BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Kajian Tentang Tunalaras a. Pengertian Tunalaras Anak tunalaras sering diartikan sebagai anak yang memiliki perilaku menyimpang, nakal, dan senang melanggar norma-norma yang ada, baik di lingkungan rumah, sekolah, maupun masyarakat, sehingga sering mendapat label nakal oleh orang-orang di sekitarnya. Berdasarkan dokumen kurikulum SLB bagian E tahun 1977 dalam Kosasih (2012:158), yang disebut tunalaras adalah : 1) Anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan tingkah laku sehingga tidak atau kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. 2) Anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang berlaku di masyarakat. 3) Anak yang melakukan kejahatan. Sedangkan menurut Meimulyani dan Caryato (2013), “Istilah tunalaras berasal dari kata tuna dan laras. Tuna berarti kurang, laras berarti sesuai. Jadi anak tunalaras anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungan.” Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Hallahan dan Kauffman (2006) dalam Pratiwi dan Murtiningsih (2013:58) bahwa, “Anak tunalaras dikatakan sebagai anak-anak yang sulit untuk diterima dalam berhubungan secara pribadi maupun sosial karena memiliki perilaku ekstrem yang sangat bertentangan dengan norma sekitar. Perilaku ini bisa datang secara tidak langsung dan disertai dengan gangguan emosi yang tidak menyenangkan bagi orang di sekitarnya.” Hal serupa juga disampaikan oleh Anderson (2012:26) yang berpendapat bahwa, “Emotional and behavioural disorder means a disability that is characterized by behavioural or emotional responses in school programmes so
8
9
different from the appropriate age, cultural, or ethnic norms that the responses adversely affect educational performance, including academic, social, vocational or personal skills.” Menurut beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa anak tunalaras merupakan anak yang mengalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungannya serta melanggar norma-norma yang ada di masyarakat dan melakukan tindak kejahatan yang menyebabkan anak sulit untuk diterima dalam berhubungan secara pribadi maupun sosial.
b. Penyebab Anak Tunalaras Putranto (2015:221) membagi penyebab tunalaras menjadi dua faktor, yaitu: 1) Faktor Internal, faktor ini berhubungan dengan hal-hal yang secara langsung berhubungan dengan kondisi individu, yaitu sebagai berikut : (a) Memiliki kecerdasan rendah atau kurang mampu mengikuti tuntutan sekolah (b) Adanya gangguan atau kerusakan pada otak (brain damage) (c) Memiliki gangguan kejiwaan bawaan (d) Rasa frustasi yang terus menerus 2) Faktor Eksternal, faktor ini berasal dari luar individu, terutama lingkungan, yaitu sebagai berikut : (a) Kemampuan sosial dan ekonomi rendahadanya (b) Konflik budaya, yaitu adanya perbedaan pandangan antara kondisi sekolah dengan kebiasaan keluarga. (c) Adanya pengaruh negative dari geng atau kelompok tertentu (d) Kurangnya kasih sayang orangtua karena kehadirannya tidak diharapkan (e) Kondisi keluarga yang tidak harmonis (broken home) Pendapat hampir serupa juga dikatakan oleh Patton (1991) dalam Efendi (2006:148) yang menyebutkan bahwa, “Secara umum penyebab terjadinya ketunalarasan dapat diklasifikasikan, yaitu (1) faktor penyebab bersifat internal, dan (2) faktor penyebab yang bersifat eksternal. Faktor penyebab internal adalah
10
faktor-faktor yang langsung berkaitan dangan kondisi individu itu sendiri, seperti keturunan, kondisi fisik dan psikisnya. Sedangkan faktor penyebab eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu terutama lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah.” Sedangkan
menurut
Sigmund
Freud
dalam
Kosasih
(2012:169)
menjelaskan bahwa : Ketunalarasan disebabkan oleh pengalaman anak pada usia dini atau awal. Pengalaman tidak menyenangkan pada usia awal mengakibatkan anak menjadi tertekan dan secara tidak disadari berpengaruh pada penyimpangan perilaku. Hubungan interaksional dan transaksional menyebabkan saling mempengaruhi antara anak dan orang tua sehingga jika pada anak terdeteksi mengalami masalah kelainan perilaku dapat dialamatkan pada orangtuanya. Orangtua yang lemah dalam menegakkan disiplin anak, dapat menumbuhkan perilaku yang menyimpang seperti agresif atau kejahatan lainnya. Berdasarkan pendapat para di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyebab anak tunalaras adalah: 1) Faktor internal, yang dapat berupa keturunan maupun kondisi fisik serta psikisnya. 2) Faktor eksternal, yang dapat berupa lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah, serta pengalaman tidak menyenangkan yang dialami anak pada saat usia dini.
c. Klasifikasi Anak Tunalaras Menurut Kosasih (2012:158), jika dilihat dari pemicu tumbuhnya perilaku yang menyimpang, anak tunalaras dapat diklasifikasikan sebagai, 1) Penyimpangan tingkah laku ekstrem sebagai bentuk kelainan emosi 2) Penyimpangan tingkah laku sebagai bentuk kelainan penyesuaian sosial Sedangkan menurut William M.C. (1975) dalam Meimulyani dan Caryoto (2013), klasifikasi tunalaras antara lain :
11
1) Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial a) The semi-socialize child, anak yang termasuk dalam kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu. Misalnya, keluarga atau kelompoknya b) Children arrested at a primitive level of socialization, anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya, berhenti pada level atau tingkatan yang rendah c) Children with minimum socialization capacity, anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial 2) Anak yang mengalami gangguan emosi a) Neurotic behavior, anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain akan tetapi mereka mempunyai masalah pribadi yang tidak mampu diselesaikannya b) Children with psychotic processes, anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus Kemudian menurut Pratiwi dan Murtiningsih (2013:60), berikut klasifikasi ketunalarasan yang bisa digolongkan menjadi dua hal secara umum, yaitu penggolongan menurut jenis gangguan yang dialami dan kadar ketunalarasannya. 1) Penggolongan menurut gangguan yang dialami a) Gangguan emosi Beberapa gangguan emosi yang sering kali dialami oleh anak tunalaras, antara lain: (1) Sering merasa ketakutan tanpa sebab (2) Kekhawatiran dan dan ketakutan yang berlebihan terhadap satu objek atau keadaan tertentu (3) Terlihat gugup dan cemas
12
(4) Memiliki sifat iri dan dengki (5) Merusak benda tanpa sebab b) Gangguan sosial 2) Penggolongan menurut kadar ketunalarasannya a) Tunalaras ringan Anak-anak yang memiliki gejala tunalaras dalam kadar ringan biasanya masih bisa berhubungan dengan orang lain. Meskipun dalam hubungan tersebut mereka sulit mengembangkan empati dan simpati. Gangguan emosi membuat mereka kadangkala curiga dan mempunyai pikiran negative bahkan kepada teman yang cukup dekat. Namun demikian, kecenderungan untuk berbeda pendapat dengan orang lain serta melakukan tindakan ekstrem tidaklah berlebihan. b) Tunalaras sedang Anak-anak tunalaras berkadar sedang sudah mulai memikirkan cara untuk menyakiti dan melukai orang yang tidak disukainya. Beberapa aturanpun mulai dilanggar dari mulai aturan di sekolah, berlalu lintas, hingga tindak pidana ringan seperti mencuri dan mencopet. Anakanak ini memiliki gangguan emosi yang cukup berat, mudah marah, suka tersinggung, berkata kasar, dan mulai sulit dididik dengan baik. c) Tunalaras berat Anak tunalaras berkadar berat memiliki karakteristik yang sangat tidak normative dan melanggar aturan hukum. Bukan hanya emosi tidak stabil yang membuat mereka tega menyakiti sesama, melainkan pula tindakan brutal sampai bisa menghabisi nyawa. Kenakalan yang dilakukan sudah bukan lagi ada di tingkat keluarga dan sekolah, bisa jadi anak-anak ini sudah dikeluarkan dari sekolah karena tidak menaati aturan. Mereka sudah mengganggu masyarakat umum, melakukan segala tindak pidana, dan sulit untuk diberi pemahaman dan diarahkan ke jalan kebaikan.
13
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengklasifikasian anak tunalaras dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu: 1) Penggolongan menurut gangguan yang dialami a) Anak dengan gangguan atau kelainan emosi (1) Neurotic behavior (2) Children with psychotic processes (3) Sering merasa ketakutan tanpa sebab (4) Kekhawatiran dan dan ketakutan yang berlebihan terhadap satu objek atau keadaan tertentu (5) Terlihat gugup dan cemas (6) Memiliki sifat iri dan dengki (7) Merusak benda tanpa sebab b) Anak dengan gangguan atau kelainan sosial (1) The semi-socialize child (2) Children arrested at a primitive level of socialization (3) Children with minimum socialization capacity 2) Penggolongan menurut kadar ketunalarasannya a) Tunalaras Ringan Anak-anak yang memiliki gejala tunalaras dalam kadar ringan biasanya masih bisa berhubungan dengan orang lain meski sulit mengembangkan empati dan simpati. b) Tunalaras Sedang Anak-anak tunalaras berkadar sedang sudah mulai memikirkan cara untuk menyakiti dan melukai orang yang tidak disukainya serta melanggar peraturan yang ada. c) Tunalaras Berat Anak tunalaras berkadar berat memiliki karakteristik yang sangat tidak normative dan melanggar aturan hukum.
14
d. Karakteristik Anak Tunalaras Secara fisik anak tunalaras hampir tidak memiliki perbedaan dengan anak pada umumnya. Namun terdapat beberapa ciri-ciri atau karakteristik yang dapat diperhatikan untuk membedakannya dari anak-anak pada umumnya. Menurut Moerdiani (1987) dalam Efendi (2006:156), “Beberapa ciri yang tampak menonjol pada kepribadian anak tunalaras, antara lain (1) kurang percaya diri, (2) menunjukkan sikap curiga pada orang lain, (3) selalu dihinggapi perasaan rendah diri atau sebaliknya, (4) selalu menunjukkan permusuhan terhadap orang lain, (5) suka melawan otoritas, (6) suka mengisolasi diri, (7) kecemasan atau ketakutan yang berlebihan, (8) tidak memiliki ketenangan jiwa, (9) beberapa diantaranya hiperaktif, dan (10) sering melakukan bentrokan atau perkelahian.” Sedangkan menurut Stratton dan Reid (2003:133), “Children with conduct problems often have language delays and a limited vocabulary for expressing their feelings, which contribute to their difficulties in regulating emotional responses.” Muhammad (2008:131) juga menambahkan, ciri-ciri anak yang mengalami gangguan emosi antara lain, 1) Tidak dapat berbicara dengan fasih walaupun telah mencapai usia yang cukup untuk mampu berbicara 2) Prestasi kognitif kurang baik 3) Perkembangan sosial yang tidak baik 4) Menunjukkan tingkah laku yang hiperaktif 5) Suka mengganggu orang lain 6) Suka membelokkan pembicaraan 7) Suka menyendiri sering melamun 8) Pemarah 9) Kurang sabar 10) Sering merasa gelisah
15
Sedangkan menurut Eli M. Bower (1981) dalam Pratiwi dan Murtiningsih (2013:58), karakteristik anak tunalaras adalah memenuhi salah satu atau lebih sikap dan perilaku sebagai berikut. 1) Ketidakmampuan untuk belajar, padahal secara intelektual setara dan kesehatan tidak ada masalah. 2) Memiliki hubungan yang buruk dengan guru dan teman-temannya. 3) Memiliki pemikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak pada tempatnya. 4) Keadaan pervasive, sedih, dan depresi. 5) Terdapat gejala-gejala fisik, yaitu kesakitan dan ketakutan terhadap orang lain atau lembaga sekolah. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak tunalaras antara lain: 1) Kurang percaya diri 2) Prestasi rendah atau tidak mampu untuk belajar 3) Kesilitan dalam bersosialisasi, baik dengan guru maupun teman-temannya 4) Menunjukkan perilaku hiperaktif 5) Pemarah dan kurang sabar 6) Mengganggu atau menunjukkan permusuhan dengan orang lain 7) Memiliki perasaan depresi, gelisah, serta kecemasan atau ketakutan yang berlebihan
2. Kajian Tentang Prestasi Belajar IPS Materi Kegiatan Ekonomi a. Pengertian Prestasi Belajar Secara umum, prestasi atau hasil belajar merupakan target atau tujuan yang ingin dicapai oleh seorang pelajar setelah melakukan kegiatan belajar. Dan hal tersebut penting karena untuk melihat sejauh mana seorang pelajar menguasai materi yang telah diajarkan guru.
16
Menurut Juliah (2004) dalam Jihad dan Haris (2012:15), “Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya.” Sedangkan menurut Reigeluth (1983) dalam Suprihatiningrum (2014:37), “Hasil belajar adalah suatu kinerja yang diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh.” Sedangkan menurut Winkel (1996:226) dalam Sunarto (2009), “Prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian prestasi belajar adalah suatu kemampuan yang diperoleh dan dimiliki oleh seorang anak akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya dan merupakan bukti keberhasilan atas usaha-usaha belajarnya.
b. Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Dalam proses belajar banyak faktor yang mempengaruhi baik buruknya peroleha prestasi belajar seseorang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut pendapat Syah dalam Tripangesthi (2014:14), yaitu: 1) Faktor internal adalah faktor yang datangnya dari individu siswa, meliputi: faktor fisik (jasmaniah) dan faktor psikologis (kejiwaan) 2) Faktor eksternal adalah faktor yang datangnya dari luar individu siswa, meliputi: faktor lingkungan sosial, faktor lingkungan non-sosial, faktor pendekatan belajar Sunarto (2009) juga menambahkan, faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu : 1) Faktor intern a) Kecerdasan
17
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Adakalanya perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawan sebayanya. b) Bakat Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya sehubungan dengan bakat ini dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi tertentu. Dalam proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik. Apalagi seorang guru atau orang tua memaksa anaknya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya maka akan merusak keinginan anak tersebut. c) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai
beberapa
kegiatan.
Kegiatan
yang
dimiliki
seseorang
diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang. pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya. d) Motivasi Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan
18
belajar. Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran. Untuk membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar secara aktif. 2) Faktor ekstern a) Keadaan keluarga Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar. Orang tua harus menaruh perhatian yang serius tentang cara belajar anak di rumah. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar. b) Keadaan sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan siswa kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. c) Lingkungan masyarakat lingkungan
alam
sekitar
sangat
besar
pengaruhnya
terhadap
perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu berada.
19
Selain
itu,
Slameto
(2010:54)
berpendapat
bahwa
faktor
yang
mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : 1) Faktor intern a) Faktor jasmaniah (1) Faktor kesehatan Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan/kelainan-kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya. (2) Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Siswa yang cacat, belajarnya akan terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu. b) Faktor psikologis (1) Intelegensi Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Intelegensi yang tinggi tidak selalu menjamin keberhasilan belajar anak, karena belajar merupakan suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan intelegensi hanya merupakan salah satu faktor saja. (2) Perhatian Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar.
20
(3) Minat Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. (4) Bakat Bakat adalah kemampuan untuk belajar dan bakat juga mempengaruhi belajar. Hal tersebut karena jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pasti selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu. (5) Motif Motif erat hubungannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Motif yang kuat sangatlah perlu dalam belajar, di dalam membentuk motif yang kuat itu dapat dilaksanakan dengan adanya latihan-latihan/kebiasaankebiasaan
dan
pengaruh
lingkungan
yang
memperkuat,
jadi
latihan/kebiasaan itu sangat perlu dalam belajar. (6) Kematangan Kematangan adalah fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alatalat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. Kematangan belum berarti anak dapat melaksanakan kegiatan secara terus menerus, untuk itu diperlukan latihan-latihan dan pelajaran. (7) Kesiapan Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
21
c) Faktor kelelahan Kelelahan pada seseorang dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa kelelahan itu mempengaruhi belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan.
2) Faktor ekstern a) Faktor keluarga (1) Cara orang tua mendidik Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya. Orang tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan anaknya dapat menyebabkan anak tidak/kurang berhasil dalam belajarnya. Begitu pula sebaliknya, mendidik anak dengan cara memanjakannya adalah cara mendidik yang tidak baik. Selain itu, mendidik anak dengan cara memperlakukannya terlalu keras juga merupakan cara mendidik yang salah. (2) Relasi anggota keluarga Relasi antara anak dengan orang tua, saudara, dan anggota lainnya mempengaruhi belajar anak. Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih saying, disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman-hukuman untuk mensukseskan belajar anak sendiri. (3) Suasana rumah
22
Suasana rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga dimana anak berada dan belajar. Suasana rumah juga merupakan faktor yang penting yang tidak termasuk faktor yang disengaja. Suasana rumah yang tidak kondusif menyebabkan anak menjadi bosan di rumah, suka keluar rumah, akibatnya belajarnya kacau. Agar anak dapat belajar dengan baik perlulah diciptakan suasana rumah yang tenang dan tenteram. (4) Keadaan ekonomi keluarga Anak yang hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokoknya menjadi kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu, sehingga belajar anak juga terganggu. Sebaliknya keluarga yang kaya raya, orang tua sering mempunyai kecenderungan untuk memanjakan anak. anak hanya bersenang-senang dan berfoya-foya, akibatnya anak kurang dapat memusatkan perhatiannya kepada belajar. (5) Pengertian orang tua Anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya, membantu sedapat mungkin kesulitan yang dialami anak di sekolah. (6) Latar belakang kebudayaan Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaankebiasaan yang baik, agar mendorong semangat anak untuk belajar. b) Faktor sekolah (1) Metode mengajar Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode belajar harus diusahakan yang setepat, efisien dan efektif mungkin.
23
(2) Kurikulum Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran
itu.
Bahan
pelajaran
mempengaruhi
belajar
siswa.
Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap belajar. (3) Relasi guru dengan siswa Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut juga dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Jadi cara belajar siswa juga dipengaruhi oleh relasinya dengan gurunya. (4) Relasi siswa dengan siswa Menciptakan relasi yang baik antarsiswa adalah perlu, agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa. (5) Disiplin sekolah Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar. Banyak sekolah yang dalam pelaksanaan disiplin kurang, sehingga mempengaruhi sikap siswa dalam belajar, kurang bertanggung jawab, karena bila tidak melaksanakan tugas, toh tidak ada sangsi. Dengan demikian agar siswa belajar lebih maju, siswa harus disiplin dalam belajar baik di sekolah, di rumah, dan di perpustakaan. (6) Alat pelajaran Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik serta dapat belajar dengan baik pula. (7) Waktu sekolah waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi hari, siang, sore/malam hari. Waktu
24
sekolah juga mempengaruhi belajar siswa. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh yang positif terhadap belajar. (8) Standar pelajaran di atas ukuran Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing. Yang penting tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai. (9) Keadaan gedung Dengan jumlah siswa yang banyak serta variasi karakteristik mereka masing-masing menuntut keadaan gedung dewasa ini harus memadai di dalam setiap kelas. (10) Metode mengajar Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa itu. Juga dalam pembagian waktu untuk belajar agar siswa tidak kelelahan. Maka perlu belajar dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar. (11) Tugas rumah Waktu belajar terutama adalah di sekolah, di samping untuk belajar waktu di rumah biarlah digunakan untuk kegiatan-kegiatan lain. Maka diharapkan guru jangan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah, sahingga anak tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan yang lain. c) Faktor masyarakat (1) Kegiatan siswa dalam masyarakat Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak, belajarnya akan terganggu. Perlulah kiranya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat supaya jangan sampai mengganggu belajarnya.
25
(2) Mass media Mass media adalah semua yang ada dan beredar dalam masyarakat. Mass media yang baik memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga terhadap belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga berpengaruh jelek terhadap siswa. Maka perlulah kiranya siswa mendapatkan bimbingan dan control yang cukup bijaksana dari pihak orang tua dan pendidik, baik di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. (3) Teman bergaul Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu pula sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk juga. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlulah diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baikbaik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus cukup bijaksana. (4) Bentuk kehidupan masyarakat Adalah perlu untuk mengusahakan lingkungan yang baik agar dapat memberi pengaruh yang positif terhadap anak/siswa sehingga dapat belajar dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar antara lain: 1) Faktor internal Faktor yang berasal dari dalam individu yang meliputi kondisi jasmani berupa kesehatan dan kondisi fisik anak serta kondisi psikologis berupa intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, serta kesiapan anak. 2) Faktor eksternal Faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi faktor keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua serta latar belakang kebudayaan
26
keluarga. Selain itu, faktor sekolah berupa metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode mengajar serta tugas rumah juga mempengaruhi prestasi anak. selain itu juga, faktor dari lingkungan masyarakat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, serta bentuk kehidupan masyarakat juga memberikan pengaruh dalam prestasi anak.
c. Pengertian IPS Dalam pembelajaran di sekolah terdapat berbagai macam pelajaran yang diajarkan kepada para siswa guna menghadapi kehidupan mereka setelah dewasa kelak. Salah satu pelajaran yang diajarkan tersebut adalah pelajaran IPS atau Ilmu Pengetahuan Sosial. Menurut Edgar Wesley (1937) dalam Sapriya (2014:9), “The social studies are the social sciences simplified for pedagogical purposes” Sedangakn menurut NCSS (National Council for the Social Studies) (1993) dalam Sapriya (2014) menjelaskan bahwa, Social studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, social studies provides coordinated systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizens of a culturally diverse, democratic society in a interdependent world. Menurut Moeljono Cokrodikardjo dalam Sofa (2010), “IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi budaya, psikologi, sejarah, geokrafi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi
27
manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian IPS adalah program pendidikan yang terintegrasi dari ilmu sosial dan humaniora yang pokoknya mempersoalkan manusia dan lingkungan alam fisik maupun sosial yang bertujuan untuk membantu mengembangkan kemampuan membuat keputusan untuk kepentingan publik yang bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial, antara lain: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, ilmu politik, hokum, filosofi dan psikologi yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.
d. Tujuan Mata Pelajaran IPS Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 tercantum bahwa tujuan IPS adalah : 1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. 2) Memilki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. 3) Memilki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. 4) Memilki
kemampuan
untuk
berkomunikasi,
bekerjasama
dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global. Sedangkan menurut pendapat Gross (1978) dalam Solihatin dan Raharjo (2011:14) menyebutkan bahwa, “Tujuan pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan mahasiswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupan di masyarakat”
28
Sofa (2010) menambahkan bahwa tujuan kurikuler IPS yang harus dicapai sekurangkurangnya meliputi hal-hal berikut : 1) Membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan masyarakat 2) Membekali
peserta
didik
dengan
kemapuan
mengidentifikasi,
menganalisa dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat 3) Membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian 4) Membekali peserta didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif, dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian kehidupannya yang tidak terpisahkan 5) Membekali
peserta
didik
dengan
kemampuan
mengembangkan
pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembagan kehidupan, perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu dan teknologi Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari mata pelajaran IPS yaitu mempersiapkan siswa agar menjadi warga negara yang baik yang mengenal konsep kehidupan bermasyarakat, mampu berpikir logis dan kritis dalam memecahkan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat, sadar dan berkomitmen terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, mampu berkomunikasi dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, serta mampu mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembagan kehidupan, perkembangan masyarakat, dan perkembangan ilmu dan teknologi
e. Pengertian Kegiatan Ekonomi Menurut KBBI, kegiatan berasal dari kata giat yang berarti rajin, sungguhsungguh, kemudian mendapatkan awalan ke-berubah menjadi kata kerja yaitu
29
kegiatan yang memiliki makna aktivitas atau usaha. Sedangkan secara etimologi, ekonomi berasal dari kata Oikos yang berarti rumah tangga, dan Nomos yang berarti mengatur. Jadi secara bahasa ekonomi berarti ilmu yang mengatur rumah tangga. Dari pengertian tersebut maka kegiatan ekonomi adalah aktivitas atau usaha yang dilakukan untuk mengatur keadaan rumah tangganya. Sedangkan menurut Radjiman dan Triyono (2009:111) “Kegiatan ekonomi adalah kegiatan-kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi.” Sedangkan menurut Soenarjo dan Munajat (2009:81), “Kegiatan ekonomi adalah usaha dan kegiatan manusia yang dilakukan guna memenuhi kebutuhan hidupnya.” Pendapat lain dikemukakan oleh Muh. Nurdin, dkk (2008:251) dalam Santoso (2013:30) yang menyebutkan bahwa, “Kegiatan ekonomi adalah segala bentuk kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang beragam. Kegiatan ekonomi yang utama, dapat dibedakan menjadi tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi.” Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan ekonomi adalah kegiatan atau aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang beragam.
f. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas IV SLB-E Bhina Putera Surakarta Tabel 2.1 SK dan KD Mata Pelajaran IPS Kelas IV SLB-E Bhina Putera Surakarta
30
Kelas IV, Semester 1 Standar Kompetensi 1. Memahami sejarah, kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di lingkungan
Kompetensi Dasar 1.1. Membaca peta/atlas/globe tentang lingkungan setempat (kabupaten/kota, provinsi) 1.2. Mendeskripsikan kenampakan alam di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi dari peta/atlas/globe 1.3. Menceritakan kembali jenis dan persebaran
kabupaten/kota dan
sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk
provinsi.
kegiatan ekonomi di lingkungan setempat 1.4. Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya setempat (kabupaten/kota, provinsi) 1.5. Menghargai berbagai peninggalan sejarah setempat dan menjaga kelestariannya
Kelas IV, Semester 2 Standar Kompetensi 2. Mengenal sumber
Kompetensi Dasar 2.1. Mengidentifikasi aktivitas ekonomi yang terkait
daya alam, kegiatan
dengan pemanfaatan alam dan potensi kekhasan
ekonomi, dan
daerah
kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
2.2. Menceritakan pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat 2.3. Mendeskripsikan perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi 2.4. Menceritakan pengalaman menggunakan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi
31
3. Kajian Tentang Metode Belajar Outdoor Study a. Pengertian Metode Belajar Outdoor Study Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan dimana seorang guru menyampaikan pengetahuan yang dia miliki kepada muridnya agar dapat digunakan di kehidupannya. Proses tersebut dapat dikatakan berhasil bila murid dapat memahami dan menggunakan ilmu yang disampaikan oleh guru. Keberhasilan proses belajar mengajar tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya yaitu metode belajar yang digunakan oleh guru. Terdapat banyak metode belajar yang telah dikembangkan oleh para ahli di dunia, dan salah satu metode yang dapat digunakan yaitu metode belajar outdoor study. Menurut Komarudin dalam Husamah (2013:19) berpendapat bahwa, “Outdoor learning merupakan aktivitas luar sekolah yang berisi kegiatan di luar kelas/sekolah dan di alam bebas lainnya, seperti: bermain di lingkungan sekolah, taman, perkampungan pertanian/nelayan, berkemah, dan kegiatan yang bersifat kepetualangan, serta pengembangan aspek pengetahuan yang relevan.” Sedangkan menurut Vera (2012:16), “Pengertian mengajar di luar kelas secara khusus adalah kegiatan belajar mengajar antara guru dan murid, namun tidak dilakukan di dalam kelas, tetapi dilakukan di luar kelas atau alam terbuka, sebagai kegiatan pembelajaran siswa.” Pendapat hampir serupa juga dikemukakan oleh Priest dalam Husamah (2013:21) yang menyatakan, “Outdoor education is, an experimential method of learning by doing, which takes place primarily through exposure to the out of doors. In outdoor education, the emphasis for the subject of learning is placed on relationship. Relationship concerning human and natural resources.” Menurut Binbasioglu (2000) dalam Karademir dan Erten (2013:270), “Outdoor activities are described as planned, programmed and regular studies carried out within the guidance of the teacher and the information of school management in order to develop students’ personality in relation to their interests and wishes and to the objectives of the in- school and out-school education.”
32
Selain itu, menurut Rustam dan Santoso (2015:73), “Metode outdoor study adalah metode dimana guru mengajak peserta didik belajar diluar kelas untuk melihat peristiwa langsung dilapangan dengan tujuan untuk mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya.” Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian metode belajar outdoor study adalah model pembelajaran pengalaman yang dilakukan guru dan murid di luar ruangan, seperti pasar, perkampungan pertanian/nelayan, berkemah dan lain-lain yang dilakukan dengan belajar dengan melakukan sebagai kegiatan pembelajaran siswa dengan tujuan mengakrabkan siswa dengan lingkungannya.
b. Kelebihan Metode Belajar Outdoor Study Menurut Vera (2012:28), kelebihan metode belajar outdoor study antara lain: 1) Mendorong motivasi belajar siswa 2) Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan 3) Mengasah aktivitas fisik dan kreativitas 4) Penggunaan media pembelajaran yang konkret 5) Penguasaan keterampilan dasar, sikap, dan apresiasi 6) Penguasaan keterampilan sosial 7) Menguasai keterampilan studi dan menekuni budaya kerja 8) Menguasai keterampilan bekerja kelompok 9) Mengembangkan sikap mandiri 10) Hasil belajar permanen di otak (tidak mudah dilupakan) 11) Tidak memerlukan banyak peralatan 12) Mendorong siswa menguasai keterampilan intelektual 13) Mendekatkan hubungan emosional antara guru dan siswa 14) Mengarahkan sikap kea rah lingkungan yang ebih baik 15) Meaningful learning
33
Sedangkan kelebihan metode belajar outdoor study menurut Sudjana dan Rivai dalam Husamah (2013:25), antara lain: 1) Kegiatan belajar lebih menarik dan tidak membosankan siswa duduk berjam-jam, sehingga motivasi belajar siswa akan lebih tinggi. 2) Hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami. 3) Bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih factual sehingga kebenarannya akurat. 4) Kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif sebab dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta, dan lain-lain. 5) Sumber belajar lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari bisa beraneka
ragam
seperti
lingkungan
sosial,
lingkungan
alam,
lingkungan buatan, dan lain-lain. 6) Siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya, sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan kehidupan di sekitarnya, serta dapat memupuk cinta lingkungan. Suyadi dalam Husamah (2013:25) menambahkan, pembelajaran luar kelas memiliki kekuatan antara lain sebagai berikut: 1) Dengan pembelajaran yang variatif siswa akan segar berpikir karena suasana yang berganti. 2) Inkuiri lebih berproduksi 3) Akselerasi lebih terpadu dan spontan 4) Kemampuan eksplorasi lebih runtut 5) Menumbuhkan penguatan konsep Lebih lanjut, Suyadi dalam Husamah (2013:25) menyebutkan bahwa manfaat pembelajaran luar kelas antara lain:
34
1) Pikiran lebih jernih 2) Pembelajaran akan terasa menyenangkan 3) Pembelajaran lebih variatif 4) Belajar lebih rekreatif 5) Belajar lebih riil 6) Anak lebih mengenal pada dunia nyata dan luas 7) Tertanam image bahwa dunia sebagai kelas 8) Wahana belajar akan lebih luas 9) Kerja otak lebih rileks
c. Kelemahan Metode Belajar Outdoor Study Menurut Suyadi dalam Husamah (2013:31), guru perlu memperhatikan beberapa hal yang mungkin menjadi kendala atau hambatan pembelajaran di luar ruang yaitu: 1) Siswa akan kurang konsentrasi 2) Pengelolaan siswa akan lebih sulit terkondisi 3) Waktu akan tersita (kurang tepat waktu) 4) Penguatan konsep kadang terkontaminasi oleh siswa lain/kelompok lain 5) Guru kurang intensif dalam membimbing 6) Akan muncul minat yang semu Vera (2012:47) menambahkan, kelemahan atau kendala metode belajar outdoor study antara lain: 1) Para siswa bisa keluyuran kemana-mana karena berada di alam bebas (di luar kelas) 2) Adanya gangguan konsentrasi 3) Kurang tepat waktu 4) Pengelolaan kelas lebih sulit 5) Lebih banyak menguasai teknik dan minim teori 6) Bisa terserang panas dan dingin
35
4. Penelitian yang Relevan Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini yang dapat menjadi acuan dan pertimbangan dalam melaksanakan penelitian ini antara lain yaitu : Penelitiaan yang telah dilaksanakan oleh Suparjo Rustam dan Apik Budi S. (2015) dengan judul penelitian, Penerapan Metode Outdoor Study Pada Pembelajaran Geografi Kelas X IPS MA Al Bidayah Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun 2014/2015. Penelitian ini dilakukan di MA Al Bidayah Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang dengan jumlah subjek sebanyak 40 siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan proses pembelajaran dengan penerapan metode outdoor study, untuk meningkatkan minat belajar geografi pada peserta didik dengan penerapan metode outdoor study, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pada proses pembelajaran geografi dengan penerapan metode outdoor study. Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif Persentase dari hasil pengolahan instrumen. Hasil penelitian ini yaitu 1) penerapan metode belajar outdoor study pada mata pelajaran geografi mampu meningkatkan minat belajar siswa dengan, 2) penerapan metode belajar outdoor study pada mata pelajaran geografi mampu meningkatkan prestasi belajar siswa sebesar 22,1%. Penelitian lain yang relevan berjudul Pengaruh Outdoor Learning Berbasis Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Materi Ekosistem yang dilakukan oleh Kartika Santiningtyas, Andreas Priyono Budi Prasetyo, dan Bambang Priyono pada tahun 2012 di SMP Negeri 2 Selopampang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Outdoor Learning berbasis inkuiri berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan rancangan Quasi Experimental Design dengan pola Pre and Post Test Design. Penelitian ini mengambil sampel dari kelas VII di SMP Negeri 2 Selopampang tahun ajaran 2011/2012 yaitu kelas VII A sebagai kelompok eksperimen dan VII B sebagai kelompok kontrol. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik convenience
36
sampling. Hasil dari penelitian ini yaitu Outdoor learning berbasis inkuiri berpengaruh secara nyata pada hasil belajar siswa dengan nilai sig. < 0,05. Berdasarkan penelitian di atas diketahui bahwa Outdoor Study atau Outdoor Learning berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Namun dalam kedua penelitian tersebut subjek yang digunakan merupakan anak normal yang karakteristiknya berbeda dengan anak berkebutuhan khusus, sehingga belum dapat diketahui apakah metode belajar Outdoor Study juga berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan Metode Belajar Outdoor Study Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar IPS Materi Kegiatan Ekonomi Pada Anak Tunalaras Kelas 4 Di SLB-E Bhina Putera Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016.”
B. Kerangka Berpikir Anak tunalaras merupakan anak yang mengalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga bertingkah laku kurang sesuai dengan lingkungannya serta melanggar norma-norma yang ada di masyarakat dan melakukan tindak kejahatan yang menyebabkan anak sulit untuk diterima dalam berhubungan secara pribadi maupun sosial. Anak tunalaras memiliki karakteristik kesulitan dalam bersosialisasi, prestasi rendah atau ketidakmampuan untuk belajar, berperilaku hiperaktif, pemarah, kurang sabar, suka mengganggu dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan anak tunalaras sering mengalami kegagalan dalam berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah. Oleh karena itu anak tunalaras memerlukan metode belajar yang berbeda agar prestasi belajarnya meningkat. Salah satunya yaitu dengan menggunakan metode belajar outdoor study pada mata pelajaran IPS materi kegiatan ekonomi pada anak tunalaras kelas 4 di SLB-E Bhina Putera Surakarta tahun ajaran 2015/2016.
37
Secara skematis pengaruh penggunaan metode belajar outdoor study terhadap peningkatan prestasi belajar anak tunalaras kelas 4 di SLB-E Bhina Putera Surakarta dapat digambarkan sebagai berikut:
Pembelajaran IPS materi kegiatan ekonomi anak Tunalaras kelas IV di SLB-E Bhina Putera Surakarta
Belum menerapkan metode belajar Outdoor Study
Prestasi belajar IPS materi kegiatan ekonomi anak Tunalaras kelas IV di SLB-E Bhina Putera Surakarta masih rendah
Penggunaan Metode Belajar Outdoor Study
Prestasi belajar IPS materi kegiatan ekonomi anak Tunalaras kelas IV di SLB-E Bhina Putera Surakarta meningkat Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
38
C. Hipotesis Menurut Arifin (2012:197), hipotesis berasal dari dua kata, yaitu “hypo” yang berarti sementara, dan “thesis” yang berarti kesimpulan. Dengan demikian, hipotesis berarti dugaan atau jawaban sementara terhadap suatu permasalahann penelitian. Hipotesis menurut Kerlinger (1986,2000) dalam Setyosari (2013:123), memiliki pengertian sebagai pernyataan yang bersifat dugaan (conjectural) tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Sedangkan menurut Iskandar (2008:56) dalam Musfiqon (2012:46), hipotesis merupakan pernyataan yang masih harus diuji kebenarannya secara empirik. Dari berbagai pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara tentang hubungan dua variabel atau lebih dalam suatu penelitian yang masih harus diuji kebenarannya secara empirik. Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah “Penggunaan metode belajar outdoor study berpengaruh dalam meningkatkan prestasi belajar ips materi kegiatan ekonomi pada anak tunalaras kelas 4 di slb-e bhina putera surakarta tahun ajaran 2015/2016”