BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Teory Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menggambarkan hubungan keagenan (agency relationship) sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan antara pemegang saham (prinsipal) dan agen (manajer), yang menggunakan kepentingan
agen
untuk
prinsipal.
melakukan
Hubungan
tindakan
tersebut
ekonomi
merupakan
demi
hubungan
kontraktual dimana agen akan bekerja untuk prinsipal dan prinsipal memberikan kompensasi kepada agen (Khakim, 2014). Dalam hubungan kontraktual tersebut dapat terjadi sebuah konflik kesenjangan yang berasal dari konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Prinsipal yang diasumsikan hanya tertarik kepada hasil investasi mereka yang bertambah atau berkurang akan berbenturan dengan kepentingan agen yang diasumsikan bekerja demi keuntungan dirinya sendiri bahwa mereka para agen akan mendapatkan kompensasi yang akan diperoleh apabila memenuhi kewajibannya dalam kontrak keagenan dengan prinsipal.
7 http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
a.
Faktor-faktor penyebab masalah keagenan Menurut Sudiartana 2011, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan munculnya masalah keagenan, antara lain : 1) Moral Hazard (MH) Hal ini umumnya terjadi pada perusahaan besar dengan kompleksitas
yang
tinggi,
manajer
cenderung
untuk
memanfaatkan insentif yang sesuai dengan kepentingannya atau berdasarkan keahliannya untuk bayaran yang diterima dari perusahaan dan kemungkinan hal tersebut tidak termasuk dalam kontrak. 2) Penahanan Laba (Earning Retention) Masalah ini berkisar pada kecenderungan untuk melakukan investasi yang berlebihan oleh agen (pihak manajemen) melalui peningkatan dan pertumbuhan dengan tujuan untu memperbesar kekuasaan, prestise, atau penghargaan bagi dirinya, namun dapat menghancurkan kesejahteraan pemegang saham. 3) Horison Waktu Konflik ini muncul sebagai akibat dari kondisi arus kas, dimana prinsipal lebih menkankan pada arus kas untuk masa depan yang kondisinya belum pasti, sedangkan manajemen cenderung menekankan pada hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan mereka.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
4) Penghindaran Risiko Manajerial Masalah ini muncul ketika ada batasan diversifikasi portofolio yang berhubungan dengan pendapatan manajerial atas kinerja yang
dicapainya.
Sehingga
manajer
akan
berusaha
meminimalkan risiko saham perusahaan dari keputusan investasi yang meningkatkan risikonya. Misalnya manajemn laba senang dengan
pendanan
ekuitas
dan
berusaha
menghindari
peminjaman utang, karena mengalami kebangkrutan atau kegagalan.
Salah satu usaha yang diharapkan dapat meminimalisir konflik keagenan adalah dengan penerapan good corporate governance yang dapat memberikan keyakinan terhadap pihak prinsipal atas kinerja agen bahwa agen akan memberikan keuntungan kepada mereka para prinsipal dengan tidak melakukan
tindakan
pencurian
atau
penggelapan
atau
melakukan investasi yang tidak menguntungkan.
b.
Pengertian Laporan Keuangan Menurut PSAK No. 1, “Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas’. Laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut (Fahmi, 2014:31). Di sisi lain farida dan siwanto mengatakan “laporan keuangan merupakan informasi yang diharapkan mampu memberikan bantuan kepada pengguna untuk membuat keputusan ekonomi yang bersifat finansial.” Lebih lanjut Munawir mengatakan “laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan”. Dengan begitu laporan keuangan diharapkan akan membantu bagi para pengguna (users) untuk membuat keputusan ekonomi yang bersifat finansial. (Fahmi, 2014:31) Laporan keuangan pada umumnya terdiri dari : (1) neraca yang menunjukkan
posisi
keuangan,
(2)
laporan
rugi-laba
yang
menyajikan hasil usaha, (3) Laporan perubahan modal yang merekonsiliasi saldo awal dan akhir semua akun yang ada dalam seksi ekuitas pemegang saham pada neraca, (4) laporan arus kas yang memberikan informasi arus kas masuk dan keluar dari kegiatan operasi, pendanaan, dan investasi selama suatu periode akuntansi, (5) Catatan atas laporan akuntansi. Laporan keuangan sangat diperlukan untuk mengukur hasil usaha dan perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu dan untuk mengetahui sejauh mana perusahaan mencapai tujuannya namun,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
laporan keuangan bersifat umum sehingga tidak dapat sepenuhnya memenuhi kebutuhan setiap pemakai.
c.
Tujuan Laporan Keuangan Menurut Fahmi (2014:34), tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi kepada pihak yang membutuhkan tentang kondisi suatu perusahaan dari sudut angka-angka dalam satuan moneter. SAK menyatakan bahwa “tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu peusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Dengan diperolehnya laporan keuangan, maka diharapkan laporan keuangan bisa membantu dalam tujuan menghindari analisis yang keliru dalam melihat kondisi peusahaan.
2.
Manajemen Laba a.
Pengertian Manajemen Laba Manajemen laba (Earning manajemen) adalah suatu tindakan yang mengatur laba sesuai dengan yang dikehendaki oleh pihak tertentu atau terutama oleh menejmen perusahaan (company management). Tindakan manajemen laba sebenarnya didasarkan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
oleh berbagai tujuan dan maksud-maksud yang terkandung di dalamnya,
artinya
tindakan
manajemen
laba
dilakukan
mengandung motivasi-motivasi tertentu. Hal ini tidaklah aneh karena tingkat keuntungan atau laba yang diperoleh sering dikaitkan dengan prestasi manajemen disamping memang adalah suatu yang lazim bahwa besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer tergantung dari besar kecilnya laba yang diperoleh (Fahmi, 2014: 519). Amanah (2014)
menyatakan bahwa
manajemen laba
merupakan suatu tindakan menaikan atau menurunkan laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi datadata atau angka-angka akuntansi melalui pemilihan kebijakankebijakan akuntansi yang diinginkan perusahaan untuk tujuan tertentu. Manajemen laba adalah suatu kondisi ketika manajemen melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga meratakan, menaikkan, dan menurunkan pelaporan laba. Manajemen laba dilakukan untuk mempengaruhi data-data atau angka-angka
akuntansi yang
diinginkan perusahaan untuk tujuan tertentu. Tindakan manajemen laba dilakukan dengan berbagai bentuk. Beberapa pola yang dilakukan manajer dalam manajemen laba adalah (Scoot, 1997):
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
a. Increasing Income, yaitu dengan mempercepat pencatatan pendapatan, menunda biaya dan memindahkan biaya untuk periode lain untuk meningkatkan keuntungan. Pemaksimalan laba bertujuan untuk memperoleh bonus yang lebih besar. Selain itu, tindakan ini juga bisa dilkukan untuk menghindar dari pelanggaran kontrak hutang. b. Income Minimization yang dilakukan saat profitabilitas perusahaan
sangat
tinggi
dengan
maksud
untuk
mengurangi kemungkinan munculnya biaya politis. Kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan barang modal, pembebanan pengeluaran iklan serta pembebanan biaya riset
dan pengembangan yang
dipercepat. c. Taking a bath disebut juga big bath, bisa terjadi selama periode dimana terjadi tekanan dalam organisasi atau terjadi reorganisasi, misalnya pergantian direksi. Jika teknik ini digunakan maka biaya-biaya yang ada pada periode yang akan dating diakui pada periode berjalan. Ini dilakukan jika kondisi yang tidak menguntungkan tidak bisa dihindari. Akibatnya, laba pada periode yang akan dating menjadi tinggi meskipun tidak menguntungkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
d. Income Maximization, yaitu memaksimalkan laba yang bertujuan untuk memperoleh bonys lebih besar, selain itu tindakan
ini
bisa
dilakukan
untuk
menghindari
pelanggaran kontrak jangka panjang. e. Income smoothing, yaitu pola manajemen laba yang pada umumnya perusahaan memilih untuk melaporkan trend pertumbuhan laba yang stabil daripada menunjukkan perusahaan laba yang meningkat atau menurun secara drastis.
b.
Faktor-faktor Manajemen Laba Secara akuntansi ada beberapa faktor yang menyebabkan suatu peusahaan berani melakukan manajemen laba yaitu: 1) Standar
akuntansi
keuangan
(SAK)
memberikan
fleksibilitas kepada manajemen untuk memilih prosedur dan metode akuntansi untuk mencatat suatu fakta tertentu dengan cara yang berbeda. 2) SAK memberikan fleksibilitas kepada pihak menajemen dapat menggunakan judgment dalam menyusun estimasi. 3) Pihak manajemen berkesempatan untuk merekayasa transaksi dengan cara menggeser pengukuran biaya dan pendapatan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Secara lebih rinci Scoot (2009) mengungkapkan bahwa ada enam faktor yang memotivasi pihak manajemen dalam melakukan manajemen laba, antara lain : 1) Bonus Purposes. Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara opportunistis untuk
melakukan
manajemen
laba
dengan
memaksimalkan laba saat ini. Hal ini disebabkan karena dasar perhitungan bonus yang akan diterima oleh manajemen adalah tingginya lba akuntasi. 2) Political Motivations. Manajemen laba yang digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan
karena
adanya
tekanan
public
yang
mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. 3) Taxations Motivations. Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba paling nyata. Berbagai metode
akuntansi
yang
digunakan
dengan
tujuan
penghematan pajak pendapatan perusahaan. 4) Pergantian Chief Executive Officer (CEO). CEO yang mendekati mas pensiun cenderng menaikkan pendapatan untuk menaikkan bonus. Jika kinerja perusahaan buruk,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
akan
memaksimalkan
pendapatan
agar
tidak
diberhentikan. 5) Initial Public Offering (IPO). Perusahaan yang go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospectus dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan. 6) Pentingnya
Memberikan
Informasi
pada
Investor.
Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja baik.
3.
Financial Distress Menurut Brigham dan Daves dalam Gunawan et al (2014) Financial distress dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya. a.
Pengertian financial distress Menurut
Plat
dan
Plat
dalam
Fahmi
(2014:160)
mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
atau likuiditas. Financial distress dimulai dari ketidakmampuan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban, terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban likuiditas, dan juga
termasuk
kewajiban
dalam
kategori
solvabilitas.
Permasalahan terjadinya insolvency karena faktor berawal dari kesulitan likuiditas. Kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah : 1. Dapat
mempercepat
tindakan
manajemen
untuk
mencegah masalah sebelum terjadinya kebangkrutan. 2. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan marger atau takeover agar perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang perusahaan. 3. Memberikan
tanda
peringatan
awal
adanya
kebangkrutan pada masa yang akan datang.
Jika suatu perusahaan mengalami masalah dalam likuiditas maka
sangat
memungkinkan perusahaan tersebut
mulai
memsuki masa kesulitan keuangan (financial distress) dan jika kondisi kesulitan tersebut tidak cepat diatasi maka ini bisa berakibat kebangkrutan usaha (bankruptcy). Untuk menghindari kebangkrutan ini dibutuhkan berbagai kebijakan, strategi dan bantuan, baik bantuan dari pihak internal maupun eksternal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
b. Kategori Financial Distress Menurut Fahmi (2014:161) Secara umum terdapat 4 kategori penggolongan financial distress, yaitu : 1) Financial distress kategori A atau sangat tinggi dan benarbenar
membahayakan.
Kategori
ini
memungkinkan
perusahaan dinyatakan untuk berada diposisi bangkrut atau pailit. Pada kategori ini memungkinkan pihak perusahaan ke pihak tekait seperti pengadilan bahwa perusahaan telah berada dalam posisi bankruptcy (pailit). Dan menyerahkan berbagai urusan untuk ditangani oleh pihak luar perusahaan. 2) Financial distress kategori B atau tinggi dan dianggap berbahaya. Pada posisi ini perusahaan harus memikirkan berbagai solusi realistis dalam menyelamatkan berbagai asset yang dimiliki. 3) Financial distress kategori C atau sedang, dalam kategori ini perusahaan masih dianggap mampu/bisa menyelamatkan diri dengan tindakan tambahan dana yang bersumber dari internal dan eksternal. Namun disini perusahaan sudah harus melakukan perombakan berbagai kebijakan dan konsep manajemen yang diterapkan selama ini. 4) Financial distress kategori D atau rendah, pada kategori ini perusahaan ini dianggap hanya mengalami fluktuasi financial temporer yang disebabkan oleh berbagai kondisi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
eksternal
dan
internal,
termasuk
lahirnya
dan
dilaksanakannya keputusan yang kurang begitu tepat, dan ini umumnya bersifat jangka pendek
4.
CEO Gender Chief Executive Officer (CEO) adalah pimpinan tertinggi dalam manajemen suatu perusahaan yang bertanggung jawab secara penuh terhadap perusahaan secara keseluruhan. Voogt (dalam Mahbubi, 2016) menyatakan bahwa CEO merupakan pemimpin atas strategi bisnis yang dikembangkan dalam meningkatkan kekayaan perusahaan. Dalam penelitian ini CEO yang dimaksud adalah direktur utama atau presiden direktur atas perusahaan. Seorang CEO memiliki
berbagai
karakteristik
seperti
usia,
gender,
kewarganegaraan, maupun pendidikan, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan karakteristik CEO secara gender yang dibedakan menjadi dua jenis yaitu pria dan wanita
5.
Kajian Riset Terdahulu Penelitian mengenai manajemen laba, Financial distress telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Berikut ini disajikan tabel ringkasan dari penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Tabel 2.1 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
Variabel
Hasil
Nor Farhana
Independen: Laverage,
Laverage berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dan financial distress. Financial distress berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba
Selahudin, Nor
Financial Distress, Free
Balkish
Cash Flow
Zakaria,
Dependen: Earning
Zuraidah
Manajemen
Mohd. Sanusi
Control: size of
(2014)
Companies
Khushbu
Independen: Earning
Perusahaan yang mengalami
Agrawal,
Management
financial distress memiliki
Chanchal
Dependen: Financial
kemungkinan lebih tinggi dalam
Catterjee
Distress
melakukan manajemen laba.
(2015)
Control: Leverage, Cash
Cash flow coverage memiliki
flow coverage,
hubungan signifikan negatif
profitability, Growth
dengan manajemen laba
Rita
Independen:
Kepemilikan institusional,
Triwibawati
GoodCorporate
kepemilikan manajerial, ukuran
(2016)
Governance, Likuiditas,
dewan direksi, likuiditas,
Laverage
laverage tidak memiliki
Dependen: Financial
pengaruh terhadap prediksi
Distress,
terjadinya financial distress.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Wahyu
Independen: Likuiditas
Penelitian ini menunjukkan
Widarjo dan
dan profitabilitas
bahwa Rasio Likuiditas dan
Doddy
Dependen: Financial
rasio profitabilitas berpengaruh
Setiawan
Distress
terhadap Financial Distress.
Fransisca
Independen: Financial
Penelitian ini menunjukkan
Fortuna
Distress
bahwa tidak ada hubungan
Gunawan,
Dependen: Manajemen
signifikan antara financial
Felizia Arni
Laba
distress dengan manajemen
(2009)
Rudiawarni,
laba.
dan Aurelia C.C Sutanto (2014) Jawahirul
Independen: CEO Gender
Dalam penelitian ini dinyatakan
Mahbubi
Dependen: Investasi
bahwa investasi dan liabilitas
(2016)
Liabilitas dan profitabilitas rendah sedangkan profitabilitas tinggi pada perusahaan dengan CEO wanita dibandingkan dengan perusahaan yang CEO nya pria
Armin
Independen: Akunting
Terdapat pengaruh positif antara
Taghizadeh dan Konservatif
financial distress dengan
Mohammad
Akunting Konservatif,
Dependen: Financial
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Alipoor (2010)
Distress
sementara tidak ada hubungan
Control : CEO Gender
yang signifikan antara CEO gender dengan perusahaan yang menggunakan akuntansi konservatif yang mengalami financial distress
Lailatul
Independen: Financial
Amanah (2014) Distress
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
Dependen: Manajemen
signifikan antara financial
Laba
distress dengan manajemen laba.
Ni Wayan
Independen: mekanisme
Penelitian ini menunjukkan
Krisnayanti
Corporate governance,
bahwa ukuran perusahaan
Arwinda Putri
likuiditas, leverage,
mempunyai pengaruh negatif
dan Ni Kt. Lely ukuran perusahaan
dan signifikan terhadap
A. Merkusiwati Dependen: Financial
financial distress, sedangkan
(2014)
mekanisme corporate
Distress.
governance, likuiditas dan leverage tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Sumber : Data yang diolah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
B. Rerangka Pemikiran 1.
Pengaruh Manajemen Laba terhadap Financial Distress Manajemen laba adalah suatu kondisi ketika manajemen melakukan intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi pihak eksternal sehingga meratakan, menaikkan, dan menurunkan pelaporan laba (Scoot, 1997). Financial distress dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi
jadwal
pembayaran
atau
ketika
proyeksi
arus
kas
mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya (Brigham dan Daves dalam Gunawan et al, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Selahudin et al (2014) dapat disimpulkan bahwa financial distress berpengaruh terhadap manajemen laba. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Gunawan et al (2014) mengatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara financial distress dengan manajemen laba. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agrawal et al (2005) yang mengatakan bahwa perusahaan yang mengalami financial distress memiliki kemungkinan
lebih
tnggi
untuk
melakukan
manajemen
laba
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengalami financial distress.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
2.
Pengaruh CEO Gender sebagai pemoderasi antara Manajemen Laba terhadap Financial Distress Chief Executive Officer (CEO) adalah pimpinan tertinggi dalam manajemen suatu perusahaan yang bertanggung jawab secara penuh terhadap perusahaan secara keseluruhan. Voogt (dalam Mahbubi, 2016) menyatakan bahwa CEO merupakan pemimpin atas strategi bisnis yang dikembangkan dalam meningkatkan kekayaan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Mahbubi (2016) menyatakan bahwa tingkat investasi dan hutang lebih sedikit dan memiliki tingkat profitabiltas yang lebih tinggi pada perusahaan dengan CEO wanita dibandingkan dengan CEO pria. Berbeda dengan Mahbubi, Taghizadeh dan Alipoor (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara CEO gender dengan Financial Distress. Sementara Amanah menyatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara financial distress dengan manajemen laba.
Berdasarkan uraian teoritis dan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang dikemukakan diatas, maka rerangka pemikiran penelitian dapat digambarkan seperti gambar 2.1 dibawah ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Variabel Independen
Variabel Dependen
Manajemen Laba
Financial Distress
CEO Gender Variabel Moderasi
Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran Teoritis
C. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah dugaan atau prediksi tentang fenomena dan merupakan pernyataan tentang hubungan antar variabel. Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis untuk penelitian ini adalah : H1 : manajemen laba berpengaruh terhadap financial distress. H2 : CEO gender mempengaruhi hubungan manajemen laba dengan financial distress.
http://digilib.mercubuana.ac.id/