12
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Belajar dan Pembelajaran a. Definisi Belajar Belajar merupakan hal terpenting yang harus dilakukan manusia untuk menghadapi perubahan lingkungan yang senantiasa berubah setiap waktu, oleh karena itu hendaknya seseorang mempersiapkan dirinya untuk menghadapi kehidupan yang dinamis dan penuh persaingan dengan belajar. Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat interaksi manusia sebagai makhluk hidup dengan lingkungan. Slameto (2010: 2) berpendapat belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeroleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Senada dengan hal tersebut, menurut Dahar (2011: 2) belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Dimyati dan Mudjiono (2013: 7) mendefinisikan belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dipahami oleh siswa. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memeroleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Sementara menurut Trianto (2009: 19) mengartikan belajar sebagai proses perubahan perilaku dari sesuatu yang belum ditahui menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun bagi individu.
12
13
Lebih lanjut, Nokelainen (2006: 180) mendefinisikan “Learning is a largely unobservable and uncontrollable process that happens all the time”. Belajar adalah proses yang sebagian besar tidak teramati dan tidak terkendali yang terjadi sepanjang waktu. Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disintesiskan bahwa belajar adalah usaha manusia dalam rangka merubah pola pikir dan tingkah laku berdasarkan pengetahuan, pengalaman, dan interaksi dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan dalam keterampilan, pemahaman, pengetahuan, nilai, dan sikap yang bersifat permanen. b. Prinsip-Prinsip Belajar Belajar pada hakikatnya adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai akibat interaksi individu dengan lingkungan. Agar belajar terjadi sebagaimana yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan, perlu diperhatikan beberapa prinsip. Menurut Suprijono (2009: 4), prinsip-prinsip belajar terdiri dari tiga hal. Pertama, prinsip belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil belajar yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1) Sebagai hasil tindakan rasional instrumental, yaitu perubahan yang disadari. 2) Kontinu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya. 3) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup. 4) Positif atau berakumulasi. 5) Aktif sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan. 6) Permanen atau tetap. Kedua, belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena dorongan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistemik yang dinamis, konstruktif, dan organik. Belajar merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar. Ketiga, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah interaksi antara siswa dan lingkungannya.
14
Hanafiah dan Suhana (2012: 18) berpendapat belajar sebagai kegiatan sistematis dan kontinu memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai berikut. (1) Belajar berlangsung seumur hidup. (2) Proses belajar adalah kompleks, tetapi terorganisir. (3) Belajar berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks. (4) Belajar mulai dari yang faktual menuju konseptual. (5) Belajar mulai dari yang konkret menuju abstrak. (6) Belajar merupakan bagian dari perkembangan. (7) Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor bawaan (heredity), lingkungan (environment), kematangan (maturation), serta usaha keras siswa sendiri (endeavor). (8) Belajar mencangkup semua aspek kehidupan yang penuh makna, dalam rangka membangun manusia seutuhnya, baik dari sisi agama, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan ketahanan. (9) Kegiatan belajar berlangsung pada tempat dan waktu, baik dalam lingkungan keluarga sebagai pendidikan awal bagi lingkungan masyarakat dan di lingkungan sekolahnya. (10) Belajar berlangsung dengan ataupun tanpa guru. (11) Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi. (12) Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan baik berasal dari lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. (13) Kegiatan belajar tertentu diperlukan bimbingan dari orang lain, mengingat tidak semua bahan ajar dapat dipelajari sendiri. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dirumuskan bahwa prinsipprinsip belajar adalah sebagai berikut: belajar pada hakikatnya merupakan proses atau kegiatan atau aktivitas; belajar berlangsung seumur hidup; belajar berlangsung baik dengan guru maupun tanpa guru; belajar dipengaruhi kesiapan siswa; belajar terjadi karena ada interaksi antara siswa dengan sumber belajar; perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks; belajar bersifat
15
keseluruhan dan materi harus disajikan secara sederhana sehingga siswa mudah memahami materi, dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan; belajar hendaknya dengan membangkitkan motivasi siswa; belajar dapat dikaitkan dengan contoh-contoh konkrit; belajar memiliki tujuan yang hendak dicapai; belajar seyogianya memperhatikan perbedaan individu; belajar berkenaan dengan proses transfer dan retensi; belajar merupakan aktivitas berpikir kognitif; afektif dan psikomotorik; dan proses belajar perlu dievaluasi. c. Teori Belajar 1) Teori Belajar yang Berpijak pada Pandangan Behaviorisme Menurut
pandangan
psikologi
behaviorisme,
belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Suyono dan Hariyanto (2014: 54) mendefinisikan behaviorisme sebagai aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Teori belajar behaviorisme lebih menekankan pada tingkah laku manusia dan memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Lebih lanjut, menurut Aunurrahman (2013) dalam aliran psikologi behaviorisme, proses belajar lebih dianggap sebagai suatu proses yang bersifat mekanistik dan otomatik tanpa membicarakan apa yang terjadi selama itu di dalam diri siswa yang belajar. Behaviorisme menekankan pada apa yang dapat dilihat, yaitu tingkah laku, dan kurang memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran karena tidak dapat dilihat. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behaviorisme adalah faktor penguatan (reinforcement) dan hukuman (punishment). Jika penguatan ditambahkan (positive reinforcement), respon yang diharapkan akan semakin kuat. Jika penguatan dikurangi/dihilangkan
16
(negative reinforcement), respon akan semakin kuat. Jika hukuman diberikan, respon yang diharapkan akan semakin kuat dan respon yang tidak diharapkan akan semakin menghilang. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa teori behaviorisme menekankan pada perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati sebagai akibat hubungan antara stimulus dan respon. 2) Teori Belajar yang Berpijak pada Pandangan Kognitif Siregar dan Nara (2011: 30) mengemukakan teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar bukan hanya sekedar bersifat hubungan mekanistis, yang melihat belajar sebagai hasil hubungan stimulus dan respon. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu yang dilakukan secara aktif oleh pembelajar atau siswa. Keaktifan tersebut dapat berupa pengalaman, mencari informasi, memecahkan
masalah,
mencermati
lingkungan,
mempraktikkan,
mengolah stimulus yang bermakna dan mengabaikan yang tidak bermakna untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Woolfolk (2009: 34) teori perkembangan kognitif didasarkan pada perubahan-perubahan yang terjadi secara berurutan berbagai proses mental hingga menjadi lebih kompleks dan canggih yang dipengaruhi oleh maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Berdasarkan paparan di atas, belajar menurut pandangan kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman akibat interaksi aktif yang terjadi dalam diri siswa melalui pengalaman langsung untuk memeroleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap.
17
3) Teori Belajar yang Berpijak pada Pandangan Konstruktivisme Suyono
dan
Hariyanto
(2014:
105)
mendefinisikan
konstruktivisme sebagai sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengonstruksi pengetahuan pemahaman tentang dunia tempat manusia hidup. Konstruktivisme melandasi bahwa pengetahuan merupakan hasil dari kontruksi (bentukan) aktif manusia itu sendiri. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kenyataan melalui kegiatan individu dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing individu. Menurut kaum konstruktivisme belajar merupakan proses aktif siswa mengonstruksi pengetahuan. Selanjutnya, Thobroni dan Mustofa (2012: 110) mengemukakan proses belajar kontruktivisme dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut. 1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. 2) Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus seumur hidup. 3) Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih berorientasi pada pengembangan berpikir dan pemikiran dengan cara membentuk pengertian yang baru. 4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. 5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungan siswa. 6) Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah diketahuinya. Berdasarkan paparan pendapat tersebut di atas, dapat dirumuskan bahwa menurut teori konstruktivisme, belajar adalah proses mengonstruksi pengetahuan dengan cara memberikan kebebasan
18
kepada siswa untuk memeroleh pengetahuannya melalui pengalaman yang nyata. Peran guru dalam pembelajaran bukan pemindahan pengetahuan tetapi hanya sebagai fasilitator. 4) Teori Belajar yang Berpijak pada Pandangan Humanisme Teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Menurut teori humanisme, manusia bertanggung jawab atas pilihan dalam hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilakunya. Aliran behaviorisme mencoba melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Thobroni dan Mustofa (2012: 158) memberikan pendapat bahwa humanisme berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan fisiologis manusia, humanisme melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang lebih rendah atau lebih tinggi. Menurut teori humanisme, proses belajar harus bermuara pada manusia. Penganut aliran humanisme berkeyakinan bahwa anak termasuk makhluk yang unik, beragam, berbeda antara satu dengan yang lain. Aliran behaviorisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Menurut Karwono dan Mularsih (2010: 104) tujuan belajar dalam teori humanisme adalah untuk memanusiakan manusia, proses belajar dianggap berhasil jika anak memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Berdasarkan pendapat di atas belajar menurut teori humanisme adalah proses mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh manusia. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pengamatnya. d. Hasil Belajar dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar Setiap guru selalu dihadapkan kepada masalah evaluasi belajar siswanya dalam mencari data tentang aspek-aspek yang dinilai, baik dari hasil pengukuran secara individual maupun secara kelompok. Berhasil tidaknya pembelajaran perlu dilakukan evaluasi hasil belajar. Hasil belajar
19
merupakan hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar. Kegiatan belajar adalah proses sedangkan hasil belajar merupakan suatu hasil yang dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar terlebih dahulu, kemudian diberikan evaluasi belajar. Siregar dan Nara (2011: 142) mendefinisikan evaluasi sebagai suatu proses menentukan nilai seseorang dengan menggunakan patokanpatokan tertentu untuk mencapai tujuan. Sementara itu, evaluasi hasil belajar adalah suatu proses menentukan nilai hasil belajar pembelajar dengan menggunakan patokan-patokan tertentu agar mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dimyati dan Mudjiono (2009: 3-4) menyatakan bahwa hasil belajar dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengalaman dari puncak proses belajar. Lebih lanjut, Sudjana (2010: 8) mengemukakan hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki setelah menerima pengalaman belajar. Sejalan dengan hal tersebut Slameto (2008: 7) mendefinisikan hasil belajar sebagai sesuatu yang diperoleh dari suatu proses usaha setelah melakukan kegiatan belajar yang dapat di ukur dengan menggunakan tes guna melihat kemajuan siswa. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat dirumuskan bahwa hasil belajar adalah hasil penilaian kemampuan siswa yang diperoleh dari serangkaian tes yang dilaksanakan setelah siswa mengikuti proses pembelajaran. Faktor yang memengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2010: 54-71) secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor intern dan faktor ekstern: 1) Faktor intern Adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern meliputi a) Faktor jasmaniah, yang terdiri dari faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh.
20
b) Faktor psikologi, yang terdiri dari intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan. c) Faktor kelelahan, yang terdiri dari kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. 2) Faktor ekstern Adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern meliputi a) Faktor keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan Ekonomi keluarga, pengertian keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. b) Faktor sekolah Faktor sekolah yang memengaruhi belajar yang mencangkup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, waktu sekolah, metode belajar, dan tugas rumah. c) Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ektern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Selanjutnya, Daryanto (2009: 51) menyebutkan faktor yang memengaruhi belajar di bedakan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern dibagi menjadi tiga faktor, yakni: 1) faktor jasmaniah (keaadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya dan terbebas dari penyakit), cacat tubuh (keaadan kurang sempurna bagian tubuh atau badan); 2) faktor psikologis, sekurang-kurangnya ada tujuh faktor psikologis yang memengaruhi belajar. Faktor-faktor itu diantaranya adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan; 3) faktor kelelahan, dapat dibadakan menjadi dua yaitu kelelahan jasmani dan
21
kelelahan rohani (bersifat psikis). Faktor ekstern berpengaruh terhadap belajar dikelompokkan menjadi tiga faktor. Yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga menerima pengaruh berupa cara orang tua mendidik; relasi antara anggota keluarga; suasana rumah
tangga;
dan
keadaan
ekonomi
keluarga.
Faktor
sekolah
memengaruhi belajar meliputi metode mengajar; metode belajar kurikulum; relasi guru dengan siswa; relasi siswa dengan siswa; disiplin siswa; disiplin sekolah; dan tugas rumah. Faktor masyarakat berpengaruh terhadap belajar siswa dalam masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat; mass media; dan bentuk kehidupan masyarakat. Berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar di atas, secara spesifik faktor yang berasal dari dalam individu (faktor internal) meliputi intelegensi; karakter siswa; sikap terhadap belajar; motivasi belajar; konsentrasi belajar; rasa percaya diri; kebiasaan belajar. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh: faktor guru; lingkungan sosial; kurikulum sekolah; metode pembelajaran; pendekatan pembelajaran; sarana dan prasarana. Dalam penelitian ini lebih melihat pada faktor eksternal yaitu penggunaan metode pembelajaran; pendekatan pembelajaran dan penyediaan sarana sebagai media pembelajaran. Penggunaan pendekatan pembelajaran berupa pendekatan saintifik, dikolaborasikan menggunakan metode pembelajran berupa model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dan penyediaan media pembelajaran berupa modul pembelajaran. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses pembelajaran yang optimal menurut Sudjana (2014:56) memiliki ciri sebagai berikut. (1) Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. (2) Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. (3) Hasil belajar yang dicapainya bermakna bagi siswa seperti akan tahan lama
diingatnya,
membentuk
perilakunya,
bermanfaat
untuk
mempelajari aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memeroleh
22
informasi dan pengetahuan lainnya, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri, dan mengembangkan kreativitasnya. (4) Hasil belajar diperoleh siswa secara menyeluruh. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam
menilai
hasil
yang
dicapainya
maupun
menilai
dan
mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Salah satu indikasi keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran ditandai dengan seberapa besar pencapaian hasil belajarnya. Hasil belajar diketahui setelah siswa tersebut mengalami proses transfer dan retensi ilmu pengetahuan dengan sejumlah materi pelajaran. Hasil belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil yang diharapkan dari proses belajar bukan hanya bersifat pengetahuan semata tetapi juga sikap, pemahaman minat, dan nilainilai. Dalam penelitian ini, peneliti memakai hasil revisi taksonomi pendidikan Bloom oleh Anderson dan Krathwohl. Menurut Anderson dan Krathwohl (2010: 6) telah berhasil mengembangkan atau merevisi taksonomi Bloom menjadi taksonomi belajar mengajar dan asesmen. Perbedaannya adalah taksonomi Bloom lama hanya mempunyai satu dimensi sedangkan taksonomi revisi memiliki dua dimensi. Taksonomi tersebut direpresentasikan dalam dua dimensi yaitu dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Dimensi kognitif meliputi (1) mengingat, (2) memahami, (3) menerapkan, (4) menganalisis, (5) mengevaluasi, (6) mencipta.
Dimensi pengetahuan meliputi (1) pengetahuan faktual, (2)
pengetahuan konseptual, (3) pengetahuan prosedural, (4) pengetahuan metakognisi. Perspektif dua dimensi Andrson dan Krathwohl dapat digambarkan dengan tabel 2.1 berikut.
23
Tabel 2.1 Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom Dimensi Pengetahuan
Pengetahuan Faktual
Mengingat
The Cognitive Process Dimension MemaMengMengMenghami aplikasi analisis evaluasi kan MerangMenge- Menyu- Mengukum lompok sun rutkan kan Menafsir Menco- menjelas Menguji kan ba kan
Membuat daftar Pengetahuan Mengkonseptual gambarkan Pengetahuan MemMempre- Menghiprosedural buat diksi tung tabel data Menyusun MeneMelakuMembametakognisi rapkan kan ngun dengan tepat Sumber : Anderson dan Krathwohl (2010: 99-103).
Mencipta
Menggabungkan Merencanakan
Membedakan
Menyim pulkan
Menyusun
Menerima
Melakukan
Mengaktualisasi
Keterangan: (a) Pengetahuan faktual (Factual Knowledge): pengetahuan berbentuk fakta meliputi pengetahuan tentang terminologi dan tentang detail-detail serta elemen-elemen yang spesifik. (b) Pengetahuan konseptual (Conceptual knowledge): pengetahuan berbentuk konsep, hukum, dan prinsip. (c) Pengetahuan procedural (Procedural Knolwledge): pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. (d) Pengetahuan metakognisi (Meta-cognition Knowledge): sering disebut a process of thinking about thinking atau pengetahuan mengenai proses kognisi secara umum, kesadaran akan mengenai kognisi sendiri. Pengetahuan jenis ini meliputi pengetahuan strategis; pengetahuan tentang proses-proses kognitif; termasuk pengetahuan kontekstual dan kondisional serta pengetahuan diri. Strategi terkait dengan penerapan pengetahuan tersebut untuk meningkatkan hasil belajar.
24
Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka penelitian ini akan mengukur hasil belajar pada aspek kognitif. Hasil belajar kognitif tampak pada pengetahuan dan pemahaman siswa, dimana pembelajaran tidak lagi sebagai proses menghafal tetapi lebih bermakna. e. Definisi Pembelajaran Manusia dalam batas-batas tertentu sebenarnya dapat belajar sendiri tanpa orang lain, tetapi dalam batas-batas tertentu pula, manusia belajar tetap memerlukan bantuan orang lain. Karwono dan Mularsih (2010: 9), mengatakan hadirnya orang lain (guru, pembimbing, dan lain-lain) dalam belajar dimaksudkan agar belajar lebih mudah, lebih lancar, lebih efektif, lebih efisien dan mempunyai dampak terhadap individu yang belajar. Dengan ungkapan lain hadirnya orang lain dalam pembelajaran adalah untuk
pola
belajar,
kegiatan
inilah
yang
dimaksudkan
dengan
pembelajaran. Menurut Hamalik (2008: 77) pembelajaran adalah suatu sistem, artinya suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang berinteraksi antara satu dengan lainnya dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun komponen-komponen tersebut meliputi tujuan pendidikan dan pengajaran, siswa dan tenaga kependidikan, khususnya guru, perencanaan pengajaran,
strategi pengajaran,
media
pengajaran,
dan evaluasi
pengajaran. Adapun menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang Sisdiknas Bab I Pasal 1 Ayat 20, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Selanjutnya, Dimyati dan Mudjiono (2013: 297) mendefinisikan pembelajaran sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Sementara menurut Sagala (2010: 6) pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan
25
pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. Gagne (Siregar dan Nara, 2014: 12) lebih lanjut mengemukakan dan memperjelas makna yang terkandung dalam pembelajaran adalah Instruction is intended to promote learning, external situation need to be arranged to activate support and maintain the internal processing that constitutes each learning event. Pembelajaran dimaksudkan untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung dan mempertahankan proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar. Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disintesiskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dengan siswa melalui penyediaan sumber belajar, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik dalam lingkungan belajar guna memeroleh pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa menjadi bertambah baik kuantitas maupun kualitasnya. f. Ciri-Ciri Pembelajaran Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Siregar dan Nara (2014: 13) mengemukakan beberapa ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut. 1) Pembelajaran merupakan upaya sadar dan terencana. 2) Pembelajaran harus membuat siswa belajar. 3) Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses pembelajaran dilaksanakan. 4) Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya.
26
Selanjutnya, Hamalik (2008: 65-66) mengemukakan ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran adalah sebagai berikut. a) Rencana adalah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus. b) Kesalingtergantungan
(interdepence),
antara
unsur-unsur
sistem
pembelajaran serasi dalam suatu keseluruhan, tiap unsur bersifat esensial, masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran. c) Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan utama sistem pembelajaran agar siswa belajar. Tugas guru adalah mengorganisasi tenaga, materi dan prosedur agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien. Menurut Kustandi dan Sutjipto (2013: 5) diidentifikasi ciri-ciri pembelajaran, yaitu sebagai berikut. (1) Guru dalam proses pembelajaran harus menganggap peserta didik (siswa) sebagai seorang individu yang mempunyai unsur-unsur dinamis, yang dapat berkembang bila disediakan kondisi yang menunjang. (2) Pembelajaran lebih menekannkan pada aktivitas siswa, karena siswa sebagai subyek belajar. (3) Pembelajaran merupakan upaya sadar dan terencana. (4) Pembelajaran bukan kegiatan insidental tanpa persiapan. (5) Pembelajaran merupakaan pemberian bantuan yang memungkinkan siswa dapat belajar. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dirumuskan bahwa ciri-ciri pembelajaran meliputi pembelajaran mempunyai tujuan yang hendak dicapai yang dapat membantu siswa memeroleh berbagai pengalaman; pembelajaran dalam pelaksanaannya dapat berjalan secara kondusif, efektif dan efisien; pembelajaran memerlukan bahan belajar untuk menarik perhatian; pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran;
27
pembelajaran harus mampu menimbulkan motivasi siswa; pembelajaran menekankan keaktifan siswa; pembelajaran berlangsung secara sadar dan sengaja. g. Komponen-Komponen Pembelajaran Pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa melalui penyediaan sumber belajar. Kegiatan pembelajaran terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Menurut Djamarah dan Zain (2013: 41) komponen pembelajaran meliputi antara lain sebagai berikut. 1) Tujuan adalah hasil akhir yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. 2) Bahan pelajaran adalah seperangkat materi yang akan disampaikan dalam kegiatan pembelajaran. 3) Kegiatan belajar mengajar merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Dapat dikatakan kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. 4) Metode adalah strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kegiatan pembelajaran. 5) Alat adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. 6) Sumber pelajaran adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang proses pembelajaran bagi guru dan siswa meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, media, dan lingkungan. 7) Evaluasi adalah proses penilaian yang digunakan untuk mengukur efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran. Lebih lanjut, Karwono dan Mularsih (2010: 11) mengemukakan komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran. Berdasarkan pendapat
tersebut, dapat
dirumuskan komponen-komponen pembelajaran yaitu tujuan pembelajaran; guru; siswa; materi pelajaran; strategi pembelajaran; metode pembelajaran;
28
media pembelajaran; sarana dan prasarana yang dapat menunjang pembelajaran. h. Indikator Keberhasilan Pembelajaran Suatu proses kegiatan pembelajaran dikatakan berhasil, apabila tujuan instruksional khusus dapat tercapai. Untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus guru perlu mengadakan tes formatif. Penilaian formatif bertujuan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan yang ingin dicapai. Menurut Djamarah dan Zain (2013: 107) menjelaskan bahwa keberhasilan proses belajar itu dibagi atas beberapa taraf atau tingkatan yaitu 1) Istimewa/maksimal: apabila keseluruhan bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai oleh siswa. 2) Baik sekali/optimal: apabila sebagian besar (76% s.d 99%) bahan pelajaran yang disampaikan dapat dikuasai oleh siswa. 3) Baik/minimal: apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d 75% saja dikuasai oleh siswa. 4) Kurang: apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa. Selanjutnya, Mulyasa (2006: 210-211) menguraikan kriteria atau indikator-indikator keberhasilan proses pembelajaran sebagai berikut: a) Kriteria jangka pendek. (1) Sekurang-kurangnya 75% isi dan prinsip-prinsip pembelajaran dapat dipahami, diterima dan diterapkan oleh para siswa di kelas. (2) Sekurang-kurangnya 75% siswa merasa mendapat kemudahan, senang dan memiliki kemauan belajar yang tinggi. (3) Siswa berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran. (4) Materi yang dikomunikasikan sesuai dengan kebutuhan siswa, dan mereka memandang bahwa hal tersebut akan sangat berguna bagi kehidupannya kelak. (5) Pembelajaran yang dikembangkan dapat menumbuhkan minat belajar para siswa untuk belajar lebih lanjut (continuing).
29
b) Kriteria jangka menengah (1) Adanya umpan balik terhadap para guru tentang pembelajaran yang dilakukannya bersama siswa. (2) Siswa menjadi insan yang kreatif dan mampu menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapinya (3) Para siswa tidak memberikan pengaruh negatif terhadap masyarakat, lingkungannya dengan cara apapun. c) Kriteria jangka panjang (1) Adanya peningkatan mutu pendidikan, yang dapat dicapai oleh sekolah melalui kemandirian dan inisiatif kepala sekolah, guru dalam mengelola dan mendayagunakan sumber-sumber yang tersedia. (2) Adanya peningkatan efisiensi dan efektifitas pengelolaan dan penggunaan sumber-sumber
pendidikan,
melalui pembagian
tanggung jawab yang jelas, transparan dan demokratis. (3) Adanya peningkatan tanggungjawab sekolah kepada pemerintah, orangtua siswa dan masyarakat pada umumnya berkaitan dengan mutu sekolah, baik dalam intra maupun ekstrakurikuler. (4) Adanya kompetisi yang sehat antar sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua, siswa, masyarakat dan pemerintah daerah setempat. (5) Tumbuhnya
kemandirian
dan
berkurangnya
ketergantungan
dikalangan warga sekolah, bersifat adiktif dan produktif, serta memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi ulet, inovatif dan berani mengambil resiko. (6) Terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup bersama (learning to live together).
30
(7) Terwujudnya iklim sekolah yang aman, nyaman dan tertib, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung (8) Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. Evaluasi secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat
daya
serap
dan kemampuan siswa,
tetapi untuk
memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut bagi perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran di sekolah. Berdasarkan pendapat di atas, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila siswa telah menguasai tujuan yang ingin dicapai seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%). 2.
Modul sebagai Media Pembelajaran Salah
satu
komponen
dalam
pembelajaran
adalah
media
pembelajaran. a. Definisi Media Media bisa berperan banyak untuk belajar. Secara etimologis, media berasal dari Bahasa Latin, merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang berarti “tengah, perantara, atau pengantar”. Smaldino, Lowther, dan Russel (2011: 7) menyatakan media sebagai sarana komunikasi dan sumber informasi. Sementara, menurut Daryanto (2010: 157) media merupakan sarana atau alat terjadinya proses belajar mengajar. The Association for Educational and Technology yang dikutip Asyhar (2012: 4) menyatakan bahwa media adalah apa saja yang digunakan untuk menyalurkan informasi. Berdasarkan beberapa pendapat ahli, dapat dikatakan bahwa media memiliki peran yang sangat penting yaitu sebagai suatu sarana atau perangkat yang berfungsi sebagai perantara atau saluran dalam suatu proses komunikasi untuk memudahkan kegiatan belajar. b. Definisi Media Pembelajaran Anitah (2010: 2) mendefinisikan media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa menerima pengetahuan, keterampilan dan sikap. Media pembelajaran mencangkup semua sumber yang diperlukan untuk
31
melakukan komunikasi dalam pembelajaran, sehingga bentuknya bisa perangkat keras (hardware), seperti komputer, televisi, projektor, dan perangkat lunak (software) yang digunakan pada perangkat keras itu. Sementara mendefinisikan
itu, media
menurut
Kustandi
pembelajaran
dan
sebagai
Sutjipto alat
(2013:
bantu
8)
proses
pembelajaran dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna. Lebih lanjut, Musfiqon (2012: 28) media pembelajaran didefinisikan sebagai alat bantu berpa fisik maupun non fisik yang sengaja digunakan sebagai perantara antara guru dan siswa dalam memahami materi pembelajaran agar lebih efektif dan efisien. Berdasarkan pengertian di atas, dapat dirangkum bahwa media pembelajaran merupakan alat bantu yang dipergunakan dalam proses belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efektif. c. Peran Media Pembelajaran Penggunaan media secara umum yaitu untuk dukungan tambahan selama pembelajaran. Jika pembelajaran berpusat pada guru, artinya media digunakan untuk mendukung penyajian pembelajaran. Disisi lain, apabila pembelajaran berpusat pada siswa, maka para siswa merupakan pengguna utama media. Siswa dapat memanfaatkan media dalam serangkaian cara proses pembelajaran. Pentingnya peran media dalam pembelajaran mengharuskan para pendidik (guru, pembimbing dan lain sebagainya) untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan berbagai sumber belajar dan media. Arsyad (2011: 25) berpendapat manfaat media pembelajaran adalah sebagai berikut. 1) Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
32
2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian siswa sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar siswa. 3) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indra, ruang dan waktu. 4) Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang suatu peristiwa yang terjadi di lingkungan mereka. Selanjutnya peran media pembelajaran menurut Sudjana dan Rivai (2009: 6-7) adalah sebagai berikut. a) Alat untuk memperjelas bahan pelajaran pada saat guru menyampaikan materi. Dalam hal ini, media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pelajaran. b) Alat untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam kegiatan pembelajaran. c) Sumber belajar bagi siswa, media tersebut berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari siswa baik individu maupun kelompok. Secara umum, fungsi dan manfaat media pembelajaran menurut Sadiman, dkk (2011: 17) adalah: (1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka (verbalistis); (2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera; (3) Penggunaan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif peserta didik, yaitu dapat menimbulkan gairah belajar, memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara peserta didik dengan lingkungan dan kenyataan, serta memungkinkan peserta didik belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya; (4) Mengatasi masalah pembelajaran karena perbedaan pengalaman dan lingkungan sedangkan kurikulum yang harus ditempuh oleh peserta didik
sama
sehingga
media
pembelajaran
dapat
memberikan
perangsang, pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dirumuskan
peran media
pembelajaran adalah sebagai berikut: media pembelajaran berperan untuk
33
membantu mewujudkan tujuan pembelajaran; media pembelajaran berperan membangkitkan minat belajar; media pembelajaran berperan mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar; media pembelajaran membantu memperjelas penyajian materi; media pembelajaran berperan untuk mengatasi kesulitan dalam proses pembelajaran. d. Jenis Media Pembelajaran Pengunaan media dalam pembelajaran dapat membantu guru dan siswa dalam memahami materi pembelajaran. Banyaknya ragam media yang tersedia, mengharuskan para guru perlu memilih media yang akan digunakan. Ketepatan memilih media merupakan faktor utama dalam mengoptimalkan hasil pembelajaran. Ini penting, karena setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Media yang tidak tepat sasaran tidak akan memberikan hasil yang memuaskan, bahkan mungkin sebaliknya. Untuk menghindari ketidaktepatan media pembelajaran, maka pemilihan haruslah melalui prosedur yang sistematik dan terencana. Menurut perkembangan
Kustandi teknologi,
dan media
Sutjipto
(2013:
dikelompokkan
29)
berdasarkan
kedalam
empat
kelompok, yaitu: 1) Media Hasil Teknologi Cetak. Teknologi cetak adalah bahan ajar cetak untuk menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses percetakan mekanis atau fotografis. Teknologi ini menghasilkan materi dalam bentuk salinan tercetak. 2) Media Hasil Teknologi Audio Visual. Teknologi audio visual merupakan alat untuk menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanik dan elektronik, untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual. 3) Media Hasil Teknologi Berbasis Komputer. Teknologi berbasis komputer merupakan suatu alat yang digunakan untuk menghasilkan atau menyampaikan materi menggunakan sumber-sumber yang berbasis mikro-processor.
34
4) Media Hasil Gabungan Teknologi Cetak dan Komputer. Teknologi gabungan adalah cara menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer. Lebih lanjut, Asyhar (2012: 44-45) mengungkapkan bahwa pada dasarnya media dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu, media visual, media audio, media audio-visual, dan multimedia. (1) Media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari siswa. Beberapa media visual antara lain: a) media cetak seperti buku, modul, jurnal, gambar, peta, gambar dan poster; b) model dan proto tipe seperti globe bumi; dan c) media realitas alam sekitar dan sebagainya. (2) Media audio, adalah jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran siswa. Contoh umum media audio yang sering digunakan adalah tape recorder, radio dan CD player. (3) Media audio-visual, adalah jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran jenis media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan melibatkan indera pendengaran dan indera penglihatan. Sekaligus dalam suatu proses atau kegiatan. Contoh media audio-visual adalah film, video, program tv dan lain-lain. (4) Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran
multimmedia
melibatkan
indera
penglihatan dan indera pendengaran melalui media teks, visual diam, visual gerak, dan audio serta media interaktif berbasis komputer dan teknologi informasi dan komunikasi. Jadi TV, presentasi powerpoint berupa teks, gambar bersuara sudah dikatakan multimedia. Berdasarkan paparan di atas, jenis media pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis yaitu, (a) media visual; (b) media
35
audio; (c) media audio visual; (d) multimedia. Media tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam penelitian ini, peneliti memilih media visual berupa media cetak berbentuk modul karena media cetak merupakan alat yang ampuh dalam meningkatkan kompetensi siswa yang dapat menjadi bekal bagi siswa tidak hanya berupa pengetahuan dan informasi, tetapi membuka wawasan dalam berkarya. Hal tersebut akan tercapai apabila dalam kegiatan pembelajaran guru merancang sendiri bahan ajar sesuai kebutuhan siswa. Peneliti tertarik mengembangkan suatu produk berupa modul sebagai media pembelajaran agar dapat memudahkan siswa belajar secara mandiri. e. Definisi Modul Salah satu media berbasis cetakan adalah buku ajar atau modul ajar. Goldschmid and Goldschmid (Dhamija dan Kanchan, 2014: 28), define a “module as a self-contained, independent unit of a plenned series of learrning activities designed to help the student accomplish certain wel defined objectives”. Modul didefinisikan sebagai sejenis satuan kegiatan belajar yang terencana, didesain guna membantu siswa menyelesaikan tujuan-tujuan tertentu. Modul dirancang untuk belajar secara mandiri oleh siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Daryanto (2013: 9) modul dapat diartikan sebagai materi pelajaran yang disusun dan disajikan secara tertulis sedemikian rupa sehingga pembacanya diharapkan dapat menyerap sendiri materi tersebut. Dengan kata lain sebuah modul adalah sebagai bahan belajar dimana pembacanya dapat belajar mandiri. Lebih lanjut Prastowo (2015: 107) mengemukakan pembelajaran dengan modul memungkinkan siswa yang memiliki kecepatan tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar dibandingkan dengan siswa lainnya. Modul merupakan media pembelajaran yang dapat berfungsi sama dengan pengajar/pelatih pada pembelajaran tatap muka. Menurut Smaldino, Lowther, dan Russel (2014: 279) modul pembelajaran
36
merupakan unit pembelajaran yang lengkap yang dirancang untuk digunakan oleh sesorang pemelajar atau sekelompok kecil pemelajar tanpa kehadiran guru. Sejalan dengan pendapat tersebut, Nur’aini (2008: 99) mendefinisikan modul sebagai media cetak untuk belajar mandiri. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat didefinisikan bahwa modul adalah salah satu bentuk media pembelajaran berbasis cetak berupa paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran. f. Tujuan Pembelajaran dengan Modul Modul dapat dirumuskan sebagai salah satu bentuk media pembelajaran berbasis cetak berupa paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Modul pembelajaran menurut Smaldino, Lowther, dan Russel (2014: 279) memiliki tujuan sebagai berikut. 1) Modul memudahkan siswa belajar mandiri. 2) Modul harus menarik perhatian siswa. 3) Modul menyajikan konten baru 4) Modul memberikan latihan dengan kegiatan umpan balik. Menurut penelitian yang dilakukan Dhamija dan Kanchan (2014) hasil penelitian menunjukkan bahwa modul menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi siswa untuk belajar, modul memberikan umpan balik langsung pada kinerja siswa, modul telah diperkaya self-explanatory, self-contained, self-directed, self-motivating dan self-evaluating yang membantu untuk memenuhi kebutuhan siswa. Pendapat lain oleh Nasution (2011: 205-206) mengemukakan tujuan pembelajaran modul adalah sebagai berikut : a) Pembelajaran dengan modul adalah membuka kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut kecepatan masing-masing. Dianggap bahwa
37
siswa tidak akan mencapai hasil yang sama dalam waktu yang sama dan tidak sedia mempelajari sesuatu pada waktu yang sama. b) Pembelajaran dengan modul adalah memberi kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut cara masing-masing, oleh sebab mereka menggunakan teknik yang berbeda-beda untuk memecahkan masalah tertentu berdasarkan latar belakang pengetahuan dan kebiasaan masingmasing. c) Pembelajaran dengan modul adalah memberi pilihan dari sejumlah besar topik dalam rangka suatu mata pelajaran, mata kuliah, bidang studi atau disiplin bila kita anggap bahwa pelajar tidak mempunyai pola minat yang sama atau motivasi yang sama untuk mencapai tujuan yang sama. d) Pembelajaran dengan modul adalah memberi kesempatan kepada siswa untuk mengenal kelebihan dan kekurangannya dan memperbaiki kelemahannya melalui modul remedial, ulangan-ulangan atau variasi dalam cara belajar. Modul sering memberikan evaluasi untuk mendiagnosis kelemahan siswa (siswa) selekas mungkin agar diperbaiki dan memberi kesempatan yang sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk mencapai hasil yang setinggi-tinginya. Lebih lanjut, Chetty, Hu, dan Bennett (2003: 238) mengemukakan the module can act as an instructional aid and helps not only in understanding the fundamental concepts but also in providing a greater appreciation of the applications of EM theory. Modul dapat bertindak sebagai bantuan intruksional dan membantu tidak hanya dalam memahami konsep dasar tetapi juga dalam memberikan penghargaan yang lebih besar dari aplikasi teori. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dirumuskan bahwa tujuan pembelajaran menggunakan modul adalah pembelajaran dengan modul memberi kesempatan bagi siswa untuk belajar mandiri menurut kecepatan masing-masing; modul harus disajikan secara menarik dengan contoh yang lebih konkrit; pembelajaran dengan modul harus mampu membangkitkan
38
motivasi siswa dalam proses belajar; pembelajaran dengan modul perlu dilakukan umpan balik dan evaluasi. g. Kriteria Modul Ajar Modul yang dikembangkan harus mampu meningkatkan motivasi siswa dan efektif dalam mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Untuk menghasilkan modul yang baik, maka penyusunnya harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Depdiknas (2008) yang dikutip Asyhar (2012: 155-156) sebagai berikut. 1) Self Instructional; yaitu mampu membelajarkan siswa secara mandiri. Melalui modul tersebut, seseorang atau siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tanpa tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus; a) Berisi tentang tujuan yang dirumuskan secara jelas; b) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas; c) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran; d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya; e) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya; f)
Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;
g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran; h) Terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan penggunaan diklat melakukan, self assessment; i)
Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan;
j)
Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui tingkat penguasaan materi; dan tersedia informasi
39
tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran yang dimaksud. 2) Self contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. 3) Stand alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. 4) Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. 5) User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Selanjutnya, Sukiman (2012: 133-134) mengemukakan kriteria pengembangan modul adalah sebagai berikut. a) Self Instructional. Melalui modul, siswa mamu belajar mandiri tidak bergantung pada pihak lain. b) Self contained. Seluruh materi pembelajaran dari satu unit standar kompetensi kompetensi dasar yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. c) Stand alone. Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media lain. a) Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dengan memperhatikan perkembangan ilmu dan teknologi, pengembangan modul tetap up to date. b) User Friendly; modul hendaknya mudah digunakan oleh siswa. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dirumuskan bahwa kriteria pengembangan modul harus mengacu pada lima kriteria yaitu pertama, self Instructional; self contained; stand alone; adaptive; dan user friendly. Kelima kriteria modul tersebut dapat dijadikan acuan bagi penyusun
40
modul dan bagi tim validasi dalam menetapkan dan menilai apakah modul tersebut baik/layak atau tidak. h. Unsur-Unsur Modul Pembelajaran Modul sebagai sumber belajar yang bersifat mandiri, agar mampu memerankan fungsinya dalam pembelajaran, dalam mengembangkan modul harus memperhatikan unsur-unsur atau komponen-komponen yang mensyaratkannya.
Smaldino,
Lowther,
dan
Russel
(2014:
279)
mengemukakan modul pembelajaran memiliki unsur-unsur atau komponen sebagai berikut. 1) Dasar pemikiran. Berisikan garis besar mengenai konten modul dan sebuah penjelasan mengapa siswa sebaiknya mempelajarinya. 2) Tujuan. Hal yang diharapkan dicapai siswa setelah menyelesaikan modul. 3) Ujian masuk. Untuk mengetahui kemampuan awal siswa. 4) Material multimedia. Penggunaan teknologi dan media untuk melibatkan siswa secara aktif dengan memanfatkan pengindreraannya. 5) Kegiatan belajar. Menggunakan strategi belajar dan media untuk membangkitkan motivasi siswa. 6) Latihan dengan umpan balik. Memberikan kesempatan siswa mempraktikkan setiap tujuan dan memberikan umpan balik terhadap kecepatan respon mereka (siswa). 7) Ujian mandiri. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk meninjau kembali dan memeriksa kemajuan mereka sendiri. 8) Ujian penutup. Menilai siswa apakah telah menguasai tujuan dari modul itu. Sudjana (2009: 134) menyebutkan bahwa secara rinci unsur-unsur yang harus ada dalam modul antara lain adalah: a) Pedoman Guru, berisi petunjuk-petunjuk bagaimana guru mengajar secara efisien serta memberikan penjelasan tentang jenis-jenis kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, alokasi waktu penggunaan modul,
41
alat-alat pelajaran yang harus dipergunakan, hingga petunjuk untuk evaluasi. b) Lembaran Kegiatan Siswa, memuat materi yang harus dikuasai oleh siswa. penyusunan materi disesuaikan dengan tujuan instruksional yang akan dicapai, runtut sehingga mempermudah siswa belajar. c) Lembaran Kerja, menyertai lembaran kegiatan siswa yang dipakai untuk menjawab atau mengerjakan soal-soal tugas atau masalahmasalah yang harus dipecahkan. d) Kunci Lembaran Kerja, berfungsi untuk mengevaluasi atau mengoreksi sendiri hasil pekerjaan siswa. Bila terdapat kekeliruan dalam pekerjaannya, siswa dapat meninjau kembali pekerjaannya. e) Lembaran Tes, merupakan alat evaluasi untuk mengukur keberhasilan tujuan yang telah dirumuskan dalam modul. f) Kunci Lembaran Tes, merupakan alat koreksi terhadap penilaian yang dilaksanakan oleh para siswa sendiri. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dirumuskan unsur-unsur modul pembelajaran adalah sebagai berikut: pertama, berisikan petunjuk penggunaan modul; kedua, modul berisi tujuan pembelajaran; ketiga, modul menggunakan material multimedia; keempat, evaluasi awal; kelima, tersedianya lembar kegiatan siswa; keenam, tersedianya lembar jawaban; ketujuh soal latihan; kedelapan evaluasi akhir; dan kesembilan tersedianya kunci jawaban. i. Prinsip-Prinsip Penyusunan Modul Pembelajaran Menyusun modul tidaklah gampang. Modul harus disesuaikan dengan minat, perhatian, dan kebutuhan siswa. Oleh karena itu penyusun modul hendaknya memperhatikan berbagai prinsip yang membuat modul tersebut dapat memenuhi tujuan penyusunannya. Prinsip yang harus dikembangkan menurut Hamdani (2011: 221), antara lain sebagai berikut. 1) Disusun dari materi yang mudah untuk memahami yang lebih sulit, dan dari yang konkret untuk memahami yang semikonkret dan abstrak. 2) Menekankan pengulangan untuk memperkuat pemahaman.
42
3) Umpan balik yang positif untuk memberikan penguatan terhadap siswa. 4) Memotivasi adalah salah satu upaya yang dapat menentukan keberhasilan belajar. 5) Latihan dan tugas untuk menguji diri sendiri. Selanjutnya, menurut Asyhar (2012: 156-157) penulisan modul dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut. a) Siswa perlu diberikan secara jelas hasil belajar yang menjadi tujuan pembelajaran sehingga siswa dapat berangan-angan apakah saat pembelajaran menggunakan modul mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran. b) Peserta perlu diuji untuk dapat menentukan apakah mereka telah mencapai tujuan pembelajaran. c) Bahan ajar perlu diurutkan sedemikian rupa sehingga memudahkan siswa untuk mempelajari modul. d) Siswa perlu disediakan umpan balik sehingga mereka dapat memantau proses belajar dan mendapatkan perbaikan bilamana diperlukan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dirumuskan prinsip-prinsip penulisan modul adalah sebagai berikut: materi pada modul disusun dari yang paling mudah sampai kepada yang bersifat abstrak; modul harus mampu membangkitkan minat dan motivasi; tes awal untuk mengetahui kemampuan awal siswa; soal latihan, pemberian tes akhir dan umpan balik. j. Penulisan Modul Modul pembelajaran harus mampu memerankan fungsi dan peranannya dalam pembelajaran yang efektif, modul perlu dirancang dan dikembangkan
dengan
mengikuti
kaidah
dan
elemen
yang
mensyaratkannya. Menurut Sudjana dan Rivai (2009: 133-134) modul disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut. 1) Menyusun kerangka modul dengan merumuskan tujuan instruksional umum dengan merinci tujuan umum ke tujuan intruksional khusus, menyusun butir-butir soal evaluasi untuk mengukur pencaian tujuan
43
instruksional khusus, menyusun materi pelajaran ke dalam urutan yang logis, menyusun langkah-langkah kegiatan pembelajaran, memeriksa langkah-langkah kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan, mengidentifikasi alat-alat yang diperlukam dalam membelajarkan modul. 2) Menulis program secara rinci meliputi kegiatan membuat petujuk penggunaan untuk guru, lembar kegiatan siswa, lembar kerja siswa, lembar jawaban, lembar soal tes, dan lembar jawaban soal tes. Berdasarkan pendapat Nasution (2011: 217-218) secara garis besarnya penyusunan modul atau pengembangan modul dapat mengikuti langkah-langkah berikut : a) Merumuskan sejumlah tujuan secara jelas, spesifik, dalam bentuk kelakuan siswa yang dapat diamati dan diukur. b) Urutan tujuan-tujuan itu yang menentukan langkah-langkah yang diikuti dalam modul itu. c) Tes diagnostik untuk mengukur latar belakang siswa, pengetahuan dan kemampuan yang telah dimilikinya sebagai pra-syarat untuk menempuh modul itu (entry behavior atau entering behavior). Ada hubungan antara butir-butir test ini dengan tujuan-tujuan modul. d) Menyusun alasan atau rasional pentingnya modul ini bagi siswa. siswa harus tahu apa gunanya ia mempelajari modul ini. Siswa harus yakin akan manfaat modul itu agar ia bersedia mempelajarinya dengan sepenuh tenaga. e) Kegiatan-kegiatan
belajar
direncanakan
untuk
membantu
dan
membimbing siswa agar mencapai kompetensi-kompetensi seperti dirumuskan dalam tujuan. Kegiatan itu dapat berupa mendengarkan rekaman, melihat film, mengadakan percobaan dalam laboratorium, mengadakan bacaan membuat soal, dan sebagainya. Bagian inilah yang merupakan inti modul, aspek yang paling penting dalam modul itu, karena menyangkut proses belajar itu sendiri.
44
f) Menyusun post-test untuk mengukur hasil belajar siswa, hingga manakah siswa menguasai tujuan-tujuan modul. Butir-butir tes harus bertalian erat dengan tujuan-tujuan modul. g) Menyiapkan pusat sumber-sumber berupa bacaan yang terbuka bagi siswa setiap waktu ia memerlukannya. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dirumuskan langkahlangkah penulisan modul yaitu sebagai berikut: (1) membuat ouline modul;
(2)
merumuskan
petunjuk
atau
langkah-langkah
dalam
mempelajari modul; (3) merumuskan tujuan pembelajaran; (4) membuat peta konsep; (5) membuat tampilan modul dengan bentuk, gambar dan tema yang menarik; (6) menulis materi secara rinci dan urut; (7) menyususn pertanyaan pretest dan postest. k. Kelebihan dan Kelemahan Modul Belajar menggunakan modul sangat banyak manfaatnya, siswa dapat
bertanggung
jawab
terhadap
kegiatan
belajarnya
sendiri,
pembelajaran dengan modul sangat menghargai perbedaan individu, sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan tingkat kemampuannya. Menurut Smaldino, Lowther, dan Russel (2014: 280) terdapat beberapa keuntungan belajar dengan menggunakan modul yaitu sebagai berikut. 1) Menentukan kecepatan sendiri. Siswa dapat menyelesaikan materi berdasarkan dengan kecepatan siswa itu sendiri. 2) Kemasan total. Keuntungan terbesar adalah bahwa sebuah modul merupakan paket pembelajaran terpadu; tidak ada keharusan untuk berusaha menyatukan seluruh materi agar memenuhi tujuan-tujuan belajar. 3) Tervalidasi. Modul telah teruji dan divalidasi sebelum disebarkan; dengan jumlah klien yang begitu besar, para vendor bisa berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan kurikulum.
45
Lebih lanjut, Menururt Nasution (2011: 206-207) modul yang disusun dengan baik dapat memberikan banyak keuntungan bagi pelajar antara lain: a) Balikan (feedback): modul memberikan feedback sehingga siswa dapat mengetahui tingkatan hasil belajarnya. b) Penguasaan tuntas (mastery): setiap siswa mendapat kesempatan untuk mencapai nilai tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas. c) Tujuan: modul disusun dengan tujuan jelas, spesifik, dan dapat dicapai siswa. d) Motivasi: pengajaran yang membimbing siswa mencapai sukses melalui langkah-langkah yang teratur dapat menimbulkan motivasi yang kuat untuk berusaha segiat-giatnya. e) Pengajaran remidial, memberi kesempatan siswa untuk memperbaiki kelemahan, kesalahan, atau kekurangan murid dapat ditemukan sendiri berdasarkan evaluasi yang diberikan. Selain beberapa kelebihan yang dimiliki oleh modul, Arsyad (2011: 40-41) juga menyebutkan keterbatasan modul yaitu sebagai berikut. (1) Sulit menampilkan gerak dalam halaman media cetak. (2) Biaya pencetakan akan mahal apabila menampilkan ilustrasi, gambar, atau foto yang berwarna-warni. (3) Proses pencetakan media seringkali memakai waktu yang lama. (4) Perbagian unit-unit pelajaran dalam media cetakan harus dirancang sedemikian rupa
sehingga
tidak
terlalu
panjang
dan dapat
membosankan siswa. (5) Jika tidak dirawat dengan baik, maka akan mudah rusak dan hilang. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dirangkum bahwa pembelajaran menggunakan modul juga memiliki beberapa kelemahan yang mendasar yaitu bahwa memerlukan biaya yang cukup besar serta memerlukan waktu yang lama dalam pengadaan atau pengembangan modul itu sendiri.
46
3. Pendekatan Saintifik a. Pengertian Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru yang dicetuskan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemdikbud) untuk mengganti Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum 2013 pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru akan tetapi berpusat pada siswa, siswa yang dituntut aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Rahyubi (2012: 6) pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara guru dengan siswa dan sumber belajar dalam suatu kegiatan belajar mengajar. Terdapat karakteristik yang menjadi ciri khas dalam pembelajaran Kurikulum 2013 yaitu menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik (scientific) disebut juga sebagai pendekatan ilmiah. Menurut Daryanto (2014: 51) pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Lebih lanjut, Fadillah (2014: 176) mendefinisikan pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang dilakukan melalui
kegiatan
mengamati,
menanya,
mencoba,
menalar,
dan
mengomunikasikan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa pendekatan saintifik adalah pendekatan ilmiah yang dirancang untuk siswa agar secara aktif belajar mengonstruk konsep, hukum dan prinsip melalui kegiatan mengamati,
menanya,
mengomunikasikan.
mengumpulkan
informasi,
menalar,
dan
47
Menurut Hosnan (2014: 34-35) pendekatan saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. 1) Teori Bruner Teori Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin dan Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila individu menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memeroleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah dengan memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan maka akan memperkuat retensi ingatan. Keempat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode Saintifik. 2) Teori Piaget Teori
Piaget,
menyatakan
bahwa
belajar
berkaitan
dengan
pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Menurut Baldwin (1967) skema adalah suatu stuktur mental atau struktur kognitif yang
dengannya
seseorang
secara
intelektual
beradaptasi
dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. 3) Teori Vygotsky Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila siswa bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu berada dalam dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
48
b. Karakteristik Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Menurut Daryanto (2014: 53) dan Hosnan (2014: 16) Pembelajaran dengan pendekatan saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Berpusat pada siswa. 2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip. 3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa 4) Dapat mengembangkan karakter siswa. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat dirumuskan karakteristik pendekatan saintifik yaitu: pendekatan saintifik pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru melainkan pembelajaran berpusat pada siswa; pembelajaran melalaui proses ilmiah; melibatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi; mengembangkan karakter siswa agar lebih cakap, terampil dan kreatif. c. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Tujuan pembelajaran dengan pendekatan Saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan Saintifik menurut Hosnan (2014: 36-37) adalah sebagai berikut. 1) Untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. 2) Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik. 3) Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan. 4) Diperolehnya hasil belajar yang tinggi. 5) Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah. 6) Untuk mengembangkan karakter siswa. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dirumuskan bahwa tuajuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah meningkatkan kecerdasan
49
siswa khususnya kemampuan berfikir kritis; melatih kemampuan siswa menyelesaikan permasalahan secara sistematis; tercipta kondisi belajar yang menyenangkan; melatih siswa lebih kreatif dalam mengomunikasikan ide-ide yang cemerlang; mengembangkan karakter siswa; siswa bisa meningkatkan hasil belajar. d. Prinsip-Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Beberapa prinsip dalam kegiatan pembelajaran menurut Daryanto (2014: 58) adalah sebagai berikut. 1) Pembelajaran berpusat pada siswa. 2) Pembelajaran membentuk student self concept. 3) Pembelajaran terhindar dari verbalisme. 4) Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip. 5) Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa 6) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru. 7) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi. 8) Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikontruksi siswa dalam struktur kognitifnya. Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa prinsip pembelajaran saintifik adalah kegiatan pembelajaran berpusat kepada siswa, bukan lagi kepada guru; pembelajaran membentuk karakter siswa dalam belajar mandiri; terhindar dari verbalisme; memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengonstruk pengetahuan, konsep, hukum dan prinsip; mendorong meningkatkan kemampuan berpikir siswa; meningkatkan motivasi guru dalam mengajar dan siswa dalam belajar; melatih kemampuan komunikasi siswa khususnya kemampuan bertanya; adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, prinsip yang konstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
50
e. Langkah-Langkah Umum Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (Saintifik) menurut Hosnan (2014: 37) meliputi 1. Menggali informasi melalui observing/pengamatan. 2. Questioning/bertanya. 3. Experimenting/percobaan. 4. Mengolah data atau informasi. 5. Menyajikan data atau informasi. 6. Menganalisis 7. Associating/menalar. 8. kemudian
menyimpulkan,
dan
mencipta
serta
membentuk
jaringan/netwoking. Pendekatan ilmiah/scientific approach mempunyai kriteria proses pembelajaran sebagai berikut: 1) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kirakira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. 2) Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. 4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. 5) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
51
6) Berbasis
pada
konsep,
teori dan
fakta
empiris
yang
dapat
dipertanggungjawabkan. 7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu attitude/sikap, knowledge/pengetahuan, dan skill/keterampilan (disingkat KSA= Knowledge, Skill, dan Attitude). a) Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu mengapa”. b) Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu bagaimana”. c) Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu apa” d) Hasil
akhirnya
adalah peningkatan dan
keseimbangan
antara
kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari siswa yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. e) Hasil belajar melahirkan siswa yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Adapun bentuk kegiatan pembelajaran melalui pendekatan scientific dapat dilihat, pada tabel 2.2.
52
Tabel 2.2 Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan Saintifik Kegiatan Mengamati (observing) Menanya (questioning)
Pengumpulan data (experimenting)
Mengasosiasi (associating)
Mengomunikasikan
Aktivitas belajar Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat) Mengajukan pertanyaan dari yang faktual sampai ke yang bersifat hipotesis, diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan) Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku,eksperimen), mengumpulkan data. Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data/kategori, menyimpulkan dari hasil analisis data; dimulai dari unstructured-uni structure-multistructurecomplicated structure. Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya.
Sumber : (Hosnan, 2014: 39) f. Pendekatan Saintifik dan Strategi Pembelajaran Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan. Dalam pembelajaran pendekatan Ilmiah (Scientific) terdapat tiga strategi pembelajaran yaitu, strategi pembelajaran penemuan (discoveri/inkuiri); strategi pembelajaran berbasis proyek (project based learning); dan strategi pembelajaran berbasis masalah (problem based learning).
53
Pendekatan Ilmiah (Scientific) Mengamati, Menanya, Mengumpulkan informasi, Mengasosiasi, dan Mengomunikasikan
Strategi Pembelajaran Discovery/ Inkuiri
Menciptakan situasi (stimulation) Pembahasan tugas dan identifikasi masalah
Strategi Pembelajaran Project Based Learning
Penentuan pertanyan mendasar Menyusun perencanaan proyek
Observasi Pengumpulan data Pengolahan Data dan analisis
Menyusun jadwal Monitoring Menguji hasil
Verifikasi Generalisasi
Evaluasi pengalaman
Strategi Pembelajaran Problem Based Learning Orientasi pada masalah Pengorganisasian belajar Membimbing penyelidikan individu dan kelompok Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Sumber : Permendikbud Nomor 81A tentang Implementasi Kurikulum 2013 Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam Hosnan (2014: 36). Gambar 2.1 Pendekatan Saintifik dan Strategi Pembelajaran Penelitian ini lebih memfokuskan pada pendekatan saintifik. Adanya strategi pembelajaran seperti discovery/inkuiri, project based learning, problem based learning merupakan strategi yang mendukung terjadinya proses saintifik atau pembelajaran berbasis keilmuan. Pendekatan dan strategi pembelajaran dilaksanakan guna mencapai tujuan pembelajaran yang mencangkup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada
54
satuan pendidikan. Berdasarkan permasalahan yang terjadi siswa perlu dihadapkan pada kegiatan discovery/inkuiri, agar siswa lebih aktif pada kegiatan pembelajaran. Pemilihan strategi pembelajaran perlu disesuaikan dengan karakteristik dan analisis kebutuhan siswa. g. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Salah
satu
model
pembelajaran
yang
diperkirakan
mampu
mengembangkan kemampuan belajar mandiri adalah pembelajaran berbasis masalah (problem
based
learning).
Menurut
Mudjiman (2011:
59)
pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dianggap sebagai model pembelajaran yang mampu merangsang siswa untuk menganalisis masalah, memperkirakan jawaban-jawabannya, mencari data, menganalisis dan menyimpulkan jawaban terhadap masalah. Pendapat lain, menurut Daryanto (2014: 29) pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan suatu model pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar bagaimana belajar, bekerja secara berkelompok untuk mencari masalah dunia nyata. Artinya, siswa harus dihadapkan pada suatu masalah agar mereka dapat memecahkan masalah dan berfikir kritis, sehingga siswa secara aktif dapat membangun pengetahuan sendiri. Lebih lanjut, menurut Sanjaya (2011: 214) pembelajaran berbasis masalah atau yang dikenal dengan PBL diartikan sebagai serangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dirumuskan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan kepada proses pemberian rangsangan berupa masalah-masalah nyata yang harus dipecahkan oleh siswa melalui kegiatan bersama atau secara berkelompok. Sehingga dapat dipahami bahwa pembelajaran berbasis masalah ditandai dengan siswa bekerja berpasangan atau dalam kelompok kecil untuk menyelidiki masalah nyata dan membingungkan. Menurut Arends (2013: 115) langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut: (1) mengarahkan siswa kepada
55
masalah; (2) mempersiapakan siswa untuk belajar; (3) membantu penelitian mandiri dan kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan artefak dan benda panjang; (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Secara ringkas kegiatan pembelajaran berbasis masalah diawali dengan aktivitas siswa untuk menyelesaikan masalah nyata yang telah ditentukan atau telah disepakati, proses penyelesaian itu berimplikasi pada terbentuknya keterampilan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah dan berfikir kritis sehingga siswa dapat mengonstruk sendiri pemahaman mereka dengan cara memecahkan masalah yang diberikan. Agar siswa fokus pada materi yang diberikan, sebaiknya harus disertai media yang mendukung sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif, kemudian mengakhiri pelajaran dengan menarik kesimpulan. Menurut Hosnan (2014: 301) model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) terdiri dari lima langkah utama yaitu berikut ini. 1) Orientasi siswa terhadap suatu masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan berusaha membangkitkan motivasi belajar siswa pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. 2) Mengorganisasi
siswa
untuk
belajar.
Guru
membantu
siswa
mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang telah dipecahkan. 3) Membimbing penyelidikan individual dan kelompok. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi, melakukan eksperimen, dan pemecahan masalahnya. 4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya seperti pembuatan laporan, vidio, dan model serta membantu berbagai tugas dengan temannya, 5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Guru mengadakan refleksi bersama siswa terhadap proses penyelidikan dan pemecahan masalah yang dilakukan siswa. Berdasarkan pendapat di atas, dapat dirumuskan langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah yaitu mengarahkan siswa kepada masalah;
56
mengorganisasi siswa untuk belajar; membimbing penelitian mandiri dan kelompok; mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan mengadakan evaluasi pembelajaran. Menurut Hamruni (2012: 114-115) model pembelajaran berbasis masalah mempunyai keunggulan-keunggulan sebagai berikut: (1) menantang kemampuan siswa untuk menemukan masalah baru, (2) meningkatkan aktivitas pembelajaran, (3) membantu siswa mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam dunia nyata, (4) membantu siswa mengembangkan pengetahuan baru dan bertanggung jawab pada pembelajaran yang telah mereka lakukan, (5) mendorong siswa melakukan evaluasi mandiri terhadap proses dan hasil dari belajarnya, (6) pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan menarik minat siswa, (7) mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa dan penyesuaian dengan pengetahuan baru, dan (8) memberi kesempatan siswa mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam kehidupan nyata. Sedangkan kelemahannya adalah (a) ketika siswa tidak memiliki minat atau kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit dipecahkan, mereka akan merasa enggan untuk mencoba, (b) keberhasilan pembelajaran membutuhkan cukup waktu untuk persiapan, (c) tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang pelajari, meraeka tidak akan belajar apa yang yang mereka ingin pelajari. h. Model Pembelajaran Berbasis Proyek Kosasih mendefinisikan (2015: 96) model pembelajaran berbasis proyek (project
based learning)
sebagai
model pembelajaran yang
menggunakan proyek/kegiatan sebagai tujuan utamanya. PjBL memfokuskan pada aktivitas siswa berupa pengumpulan informasi. Menurut Daryanto (2014: 23) pembelajaran berbasis proyek (project based learning) merupakan metode belajar
yang
menggunakan
masalah
sebagai
langkah
awal
dalam
menggumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Berdasarkan definisi tersebut dapat disintesiskan bahwa model pembelajaran berbasis proyek (project based
57
learning) merupakan model pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam menggumpulkan informasi dan membuat laporan atas kegiatan pembelajaran tersebut. Langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek menurut Daryanto (2014: 27) adalah sebagai berikut: 1) penentuan pertanyaan; 2) mendesain perancanaan proyek; 3) penyusunan jadwal pelaksanaan proyek; 4) memonitor siswa dan kemajuan proyek; 5) menguji hasil; 6) mengevaluasi pengalaman. i. Hubungan Problem Based Learning dan Project Based Learning Menurut Hosnan (2014: 322) pendekatan pembelajaran berbasis proyek (project based learning) merupakan adaptasi dari pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) yang awalnya berawal pada pendidikan medis (kedokteran). Perbedaan antara pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dengan pembelajaran berbasis proyek (project based learning) adalah sebagai berikut: 1) dalam problem based learning, pendidik lebih didorong dalam kegiatan yang memerlukan perumusan masalah, pengumpulan data, dan analisis data, sedangkan dalam project based learning pendidik lebih didorong pada kegiatan desain; merumuskan job, merancang, mengkalkulasi, melaksanakan pekerjaan, dan mengevaluasi hasil. j. Inkuiri Menurut Hosnan (2014: 341) pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analisis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Lebih lanjut, menurut Arends (2013: 45) pembelajaran inkuiri adalah model pembelajaran yang dikembangkan untuk tujuan mengajarkan siswa cara berpikir. Berdasarkan pendapat tersebut dapat didefinisikan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan cara pembelajaran yang menuntut siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Arends (2013: 47) menyebutkan langkah-langkah pembelajaran inkuiri sebagai berikut: 1) mendapatkan perhatian dan menjelaskan proses inkuiri; 2) menyajikan permasalahan inkuiri; 3) meminta siswa merumuskan
58
hipotesis untuk menjelaskan permasalahan; 4) mendorong siswa untuk mengumpulkan data untuk menguji hipotesis; 5) memformulasikan penjelasan; 6) merefleksikan situasi bermasalah dan proses berpikir yang digunakan untuk menyelidikinya. 4. Mata Pelajaran Ekonomi Mata pelajaran Ekonomi merupakan mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum di Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada kurikulum 2013 mata pelajaran Ekonomi masuk dalam kelompok mata pelajaran peminatan ilmu sosial. Pada tingkatan pendidikan dasar dan menengah pertama, mata pelajaran Ekonomi diberikan sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sedangkan pada tingkat pendidikan atas, mata pelajaran Ekonomi diberikan sebagai mata pelajaran sendiri. Menurut Geminastiti dan Nurlita (2015: 6) Ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikonomi, yang terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos artinya rumah tangga, nomos artinya aturan. Jadi Ekonomi dalam arti sempit adalah aturan rumah tangga. Secara luas, Ekonomi mempelajari kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dinyatakan bahwa mata pelajaran Ekonomi adalah salah satu mata pelajaran SMA yang masuk dalam kelompok mata pelajaran peminatan ilmu sosial, yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas jumlahnya. Menurut Permendikbud nomor 69 tahun 2013 kelompok mata pelajaran peminatan ilmu sosial memiliki tujuan sebagai berikut. a. Memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan minatnya dalam sekelompok mata pelajaran sesuai dengan minat keilmuannya di perguruan tinggi. b. Mengembangkan minatnya terhadap suatu disiplin ilmu atau keterampilan tertentu.
59
Tabel 2.3 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Ekonomi kelas X Kompetensi Inti (KI) Kompetensi Dasar (KD) 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran 1.1 Mensyukuri sumber daya sebagai karunia agama yang dianutnya Tuhan YME dalam rangka pemenuhan kebutuhan. 1.2 Mengamalkan ajaran agama dalam memanfaatkan produk bank dan lembag keuangan bukan bank, serta dalam pengelolaan koperasi. 2. Menghayati dan mengamalkan peri- 2.1 Bersikap jujur, disiplin, tanggung jawab, laku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, kreatif, mandiri, kritis, dan analitis peduli (gotong royong, kerjasama, dalam mengatasi permasalahan Ekonomi. toleran, damai), santun, responsif dan 2.2 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, pro-aktif dan menunjukkan sikap tanggung jawab, santun, responsif dan sebagai bagian dari solusi atas berproaktif, peduli dalam melakukan kegiatan bagai permasalahan dalam Ekonomi. berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalamn menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, meng- 3.1 Mendeskripsikan konsep ilmu Ekonomi. analisis pengetahuan faktual, 3.2 Menganalisis masalah Ekonomi dan cara konseptual, prosedural berdasarkan mengatasinya. rasa ingintahunya tentang ilmu 3.3 Menganalisis peran pelaku kegiatan pengetahuan, teknologi, seni, Ekonomi. budaya, dan humaniora dengan 3.4 Mendeskripsikan konsep pasar dan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, terbentuknya harga pasar dalam kenegaraan, dan peradaban terkait perEkonomian. penyebab fenomena dan kejadian, 3.5 Mendeskripsikan bank, lembaga keuangan serta menerapkan pengetahuan probukan bank, bank sentral dan otoritas jasa sedural pada bidang kajian yang keuangan (OJK). spesifik sesuai dengan bakat dan 3.6 Mendeskripsikan sistem pembayaran dan minatnya untuk memecahkan alat pembayaran. masalah. 3.7 Mendeskripsikan konsep manajemen. 3.8 Mendeskripsikan konsep koperasi dan pengelolaan koperasi. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji 4.1 Menyajikan konsep ilmu Ekonomi. dalam ranah konkret dan ranah 4.2 Melaporkan hasil analisis masalah Ekonomi abstrak terkait dengan pengemdan cara mengatasinya. bangan dari yang dipelajarinya di 4.3 Menyajikan peran pelaku kegiatan sekolah secara mandiri, dan mampu Ekonomi. menggunakan metode sesuai kaidah 4.4 Melakukan penelitian tentang pasar dan keilmuan. terbentuknya harga pasar dalam perEkonomian.
60
4.5 Menyajikan peran dan produk bank, lembaga keuangan bukan bank, bank sentral dan otoritas jasa keuangan (OJK). 4.6 Menyimulasikan sistem pembayaran dan alat pembayaran. 4.7 Menerapkan konsep manajemen dalam kegiatan sekolah. 4.8 Menerapkan konsep koperasi dan pengelolaan koperasi sekolah. Sumber : Permendikbud nomor 69 tahun 2013. Berdasarkan tabel 2.3 peneliti mengembangkan modul pembelajaran Ekonomi
melalui
pendekatan
saintifik
pada
kompetensi
dasar
3.8
mendeskripsikan konsep koperasi dan pengelolaan koperasi. Pemilihan materi koperasi didasarkan pada hasil uji kompetensi pada kompetensi dasar koperasi dimana siswa nilainya masih banyak yang belum tuntas. 5. Pengembangan modul pembelajaran ekonomi melalui pendekatan saintifik Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan modul pembelajaran ekonomi
melalui
pendekatan
saintifik
pada
kompetensi
dasar
3.8
mendeskripsikan konsep koperasi dan pengelolaan koperasi kelas X SMA. Peneliti memilih mengembangkan modul karena di sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian belum tersedia bahan ajar berupa modul sebagai media pembelajaran. Modul yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan diharapkan dapat membantu siswa belajar mandiri, menumbuhkan semangat belajar serta untuk mengetahui tanggapan siswa SMA terhadap
modul pembelajaran ekonomi
tersebut.
Modul
yang
akan
dikembangkan didekatkan dengan pendekatan saintifik. Modul yang dikembangkan dalam penelitian ini memiliki karakteristik perpaduan
antara
pembelajaran
modul
dengan
pendekatan
saintifik
dikolaborasikan dengan strategi pembelajaran discovery/inkuiri. Adapun karakteristik tersebut adalah sebagai berikut: a. Materi disesuaikan dengan Kompetensi inti dan Kompetensi dasar yang akan dicapai. b. Berisi petunjuk penggunaan.
61
c. Penyampaian materi didahului dengan permasalahan nyata yang telah dikenal siswa, selanjutnya materi diarahkan menuju konsep koperasi pada mata pelajaran ekonomi. d. Melalui
kegiatan
atau
tahapan-tahapan
mengamati,
menanya,
mengumpulkan informasi, menalar dan mengomunikasikan diarahkan untuk siswa mampu mengonstruk pemahaman tentang materi yang akan disajikan. e. Adanya evaluasi dan umpan balik, sehingga dapat diketahui hasil belajar siswa sebelum menggunakan modul dengan setelah menggunakan modul, apakah modul yang telah divalidasi efektif meningkatkan hasil belajar. f. Adanya kunci jawaban. B. Hasil penelitian yang relevan Penelitian
yang
relevan
dengan
judul
pengembangan
modul
pembelajaran melalui pendekatan Saintifik pada mata pelajaran Ekonomi siswa kelas X IPS diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Penelitian Kragelj, et al. (2012), dengan judul The use and exchange of teaching modules published in the series of handbooks prepared within the frame of the forum for public health in South-Eastern Europe. Penelitian ini bertujuan untuk menilai penggunaan modul. Dari hasil penelitian menunjukkan hasil pemanfaatan modul dilaporkan oleh 80/106 peserta (75,5%). Nilai rata-rata awal penggunaan modul dari semua volume adalah 4,8 jauh lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata akhir sebesar 9,2. Penelitian tersebut menyimpulkan tingkat penggunaan modul dalam kelompok baik. Persamaan dengan penelitian tersebut adalah penggunaan modul untuk mengetahui hasil belajar lebih tinggi, sedangkan perbedaanya adalah peneliti akan mengembangkan modul melalui pendekatan saintifik. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Albon, Cancilla, dan Hubball (2006) dengan judul Using Remote access to scientific instrumentation to create authentic learning
activities
in
pharmaceutical
analysis.
Penelitian
ini
mengemukakan bahwa pembelajaran Saintifik berdasarkan studi kasus sekitar 70% dari mahasiswa dan semua anggota fakultas merasa studi kasus GCMS ILN mendukung peningkatan belajar siswa. Persamaan dengan
62
penelitian tersebut adalah melalui pembelajaran saintifik mendukung hasil belajar lebih tinggi, sedangkan perbedaanya adalah peneliti akan melakukan penelitian research development (R&D) bukan eksperimentasi. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Dhamija dan Kanchan (2014) dengan judul Effectiveness of self learning modules on the achievement and retention of undergradueate
student
in
commerce.
Tujuan
penelitian
ini
mengembangkan dan mengetahui efektivitas belajar menggunakan modul (SLM) untuk pendidikan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi siswa untuk belajar, modul memberikan umpan balik langsung pada kinerja siswa, modul telah diperkaya self-explanatory, self-contained, self-directed, self-motivating dan self-evaluating yang membantu untuk memenuhi kebutuhan siswa. Persamaan dengan penelitian ini adalah untuk mengetahui evektivitas penggunaan modul, sedangkan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah menyajikan modul melalui pendekatan saintifik. 4. Penelitian Brinda (2006) yang berjudul discovery Learning Of ObjectOriented Modelling With Exploration Modules In Secondary Informatics Education. Penelitian ini berfokus pada belajar dengan modul eksplorasi bernama (EMS). Hasil penelitian ini yaitu modul eksplorasi informatika bertujuan menstranfer konsep penting pusat pelajaran dan siswa secara aktif dapat masuk ke tema materi pelajaran. Siswa tidak ditinggalkan sendirian dengan masalah yang timbul, yang menjadi bagian penting dari diskusi dalam kelompok belajar. Dengan eksperimen modul eksplorasi, siswa dapat menguji struktur logis, ide, dan hipotesis tentang efektivitas mereka. Dengan ini, para siswa mengembangkan pembentukan hipotesis mereka. Kombinasi visualisasi dan umpan balik dari sistem juga mempromosikan belajar dengan contoh dan dengan kesalahan. Hal ini meningkatkan kompetensi belajar mereka dan merupakan persiapan yang baik untuk belajar seumur hidup. Selain itu, pembelajaran aktif dan berpusat pada siswa dapat meningkatkan motivasi belajar. Modul ini dapat merangsang pengembangan konsep pembelajaran pada materi Ekonomi termasuk untuk
63
membantu siswa memahami keputusan Ekonomi yang harus dibuat pada kedua tingkat, individu dan masyarakat. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan modul untuk membelajarkan materi Ekonomi, sedangkan perbedanya adalah penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian pengembangan bukan penelitian eksperimen. 5. Penelitian
Supardi,
Khairinal,
dan Suratno
(2011)
dengan
judul
pengembangan modul pembelajaran siklus akuntansi perusahaan jasa. Berdasarkan analisis data hasil penelitian dari proses pengembangan, penilaian ahli, evaluasi produk dapat disimpulkan modul diperlukan dan praktis untuk digunakan dan memudahkan siswa dalam kegiatan belajar, terutama dalam pemahaman siklus akuntansi. Persamaan dengan penelitian ini yaitu mengembangkan modul untuk memudahkan siswa belajar mandiri. Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah mengembangkan modul untuk mata pelajaran Ekonomi pada materi koperasi bukan pada materi akuntansi. 6. Susilo (2015) yang berjudul pengembangan modul pembelajaran Saintifik untuk peningkatan kemampuan aplikatif dan mencipta siswa dalam proses pembelajaran akuntansi. Hasil penelitian menunjukkan uji coba kelayakan dinyatakan instrumen valid digunakan untuk penelitian dengan nilai pencapaian sangat baik yakni: ahli materi 83, 16%, ahli media 84, 17% dan praktisi 88%. Hasil uji coba diperoleh persentase pencapaian sangat baik sebesar 85, 7%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modul Ekonomi sub bab akuntansi berbasis pendekatan pembelajaran Saintifik efektif untuk meningkatkan kemampuan aplikatif dan mencipta siswa dengan didapat nilai signifikansi = 0,000 dan 0,007 < 0,05 pada saat uji efektivitas antara kelas kontrol dan kelas perlakuan. Nilai rata-rata kemampuan aplikatif kelas perlakuan adalah 79,09 dan kelas kontrol rata-rata nilai 63,75 serta untuk nilai rata-rata kemampuan mencipta kelas perlakuan adalah 80,45 dan kelas kontrol adalah 69,17. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai kelas perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kelas kontrol. Persamaan dengan penelitian tersebut
adalah mengembangkan modul dengan
64
pendekatan saintifik, sedangkan perbedaanya adalah peneliti akan menyajikan modul untuk mata pelajaran Ekonomi bukan akuntansi. 7. Penelitian Chetty, Hu, dan Bennett. (2003) yang berjudul An interactive Java-based educational Module in Electromagnetic bertujuan menjelaskan desain, pengembangan dan implementasi modul pendidikan berbasis web untuk pengantar elektromagnetik (EM) program di Monash University. Hasil penelitian ini yaitu modul dapat bertindak sebagai bantuan intruksional dan membantu tidak hanya dalam memahami konsep dasar tetapi juga dalam memberikan penghargaan yang lebih besar dari aplikasi teori. Tutorial-jenis modul terutama statis dan dimaksudkan untuk membandingkan plement hasil kuliah. Simulasi-jenis modul mendukung visualisasi interaktif dengan variasi parameter utama yang memengaruhi kinerja komponen atau sistem dan membantu membentuk model mental dari teori, sehingga meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah menggunakan media pembelajaran yang sama yaitu modul pembelajaran. Perbedaannya penelitian yang akan dilakukan meninjau hasil belajar mata pelajaran Ekonomi siswa dengan pengembangan modul berbasis pendekatan saintifik bukan modul berbasis web. 8. Penelitian yang dilakukan oleh Macarandang (2009) dengan judul Evaluation of a proposed set of modules in principles and methods of teaching. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi satu set modul yang dikembangkan dalam prinsip dan metode pengajaran. Dari penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) modul dalam prinsip dan metode pengajaran meliputi pelajaran dan topik yang memenuhi persyaratan otoritas di pendidikan guru; (2) tujuan khusus dari setiap pelajaran dari modul memiliki satu karakteristik tujuan yang baik, namun batas waktu untuk pencapaian mereka tidak ditentukan dengan jelas; (3) isi dari modul mencerminkan aspek yang paling penting dari apa yang diajarkan; (4) bahasa yang digunakan dalam modul sudah benar, tetapi beberapa kata-kata tidak dalam kosa kata target pengguna; (5) modul menyediakan kegiatan
65
evaluasi yang berhubungan dengan isi dan tujuan pelajaran, namun, tidak ada ketentuan pretest dan posttes di setiap modul, (6) ada perbedaan yang signifikan antara penilaian siswa dan guru karakteristik modul dengan penilaian guru lebih tinggi dari siswa. persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan pada produk yang dikembangkan yaitu modul, sedangkan perbedaannya penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian pengembangan bukan penelitian eksperimen. 9. Penelitian oleh Atsnan dan Gazali (2013) dengan judul penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran matematika SMP kelas VII materi bilangan (pecahan). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui buku siswa kelas VII SMP yang ada sudah sesuai dengan pendekatan scientific dalam pembelajaran matematika. Diperoleh kesimpulan bahwa suatu pendekatan berpikir dan berbuat yang diawali dengan mengamati dan menanya sampai kemudian mereka berupaya untuk mencoba, mengolah, menyaji, menalar dan akhirnya mencipta. Itulah mengapa pendekatan scientific ini akan bermuara kepada tingkatan mencipta (to create) yang tentunya terdapat unsur kreativitas di dalamnya. Dalam pembelajaran matematika intinya adalah anak/siswa berkegiatan. Diharapkan dengan mereka berkegiatan selama proses pembelajaran matematika akan lebih bermakna. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan saintifik. Perbedaannya pada penelitian yang akan dilaksanakan, peneliti akan mengembangkan modul melalui pendekatan saintifik pada mata pelajaran Ekonomi di SMA bukan materi matematika di SMP. 10. Penelitian oleh Machin (2013) dengan judul implementasi pendekatan saintifik, penanaman karakter dan konservasi pada pembelajaran materi pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran materi pertumbuhan dengan menerapkan pendekatan saintifik, penanaman karakter dan konservasi serta menjelaskan pengaruh pendekatan saintifik terhadap hasil pembelajaran. Hasil penelitian ini telah mengambangkan rencana pelaksanaan pembelajaran materi pertumbuhan yang menerapkan pendekatan Saintifik, penanaman karakter
66
dan konservasi. Penerapan pendekatan Saintifik berpengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotorik serta telah mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan, yakni lebih dari 85% dari seluruh siswa yang mengikuti pembelajaran. Persamaan dengan penelitian ini adalah pendekatan saintifik untuk mengukur hasil belajar kognitif, afektif, psikomorik. Perbedaanya peneliti akan mengembangkan modul pembelajaran bukan mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran. 11. Fauziah, Abdullah, dan Hakim (2003) yang berjudul pembelajaran saintifik elektronika dasar berorientasi pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran elektronika dasar di Sekolah Menengah Kejuruan. Hasil penelitian menyatakan bahwa pada pembelajaran berbasis pendekatan Saintifik melalui model pembelajaran problem based learning berhasil memotivasi dan menanamkan sikap internal pada siswa. Tahap-tahap pada pendekatan Saintifik dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengamati,
menanya,
menalar,
mencoba,
dan
mengomunikasikan
temuannya, sehingga berdampak positif terhadap kemampuan soft skill-nya. Penilaian berbasis portofolio dirasakan lebih objektif dan otentik menilai kinerja siswa. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pembelajaran problem based learning sebagai penunjang proses pendekatan saintifik. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah mengembangkan modul untuk belajar siswa SMA bukan mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran di SMK. 12. Gijbels, Dochy, Bossche, dan Segers (2005) dengan judul Effect of Problem-Based Learning: A Meta-Analysis From the Angle of Assessment. Penelitian ini bertujuan menyelidiki pengaruh penilaian pada penggunaan PBL sebagai variabel independen utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa dalam PBL tampil lebih baik ditingkat kedua dan ketiga dari struktur pengetahuan. Tidak ada studi melaporkan temuan negatif yang signifikan pada tingkat ketiga dari struktur pengetahuan. Persamaan dengan penelitian ini adalah penggunaan model PBL, perbedaan dengan penelitian
67
yang akan dilakukan adalah jenis penelitiannya pengembangan bukan penelitian eksperimen. 13. Hasil penelitian Letassy, Fugate, Medina, Stroup, dan Britton (2008) dengan judul Using team based learning in an endrocrine module taught across two campuses. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan pembelajaran modul endokrin berbasis (TBL) untuk mempromosikan pembelajaran aktif siswa dalam kursus pada dua kampus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan modul TBL siswa mengalami peningkatan kinerja individu pada saat ujian satuan dan dalam kursus tersebut skor rata-rata 81% vs 86,5%. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah menggunakan media pembelajaran yang sama yaitu modul pembelajaran. Perbedaannya penelitian yang akan dilakukan modul pembelajaran melalui pendekatan saintifik bukan berbasis TBL. 14. Trisnaningsih (2007) dengan judul pengembangan bahan ajar untuk meningkatkan pemahaman materi mata kuliah demografi teknik. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kuliah pemahaman siswa terhadap materi studi demografi teknik dan prestasi belajar. Penelitian ini membahas mengenai pengembangan bahan ajar untuk meningkatkan pemahaman materi, menunjukkan adanya peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap materi mata kuliah Demografi Teknik, karena nilai rerata nilai yang diperoleh mahasiswa pada tes-akhir (57,76) lebih tinggi dari pada rerata nilai yang diperoleh pada tes-awal (30, 42). Pesamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis penelitian pengembangan. Perbedaannya peneliti akan mengembangkan modul pembelajaran. 15. Ruiz-Gallardo, Castano, Gomez-Alday, dan Valdes (2010) dengan judul Assessing Student Work in Problem Based Learning: Relationships Among Teaching Method, Student Workload and Achievement. A Case Study in Natural Sciences. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode problem based learning dan pembelajaran kooperatif lebih baik daripada menggunakan metode ceramah. Persamaan dengan penelitian ini
68
adalah metode problem based learning (pembelajaran berbasis masalah) dapat mendukung terjadinya proses pendekatan saintifik. Sedangkan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah mengembangkan modul melalui pendekatan saintifik. 16. Yuliawati, Rokhimawan, dan Suprihatiningrum (2013) dengan judul pengembangan modul pembelajaran sains berbasis integrasi islam-sains. Tujuan penelitian untuk menghasilkan modul pembelajaran sains berbasis integrasi islam-sains yang memiliki karakter tertentu. Modul pembelajaran yang telah dikembangkan mendapat penilaian baik menurut ahli media dengan persentase keidealan 74,31%, sehingga modul dinyatakan layak digunakan sebagai media belajar mandiri dalam proses pembelajaran. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama mengembangkan modul pembelajaran tetapi bukan berbasis integrasi islam-sains melainkan pendekatan saintifik. Berdasarkan penelitian terdahulu diperoleh informasi sebagai berikut: a. Penggunaan modul pada mata pelajaran tertentu melalui metode penelitian yang berbeda-beda hasilnya menunjukkan bahwa modul dalam proses pembelajaran dapat membantu meningkatkan hasil belajar dan pemahaman siswa. b. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik mendukung dan berpengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif, afektif dan psikomotorik. Informasi tersebut menjadi referensi dan acuan dalam upaya pengembangan
modul
melalui
pendekatan
saintifik,
apakah
hasil
pengembangan modul pembelajaran saintifik dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan sesuai dengan penelitian terdahulu atau malah sebaliknya.
69
C. Kerangka berpikir Hasil identifikasi masalah di kelas X IPS SMA Negeri 1 Gadingrejo Lampung terkait proses pembelajaran antara guru dan siswa. Masalah yang dihadapi dalam pembelajaran yaitu: (1) guru sudah memotivasi siswa untuk bertanya, akan tetapi siswa jarang mengajukan pertanyaan dan memberikan tanggapan terhadap materi pembelajaran; (2) kegiatan pembelajaran masih didominasi oleh guru, seharusnya pada implementasi kurikulum 2013 guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan siswa yang harus lebih aktif dalam proses pembelajaran, sehingga prosedur pembelajaran seperti mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan dalam pendekatan saintifik belum terlaksana sepenuhnya; (3) di sekolah belum tersedia buku yang berbasis pendekatan saintifik; (4) buku yang digunakan dalam pembelajaran ekonomi berupa buku paket dan belum dirancang sendiri oleh guru; (5) hasil belajar siswa rendah; (6) siswa menginginkan media pembelajaran sebagai bahan ajar yang menarik. Belajar
menggunakan buku teks pelajaran memiliki kelemahan-kelemahan yaitu buku teks pelajaran bukan merupakan bahan belajar yang terprogram, cakupan materi lebih luas sehingga siswa sulit mempelajari materi pembelajaran, buku teks pelajaran belum disusun untuk mengarahkan siswa agar dapat membangun pengetahuan siswa secara mandiri, sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai siswa. Berdasarkan masalah tersebut, guru perlu mengembangkan sendiri bahan ajar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Salah satu bahan ajar yang dapat dirancang sendiri oleh guru adalah modul pembelajaran. Belajar menggunakan modul diduga dapat meningkatkan sikap kemandirian siswa dan hasil belajar meningkat. Modul dikembangkan melalui pendekatan saintifik disesuaikan dengan
implementasi
kurikulum
2013
yang
menekankan
bahwa
pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik. Modul memberi inovasi baru sebagai bahan ajar yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri dalam memahami konten isi modul, sehingga siswa mampu mengakomodir
70
kemampuannya dalam mengonstruk konsep melalui kegiatan mengamati; menanya; mengumpulkan informasi; menalar; dan mengomunikasikan.
Fakta pembelajaran di sekolah:
1. Guru sudah memotivasi siswa untuk bertanya, akan tetapi siswa jarang mengajukan 2.
3. 4. 5. 6.
pertanyaan dan memberikan tanggapan terhadap materi pembelajaran Kegiatan pembelajaran masih didominasi oleh guru, seharusnya pada implementasi kurikulum 2013 guru hanya bertindak sebagai fasilitator dan siswa yang harus lebih aktif dalam proses pembelajaran, sehingga prosedur pembelajaran seperti mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan dalam pendekatan saintifik belum terlaksana sepenuhnya Di sekolah belum tersedia buku yang berbasis pendekatan saintifik Buku yang digunakan dalam pembelajaran ekonomi berupa buku paket yang belum dirancang sendiri oleh guru Hasil belajar siswa rendah. Siswa menginginkan bahan pembelajaran yang menarik.
Dibutuhkan modul pembelajaran ekonomi untuk meningkatkan hasil belajar siswa
Pengembangan modul pembelajaran Ekonomi melalui pendekatan saintifik
Tidak valid
Uji coba modul pembelajaran Ekonomi Valid Modul pembelajaran ekonomi melalui pendekatan saintifik Pelaksanaan pembelajaran menggunakan modul pembelajaran ekonomi melalui pendekatan saintifik Luaran hasil pembelajaran ekonomi berkualitas (hasil belajar lebih tinggi, penguasaan materi baik, tersedianya media pembelajaran yang sesuai)
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
71
D. Model hipotetik
Penelitian
dan
pengembangan
yang
dilakukan
bertujuan
untuk
mengembangkan suatu produk. Langkah dalam mengembangkan suatu produk dilakukan dengan menganalisis kebutuhan guru dan siswa. Hasil dari observasi awal di sekolah diketahui bahwa guru sulit membangkitkan siswa bertanya, siswa cenderung pasif, bahan ajar yang digunakan berupa buku paket yang belum dirancang sendiri oleh guru, hasil belajar siswa rendah, siswa menginginkan media pembelajaran yang menarik yang dapat meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan masalah tersebut, perlu dikembangkan suatu produk berupa modul untuk membantu memudahkan siswa belajar, karena modul dapat dirancang sendiri oleh guru, sehingga guru dapat melakukan inovasi yang mampu membangkitkan siswa belajar. Lebih lanjut, modul pembelajaran ekonomi ini dikembangkan melalui langkah-langkah pendekatan saintifik karena supaya siswa mampu mengonstruksi sendiri pengetahuannya melalui tahapan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar dan mengomunikasikan yang disajikan dalam sebuah modul pembelajaran, sehingga siswa akan memahami pendekatan saintifik. Adapun pengembangan modul pembelajaran ekonomi melalui pendektan saintifik dalam penelitian ini menggunakan prosedur pengembangan Borg and Gall, yaitu research and development (R&D). Model hipotetik pengembangan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini.
72
Tahapan Pengembangan
Research
Tahap I : Studi Pendahuluan
Pengumpulan Informasi
Development
Tahap II : Pengembangan Modul
Tahap III : Evaluasi/Pengujian Model
1. Draft Modul Awal
Isi Pengembangan
Eksperimen Survei Pendahuluan : - Guru sulit membangkitkan siswa bertanya, - Siswa cenderung pasif - bahan ajar yang digunakan berupa buku paket yang belum di rancang sendiri oleh guru - hasil belajar siswa masih rendah - siswa menginginkan bahan pembelajaran yang menarik yang dapat meningkatkan hasil belajar
Sasaran
Analisis Kebutuhan
Komponen pendekatan saintifik
Pretest Treatment Post-test
2. Validasi Desain 3. Revisi Desain 4. Uji Coba Produk 5. Revisi Produk 6. Evaluasi dan Penyempurnaan
Modul Pembelajaran ekonomi Melalui Pendekatan Saintifik efektif digunakan dalam proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa
Gambar 2.3 Model Hipotetik Pengembangan Modul Pembelajaran Ekonomi Melalui Pendekatan Saintifik