena kedua jenis PAD ini baik secara langsung maupun tidak langsung akan membebeani rakyat. 2.1.2 Dana Perimbangan Menurut
Permendagri
No.
32
Tahun
2004,
dalam
rangka
pelaksanaan desentralisasi, kepada daerah diberikan Dana Perimbangan melalui APBN yang bersifat transfer dengan prinsip money follows function. Salah satu tujuan pemberian Dana Perimbangan tersebut adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dengan daerah dan antar daerah, serta meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah. Pada aspek hubungan pemerintahan pusat dan daerah ini (Elmi, 2002: 55) mengungkapkan bahwa dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan akan terjadi pembagian keuangan yang adil dan rasional. Artinya bagi daerah-daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam akan memperoleh bagian pendapatan yang jumlahnya lebih besar sedangkan daerah-daerah lainnya akan mengutamakan bagian dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). UU No.33 Tahun 2004 pada Pasal 1 ayat 19, menjelaskan Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Dan Pasal 10 ayat 1 menjelaskan dana perimbangan terdiri atas: Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. 2.1.3 Belanja Modal Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan, 2006). Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lainnya, atau juga dengan membeli. Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah membangun sendiri atau membeli. Dewi (2006) dan Syaiful (2008) mengutarakan bahwa belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. 2.1.4 Kinerja Keuangan Pengertian analisis kinerja keuangan menurut Halim (2007: 31) dalam Pratidina (2011) adalah usaha mengindentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan yang tersedia. Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan.
Meskipun demikian, dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien dan akuntabel, rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta. Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari suatu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui kecenderungan yang terjadi. Menurut Halim (2007: 232) dalam Pratidina (2011) beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas pemerintah daerah diuraikan berikut: a.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio
kemandirian
menggambarkan
ketergantungan
daerah
terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi Rasio Kemandirian berarti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat atau propinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi Rasio kemandirian,
maka
semakin
tinggi
partisipasi
masyarakat
dalam
membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rasio kemandirian
: Pendapatan asli daerah x 100% Transfer pemerintah pusat
Rasio Ketergantungan : Transfer pemerintah pusat X 100% Total Pendapatan daerah
Sebagai pedoman dalam melihat pola hubungan dengan kemampuan keuangan daerah dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 3 Pola Hubungan dengan Tingkat Kemandirian Daerah Kemampuan Daerah Rendah Sekali Rendah Sedang Tinggi
b.
Kemandirian 0-25 25-50 50-75 75-100
Pola Hubungan Instruktif Konsultatif Partisipatf Delegasi
Rasio efektifitas terhadap PAD Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah
dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah yang dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio Efektifitas: Realisasi Penerimaan PADx 100% Anggaran penerimaan PAD Semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Sesuai dengan keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 690.900.327 Tahun 1996, kriteria efektivitas kinerja keuangan dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
Tabel 4 Kriteria Efektifitas Kinerja Keuangan Presentase Efektifits Diatas 100 90-100 80-90 60-80 Dibawah 60
Kriteria Sangat efektif Efektif Cukup efektif Kurang efektif Tidak efektif
c.
Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan
antara total realisasi pengeluaran (Belanja Daerah) dengan realisasi pendapatan yang diterima (Halim, 2007: 234 dalam Pratidina, 2012). Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik.
Rumusan
untuk
menghitung
tingkat
efisiensi
penerimaan
pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut: Rasio Efisiensi: Total Realisasi Belanja Daerah x 100 % Total Realisasi Pendapatan Daerah Tabel 5 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan Presentase Efisiensi Diatas 100 90-100 80-90 60-80 Dibawah 60
d.
Kriteria Tidak Efisien Kurang efisien Cukup efisien Efisien Sangat efisien
Rasio Keserasian Rasio keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan publik secara optimal (Halim, 2007: 235 dalam Pratidina, 2012). Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja aparatur daerah berarti persentase belanja investasi (belanja pelayanan publik) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin diformulasikan sebagai berikut:
kecil.
Rasio
keserasian
Rasio Belanja Aparatur: Belanja Pegawai x 100% Total Belanja Daerah Rasio Belanja Publik: Total Belanja Pembangunan x 100% Total Belanja Daerah 2.1.5 Hubungan PAD, Dana Perimbangan, Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada peningkatan kemandirian daerah (Adi, 2006). Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah asli yang digali di daerah tersebut untuk digunakan sebagai modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Maka dari itu, PAD, Dana perimbangan dan Belanja Modal sangat pekah terhadap Kinerja Keuangan pemerintah daerah. Dana Perimbangan atau dana pemerintah pusat adalah pendapatan yang diterima pemerintah daerah yang berasal dari sumber eksternal dan tidak memerlukan adanya pembayaran kembali (Patrick, 2007). Dana Perimbangan diukur dengan proksi yang sama dalam penelitian Patrick (2007), Dana perimbangan yang mencakup Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH). Pengukuran ini
dipilih karena Dana Perimbangan merupakan bagian dari pendapatan yang berasal dari lingkungan eksternal bukan pajak. Dana perimbangan dengan dihitungan dan diperoleh total dana perimbangan dari pemerintah pusat kemudian dibagi total pendapatan x 100%. 2.2
Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan PAD, Dana perimbangan dan
belanja modal telah dilakukan. Penelitian ini mendapat ide dan pengetahuan dari penelitian terdahulu antara lain Simanuallan (2013) dengan judul pengaruh Pengaruh belanja modal, dana perimbangan & PAD terhadap kierja keuangan kota dan kabupataen kepulauan riau Hasil dalam Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan belanja modal, dana perimbangan & PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah untuk menguji pengaruh PAD, Dana perimbangan dan belanja modal terhadap kinerja keuangan dengan menggunakan rasio kemandirian. Penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini:
Tabel 6.Kajian Penelitian Terdahulu Yang Relevan No
Nama
Judul
Fokus Penelitian Rasio keuangan APBD untuk menilai kinerja keuangan pemerintah daerah
Hasil
1.
Putri (2010)
analisis rasio keuangan APBD untuk menilai kinerja kuangan pemerintah daerah kota kediri,
2.
Julitawati (2012)
Pengaruh PAD, Dana Perimbangan terhadap kinerja keunagan pemerintah kabupaten/kota di provinsi aceh
Memfokuskan PAD dan dana perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah
3.
Simanuallang (2013)
Pengaruh belanja modal, dana perimbangan & PAD terhadap kierja keuangan kota dan kabupataen kepulauan riau
Memfokuskan pada belanja modal, dana perimbanagan & PAD terhadap kinerja keuangan
4
Rukmana (2013)
Pajak daerah, retribusi & dana perimbangan terhadap kinerja keuangan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan pajak daerah, retribusi & dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah
5
Nugroho (2012)
Pengaruh pajak dareah, retibusi daerah & dana perimabangan terhadap kinerja keuangan pemerintah provensi kepulauan riau Tentang pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan kinerja keuangan dengan PAD sebagai variabel intervening
Belanja modal terhadap pertumbuhan kinerja keuangan dengan pendapatan asli daerah
Menilai Bahwa belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan kinerja keuangan melalui PAD
Pertumbuhan APBD tahun anggaran 2005-2009 baik, namun kemampuan dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah masih kurang dan masih tergantunng pada sumber dana ekternal, utamanya dari DAU dan DAK Hasil pengujian pengaruh PAD dan Dana Perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota secara simultan diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,125. Dengan demikian variabel independen yang meliputi PAD dan Dana Perimbangan secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan belanja modal, dana perimbangan & PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah
2.3
Kerangka Pikir PAD, Dana perimbangan dan belanja modal merupakan kewajiban
pemerintah untuk merealisasikan secara maksimal terhadap pengeluaran secara efektif dan efisien. Kemudian dibenturkan dengan realitas yang ada
maksudnya
dialokasikan
dalam
kemana
megalokasikan
belanja
tersebut.
pengeluaran Gambaran
harus realitas
jelas dapat
disaksikan tidak hanya dari hasil susunan angka pencapaian anggaran tapi juga terlihat pada kinerja keuangan bagaimana pemerintah daerah dapat mengelolah keuangan dengan baik agar memberikan hasil laporan realisasi anggran yang efektif, efisien dan dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnya PAD, Dana perimbangan dan belanja modal dapat pula mengukur kinerja keuangan. Sehingga dengan mudah untuk melihat apakah kinerja keuangan instansi tertentu baik atau tidak. Yang perlu diperhatikan pula adalah kinerja keuangan, dalam pandangan Hamzah (2006)
kinerja
keuangan
merupakan
suatu
ukuran
kinerja
yang
menggunakan indikator keuangan. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk menilai kinerja dimasa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut. Berikut kerangka pikir:
Dasar Teori Kinerja keuangan sebagaimana ditulis oleh Mardiasmo (2002: 45), bahwa indikator kinerja keuangan meliputi penyimpangan antara realisasi anggaran dengan target yang ditetapkan dalam APBD, efisien biaya, efektifitas program serta pemerataan dan keadilan. Hasil penelitian Simanuallang (2013) menunjukkan bahwa PAD, dana perimbangan & belanja modal bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan. Namun belanja modal tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan, seperti apa yang di kemukakan oleh Ardhini (2011) dalam simanuallang (2013) yang menyatakan bahwa tingkat kemandirian keuangan daerah berpengaruh signifikan yang negatif terhadap belanja modal, sedangkan efisiensi tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, dimana dalam penelitian ini efisiensi adalah kinerja keuangan. Belanja modal yang semakin besar setiap periode tertentu dalam suatu pemerintah daerah akan mengakibatkan kinerja keuangan semakin tidak efisien, oleh karena itu belanja modal harus proporsional dengan sektor penerimaan (input) sehingga kinerja keuangan suatu pemerintah daerah akan meningkat. Namun tidak terlepas dari itu dana Perimbangan yang diterima dari pemerintah pusat akan memperlihatkan semakin kuat pemerintah daerah bergantung kepada pemerintah pusat untuk memenuhi kebutuhan daerahnya. Sehingga akan membuat kinerja keuangan pemerintah daerah menurun (Julitawati, 2012 dalam Rukmana, 2013).
1. Simanuallang (2013), hasil penelitian menunjukkan belanja modal, dana perimbangan, & PAD bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja keuangan 2. Julitawati (2012), hasil penelitian menunjukkan PAD dan dana perimbangan secara simultan berpengaruh terhadap kinerja keuangan 3. Rukmana (2013), hasil penelitian menunjukkan pajak daerah, retrbusi daerah & dana perimbangan secara simulatan berpengaruh terhadap kinerja keuangan
Pengaruh PAD, Dana Perimbangan, Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan
Realisasi PAD
Dana perimbangan
Kinerja Keuangan
Gambar 1 Kerangka Pikir
Belanja modal
2.4 Hipotesis Hipotesis merupakan anggapan dasar yang kemudian membuat suatu teori yang masih harus diuji kebenaranya. Hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga terdapat pengaruh secara parsial dan simultan antara PAD, Dana Perimbangan, Belanja Modal Terhadap Kinerja Keuangan Kabupaten Bone Bolango