BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori 1. Pengertian Geografi Geografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari seluk beluk permukaan bumi serta hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan. Menurut Wringley dalam Bintarto dan Surastopo Hadi Sumarno (1982:7), mengemukakan bahwa geografi adalah disiplin ilmu yang berorientasi kepada masalah-masalah (Problem-oriented) dalam rangka interaksi antara manusia dengan lingkungan. Ilmu geografi mempunyai banyak cabang, salah satunya adalah geografi sosial yang merupakan perpaduan dari ilmu geografi dengan kajian sosial masyarakat yaitu dengan menggunakan pendekatan ekologi, kewilayahan, dan dalam konteks keruangan dalam mengkaji masalah sosial yang berkembang. Geografi sosial ini masuk kedalam kajian Geografi Manusia (Human Geography), karena kata “Human” tidak mengandung arti ikatan antara individu dengan individu atau ikatan antara sesama golongan, atau ikatan antara individu dengan golongan seperti halnya pada kata “Sosial”.
9
10
MANUSIA
RUANG
kelompok
Perorangan
Tindakan
Unit Keluarga
Unit Usaha
- Keluarg - Somah - Suku, dll
- Pertanian - Industri - Perdagangan, dll
Alami
Manusiawi
- Kawasan iklim - Kawasan vegetasi - Kawasan air, dll
- Kawasan kultur - Kawasan penduduk - Kawasan administratif ,dll
Unit Sosial - Lembaga sosial - Organisasi masyarakat , dll
Hubungan Timbal Balik
Gerakan Penduduk -
Migrasi Mobilitas Interaksi sosial Dll
Daerah Permukiman
Mata pencaharian
- Permukiman Kota - Permukinan desa, dll
- Bidang pertanian - Bidang Peternakan - Bidang Kehutanan - Bidang industri - Bidang Perdagangan, - dll
Gambar 2.1. Skema Struktur Geografi Sosial R. Bintarto (1977: 13)
11
Aktivitas kehidupan manusia yang pada dasarnya dipengaruhi oleh lingkungan mengakibatkan terjadinya perbedaan hasil yang dicapai atau dapat disebut sangat tergantung pada tingkat kemampuan manusia itu sendiri serta pengaruh tata geografi (tata-lingkungan) daerahnya. Sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka usaha-usaha pokok manusia (fundamental occupation) semakin berkembang dan semakin beraneka ragam bentuknya, sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan-perbedaan wilayah (region diverties) akan mempengaruhi terhadap keberhasilan tingkat adaptasi manusia (Bintarto dan Soekadri, 1990:2). Definisi Geografi Sosial banyak sekali dikemukan oleh para ahli, tetapi satu hal yang paling pokok dan tidak dapat dihilangkan yaitu adanya unsur timbal balik antara keadaan alam dengan manusia. Dibawah ini adalah beberapa definisi Geografi Sosial (Human Geography): 1) E,
Huntington,
Human
Geography
adalah
ilmu
yang
mempelajari alam dan beragai hubungan antara lingkungan fisis dengan aktivitas dan kemampuan manusia. 2)
J.
H.
Bradley,
Human
Geography
adalah
ilmu
yang
menguraikan dan menerangkan hubungan antara lingkungan fisis dan aktivitas manusia.
12
3) C. Valleaux, Human Geography adalah ilmu yang mempelajari adaptasi atau penyesuaian dalam arti luas, dari golongan manusia terhadap alam sekitar, baik secara pasif maupun secara aktif. 4) J. Brunhes, Human Geography adalah ilmu pengetahuan konkrit yang masih muda yang hendak mengetahui perbedaan-perbedaan sebagai akibat dari relasi yang ada di antara kelompok manusia dan
tempat
tinggalnya
dimana
kelompok
tersebut
telah
membentuk organisasinya. 5) A. Demangeon, Human Geography mempelajari Human groups dan masyarakat dalam hubungannya dengan lingkungan alam. 6) J. W. Watson, Human Geography merupakan suatu identifikasi dari region yang berbeda dalam hubungannya dengan gejala sosial dari suatu environment total. (Prof. Drs. R. Bintarto, 1977:14) Jadi dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Geografi Sosial (Human Geography) merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tata laku manusia dalam lingkungan totalnya.
1. Pengertian Studi Kasus Dalam penelitian ini yang akan di laksanakan metode yang digunakan adalah metode studi kasus. Menurut Bogdan dan Bikien (1982:45) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen
13
atau satu peristiwa tertentu. Menurut Surachmad (1982:31) membatasi pendekatan studi kasus sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci. Sementara Yin (1987: 32) memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciri-cirinya. Sedangkan menurut Ary Jacobs dan Razavieh (1985: 45) menjelaskan bahwa dalam studi kasus hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalam. Disini, para peneliti berusaha menemukan semua variabel yang penting. Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus meliputi: 1) Sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan dokumen 2) Sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masingmasing dengan maksud untuk memahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya. Studi kasus merupakan deskripsi mengenai suatu pengalaman dalam kehidupan nyata, berkaitan dengan bidang yang sedang dikaji atau dilatihkan, yang digunakan untuk menerapkan poin-poin penting. Memunculkan masalah atau bahkan meningkatkan pemahaman dan pengalaman belajar. Pelaksanaannya biasanya mengikuti suatu skenario nyata, misalnya suatu masalah manajemen atau teknis dari awal hingga akhir. Karena studi kasus memberikan contoh-contoh
14
nyata mengenai masalah-masalah dan solusi-solusi, tantangan dan strategi, studi kasus tersebut mendukung bahan-bahan yang lebih bersifat teoritis (Usman Husaini: 1995). Dalam penelitian ini akan mengangkat masalah penanganan anak jalanan di Kota Yogyakarta melalui Rumah Singgah Anak Mandiri Yogyakarta.
2. Pengertian Anak Jalanan Istilah anak jalanan pertama kali di perkenalkan di Amerika Selatan tepatnya di Brazilia dengan nama Meninos de ruas untuk menyebut anak-anak yang hidup dijalanan dan tidak memiliki tali ikatan dengan keluarga (Bambang Sugestiyadi, 1993:9). Sedangkan pengertian lainnya, tentang anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalan atau tempat-tempat umum, penampilannya kebanyakan kusam, pakaian
tidak terurus, dan mobilitasnya tinggi, (BKSN, Modul
Pelatihan Pekerja Sosial Rumah Singgah, 2000: 23). Pengertian ini mengandung empat hal: a. b. c. d.
Anak, yaitu seorang yang berumur 18 tahun kebawah dan belum pernah menikah Menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan dan lebih dari 4 jam setiap hari Mencari nafkah dan berkeliaran, yaitu bekerja memenuhi kebutuhan hidup Di jalanan dan di tempat umum lainnya misalnya di pasar, terminal, perempatan jalan, stasiun (Depsos, Jakarta 1990:4)
15
Definisi anak jalanan menurut Pusdatin Kementerian Sosial RI adalah anak yang berusia antara 5 tahun sampai dengan 21 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun di tempat-tempat umum. Anak jalanan ada yang masih memiliki keluarga (ikatan keluarga), namun ada juga yang sudah terpisah dengan keluarga, dan sebagian besar waktunya dihabiskan di jalanan (Andari, 2006: 18). Anak jalanan dapat dibagi menjadi 3 (tiga), yakni: a. Mereka yang selama 24 jam hidupnya memang di jalan, b. Mereka yang bekerja di jalan, namun masih mempunyai rumah dan keluarga, c. Mereka yang rentan turun ke jalan, karena orang tuanya sudah terlebih dahulu turun ke jalan Anak jalanan merupakan salah satu permasalahan anak yang memerlukan penanganan secara cepat dan tepat. Anak jalanan dan Konvensi Hak Anak menyebutkan bahwa anak jalanan merupakan satu kelompok anak yang berada dalam kesulitan khusus (children in espescially difficult circumtance) yang menjadi prioritas untuk segera ditangani. Ada 3 (tiga) kategori yang dipakai Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) dalam menilai seorang anak termasuk anak jalanan atau bukan, yaitu : 1) Anak-anak yang benar-benar hidup dan bekerja di jalanan serta diterlantarkan atau lari dari keluarga. Anak-anak jalan yang betulbetul tinggal di jalanan, lepas sama sekali dari orang tuanya,
16
sehingga mereka dianggap sebagai gelandangan (children of the street) . Anak-anak pada kelompok ini mempunyai ciri-ciri: a. Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya minimal setahun sekali; b. Berada dijalanan seharian dan meluangkan 8-10 jam untuk bekerja, sisanya untuk menggelandang; c. Tidak bersekolah lagi; d. Bertempat tinggal di jalanan dan tidur disembarang tempat, seperti emper toko, kolong jembatan, dan lain-lain; e. Pekerjaannya mengamen, mengemis, pemulung, dan serabutan yang hasilnya untuk diri sendiri f. Rata-rata berusia di bawah 14 tahun 2) Anak-anak jalanan yang kadang-kadang saja kembali kepada orang tuanya, dan pada umumnya lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah. Anak-anak yang menjaga hubungan dengan keluarganya, akan tetapi menghabiskan waktunya di jalanan (children on the street). Kelompok ini bercirikan: a. Berhubungan tidak teratur dengan keluarganya, yakni pulang secara periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali, dan tidak tentu, mereka umumnya berasal dari luar kota untuk bekerja dijalanan; b. Berada di jalanan 8-12 jam untuk bekerja dan sebagian lagi mencapai 16 jam; c. Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama teman, dengan orang tua atau saudara atau ditempat kerjanya dijalanan. Tempat tinggal umumnya kumuh yang terdiri dari orang-orang sedaerah; d. Tidak bersekolah lagi; e. Pekerjaannya menjual koran, pengasong, pencuci mobil, pemulung, penyemir sepatu, dan lain-lain. Bekerja merupakan kegiatan utana setelah putus sekolah terlebuh diantara mereka harus membantu orang tuanya yang miskin, cacat atau tidak mampu; f. Rata-rata berusia di bawah 16 tahun. 3) Anak-anak dari keluarga yang hidup di jalanan (family of the street), yaitu anak-anak jalanan yang keluarganya
berasal dari
17
jalanan. Sehingga anak dari keluarga ini rentan untuk turun ke jalanan maka dari itu dapat juga disebut dengan urnerable to become street children. Ciri-ciri dari anak yang termasuk kelompok ini adalah: a. b. c. d.
Setiap hari bertemu dengan orang tua; Berada dijalanansekitar 4-6 jam untuk berkerja; Tinggal dan tidur bersama orang tua atau walinya; Pekerjaannya menjual koran, pengamen, menjual alat-alat tulis, menjual kantong plastik, penyemir, untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan orang tuanya; e. Rata-rata berusia di bawah 14 tahun. Secara terperinci keberadaan anak jalanan didorong pula oleh kondisi keluarga dan ekonomi (Tata Sudrajat dalam Nusa Putra dalam Andari, 2006: 37), seperti : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Mencari pekerjaan Terlantar Ketidak mampuan orang tua dalam menyediakan kebutuhan dasar. Kondisi psikologis, seperti ditolak orang tua. Salah perawatan atau kekerasan di rumah. Kesulitan dalam berhubungan dengan keluarga atau tetangga. Bertualang. Lari dari kewajiban keluarga. Sementara itu menurut Makmur Sanusi (1996: 49), mengungkapkan
beberapa faktor yang menjadi pendorong munculnya anak jalanan khususnya di Indonesia adalah: 1. Lingkungan anak tersebut Dalam hal ini lingkungan dan kondisi kehidupan keluarga merupakan penyebab utama timbulnya masalah kenakalan remaja dan kaburnya anak dari rumah. Umumnya anak jalanan ini hidup didaerah-daerah kumuh, yang ditandai :
18
a. Tidak adanya tempat untuk anak-anak bermain dan menikmati masa kanak-kanaknya; b. Perumahan yang sempit dan tidak sesuai untuk tempat tinggal manusia; c. Tersedianya fasilitas yang tidak mendidik untuk anak-anak sebagai dasar pendidikan dan kebutuhan sosial mereka. 2. Status sosial ekonomi keluarga yaitu faktor kemiskinan 3. Faktor kekerasan dalam keluarga dan keretakan hubungan dalam kehidupan rumah tangga orang tua. Seorang ahli, Zakiyah Drajat mengungkapkan beberapa faktor yang juga mempengaruhi munculnya anak jalanan, yaitu: 1. Pengetahuan tentang Agama Keagamaan seseorang pada dasarnya di pengaruhi oleh pengetahuan seseorang itu tentang agama. Orang yang memiliki pengetahuan agama yang cukup, baik itu yang berkaitan dengan keyakinan (keimanan) terhadap Tuhan, kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh pemeluk agama (ibadah), atau ajaran-ajaran agama yang berhubungan dengan perilaku seseorang (muamalah). Maka orang akan dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama itu. Tingkat pengetahuan orang tentang agama akan mempengaruhi dalam memahami dan mengamalkan agamanya. Kualitas beragama orang yang memiliki pengetahuan akan berbeda dengan orang yang tidak memiliki atau sedikit pengetahuan tentang
19
agamanya. Mental yang tumbuh tanpa agama belum tentu akan dapat mencapai integritas, karena kurangnya ketenangan dan ketentraman jiwa. 2. Lingkungan keluarga Keluarga berperan penting dalam pembentukan sikap dan tingkah laku seseorang. Berkaitan dengan kondisi keluarga pada umumnya mereka berasal dari keluarga ekonomi menengah kebawah, ada juga yang kurang perhatian dan keretakan di dalam keluarga sehingga membuat anak merasa tidak betah dan akhirnya meninggalkan rumah. 3. Lingkungan Masyarakat Faktor lingkungan masyarakat ini adalah faktor yang cukup kuat untuk mempengaruhi perilaku ataupun moral anak-anak, karena kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak. Dari beberapa uraian sebelumnya kita akan mengerti jika anak jalanan merupakan seperangkat masalah yang sangat kompleks, penyebabnya sangat beragam dan saling berkaitan satu sama lainnya, sehingga untuk menyelesaikannya pun diperlukan model-model penanganan yang komprehensif dari berbagai macam sudut pandang.
20
4.
Penanganan Anak Jalanan Di Kota Yogyakarta Anak jalanan merupakan fenomena sosial di kota-kota besar, dan bahkan di sejumlah kota kecil. Penanganan anak jalanan menjadi PR berat bagi pemerintah kota Yogyakarta, karena keberadaan komunitas tersebut secara langsung mengganggu keindahan, ketenteraman, dan keamanan masyarakat. Selain itu, keberadaan gelandangan, pengemis, dan anak terlantar menjadi salah satu indikator ketidaksejahteraan masyarakat (Tursilarini dkk., 2009:28). Banyak pihak turun tangan untuk sekedar terlibat dalam mengatasi permasalahan anak jalanan, karena anak jalanan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks karena menyangkut berbagai aspek ekonomi, sosial-budaya, psikologis dan sebagainya. Berbagai upaya penanganan masalah sosial di Kota Yogyakarta telah dilakukan oleh Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta. Berbagai model penanganan telah dilakukan oleh dinas Sosnakertrans kota Yogyakarta, yaitu Strategi Berbasiskan anak jalanan (Street Based Strategy), Strategi Berpusat Pada Panti (Centre Based Strategy), Strategi Berbasiskan Masyarakat (Community Based Strategy. Namun dalam proses penanganan masalah ini membutuhkan suatu koordinasi antar instansi terkait baik pemerintah, lembaga peduli masalah-masalah sosial seperti rumah singgah, serta partisipasi masyarakat agar permasalahan anak jalanan khususnya mendapatkan penanganan yang
21
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai suatu kelompok masyarakat yang sama dengan masyarakat pada umumnya.
A. Penelitian yang Relevan Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah: 1.
Sri Yuliati (2005), yang berjudul “Anak Jalanan (Studi Kasus anak jalanan Rumah Singgah Ahmad Dahlan Umbul Harjo, Yogyakarta). Hasil penelitiannya meliputi: a)
Lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat berpengaruh anak-anak turun ke jalanan.
b) Sebagian besar anak jalanan yang ada di rumah singgah Ahmad Dahlan mempunyai kebiasaan merokok dan sering melakukan kekerasan terhadap teman-temannya. c)
Sebagian besar anak jalanan ini, berasal dari keluarga yang kurang mampu.
2.
Suwandari (2000) yang berjudul “Kehidupan anak jalanan (studi kasus anak jalanan di pasar Induk Kramat Jati Jakarta)”. Hasil penelitiannya: membahas sebab-sebab menjadi anak jalanan, kegiatan anak jalanan strategi bertahan hidup anak jalanan di komunitas anak jalanan pasar induk Kramat Jati Jakarta, menunjukkan bahwa faktor penyebab anak jalanan adalah adanya faktor kemiskinan, sehingga mengharuskan
22
anak-anak mencari nafkah untuk dirinya sendiri. Adanya pelabelan negatif dari masyarakat, sehingga anak jalanan merasa hidupnya tersisih dari kehidupan masyarakat. Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang terdahulu adalah sama-sama melakukan penelitian tentang anak jalanan, sedangkan yang membedakan penelitian ini lebih berfokus pada evaluasi penanganan anak jalanan di Kota Yogyakarta yang pernah dilakukan oleh Dinas Sosnakertrans Kota Yogyakarta. 3.
Bambang Sugestiyadi (2009), yang berjudul “Pemberdayaan anak jalanan di Malioboro dengan pelatihan komputer”. Hasil Penelitiannya adalah: a.
Salah satu bentuk kemampuan ketrampilan yang perlu di berikan kepada anak jalanan adalah pengoperasian dan penggunaan komputer dalam bentuk pendidikan informal
b.
Hasil pelatihan telah berjalan dengan baik, berupa hasil cetakan printer tugas naskah tulisan dan pembuatan
tabel dari setiap
peserta pelatihan.
B. Kerangka Berpikir Banyak sekali faktor yang melatarbelakangi munculnya anak jalanan. Salah satu faktor utama yang menyebabkan munculnya anak jalanan adalah kemiskinan. Kemiskinan struktural yang dialami oleh keluarga anak
23
jalanan dianggap sebagai pemicu utama banyaknya anak lebih memilih untuk hidup di jalan. Anak jalanan merupakan anak-anak marginal yang terpaksa atau dipaksa mencari nafkah bagi diri, keluarga atau orang lain (mendapatkan eksplotasi) dengan berjualan koran, menyemir sepatu, pemulung, tukang sapu atau lap mobil, pedagang asongan, pengemis dan berbagai pekerjaan yang dapat menghasilkan uang yang tidak memerlukan keterampilan dan berusia bawah 17 tahun. Kondisi seperti itu, merupakan akibat dari ketidakberdayaan orang tua untuk melindungi anaknya, sehingga anakanak dijadikan tumpuan untuk membantu pemenuhan kebutuhan keluarga. Berbagai upaya penanganan anak jalanan di Kota Yogyakarta telah dilakukan pemerintah kota Yogyakarta dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Sosnakertrans bermitra dengan LSM, rumah singgah dan masyarakat, namun pelaksanaan program-program dari Dinas Sosnakertrans tidak berfungsi secara optimal atau bahkan mandeknya program-program. Kendati telah banyak dilakukan studi (penelitian) untuk menanganinnya. Kenyataan dilapangan, arah kebijakan pemerintah kota dalam penanganan anak jalanan memiliki banyak kendala dan masih dirasa belum menyentuh kepada permasalahan yang sebenarnya, sehingga masih perlu banyak pembenahan di sana sini untuk mengetahui kondisi anak jalanan yang pernah mendapatkan penanganan.
24
Kemiskinan
Anak Jalanan: c. - Eksploitasi anak d. - Tanpa e. keterampilan - Usia f. dibawah 17 g. tahun h.
Penanganan Anak Jalanan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Yogyakarta dan RSAM
Kendala yang dihadapi dalam penanganan
Gambar 2.2. Skema Alur kerangka Berpikir
Kondisi anak jalanan pernah mendapatkan penanganan