This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
13
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1.
Pengertian Wacana Istilah wacana berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna “ucapan atau
tuturan”. Wacana dipadankan dengan istilah discourse dalam bahasa Inggris dan le discours dalam bahasa Prancis. Kata tersebut berasal dari bahasa Yunani discursus yang bermakna “berlari ke sana ke mari” (Sudaryat, 2009 : 110). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wacana didefinisikan sebagai: (1) ucapan, perkataan, tutur; (2) keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan; (3) satuan bahasa terlengkap, realisasinya tampak pada bentuk karangan utuh seperti novel, buku, atau artikel, atau pada pidato, khotbah, dan sebagainya. Wacana adalah kesatuan yang tatarannya lebih tinggi atau sama dengan kalimat, terdiri atas rangkaian yang membentuk pesan, memiliki awal dan akhir. Hal tersebut hampir sama seperti yang diungkapkan oleh Chaer (1994: 267) wacana ditekankan pada satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Ada dua pokok dalam definisi ini yaitu wacana sebagai satuan bahasa yang lengkap berarti di dalam wacana terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide pendengar (dalam wacana lisan) dan sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar berarti wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal. Bahasan yang sama dari istilah wacana juga dikemukakan oleh Abdul Rani dkk (2006: 3) bahwa wacana merupakan bahasa paling besar yang digunakan dalam komunikasi. Bahasa paling besar ini dibentuk dari kalimat baik lisan maupun tertulis. Kridalaksana (2011: 259) mendefinisikan wacana sebagai satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku 13 seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
14
Menurut Alwi (2003: 419) wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi yang satu dengan lainnya dalam kesatuan makna. Sejalan dengan Alwi, Tarigan (1987: 27) wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tulisan. Pendapat ini memberikan pengertian bahwa wacana adalah satuan lingual tertinggi bahasa yang di dalamnya memuat hubungan antar makna kalimat yang gramatikal dalam bentuk lisan maupun tulisan. Tarigan (2009: 24) menyebutkan ada delapan unsur penting yang terdapat dalam wacana yaitu (1) satuan bahasa, (2) terlengkap dan terbesar/tertinggi, (3) di atas kalimat/klausa, (4) teratur,(5) rapi, (6) rasa koherensi, (7) lisan dan tulis, (8) awal dan akhir yang nyata. Berbeda dengan definisi wacana oleh Schiffrin (2007: 53) menjelaskan bahwa wacana adalah ujaran. Ini berarti bahwa wacana adalah lebih besar daripada unit-unit bahasa lain. Unit-unit bahasa ini adalah unit bahasa yang dikontekstualkan. Hal ini menjelaskan bahwa wacana terdiri dari sekumpulan struktur unit-unit bahasa yang tidak lepas dari kontekstual. Secara lengkap batasan dan definisi wacana dirumuskan oleh Sumarlam (2013: 40) sebagai satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu. Penjelasan ini memberikan pengertian secara lengkap dan jelas bahwa wacana sebagai satuan lingual tertinggi yang terdiri dari kalimat-kalimat saling berkaitan dan terpadu disampaikan secara lisan dapat juga secara tertulis. Wujud dari wacana seperti pidato, ceramah, novel. Berdasarkan beberapa definisi di atas, wacana dapat dipahami sebagai sebuah satuan bahasa tertinggi dan berada pada tingkatan di atas kalimat. Satuan bahasa tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah wacana jika memiliki makna tertentu. Meskipun merupakan satuan bahasa terbesar, wacana tidak harus diwujudkan dalam rangkaian kata yang sangat panjang. Wacana juga dapat terwujud dalam sebuah kalimat tunggal seperti pada proverba atau kalimat larangan misalnya ‘jangan korupsi’. Meskipun kalimat larangan
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
15
“jangan korupsi” tersebut sangat pendek, namun ia membawa sebuah pesan atau makna yang jelas . Seperti yang diungkapkan oleh Mulyana (2005 : 8) bahwa dalam analisis wacana, kata atau kalimat yang berposisi sebagai wacana disyaratkan memiliki kelengkapan makna, informasi, dan konteks tuturan yang jelas dan mendukung. Selain sebagai satuan bahasa terbesar, wacana juga merupakan satuan bahasa yang terarah. Yang dimaksud dengan terarah adalah wacana mengikuti tujuan dari pembicara atau melibatkan topik tertentu. Wacana melibatkan topik tunggal karena ia merupakan sebuah urutan yang linier atau urutan yang lurus. Salah satu ciri wacana yakni
interaktif. Wacana disebut interaktif karena melibatkan dua pihak. Wujud
interaksi ini lebih mudah dilihat dalam wacana lisan seperti dalam percakapan dua orang. Dalam wacana tulis interaksi terjadi antara penulis dan pembaca. Seperti yang disampaikan oleh Arifin dan Rani (2000: 3) bahwa apapun bentuk wacananya, diasumsikan adanya penyapa (addressor) dan pesapa (adresse). Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis sedangkan pembaca sebagai pesapa. Dalam sebuah wacana harus ada unsur pesapa dan penyapa. Tanpa adanya kedua unsur itu tidak akan terbentuk suatu wacana. Berdasarkan berbagai pendapat tentang pengertian wacana di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana adalah sebuah bentuk tindakan komunikasi interaktif yang dapat dilakukan baik secara lisan atau tertulis. Wacana selalu melibatkan dua pihak yaitu penyapa dan pesapa.Wacana merupakan organisasi bahasa tertinggi yang lebih besar atau di atas kalimat. Wacana dapat terwujud dalam bentuk kalimat-kalimat yang banyak dan panjang, namun juga dapat sangat pendek berupa kalimat tunggal yang memiliki makna dan konteks. Wacana sangat berkaitan dengan konteks yang melingkupinya. Wacana yang baik haruslah memiliki kohesi dan koherensi yang tinggi agar menjadi wacana yang utuh dan terbaca. Selain itu, wacana juga harus memiliki awal dan akhir yang nyata. 2.
Jenis-Jenis Wacana Pengklasifikasian wacana dapat didasarkan menurut beberapa segi pandangan
yaitu wacana dilihat dari bahasa pengungkapannya, media yang digunakan, cara dan tujuan pemaparannya (Sumarlam, 2013: 30-39). Adapun Fatimah Djajasudarma (2010:
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
16
8-13) menyatakan bahwa jenis wacana dibagi menjadi pemaparannya, tinjauan isinya, cara penyusunannya, dan sifatnya. 1) Berdasarkan bahasa yang dipakai untuk mengungkapkan, wacana diklasifikaskan menjadi: a. Wacana bahasa Indonesia, yaitu wacana yang diungkapkan dengan bahasa Indonesia. b. Wacana bahasa lokal atau daerah. c. Wacana bahasa Inggris yaitu wacana yang diungkapkan dengan bahasa inggris. d. Wacana yang diungkapkan dengan bahasa lainya, seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis, dan sebagainya. 2) Berdasarkan media yang diungkapkan maka wacana dapat dibagi menjadi: a. Wacana tulis yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau media tulis. b. Wacana lisan yaitu wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. 3) Berdasarkan jenis pemakaiannya wacana dapat dibedakan atas: a. Wacana monolog (monologue discourse) yaitu wacana yang disampaikan seorang diri tanpa mellibatkan secara langsung pada orang lain untuk berbicara dan pembicaraannya dilakukan sendiri. Wacana menolong sifatnya searah dan tidak interaktif. b. Wacana dialog (dialogue discourse) yaitu wacana atau percakapan yang dilakukan dua orang atau lebih secara langsung. Wacana dialog bersifat dua arah dan masingmasing perilaku secara aktif ikut berperan dalam komunikasi tersebut sehingga disebut komunikasi interaktif. 4)
Berdasarkan
cara
dan
tujuan
pemaparannya
pada
umumnya
wacana
diklasifikasikan menjadi lima macam, yaitu: a.
Wacana narasi yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu yang dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Wacana narasi ini berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diiket secara kronologis.
b.
Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan atau menggambarkan atau memberikan sesuatu sesuai apa adanya.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
17
c.
Wacana eksposisi yaitu wacana yang tidak mementingkan urutan waktu atau penutur, wacana ini berorientasi pada pokok pembicaraaan dan bagian-bagiannya diikat secara kronologis.
d.
Wacana argumentasi yaitu wacana yang berisi ide atau gagasan yang dilengkapi data-data sebagai bukti yang bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran ide atau gagasan.
e.
Wacana persuasi yaitu wacana atau tuturan yang isinya bersifa ajakan atau nasihat, biasanya ringkas dan menarik serta bertujuan untuk mempengaruhi secara kuat kepada pembaca atau pendengar agar melakukan nasihat atau ajakan tersebut.
5)
Berdasarkan pemamaparannya, merupakan tujuan isi, cara penyususnan, dan sifatnya, yang meliputi:
a.
Wacana naratif yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan hal atau kejadian melalui penjojolan pelaku.
b.
Wanca deskriptif yaitu rakaian tuturan yang memaparkan suatu atau melukiskan, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya.
c.
Wacana prosedural, yaitu rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan dan secara kronologis.
d.
Wacana ekspositori yaitu tuturan yang menjelaskna sesuatu, berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan.
e.
Wacana hartotori yaitu tuturan yang berisi ajakan atau nasihat.
f.
Wacana seremonial yaitu dipergunakan dalam surat-surat, dengan bentuk dan sistem-sistem tertentu. (Fatimah Djajasudarma, 1994: 8-13).
3.
Koherensi Sumarlam (2013: 40) berpandangan bahwa bahasa terdiri atas bentuk (form)
dan makna (meaning), maka hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi (cohesion) dan hubungan makna atau hubungan semantis yang disebut koherensi (coherence). Dengan demikian, wacana yang padu adalah wacana yang apabila dilihat dari segi hubungan bentuk atau struktur lahir bersifat kohesif, dan dilihat dari segi hubungan makna atau struktur batinnya bersifat koheren. Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana, dan kohesi merupakan salah satu cara untuk membentuk koherensi. Koherensi merupakan salah
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
18
satu aspek wacana yang penting dalam menunjang keutuhan makna wacana. Bila suatu ujaran tidak memiliki koherensi, hubungan semantik-pragmatik yang seharusnya ada menjadi tidak terbina dan tidak logis lagi. Dengan kata lain, ujaran yang mengabaikan koherensi bukanlah wacana (non-teks). Wohl (dalam Tarigan, 1993: 104) menyatakan bahwa koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan, fakta, ide, menjadi suatu untaian yang logis, sehingga mudah memahami pesan yang dikandungnya. Dijk (1977: 93) dalam bukunya Text and Discourse menyatakan “Intuitively; coherence is a semantic property of discourse, based on the interpretation of each individual sentence relative to the interpretation of other sentence”. Koherensi merupakan bagian dari wacana yang didasarkan pada hubungan interpretasi satu kalimat terhadap kalimat lainnya. Selain itu, Edmonson (1966: 46) dalam bukunya Structure Style Usage berpendapat bahwa “The paragraph of a paper are coherence when they are closely and logically joined together. ”Rangkaian paragraf dikatakan koheren apabila satu sama lainnya dihubungkan secara dekat dan logis. Lebih lanjut Shahriar dan Pathan (2012) dalam jurnal Language in Indian Vol. 12 yang berjudul “Choherensi and The Role of Chohesion in Coherent Texts” menyatakan, “Coherence and cohesion are important aspect of language structure and knowledge of the usage of the two devices is essential for the scholars who write in English. Chorensi is the device which identifies a text (a passages that forms a unified whole), spoken or writen, in any language. On the other hand, cohesion is only one of the various elements which help forming coherent discourse. Cohesion provides relationship between diffrent items of discourse in a text. Coherence is a semantic relation, so it cohesion. Coherence is possible when cohesive devices, gramatikal and lexical, combine to give meaning to the text by connecting it to a social context. Most importantly, a coherent text can be found whitout any cohesive ties used”. Koherensi dan kohesi merupakan aspek penting dari struktur bahasa dan pengetahuan tentang penggunaan kedua perangkat penting bagi para penulis yang menulis dalam bahasa Inggris. Koherensi adalah perangkat yang mengindentifikasi teks ( subuah bagian yang membentuk suatu kesatuan yang utuh), lisan atau tertulis dalam bahasa apapun. Di sisi lain, kohesi hanya salah satu dari berbagai elemen yang
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
19
membantu membentuk wacana yang koheren. Kohesi menyediakan hubungan antara item yang berebeda dari wacana dalam teks. Koherensi adalah hubungan semantik, begitu juga kohesi. Koherensi berupa perangkat kohesif, gramatikal dan leksikal, bergabubung untuk memberikan makna pada teks dengan menghubungkan ke konteks sosial. Yang paling penting, teks koheren dapat ditemukan tanpa penggunaan ikatan kohesif. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa suatu wacana yang koheren itu logis dan dapat dipahami baik oleh penutur maupun pendengar atau pembaca. Ujaran yang tidak koheren bukanlah wacana. Kekoherensian sebuah wacana dapat diwujudkan secara implisit maupun eksplisit. Secara implisit hal tersebut dapat dicapai lewat konteks situasi di mana bahasa digunakan. Secara eksplisit hal tersebut dapat dicapai lewat unsur-unsur kohesi dan unsur-unsur acuannya yang berkesinambungan. 4.
Kohesi Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secar struktural
membentuk ikatan sintaksis. Menurut Alwi (2003: 19) wacana merupakan hubungan perkaitan antar proposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana. Sehingga di dalam kalimat terdapat hubungan antarbagian wacana yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu hubungan bentuk (cohesion) dan hubungan makna atau hubungan semantis yang disebut koherensi (coherence) (Sumarlam, 2013: 23). Sedangkan menurut Moeliono bahwa wacana yang baik memiliki kedua-duanya, baik itu kohesi maupun koherensi, karena antara kalimat atau kata yang dipahami berkaitan; pengertian yang satu mengandung pengertian yang lain secara berturut-turut. Lebih lanjut istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Halliday dan hasan (1976: 4) menyatakan “The concept of cohesion is a semantic one; it refers to the relations of meaning that exist within the text”. Ini berarti bahwa kohesi itu memungkinkan terjalinnya keteraturan hubungan semantik antara unsur-unsur dalam wacana, sehingga memiliki tekstur yang nyata. Kohesi adalah dasar dari sebuah artikel juga merupakan bentuk penting untuk menunjukkan gaya dan karakteristik. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Li dalam
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
20
jurnalnya yang berbunyi “Chohesion is the basis ofan article, is also the important form of showing the style and characteristics”. Dengan demikian kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Ini berarti bahwa kohesi adalah 'organisasi sintaktik'. Organisasi sintaktik ini merupakan wadah kalimat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan susunan demikian organisasi tersebut adalah untuk menghasilkan tuturan. Ini berarti bahwa kohesi adalah hubungan di antara kalimat di dalam sebuah wacana, baik dari segi tingkat gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Begitu pula pendapat Halliday dan Hasan (1976: 5) kohesi merupakan satu set kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu 'teks' itu memiliki kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna baik makna leksikal maupun makna gramatikal, perlu diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang membentuk teks. Lebih lanjut Halliday dan Hasan mengatakan: "Cohesion is expressed through the stratal organization of language. Language can be explained as a multiple coding system comprising three levels of coding or 'strata'. The semantic (meaning), the lexicogrammatical (forms) and the phonological and orthographic (expression). Meanings are realized (coded) as forms, and the forms are realized in turn (recoded) as expressions. To put this in everyday terminology, meaning is put into wording and wording into sound or writing." Halliday dan Hasan (1976: 6) sendiri memandang kohesi makna itu dari dua sudut, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kedua jenis kohesi ini terdapat dalam suatu kesatuan teks. Kohesi ini juga memperlihatkan jalinan ujaran dalam bentuk kalimat untuk membentuk suatu teks atau konteks dengan cara menghubungkan makna yang terkandung di dalam unsur. a. Kohesi Gramatikal Sumarlam (2013: 40-54) menjelaskan aspek gramatikal adalah aspek yang mendukung kepaduan wacana dari segi bentuk atau struktur lahir wacana. Artinya dengan aspek gramatikal tersebut suatu wacana akan terlihat lengkap dan utuh jika dilihat dari kaidah gramatikalnya. Aspek gramatikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu : Refrensi (pengacuan), substitusi (penyulihan), elipsis (pelesapan), dan konjungsi (perangkaian). Berturut-turut aspek-aspek gramatikal ini dikaji secara terperinci sebagai berikut:
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
21
1) Referensi (pengacuan) Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Bersadasarkan tempat acuannya, kohesi pengacuan dibedakan menjadi dua yaitu pengacuan endofora dan eksofora . Disebut sebagai pengacuan endofora apabila acuannya atau satuan lingual yang diacu berada atau terdapat di dalam teks wacana. Sebaliknya disebut eksofora apabila acuannya berada diluar teks wacana. Jenis kohesi yang pertama, pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya, endofora dibedakan dibedakan menjadi dua jenis yaitu anafora (anaphoric reference) dan katafora (cataphore reference). Pengacuan anaforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual yang mendahuluinya, atau mengacu pada anteseden (informasi dalam ingatan atau konteks yang ditujukkan oleh suatu ungkapan) di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu. Sementara itu, pengacuan katafora merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lainnya yang mengikutinya, atau mengacu pada anteseden sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebut kemudian. Baik dalam anafora maupun katafora selalu melibatkan satuan lingual yang berperan sebagai “acuan” dan satuan lingual lain yang “mengacu”. Satuan lingual yang dijadikan sebagai acuan disebut dengan anaphoris (satuan lingual yang menjadi acuan dalam anafora) atau cataphoris (satuan lingual yang menjadi acuan katafora), keduanya secara umum dikenal dengan istilah antisedent. Untuk lebih jelasnya, pemilahan tersebut dapat dilihat pada bagan berikut. Tabel 2.1 Jenis-Jenis Refrensi Refrensi Refrensi Eksopora Refrensi Endofora (situasional/kontekstual) (kontekstual) Refrensi Anafora Refrensi Katafora Referensi eksofora adalah penunjukan atau interpretasi terhadap kata relasi terletak dan tergantung pada konteks situasional. Bila interprestasi itu terletak di dalam teks itu sendiri, maka relasi penunjukan itu dinamakan referensi endofora. Referensi
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
22
endofora anaphora adalah hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya dalam teks. Hubungan ini menunjukan pada sesuatu atau anteseden yang telah disebutkan sebelumnya, atau mengacu anteseden di sebelah kiri. Sementara itu, referensi endofora katafora bersifat sebaliknya, yaitu mengacu kepada anteseden yang akan disebutkan sesudahnya, atau mengacu anteseden disebelah kanan. Dengan demikian, jenis kohesi gramatikal pengacuan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) Refrensi pronomina persona, (2) Refrensi pronomina demonstratif (3) Refrensi komparatif. a) Pengacuan Pronomina Persona Pengacuan pronomina persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama, kedua, dan ketiga maupun jamak. Pronomina persona tunggal I. II. III ada yang berupa bentuk bebas (morfem bebas, misalnya aku, kamu, dia) dan adapula yang terikat (morfem terikat). Selanjutnya, terdapat yang bentuk terikat ada yang melekat di sebelah kiri (bentuk terikat lekat kiri, misalnya ku pada kubaca, kau- pada kaubaca) dan ada yang melekat di sebelah kanan bentuk terikat lekat kanan, misalnya-ku pada ibuku, -mu pada ibumu, dan –nya pada ibunya). Klasifikasi pronomina persona secara lebih lengkap dapat diperhatikan dapat diperhatikan pada tabel di bawah ini: Tabel 2.2 Pengacuan Pronomina Persona Pengacuan Persona I II III Tunggal Jama Tunggal Jamak Tunggal k - aku, saya, kami,k -kamu, kamu -ia,dia hamba, ami anda, semua,kali beliau gue/gua, semua anta/ente an,kalian -terikat ana/ane ,kita -terikat semua lekat kiri: -terikat lekat lekat kiri dikiri: ku:kau-terikat -lekat kanan:-terikat lekat ku lekat kanan:kanan: nya mu
Jamak mereka, mereka semua
Contoh pengacuan pronomina persona adalah sebagai berikut. (3) Artedjo Alkautsar: Jadi ini saya kira menjadi pertimbangan konsekwensi yuridis dari perbuatan terdakwa. (TWLT: N2: K1/A.1.1/3)
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
23
Pada tuturan tersebut, pronomina persona I tunggal bentuk bebas “saya” mengacu pada Artedjo Alkautsar yang berada di dalam tuturan (teks) yang disebut sebelumnya (orang yang menuturkan tuturan itu) dan berada di sebelah kiri teks. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu maka saya merupakan (1) jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora karena (acuannya berada dalam teks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebut terdahulu atau antesedennya berada di sebelah kiri), melalui satuan lingual berupa pronomina persona I bentuk bebas. b) Pengacuan Pronomina Demonstratif Pengacuan pronomina demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstratif tempat (lokasional). Demonstratif waktu
mengacu pada waktu kini,
lampau, akan datang, dan netral. Sementara itu pronomina demonstratif tempat mengacu pada tempat atau lokasi yang dekat dengan penutur, agak jauh dengan penutur, jauh dengan penutur dan menunjuk tempat secara ekplisit. Untuk lebih jelasnnya di bawah ini tersaji dalam bentuk tabel. Tabel 2.3 Pengacuan Pronomina Demonstratif Pengacuan Demonstratif Tempat Waktu -dekat dengan penutur : sini, ini -kini : kini, sekarang, saat ini -lampau : kemarin,...yang lalu, -agak jauh dengan penutur : situ, itu dulu -jauh dengan penutur: sana -y.a.d: besok,,,depan,,y.a.d -menunjuk secara eksplisit: sala, -netral : pagi, siang, sore, pukul jogja 12 Contoh pengacuan pronomina demonstratif adalah sebagai berikut: (4) Wartawan Laki: Indonesia lawyers club edisi malam ini, kami hadir kembali dengan tema ”bisakah hak politik koruptor dicabut” dan kini kita sambut presiden indonesia lawyers club yakni Karni Ilyas. (TWLT: N8: K1/A.1.2/24) Pada tuturan tersebut terdapat pronomina demonstratif demonstratif waktu kini yang ditandai dengan satuan lingual “malam ini” yang mengacu pada waktu kini yaitu pada saat tuturan itu dilakukan secara langsung dalam acara talk show ILC yaitu pada malam selasa, tanggal 23 September 2014. Pengacuan yang demikian termasuk jenis pengacuan demonstratif yang bersifat endofora anaforis melalui waktu kini.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
24
c) Pengacuan Komparatif (Perbandingan) Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Katakata yang digunakan untuk membandingkan misalnya, seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan. Contoh pengacuan pronomina komparatif adalah sebagai berikut. (5) Karni Ilyas: Baik, sekarang bapak Tri Si Tompul, kalau tadi tidak boleh melebihi apa yang harus ditulis undang-undang, boleh gak hakim memutuskan yang berbeda dengan rumusan yang ada di undang-undang, misalnya dalam undang-undang itu jabatan tertentu ternyata hakim memutuskan jabatan publik. (TWLT: N25: K3/A.1.3/7) Pada data nomor (5) terdapat pengacuan komparatif
yang ditandai dengan
satuan lingual “berbeda dengan” . Kata “berbeda dengan” menandakan perbandingan perbedaan antara hukuman yang dijatuhkan berdasarkan rumusan undang-undang dengan sanksi tambahan yang tidak terumuskan dalam undang-undang. 2) Substitusi (Penyulihan) Penyulihan atau substitusi ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Dilihat dari segi satuan lingulnya, substitusi dapat dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal. a) Substitusi Nominal Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina. Contoh: (6) Wartawan Perempuan: Dari sebelumnya 16 tahun serta mencabut hak politik mantan anggota komisi satu DPR ini, alhasil dengan putusan MA, Lutfi sudah tidak dapat lagi memberikan suaranya memilih pada pemilihan umum maupun dipilih untuk menduduki jabatan umum. (TWLT: N1: K5,7/A.2/2) Pada contoh wacana tersebut, satuan nomina “mantan anggota komisi satu DPR ” yang telah disebut terdahulu digantikan oleh satuan nomina pula yaitu kata “Lutfi” yang disebutkan kemudian.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
25
b) Substitusi Verbal Substitusi verba adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba. Contoh: (7) Joko Sarwoko: Kalau yang dijelaskan oleh Artejo tadi bahwa ini yang saya tangkap termasuk kategori korupsi politik. Yang tampaknya ini sangat berbeda kelihatan seperti korupsi biasa kalau dibandingkan dengan penyelenggara negara biasa, berbeda dengan kaitannya dengan korupsi politik. Demikian yang bisa kami fahami dari apa yang disampaikan oleh Artejo tadi. (TWLT: N12: K1,4/A.2/9) Pada contoh wacana tersebut terdapat satuan lingual “saya tangkap” digantikan dengan verba “kami fahami”. Dengan demikian terjadi substitusi verbal. c) Substitusi Frasal Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. Contoh Substitusi ini sebagai berikut. (8) Nasir Djamil: Secara moral dan secara sosial, misalnya mengapa si A di tahan sedangkan si B tidak, padahal kedua mereka dalam posisi yang sama. (TWLT: N114: K45,46/A.2/53) Pada wacana tersebut terdapat satuan lingual kata “Si A dan Si B” pada kalimat kedua, ketiga disubstitusikan dengan kata “kedua mereka” pada kalimat yang keempat. Singga kedua kata tersebut bersubstitusi berbentuk frasa. d) Substitusi Klausal Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa. Contoh: (9) Wartawan Perempuan: Pekan ini mahkamah agung membuat putusan yang cukup kontro1ersial, pasalnya pengajuan kasasi terpidana kasus suap impor daging sapi Lutfia Hasan Isa ditolak majlis hakim, tak berhenti di situ hakim pun sepakat memperberat hukuman mantan presiden partai keadilan sejahtera ini menjadi 18 tahun penjara. (TWLT: N1: K3,4/A.2/1) Pada data no (9) terdapat substitusi klausal yang ditandai dengan tuturan yang berupa satuan lingual klausa “ pengajuan kasasi
terpidana kasus suap impor
daging sapi Lutfia Hasan Isa” disubstitusi oleh satuan lingual lain berupa klausa “mantan presiden partai keadilan sejahtera ini menjadi 18 tahun penjara”. Dalam
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
26
hal ini penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana itu berfungsi untuk (1) menghadirkan variasi bentuk, (2) menciptakan dinamisasi narasi, (3) menghilangkan kemonotonan, (4) memperoleh unsur pembeda. 3) Elipsis (Pelesapan) Pelesapan (ellipsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur atau satuan lingual yang dilesapkan itu dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat. Sementara Halliday dan Hasan berpendapat bahwa substitusi dan elipsis pada dasarnya. Elipsis dianggap sebagai bentuk asli dengan bentuk kosong (zero). Elipsis terjadi jika sebagian unsur struktural yang penting dilesapkan. Kalimat atau suatu klausa hanya dapat ditemukan kembali dengan mengacu pada suatu unsur di dalam teks yang mendahuluinya (Halliday dan Hasan, 1976: 142). Pelesapan merupakan salah satu sarana kohesi yang merupakan kerabat dekat substitusi atau disebut dengan substitusi zero atau nol. Di dalam analisis wacana unsur yang dilesapkan itu biasa ditandai dengan konstituen zero atau dengan lambang Ø pada tempat terjadinya pelesapan pada unsur tersebut. Fungsi pelesapan dalam wacana antara lain adalah untuk (1) menghasilkan kalimat yang efektif (untuk efektifitas kalimat), (2) efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa, (3) mencapai aspek kepaduan wacana, (4) bagi pembaca atau pendengar berfungsi untuk mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahasa, (5) untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam berkomunikasi secara lisan. Contoh penggunaan elipsis dalam suatu wacana adalah sebagai berikut. (10) Wartawan Perempuan: Pekan ini mahkamah agung membuat putusan yang cukup kontroversial, pasalnya pengajuan kasasi terpidana kasus suap impor daging sapi Lutfia Hasan Isa ditolak majlis hakim, tak berhenti di situ hakim pun sepakat memperberat hukuman mantan presiden partai keadilan sejahtera P ini menjadi 18 tahun penjara. Dari sebelumnya 16 tahun serta mencabut hak politik mantan anggota komisi satu DPR P ini, alhasil dengan putusan MA, Lutfi sudah tidak dapat lagi memberikan suaranya memilih pada pemilihan umum maupun dipilih untuk menduduki jabatan umum. (TWLT: N1: K4,5/A.3/1) Pada data nomor (10) terdapat pelesapan satuan lingual berupa “Lutfi Hasan Isa”. Satuan lingual “Lutfi Hasan Isa” dilesapkan pada tuturan klausa kedua dan ketiga.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
27
Dengan demikian, apabila pada data (10) apabila unsur-unsurnya tidak dilesapkan, maka akan terlihat seperti data no (10a) dibawah. (10a) Wartawan Perempuan: Pekan ini mahkamah agung membuat putusan yang cukup kontroversial, pasalnya pengajuan kasasi terpidana kasus suap impor daging sapi Lutfia Hasan Isa ditolak majlis hakim, tak berhenti di situ hakim pun sepakat memperberat hukuman mantan presiden partai keadilan sejahtera Lutfia Hasan Isa ini menjadi 18 tahun penjara. Dari sebelumnya 16 tahun serta mencabut hak politik mantan anggota komisi satu DPR Lutfia Hasan Isa ini, alhasil dengan putusan MA, Lutfi sudah tidak dapat lagi memberikan suaranya memilih pada pemilihan umum maupun dipilih untuk menduduki jabatan umum. (TWLT: N1: K4,5/A.3/1) 4) Konjungsi (Perangkaian) Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik atau pemarkah disjungtif. (Sumarlam, 2013: 52). Lebih lanjut Halliday dan Hasan (1976: 226) mendifinisikan konjungsi sebagai berikut. “Conjungtive element are cohesive not in themselves but indirectly, by virtue of their sfecipic meanings; they are not premarily device for reaching but into the preceding (or following) text, but they exfress certain meaning which presupose the presence of other component in the discourse”. Elemen-elemen konjungsi bersifat kohesif tidak di dalam teks itu sendiri tetapi kohesif secara tidak langsung dengan sifat dari makna yang khusus; elemen-elemen tersebut bukanlah alat yang pertama untuk dijadikan teks tetapi mereka mengungkapkan makna yang sebenarnya. Ada beberapa jenis konjungsi dalam wacana dan juga memiliki makna yang berbeda-beda antara lain: Sebab-akibat: sebab, karena, maka, makanya, Pertentangan: tetapi, namun, Kelebihan (eksesif): malah, Perkecualian (ekseptif): kecuali, Konsesif: walaupun, meskipun, Tujuan: agar, supaya, Penambahan (aditif): dan, juga, serta, Pilihan (alternatif): atau,apa, Harapan (optatif): moga-moga, semoga, Urutan (sekuensial): lalu, terus, kemudian, Perlawanan: sebaiknya, Waktu: setelah, sesudah, usai, selesai, Syarat : apabila, jika (demikian), Cara: dengan (cara) begitu, Makna lainnya: (yang ditemukan dalam tuturan).
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
28
Sebagai contoh penerapan konjungsi dalam wacana sebagai berikut. 11. Wartawan Perempuan:
Bagi sang juru pengadil, kepercayaan masyarakat dan
sistim demokrasi yang terlanjur cidera untuk menjadi pertimbangan ponis dijatuhkan. (TWLT: N1: K7/A.4/2) Pada wacana teks (11) terdapat satuan lingual “dan” pada kalimat kedua yang menunjukkan hubungan penambahan/penjumlahan yang tidak mengubah makna. Konjungsi tersebut berfungsi menghubungkan klausa yang berada sebelumnya dengan klausa sesudah atau di sebelah kanannya dan menyatakan makna penjumlahan. b.
Kohesi Leksikal Aspek leksikal atau kohesi leksikal ialah hubungan antarunsur dalam wacana
secara semantis (Sumarlam, 2013: 55). Sementara Halliday dan Hasan (1976: 274) menyatakan bahwa: “This lexical kohesion is the cohesive effect achieved by the selection of vocabulary”. Kohesi leksikal adalah ikatan kohesi yang muncul dalam wacana karena pilihan kata”. Aspek leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi enam macam, yaitu: repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata), hiponim (hubungan bawah atas), ekuivalensi (kesepadanan). 1) Repetisi (Pengulangan) Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris, klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu, a)
Repetisi Epizeuksis Repetisi epizeuksis ialah pengulangan satuan lingual (kata) yang di pentingkan
beberapa kali secara berturut-turut. Contoh repetisi epizeuksis. (12)
Artedjo Alkautsar: Negara akan kehilangan nama baiknya, kehilangan jati dirinya, kalau hukum itu tidak melindungi kewibawaan negara, negara ini harus dilindungi oleh hukum, protektif hukum pidana. (TWLT: N2: K11,13,14/B.1/9) Pada teks nomor (12) terdapat pengulangan satuan lingual yang berupa yakni
berupa satuan lingual “hukum”, yang diulang sebanyak tiga kali secara berturut-turut pada kalimat ketiga, keempat dan kelima, untuk menekankan pentingnya kata tersebut dalam konteks tuturan. Sehingga dikatakan pengulangan epizeuksis.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
29
b) Repetisi Tautotes Repetisi tautotes ialah pengulangan satuan lingual (sebuah kata) beberapa kali dalam sebuah konstruksi. Contoh repetisi tautotes. 13. Karni Ilyas: Anda bukan bekas tahanan tapi bekas narapidana, bukan tahanan. (TWLT: N137: K1,2/B.1/202) Dalam Hal ini, satuan lingual “tahanan” diulang sebanyak dua kali dalam sebuah konstruksi. c) Repetisi Anafora Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Contoh repetisi anafora. 14. Wartawan Perempuan: Mahkamah agung yang sejatinya merupakan benteng terakhir tegaknya hukum di Indonesia kembali menunjukkan ketajaman pedang keadilannya, pekan ini, mahkamah agung membuat putusan yang cukup kontroversial. (TWLT: N1: K1,3/B.1/1) Pada teks nomor (14) terdapat pengulangan satuan lingual yang berupa satuan lingual “mahkamah agung” yang berupa pengulangan unsur satuan lingual pada baris pertama secara berturut-turut pada tiap-tiap baris pertama kalimat selanjutnya. d) Repetisi Epistrofa Repetisi epistrofa ialah pengulangan satuan lingual kata/frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut. Contoh repetisi epistrofa. 15. Wartawan Perempuan: Alhasil dengan putusan MA, Lutfi sudah tidak dapat lagi memberikan suaranya memilih pada pemilihan umum, maupun dipilih untuk menduduki jabatan umum. (TWLT: N1: K7,8/B.1/3) Pada teks nomor (15) terdapat pengulangan unsur satuan lingual yang berupa yakni satuan lingual berupa kata “umum” pada akhir baris pertama yang diulang dalam sebuah kalimat pada akhir baris kedua sehingga disebut pengulangan epistrofa. e) Repetisi Simploke Repetisi simploke ialah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris/kalimat berturut-turut. Contoh repetisi simploke. 16.
Kamu bilang hidup ini brengsek. Biarin. Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Biarin.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
30
Kamu bilang nggak punya kepribadian. Biarin. Kamu bilang nggak punya pengertian. Biarin. Pada teks nomor (16) terdapat pengulangan satuan lingual “Kamu bilang hidup ini” pada baris pertama, kedua, ketiga dan keempat yang masing-masing di awal baris, sementara satuan itu diikuti oleh satuan lingual “Biarin” sebanyak empat kali pada akhir baris pertama, kedua, ketiga dan keempat sehingga disebut pengulangan simplok. f) Repetisi Mesodiplosis Repetisi mesodiplosis ialah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut. Contoh repetisi mesodiplosis. 17.
Artedjo Alkautsar: Jadi ini saya kira menjadi pertimbangan konsekwensi yuridis dari perbuatan terdakwa, terdakwa ini kan mempunyai posisi jabatan politik yang selalu melakukan suatu tindakan transaksional yang berupa korupsi, sehingga dengan demkian konsekwensi etisnya ya dan yuridisnya harus dicabut supaya tidak dipergunakan lagi untuk rakyat. (TWLT: N2: K1,3/B.1/5) Pada wacana teks nomor (17) terdapat pengulangan satuan lingual yang berupa
satuan lingual “konsekwensi” yang terletak di tengah-tengah baris secara berturut-turut sebanyak dua kali sehingga disebut pengulangan mesodiplosis. g) Repetisi Epanalepsis Repetisi epanalepsis ialah pengulangan satuan lingual, yang kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu merupakan pengulangan kata/frasa pertama. Contoh repetisi epanalepsis. 18.
Tri Si Tompul: Nah, sekarang di dalam era sekarang, apakah penafsiran perluasan itu bisa tepat. (TWLT: N26: b21/B.1/59) Pada wacana teks no (18) terdapat pengulangan satuan lingual “sekarang “pada
akhir baris merupakan pengulangan satuan lingual awal baris pertama sehingga disebut pengulangan epanalepsis. h) Repetisi Anadiplosis Repetisi anadipolis ialah pengulangan kata/frasa terakhir dari baris/kalimat itu menjadi kata/frasa pertama pada baris/kalimat berikutnya. Contoh repetisi anadiplosis. 19. Wartawan Perempuan: Pasalnya pengajuan kasasi terpidana kasus suap impor daging sapi Lutfia Hasan Isa ditolak majlis hakim, tak berhenti di situ, hakim pun sepakat memperberat hukuman mantan presiden partai keadilan sejahtera ini menjadi 18 tahun penjara. (TWLT: WP: N1: b3,5/B.1/2)
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
31
Pada teks nomor (19) terdapat pengulangan unsur satuan lingual “hakim” pada akhir baris pertama menjadi kata baris pertama pada kalimat selanjutnya atau kalimat kedua pada teks tersebut sehingga disebut pengulangan anadiplosis. i) Repetisi Utuh/Penuh Repetisi utuh atau repetisi penuh yaitu pengulangan satuan lingual secara utuh atau secara penuh. Satuan lingual yang diulang ini dapat berupa satu baris, atau satu kalimat secara utuh, atau bahkan satu bait atau beberapa kalimat secara utuh. Repetisi utuh/penuh sering kita dapati pada referen sebuah lagu. 20. Chairul Imam: Harus dicantumkan, Harus dicantumkan, karena putusan hakim memang tidak boleh melebihi apa yang ditentukan oleh undang-undang. (TWLT: N41: K1,2/B.1/73) Pada teks nomor (20) terdapat pengulangan unsur satuan lingual yang berupa frasa ”harus dicantumkan” pada
satu baris pertama diulang secara
utuh/penuh pada satu baris kedua sehingga disebut pengulangan utuh. 2) Sinonimi (Padan Kata) Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Abdul Chaer, 1994: 85). Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana dan berfungsi menjalin hubungn makna yang sepadan antara satun lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana. Berdasar wujud satuan lingualnya, sinonimi dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu: a) Sinonimi kata dengan kata Contoh sinonim kata dengan kata sebagai berikut. 21. Joko Sarwoko: Kalau mengenai hak pilih atau dipilih ini tentu ada kaitannya dengan suatu jabatan publik, yang memang berdasarkan aturan-aturan umum. (TWLT: N14: K3,4/B.2/7) Pada wacana teks nomor (21) terdapat satuan lingual berupa serapan Bahasa Inggris “publik” pada kalimat pertama baris pertama bersinonim dengan satuan lingual yang terjemahan dari Inggris kata publik tersebut yang berarti berupa satuan lingual “umum” pada kalimat kedua, kedua kata tersebut maknanya sepadan. Tampak pada tuturan di atas, kepaduan wacana tersebut antara lain didukung oleh aspek leksikal yang berupa sinonim antara kata “publik” pada kalimat pertama dengan kata “umum” pada kalimat ketiga. Kedua kata tersebut maknanya sepadan.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
32
b) Sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya 22. ArtedjoAlkautsar: Kehilangan jati dirinya, kalau hukum itu tidak melindungi kewibawaan negara. (TWLT: N2: K9,10/B.2/3) Pada wacana teks nomor (22) terdapat satuan lingual berupa frasa “kehilangan jati dirinya” pada kalimat pertama bersinonim dengan satuan lingual yang berupa kata ”kewibawaan” pada baris terakhir. c)
Sinonimi frasa dengan frase
23. Patra M Zen: Jangan selalu dikira negara ini bisa ini tidak, tetapi penguasapenguasa ini bisa juga dia menggunakan yudisial power, dia menggunakan misalnya kekuasaan negara untuk merampas hak orang. (TWLT: N90: K60,61/B.2/15) Pada wacana teks nomor (23) terdapat satuan lingual berupa frasa “yudisial power” pada akhir baris kalimat kedua bersinonim dengan satuan lingual yang berupa kata ”kekuasaan negara” pada tengah baris terakhir. 3) Antonimi (Lawan Kata) Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain. antonimi juga disebut oposisi makna. Berdasarkan sifatnya oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu: a) Oposisi Mutlak Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak. Contoh opoisisi mutlak sebagai berikut. 24. Joko Sarwoko: Dia harus melaui proses pemilihan, kaitannya adalah yang dimaksudkan adalah kaitanya dengan hak pilih dan memilih kaitannya dengan jabatan publiknya. (TWLT: N14: K6/B.3/4) Pada teks nomor (24) terdapat satuan lingual “pilih “ pada pertengahan klausa kedua yang berlawanan arti/berantonim dengan satuan lingual ”memilih” pada tengah klausa pertama juga. Kedua kata tersebut beroposisi mutlak karena memiliki pertentangan makna secara mutlak. Kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda. b) Oposisi Kutub Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat gradasi. Artinya terdapat tingkatan makan pada kata-kata tersebut. Contoh oposisi kutub sebagai berikut.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
33
25. Joko Sarwoko: Nah, pertanyaannya barangkali adalah karena undang-undang tindak pidana korupsi itu merupakan like spesialis yang merupakan ada aturan khusus, apakah masih boleh melakukan aturan umum, pertanyaannya saya kira itu. (TWLT: N20: K2/B.3/7) Pada teks nomor (25) terdapat satuan lingual ”khusus” pada akhir
klausa
pertama yang beroposisi kutub dengan satuan lingual ”umum” pada akhir klausa kedua. Kedua kata tersebut dikatakan beroposisi kutub karena terdapat gradasi di antara oposisi keduanya. Kedua kata tersebut memiliki makna bertentangan. c)
Oposisi Hubungan Oposisi hubungan adalah oposisi makna yang bersifat saling melengkapi.
Contoh oposisi hubungan. 26. Joko Sarwoko: Jadi hukum itu harus bersifat protektif, bagi siapa? Satu bagi rakyat, kedua bagi negara, negara ini kehilangan marwahnya, negara akan kehilangan nama baiknya. (TWLT: N2: K8,9/B.3/3) Pada teks nomor (26) terdapat satuan lingual “rakyat” pada akhir baris kaliamt ketiga beroposisi hubungan dengan satuan lingual “negara” pada akhir klausa keempat, satuan lingual “rakyat” sebagai realitas dimungkinkan ada karena kehadirannya dilengkapi oleh satuan lingual ”negara” dan sebaliknya. Oposisi hubungan sebagai salah satu aspek leksikal dapat mendukung kepaduan wacana secara leksikal dan semantis, sehingga kehadirannya dapat menghasilkan wacana yang kohesif dan koheren. d) Oposisi Hirarkial Oposisi hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang atau tingkatan. Misalnya pada oposisi kata-kata di bawah ini. milimeter >< sentimeter >< meter kilogram >< kuintal >< ton detik >< menit >< jam SD >< SMP >< SMU, Contoh dalam kalimat sebagai berikut. 27.
Karni Ilyas: Dan memang ada penomena lain, beberapa orang yang dianggap pernah diadili dalam perkara korupsi, belakangan ini bisa jadi kalau calon legislatif atau bahkan jadi calon kepala daerah, sekarang saya kerancauan belum kelihatan harus mewakili Jhon Budi SP. (TWLT: N9: b16/B.3/1)
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
34
Pada teks nomor (27) terdapat oposisi herarkial antara satuan lingual “calon legislatif”, yang menggambarkan realitas jenjang pemerintahan atau tingkatan pemerintahan yang berbeda. e)
Oposisi Majemuk Oposisi majmuk adalah oposisi makna yang terjadi pada beberapa kata (lebih
dari dua). Perbedaan antara oposisi majmuk dengan oposisi kutub terletak pada ada tidaknya gradasi yang dibuktikan dengan dimungkinkannya bersanding dengan kata agak, lebih, dan sangat pada oposisi kutub, dan tidak pada oposisi majmuk. Adapun perbedaanya dengan oposisi hirarkial terdapat makna yang menyatakan jenjang, tingkatan, yang secara realitas tingkatan yang lebih tinggi atau lebih besar selalu mengasumsikan adanya tingkatan yang lebih rendah atau lebih kecil. Sebagai contoh perhatikan contoh. 28. Nasrullah: Bang Karni, boleh saya tambah satu, putusan-putusan yang tidak mencantumkan jangka waktu pencabutan hak dipilih dan memilih itu akan menimbulkan kesulitan dalam ekskusi, akan kelapakan jaksa nanti dalam mengekskusi itu. (TWLT: N27: K3,4/B.3/12) Pada wacana teks nomor (28) terdapat satuan lingual “ekskusi” pada akhir klausa kedua yang beroposisi majmuk dengan satuan lingual ”mengekskusi” pada akhir klausa ketiga. 4) Kolokasi (Sanding Kata) Kolokasi atau sanding kata asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cendrung dipakai dalam suatu domain atau jaringan tertentu, misalnya dalam jaringan pendidikan akan digunakan kata-kata yang terlibat di dalamnya; dalam jaringan usaha (pasar) akan digunakan kata-kata yang berkaitan dengan permasalahan pasar dan partisipan yang berperan di dalam kegiatan tersebut. Kata-kata seperti guru, murid, buku, sekolah, pelajaran, dan alat tulis misalnya, merupakan contoh kata-kata yang cendrung dipakai secara berdampingan dalam domain sekolah atau jaringan pendidikan. Contoh pemakaian kata- kata yang berkolokasi
dalam kalimat adalah
sebagai berikut. 29. “Wartawan: Hukum memang seharusnya tak pandang bulu, karena keadilan hak haruslah tegak melalui hakim sang juru pengadil”. (TWLT: 7)
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
35
30. Artedjo Alkautsar: Rakyat
harus dilindung, jadi hukum itu harus bersifat
protektif, bagi siapa? Satu bagi rakyat, kedua bagi negara, negara ini kehilangan marwahnya, negara akan kehilangan nama baiknya, kehilangan jati dirinya, kalau hukum itu tidak melindungi kewibawaan negara. (TWLT: N2: K5,6,8/B.5/2) Pada teks no (30) terdapat satuan lingual ”rakyat, hukum, negara” yang merupakan contoh kata-kata yang cendrung
dipakai secara berdampingan dalam
domain perlindungan hukum yang saling berkolokasi dan mendukung kepaduan wacana. 5) Hiponimi (Hubungan Atas-Bawah) Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut ”hipernim” atau “superordinat” . Contoh penggunaan hiponimi dapat diperhatikan pada penggalan wacana berikut. 31. Nasrullah: Jadi, maksimum yang boleh dijatuhkan hakim hanya yang sesuai dengan bunyi undang-undang, tidak boleh diperluas terjemahannya, ketika pidana dijatuhkan karena sanksi, pidana sanksi yang terberat ya diatur secara khusus oleh undang-undang. (TWLT: N24: K9,11,12) Pada wacana teks nomor (31) di atas yang merupakan hipernim atau superordinatnya adalah berupa satuan lingual “hakim”. Sementara itu satuan lingual “hakim” sebagai hiponim dari “undang-undang, pidana, sanksi”.
Hubungan antar
unsur bawahan atau antar kata yang menjadi anggota hiponim itu disebut “kohiponim”. Fungsi hiponim adalah untuk mengikat hubungan antar unsur atau antar satuan lingual dalam wacana secara semantis, terutama untuk menjalin hubungan makna atasan dan bawahan, atau antar unsur yang dicakupi. 6) Ekuivalensi (Kesepadanan) Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan , misalnya hubungan makna antara kata membeli, dibeli, membelikan, dibelikan, dan pembeli, semuanya dibentuk dari bentuk asal beli . Demikian juga dengan kata belajar, mengajar, pelajar, pengajar, dan pelajaran yang dibentuk dari
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
36
bentuk asal ajar juga merupakan hubungan ekuivalensi. Agar lebih jelas, penggunaan ekuivalensi dapat dilihat pada contoh berikut. 32. Wartawan Perempuan: Hukum memang seharusnya tak pandang bulu, karena keadilan hak haruslah tegak melalui hakim sang juru pengadil. (TWLT: N7: K1,2/B.6/2) Pada teks nomor (32) terdapat satuan lingual “keadilan“ pada awal baris kedua dan satuan lingual “keadilan“ pada akhhir baris kedua juga. Kedua kata tersebut merupakan hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama yang menunjukkan adanya hubungan kesepadanan yakni misalnya kata”keadilan, pengadil. Keduanya dibentuk dari bentuk asal yang sama yaitu “adil”. Sehingga dikatakan memiliki hubungan ekuivalensi. 5. Analisis Wacana Analisis wacana dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji organisasi bahasa secara utuh di atastingkat klausa atau kalimat. Karena itu ia mengkaji satuansatuan kebahasaan yang lebih besar seperti percakapan atau teks tertulis. Selain itu analisis wacana berusaha mengkaji kepaduan wacana lisan yang dipakai para penutur secara benar dalam percakapan interaksi sosial termasuk interaksi percakapan anatarpenutur bahasa ( Stubbs, 1984: 1). Menurut Kartomiharjo (1993) menyatakan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar dari kalimat dan lazim disebut sebagai wacana. Unit bahasa yang dimaksud bisa berupa paragraf, teks, bacaan, undangan, percakapan, cerita pendek, dan sebagainya. Begitu juga pendapat yang sama dikemukakan oleh Sobur (2004) menyatakan bahwa yang penting dalam analisis wacana adalah makna yang ditujukan oleh struktur teks wacana. Dalam analisis wacana, makna kata adalah praktik yang ingin dikomunikasikan sebagai suatu strategi. Menurut Bambang (2002) mengatakan bahwa analisis wacana dapat dikatakan sebagai disiplin ilmu tersendiri yang asal usulnya dapat ditelusuri pada dasawaarsa tahun 1960-an. Pada waktu itu diterbitkan sistim analisis wacana, analisis cerita, analisis film, bahkan sampai pada analisis foto-foto pada media massa. Meskipun latar belakang, metode, dan tujuan analisisnya masih berbeda-beda tetapi masih banyak minat kajian pada bidang yang lain secara luas, sehingga akhirnya dapat membentuk benang merah yang menjadikan wujud analisis wacana menjadi lebih utuh.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
37
Lebih lanjut Bambang memaparkan bersama dengan itu di Amerika Serikat, seorang yang bernama Dell Hymes menerbitkan sebuah karya yang sangat berpengaruh yaitu Language in Culture Society. Karya-karya awal dari dua belahan dunia itu didasarkan atas prinsip yang sama yaitu mengawinkan linguistik struktural dengan antropologi yang menekankan pada analisis pemakaian bahasa , bentuk wacana, dan bentuk komunikasi. Dengan demikian, analisis wacana adalah salah satu altenatif untuk menganalisis isi wacana. Melalui analisis wacana dapat diketahui bagaimana isi teks wacana dan pesan itu disampaikan. Sehingga dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan yang meliputi kata, frase, kalimat, dan lainnya, analisis wacana dapat melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks. 6. Wacana Lisan, Teks dan Konteks a) Wacana Lisan Wacana lisan berarti wacana yang disampaikan dengan bahasa lisan atau media lisan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyana, (2005: 53) menyatakan bahwa “Wacana lisan (spoken discourse) adalah jenis wacana langsung pertama
yang disampaikan secara lisan atau
dengan bahasa verbal. Adanya kenyataan bahwa pada dasarnya bahasa kali lahir
melalui mulut/lisan. Kajian yang sungguh-sungguh terhadap
wacana pun seharusnya menjadikan wacana lisan sebagai sasaran penelitian yang utama. Tentunya, dalam posisi ini wacana tulis dianggap sebagai bentuk tuturan semata. Jenis wacana lisan ini sering disebut sebagai tuturan (speech) atau ujaran (utterance). Dalam konteks wacana lisan, Kristina (2010: 90) Persuasif
dalam bukunya “Bahasa
dalam Public Relations” menjelaskan bahwa “bahasa yang digunakan
manusia pada dasarnya ada dua jenis, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan”. Lebih lanjut Kristina menjelaskan, dalam
wacana lisan terdapat beberapa karakteristik
menonjol dalam percakapan wacana lisan tersebut yaitu menyangkut tentang: a. Lapisan (layer) yakni bahasa lisan yang berawal dari lapisan paling bawah yaitu fonem (sound), b. Lapisan kata (word), c. Lapisan unit makna (unit of meaning), d. Lapisan sikap (attitude) penutur yang direpresentasikan lewat pilihan kata, e. Nada bicara (tone),
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
38
f. Tekanan kata, (Kristina, 2010: 90). Selain itu juga, Kristina memaparkan karakteristik bahasa lisan itu juga meliputi pola intonasi dan ritme. Intonasi berpengaruh terhadap wording, otomotis berpengaruh terhadap makna. Adapun ritme berpengaruh terhadap pola silabikasi terutama untuk membedakan bagian ujaran yang mendapat tekanan dan bagaian lain yang tidak. Secara gramatikal wacana lisan lebih kompleks sedangkan wacana tulis lebih rumit dalam hal penyusunan leksisnya. Selain itu wacana lisan juga memiliki ciri lexical speciaty, ini bisa dilihat dari jumlah content word pada setiap klausa yang rendah, namun jumlah klausa pada setiap klausa kompleks yang sangat tinggi. Menurut pendapat yang lain, Arifin & Rani (2000: 22) menyebutkan beberapa perbedaan bahasa tulis dan lisan, yaitu: (1) kalimat dalam wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal) dibandingkan dengan bahasa tulis. Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan sering hanya berupa urutan kata yang membentuk frasa, (2) penataan subordinatif bahasa dalam wacana lisan lebih sedikit bila dibandingkan dengan bahasa tulis. Dalam wacana lisan cenderung tidak digunakan kalimat majemuk subordinatif, (3) bahasa dalam wacana lisan jarang menggunakan piranti hubung karena didukung oleh konteksnya. Bahasa dalam wacana tulis sering menggunakan piranti hubung untuk menunjukkan suatu hubungan ide, (4) bahasa dalam wacana lisan cenderung tidak menggunakan frasa benda yang panjang, sedangkan dalam wacana tulis menggunakan, (5) kalimat-kalimat dalam bahasa tulis cenderung berstruktur subjek-predikat sedangkan bahasa lisan menggunakan struktur topik komen, (6) dalam bahasa lisan, pembicara dapat merubah struktur atau memperhalus ekspresi yang kurang tepat pada saat itu juga, sedangkan dalam bahasa tulis hal itu tidak dapat terjadi, (7) dalam bahasa lisan khususnya dalam percakapan sehari-hari, pembicara cenderung menggunakan kosakata umum. Sebaliknya, dalam bahasa tulis sering digunakan istilah teknis khusus, (8) dalam bahasa lisan sering diulang bentuk sintaksis yang sama dan digunakan sejumlah “pengisi” (filler) misalnya: saya pikir, anda ketahui, jika anda mengetahui apa yang saya maksud, dan sebagainya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam wacana lisan, terdapat fenomena pemakaian tata bahasa yang khas yang tentu saja berbeda dengan tata tulisan. Yang terutama dalam kelengkapan unsur-unsur kalimatnya, latar budaya juga sering muncul
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
39
mewarnai wacana lisan sehingga tidak jarang terjadi percakapan yang mencerminkan budaya tersendiri. b) Teks Cook dalam Eriyanto (2011) menyebut ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana: teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Dalam tradisi tulis, teks bersifat ‘monolog noninteraksi’ dan wacana lisan bersifat ‘dialog interaksi’. Dalam konteks ini, teks dapat disamakan dengan naskah, yaitu semacam bahan tulisan yang berisi materi kuliyah, pidato, ceramah, percakapan dan lain-lain. Perbedaan kedua istilah tersebut hanya bertitik tolak pada pemakaian saja. Hoed dalam Sumarlam (2010) menyatakan bahwa wacana adalah suatu bangunan teoretis yang bersifat abstrak. Wacana belum dapat dilihat sebagai perwujudan fisik bahasa, termasuk dalam tataran langue; sedangkan teks termasuk dalam tataran parole, merupakan realisasi wacana. Dengan demikian, terdapat dua pendapat yang berbeda dalam memandang teks dan wacana. Pendapat pertama memandang bahwa istilah teks dan wacana memiliki makna yang sama. Pendapat pertama ini bersumber dari pendapat Haliday dan Hasan yang menyebutkan meskipun teks tampak seakan-akan terdiri atas kata-kata dan kalimat, sesungguhnya teks itu terdiri atas makna-makna. Teks pada dasarnya adalah satuan makna, sehingga teks dan wacana adalah dua istilah yang sama maksudnya. Sehingga atas dasar perbedaan penyebutan tersebut kemudian muncul dua tradisi pemahaman di bidang linguistik, yaitu ‘analisis linguistik teks’ dan ‘analisis wacana’. Analisis linguistik teks langsung mengandaikan objek kajiannya berupa bentuk formal bahasa, yaitu kosa kata dan kalimat. Sedangkan analisis wacana mengaharuskan disertakannya analisis tentang konteks terjadinya suatu tuturan. Teks merupakan kesatuan bahasa yang sedang menjalankan fungsinya. Teks bukan merupakan kesatuan gramatikal seperti klausa atau kalimat, dan teks tidak dapat didefinisikan berdasarkan ukurannya. Teks terkadang digambarkan sebagai kesatuan gramatikal yang lebih besar dari sebuah kalimat, tetapi memiliki hubungan dengan sebuah klausa, sebuah klausa dengan sekelompok klausa dan seterusnya. Teks yang merupakan wacana dalam bentuk lisan, tulis, atau tanda yang diidentifikasi untuk tujuan
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
40
analisis. Bentuk teks dapat juga berupa percakapan. Hal ini sesuai dengan pendapat Cristal dalam Nunan (1993:6) sebagai berikut: “Text is a piece of naturally occurring spoken, written, or signed discourse identified for purpose of analysis. It is often a language unit whit a definable communicative function, such as a conversation”. Dijk dalam Eriyanto (2011: 104) melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, struktur makro yaitu makna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu wacana. Kedua, superstruktur yaitu struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam wacana secara utuh. Ketiga, struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, peneliti cenderung memaknai teks sebagai wacana berbentuk lisan yang direalisasikan ke dalam bentuk tulisan. Jadi Teks adalah
suatu urutan ekspresi-ekspresi linguistik terstruktur yang membentuk suatu
keseluruhan yang padu. c)
Konteks Di dalam sebuah wacana, teks dan konteks dipahami secara bersama-sama. Teks
dapat diketahui maknanya secara menyeluruh apabila disertai dengan pemahaman terhadap konteks. Hubungan antara keduanya bersifat dasar (basik) dalam rangka memahami komunikasi dengan bahasa (Subroto, 2011: 8). Konteks merupakan faktor penentu dari wujud makna yang sebenarnya. Konteks linguistis sendiri belumlah dapat mendasari formulasi makna dalam pemakainnyamakna konotatif. Malinoswki dalam hal ini menyatakan bahwa pemahan sebuah teks tidak dapat lepas dari konteks situasi dan konteks kultural yang menyertainya (Halliday, 1989: 7). Pemahaman terhadap konteks dapat dilakukan dengan berbagai prinsip penafsiran dan prinsip analogi (Sumarlam, 2013: 72). Namun, sebelum proses tersebut dilakukan, terlebih dahulu dilakukan peninjauan terhadap komponen komponen tuturnya sehingga dapat memperkuat hasil penafsiran dan analogi.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
41
1) Konteks Situasi Konteks situasi yaitu keterangan-keterangan yang bersifat umum untuk pengirim (pesan) atau penerima (pesan) tentang situasi budaya dan psikologis, pengalaman dan pengetahuan keduanya (pengirim dan penerima pesan). Dalam komunikasi bahasa terlibat adanya konteks, teks, dan sistem bahasa. Teks sebagai sesuatu yang memiliki register. Register teks itu dipengaruhi oleh konteks. Menurut Halliday, ada dua macam konteks, yakni konteks budaya (context of culture) dan konteks situasi (context of situation). Konteks situasi merupakan konteks yang mempengaruhi berbagai pilihan penutur bahasa, antara lain: pokok bahan (field), hubungan penyapa dan pesapa (tenor), serta saluran komunikasi yang digunakan (mode). 2) Komponen Tutur Konteks wacana yang mendukung pemaknaan ujaran, tuturan, atau wacana adalah situasi kewacanaan. Situasi kewacanaan berkaitan erat dengan tindak tutur. Dell Hymes (1989: 55-65) menyebut 8 komponen tutur dengan singkatan SPEAKING, yaitu (1) setting and scene ‘latar dan situasi’, (2) participants ‘partisipan’, (3) ends ‘tujuan’, (4) act sequence ‘bentuk dan isi ujaran’, (5) key ‘nada’, (6) instrumentalities ‘sarana’, (7) norms ‘norma’, (8) genre ‘jenis’. 1.
Setting berhubungan dengan waktu dan tempat berlangsungnya peristiwa tutur, sedangkan Scene mengacu pada suasana psikologis pembicara atau segala hal yang melatari terjadinya peristiwa tutur. Suasana penggunaan ujaran akan menentukan jenis bahasanya. Bahasa dalam suasana resmi (formal) akan berbeda dengan bahasa dalam suasana tidak resmi (informal), sehingga di pasar, orang akan menggunakan bahasa yang berbeda dengan di masjid.
2.
Participants adalah peserta tutur yang terdiri atas penutur dan mitra tuturnya dengan latar belakang sosial dan budayanya.
3.
Ends merupakan tujuan dan hasil yang ingin dicapai dari sebuah tuturan. Tujuan pembicaraan bisa bersifat informatif, interogatif, dan imperatif. Tujuan informatif mengharapkan agar mitra tutur merespon dengan “perhatian” saja, tujuan interogatif mengharapkan agar mitra tutur merespon dengan “jawaban”, tujuan imperatif mengharapkan agar mitra tutur merespon dengan “tindakan”.
4.
Act sequence berhubungan dengan bentuk ujaran dan isi ujaran.
5.
Key berkaitan dengan nada, penjiwaan, dan cara suatu tuturan disampaikan.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
42
6.
Instrumentalities berkaitan dengan saluran (lisan, tertulis, melalui telepon atau lainnya) dan bentuk bahasa yang digunakan. Bentuk ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan seperti bahasa, dialek atau register.
7.
Norms merupakan norma atau aturan yang harus dipahami dalam berinteraksi, mengacu pada perilaku peserta tutur.
8.
Genre mengacu pada bentuk penyampaian seperti puisi, prosa, dan lainnya, sehingga genre berkaitan dengan jenis wacana serta gaya bahasa yang digunakan sewaktu komunikasi berlangsung.
3) Prinsip Penafsiran dan Analogi Prinsip-prinsip penafsiran yang digunakan untuk memahami konteks sosial budaya dan situasi meliputi prinsip penafsiran personal, lokasional, temporal, dan analogi. (Sumarlam, 2013 : 72) a) Prinsip Penafsiran Personal Prinsip ini berkaitan dengan partisipan dalam wacana. Dalam pelaksanaannya, perlu dipertimbangkan ciri-ciri fisik dan non-fisik partisipan, seperti umur, kondisi fisik, status sosial, dan sebagainya. Contoh: “Kau cantik sekali hari ini”. Apabila tuturan di atas ditujukan kepada mitra tutur seorang anak perempuan berumur 3 tahun, akan berbeda makna dan tanggapannya apabila disampaikan kepada mitra tutur seorang gadis berumur 17 tahun, dan berbeda pula apabila tuturan yang sama ditujukan kepada mitra tutur seorang nenek berumur 70 tahun. b) Prinsip Penafsiran Lokasional Prinsip ini berkenaan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, proses) dalam rangka memahami wacana. Contoh, apabila pendengar atau mitra tutur dipersilahkan duduk, dia harus mencari kursi yang terdekat. Demikian pula orang yang disuruh menyalakan lampu kamar tamu, tentunya yang dimaksud “kamar tamu di rumah orang itu berada pada waktu dia diajak bicara”. c) Prinsip Penafsiran Temporal Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Contoh: (a) ”Mari kita sekarang makan dulu! (b) Pada zaman modern seperti sekarang ini, barang-barang yang dulu dianggap istimewa sudah menjadi biasa.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
43
Pemahaman makna dan acuan waktu (kapan atau berapa lama) terhadap kata “sekarang” pada tuturan (a) tentu berbeda dengan “sekarang” pada tuturan (b). Pada tuturan (a), acuan atau rentangan waktu “sekarang” cukup singkat, hanya kira-kira seperempat sampai setengah jam (kurang lebih setara dengan waktu yang diperlukan untuk makan bersama). Sementara itu, “sekarang” pada tuturan (b) dapat mengacu pada rentangan waktu bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun. d) Prinsip Analogi Prinsip analogi mengharuskan pendengar atau pembaca menginterpretasikan suatu teks seperti yang telah dilakukan sebelumnya kecuali apabila ada pemberitahuan bahwa sebagian dari teks tersebut diubah. Contoh: (a) Itu merupakan pukulan terpahit bagi Mike Tyson. (b) Itu merupakan pukulan terpahit bagi Mike Tyson yang pernah dia alami dari sekian banyak promotor yang mensponsorinya. Berdasarkan analogi kita dapat menginterpretasikan perbedaan makna kata “pukulan” dan realitas yang ditunjuk olek kedua tuturan di atas. Pada tuturan (a), “pukulan” dapat berarti “pukulan fisik” yang dialami Mike Tyson dalam pertarungan tinju. Sedangkan kata “pukulan” pada tuturan (b) dapat berarti “pukulan mental”. Tidak dapat dipungkiri konteks, terlebih lagi kontek sosial budaya masyarakat pemakai bahasa, sebagai faktor penting
yang mendasari pemahaman makna suatu
satuan bahasa dikarenakan bahasa bukan sekedar penyampaian gagasan atau pemikiran akan tetapi ia juga merupakan bagian dari proses berpikir itu sendiri” language is not necessery for the formulation of thought but is part of the thinking process itself” (Aminudin, 1988: 19). Dengan kata lain bahasa mempersentasikan pola pikir penuturnya, cara penutur memandang fenomena di luar bahasa, yang membedakannya dengan cara pandang individu atau kelompok lain terhadap fenomena yang sama. 7. Media Televisi dan Talk Show Indonesia Lawyers Club (ILC) Televisi adalah sebuah teknologi yang diciptakan oleh manusia dan dipergunakan oleh manusia. Layar televisi bisa digunakan untuk tujuan lebih dari sekedar penghadiran gambar-gambar penyiaran (broadcast image), namun lebih dari itu membuat orang terpesona dan duduk berjam-jam menikmati acara yang disuguhkan. Media televisi pada hakekatnya adalah movie atau motion picture in the home, yang membuat pemirsanya tidak perlu keluar rumah untuk menontonnya. Hal tersebut
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
44
merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki televisi dan keunggulan yang lain adalah televisi tersaji dalam bentuk audio visual, dengan kata lain televisi adalah perpaduan antara radio dan film, ini menjadi daya tarik kuat televisi. Selain mempunyai unsur kata-kata sound effect, juga mempunyai unsur visual berupa gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada pemirsa. Sehingga seolah-olah khalayak berada di tempat peristiwa yang disiarkan oleh pemancar televisi itu (Effendy, 2000: 177). Media televisi saat ini telah mengalami perkembangan pesat di berbagai negara. Era siaran televisi diawali oleh stasiun pemerintah, yaitu Televisi Republik Indonesia (TVRI), secara tidak langsung telah mendorong munculnya televisi swasta. Diawali oleh Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dan Surya Citra Televisi (SCTV), TV Lativi, Metro TV, Trans TV, Global TV dan Trans 7 saat ini mulai tumbuh dan berkembang, baik yang nasional maupun yang lokal (Kuswandi, 1996: 37). Salah satu acara stasiun televisi yang menayangan lebih menonjolkan program berita adalah TV One, stasiun TV yang memiliki visi dan misi mencerdaskan semua lapisan masyarakat yang pada akhirnya memajukan bangsa dan menjadi stasiun tv berita dan olahraga nomor satu ini dalam hal penyiarannya, 70 persen berita, sisanya gabungan program olahraga dan hiburan (Wikipedia.com). TV One merupakan stasiun televisi yang menyiarkan talk show berita terbanyak dari pada stasiun televisi lainnya. Salah satu acara talk show berita di TV One yakni Indonesia Lawyers Club (ILC). ILC sendiri adalah acara talkshow yang ditayangkan di TV One dengan pembawa acara sekaligus pimpinan redaksi Bapak Karni Ilyas atau bisa di panggil Bung Karni, pokok bahasan berkisar antara politik, hukum dan lain sebagainya. Acara ini dimaksudkan untuk pecerahan masyarakat umum tentang tersebut agar didapat informasi yang aktual, tajam, terpercaya dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Adapun peserta yang hadir antara lain para advokat, KPK, KPU, MK, perwakilan partai politik, unsur Polri, Jaksa dan unsur lainnya yang terkait dengan penegakan hukum dan suasana politik saat ini. Acara ILC yang dulu disebut Jakarta Lawyer Club (JLC) yang sering ditayangkan oleh salah satu TVOne. Dalam acara itu sering dibahas masalah-masalah up to date yang terjadi di dalam negeri; sosial, politik, hukum, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Acara yang apabila menurut namanya acaranya para lawyer itu tidak khusus
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
45
untuk mereka, namun banyak pihak yang tertarik. Penyelenggara itu sering menghadirkan pula pihak-pihak yang berkepentingan dengan permasalahan yang dibahas. Dari orang yang sedang menghadapi kasus-kasus terkait, pengacaranya, tokohnya hingga pihak pemerintah. Tentu kehadiran mereka akan menjadikan pembahasannya lebih lengkap dan komprehensif. 8. Pola Retorika Wacana Lisan Talk Show ILC Talk Show ILC merupakan sebuah program Talk show yang dikemas secara interaktif dan apik yang memiliki beberapa bagian. Bagian yang dimaksud diantaranya, bagian pembukaan, pembahasan, kesimpulan dan penutup. Bagian-bagian
tersebut
menujukkan bahwa talk show memiliki kepaduan yang membentuk kesatuan arti dan kesatuan wacana yang utuh. Tiap unit bagian wacana tersebut menduduki fungsi retoris yang berlainan sebagai pembentuk wacana Dialog (talk show). Pada wacana talk show ILC episode 23 September tersebut yang di lakukan dengan delapan kali jeda, di mana tiap-tiap bagian jeda tersebut membicarakan satu tema yang sama yaitu pencabutan hak politik. a. Pembukaan Pembukaan bertujuan untuk memperkenalkan acara yang sedang ditayangkan guna mendapatkan perhatian dari penonton, partisipan serta untuk menyampaikan topik yang akan di sampaikan dalam talk show. Bagian pembukaan ini juga memiliki fungsi retoris sebagai tanda acara talk show dimulai. Selain itu, pada bagian pembukaan ini, pembawa acara mencoba menciptakan latar (suasana, tempat, waktu) secara khusus. Pembukaan dapat dibuat secara ringkas atau meluas sesuai dengan kebutuhan untuk memperkenalkan topik yang sedang dibicarakan. Pada bagian pembukaan acara talk show ILC pada umummnya berisi sapaan, perkenalan topik, perkenalan konflik, dan bersifat imperatif (perintah). Hal yang demikian dapat disaksikan pada kutipan transkripsi yang disampaikan oleh pembawa acara ILC yakni seorang host yang bernama Karni Ilyas, sebagai berikut; Pemirsa, kita bertemu kembali malam ini, di diskusi indonesia lawyers club, malam ini kita akan membahas tema yang kebetulan akhir-akhir ini sering menjadi pembicaraan dengan adanya keputusan baru dari peradilan kita yaitu pencabutan hak politik. Dan itu telah mengena kepada Joko Zosilo, kemudian M. Lutfi dan ketiga juga menjadi tuntutan untuk perkara Anas Urbaningrum, kalangan hukum pun berdebat soal ini, apakah layak seorang koruptor dijatuhi hukuman tambahan hak pencabutan politik , apalagi penghargaan terhadap hak asasi manusia ketika perkara korupsi atau kasus
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
46
korupsi diduga, dianggap sebagai musuh rakyat, itu sama-sama mendapat perhatian di era reformasi ini, karena itu debat terjadi untuk kasus ini. Dan malam ini seharusnya kita membahas dan memulainya dari KPK yaitu yang berpendapat kuat perlu dicabut hak politik seorang yang terpidana koruptor, seperti tadi hakim Agung Partijo mengatakan agar tidak dipakai lagi itu jabatan publik untuk melakukan korupsi. Dan memang ada penomena lain, beberapa orang yang dianggap pernah diadili dalam perkara korupsi, belakangan ini bisa jadi kalau calon legislatif atau bahkan jadi calon kepala daerah, sekarang saya kerancauan belum kelihatan harus mewakili Jhon Budi SP. Sebenarnya sudah konfom tetapi belum tahu kenapa belum sampai. Saya ke Bapak Sarwoko dulu, Apa pandangan bapak terhadap keputusan mahkamah agung akhir-akhir ini, yang menambah ponis untuk tersangka korupsi dengan pencabutan hak politik, sebelumnya juga udah ada hukuman ganti rugi, denda, dan apa saja istilahnya kemudian terpidana dan sekarang ditambah lagi dengan pencabutan hak politik. Dan adanya korupsi jalan terus, silahkan pak! (TWLT: KI: N9). Pada contoh kutipan pembukaan di atas terlihat bahwa pembawa acara talk show terlebih dahulu memberikan; sapaan kepada pemirsa yang ditandai dengan adanya satuan lingual “pemirsa” pada awal kalimat, menyebutkan waktu acara yakni “malam ini, era reformasi ini, akhir-akhir ini”, memperkenalkan topik (pencabutan hak politik), mendeskripsikan permasalahan yang sudah terjadi (konflik), dan berupa imperatif (perintah) kepada partisipan yang hadir sebagai peserta ILC yang di wakili oleh seorang yang bernama Sarwoko yang ditandai dengan satuan lingual yang berupa klausa “Silahkan Pak!”. b. Pembahasan Pembahasan dalam talk show ini berupa proposisi-proposisi, penjelasanpenjelasan mengenai topik yang dibicarakan, alasan, ajakan, kutipan, dan penerapan. Pembahasan pada talk show ILC dideskripsikan sebagai berikut; 1) Penjelasan: Pencabutan hak politik yang dilakukan oleh mahkamah Agung bagi para koruptor, sudah menjadi ketentuan hukum perundang-undangan yang berlaku di indonesia. 2) Alasan: Rakyat harus dilindungi, negara harus dihormati, hukum harus ditaati. 3) Ajakan: Mengajak untuk memberikan sanksi bagi yang terbukti tersangka korupsi dalam menjalankan peran atau tugas sebagai jabatan tertentu, sesuai dengan ketentuan pasal, hukum perundang-undangan tanpa memandang bulu. 4) Kutipan: Kutipan dalam talk show ini menggunakan ungkapan bahasa Belanda, Inggris dan ungkapan idiom dalam bentuk bahasa Indonessia.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
47
5) Penerapan: Bagaimana seharusnya proses hukum yang dijatuhkan kepada tersangka, tidak melebihi sanksi hukum yang tercantum dan ditetapkan dalam perundang-undangan. 6) Uraian: Setiap Partisipan memberikan gambaran efek jera bagi koruptor agar korupsi tidak meluas untuk pelaku lainnya. Adapun retorika pada talk show ILC berupa retorika wacana pertanyaan dan retorika wacana jawaban. Retorika wacana pertanyaan umumnya biasa didahului oleh salam dari partisipan, atau inti pertanyaan tetapi berbeda halnya dengan talk show yang retorika pertanyaannya didahului oleh pernyataan, lalu diikuti berupa pertanyaan. Sebagai contoh terlihat pada data tuturan talk show di bawah. 1) Rakyat harus dilindung, jadi hukum itu harus bersifat protektif, bagi siapa? (TWLT: AA: N2: b6). 2) Dan dalam konvensi-konvensi dunia yang baru ada tiga hak kalau gak salah yang tidak bisa dicabut. Ada hak beragama, ada hak untuk hukum suami dan istri dan ketiga hak untuk politik. Apa ini masih selaras dengan konvensi itu masih bisa dijustifikasi? (TWLT: KI: N19: b10) 3) Nah, pertanyaannya barangkali adalah karena undang-undang tindak pidana korupsi itu merupakan like spesialis yang merupakan ada aturan khusus, apakah masih boleh melakukan aturan umum, pertanyaannya saya kira itu (TWLT: JS: N20: b3). 4) Apa konsekwensi dari vonis pidana kalau itu melebihi undang-undang? (TWLT: KI: N28: b1). Sementara itu, retorika wacana jawaban talk show ILC bisa disimpulkan terdiri atas, ucapan tanggapan, pengulangan pertanyaan, jawaban pertanyaan. Pengulangan yang dilakukan oleh penjawab dimaksudkan untuk memperjelas atau mempertegas pertanyaan yang diajukan oleh penanya. Namun demikian, terhadap pertanyaan yang dilengkapi dengan ilustrasi ditanggapi oleh penjawab sebagai sebuah percakapan. Bentuk retorika wacana jawaban yang dimaksud sebagai berikut; 1) Tunggu dulu, jabatan publik ini dalam tafsiran bapak itu apa? Apakah hanya jadi anggota DPR, jadi kepala daerah? (TWLT: KI: N60: b1). 2) Apakah semuanya cocok dengan kita atau tidak? Itu yang menurut saya, tidak selalu yang ada di dunia atau dibelahan dunia lain cocok di kita (TWLT: AS: N69).
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
48
c. Penutup Adapun bagian akhir talk show terdiri dari kesimpulan dan penutup. Pada bagian simpulan berisi tentang pandangan yang sesungguhnya terhadap keadilan hukum yang diikuti dengan landasan pandangan tersebut, serta penutup berupa tuturan langsung yang menjelaskan bahwa acara ditutup yang diungkapkan sekaligus oleh pembawa acara talk show yakni Karni Ilyas. Contoh tuturan kesimpulan dan penutup sebagai berikut; (1) Baik konsultan, di dunia menurut pasal keadilan itu memang keadilan yang tertinggi adalah ketidak adilan yang terbesar pasal Prancis (TWLT: KI: N155). (Kesimpulan) (2) Baik, pemirsa akhirnya waktu juga yang membatasi kita tapi saya akan menutupnya dengan, hukum itu selalu membatasi setiap kekuasaan yang diberikan hukum itu sendiri, David yum, pilosof Scotlandia, kita ketemu di ILC yang akan datang (TWLT: KI: N157).(Penutup) B. Kerangka Berpikir Talk Show ILC merupakan salah satu bentuk talk show yang dikemas secara interaktif dan apik untuk memberikan gambaran pembelajaran hukum bagi para pemirsanya, talk show ini menggunakan media lisan sebagai penyampaiannya dan berbentuk bahasa indonesia. Talk Show ILC yang diteliti khususya yang tayang pada tanggal 23 september bertema” bisakah hak politik koruptor dicabut”. Kajian wacana lisan pada talk show, untuk mengetahui kepaduan wacana melaui analisis kohesif gramatikal dan leksikal. Aspek-aspek tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai alat analisis wacana. Berdasarkan kajian beberapa teori yang telah dipaparkan di atas, dapat disusun kerangka berpikir penelitian ini pada gamabar (2.1).
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
49
Talk Show ILC
· · · ·
Kohesi Gramatikal Refrensi (Pengacuan) Substitusi(Penyulihan) Elipsis (Pelesapan) Konjungsi (Perangkaian)
Kohesi · · · · · ·
Kohesi Leksikal Repetisi (Pengulangan) Sinonim (Padan Kata) Antonim (Lawan Kata) Hiponim (Hubungan Atas Bawah) Kolokasi (Sanding Kata) Ekuivalensi
Analisis Wacana Lisan
Kepaduan Teks Wacana Lisan Talk show
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir Penelitian