BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Banner Banner merupakan media promosi outdoor yang terbuat dari bahan nylon dan polyvinylclorida. Ciri-ciri bahan licin mirip seperti plastik namun memiliki serat nylon yang berfungsi untuk menguatkan struktur vinyl-nya. Menurut Pine, dkk (1988: 1043) polyvinylclorida adalah polimer yang terbentuk akibat aksi ikatmengikat dengan ciri kuat dan keras. Sedangkan nylon merupakan poliamida buatan yang mempunyai gaya regang yang baik sekali bila dijadikan serat. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kedua bahan penyusun banner yaitu polivinylclorida dan nylon merupakan hasil polimerisasi yang memiliki struktur mirip dengan serat. Berikut akan dibahas beberapa hal yang berhubungan dengan polivinylclorida dan nylon sebagai bahan penyusun banner. a.
Sifat mekanik. Sifat mekanik yang dimiliki oleh polimer menurut Stevens dan Malcolm (2001:128) adalah : “Suatu polimer linear khas memiliki unit ulang seragam dan gugusgugus ujung berbeda. Pada berat molekul rendah, gugus-gugus ujung secara signifikan mempunyai kontribusi ke seluruh struktur, dan hal ini dimanifestasikan dalam sifat-sifat seperti kerapatan, indeks refraksi, dan absorpsi spektroskopik, yang bervariasi dengan berat molekul. Ketika mencapai berat molekul tertentu katakanlah 15.000, konsentrasi gugus-gugus ujung menjadi bisa diabaikan dan sifat-sifat ini menjadi tetap. Hal ini tidak berlaku dengan sifat-sifat mekanik, yang bergantung pada gaya-gaya antar molekul”. Stevens dan Malcolm (2001:128) menyatakan bahwa: “Untuk bahan polimer komersial yang besar, sifat-sifat mekanik merupakan aspek yang mendasar.”
8
9
Meskipun sifat-sifat lainnya seperti ketahanan nyala, stabilitas termal, dan ketahanan kimia mempunyai kaitan dalam aplikasi-aplikasi yang lebih spesifik, semua polimer, apapun pemakaiannnya harus memperlihatkan suatu daerah sifat-sifat mekanik yang terspesifikasi yang cocok untuk spesifikasi tersebut. Di antara lusinan sifat yang harus diperhatikan para produsen polimer, kekuatan tarik, kompresif, dan fleksur (dan modulus mereka masingmasing) dan ketahanan impak adalah yang terpenting. Sifat-sifat terkait mencakup kekerasan, ketahanan abrasi dan ketahanan sobek. Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan sifat mekanik dari bahan penyusun banner adalah : 1) Kekuatan tarik mengacu kepada ketahanan terhadap tarikan. 2) Kekuatan kompresif mengacu kepada ketahanan terhadap patahan, atau patah cepat ketika suatu sampel ditekuk (difleks). 3) Kekuatan impak adalah ukuran dari keuletan. Yaitu bagaimana suatu sampel akan menahan pukulan stress tiba-tiba. 4) Kelelahan (fatigue) yang merupakan ukuran bagaimana suatu sampel bisa menahan aplikasi berulang dari tegangan tarik, fleksur, atau kompresif. Lebih jelasnya sifat-sifat mekanik dari polimer umum dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 2.1 Sifat-sifat Polimer. Sifat-sifat tarik pada patah Polimer
Polietilena, masa jenis rendah Polietilena, masa jenis tinggi
Kekuatan Kekuatan Perpanjan kompresif Fleksur (MPa) (MPa) gan (%)
Kekuatan (MPa)
Modulus (MPa)
8,3 – 31
172 – 283
22 – 31
1070 – 1090 10 – 1200
Kekuatan Impak (N/cm)
100 – 650
20 -25
0,23 - 2,3
10
Polimer
Sifat-sifat tarik pada patah Kekuatan Kekuatan Kekuatan Modulus Perpanjan kompresif Fleksur (MPa) (MPa) (MPa) (MPa) gan (%)
Polipropilen 31-44 a Poli (vinil 41 – 52 klorida) 36 – 52
1170 – 1720 100 – 600
38 - 55
41 -55
0,23 - 0,57
2410 – 4140 40 – 80
55 - 90
69 – 110
0,23 - 1,3
2280 – 3280 1,2 – 2,5
83 - 90
69 -101
72 - 124
72 - 131
Polistirena Poli (metal 48 – 76 2240 – 3240 2 – 10 metakrilat) Politetrafluo 14 – 34 400 – 552 200 – 400 roetilena 76 – 83 60 – 300 Nilon Poli (etilena 48– 72 2760 – 4140 50 – 300 tereftalat) 2380 110 Polikarbonat 66 (Sumber : Stevens dan Malcolm, 2001: 134)
12
Keuletan (N/teks)
42 – 117
76 - 103
96 - 124
86
93
Alam Kapas 0,26 – 0,44 Wol 0,09 – 0,15 Sintetis Poliester 0,35 – 0,53 Nilon 0,40 – 0,71 Poliamida aromatik 1,80 – 2,0 Pilibenzimidazola 0,27 Polipropilena 0,44 – 0,79 Polietilena (kekuatan tinggi) 2,65 Anorganik Gelas 0,53 – 0,66 Baja 0,31 (Sumber : Stevens dan Malcolm, 2001:135)
Gaya berat spesifik 1,50 1,30 1,38 1,14 1,44 1,43 0,90 0,95 2,56 7,7
0,20 – 0,26 0,17 – 0,34 1,7
103
Tabel 2.2 Jenis-jenis Serat dan Sifatnya. Jenis Serat
Kekuatan Impak (N/cm)
0,46 - 1,2 0,14 – 0,37 9,1
11
2. Beton Mulyono (2005:3) “Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah (admixture atau additive). Untuk mengetahui dan mempelajari perilaku elemen gabungan (bahan-bahn penyusun beton), kita memerlukan pengetahuan mengenai karakteristik masing-masing komponen”. Nugraha dan Antoni (2007:1) mendefinisikan, “Beton merupakan material komposit yang rumit. Beton dapat dibuat dengan mudah bahkan oleh mereka yang tidak punya pengertian sama sekali tentang beton teknologi, tetapi juga pengertian yang salah dari kesederhanaan ini sering menghasilkan persoalan pada produk, antara lain reputasi jelek dari beton sebagai material bangunan”. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan, beton adalah campuran antara semen, pasir, kerikil dan air. Beton memiliki sifat fisik mengeras seperti batu ketika kering, memiliki sifat mekanik kuat terhadap tekan tetapi lemah terhadap tarik. Mulyono (2005: 25) menjelaskan, keunggulan penggunaan beton : a. Ketersediaan (availability) material dasar. 1) Agregat dan air pada umumnya bisa didapat dari lokal setempat. Semen pada umumnya juga mudah didapatkan di daerah setempat. Dengan demikian, biaya pembuatan relatif lebih murah karena semua bahan bisa di dapat di dalam negeri, bahkan bisa setempat. Bahan termahal adalah semen, yang bisa diproduksi di dalam negeri. 2) Tidak demikian halnya dengan struktur baja, karena harus dibuat di pabrik, apalagi kalau masih harus impor. Pengangkutan menjadi masalah tersendiri bila proyek berada ditempat yang sulit untuk dijangkau, sementara beton akan lebih mudah karena masing-masing material dapat diangkut sendiri. 3) Ada masalah lain dengan struktur kayu. Meski problemnya tidak seberat struktur baja, namun penggunaannya secara massal akan menyebabkan masalah lingkungan, sebagai satu penyebab utama kerusakan hutan.
12
b. Kemudahan untuk digunakan (versatility). 1) Pengangkutan bahan mudah, karena masing-masing bisa diangkut secara terpisah. 2) Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, fondasi, jalan, landasan bandar udara, pipa, pelindung dari radiasi, insulator panas. Beton ringan bisa dipakai untuk blok dan panel. Beton arsitektural bisa untuk keperluan dekoratif. 3) Beton bertulang bisa dipakai untuk berbagai struktur yang lebih berat, seperti jembatan, gedung, tendon air, bangunan maritim, instalasi militer dengan beban kejut besar, landasan pacu pesawat terbang, kapal, dan sebagainya. c. Kemampuan untuk beradaptasi (adaptability) 1) Beton bersifat monolit sehingga tidak memerlukan sambungan seperti baja. 2) Beton dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran berapapun, misalnya pada struktur cangkang (shell) maupun bentuk-bentuk khusus tiga dimensi. 3) Beton dapat diproduksi dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan situasi sekitar. Dari cara sederhana yang tidak memerlukan ahli khusus (kecuali beberapa pengawas yang sudah mempelajari teknologi beton). Metode produksi modern memungkinkan industri beton yang profesional. 4) Konsumsi energi minimal per kapasitas jauh lebih rendah dari baja, bahkan lebih rendah dari proses pembuatan batu bata. d. Kebutuhan pemeliharaan yang minimal. Secara umum ketahanan (durability) beton cukup tinggi, lebih tahan karat, sehingga tidak perlu dicat seperti struktur baja, dan lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.
13
Disamping keunggulan diatas, beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan. a.
Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg/m3.
b.
Kekuatan tariknya yang rendah, meskipun kekuatan tekannya besar.
c.
Beton cenderung untuk retak, karena semennya hidraulis. Baja tulangan bisa berkarat, meskipun tidak terekspose separah struktur baja.
d.
Kualitas sangat tergantung cara pelaksanaan dilapangan. Beton yang baik maupun yang buruk dapat terbentuk dari rumus dan campuran yang sama.
e.
Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau daur-ulang sulit dan tidak ekonomis. Dalam hal ini struktur baja lebih unggul, misalnya tinggal melepas sambungannya saja. Meskipun demikian beberapa kelemahan beton tersebut di atas dapat
diatasi dengan berbagai cara, yaitu : a.
Untuk elemen struktural : membuat beton mutu tinggi, beton pratekan, atau keduanya, sedangkan untuk elemen non-struktural dapat menggunakan beton ringan.
b.
Memakai beton bertulang atau beton pratekan.
c.
Melakukan perawatan (curing) yang baik untuk mencegah terjadinya retak, memakai beton pratekan, atau memakai bahan tambahan yang mengembang (expansive admixtures).
d.
Mempelajari teknologi beton dan melakukan pengawasan dan kontrol kualitas yang baik. Bila perlu bisa memakai beton jadi (ready mix) atau beton pracetak.
e.
Beberapa elemen struktur dibuat pracetak (precast) sehingga dapat dilepas per elemen seperti baja. Kemungkin untuk dilakukan beton recycle sedang dioptimasikan.
14
3. Bahan Penyusun Beton Berikut merupakan bahan penyusun dari beton : a. Semen Nugraha dan Antoni (2007:25) menyatakan : “Semen adalah adalah bahan yang mempunyai sifat adhesive maupun kohesif yaitu bahan pengikat”. Standar Industri Indonesia, SII 0013-1981 (1981) dalam Nugraha dan Antoni (2007:25) menyebutkan bahwa, “Definisi semen Portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan yang biasa digunakan, yaitu gypsum”. Mulyono (2005:19) berpendapat, “Semen merupakan bahan campuran yang secara kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat tidak memainkan peranan yang penting dalam reaksi kimia tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi mineral yang dapat mencegah perubahanperubahan volume beton setelah pengadukan selesai dan memperbaiki keawetan yang dihasilkan”. Mulyono (2005:27) berpendapat, “Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete)”. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan semen adalah bahan campuaran bersifat kimiawi yang berasal dari proses penghalusan klinker digunakan dalam membuat beton. Secara umum semen portland mengandung empat unsur utama antara lain (Mulyono, 2005:36) : 1) Trikalsium Silikat (3CaO. SiO2) yang disingkat menjadi C3S. 2) Dikalsium Silikat (2CaO. SiO2) yang disingkat menjadi C2S.
15
3) Trikalsium Aluminat (3CaO. Al2O3) yang disingkat menjadi CA3. 4) Tetrakalsium aluminoferrit (4CaO. Al2O3. Fe2O3) yang disingkat menjadi C4AF. Melihat sifat yang berbeda dari masing-masing komponen, maka semen dapat dibuat dengan mengganti kadar dari masing-masing komponen yang ada. ASTM C 150 – 92 menentukan komposisi semen berbagai tipe sebagai berikut : 1) Tipe I adalah semen Portland untuk tujuan umum. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi. 2) Tipe II adalah semen Portland modifikasi, adalah tipe yang sifatnya setengah tipe IV dan setengah tipe V (moderat). Belakangan lebih banyak diproduksi sebagai pengganti tipe IV. 3) Tipe III adalah semen Portland dengan kekuatan awal tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umumnya dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai. 4) Tipe IV adalah semen Portland dengan panas hidrasi rendah, yang dipakai untuk kondisi di mana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan massif seperti bendungan gravitasi yang besar. Pertumbuhan kekuatannya lebih lambat daripada semen tipe I. 5) Tipe V adalah semen Portland tahan sulfat, yang dipakai untuk menghadapi aksi sulfat yang ganas. Umumnya dipakai di daerah di mana tanah atau airnya memiliki kandungan sulfat yang tinggi. Karakteristik yang dimiliki oleh semen dipengaruhi oleh kandungan dari masing-masing bahan penyusun semen tersebut. Dengan demikian penggunaan semen dapat menyesuaikan dengan tipe semen yang ada.
16
b. Agregat Agregat merupakan salah satu bahan penyusun beton. Ukuran agregat yang digunakan adalah sebagai berikut: Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum, agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus. Batasan antara agregat halus dan agregat kasar berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian dapat diberikan batasaan ukuran antara agregat halus dan agregat kasar yaitu 4,80 mm (British Standart) atau 4,75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm (4,75 mm) dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm (4,75 mm). Agregat dengan ukuran lebih besar dari 4,80 mm dibagi menjadi dua : yang berdiameter antara 4,80 – 40 mm disebut kerikil beton dan yang lebih dari 40 mm disebut kerikil besar. (Mulyono, 2005:65) Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan penggunaan agregat dalam campuran beton menurut Mulyono (2005: 65) ada lima, yaitu : 1) Volume udara. Udara yang terdapat dalam campuran beton akan mempengaruhi proses pembuatan beton, terutama setelah terbentuknya pasta semen. 2) Volume padat. Kepadatan volume agregat akan mempengaruhi berat isi dari beton jadi. 3) Berat jenis agregat. Berat jenis agregat akan mempengaruhi proporsi campuran dalam berat sebagai kontrol. 4) Penyerapan. Penyerapan berpengaruh pada berat jenis. 5) Kadar air permukaan agregat. Kadar air pemukaan agregat berpengaruh pada penggunaan air saat pencampuran.
17
Berdasarkan ukurannya, agregat dapat dibedakan menjadi : 1) Agregat halus agregat yang semua butirnya menembus ayakan lubang 4,8 mm (SII.0052,1980) atau 4,75 mm (ASTM C33,1982) atau 5,0 (BS.812,1976). 2) Agregat kasar ialah agregat yang semua butiranya tertinggal di atas ayakan 4,8 mm (SII.0052,1980) atau 4,75 mm (ASTM C33,1982) atau 5,0 (BS.812,1976). Agregat normal menurut SII.0052 (Mulyono, 2005: 106), adalah sebagai berikut : 1) Agregat Halus a) Modulus halus butir 1,5 sampai 3,8 b) Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm) maksimum 5%. c) Kadar zat organik yang terkandung yang ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%, jika dibanding dengan warna standar/pembanding tidak lebih tua dari pada warna standar. d) Kekerasan butiran jika dibanding dengan kekerasan butir pasir pembanding yang berasal dari pasir kwarsa bangka memberikan angka tidak lebih dari 2,20. e) Kekekalan (jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 10%, dan jika di pakai magnesium sulfat, maksimum 15%).
18
2) Agregat Kasar a) Modulus halus butir 6,0 sampai 7,1. b) Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm) maksimum 1%. c) Kadar bagian yang lemah jika diuji dengan goresan batang tembaga maksimum 5%. d) Kekekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum 12% dan jika di pakai magnesium sulfat bagian ynag hancur maksimum 18%. e) Tidak bersifat reaktif terhadap alkali jika kadar alkali dalam semen sebagai Na2O lebih besar dari 0,6%. f) Tidak mengandung butiran yang panjang dan pipih lebih dari 20%.
c. Air Air pada pembuatan adukan beton berfungsi untuk mempermudah sifat pengerjaan beton atau meningkatkan kinerja (workability) beton. Jika jumlah air pada adukan itu besar/banyak, maka adukan beton menjadi encer dan dapat dikerjakan dengan mudah (kinerja tinggi). Sebaliknya, jika jumlah air pada adukan hanya sedikit, maka adukan beton menjadi kental dan akan sulit untuk dikerjakan (kinerja rendah). Jumlah air untuk campuran beton pada umumnya dihitung berdasarkan nilai perbandingan antara berat air dan berat semen Portland pada campuran adukan dan pada peraturan beton di Indonesia (PBI 1971) dikenal dengan istilah faktor air semen. Asroni (2010:6) berpendapat bahwa, “Pada umumnya makin besar nilai fas, makin besar pula jumlah air yang digunakan pada campuran beton, berarti adukan beton semakin encer dan mutu beton akan semakin turun/rendah”.
19
Sedangkan pemakaian air yang memenuhi syarat untuk beton menurut Tjokrodimuljo (2004, IV.1) adalah sebagai berikut : 1) Tidak mengandung lumpur (benda yang melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. 2) Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. 3) Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. 4) Tidak mengandung sulfat lebih dari 1 gram/liter. Maka, penggunaan air dalam adukan beton memiliki dua fungsi utama. Fungsi yang pertama adalah bereaksi dengan semen sehingga menyebabkan terjadinya pengikatan dan pengerasan. Fungsi yang kedua adalah sebagai pelicin agregat, sehingga adukan mudah untuk dikerjakan (workability).
4. Beton Serat Penggunaan serat atau fiber sebenarnya sudah sejak dahulu, misalnya jerami digunakan untuk memperkuat batu bata dan rambut kuda untuk memperkuat plesteran. Pada tahun 1900 sudah ada peneliti yang menggunakan fiber asbes dalam pasta semen. Meskipun demikian fiber baru mulai populer digunkan pada adukan beton pada akhir tahun 1950. Tjokrodimuljo (2004:XII.15) “Beton serat adalah bahan komposit yang terdiri dari beton biasa dan bahan lain serupa serat. Serat pada umumnya berupa batang-batang dengan diameter antara 5 dan 500 mikro meter dan panjang sekitar 25 mm sampai 100 mm. Bahkan serat dapat berupa : serat asbestos, serat tumbuhtumbuhan (rami, bamboo, ijuk), serat plastik (polypropylene) atau potongan kawat baja”. Mulyono (2005:317) menyatakan bahwa, “Serat nylon (poliamida) adalah serat yang dibuat dari polimer sintetik berantai panjang yang mempunyai gugusgugus amida”.
20
Dengan dimasukkannya fiber ke dalam beton maka akan didapatkan peningkatan kinerja pada beton, seperti peningkatan penyerapan energi, fracture toughness, pengurangan retak plastis pada umur awal, mengontrol retak, dan juga mengurang spalling ketika beton sudah retak. Penggunaan fiber dalam beton juga dapat meningkatakan daktalitas beton dari sifat getas menjadi lebih daktil. Keuntungan penggunaan lain adalah dapat meningkatkan beban kejut (impact resistance), ketahanan terhadap kelelahan, ketahanan terhadap pengaruh susut, dapat meningkatkan kekuatan lentur (flexural strength) dan meningkatkan kekuatan geser balok beton fiber. Seorang peneliti mengelompokkan beberapa jenis serat yang bisa digunakan dalam adukan beton, Lestari (2012: 17) menyatakan: Dalam pembagian beton serat, jenis beton serat dapat kita bedakan menjadi 2 jenis yaitu serat alami dan serat buatan. Serat alam umumnya terbuat dari bermacam-macam tumbuhan. Karena sifat umumnya mudah menyerap dan melepaskan air, serat alam mudah lapuk sehingga tidak dianjurkan digunakan pada beton mutu tinggi atau untuk penggunaan khusus. Yang termasuk serat alam antara lain rami, ijuk, jute, serabut kelapa, dan lainnya. Serat buatan umumnya dibuat dari senyawa-senyawa polimer. Mempunyai ketahanan tinggi terhadap perubahan cuaca. Mempunyai titik leleh, kuat tarik, dan kuat lentur tinggi. Digunakan untuk beton bermutu tinggi dan yang akan digunakan secara khusus. Berikut merupakan berbagai serat yang digunakan dalam beton menurut Nugraha dan Antoni (2007:333) : Tabel 2.3 Macam-macam Serat yang dapat Digunakan dalam Pembuatan Beton.
Fiber Asbestors Chrysotile Crocidolite Polypropylen e
Diameter (mm)
Berat Jenis ( 103 kg/m3)
Young's Modulus (Gpa)
Kuat Tarik (Gpa)
Perpanjangan pada Serat Putus (%)
0,02 – 20 0,1 - 2,0
2,55 3,37
164 196
3,1 3,5
2 - 3,0 2 - 3,0
20 – 200
0,09
5-10,0
0,5
10 - 20,0
21
Fiber Nylon (High Tenacity) Glass
Diameter (mm)
Berat Jenis ( 103 kg/m3)
Young's Modulus (Gpa)
Kuat Tarik (Gpa)
Perpanjangan pada Serat Putus (%)
>4
1,14
4
0,9
-15
9 - 15,0 50 – 5000
-2,6
-80
2-4,0
2,3,5
200 50
1 - 3,0 > 0,7
3 - 4,0 -1,4
Baja 7,86 Carbon 1,6 (Sumber : Nugraha dan Antoni, 2007:333)
Penggunaan fiber baja dengan modulus elastis yang tinggi akan meningkatan penyerapan energi, mengontrol retak, dan meningkatkan daktalitas beton. Penggunaan polypropylene fiber dengan ukuran kecil yang tersebar merata ke dalam beton bisa mengurangi retak plastis. Jadi masing-masing jenis fiber yang digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan akan kinerja beton yang diharapkan. Penggunaan fiber dalam beton biasanya dihitung berdasarkan persentase volume fiber di dalam beton. Terdapat kadar optimum fiber yang dapat dimasukkan ke dalam beton. Penggunaan kadar yang terlalu sedikit atau terlalu banyak tidak menghasilkan efek yang baik terhadap beton. Jika fiber yang digunakan terlalu banyak makan akan mengurangi kelecakan beton dengan sangat drastis. Beton akan sulit dipadatkan dan banyak rongga udara yang terjebak di dalamnya. Kebanyakan fiber juga akan menyebabkan balling, di mana fiber akan saling berkaitan dan membentuk bola yang sangat
berongga yang akan
mengurangi kekuatan beton. Persentase optimum fiber dapat ditentukan berdasarkan rekomendasi pabrik yang memproduksi fiber tersebut. Persentasi optimum fiber antara lain dipengaruhi oleh bentuk, aspek rasio (perbandingan antara panjang dan diameter) dan jenis material yang digunakan. Diperlukan pengujian trial mix untuk mendapatkan beton yang baik dengan kelecakan yang cukup.
22
5. Slump Mulyono (2005:188) menyatakan bahwa : “Slump ditetapkan sesuai dengan kondisi pelaksanaan pekerjaan agar diperoleh beton yang mudah dituangkan dan dipadatkan atau dapat memenuhi syarat workability”. Tabel 2.4 Slump yang Disyaratkan untuk Berbagai Konstruksi Menurut SNI 032847-2002. Pemakaian Dinding Pelat pondasi Pondasi telapak bertulang Pondasi telapak tidak bertulang Kaison Konstruksi di bawah tanah Pelat Balok Kolom Dinding Pengerasan jalan Pembetonan masal (Sumber: SNI 03-2847-2002)
Nilai Slump (cm) Maksimal Minimal 12,5 5
9
2,5
15
7,5
7,5 7,5
5 2,5
Kelecakan beton atau workability adalah kemudahan suatu campuran beton segar untuk dikerjakan dan dipadatkan. Slump test adalah pengujian paling sederhana dan yang paling sering digunakan. Karenanya kelecakan beton segar sering diidentifikasikan dengan slump-nya. Berkurangnya kelecakan akibat cuaca panas, misalnya, disebut pula sebagai slump.
Gambar 2.1 Peralatan Uji Slump. (Sumber : Mulyono, 2005:188)
23
Gambar 2.4 menunjukan peralatan yang diperlukan untuk melakukan slump test yaitu kerucut slump dengan tinggi 30 cm dengan diameter bawah 20 cm (ASTM C143), batang baja penumbuk dengan ukuran diameter 6 mm dengan panjang 60 cm dengan ujung berbentuk seperti peluru, dasar bujursangkar yang kedap air dengan lebar 50 cm, sekop kecil, cetok besi, penggaris dan kain lap pembersih. Cara pengujian menurut SNI 03-1972-1990 adalah kerucut diberdirikan diatas alas yang telah dibersihkan, kemudian beton segar dimasukkan ke dalam kerucut dengan sekop kecil, kira-kira sepertiga tinggi kerucut. Dengan menggunakan batang besi, beton ditumbuk sebanyak 25 kali sampai dasar. Tambahkan lapisan kedua, tumbuk 25 kali dengan batang besi hingga sedikit menyentuh lapisan pertama (bukan lapisan dasar). Hal ini dilakukan sama untuk lapisan yang ketiga. Setelah lapisan ketiga selesai ditumbuk, permukaan atas kerucut diratakan dengan cetok besi dan kelebihan beton dibersihkan. Selanjutnya keruncut diangkat k ke atas dengan memegang kupingan dalam waktu 5-7 detik secara perlahan. Nilai slump didapat dengan mengukur perbedaan tinggi antara keruncut dan beton segar. Misalnya perbedaan tingginya adalah 5 cm, maka nilai slump dari beton segar tersebut adalah 5 cm. Nilai slump bisa bervariasi dari nol untuk campuran yang kaku, sampai runtuh total untuk beton yang sangat cair. Bila tidak terjadi crumbling atau collapse maka slump adalah indikasi kelembutan (softness) sebagai lawan kekakuan (stiffness) dari campuran. Runtuh (collapse) sering terjadi pada beton yang kekurangan pasir (lean), menandakan rendahnya kohesi dan rendahnya kemampuan beton segar untuk berdeformasi plastis. (Mulyono, 2005:188). Uji slump berguna untuk mengecek adanya perubahan dari kadar air, bila material dan gradasi agregat adalah seragam. Bila jumlah air adalah konstan dan kadar lengas agregat juga konstan maka slump test berguna untuk menunjukkan adanya perbedaan pada gradasi atau adanya perbandingan berat yang salah.
24
Kelemahan slump adalah tidak dapat mengukur kelecakan campuran beton yang kaku. Untuk beton yang kaku, lebih tepat bila menggunakan uji faktor kepadatan (compacting factor test).
Gambar 2.2 Macam-macam Bentuk Slump. (Sumber : Nugraha dan Antoni, 2007: 245)
6. Berat Jenis Sesuai dengan SNI 03-2834-1992, beton normal adalah beton yang mempunyai berat isi antara 2200 kg/m3 sampai dengan 2500 kg/m3 dengan bahan penyusun air, pasir, semen Porland dan batu alam baik yang dipecah atau tidak, tanpa menggunakan bahan tambahan. Agregat dalam bahan penyusun beton paling berpengaruh terhadap berat beton yang tinggi. Beton normal biasanya menggunakan agregat normal yaitu agregat yang berat jenisnya antara 2,5 kg/m3 sampai 2,7 kg/m3. Jenis-jenis beton menurut berat jenisnya dan macam-macam pemakaiannya dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.5 Beberapa Jenis Beton Menurut Berat Jenisnya. Jenis Beton
Berat Jenis (Kg/m3) Beton sangat ringan < 1,00 Beton ringan 1,00 – 2,00 Beton normal (biasa) 2,30 – 2,40 Beton berat >3,00 (Sumber : Tjokrodimuljo, 2004:VII-7)
Pemakaian Non struktur Struktur ringan Struktur Perisai sinar X
25
7. Kuat Tekan “Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Walaupun dalam beton terdapat tegangan tarik yang kecil, diasumsikan bahwa semua tegangan tekan didukung oleh beton tersebut. Penentuan kekuatan tekan dapat dilakukan dengan menggunakan alat uji tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur uji ASTM C-39 atau kubus dengan prosedur BS-1881 Part 115; Part 116 pada umur 28 hari”. (Mulyono 2005:9) Berikut merupakan prosedur dan penjelasan uji kuat tekan beton (ASTM C-39): Paling penting, kuat yang lain seperti lentur, tarik, lekatan dapat diperkirakan dari uji kuat tekan beton. Bentuk benda uji dapat berupa kubus, silinder dan prisma, pemilihan bentuk spesimen ini akan berpengaruh terhadap hasil pengukuran karena pola keruntuhan masing-masing bentuk berbeda. Rumus yang digunakan untuk mencari kuat tekan adalah : fc ′ =
P a fck
fc ′ = (0,76 + 0,2 log ( 15 )) 𝑓𝑐𝑘 Dimana,
fc’ adalah kuat tekan silinder (MPa) Fck adalah kuat tekan kubus (MPa).
Kecepatan pembebanan : Makin lambat benda uji dibebani makan akan didapat kekuatan yang lebih tinggi karena adanya creep. Dengan memberikan tegangan normal tekan pada silinder maka akan terjadi perpanjangan (kontraksi) lateral. Bila secara teoritis kita bebani (misalnya plat tepi kita buat licin sehingga tidak ada gesekan), maka pola keruntuhan adalah garis vertikal. Ini disebabkan karena beton terlebih dulu hancur akibat regangan lateral dari pada keruntuhan longitudinalnya.
26
Gambar 2.3 Pola Keruntuhan pada Silinder Beton. (Sumber : Mulyono, 2005:9) Namun dengan adanya plat tepi, bagian-bagian tepi tidak dapat memanjang secara lateral dengan bebas, karena adanya gesekan antara silinder dengan plat tepi. Akibat adanya gesekan tersebut, pola keruntuhan menjadi sebagai berikut :
Gambar 2.4 Pola Keruntuhan pada Kubus Beton. (Sumber : Mulyono, 2005: 9)
Terlihat bagian-bagian yang masih bebas untuk mengembang secara lateral yang akan terlepas sendiri, sedangkan tersisa 2 limas (menurut penyelidikan tinggiya
√3 2
𝑑 ) di bagian tepi yang tidak ikut perpanjangan lateral. Apabila kita
memakai spesimen kubus sebagai benda uji, maka limas-limas tersebut secara teoritis akan berhimpitan satu sama lain.
27
Akibatnya, kokoh tekan kubus menjadi lebih tinggi daripada kokoh tekan silinder. Untuk benda uji ndengan tinggi d bebas dari pengaruh gaya gesek. Sedangkan untuk benda uji dengan tinggi < 1,5 d maka kekokohan akan semakin besar. Pengujian kuat tekan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kekuatan beton mampu menanggung beban tekan.
8. Kuat Lentur Menurut SNI 03-4154-1996, “Kuat lentur adalah nilai tegangan tarik yang dihasilkan dari momen lentur dibagi dengan momen penahan penampang balok uji”.
Gambar 2.5 Uji Kuat Lentur dengan Pembebanan Terpusat. (Sumber: SNI 03-4154-1996) Benda uji yang digunakan berbentuk balok dengan dimensi 150 x 150 x 600 mm. Pengujian kuat lentur menggunakan satu titik pembebanan. Dengan demikian untuk mencari nilai kuat lenturnya ditentukan dengan rumus : 3𝑃𝐿
𝐹𝑙 = 2 𝑏 𝑑2
28
9. Hasil Penelitian yang Relevan Berbagai penelitian telah dilakukan yaitu pemanfaatan berbagai jenis cacahan plastik dengan berbagai bentuk dan ukuran. Cacahan plastik yang digunakan merupakan bahan tambah untuk beton serat. Cacahan plastik merupakan serat yang memiliki ciri-ciri mendekati ciri-ciri yang dimiliki oleh serat banner yang digunakan. Oleh karena itu peneliti mengambil beberapa penelitian yang relevan sebagai sumber literatur penelitian yang berkaitan dengan penggunaan limbah plastik dengan berbagai bentuk dan ukuran. Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan adalah: a. Wiji Lestari
(2012),
melakukan
penelitian dengan judul
“Pengaruh
Penambahan Potongan Botol Polytylene Terephthalate (PET) dengan Bentuk Potongan Memanjang terhadap Kuat Tarik Beton Serat”. Penelitian ini menunjukkan hasil pengujian beton yang telah mengeras dengan penambahan potongan botol plastik (PET) optimum pada variasi 0,5% dengan kuat tarik sebesar 2,17 dengan fc 20 MPa. Simpulan dalam penelitian ini adalah pada berat jenis tidak ada pengaruh dengan penambahan potongan botol plastik, sedangkan penambahan potongan botol plastik berpengaruh secara signifikan terhadap kuat tarik dan nilai slump beton serat. b. Bambang Mahendya (2008), melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Limbah botol Plastik (PET) Sebagai Campuran Beton untuk Meningkatan Kapasitas Tarik Belah dan Geser”, dengan bentuk serat persegi dan segitiga. Penelitian ini menunjukkan hasil pengujian beton yang telah mengeras dengan penambahan limbah botol plastik optimum sebesar 0,5% terjadi peningkatan kuat tarik belas sebesar 24,44% pada umur 7 hari, sedangakan umur 28 hari peningkatan optimum 0,7% yaitu sebesar 19,39%. Pada kuat geser peningkatan optimum terjadi pada 0,5% yaitu sebesar 37,19%.
29
c. Wahyu Kartini (2007), melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Serat Polypropylene untuk Meningkatkan Kuat Tarik Belah Beton”. Dari penelitian ini didapatkan bahwa untuk campuran beton mutu normal dan mutu tinggi mempunyai dosis penambahan efektif pada 0,9 Kg/m3. Peningkatan kuat tarik belah yang terjadi pada beton normal sebesar 3,17% dibanding beton tanpa fiber dan beton mutu tinggi mengalami peningkatan sebesar 5,76% disbanding beton tanpa fiber.
B. Kerangka Berpikir Potongan limbah berupa banner dapat digunakan sebagai serat dalam beton. Serat potongan banner ini dapat menahan lentur yang terjadi pada beton, sehingga kuat lentur beton yang dihasilkan akan lebih tinggi dibandingkan dengan beton biasa. Serat dicampurkan kedalam beton secara acak. Serat potongan banner berupa potongan-potongan lurus dengan ukuran panjang 2,5 -10 cm, lebar 0,5 cm. Serat tidak berkarat dan tidak membusuk sehingga sangat awet jika dicampur kedalam beton. Daya dukung beton terhadap gaya tarik sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan yang digunakan dalam campuran, sehingga perlu dilakukan pengujian agregat. Pengujian agregat dimaksudkan untuk mendapatkan beton dengan kualitas baik.Jika campuran beton memakai berbagai variasi persentase potongan banner, semakin besar persentase yang digunakan maka semikin besar pula kuat lentur beton yang dihasilkan. Begitu pula jika persentase penambahan banner kecil, maka semakin kecil pula kuat lentur beton yang dihasilkan. Berdasarkan uraian di atas ditentukan variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini. Variabel bebas yang dimaksud adalah variasi penambahan potongan banner, sedangkan kuat tekan, kuat lentur, dan berat jenis beton sebagai variabel terikat. Untuk lebih jelasnya hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat dalam gambar 2.6.
30
Y1 X
Y2 Y3
Gambar 2.6 Paradigma Penelitian. (Sumber : Sugiyono, 2015: 4) Dalam paradigma ini X sebagai variabel bebas yaitu penambahan potongan banner. Sedangkan Y1 adalah nilai berat jenis, Y2 adalah kuat tekan beton, Y3 adalah kuat lentur beton. Y1, Y2, dan Y3 sebagai variabel terikat akibat adanya variabel bebas. C. Hipotesis Berdasarkan landasan teori dari kerangka pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1.
Ada pengaruh variasi persentase potongan banner terhadap nilai berat jenis beton serat, dimana semakin besar persentase penambahan potongan banner semakin tinggi berat jenis beton yang dihasilkan.
2.
Ada pengaruh variasi persentase potongan banner terhadap kuat tekan beton serat, dimana semakin besar persentase penambahan potongan banner semakin tinggi kuat lentur beton yang dihasilkan.
3.
Ada pengaruh variasi persentase potongan banner terhadap kuat lentur beton serat, dimana semakin besar persentase penambahan potongan banner semakin tinggi kuat tekan beton yang dihasilkan.
4.
Ada nilai optimum persentase penambahan potongan banner terhadap kuat tekan beton maksimum.
5.
Ada nilai optimum persentase penambahan potongan banner terhadap kuat lentur beton maksimum.