BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
2. 1 Perkembangan Sosial Perkembangan sosial melanda negara selagi negara itu memiliki masyarakat maka akan terjadi perkembangan sosial baik, masyarakat yang bertempat tinggal di daratan maupun di pinggiran pantai, Demikian pula masyarakat Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi. Ada sejumlah kekuatan yang mendorong terjadinya perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia. Secara kategorikal ada 2 kekuatan yang memicu perubahan sosial, Petama, adalah kekuatan dari dalam masyarakat sendiri (internal factor), seperti pergantian generasi dan berbagai penemuan dan rekayasa setempat. Kedua, adalah kekuatan dari luar masyarakat (external factor), seperti pengaruh kontak – kontak antar budaya, sosial, ekonomi,
secara langsung maupun tidak
langsung serta perubahan lingkungan hidup yang pada gilirannya dapat memacu perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat yang harus menata kembali kehidupan mereka. 9
10
Istilah kata sosial (social) dalam ilmu sosial memiliki banyak arti yang berbeda – beda, menurut Soerjono Soekanto istilah ‘sosial’ lebih menunjuk kepada objeknya yaitu masyarakat. Selain itu beliau juga mengemukakan bahwa ‘sosial’ juga dapat berkenaan dengan perilaku dalam diri seorang individu yang meliputi proses – proses sosial. Sedangkan pada Departemen Sosial, ‘sosial’ berarti kegiatatn – kegiatan yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dalam masyarakat. Kemudian secara keilmuan, jika masyarakat yang menjadi objek kajian ilmu – ilmu sosial, dapat dilihat sebagai sesuatu yang terdiri dari berbagai segi. Yaitu dari segi ekonomi yang akan berhubungan mengenai proses produksi, distibusi, dan konsumsi. Dari segi politik, sosial lebi berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dalam masyarakat. Kemudian dari segi antropologi budaya, maka akan menekankan sosial sebagai sesuatu yang ada pada masyarakat yang nantinya kana menciptakan sebuah kebudayaan, begitu seterusnya untuk ilmu – ilmu sosial lainnya, seperti geografi sosial, sejarah maupun pada sosiologi sendiri. Berikut merupakan definisi sosial dari beberapa ahli, antara lain : 1.
Lewis, Sosial merupakan sesuatu yang telah dicapai, dihasilkan dan ditetapkan dalam interaksi sehari – hari antara warga negara dan pemerintahnya.
2.
Keith Jacobs, Sosial adalah sesuatu yang dibangun dan terjadi dalam suatu komunitas.
3.
Engin Fahri I., Sosial adalah sebuah inti dari bagaimana para individu berhubungan walaupun masih juga diperdebatkan tentang pola berhubungan para individu tersebut.
11
4.
Philip Whexler, Sosial adalah sifat dasar dari setiap individu .
2. 2 Konsep dan Perkembangan Ekonomi 2. 2. 1 Konsep Ilmu Ekonomi Ilmu ekonomi adalah ilmu yang membahas upaya manusia dalam memenuhi kebutuhannya dengan alat pemenuhan kebutuhan berupa barang dan jasa. Jadi upaya pemenuhan kebutuhan dan cara pemenuhan kebutuhan merupakan masalah utama dalam ilmu ekonomi. Masalah ini tidak akan pernah selesai selama manusia hidup, karena selama itu pula manusia mempunyai kebutuhan dan kebutuhan itu beragam dan jumlahnya seringkali terbatas (Usman Kaharu 2002 : 1).
2. 2. 2 Perkembangan Ekonomi Scumpeter dalam (Boediono 1981 : 47) berpendapat bahwa : “motor penggerak perkembangan ekonomi adalah suatu proses yang ia beri namanya inovasi, dan pelakunya adalah wiraswasta atau inovator. Kemajuan ekonomi suatu masyarakat hanya bisa diterangkan dengan adanya inovasi oleh masyarakat itu sendiri”. Pengertian pertumbuhan ekonomi dan perkembangan. Kedua – duanya adalah sumber dari peningkatan output masyarakat, tetapi masing – masing mempunyai sifat yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi masyarakat.
12
Pertumbuhan ekonomi adalah satu sumber kenaikan output. Tetapi bukanlah sumber yang paling menarik atau yang paling penting. Menurut Schumpeter, yang lebih menarik dan lebih penting adalah kenaikan output dari perkembangan ekonomi. Perkembangan ekonomi atau development adalah kenaikan output yang disebabkan oleh inovasi yang dilakukan oleh masyarakat. Menurutnya perkembangan ekonomi ini merupakan sumber kemajuan ekonomi yang secara historis sangat penting. Sejarah kemajuan ekonomi adalah perkembangan kreativitas manusia. Perkembangan ekonomi adalah suatu proses dimana dalam proses ini terdapat bermacam – macam unsur. Agar perkembangan ekonomi dapat berjalan dengan sebaik – baiknya, maka perlu diketahui bagaimana kerjanya kekuatan – kekuatan dari faktor – faktor yang menentukan perkembangan ekonomi itu. Jadi ekonomi pembangunan atau ilmu yang mempelajari tentang pembangunan ekonomi tidak hanya menggambarkan jalannya perkembangan ekonomi saja, tetapi juga menganalisa hubungan sebab akibat dari faktor – faktor perkembangan tersebut. Dengan perkataan lain, ekonomi pembangunan tidak cukup secara deskritif tapi juga mencari jawaban atas pertanyaan “mengapa” perkembangan ekonomi itu terjadi. Untuk memahami hubungan sebab akibat itu perlu digunakan alat teori. Ada beberapa teori perkembangan, masing – masing teori mengemukakan faktor – faktor apa yang mendorong perkembngan tersebut baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Disamping dari segi teori, perkembangan ekonomi perlu juga ditinjau dari perkembangan sejarahnya, yaitu proses perkembangan ekonomi yang telah terjadi terutama dilihat dari tahap – tahap perkembangannya.
13
Demikian kiranya lebih jelas mengapa dan bagaimana perkembangan ekonomi itu terjadi. Disamping itu pula diketahui bagaimana jalannya perkembangan itu sendiri. Istilah pertumbuhan, perkembangan dan pembangunan sering digunakan terjadi secara bergantian, tetapi mempunyai maksud yang sama, terutama dalam pembicaraan – pembicaraan mengenai maslah ekonomi. Tetapi apabila kedua istilah tersebut digunakan bersama maka sebaiknya diberikan pengertian masing – masing yang lebih khusus. Dikatakan ada “pertumbuhan ekonomi” apabila terdapat lebih banyak output, dan ada “perkembangan” atau “pembangunan” ekonomi kalau hanya terdapat lebih banyak output, tetapi juga perubahan – perubahan dalam kelembagaan dan pengetahuan teknik dalam menghasilkan output yang lebih banyak itu. Pertumbuhan dapat meliputi penggunaan input lebih banyak dan lebih efisien, yaitu adanya kenaikan output persatuan input dengan kata lain, dengan kesatuan input dapat menghasilkan output yang lebih banyak. Pembangunan atau perkembangan ekonomi menunjukkan perubahan – perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian disamping kenaikan output. Jadi pada umumnya perkembagan atau pembangunan selalu disertai dengan “pembangunan” atau “perkembangan”. Tetapi pada tingkat – tingkat permulaan, mungkin pembangunan ekonomi selalu disertai dengan pertumbuhan dan sebaliknya. Demikian pula dalam hal pembangunan dan perkembangan ekonomi, selalu memiliki kebaikan/keuntungan maupun kerugian/ keburukan. Kerugian atau keburukan ini dapat dipandang sebagai adanya pembangunan ekonomi tersebut. Oleh
14
karena itu orang akan memiliki sifat yang berbeda – beda terhadap pembangunan ekonomi. Ada orang yang menghendaki adanya perubahan dalam cara hidup, namun ada pula orang – orang yang lebih senang dengan tingkah laku yang ada dalam masyarakat yang statis. Mereka ini akan terganggu dengan adanya pembangunan ekonomi dan menganggap bahwa pembangunan tersebut merusak ketentraman ini dianggap sebagai biaya yang belum tentu seimbang dengan manfaat yang akan diperolehnya. Sebagai contoh : seseorang belum tentu senang makan lebih banyak tetapi harus bekerja lebih keras dibandingkan dengan makan sedikit tetapi bekerja sekedarnya dan banyak istrahat. Kebijaksanaan – kebijaksanaan pembangunan ekonomi selalu ditujukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti yang seluas – luasnya, kegiatan pembangunan ekonomi selalu dipandang sebagian dari keseluruhan usaha pembangunan yang dijalnkan oleh suatu masyarakat. Pembangunan ekonomi hanya meliputi usaha sesuatu masyarakat untuk mengembagkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan masyarakatnya, sedangkan keseluruhan usaha – usaha pembangunan meliputi juga usaha – usaha pembangunan sosial, politok dan kebudayaan (Usman Kaharu 2004 : 8). Disamping dari segi teori, perkembangan ekonomi perlu juga di tinjau dari perkembangan sejarahnya, yaitu proses perkembangan ekonomi yang telah terjadi terutama di lihat dari tahap – tahap perkembangannya. Dengan demikian lebih jelas mengapa dan bagaimana perkembangan ekonomi itu terjadi. Di samping itu dapat pula diketahui bagaimana jalannya perkembangan itu sendiri.
15
Istilah pertumbuhan, perkembangan dan pembangunan, sering digunakan secara bergantian, tetapi mempunyai maksud yang sama, terutama dalam pembicaraan – pembicaraan mengenai masalah ekonomi. Apabila kedua istilah tersebut mengunakan bersamaan maka sebaiknya diberikan pengertian masing – masing yang lebih khusus. Dikatakan ada pertumbuhan ekonomi apabila terdapat lebih banyak ouput, tetapi juga perubahan – perubahan dalam kelembagaan dan pengetahuan teknik dalam menghasilkan ouput yang lebih banyak. Pertumbuhan dapat meliputi penggunaan input lebih banyak dan lebih efisien, yaitu adanya kenaikan ouput persatuan input, dengan kata lain, dengan kesatuan input dapat menghasilkan ouput yang lebih banyak. Perkembangan, ekonomi menunjukan perubahan – perubahan, dalam struktur output dan alokasi input pada sektor perekonomian disamping kenaikan output. Jadi pada
umumnya
perkembangan
atau
pembangunan
selalu
disertai
dengan
pertumbuhan, tetapi pertumbuhan pada tingkat – tingkat permulaan, mungkin pembangunan ekonomi selalu disertai dengan pertumbuhan dan sebaliknya. Pembangunan
atau
perkembangan
ekonomi,
selalu
memiliki
kebaikan/keuntungan maupun kerugian/keburukan. Kerugian atau keburukan ini dapat dipandang sebagai biaya dari adanya pembangunan ekonomi tersebut. Oleh karena itu orang akan memiliki sifat yang berbeda – beda terhadap pembangunan ekonomi. Ada orang yang menghendaki adanya perubahan dalam cara hidup, namun ada pula orang – orang yang lebih senang dengan tingkah laku yang ada dalam masyarakat yang statis. Mereka ini akan terganggu dengan adanya pembangunan
16
ekonomi dan menganggap bahwa pembangunan tersebut merusak ketentraman yang ada sejak lama dalam masyarakat itu. Gangguan terhadap ketentraman ini dapat dianggap sebagai biaya yang belum tentu seimbang dengan manfaat yang akan diperolehnya. Sebagai contoh, seseorang belum tentu senang akan lebih banyak tetapi harus bekerja lebih keras dibandingkan dengan makan sedikit tetapi bekerja sekadarnya dan banyak istrahat (Irwan dkk 1992 : 6). Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Schumpeter (Irwan dkk 1992 : 32) perkembangan ekonomi bukan merupakan proses yang harmonis ataupun grandul, tetapi merupakan perubahan yang spontan dan terputus – putus yaitu merupakan gangguan – gangguan terhadap keseimbangan telah ada. Perubahan yang spontan dan terputus – putus dalam saluran perdagangan dan gangguan – gangguan dalam keseimbangan itu tampak pada kehidupan industri dan perdagangan, dan bukanya tampak dalam permintaan konsumen akan barang – barang akhir. Perubahan – perubahan dalam selera konsumen memang ada tetapi perubahan – perubahan bersifat grandul atau sedikit demi sedikit. Jadi perkembangan ekonomi disebabkan oleh adanya perubahan – perubahan terutama dalam lapangan industri dan perdagangan. Berproduksi berarti mengkombinasikan bahan – bahan dan tenaga yang dapat dicapai, menghasilkan berbagai lain atau barang yang sama tetapi dengan cara/metode yang lain. Kalu kombinasi – kombinasi yang baru timbulnya tidak terus menerus tetapi terputus, maka gejala ini yang menumbuhkan adanya perkembangan. Kombinasi – kombinasi baru ini yang dilaksanakan oleh wiraswasta (entrepreneur).
17
Mereka ini adalah inovator yang melaksanakan kombinasi – kombinasi baru faktor produksi. Inovasi dapat diartikan dengan lima hal yaitu : (a) mengemukakan atau mengenal barang – barang baru, atau barang – barang yang kualitas baru yang belum dikenal oleh konsumen. (b) mengenalkan suatu metode produksi yang baru. (c) pembukaan pasar baru bagi perusahaan. (d) penemuan sumber – sumber ekonomi baru. (e) menjalankan organisasi baru dalam industri. Inovasi adalah tiap perubahan dalam fungsi produksi yang akan membawa kenaikan hasil produksi. Wiraswasta menunjukan sifat yang dinamis dan tidak tetap. Menejer hanya memimpin produksi dengan teknik yang ada, tetapi entrepreneur fungsinya mengenalkan sesuatu yang baru. Wirasuwastawan tidak perlu seorang kapitalis yang orangnya memberi peminjaman atau membiayai pelaksanaan inovasi tersebut. Roccher (dalam Mohammad Hatta 1985 : 12), mengungkapkan bahwa : “dalam masa ekonomi pertama pengaruh alamlah yang terbesar. Dalam masa kedua tenaga manusia yang terutama. Masa ketiga kapital yang menguasai produksi”. Tiap – tiap kemajuan baik dari segi sosial, ekonomi, menimbulkan perubahan yang baru serta keperluan baru pula. Sehingga kehidupan sosial ekonomi adalah dasar dan seterusnya juga bagian dari penghidupan culture. Berarti proses perubahan yang bergerak hanya berlangsung pada kepentingan kehidupan. Hal ini senada dikemukakan Astrid S. Susanto (dalam Siwon), mengatakan bahwa : perubahan itu adalah suatu perkembangan. Ia menjelaskan bahwa development atau perkembangan adalah “perubahan – perubahan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup masyarakat,
18
kemajuan – kemajuan tersebut dimaksudkan untuk dinikmati oleh individu – individu dalam masyarakat”.
2. 3 Definisi Masyarakat Masyarakat
adalah entitas sosial yang senantiasa menarik perhatian bagi
ilmuan sosial. Dalam menelaah masalah ini senantiasa ditemukan hal – hal unik, baru, dan tidak jarang melahirkan kontroversi dalam memahami hakikat masyarakat. Pertama ada yang berusaha keras untuk mengatakan masyarakat adalah entitas sosial yang berubah. Tetapi pada sisi lain, masyarakat pun memiliki kemampuan untuk bertahan terhadap tradisi yang dianutnya. Demikian pula dalam proses perubahan sosial masyarakat, manusia dan masyarakat itu merupakan dua sisi yang saling memengaruhi. Kadang inovasi dimulai dari individu yang kemudian memengaruhi tatanan masyarakat dan di lain waktu nilai budaya yang sudah tumbuh di masyarakat memengaruhi individu. Linton (dalam Harsojo 1999 : 126) seorang ahli antropologi mengemukakan bahwa : masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas – batas tertentu. J. L. Gillin dan J. P. Gillin (dalam Abu Ahmadi 1986 : 56) mengatakan bahwa : masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi,
sikap
dan
perasaan
persatuan
yang
sama.
Masyarakat
meliputi
pengelompokan yang lebih kecil. Selanjutnya seorang ahli sosiologi Belanda S. R.
19
Steinmetz memberikan batasan tentang masyarakat sebagai kelompok manusia terbesar yang meliputi pengelompokan manusia yang lebih kecil yang mempunyai hubungan erat dan teratur. Agak lebih terperinci adalah definisi Maclver (dalam Harsojo 1966 : 86) yang berbunyi, bahwa : masyarakat adalah satu sistem dari cara kerja dan prosedur, dari otoritas dan saling bantu – membantu yang meliputi kelompok – kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan. Sistem yang kompleks yang selalu berubah, atau jaringan dari relasi sosial itulah yang dinamai masyarakat. Kalau kita mengikuti definisi Linton, maka masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu – individu yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama. Dalam waktu yang cukup lama itu, kelompok manusia seperti yang dimaksud di atas, yang belum terorganisasikan, mengalami proses yang fundamental yaitu : 1.
Adaptasi dan organisasi dari tingkah laku para anggota.
2.
Timbulnya secara lambat laun, perasaan kelompok atau L’esprit de corps. Proses itu biasanya bekerja tanpa disadari dan diikuti oleh semua anggota
kelompok dalam suasana trial and error. Untuk simpang siur dalam menggunakan istilah, maka yang dimaksud dengan kelompok (group) di sini adalah setiap pengumpulan manusia sosial yang mengadakan relasi sosial antara satu dengan yang lain. Kelompok seperti yang dimaksud di atas belum terorganisasikan secara sadar. Contoh kelompok seperti itu ialah crowd, class, primary dan secondary group dan organisasi besar.
20
Jadi menurut Linton ada satu faktor yang penting dalam pembentukan suatu masyarakat dari kelompok individu itu, yaitu faktor waktu. Sebab waktu inilah yang memberikan kesempatan pada individu untuk dapat bekerja sama dengan menemukan pola tingkah laku dan sikap yang bersifat timbal balik, dan menemukan teknik untuk hidup bersama. Dengan adanya waktu yang cukup lama, timbullah syarat yang selalu dimiliki oleh tiap – tiap masyarakat, yaitu adanya proses adaptasi dan organisasi dari kelakuan para anggota kelompok dan disamping itu timbullah kesadaran berkelompok. Adaptasi timbal balik dalam tingkah laku dan sikap individu, mengubah aggregate of individuals menjadi kelompok yang teroganisasikan dan mempunyai jiwa kelompok, dan jika kelompok itu mempunyai ciri – ciri seperti itu, maka linton menyebutnya Masyarakat. Apabila kita teliti lebih dalam, maka timbulnya eksistensi masyarakat itu dimungkinkan oleh interaksi sosial, yang oleh park dan Burgess dapat dianalisi sebagai proses – proses sosial. Menurut kedua ahli sosiologi itu, interaksi sosial jika dianalisis sebagai proses sosial, dapat diklasifikasikan dalam lima kategori, yaitu : (1) komunikasi, (2) konflik, (3) kompetisi, (4) akomodasi, (5) asimilas. Dan dalam klasifikasi ini dapat ditambah lagi dengan satu yaitu : (6) koperasi. Menurut R. Firth (dalam Harsojo 1999) disamping adanya organisasi masyarakat dan struktur sosial,
dalam masyarakat terdapat empat bagian yang
merupakan unsur yang penting bagi eksistensi sosialnya. Bagian – bagian yang dimaksud itu ialah : (1) social alignment, (2) social controls, (3) social media, (4) social standards.
21
(1) Semua masyarakat didalamnya mengandung pengelompokan – pengelompokan dengan maksud mempermudah menjalankan tugas jika bertindak sebagai kesatuan. Social alignment ini, yang didalamnya terdapat juga struktur sosial dalam arti yang sempit, tidak saja meliputi sistem pengelompokan yang didasarkan atas seks, umur, kekerabatan dan lokalitas, akan tetapi juga meliputi berbagai lembaga yang beranggotakan orang – orang yang mempunyai pekerjaan yang sama dan bergerak dalam bidang rekreasi. Dalam social alignment
itu
termasuk
juga
pengelompokan
manusia
berdasarkan
pekerjaannya, tingkat kedudukannya, kedudukan hirarki ritualnya. Di dalamnya termasuk juga penggolongan dan pengaturan orang berdasarkan status sosialnya. Jadi social alignment itu pada prinsipnya mengatur berbagai kumpulan manusia dalam masyarakt. (2) Dalam masyarakat terdapat juga sistem dan prosedur yang mengatur kegiatan dan tindakan para anggota masyarakat. Seluruh sistem ini berfungsi sebagai pengawas sosial. Di dalam pengawasan sosial itu termasuk sistem dari ilmu pengetahuan ilmu teknik yang empiris yang digunakan oleh manusia untuk menanggapi sebagian besar dari lingkungannya, dan disamping itu juga meliputi pengetahuan yang nonempiris yang mengatur sikap dan kelakuan magis atau keagamaan. Di dalamnya termasuk pula etiket, sistem hukum, moralitas, ritual dan mitologi. Social control mempunyai fungsi mengatur dalam masyarakat.
22
(3) Kehidupan dalam masyarakat membutuhkan satu landasan material guna melakukan satu kegiatan dan landasan lain untuk mengadakan komunikasi. Untuk dua kebutuhan itu bagi yang pertama disediakan benda dan bahan material dan untuk yang kedua disediakan bahasa. Termasuk di dalam benda dan bahan material antara lain ialah perkakas dan alat – alat transpor. Di sekitar dua obyek itu berkembang bermacam – macam usaha, harapan dan penilaian. Sedang bahasa adalah media sosial manusia untuk menyatakan pikiran dan perasaannya. Bahasa dan alat – alat material tersebut merupakan aparat yang membuat relasi sosial dapat dijalankan dalam masyarakat. (4) Dalam masyarakat terdapat pula berbagai ukuran sosial yang digunakan sebagai kriteria untuk memiliki dan menseleksi satu sikap dan bagi penilaian apakah satu pelaksanaan tugas dijalankan dengan efektif. Social standards itu mengandung sistem nilai dalam ekspresinya sebagai kegiatan. Yang dimaksud dengan nilai adalah kualitas yang diberikan kepada obyek yang berguna dalam melakukan cara untuk mencapai tujuannya. Adapun nilai itu dapat kita sebut seperti nilai teknologis, ekonomis, moral, ritual, estetis, asosional. Bagi Muthahhari (dalam Momon Sudarma 2008 : 26) kehidupan manusia bersifat kemasyarakatan artinya secara fitrah ia bersifat kemasyarakatan. Di satu pihak, kebutuhan, keuntungan, kepuasan, karya, dan kegiatan manusia pada hakikatnya bersifat kemasyarakatan dan sistem kemasyarakatan akan tetap mewujud selama ada pembagian kerja, pembagian keuntungan, dan rasa saling membutuhkan dalam suatu perangkat tertentu tradisi dan sistem. Di pihak lain, gagasan – gagasan,
23
ideal – ideal, perangai – perangai, serta kebiasaan – kebiasaan khas menguasai manusia pada umumnya dengan memberi mereka suatu rasa kesatuan. Dengan kata lain, masyarakat merupakan suatu kelompok manusia yang di bawah tekanan serangkaian kebutuhan dan di bawah pengaruh seperangkat kepercayaan, ideal dan tujuan, tersatukan dan tersebut dalam suatu rangkaian kesatuan kehidupan bersama. Horton dan Hunt (dalam Momon Sudarma 2008 : 26) mengatakan bahwa masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan. Pandangan ini, sudah pasti sangat global, terlebih lagi, belum terdefinisikannya secara jelas mengenai konsep “organisasi sosial”. Sehingga dengan demikian, perlu dijelaskan menjadi dua bagian dari makna organisasi sosial ini. Satu sisi, organisasi sosial dimaknai sebagai organisasi sosial formal seperti partai politik atau negara. Sedangkan pada sisi yang lain, organisasi sosial dimaknai secara fungsional. Artinya, mereka mempunyai komunitas namun tidak dibentuk secara formal – legal. Misalnya masyarakat primitif, masyarakat nelayan, dan masyarakat petani. Pengelompokan yang terakhir ini tidak selamanya memiliki organisasi formal namun tetap dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat. Menurut Peter L. Berger (dalam Janu Murdiyatmoko 2007 : 8) masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang lus sifatnya. Pengertian keseluruhan kompleks dalam definisi tersebut berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian – bagian yang membentuk suatu kesatuan. Misalnya, dalam tubuh manusia terdapat bagian – bagian yang membentuk suatu sistem organik biologis, seperti jantung, hati, otak, dan paru – paru. Kesatuan dari bagian – bagian tersebut
24
membentuk sistem yang namanya manusia. Demikian pula dengan masyarakat, di dalamnya terdiri atas bagian – bagian yang membentuk hubungan sosial. Misalnya hubungan orangtua dan anak, hubungan guru dan murid, hubungan atasan dan bawahan, yang keseluruhan hubungan yang luas itu disebut masyarakat. Hubungan – hubungan yang terjadi pun tidak sembarangan, tetapi memiliki keteraturan. Dalam adat istiadat di Indonesia, biasanya anak menghormati orang tua, bawahan menghoramti atasan. Singkatnya, semua berjalan menurut suatu sistem. Oleh karena itu, Berger mendefinisikan juga masyarakat sebagai “yang menunjukkan pada suatu sistem interaksi atau tindakan yang terjadi minimal dua orang yang saling mempengaruhi perilakunya”. Comte melihat sistem dalam hal adanya saling ketergantungan, kerja sama, ikatan – ikatan sosial, misalnya yang terjadi di dalam pembagian kerja ekonomi. Semakin luas pembagian kerja, maka semakin tinggi individualisme, tetapi juga semakin tinggi saling ketergantungan. Di dalam analisis masyarakat, Comte mengatakan bahwa masyarakat seperti organisma hidup. Ini dapat diartikan bahwa di dalam dinamika hidup, tumbuh dan berkembangnya masyarakat itu berlaku konsep sistem sehingga masyarakat itu terus berlangsung dan dapat bertahan sebagaimana kelangsungan hidup organisme. Setiap bagian unsur akan saling mempengaruhi, saling memerlukan, saling mengisi, saling melengkapi dalam satu kesatuannya. “Comte melihat masyarakat sebagai suatu keseluruhan organik yang kenyataannya lebih daripada sekedar jumlah bagian – bagian yang saling tergantung”. Perspektif organik tersebut berpendapat bahwa masyarakat sebagai suatu organisme hanya dapat
25
dimengerti secara totalitas, bukan pada saat sebagai suatu kenyataan kumpulan individu –individu. Adanya saling ketergatungan dan interaksi menghasilkan fenomena – fenomena dan arti yang lebih tinggi, karena individu – individu yang berkumpul menjadi lebur dalam kesatuan kelompok masyarakat. Tentang stabilitas sosial, comte berpendapat bahwa saling ketergantungan yang harmonis diantara bagian – bagian yang terdapat di masyarakat memberi sumbangan pada stabilitas sosial. Keteraturan sosial akan terancam oleh berbagai hal seperti anarkhi sosial, moral, intelektual, akan tetapi stabilitas sosial akan selalu diperkuat kembali. Dasar utama keteraturan sosial menurut Comte adalah keluarga, bukan individu. Sebab, individu – individu tersebut tersosialisasi sejak kecil di dalam keluraga, sehingga kelurgalah yang memberi pengaruh nilai – nilai yang paling besar. Spencer dalam bahasanya tentang evolusi masyarakat, menganalogikan masyarakat dengan suatu organisme. Menurut Spencer, sistem pemerintahan ibarat urat nadi yang mempunyai fungsi koordinasi (penyelarasan) dan pemersatuan. Pemerintahan sebagai suatu sistem organisme berdiri sendiri serta berevolusi di bawah suatu hukum. Masyarakat di dalam suatu pemerintahan sebagaimana suatu organisme menghasilkan kebutuhan – kebutuhannya untuk memelihara, menjaga dan mempertahankan kehidupannya. Dalam hal ini masyarakat mempunyai ekonomi untuk mempertahankan dan mengembangkan dirinya. Untuk itu masyarakat juga mempunyai sistem distribusi seperti fungsi pembuluh, atau seperti infrastruktur jaringan komunikasi – komunikasi.
26
Perubahan pada suatu bagian di masyarakat maupun organisme akan membawa dampak secara keseluruha. Perubahan ekonomi, atau perubahan politik negara yang cukup drastis akan merubah kesejahteraan keluarga, sistem nilai pendidikan, lembaga – lembaga sosial yang ada, dan lain – lain. Marx memandang kemungkinan terjadinya konflik antar kelas yang mengakibtkan perubahan sosial. Kepentingan – kepentingan kelas berbeda, serta kotradiksi antara kekuatan – kekuatan produksi material dan hubungan – hubungan produksi adalah kontradiksi – kontradiksi internal yang terdapat di dalam masyarakat yang selanjutnya membawa perubahan sosial. Adanya pembagian kerja dan pemilikan pribadi di masyarakat merupakan sumber pertentangan antara kepentingan – kepentingan material dalam kelas – kelas sosial yang berbeda. Konflik – konflik yang terjadi tersebut tidak dapat dihilangkan di dalam suatu sistem. Akan tetapi sesuai dengan pandangan pendekatan sistem, masing – masing bidang/bagian akan mampu menyesuaikan diri kembali, meskipun dapat berlangsung adakalanya dalam jangka waktu panjang. Parsons dan para pengikutnya merupakan orang – orang yang telah berhasil membawa pendekatan fungsionalisme struktural ke dalam pertumbuhan teori – teori sosiologi. Di pihak lain, Parsons menerima banyak kritik pula atas teori fungsionalismenya tersebut. Parsons dipandang tidak proporsional di dalam membahas masyarakat. Dia terlalu berpusat kepada peran bagi unsur – unsur normatif yang akan mengatur perilaku sosial individu yang akan menjamin stabilitas sosial. Parsons terlalu percaya bahwa sistem sosial memiliki kecenderungan mencapai
27
stabilitas (equilibrium) melalui konsensus – konsensus yang dicapai anggota. Disfungsi dan penyimpangan – penyimpangan terjadi karena faktor luar. Pandangan seperti
ini
telah mengabaikan pandangan
bahwa
disfungsi,
konflik,
dan
penyimpangan – penyimpangan yang bersifat internal juga terjadi. Penggunaan pendekatan sistem oleh Parsons lainnya antara lain mengenai pendapatnya tentang realitas sosial. Pada mulanya Parsons berpendapat bahwa realitas sosial adalah “action” yang bermakna tindakan manusia yang disertai oleh adanya kesadaran, kemauan. Ini berbeda dari arti “behavior” yang hanya mengadung suatu
gerak
fisik
saja.
Kemudian
Parsons
merubah
pandangannya.
Dia
mengemukakan bahwa “perilaku sosial” seseorang bukan merupakan satu – satunya realitas dalam kehidupan sosial. Akan tetapi, “situasi sosial” pelaku (aktor), yakni seluruh variabel – variabel bebas seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, kelas sosial, nilai – nilai dan sebagainya menjadi sasaran analisis. Pendapat ini menunjukkan bahwa konsep relasional, yaitu sistem sosial berlaku. Parsons berpandangan bahwa setiap kehidupan bersama atau masyarakat merupakan jaringan relasi atau sistem sosial. Kesatuan realitas sosial yang paling kecil terdiri dari peranan – peranan sosial yang terdapat di dalam kelompok atau masyarakat seperti peran dokter, ibu rumah tangga, petani, dosen, dan lain – lainnya. Dengan mengambil bagan masyarakat sebagai sistem sosial dari Connon yang mengemukakan bahwa tiap – tiap sistem biologis bersifat homeostatis, Parsons mengintrodusir ke dalam sosiologinya dua ciri khas, yaitu :
28
1.
Konsep fungsi yang dimengerti sebagai sumbangan kepada keselamatan dan ketahanan sistem sosial, dan
2.
Konsep pemeliharaan keseimbangan, adalah ciri utama dari tiap – tiap sistem sosial.
2. 3. 1 Unsur – unsur Masyarakat Adanya bermacam - macam wujud kesatuan kolektif manusia menyebabkan bahwa kita memerlukan beberapa istilah untuk membeda – bedakan berbagai macam kesatuan manusia tadi. Kecuali istilah yang paling lazim, yaitu masyarakt, ada istilah – istilah khusus untuk menyebut kesatuan – kesatuan khusus yang merupakan unsur – unsur dari masyarakat, yaitu kategori sosial, golongan sosial, komunitas, kelompok dan perkumpulan. Keenam istilah sebutan itu beserta konsepnya, syarat – syarat pengikatnya, serta ciri – ciri lainnya, akan kita tinjau secara lebih mendalam di bawah ini. Masyarakat, seperti tersebut di atas, istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan – kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari – hari adalah masyaraka. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin socius, yang berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”. Masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui apa warga – warganya dapat saling berinteraksi. Suatu
29
negara moderen misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan berbagai macam prasarana, yang memungkinkan para warganya untuk berinteraksi secara intensif, dan dengan frekuensi yang tinggi. Suatu negara moderen mempunyai suatu jaringan komunikasi berupa jaringan perhubungan udara, jaringan telekomunikasi, sistem radio dan TV, berbagai macam surat kabar di tingkat nasional, suatu sistem upacara pada hari – hari raya nasional dan sebagainya. Setelah uraian di atas sekarang tiba waktunya untuk merumuskan suatu definisi mengenai konsep masyarakat untuk keperluan analisis antropologi. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat – istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang terkait oleh suatu rasa identitas bersama. Definisi itu menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin (dalam Koentjaraningrat 2002 : 147) yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah “…… the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative.” Unsur grouping dalam definisi itu menyerupai unsur “kesatuan hidup” dalam definisi kita, unsur common attitudes and feelings of unity adalah sama dengan unsur “identitas bersama”. Suatu tambahan dalam definisi Gillin adalah unsur the largest, yang “terbesar”, yang memang tidak kita muat dalam definisi kita. Walaupun demikian konsep itu dapat diterapkan pada konsep masyarakat sesuatu bangsa atau negara, seperti misalnya konsep masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika, dalam contoh kita di atas.
30
Dalam bukunya yang kecil, Azas – azas sosiologi, guru besar ilmu sosiologi Universitas Gadjah Mada dari tahun 50 – an hingga 60 – an, M.M. Djojodigoeno, memang mengadakan pembedaan antara konsep “masyarakat dalam arti yang luas dan sempit.” Kita dapat mengambil alih konsepsi Djojodigoeno ini, dan menganggap masyarakat Indonesia sebagai contoh suatu “masyarakat dalam arti yang luas,” tetapi misalnya masyarakat dari suatu desa atau kota tertentu, masyarakat yang terdiri dari warga suatu kelompok kekerabatan seperti dadia, marga, atau suku, kita anggap sebagai contoh dari suatu “masyarakat dalam arti yang sempit.”
2. 4 Masyarakat Pesisir Masyarakat nelayan ada di seluruh dunia, di sepanjang pantai, baik dari negara – negara yang berada di pinggir benua – benua maupun pulau – pulau. Secara khusus desa – desa nelayan itu biasanya terletak di daerah muara sungai atau sekitar teluk. Lokasi di muara sungai memudahkan para nelayan melabuhkan perahu atau biduk yang mereka pakai ke laut. Sebuah teluk sering kali banyak ikannya, oleh karena kawasan ikan yang menyusur pantai pada musim tertentu biasanya masuk ke teluk – teluk untuk bertelur. Suatu masyarakat nelayan tentu mengetahui teknologi pembuatan perahu, mengetahui cara – cara navigasi di laut, mempunyai organisasi sosial yang dapat menampung suatu sistem pembagian kerja antara nelayan pelaut, pemilik perahu dan tukang pembuat perahu, sedangkan sistem religinya biasanya mengandung unsur –
31
unsur keyakinan, upacara – upacara, serta ilmu gaib yang erat kaitannya dengan persepsi, serta konsepsi mereka mengenai laut (Abdurrahmat Fathoni 2006 : 51) Kondisi masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir di berbagai kawasan secara umum ditandai oleh adanya beberapa ciri, seperti kemiskinan, keterbelakangan sosial – budaya, rendahanya kulaitas sumber daya manusia (SDM) karena sebagian besar penduduk hanya lulus sekolah dasar atau belum tamat sekolah dasar, dan lemahnya fungsi dari keberadaan Kelompok Usaha Bersama (KUB), Lembaga Keuangan Mikro (LKM), atau kapasitas berorganisasi masyarakat. Hal – hal seperti ini merupakan hambatan potensial bagi masyarakat nelayan/pesisir untuk mendorong dinamika pembangunan di wilayahnya. Akibatnya, sering terjadi kelemahan bargaining position masyarakat pesisir dengan pihak – pihak lain di luar kawasan pesisir, sehingga mereka kurang memiliki kemampuan mengembangkan kapasitas dirinya dan organisasi atau kelembagaan sosial yang dimiliki sebagai sarana aktualisasi dalam membangun wilayahnya Kusnadi (dalam Heri Purwanto 2007 : 1 – 2 ). Karakteristik sosial masyarakat pesisir di atas menjadi penghambat untuk mengembangkan kemampuan partisipasi mereka dalam pembangunan wilayah. Seiring dengan belum berfungsinya atau belum adanya kelembagaan sosial masyarakat maka upaya kolektif untuk mengelola potensi sumber daya wilayah juga menjadi terhambat. Hal ini berpengaruh besar terhadap lambannya arus perubahan sosial ekonomi yang terjadi di kawasan pesisir, sehingga dinamika pembangunan wilayah menjadi terhambat. Situasi involutif pembangunan wilayah yang demikian
32
sangat terasa di desa – desa nelayan yang terpencil dan memiliki keterbatasan sarana – prasarana pembangunan. Dalam upaya membangun masyarakat nelayan yang kondisinya seperti di atas dan agar potensi pembangunan masyarakat bisa dikelola dengan baik, maka salah satu strategi yang harus ditempuh adalah dengan membangun dan memperkuat kelembagaan sosial yang dimiliki atau yang ada pada masyarakat dan mengembagkan kualitas SDM, dengan jalan meningkatkan wawasan pembangunan dan keterampilan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, di harapkan masyarakat secara kolektif memiliki kemampuan optimal dalam membangun wilayahnya. Masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir di Kelurahan Tanjung Kramat, Kecamatan Hulonthalangi, menghadapi dilema pembagunan seperti di atas. Tanjung Kramat memiliki potensi sumber daya alam besar, khususnya potensi sumber daya pesisir, perikanan, dan kelautan. Potensi ini belum tergarap secara optimal berkelanjutan, sedangkan masyarakat khususnya di Tanjung Kramat, memiliki keinginan untuk terus mengembangkan kegiatan pembangunan sosial – ekonomi wilayah. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap belum tercapainya pengelolaan potensi sumber daya pembangunan secara optimal adalah : (1) terbatasnya sarana dan prasarana ekonomi, seperti jalan raya, fasilitas ekonomi perikanan, dan fasilitas umum – sosial, (2) rendahnya kulalitas SDM, masyarakat belum memiliki kemampuan maksimal untuk mengelolanya demi meningkatkan kesejhateraan sosial mereka, (3) teknologi penangkapan yang terbatas kapasitasnya, (4) akses modal dan pasar produk ekonomi lokal yang terbatas, (5) tidak adanya kelembagaan sosial –
33
ekonomi yang dapat menjadi instrumen pembangunan masyarakat, dan (6) belum adanya komitmen pembangunan kawasan pesisir secara terpadu. Masyarakat pesisir mempunyai karakteristik khas yang tidak ditemukan dalam komunitas lainnya, seperti masyarakat perkebunan, pertanian. Oleh karena itu, dalam kegiatan penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat nelayan untuk membangun kawasan Pesisir yang kegiatannya meliputi pemetaan potensi sumber daya wilayah, pendidikan pelatihan (diklat), dan publikasi ini digunakan pendekatan berbasis potensi sumber daya lokal. Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pemberdayaan ini adalah pendekatan kelembagaan dan partisipatif yang berbasis pada karakteristik sumber daya lingkungan dan sosial – budaya komuniti lokal. Dengan pendekatan ini, diharapkan masyarakat berdasarkan atas kesadaran diri dan tanggung jawab sosial yang dimiliki mampu menjadi inspirator, inisiator, dan dinamisator pembangunan di wilayahnya. Untuk memperoleh dukungan luas masyarakat, kelembagaan sosial ekonomi yang ada harus memainkan peranan sentral dalam mendorong demokratisasi, partisipasi, dan mengembangkan paradigma pembangunan wilayah yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan kebutuhan konkret pembangunan. Pada dasarnya, pembangunan kawasan yang dilakukan adalah berasal dari, oleh, dan untuk masyarakat sendiri. Sebagian besar studi tentang masyarakat nelayan berfokus pada aspek sosial ekonomi. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat nelayan merupakan salah satu kelompok sosial dalam masyarakat kita yang sangat intensif didera kemiskinan. Kemiskinan ini disebabkan oleh faktor – faktor kompleks yang saling
34
terkait serta merupakan sumber utama yang melemahkan kemapuan masyarakat dalam membangun wilayah dan meningkatkan kesejahteraan sosialnya. Oleh karena itu, kemiskinan merupakan salah satu isu utama dalam pembangunan kawasan pesisir (Masyhuri, 1999 ; Kusnadi, 2002 ; Masyhuri Imron, 2003 ; Heri Purwanto, 2006). Dalam konteks pembangunan negara – bangsa (nation – state), kemiskinan harus dilihat sebagai masalah bersama karena ragam dampak yang diakibatkannya berpengaruh signifikan terhadap pembanguna nasional dan pembangunan daerah. Namun demikian, berbagai upaya pembangunan untuk mengatasi masalah kemiskinan harus bertumpu pada basis kemapuan masyarakat yang terkena kemiskinan tersebut. Pada dasarnya, setiap golongan masyarakat, termasuk masyarakat miskin, masih memiliki potensi sumber daya sosial yang bisa didayagunakan untuk mengatasi kemiskinan. Sumber daya sosial atau kapital sosial tersebut diantaranya berupa sistem nilai, norma – norma perilaku, etika sosial, institusi budaya, jaringan sosial, kepercayaan lokal, gotong – royong, dan saling percaya yang telah bertahan dan terbukti mampu menjaga integrasi masyarakat. Menurut Fukuyam (2005), modal sosial memiliki kemampuan efektif dan lentur dalam menghadapi perubahan yang berlangsung cepat karena intervensi kapitalisme pada berbagai sektor kehidupan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat mengambil manfaat yang positif dan tidak termarginalisasi dari proses perubahan tersebut. Sebagai upaya mengoptimalkan potensi masyarakat dan modal sosial yang dimilikinya maka harus dilakukan pengorganisasian masyarakat (society organizing).
35
Pengorganisasian masyarakat diartikan sebagai satu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok warga masyarakat yang didorong oleh kesadarannya tentang berbagai persoalan di masyarakatnya, kemudian berupaya melakukan perubahan bersama – sama masyarakat dengan menggunakan segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.
2. 4. 1 Masalah – masalah yang Dapat Menghambat Perkembangan Menurut John Pieris (1988 : 60 – 63) Diinsyafi sepenuhnya bahwa banyak faktor yang dapat menunjang maupun menghambat perkembangan pemanfaatan sumber alam laut pada dasawarsa mendatang. Di bawah ini disampaikan beberapa faktor yang dapat menghambat usaha pengembangan dan pemanfaatan sumber alam laut di Indonesia, terutama sumber alam hayatinya. Peningkatan Keterampilan dan Masukan IPTEK yaitu : 1.
Saat ini jumlah nelayan di Indoneisa sekitar 1.100.000 orang yang terdiri dari 750.000 nelayan penuh dan sisanya nelayan sambilan (ada beberapa macam angka tentang jumlah ini. Biro Pusat Statistik akan mengadakan sensus tentang perikanan). Ini merupakan kira – kira 2,7 % dari seluruh tenaga kerja di Indonesia. Sekitar 95 % produksi perikanan di Indonesia dihasilkan oleh perikanan rakyat (artisanal). Oleh karena itu pengembangan dan pengelolaan sumber hayati perairan harus memperhatikan faktor. Pada umumnya ketrampilan para nelayan maupun para petani tambak di Indonesia masih
36
rendah. Oleh karena itu sangat perlu ada usaha yang sunguh – sunguh dan berkesinambungan untuk meningkatkan ketrampilan mereka. 2.
Masih rendahnya masukan IPTEK di bidang perikanan juga tercermin, antara lain dari jumlah perahu penangkap ikan yang dilengkapi dengan motor. Dari hampir 247.000 perahu penangkap ikan yang ada saat ini, baru 16.500 (atau kurang dari 7%) yang telah bermotor. Itu pun jarak tempuhnya masih terbatas dengan sarana pengawet hasil tangkapan yang juga masih sederhana. Di samping itu sarana dan prasarana sumber hayati perairan ternyata masih terbatas, sehingga tidak jarang nelayan perlu membatasi hasil tangkapannya untuk mempertahankan harga atau agar usahanya tidak terbuang sia – sia.
3.
Faktor tersebutlah yang tampaknya menjadi sebab kelambanan peningkatan pendayagunaan sumber hayati perairan selama ini. Masukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) didalam usaha pengembangan sumber hayati perairan di Indonesia masih kecil. Meskipun ilmu pengetahuan kelautan di Indonesia telah mempunyai sejarah cukup panjang, namun sumbangannya masih sangat terbatas dan perkembangannya belum pernah melebihi tingkat deskriptif (descriptive level). Faktor penyebab keterbelakangan ini banyak. Tapi barangkali yang terpenting ialah bahwa baru akhir – akhir ini saja disadari oleh para pengambil keputusan bahwa lautan memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkuat ekonomi. Namun ilmu kelautan masih kurang mendapat perhatian yang wajar. Sehingga waktu kita menyadari bahwa masa depan kita sebagai
37
bangsa, sebagian akan tergantung bagaimana kita mendayagunakan perairan kita secara penuh dan rasional, maka ilmu kelautan belum sepenuhnya siap untuk menyediakan data dan informasi yang diperlukan untuk melandasi perumusan kebijaksanaan (Soegiarto, 1978). 4.
Penanaman modal asing di bidang perikanan yang dimungkinkan setelah adanya Undang – undang Penanaman Modal Tahun 1966, memang dapat meningkatkan produksi (khususnya ekspor perikanan udang) dan meningkatkan masukan teknologi dan managemen suatu industri perikanan.
Akan tetapi
penanaman modal asing tidak merangsang pengembangan ilmu pengetahuan laut, kurang membantu penyediaan sarana dan prasarana perikanan, tidak memperhatikan masalah kelestarian sumber dan bahkan sering menimbulkan konflik sosial. Secara singkat dapat dikatakan bahwa penanaman modal asing (dalam batas tertentu juga bantuan teknis luar negeri bidang perikanan) selama ini baru berhasil membantu meningkatkan pemanfaatan sumber, tetapi belum berperan
mengembangkan
ilmu
pengetahuannya
untuk
melandasi
kebijaksanaan usaha pengembangan dan pengelolaan sumber hayati perairan secara lestari. 5.
Peningkatan pemanfaatan sumber alam seharusnya didahului, atau minimal dibarengi, oleh peningkatan khazanah pengetahuan dan penyediaan data dasar yang akan melandasi pengembangannya. Bila tidak, maka ada bahaya kelestarian sumber atau lingkungannya akan terancam.
38
Di bawah ini disampaikan beberapa saran topik masukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu dilaksanakan di Indonesia untuk melandasi pengembagan dan pengelolaan sumber hayati perairan yaitu : a.
Inventarisasi sumber daya perairan untuk mencari jenis baru yang dapat dimanfaatkan dan dibudidayakan.
b.
Mempelajari sifat biologi, ekologi, dan dinamika populasinya bagi jenis yang berpotensi ekonomi penting untuk melandasi kebijaksanaan pendayagunaan maupun menjaga kelestariannya.
c.
Pengukuran produktivitas perairan untuk menentukan kemampuan sesuatu perairan menghasilkan sumber daya hayati tanpa mengganggu kelestariannya. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan jalan mengadakan stock assessment bagi jenis yang komersial, tapi juga secara tidak langsung dengan melalui perhitungan piramida makanan. Data produktivitas perairan ini diperlukan untuk menentukan kapan dan berapa banyak sesuatu sumber dapat dimanfaatkan dari suatu perairan.
d.
Studi pengembangan sistem pengelolaan jenis ganda (multispecies management system) untuk perairan tropika. Perairan tropika ditandai dengan banyaknya jenis dan kecilnya populasi masing – masing jenis. Pola pengelolaan yang didasarkan pada satu – dua jenis dominan seperti yang diterapkan di perairan dingin ternyata kurang sesuai. Oleh karena itu perlu dikembangkan pola pengelolaan yang baru, yang didasarkan kepada kondisi lingkungan perairan tropika.
39
e.
Penelitian dan pemantauan pengaruh pencemaran terhadap biologi dan ekologi perairan.
f.
Penelitian berbagai ekosistem khas tropika (hutan mangrove, terumbu karang, dan
lainnya)
dalam
hubungannya
dengan
produktivitas
perairan,
pendayagunaan sumber hayati perairan dan menjaga kelestarian serta fungsi ekologinya. g.
Berbagai studi untuk meningkatkan produktivitas usaha budi daya perairan (aquaculture), misalnya introduksi jenis baru untuk dibudidayakan, manipulasi genetika, pengelolaan perkolaman/pertambakan secara ilmiah dan teknologi yang lebih maju, budi daya jenis ganda pada berbagai tingkat kehidupan (trophic levels).
h.
Penelitian pengembangan teknologi pasca panen (post harvest technology) untuk dapat lebih memanfaatkan hasil tangkapan sumber hayati perairan secara lebih effisien.
2. 5 Masyarakat Tradisional Roucek dan Warren (dalam Siwon 2010 : 17) menyatakan bahwa : “masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki rasa kesadaran bersama dimana mereka berdiam pada daerah yang sama, atau seluruh warganya memperlihatkan adanya adat kebiasaan dan aktivitas yang sama pula”. Untuk memahami dinamika sistem otoritas tradisional adalah melihatnya sebagai suatu perpanjangan dari hubungan keluarga.
40
Weber (dalam Siwon 2010 : 18) membedakan tiga otoritas masyarakat tradisional antara lain : 1.
Gerontograsi : berada dalam tangan orang tua dalam suatu kelompok.
2.
Patrialkalisme : berada dalam pengawasan dalam tangan satu satuan kekerabatan rumah tangga yang dipegang oleh seorang individu yang memiliki otoritas warisan.
3.
Patrimonial : sistim otoritas terdapat suatu staf administrative yang terdiri dari orang mempunyai hubungan pribadi dengan pembimbinganya. Menurut Maclever (dalam Siwon 2010 : 18) menyatakan bahwa : “masyarakat
adalah satu sistem dari cara kerja dan prosedur, dari otoritas saling bantu membantu yang meliputi kelompok – kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan”. Sistem yang kompleks yang selalu berubah atau jaringan – jaringan dari relasi sosial itulah yang dinamai masyarakat tradisional. Kemiskinan dan kesulitan – kesulitan hidup lainnya merupakan siklus peristiwa sosial ekonomi yang selalu berulang setiap tahun atau bahkan sepanjang tahun menimpa rumah tangga nelayan. Di samping persoalan lingkungan pesisir dan laut, kemiskinan nelayan merupakan isu besar yang terjadi karena faktor – faktor yang kompleks (Kusnadi, 2002 : 4 – 12).
41
2. 6 Masyarakat Modernisasi Masyarakat moderen berusaha agar anggota masyarakat mempunyai pendidikan yang cukup tinggi akademis. Pengamatan menunjukkan bahwa golongan ini menurut I.L. Pasaribu dan B. Simanjutak (dalam Siwon 2010), terbagi atas tiga golongan yaitu : (1) mempunyai pandangan yang luas – obyektif sebagai hasil yang dibawa dari pendidikan di luar negeri. Tetapi sering mereka lupa bahwa kondisi luar negeri tidak sama dengan kondisi di dalam negeri. Diperlukan adaptasi dari ilmu yang dipelajari. (2) dapat berantisipasi kemasa yang datang sebagai akibat pengetahuan yang mereka miliki. Itulah sebabnya mereka dapat membuat perencanaan yang menyeluruh, dan (3) perbaikan yang dilakukan dengan mengintroduser norma sosial yang baru yang menjawab masa yang akan datang. Cryl Black (dalam Siwon 2010 : 20), menganjurkan bahwa “masyarakat moderen ditandai oleh pertubuhan pengetahuan”. Ini menandakan perlunya kemampuan untuk mengetahui rahasia alam. Sedangkan David Mc. Clelland (dalam Siwon 2010 : 20), menggaris bawahi self reliance dan acievent orientation sebagai Indonesia modern. 2. 7 Interaksi Sosial Untuk menggambarkan saling hubungan ini H. Boner (1977), dalam bukunya “Social Psychologi” memberikan rumusan sebagai berikut : Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya. Rumusan ini dengan tepat
42
menggambarkan kelangsungan timbal – baliknya interaksi sosial antara dua atau lebih manusia itu. Sementara itu, individu yang satu dapat menyesuaikan diri secara autoplastis kepada individu yang lain, di mana dirinya dipengaruhi oleh diri yang lain. Individu yang satu dapat juga menyesuaikan diri secara aloplastis dengan individu lain, di mana individu yang lain itulah yang dipengaruhi oleh dirinya yang pertama. Dengan demikian, hubungan antara individu yang berinteraksi senantiasa merupakan hubungan timbal – balik, saling pengaruh yang timbal – balik. Kelangsungan interaksi sosial ini, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks, tetapi padanya dapat kita beda – bedakan beberapa faktor yang mendasarinya, baik secara tunggal maupun bergabung, yaitu Vide Bonner (dalam Gerungan Dipl Psych 2004 62 75) : 1.
Faktor imitasi
2.
Faktor sugesti
3.
Faktor identifikasi
4.
Faktor simpati Marilah kita tinjau keempat faktor itu masing – masing :
1.
Faktor imitasi Imitasi berasal dari kata Latin Imitatus yang berarti meniru. Istilah ini mulai
dipergunakan oleh Tarde dan Ballurn. Menurut Gabriel Tarde (dalam Gerungan Dipl Psych 2004 : 62 – 64)seorang Sosioloog, Kriminoloog dan juga seorang pelopor ilmu jiwa sosial, bahwa manusia
43
itu pada dasarnya individualist, tetapi untunglah ada kesanggupan untuk meniru dan inilah yang memungkinkan orang menciptakan kehidupan sosial. Ia dengan tegas mengatakan bahwa semua saling hubungan sosial (social interaction) itu berkisar pada proses imitasi. Telah diuraikan dalam perkembangan ilmu jiwa sosial menegenai pendapat Gabriel Tarde yang beranggapan bahwa seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan faktor imitasi saja. Walaupun pendapat ini ternyata berat sebelah, peranan imitasi dalam interaksi sosial itu tidak kecil. Lebih jauh, tidak hanya berbicara yang merupakan alat komunikasi yang terpenting, tetapi juga cara – cara lainnya untuk menyatakan dirinya dipelajarinya melalui proses imitasi pula. Misalnya, tingkah laku tertentu, cara memberikan hormat, cara menyatakan terima kasih, cara menyatakan kegirangan orang apabila bertemu dengan seseorang kawan yang lama tidak dijumpainya, cara – cara memberikan isyarat tanpa bicara dan lain – lain cara ekspresi itu kita pelajari pada mulanya secara mengimitasinya. Demikian juga cara – cara berpakaian, gejala model yang mudah menjalar itu, dipelajari orang dengan jalan imitasi. Demikian pula halnya dengan adat – istiadat dan konvensi – konvensi lainnya, yang sangat dipengaruhi oleh imitasi sehingga karenanya terbentuklah tradisi – tradisi yang dapat bertahan berabad – abad lamanya. Tentulah dalam hal itu tidak hanya faktor imitasilah yang memegang peranannya tetapi juga struktur masyarakat di mana tradisi itu dipertahnkan. Selain itu, pada lapangan pendidikan dan perkembangan kepribadian individu, imitasi itu mempunyai peranannya, sebab mengikuti suatu contoh yang baik itu dapat
44
merangsang perkembangan watak seseorang. Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan perbuatan – perbuatan yang baik. Selanjutnya, apabila seseorang telah dididik dalam suatu tradisi tertentu yang melingkupi segala situasi sosial, maka orang itu memiliki suatu “kerangka cara – cara tingkah laku dan sikap – sikap
moral”
yang
dapat
menjadi
pokok
pangkal
untuk
memperluas
perkembangannya dengan positif. Dan dalam didikan ke dalam suatu “tradisi” moderen maupun kuno, imitasi memegang peranan penting. Peranan faktor imitasi dalam interaksi sosial seperti yang digambarkan di atas juga mempunyai segi – segi yang negatif. Yaitu, apabila hal – hal yang diimitasi itu mungkinlah salah ataupun secara moral dan yuridis harus ditolak. Apabila contoh demikian diimitasi orang banyak, proses imitasi itu dapat menimbulkan terjadinya kesalahan kolektif yang meliputi jumlah serba besar. Selain itu, adanya proses imitasi dalam interaksi sosial dapat menimbulkan kebiasaan di mana orang mengimitasi sesuatu tanpa kritik, seperti yang berlangsung juga pada faktor sugesti. Dan hal ini dapat menghambat perkembangan kebiasaan malas berpikir kritis pada individu manusia yang mendangkalkan kehidupannya. Seperti yang telah dikatakan pada pembicaraan mengenai kritik terhadap pendapat Gabriel Tarde, sebelum orang mengimitasi suatu hal, terlebih dahulu haruslah terpenuhi beberapa syarat, yaitu : 1.
Minat – perhatian yang cukup besar akan hal tersebut.
2.
Sikap menjunjung tinggi atau mengagumi hal – hal yang diimitasi.
45
3.
Orang – orang juga dapat mengimitasi suatu pandangan atau tingkah laku karena hal itu mempunyai penghargaan sosial yang tinggi. Jadi, seseorang mungkin mengimitasi sesuatu karena ia ingin memperoleh penghargaan sosial di dalam lingkunganya.
2.
Faktor Sugesti Artinya sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial ini
sebenarnya tidak banyak berbeda. Tekanannya, imitasi itu orang yang satu mengikuti salah satu di luar dirinya, sedangkan sugesti, seseorang memberikan sesuatu (pandangan, sikap dan sebagainya) dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain di luar dirinya. Istilah ini mula – mula digunakan oleh Le Bon (Gustave Le Bon). Sugesti berasal dari bahasa Latin suggere yang berarti mempengaruhi. Sugesti mempunyai kekuatan sama dengan hypnose dan sugesti ini termasuk dalam bidang Psycho analisa, yang mula – mula dikembangkan oleh Sigmund Freud. Gustave Le Bon (dalam Gerungan Dipl Psych 2004 : 65) yang terkenal dengan Ilmu Jiwa “The Crowd”, cenderung untuk kehilangan kepribadiannya yang sadar dan rasionil, sehingga tindakannya diganti dengan tindakan kasar yang bertentangan bila dia sebagai seorang individu. Dengan demikian dia kehilangan sama sekali kepribadiannya yang bertentangan dengan kebiasaan maupun wataknya. Teori Le Bon ini merupaka usaha untuk membahas gerakan – gerakan kemasyarakatan di Eropa yang tak dapat diselesaikan dengan pembahasan secara klasik. Menurut pandangan klasik, tingkah laku manusia dikemudikan oleh dorongan mementingkan
46
diri sendiri yang rationil, Le Bon menambahkan bahwa hal yang demikian itu hanya benar bagi individu yang dalam keadaan seorang diri, tetapi begitu ia menjadi anggota suatu kelompok atau massa, maka tingkah lakunya kemudian dikemudiakan oleh prinsip – prinsip irrational. Jadi menurut Le Bon masyarakat itu merupakan bahaya bagi peradaban dan lembaga yang sudah ada. Dalam mengetrapkan teori diasosiasinya kepada anggota massa, Le Bon selanjutnya membicarakan sifat – sifat yang ada pada pimpinan Crowd. Pemimpin adalah seorang yang tahu bagaimanakah menunjukkan dengan semangat, arah dan gambaran cita – cita dengan jelas, bebas dari semua penjelasan yang tersembunyi. Massa berbuat hanya berdasar “gambaran seperti isi jiwanya”. Pemimpin menjadi secara langsung tindakan dari pada cita – citanya (idea – motor theori). Alat – alat yang segera bagi pemimpin dalam mengontrol cita – cita adalah melalui kata – kata yang baik, “kata – kata merupakan bell listrik untuk memanggil mereka bangun”. 3.
Faktor Identifikasi Dalam interaksi sosial, faktor ini tidak kurang pentingnya dari kedua faktor di
atas. Pengertian identifikasi dalam psychologi berarti, dorongan untuk menjadi indentik (sama) dengan orang lain. Pada tingkat permulaan proses identifikasi berlangsung secara tidak sadar (dengan sendirinya), kemudian secara irrasionil, artinya hanya berdasarkan perasaan atau bersifat kecenderungan diri tanpa diperhitungkan secara rasionil, barulah
47
kemudian identifikasi itu mempunyai kegunaan untuk melengkapi sistem – sistem norma, pedoman tingkah laku orang yang mengidentifikasi itu. Pada permulaannya anak mengidentifikasikan dirinya dengan orang tuanya, lambat laun dengan sekelilingnya (orang lain yang dihormatinya), Gurunya, pemimpin sosial yang dikaguminya atau tokoh – tokoh yang dianggapnya berjiwa luhur dari buku – buku yang dibacanya. Identifikasi biasanya dilakukan orang kepada orang lain yang dianggapnya ideal dalam segi – segi tertentu (norma, sikap pola tingkah laku), yang masih dirasakannya kurang pada dirinya. Ikatan yang terjadi antara orang yang mengidentifikasi dengan orang yang diidentifikasi merupakan ikatan batin yang lebih dalam sifatnya dari ikatan imitasi maupun sugesti. Orang dewasa kerapkali akan mengidentifikasi dirinya dalam keadaan tertentu. 4.
Faktor Simpati Faktor lainnya yang memegang peranan penting dalam interaksi sosial adalah
simpati. Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan sebagaimana proses identifikasi. Orang tiba – tiba merasa dirinya tertarik kepada orang lain seakan – akan dengan sendirinya, dan tertariknya itu bukan karena salah satu ciri tertentu, melainkan karena keseluruhan cara bertingkah laku orang tersebut. Akan tetapi, berbeda dengan identifikasi, timbulnya simpati itu merupakan proses yang sadar bagi diri manusia yang merasa simpati terhadap orang lain. Simpati menghubungkan seseorang dengan orang lain sebaliknya, perasaan
48
antipati cenderung menghambat atau menghilangkan sama sekali pergaulan antara orang. Dalam perasaan antipati, seseorang tidak suka bergaul (menolak dalam perasaannya) kepada orang lain. Perasaan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan antara dua atau lebih orang. Hubungan cinta kasih antara manusia itu biasanya didahului pula oleh hubungan simpati yang terus – menerus memegang peranan dalam hubungan cinta kasih itu. Patut ditambahkan bahwa simpati dapat pula berkembang perlahan – lahan di samping simpati yang timbul dengan tiba – tiba. Tokoh – tokoh teori individualisme, Adam Smith dan Herbert Spencer (dalam Gerungan Dipl Psych) juga menerangkan prinsip – prinsip simpati untuk menerangkan tindakan – tindakan yang tidak semata – mata mengejar keuntungan sendiri atas dasar pikiran, tetapi juga dikemudikan oleh simpati terhadap orang lain, yang tanpa itu sebenarnya kehidupan sosial itu tak mungkin ada. Adam Smith (dalam Gerungan Dipl Psych) memberikan ciri pada kekuatan hedonisme dan laissez – faire. Ia menekankan pada simpati manusia. Dalam bukunya “Theory of Moral Sentiment” (1759) ia menulis. Bagaimana aliran Selfis menduga seseorang yang sebenarnya ada bukti bahwa alam seseorang mempunyai prinsip terhadap kebahagiaan yang lainnya dan sebaliknya kebahagiaan mereka perlu bagi seseorang.
49
2. 8 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah mengenai Perkembangan Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Pantai di Kelurahan Tanjung Kramat. Suatu penelitian diadakan di Kelurahan Tanjung Kramat Kecamatan hulonthalangi Kota Gorontalo, dalam penelitian ini di jelaskan bahwa Perkembangan Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Pantai Kelurahan Tanjung Kramat pada tahun 1985 mendapat bantuan kepada beberapa nelayan, namun bantuan tersebut belum membawa dampak perkembangan sosial kepada masyarakat dikarenakan masyarakat yang mendapat bantuan hanya beberapa orang saja. Namun pada tahun 2006, masyarakat mulai mengalami perkembangan dalam bidang sosial dikarenakan dengan berkembangnya zaman dan bantuan kepada seluruh masyarakat nelayan membawa dampak perubahan sosial yag besar kepada masyarakat pesisir pantai, yang tadinya pendapatan perhari hanya cukup untuk makan tetapi setelah mendapatkan bantuan masyarakat sudah bisa mencukupi kehidupan sehari – hari dan tingkat ekonomi maupun pendidikan semakin meningkat pula.
50
Kerangka pikir yang telah diuraikan di atas dapat digambar dalam bentuk diagram alir sebagai berikut :
Masyarakat Pesisir
Kehidupan sosial ekonomi
Nelayan
Peningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir di Kelurahan Tanjung Kramat
2. 9 Penelitian Relevan Menurut Sarjulis dalam hasil penelitiannya menyebutkan Nelayan tradisonal masih mengandalkan perahu dayung. Walaupun sudah ada sebagian nelayan yang memiliki perahu yang digerakkan dengan mesin tempel, tetapi alat tangkap yang
51
digunakan masih berupa pancing, jaring, jala, dan pukat. Karena itu hasil yang diperoleh sangat terbatas dan tidak mampu bersaing dengan daerah lain seperti Kota Padang. Selain itu adanya keterbatasan pendidikan, kemampuan dan keterampilan serta teknologi yang dipunyai, membuat mereka kurang mampu menghadapi tantangan alam. Karena hasil tangkapan tidak menentu, yang bergantung pada musim dan cuaca. Kondisi kehidudpan sosial ekonomi nelayan dengan penghasilan yang tidak menentu dan tidak mampu menhadapi tantangan alam yang buruk dengan peralatan yang sederhana meskipun sudah ada peralatan yang di gerak oleh mesin namun semua itu belum mampu membuat masyarakat nelayan masih berada tetap posisi garis kemiskinan secara ekonomi terutama pada buruh nelayan. Selain itu disebabkan oleh faktor dalam dirinya yang mencerminkan dari gaya hidup yang tinggi.