BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1.
Beton a. Pengertian Beton Beton merupakan komponen dari konstruksi yang sering digunakan pada pembuatan berbagai jenis bangunan atau gedung, dengan skala kecil hingga besar. Seperti rumah tinggal, gedung bertingkat, bangunan umum, jalan, jembatan dan bangunan sipil lainnya. Beton terbentuk dari berbagai material penyusun, semakin baik dan tepat komposisi pencampuran material, maka kualitas beton juga semakin baik. “Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membuat masa padat”. (SNI 03-2847-2002). “Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Singkatnya dapat dikatakan pasta bahwa semen mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu, kerikil, basalt dan sebagainya)”. (Sagel, Kole dan Kusuma, 1993:143). Menurut Tjokrodimuljo (2004:I-I), “beton diperoleh dengan cara mencampurkan semen Portland, air, agregat. Adapun untuk beton khusus (selain beton normal) ditambahkan bahan tambah, misalnya pozolan, bahan kimia pembantu, serta dan sebagainya”. Oleh Asroni (2010:2), “beton dibentuk oleh pengerasan campuran antara semen, air, agregat halus (pasir) dan agregat kasar (batu pecah atau kerikil). Kadang-kadang ditambahkan pula campuran bahan lain (Admixture) untuk memperbaiki kualitas beton “. Berdasarkan beberapa uraian yang telah disampaikan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian beton adalah campuran dari semen, air, agregat halus (pasir), agregat kasar (batu pecah atau kerikil), 6
7
dan untuk mencapai sifat beton tertentu, maka campuran beton diberi bahan tambah. b. Kelebihan dan Kekurangan Beton Tjokrodimuljo (2004:I-I) berpendapat bahwa beton dibandingkan dengan bahan bangunan lain memiliki kelebihan antara lain, yaitu : 1) Harganya relatif murah karena menggunakan bahan-bahan dasar yang umumnya tersedia didekat lokasi pembangunan, kecuali semen portland. 2) Termasuk bahan yang awet, tahan aus, tahan kebakaran, tahan terhadap pengkaratan atau pembusukan oleh kondisi lingkungan sehingga biaya perawatan murah. 3) Kuat tekannya cukup tinggi sehingga jika dikombinasikan dengan baja tulangan (yang kuat tariknya tinggi) dapat dikatakan mampu dibuat untuk struktur berat. 4) Beton segar dapat dengan mudah diangkut maupun dicetak dalam bentuk dan ukuran yang sesuai keinginan. Walaupun beton mempunyai kelebihan, namun beton juga mempunyai kekurangan. Beberapa kekurangan itu antara lain : 1) Bahan dasar penyusun beton (agregat halus maupun agregat kasar) bermacam-macam sesuai dengan lokasi pengambilannya, sehingga perencanaan dan cara pembuatannya bermacam-macam pula. 2) Beton keras mempunyai beberapa kelas kekuatan sesuai dengan bagian bangunan yang dibuat, sehingga cara perencanaan dan cara pelaksanaannya bermacam-macam pula. 3) Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga getas/rapuh sehingga mudah retak. Nurlina (2008:1-2) juga berpendapat bahwa beton memiliki keuntungan antara lain: 1) Mudah dicetak. Keserasian beton untuk memenuhi kepentingan struktur dan arsitektur. Beton dicor ketika masih cair dan menahan beban ketika telah mengeras. Hal ini sangat bermanfaat, karena dapat dibuat berbagai bentuk. 2) Ekonomis. Merupakan pertimbangan yang sangat penting, meliputi : material, kemudahan dalam pelaksanaan, waktu untuk konstruksi, pemeliharaan struktur, dan sebagainya. 3) Awet dan tahan lama, biaya pemeliharaan rendah. 4) Tahan api (sekitar 1 hingga 3 jam tanpa bahan kedap api tambahan). Sementara kayu dan baja memerlukan bahan kedap api khusus untuk mencapai tingkat seperti itu. 5) Dapat dicor ditempat.
8
Kekurangan beton : 1) Kekuatan tarik rendah (sekitar 10% dari kekuatan tekan), sehingga mudah retak. Meskipun tidak terlihat tetapi memungkinkan udara lembab masuk melalui retak itu, dan membuat baja tulangan berkarat. 2) Memerlukan biaya untuk bekisting, perancah (untuk beton cor ditempat) yang tidak sedikit jumlahnya. 3) Kekutan persatuan berat atau satuan volume yang relatif rendah. Kekuatan bersih bekisar antara 5 hingga 10% kekuatan baja, meskipun berat jenisnya kira-kira 30% dari berat baja. Oleh karena itu struktur beton membutuhkan berat yang lebih banyak. 4) Volume tidak stabil, tergantung waktu, rangkak dan susut. Beton mengalami rangkak jangka panjang dan susut yang kurang menguntungkan beton itu sendiri. Asroni (2010:14) menyebutkan bangunan yang menggunakan konstruksi beton mempunyai beberapa keunggulan, yaitu: 1) Beton termasuk tahan aus dan tahan terhadap kebakaran. 2) Beton sangat kokoh dan kuat terhadap beban gempa bumi, getaran, maupun beban angin. 3) Berbagai bentuk konstruksi dapat dibuat dari bahan beton menurut selera perancang atau pemakai. 4) Biaya pemeliharan atau perawatan sangat sedikit (tidak ada). Bangunan yang menggunakan konstruksi beton juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu: 1) Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. 2) Konstruksi beton itu berat, sehingga jika dipakai pada bangunan harus disediakan fondasi yang cukup besar/kuat. 3) Untuk memperoleh hasil beton dengan mutu yang baik, perlu biaya pengawasan sendiri. 4) Konstruksi beton tak dapat dipindah, disamping itu bekas beton tidak ada harganya Dari uraian diatas dapat disimpulkan untuk kelebihan dan kekurangan beton diantaranya adalah Kelebihan beton yaitu: 1) Harganya relatif murah baik dalam pembuatan dan perawatan. 2) Memiliki kuat tekan yang baik. 3) Mudah dibentuk. 4) Beton termasuk tahan lama dan tahan aus
9
Kekurangan beton yaitu: 1) Memiliki berat yang besar. 2) Perencanaan dan pembuatannya bermacam-macam. 3) Kuat tarik rendah. 4) Untuk menghasilkan mutu beton yang baik, perlu biaya dan tenaga ahli c. Bahan Penyusun Beton Bermacam-macam bahan dasar untuk pembuatan beton juga banyak tersedia disekitar kita. Oleh karena itu maka merupakan tantangan bagi kita untuk mengetahui cara mengolah macam-macam bahan dasar tersebut menjadi beton yang sesuai dengan mutu dan jenis yang diinginkan (Tjokrodimuljo, 2004:I-2). Skema bahan penyusun beton dapat dilukiskan seperti gambar 2.1 berikut Semen
Air
Pasir
Pasta Semen
Kerikil
Agregat
Beton Gambar 2.1. Skema Bahan Penyusun Beton (Sumber: Asroni, 2010:3)
1) Semen Portland (PC) Semen portland dibuat dari semen hidrolis yang dihasilkan dengan menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis ditambah dengan bahan yang mengatur waktu ikat (umumnya gips). Bagian utama dari klinker ini adalah dikalsium silikat (C 2 S), trikalsium silikat (C 3 S), trisilica aluminat
10
(C 3 A) dan tetra kalsium aluminatferrit (C 3 AF) (Sagel, dkk, 1993:146). Menurut Tjokrodimuljo (2004:II-1) “Semen portland ialah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis, dan gips sebagai bahan pembantu “. “Semen portland adalah bahan pengikat organis yang sangat penting dipakai dalam bangunan-bangunan pada masa kini. Semen portland adalah bahan pengikat hidrolik artinya dapat mengeras dengan adanya air”. (SNI 15-2049-1994). Perbedaan komposisi kimia pada semen, dapat menghasilkan beberapa jenis semen. Seperti yang dikemukakan oleh Tjokrodimuljo (2004:II-9) yaitu: Pertama, semen jenis I adalah semen portland untuk konstruksi umum, yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratn khusus, seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain; kedua semen jenis II adalah semen portland untuk konstruksi yang agak tahan tehadap sulfat dan panas hidrasi; ketiga semen jenis III adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal yang tinggi; keempat semen jenis IV adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat panas hidrasi yang rendah; kelima semen jenis V adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat sangat tahan terhadap sulfat. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa semen adalah bahan pengikat yang penting. Semen sendiri terbagi menjadi beberapa jenis yang dapat digunakan berdasarkan fungsi dan kebutuhan dari suatu konstruksi. 2) Agregat Agregat (yang tidak bereaksi) adalah bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh perekat semen, agregat umumnya dipakai adalah pasir, kerikil dan batu-batu pecah. Pemilihan agregat tergantung dari syarat-syarat yang ditentukan beton, persediaan lokasi
11
pembuatan beton dan perbandingan yang telah ditentukan antara biaya dan mutu (Sagel, dkk., 1993:148). Agregat biasanya menempati sekitar 60% - 80% dari volume total beton, maka sifat-sifat agregat mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku beton yang sudah mengeras. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai benda yang utuh, homogen, dan rapat, dimana agregat yang berukuran kecil berfungsi sebagai pengisi celah yang ada diantara berukuran besar (Nurlina , 2008:4) “Agregat adalah material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan kerak tungku pijar, yang dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan semen hidraulik”. (SNI -03-2847-2002) Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini kirakira menempati sebanyak 70% volume mortar atau beton. walaupun namanya bahan pengisi, akan tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat mortar/betonnya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan mortar/beton. (Tjokrodimuljo, 2004: III-1). Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa agregat
adalah
komponen
penyusun
beton,
yang
sangat
mempengaruhi sifat dan mutu beton yang akan saling terikat dengan adanya semen dan air. Agregat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu agregat halus dan agregat kasar. Dimana agregat kasar berfungsi menjadi komponen pengisi beton utama dan agregat halus berfungi menjadi komponen pengisi rongga pada agregat kasar. a) Agregat Halus Menurut Tjokrodimuljo (2004:III-1) “agregat yang butirbutirnya
berukuran lebih kecil dari 4,8 mm disebut agregat
halus”. Pada umumnya agregat halus disebut juga dengan istilah
12
pasir, baik berupa pasir alami atau pasir buatan yang diperoleh dari proses pemecahan batu Oleh Sagel, dkk., (1993:149) pasir alami terbentuk ketika batu-batu dibawa arus sungai dari sumber air ke muara sungai. Akibat tergulung dan terkikis (pelapukan/erosi) akhirnya membentuk butir-butir halus. Sedangkan untuk pasir buatan didapat dari memecah formasi batuan tertentu dengan mesin pecah batu sampai memeliki ukuran butiran terbesar 5,0 mm. Agregat halus seperti pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm (SNI -032847-2002). Pasir merupakan agregat halus yang mempunyai ukuran diameter 1 mm - 5 mm. Oleh Asroni (2010:4-5) menyebutkan bahwa pasir yang digunakan sebagai bahan beton, harus memenuhi syarat berikut: Pertama, berbutir tajam dan keras. Kedua, bersifat kekal, yaitu tidak mudah lapuk/hancur oleh perubahan cuaca, seperti terik matahari dan hujan. Ketiga, tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya. Jika kandungan lumpur lebih dari 5%, maka pasir tersebut harus dicuci. Keempat, tidak boleh digunakan pasir laut (kecuali dengan petunjuk staf ahli), karena pasir laut ini banyak mengandung garam yang dapat merusak beton/baja tulangan. Menurut Standar SK SNI S-04-1989-F. Agregat untuk bahan bangunan sebaiknya dipilih memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) (2)
(3)
Butir-butirnya tajam, dan keras, dengan indeks kekerasan 2,2. Kekal tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca terik matahari dan hujan. Jika diuji dengan larutan garam natrium sulfat bagian yang hancur maksimal 12%, jika dengan garam magnesium sulfat maksimum 18%. Tidak mengandung lumpur (butiran halus yang lewat ayakan 0,06 mm) lebih dari 5%.
13
(4)
(5) (6) (7)
Tidak mengandung zat organik terlalu banyak, yang dibuktikan dengan percobaan dengan larutan 3% NaOH, yaitu warna cairan diatas endapan agregat tidak boleh lebih gelap daripada warna standar/ pembanding. Modulus halus butir 1,5-3,8 dan dengan variasi butir sesuai standar gradasi. Khusus beton dengan tingkat keawetan tinggi, agregat halus harus tidak reaktif dengan alkali. Agregat halus dari laut atau pantai, boleh dipakai asalkan dengan petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
agregat halus (pasir) memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi seperti butirnya tajam dan keras, memiliki diameter antara 1mm – 5mm, tidak mengandung unsur lumpur lebih dari 5% dari berat keringnya, dan tidak mengandung kandungan garam. Pasir dapat diklasifikasikan berdasarkan distribusi ukuran berdasarkan SNI 03-2834-1992 meliputi zona I (kasar), zona II (agak kasar), zona III (agak halus) dan zona IV (halus) Tabel 2.1. Batas-Batas Gradasi Agregat Halus Ukuran saringan
Persentase berat yang lolos saringan Gradasi Gradasi Gradasi Gradasi Zona I Zona II Zona III Zona IV
9,60 mm
100
100
100
100
4,80 mm
90-100
90-100
90-100
95-100
2,40 mm
60-95
75-100
85-100
95-100
1,20 mm
30-70
55-90
75-100
90-100
0,60 mm
15-34
35-59
60-75
80-100
0,35 mm
5-20
8-30
12-40
15-50
0-10 0-10 (Sumber: SNI 03-2834-1992)
0-10
0-15
0,15 mm
Keterangan:
Daerah I Daerah II Daerah II Daerah IV
: Pasir kasar : Pasir agak kasar : Pasir agak halus : Pasir halus
14
b) Agregat kasar “Agregat kasar adalah bahan yang ukurannya lebih besar dari agregat halus (5mm)”. (Nurlina, 2008:5) “Agregat kasar seperti kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm sampai 40 mm”.(SNI -03-2847-2002). “Kerikil merupakan agregat kasar yang mempunyai ukuran diameter 5mm – 40 mm. Sebagai pengganti kerikil dapat pula dipakai batu pecah (split). Kerikil atau batu pecah yang mempunyai ukuran diameter lebih dari 40 mm tidak baik untuk pembuatan beton”. (Asroni, 2010:5). Agregat kasar baik kerikil/batu pecah, yang baik digunakan untuk beton, seharusnya masuk pada batas kriteria sesuai yang tercantum pada tabel dibawah: Tabel 2.2. Batas-Batas Gradasi Agregat Kasar Lubang (mm)
Persen berat butir yang lewat ayakan Besar butir maksimum 40 mm 20 mm 12,5 mm 40 95-100 100 100 20 37-70 95-100 100 10 10-40 30-60 50-85 4,8 0-5 0-10 0-10 (Sumber: Tjokrodimuljo, 2004 : III-12) Adapun persyaratan kerikil atau batu pecah yang baik harus memenuhi kriteria sebagai mana yang diungkapkan oleh Asroni (2010:5) sebagai berikut: Pertama, bersifat padat dan keras, tidak berpori. Kedua, harus bersih, tidak boleh menggandung lumpur lebih dari 1%. Jika kandungan lumpur lebih dari 1% maka kerikil/batu pecah tersebut harus dicuci. Ketiga, pada keadaan terpaksa, dapat dipakai kerikil bulat.
15
Berdasarkan SK SNI S-04-1989-F, agregat kasar harus memenuhi
persyaratan
seperti
yang
diungkapkan
oleh
Tjokrodimuljo (2004: III-35) sebagai berikut: Pertama, Butir – butirnya keras dan tidak berpori. Kedua, Kekal, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca (terik matahari dan hujan). Ketiga, tidak mengandung lumpur (butiran halus yang lewat ayakan 0,06 mm) lebih dari 1 persen. Keempat, tidak boleh mengandung zat-zat yang reaktif terhadap alkali. Kelima, butiran agregat yang pipih dan panjang tidak boleh lebih dari 20 persen. Keenam, modulus halus butir antara 6-7, dan dengan variasi butir sesuai standar gradasi. Ketujuh, ukuran butir maksimum tidak boleh melebihi dari 1/5 jarak terkecil antara bidang-bidang samping cetakan, 1/3 tebal pelat beton, ¾ jarak bersih antar tulangan atau berkas tulangan. 3) Air Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen untuk membahasi agregat dan untuk melumas campuran agar mudah pengerjaannya. Air yang belebihan akan menyebabkan banyak gelembung air setelah proses hidrasi selesai, sedangkan air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak seluruhnya selesai, sebagai akibatnya beton yang dihasilkan akan berkurang kekuatannya (Nurlina, 2008: 4) Menurut Peraturan Beton Bertulang Indonesia tahun 1971 (PBI1971) pada buku Balok dan Pelat Beton Bertulang oleh Asroni (2010: 4) air yang digunakan untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam, bahan-bahan organis atau bahan-bahan lain yang merusak beton dan/atau baja tulangan. Air tawar yang dapat diminum, tanpa diragukan dapat dipakai. Jika tidak ada air minum maka harus memperhatikan kejernihan air tawar. Apabila ada beberapa kotoran yang terapung, maka air tidak boleh dipakai. Salain air dibutuhkan untuk reaksi pengikat, air dipakai pula sebagai perawatan sesudah beton dituang. Seperti metode
16
perawatan dengan membasuh terus-menerus atau merendam beton (Sagel, dkk., 1993: 155) Air sebagai bahan bangunan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut (Standar SK SNI S-04-1989-F, Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A ) Pertama, Air harus bersih. Kedua, tidak mengandung lumpur, minyak dan benda melayang, yang dapat dilihat secara visual, benda-benda tersuspensi ini tidak boleh lebih dari 2 gram/liter. Ketiga, tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter. Keempat, tidak mengandung Klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram /liter. Kelima, tidak mengandung senyawa Sulfat (sebagai SO3 ) lebih dari 1gram/liter. Sedangkan berdasarkan SNI 03-2847-2002 persyaratan air harus memenuhi beberapa syarat seperti: Pertama, Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan. Kedua, Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang didalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bekas yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang membahayakan. Ketiga, Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton. d. Kuat Tekan Beton Kuat tekan beban beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya desak tertentu, yang dihasilkan oleh mesin desak (SK SNI-14-1989-F) . Pengujian kuat tekan dilakukan terhadap beton segar (fresh concrete) yang mewakili campuran beton, bentuk benda uji berwujud silinder atau kubus hasil pengujian ini dapat digunakan dalam pekerjaan perencanaan campuran beton dan pengendalian mutu beton pada pelaksanaan pembetonan. (SNI 03-1974-1990)
17
Berdasarkan uraian Asroni (2010: 15), kuat tekan beton diberi notasi Fc ’, yaitu kuat tekan silinder beton yang disyaratkan pada waktu berumur 28 hari. e. Berat Jenis Beton Beton normal yang dibuat dengan menggunakan agregat normal (pasir dan kerikil normal yang memiliki berat jenis antara 2,5 sampai 2,7) mempunyai berat jenis sekitar 2200 sampai dengan 2500 kg/m3. Agregat penyusun beton berpengaruh terhadap berat beton. Jenis-jenis beton menurut berat jenisnya dan macam-macam pemakaiannya dapat dilihat pada tabel dibawah (Tjokrodimulyo, 2004: VIII-7). Tabel 2.3 Beberapa Jenis Beton Menurut Berat Jenisnya Jenis Beton Berat Jenis Beton sangat ringan < 1000 Beton ringan 1000 – 2100 Beton normal 2200 – 2500 Beton berat > 2500 Sumber: Tjokrodimuljo, (2004: VIII-7) 2.
Pemakaian Non struktur Struktur ringan Struktur Perisai sinar x
Terak “Terak baja (slag) adalah hasil sampingan dari pembakaran bijih besi pada tanur tinggi yang didinginkan pelan-pelan di udara terbuka” (Tjokrodimuljo, 2004: III-4) Komposisi terak baja dengan sampel berasal dari CV. Salwa Logam Jaya terdiri SiO2 sebesar 35,19%, Fe2O3 19,58%, Al2O3 6,01%, MgO 2,95%, CaO 26,51%, Na2O 3,21% , MnO 2,63% (Herlangga, 2014) Terak memiliki karakteristik yang hampir sama dengan pasir yaitu keras, tajam dan berwarna gelap. Untuk mendapatkan butiran terak sesuai kriteria, maka terak perlu digiling dengan mesin, sehingga dapat menyerupai bentuk pasir
18
Gambar 2.2. Terak 3.
Perbandingan 1:2:3 Perbandingan campuran bahan susun disebut secara urut dimulai dari ukuran butir yang paling kecil (lembut) ke butir yang besar, yaitu: semen, pasir dan kerikil. Jadi, jika beton menggunakan campuran 1: 2: 3, berarti campuran adukan betonnya menggunakan semen 1 bagian, pasir 2 bagian, dan kerikil 3 bagian. Pada praktek dilapangan dipakai 2 macam perbandingan campuran, yaitu perbandingan volume dan perbandingan berat (Asroni, 2010; 13). Pada penelitian ini menggunakan perbandingan 1:2:3 pada perbandingan volume Pertama, adukan beton dengan perbandingan volume dapat dibuat dengan menakar masing-masing bahan susun sesuai volume rencana. Kedua, metode ini memiliki kelebihan seperti: pelaksanaan pekerjaan mudah dan cepat, tidak memerlukan tenaga ahli, serta alat yang dipakai sederhana, namun metode ini memiliki kekurangan, yaitu hasil kekuatan beton kurang merata atau tidak tetap. Oleh Sagel,dkk., (1993:165) menjelaskan metode pencampuran beton perbandingan 1:2:3 dalam volume, jika semua jenis beton struktural kecuali untuk beton-beton nonstruktural, harus dirancang untuk memenuhi kelecakan, kekuatan dan durabilitas beton. Hal ini masih jarang dilakukan di Indonesia dalam proyek-proyek kecil maupun sedang. Beton yang dicampur dengan perbandingan volume ini biasanya juga tidak dilakukan koreksi akibat Bulking of Sand atau pasir membengkak (sifat pasir yang bila kering atau jenuh air mempunyai volume yang sama, tetapi bila kadarnya berada diatas keadaan kering membutuhkan volume yang lebih besar untuk berat tertentu
19
B. Kerangka Berpikir Perkembangan laju pembangunan yang semakin pesat dan beragam. Beton menjadi pilihan utama masyarakat dalam membuat suatu konstruksi, karena adanya kelebihan beton dibanding dengan material lainnya. Kuat tekan beton menjadi salah satu alasan utama penggunaan beton untuk konstruksi. Semakin banyaknya penelitain tentang beton, yang memacu untuk berinovasi tentang bahan-bahan alternatif penyusun beton yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas beton khusunya kuat tekan beton. Terak merupakan bahan limbah hasil sisa pengecoran logam, belum dimanfaatkannya terak dan ketersediaannya yang cukup banyak menjadi satu alasan. Bentuk terak yang menyerupai pasir jika dihaluskan memunculkan ide untuk menggunakan terak sebagai bahan pengganti agregat halus pada beton. Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan dan tujuan penelitian yang ingin dicapai serta didukung dengan kajian teori yang ada, maka dapat digambarkan kerangka berpikir seperti dibawah ini:
20
Perkembangan Laju Pembangunan
Penggunaan Beton v
Keterbatasan Penggunaan Agregat Halus Pada Beton
Alternatif Pengganti Pasir
Penggunaan Metode Lain
Penggunaan Terak Sebagai Pengganti Agregat Halus dengan Variasi 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% Dengan Metode Perbandingan 1 : 2: 3
Uji Kuat Tekan Tidak
Tidak
Ya
Terak bisa digunakan sebagai agregat halus Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Penelitian
Alternatif Bahan Lain
21
Dari penjabaran diatas, maka dapat ditentukan variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini. Sebagai variabel bebasnya adalah variasi penggantian terak, sedangkan sebagai variabel terikatnya adalah kuat tekan dan berat jenis beton. Pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat dibawah.
Y1 X Y2 Gambar 2.4. Paradigma Penelitian Paradigma penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan Keterangan : X : variabel bebas (variasi penggantian terak) Y1: variabel terikat (berat jenis beton) Y2: variabel terikat (kuat tekan beton) C. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1.
Ada pengaruh terak sebagai pengganti agregat halus terhadap berat jenis beton dengan metode pencampuran perbandingan 1:2:3.
2.
Ada pengaruh terak sebagai pengganti agregat halus terhadap kuat tekan beton dengan metode pencampuran perbandingan 1:2:3.
3.
Berat jenis beton termasuk beton normal setelah penggunaan terak sebagai pengganti agregat halus dengan metode pencampuran perbandingan 1:2:3.
4.
Terdapat persentase penggantian terak optimal sebagai pengganti agregat halus yang menghasilkan kuat tekan beton maksimal dengan metode pencampuran perbandingan 1:2:3.