perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pembelajaran kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pembelajaran kompetensi SMK dengan memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penguatan proses pembelajaran dilakukan melalui pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa lebih mampu dalam mengamati,
menanya,
mencoba,
mengasosiasi,
dan
mengomunikasikan.
Karakteristik pembelajaran pada setiap pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan SMK memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan juga mempengaruhi karakteristik standar proses. Penguatan pendekatan saintifik perlu diterapkan pembelajaran berbasis penelitian. Untuk mendorong kemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok maka
sangat
disarankan
menggunakan pendekatan commit to user
10
pembelajaran
yang
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (Project Based Learning) (Media Edukasi , 2014). Menurut Media Edukasi dalam artikel Pembelajaran Kompetensi SMK Kurikulum 2013 dengan Pendekatan Saintifik dan Penilaian Autentik (2014) Prinsip pembelajaran pada kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan menekankan perubahan paradigma: a. Peserta didik diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu. b. Guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar. c. Pendekatan tekstual menjadi pendekatan proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah. d. Pembelajaran
berbasis
konten
menjadi
pembelajaran
berbasis
kompetensi. e. Pembelajaran parsial menjadi pembelajaran terpadu. f. Pembelajaran
yang
menekankan
jawaban
tunggal
menjadi
pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multidimensi. g. Pembelajaran verbalisme menjadi keterampilan aplikatif. h. Peningkatan
dan
keseimbangan
antara
keterampilan
fisikal
(hardskills) dan keterampilan mental (softskills). i. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat. j. Pembelajaran
yang
menerapkan
nilai-nilai
dengan
memberi
keteladanan (ing ngarso sung tulodho), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani). k. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah dan di masyarakat. l. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. m. Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi to user pembelajaran. meningkatkan efisiensicommit dan efektivitas
untuk
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
n. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik. Penilaian
autentik
merupakan
penilaian
yang
dilakukan
secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran, yang meliputi ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian autentik menilai kesiapan siswa, serta proses dan hasil belajar secara utuh. Keterpaduan penilaian ketiga komponen tersebut akan menggambarkan kapasitas, gaya, dan hasil belajar peserta didik, bahkan mampu menghasilkan dampak instruksional (instructional effect) dan dampak pengiring (nurturant effect) dari pembelajaran. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP/MTs, atau bentuk lain yang sederajat. Sekolah di jenjang pendidikan dan jenis kejuruan dapat bernama Sekolah menurut (Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003). SMK memiliki banyak program keahlian. Program keahlian yang dilaksanakan di SMK menyesuaikan dengan kebutuhan dunia kerja yang ada. Program keahlian pada jenjang SMK juga menyesuaikan pada permintaan masyarakat dan pasar. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama agar siap bekerja dalam bidang tertentu. Peserta didik dapat memilih bidang keahlian yang diminati di SMK. Kurikulum SMK dibuat agar peserta didik siap untuk langsung bekerja di dunia kerja. Muatan kurikulum yang ada di SMK disusun sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan dunia kerja yang ada. Hal ini dilakukan agar peserta didik tidak mengalami kesulitan yang berarti ketika masuk di dunia kerja. Dengan masa studi sekitar tiga atau empat tahun, lulusan SMK diharapkan mampu untuk bekerja sesuai dengan keahlian yang telah ditekuni. Di SMK Negeri 8 Surakarta memiliki jurusan Seni Karawitan, Seni Musik, Seni Pedalangan, dan Seni Tari. Dari jurusan tersebut diharapkan siswa bisa menjadi tokoh seniman yang sekaligus sebagai pelestari kebudayaan yang sudah mulai hilang di tengah arus globalisasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
2. Pembelajaran Sejarah a. Pengertian Pembelajaran Sejarah Sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan, sikap dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia dan dunia dari masa lampau hingga masa kini (Agung & Wahyuni, 2013). Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Sumaatmadja, 2003). Agung dan Wahyuni (2013: 3) mengatakan bahwa: Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerjasama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang bersumber dari dalam diri peserta didik maupun potensi yang ada dari luar peserta didik sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu. Kegiatan pembelajaran sebagai suatu sistem mengandung sejumlah komponen yang meliputi tujuan, bahan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, metode, media atau alat peraga, sumber dan evaluasi. Pembelajaran sejarah tidak untuk menghafal berbagai peristiwa sejarah. Keterangan tentang kejadian dan peristiwa sejarah hanyalah merupakan suatu tujuan. Sebenarnya hakikat pembelajaran sejarah adalah menjadikan peserta didik mampu mengaktualisasikan diri sesuai dengan potensi dirinya dan menyadari keberadaannya untuk ikut serta dalam menentukan masa depan yang lebih manusiawi bersama-sama dengan orang lain (Aman, 2011). Mata pelajaran sejarah telah diberikan pada tingkat pendidikan dasar sebagai bagian integral dari mata pelajaran IPS, sedangkan pada tingkat pendidikan menengah diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri. Mata pelajaran sejarah memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebanggaan dan cinta tanah air. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi dikemukakan bahwa materi sejarah: 1) Mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, kepeloporan, patriotisme, nasionalisme dan semangat pantang menyerah yang commit to user mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian peserta didik.
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Memuat khazanah mengenai peradaban bangsa-bangsa, termasuk peradaban bangsa Indonesia. Materi tersebut merupakan bahan pendidikan yang mendasar bagi proses pembentukan dan penciptaan peradaban bangsa Indonesia di masa depan. 3) Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk
menjadi
perekat
bangsa
dalam
menghadapi
ancaman
disintegrasi bangsa. 4) Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. 5) Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.
b. Tujuan Pembelajaran Sejarah Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Tujuan dalam proses pembelajaran merupakan komponen utama yang harus ditetapkan dalam proses pembelajaran yang berfungsi sebagai indikator keberhasilan
pembelajaran.
Pembelajaran
sejarah
bertujuan
agar
siswa
memperoleh kemampuan dalam berfikir secara historis. Tidak ada mata pelajaran yang dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dengan tujuan sekedar mata pelajaran itu ada, semua mata pelajaran selalu didahului dengan sejumlah sasaran dan tujuan tertentu. Siswa melalui pembelajaran sejarah, mampu mengembangkan kompetensi untuk berpikir secara kronologis dan memiliki pengetahuan tentang masa lampau yang dapat digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan dan perubahan masyarakat serta keragaman sosial budaya dalam rangka menemukan jati diri bangsa di tengah-tengah kehidupan masyarakat luar. Pembelajaran sejarah juga bertujuan agar siswa menyadari adanya keragaman pengalaman hidup pada masing-masing masyarakat dan adanya cara pandang yang berbeda (Agung & Wahyuni, 2013). commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pemerintah sebagai pemegang otoritas pendidikan berpendapat tentang tujuan dari mata pelajaran sejarah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri bahwa mata pelajaran sejarah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan proses dari masa lampau, masa kini dan masa depan. 2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan. 3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau. 4) Menumbuhkan
pemahaman
peserta
didik
terhadap
proses
terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang. 5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan rasa cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun internasional.
c. Karakteristik Pembelajaran Sejarah Pembelajaran di kelas seharusnya menggunakan landasan konstruktivis dengan strategi pembelajaran kontekstual yang merupakan konsep belajar dimana guru membantu siswa mengkaitkan materi yang akan diajarkan dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Yamin, 2008). Peserta didik
sebagai
pusat
kegiatan pembelajaran
(student
centered).
Pembelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah seharusnya berlandaskan commit to user konstruktivis dengan strategi pembelajaran kontekstual sehingga dalam kegiatan
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran sejarah terdapat proses penciptaan suasana yang kondusif agar siswa dapat belajar dan membangun pengetahuan yang akan dimilikinya melalui interaksi edukatif antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan siswa dengan sumber belajar. Selain itu, materi pembelajaran disampaikan secara menarik dengan menggunakan media dan sumber yang mendukung dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif yang bermacam-macam variannya. Evaluasi pembelajaran sejarah yang dilakukan di kelas yang tidak hanya menilai hasil pembelajaran tetapi juga prosesnya. Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik yang khas, demikian pula halnya dengan mata pelajaran sejarah yang berlandaskan pada kontruktivistik dengan strategi pembelajaran kontekstual. Menurut Agung dan Wahyuni (2013: 61), adapun karakteristik mata pelajaran sejarah adalah sebagai berikut: 1) Sejarah terkait dengan masa lampau sehingga pembelajaran sejarah adalah pembelajaran peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat yang telah terjadi dengan materi pokok produk masa kini berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ada. 2) Sejarah bersifat kronologis sehingga dalam pengorganisasian materi pokok pembelajaran sejarah harus didasarkan pada urutan kronologi peristiwa sejarah. 3) Dalam sejarah ada tiga unsur penting, yakni manusia, ruang dan waktu sehingga dalam mengembangkan pelajaran sejarah harus selalu diingat siapa pelaku peristiwa sejarah, dimana dan kapan. 4) Perspektif waktu merupakan dimensi yang sangat penting dalam sejarah. Pemahaman ini penting bagi guru sehingga dalam mendesain materi pokok pembelajaran sejarah dapat dikaitkan dengan persoalan masa kini dan masa depan. 5) Sejarah adalah prinsip sebab akibat yang perlu dipahami oleh setiap guru sejarah bahwa dalam merangkai fakta yang satu dengan yang lain, dalam menjelaskan peristiwa sejarah yang lain perlu mengingat prinsip sebab akibat, peristiwa yang satu diakibatkan oleh peristiwa yang lain dan peristiwa yang satu akan menjadi penyebab peristiwa yang lain. 6) Sejarah pada hakikatnya adalah suatu peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek kehidupan, oleh karena itu dalam memahami sejarah harus menggunakan pendekatan multidimensional sehingga dalam pengembangan materi pokok dan uraian materi pokok untuk setiap topik atau pokok bahasan harus dilihat dari berbagai aspek. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
d. Fungsi Pembelajaran Sejarah Pembelajaran sejarah berfungsi untuk menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam menemukan, memahami dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini dan masa depan ditengahtengah perubahan dunia (Agung & Wahyuni, 2013). Pembelajaran sejarah tidak semata-mata berfungsi untuk memberikan pengetahuan sejarah dalam bentuk kumpulan informasi fakta sejarah, melainkan juga untuk menyadarkan siswa untuk membangkitkan kesadaran sejarah, menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan serta nasionalisme.
3. Pendidikan Nilai-Nilai Karakter a. Pengertian Pendidikan Nilai-Nilai Karakter Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter sebagai kajian akademik, tentu saja perlu memuat syarat-syarat keilmiahan akademik seperti dalam konten/isi, pendekatan dan metode kajian. Pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character Education Partnership; International Center for Character Education) terdapat di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat. Pendidikan karakter berkembang dengan pendekatan kajian multidisipliner: psikologi filsafat moral/etika, hukum, sastra/humaniora. Karakter sebagai aspek kepribadian merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang seperti mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural. Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di kalangan peserta didik, menuntut diselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para peserta didik membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilainilai tertentu seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil dan membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan mereka sendiri. Pendidikan karakter dalam seting sekolah sebagai pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah (Kesuma, 2011). Pendidikan yang
diterapkan di
sekolah-sekolah
juga
menuntut
untuk
memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari peserta didik yang tak kalah penting yang tanpa disadari
telah
terabaikan
yaitu
memberikan pendidikan
karakter
pada
peserta didik. Pendidikan karakter sangat penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Beberapa kenyataan yang sering dijumpai, seorang pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat anakanak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter. Pendidik yang berkarakter berarti memiliki kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, keteladanan, ataupun sifat-sifat lain yang harus melekat pada diri pendidik. Pendidik yang berkarakter kuat tidak hanya memiliki kemampuan mengajar dalam arti sempit (hanya mentransfer pengetahuan atau ilmu kepada peserta didik) melainkan juga commit user(Hidayatullah, 2010). memiliki kemampuan mendidik dalam artitoluas
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
b. Jenis-Jenis Nilai-Nilai Karakter Menurut Koentjaraningrat dan Mochtar Lubis, karakter bangsa Indonesia yaitu meremehkan mutu, suka menerabas, tidak percaya diri sendiri, tidak berdisiplin, mengabaikan tanggungjawab, hipokrit, lemah kreativitas, etos kerja buruk, suka feodalisme, dan tak punya malu. Sedangkan menurut Surakhmad dan Toer, karakter asli bangsa Indonesia adalah: nrimo, penakut, feodal, penindas, koruptif dan tak logis. Kurikulum 2013 yang dikembangkan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrument untuk mengarahkan peserta didik menjadi manusia yang berkualitas yang mampu menjawab tantangan zaman yang selalu berubah, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab sesuai yang diharapkan dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Menurut Listyarti (2012) mulai tahun pelajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan karakter. Ada 18 nilainilai yang terkandung dalam pendidikan berkarakter bangsa: 1) Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2) Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. 3) Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. 4) Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai commit to user ketentuan dan peraturan.
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. 6) Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. 7) Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8) Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9) Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar. 10) Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 11) Cinta tanah air Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. 12) Menghargai prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
13) Bersahabat/ Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. 14) Cinta Damai Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), dan negara. 15) Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. 16) Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17) Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. 18) Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang harus dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara dan Tuhan Yang Maha Esa
c. Tujuan Pendidikan Karakter Menurut Kesuma (2011: 9) tujuan pendidikan nasional mengarah pada pengembangan
berbagai
karakter
manusia
Indonesia,
walaupun
dalam
penyelenggaraannya masih jauh dari apa yang dimaksudkan dalam UU. Secara singkat, pendidikan nasional seharusnya pendidikan karakter bukan pendidikan akademik semata. Tujuan pendidikan karakter sebagai berikut: 1) Tujuan pertama pendidikan karakter adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses to user sekolah. Penguatan commit nilai-nilai karakter pada anak tidak hanya
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
dilakukan secara pedagogis, tetapi harus mempunyai makna agar peserta didik mampu mengimplementasikan dalam kehidupan seharihari. Kehidupan anak tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah saja tetapi juga lingkungan masyarakat. Di sekolah anak mendapat nilai-nilai karakter tetapi terbatas pada teori dan setelah selesai di lingkungan sekolah anak akan menemukan kehidupan yang sebenarnya yaitu lingkungan masyarakat dan anak bisa menerapkan nilai-nilai karakter tersebut melalui proses pembiasaan. 2) Tujuan kedua pendidikan karakter adalah mengkoreksi perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Karakter peserta didik sangat dipengaruhi oleh faktor keluarga, ketika anak dari keluarga yang kurang bisa menanamkan karakter positif terhadap anak maka anak akan berperilaku negatif. Peran dari pendidikan karakter di sekolah sangat dibutuhkan dalam mengkoreksi perilaku anak yang masih tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah. 3) Tujuan ketiga pendidikan karakter seting sekolah adalah membangun hubungan antara keluarga dan lingkungan sekolah agar peran tanggung jawab bisa dilakukan secara bersama dan tujuan pendidikan karakter bisa diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Peran dari keluarga dalam menanamkan nilai-nilai karakter sangat besar pengaruhnya karena proses pembentukan karakter anak dilakukan pertama kali adalah di lingkungan keluarga sehingga peran sekolah sangat diperlukan dalam memperkuat dan proses pembiasaan secara formal. 4. Wayang Kulit Purwa a. Pengertian Wayang Kulit Purwa Wayang yang dikenal di Indonesia jenisnya lebih dari satu macam, antara lain meliputi wayang orang, wayang klithik, wayang golek, Wayang Kulit Purwa dan lain sebagainya. Menurut Wiharyanto istilah wayang berasal dari bahasa Jawa yang berasal dari kata “wayangan” atau wayang wayang (dalam bahasa Indonesia disebut bayangan atau bayang-bayang). Bila diruntut dari akar kata, wayang berasal dari akar kata “yang”. Arti “yang” itu sendiri adalah selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Kata “yang” selanjutnya mendapat awalan “wa” sehingga kata keseluruhannya menjadi wayang. Wayang yang arti harfiahnya sama dengan bayangan, maka secara lebih luas mengandung pengertian bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain atau bergerak kesana-kemari, tidak tetap atau sayup-sayup dari substansi yang sebenarnya (Sutino, 2010). commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Wayang kulit disebut juga wayang purwa. Dinamakan wayang purwa karena perkembangannya setelah masuknya agama Islam terjadi perubahan dan penyempurnaan yang mendasar baik fisik atau wujud, simbolisasi dan cara pertunjukannya. Menurut Dr Brendes Wayang termasuk kebudayaan sub straat Asia Tenggara sehingga Wayang dikenal tidak hanya di Indonesia tetapi menyeluruh di negara Asia Tenggara. Peninggalan arkeologis tertua tidak ada yang tua selain masa Ptolomeus (abad 2 M). Kebudayaan India menyebar ke kawasan Asia Tenggara sekitar abad ke 2-3 M dan meninggalkan bukti yang nyata pada abad ke 4-5 M (Coedes, 2010: 47). Wayang berasal dari kata hyang atau dahyang. Istilah ini muncul pada zaman nenek moyang yang masih menganut kepercayaan animisme atau dinamisme yang masih mempercayai roh nenek moyang. Menurut kepercayaan mereka, roh nenek moyang yang sudah mati, yang dulunya hidup dan berkuasa, roh-roh mereka masih tetap hidup, tetap berkuasa dan masih bisa diajak komunikasi. Roh-roh ini oleh kalangan animisime dan dinamisme diyakini bisa bersemayam pada batu besar, pohon besar, sungai dan lain sebagainya (Harsrinuksmo, 1999). Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Guritno (1988: 11) yang berpendapat bahwa: Wayang secara harfiah adalah bayangan, tetapi dalam perjalanan waktu, pengertian wayang kulit menjadi berubah. Wayang kulit bisa dimaknai pertunjukan panggung atau teater atau dapat pula diartikan aktor atau aktris. Dalang sebagai sutradara dan dalam pementasannya, sang dalang ikut bermain secara total. Menurut Mulyono (2004: 6) yang dimaksud dengan wayang purwa adalah “pertunjukan
wayang
yang
ceritanya
bersumber
pada
Ramayana
dan
Mahabharata”. Wayang purwa adalah pertunjukan wayang yang ceritanya bersumber pada Ramayana dan Mahabharata (Wiharyanto, 2009). Pengertian wayang kulit diambil dari asal bahan pembuatannya, karena terbuat dari bahan dasar kulit maka dinamakan wayang kulit. Wayang kulit secara leksikal diartikan sebagai wayang yang terbuat dari kulit (umumnya dibuat dari kulit sapi, kulit commit toRamayana user kerbau, atau dari kulit kambing). menceritakan kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
Prabu Ramawijaya beserta asal keturunannya ke atas dan anak keturunannya ke bawah, sedangkan Mahabharata menceritakan kehidupan Pandawa dan Kurawa beserta asal keturunannya ke atas dan anak keturunannya ke bawah. Wayang bukan hanya permainan bayang-bayang, lebih dalam dari makna itu, wayang merupakan wewayangane aurip atau bayangan hidup manusia dari lahir hingga mati (Harsrinuksmo, 1999). Wayang bukan cerminan dari sembarang bayangan tetapi merupakan bayangan kehidupan, gambaran kehidupan, bila wayang diartikan sebagai bayangan seperti yang diuraikan di atas, tentu bayangan yang dimaksud tidak sama dengan bayangan sembarang benda. Sebuah gelas bila diterpa cahaya akan membentuk bayangan, tetapi bayang-bayang gelas tidak bisa diartikan sebagai wayang, artinya bayangan gelas tidak bisa disebut bayangan gelas. Alur cerita dalam pementasan wayang bisa diartikan sebagai bayangan, cerminan atau gambaran perjalanan manusia dari hidup dengan mati lengkap dengan karakter masing-masing. Hidup seperti layaknya bayangan yang tercermin dalam alur cerita wayang. Kehidupan manusia selalu diwarnai dengan macam-macam tokoh, ada yang baik, ada yang buruk, kebaikan selalu melawan keburukan, walaupun pada akhirnya yang baik akan nampak baik dan yang buruk akan nampak buruk (Becik Ketitik Ala Ketara), tetapi manusia harus memperjuangkan dirinya sendiri agar mereka mendapat nilai apakah mereka tergolong yang baik atau yang buruk. Wayang tidak bisa bergerak sendiri, perlu perantara orang yang menggerakannya yang dalam pementasan disebut sebagai dalang. Sama halnya dengan bayangan atau gambaran dalam wayangan, kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari campur tangan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai dzat yang mengatur hidup dan matinya manusia. Makna yang hakiki dari ini semua adalah betapa pun hebatnya manusia, kehebatannya tentu ada yang memberi, ada yang mengatur. Dengan demikian apapun tindakan manusia harus selalu patuh dan tunduk terhadap kodrat yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kodrat dari Illahi inilah yang nantinya menuntun manusia untuk mengenal dan memahami sangka paraning dumadi, hakekat dari manusia berasal untuk apa user kembali. diciptakan dan mau kemana kelakcommit manusiatoakan
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
Pementasan tidak bisa meninggalkan hiasan yang bersifat dekoratif seperti blencong, panggung, dan kelir. Blencong merupakan lampu penerang dalam pementasan wayang yang bisa dimaknai bahwa manusia hidup diterangi oleh sang Surya, matahari yang menerangi kehidupan. Panggung sebagai tempat menancapkan wayang merupakan gambaran alam, dunia, tempat manusia berpijak, tempat manusia bernaung. Kelir merupakan kain penyekat yang bisa dimaknai sebagai batas kekuasaan, batas kemampuan dan jangkauan manusia pada dunia yang mereka pijak.
b. Sejarah Wayang Wayang sudah ada sejak zaman 1500 tahun SM, jauh sebelum agama dan budaya luar masuk ke Indonesia. Wayang dalam bentuknya yang masih sederhana sekali adalah asli Indonesia yang dalam perkembangannya telah mampu beradaptasi dengan unsur-unsur lain sehingga menjadi wujudnya seperti sekarang. Wayang yang kita lihat sekarang berbeda dengan wayang pada masa lalu dan wayang di masa yang akan datangpun akan berubah sesuai dengan zaman serta lakon yang ditampilkan (Nanda, 2010). Dalam perkembangannya bahasa yang digunakan dalam wayang yang awalnya menggunakan bahasa Jawa kuno atau kawi kemudian bercampur dengan bahasa Jawa baru dan bahasa Indonesia. Bahasa campuran ini biasa disebut dengan basa rinengga artinya bahasa yang telah disusun indah sesuai dengan kegunaannya. Bermula dari jaman kuno ketika nenek moyang bangsa Indonesia masih menganut animisme dan dinamisme, dengan mempercayai roh orang yang sudah meninggal masih tetap hidup dan semua benda itu bernyawa dan mempunyai kekuatan. Roh nenek moyang ini masih terus dipuja dan dimintai pertolongan. Selain melakukan ritual tertentu, mereka juga mewujudkannya dalam bentuk gambar dan patung. Roh nenek moyang yang dipuja ini disebut dengan hyang atau dahyang. Seseorang yang diyakini bisa berhubungan dan dijadikan sebagai medium perantara untuk meminta pertolongan kepada roh nenek moyang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
disebut dengan syaman. Ritual pemujaaan nenek moyang, hyang dan syaman inilah yang merupakan asal mula pertunjukan wayang. Hyang menjadi wayang dan syaman menjadi dalang. Sedangkan ceritanya adalah petualangan dan pengalaman nenek moyang. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Jawa Kuno yang sampai sekarang masih digunakan. Wayang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah serta sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Wayang oleh pendahulu negeri ini sangat mengandung arti yang sangat dalam. Sunan Kalijaga dan Raden Patah sangat berjasa dalam mengembangkan wayang. Ada versi wayang yang dimainkan oleh seseorang dengan memakai kostum yang dikenal sebagai wayang orang dan adapula wayang yang berupa sekumpulan boneka yang dimainkan oleh dalang. Wayang yang dimainkan oleh dalang ini diantaranya berupa wayang kulit atau wayang golek. Cerita yang dikisahkan dalam pagelaran wayang biasanya berasal dari kisah Mahabharata dan Ramayana. Pertunjukan wayang di setiap negara memiliki teknik dan gaya sendiri, dengan demikian wayang Indonesia merupakan buatan orang Indonesia asli yang memiliki cerita, gaya dalang yang luar biasa. Pertama wayang kulit di Jawa Timur, kedua wayang wong atau wayang orang di Jawa Tengah dan ketiga wayang golek di Jawa Barat. Selama berabad-abad, budaya wayang berkembang menjadi beragam jenis. Kebanyakan jenis-jenis wayang menggunakan kisah Mahabharata dan Ramayana sebagai induk cerita. Misalnya wayang kulit purwa yang berkembang pula pada ragam kedaerahan menjadi wayang kulit purwa khas daerah, seperti wayang Cirebon, wayang Bali, wayang Betawi, dan wayang Banjar. Wayang Purwa disebut juga wayang kulit karena terbuat dari kulit lembu. Penyaduran sumber cerita dari Mahabharata dan Ramayana ke dalam bahasa Jawa kuno dilakukan pada masa pemerintahan raja Jayabaya. Pujangga yang terkenal commit to userdan empu Kanwa. Sunan Kalijaga pada masa itu ialah empu Sedah, empu Panuluh
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
salah seorang walisanga (Demak, abad XV) adalah orang yang pertama kali menciptakan wayang dari kulit lembu. Selain kulit lembu ada juga yang menggunakan kulit kerbau.
c. Perkembangan Wayang Kulit Purwa Perkembangan cerita wayang yang ditampilkan dalam pagelaran Wayang Kulit Purwa diambil dari buku induk epos Mahabharata dan Ramayana dari negeri India ketika agama Hindu mulai menyebar di tanah Jawa. Kedua epos tersebut kemudian ditulis dalam bahasa Sansekerta pada abad X. Kitab Ramayana disalin pada zaman Raja Dyah Balitung, sedangkan kitab Mahabharata disalin pada zaman Raja Sri Darmawangsa Teguh. Perkembangan selanjutnya adalah mulai dibuatnya kakawin yang bersumber dari buku induk tersebut menjadi cerita-cerita pendek dan fragmantasi atau penggalan pokok-pokok cerita dalam peristiwa tertentu saja (Kresna, 2012). Cerita-cerita Mahabharata India tersebut oleh para pujangga Jawa, misalnya empu Kanwa dan Panuluh digubah kembali. Babad Wanamarta telah digubah sebagian menjadi Arjuna Wiwaha sebagai kisah-kisah dari perkawinan Erlangga. Kitabnya dinamakan kitab Puja Sastra. Perang Bharatayuda menjadi kiasan perang antara Jayabaya melawan Hemabupati sebagai kitab Magi Sastra yang berisi ruwatan. Setelah wayang tersebar luas pada zaman Kerajaan Mataram, pada abad XVIII, R. Ng. Ranggawarsita, seorang pujangga masyur dari keraton Surakarta, menyusun buku tentang sejarah pewayangan yang terangkum dalam Serat Pustaka Raja Purwa yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi rujukan bagi para dalang. Pada zaman itu banyak pula dihasilkan sastra sumber lakon wayang kulit sehingga cerita-cerita dalam Wayang Kulit Purwa menjadi semakin beragam. Sedangkan di daerah Yogyakarta, lakon wayang bersumber dari Serat Purwakandha yang ditulis pada zaman permerintahan Hamengkubuwana V di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pujangga agung zaman Mataram Islam, R. Ng. Ranggawarsita, semua to user cerita Mahabharata telah digubahcommit seolah-olah benar-benar pernah terjadi di Jawa
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada masa lampau, misalnya pertapaan Saptaarga adalah Candi Dieng di Wonosobo,
Gilingwesi
adalah
Parahiangan,
Wirata
adalah
Tegal,
Medangkamulan hingga menjadi Astina adalah di Pekalongan, Gunung Mahendra adalah gunung Merbabu, Gunung Mahameru adalah Gunung Semeru, negara Mandura adalah Madura, dan lain-lain. Sedangkan negara Astina menurut kitab Mahaputra serat Mahandyapurwa dibuat oleh Palasara setelah kawin dengan Setyawati alias Durgandini atau Dewi Lara Amis, sedangkan Sentanu dijadikan penasehat Palasara yang bergelar Prabu Dipakeswara. Cerita-cerita menurut versi Adiparwa karya Prabu Dharmawangsa Teguh Hananta Wikrama pada abad XI kemudian digubah lagi oleh R. Ng. Ranggawarsita. R. Ng. Ranggawarsita tidak asal mengubah, tetapi mengolah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan alam pikiran dan filsafat kejawen dan Islam yang sifatnya anthropocentric dan memandang manusia sebagai titik sentral dari segala kejadian (eksistensi). Pada dasarnya, pakem standar cerita Wayang Purwa dari buku panduan pedalangan tersebut di atas memuat empat siklus utama, yaitu cerita dewa-dewa (kadewan) dalam kisah lakon purwa cerita, siklus Arjuna Sasrabahu dalam kisah Lokapala, siklus Ramayana dalam kisah Rama, dan siklus Mahabharata dalam lakon Pandawa hingga Perang Bharatayuda. Dunia pedalangan dikenal istilah lakon baku, lakon baku, lakon sempalan dan lakon carangan. Lakon baku adalah lakon yang ceritanya langsung diambil dari Serat Pustaka Raja Purwa. Lakon sempalan adalah fragmentasi bagian tertentu yang diambil dari adegan lakon baku yang dikembangkan dengan tambahan kreativitas sang dalang, sedangkan lakon carangan benar-benar merupakan hasil olah kreativitas sang dalang dalam menciptakan lakon-lakon baru dan tambahan tokohtokoh beserta kisah-kisah yang berbeda. Menurut jenisnya, lakon wayang dapat digolongkan menjadi beberapa kriteria pergelaran (pakem) yang akan menuntun para penonton lebih memahami cerita wayang yang akan disajikan oleh dalang, sebagai berikut: 1) Lakon raben atau alap-alapan (Perkawinan) yaitu cerita yang mengkisahkan suatu commit kejadianto user yang berhubungan dengan lika-liku
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
hubungan antara satria dan putri-putri raja atau bidadari hingga mengarah dalam kisah perkawinan. 2) Lakon lahir yaitu cerita yang mengkisahkan kejadian yang berhubungan dengan lika-liku kelahiran seorang satria. 3) Lakon kraman yaitu cerita yang mengkisahkan kejadian antar tokoh utama dalam sebuah konflik kekuasaan yang mengarah pada pemberontakan dan perebutan kekuasaan sebuah kerajaan. 4) Lakon wahyu yaitu cerita yang mengkisahkan lika-liku perjalanan tokoh satria yang baik dalam menerima anugrah berupa wahyu dari dewa. 5) Lakon mistik yaitu cerita yang mengkisahkan perjalanan satria dalam mencari hakikat hidup atau ilmu luhur yang mengandung ajaran nilainilai falsafah hidup. 6) Lakon tragedi yaitu cerita yang mengkisahkan peperangan besar keluarga Bharata antara Pandawa dan Kurawa yang berlangsung dalam Bhratayudha di mana satu persatu tokoh-tokoh utama berguguran. 7) Lakon ruwat yaitu cerita yang berhubungan dengan hal-hal menolak bala agar terhindar dari bencana bagi orang-orang maupun masyarakat tertentu 8) Lakon jumenengan yaitu cerita yang mengkisahkan lika-liku perjalanan seorang satria yang hendak dinobatkan menjadi seorang raja. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian kriteria cerita (pakem) adalah sumber lakon sebagai pedoman pelaksanaan teknik wayang yang akan disajikan. Munculnya lakon-lakon baru sampai saat ini beserta perubahan sajian lakon yang ditampilkan dalam pagelaran Wayang Kulita Purwa adalah hal yang wajar sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman sejauh amanat yang terkandung dalam lakon tersebut dapat mengenai sampai sasarannya. Kreativitas tersebut perlu dihargai sejauh tak bertentangan dengan judul lakon maupun isi commit bagi to user pokoknya yang mengandung kewajaran dalang dalam menyusun cerita dan
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyajiannya. Wayang purwa merupakan salah satu jenis wayang yang mampu bertahan hingga saat ini di wilayah kebudayaan Jawa, khususnya di Surakarta, Jogjakarta, dan Jawa Timur (Nugraheni & Endang, 2013).
d. Esensi Nilai dalam Wayang Kulit Purwa Nilai-nilai dalam pertunjukan wayang kulit mengandung kaidah-kaidah bangunan lakon atau struktur cerita, sehingga nilai yang digarap dalam pertunjukan adalah nilai kehidupan manusia, khususnya pandangan hidup orang Jawa. Konsep isi cerita mempunyai rasa atau penghayatan yang mencakup makna cerita, watak, atau karakter masing-masing tokoh cerita. Isi atau keinginan dari kepentingan kehendak atau tujuan cerita tersebut disampaikan dengan cara yang mampu merangsang dan menggugah perhatian penonton. Cara penyajian tersebut memotivasi timbulnya pengalaman estetika (Kresna, 2012). Isi cerita yang disampaikan oleh para dalang sangat penting artinya karena akan memberikan pengalaman jiwa yang mendalam. Pesan-pesan tersebut menyangkut nilai-nilai religius, moral, kemanusiaan, keadilan, kesetiaan, kesetiakawanan sosial dan patriotisme. Para dalang mampu menjawab tuntutan perkembangan zaman beserta kebutuhan masyarakatnya dengan menyajikan karya-karya yang lebih berkembang dan variatif dengan tetap berpegang pada konsep etika dan estetika. Dengan demikian sajian Wayang Kulit Purwa berperan pula dalam membangun bangsa lewat pesan-pesan yang bernilai luhur sehingga mampu meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan.
e. Karakter Tokoh Wayang Kulit Purwa Mahabharata merupakan kisah kilas balik yang dituturkan oleh resi Wesampayana untuk Maharaja Janamejaya yang gagal mengadakan upacara korban ular. Sesuai dengan permohonan Janamejaya, kisah tersebut merupakan kisah raja-raja besar yang berada digaris keturunan Maharaja Yayati, Bharata dan Kuru yang tak lain merupakan kakek moyang Maharaja Janamejaya (Nanda, 2010). commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ramayana berasal dari kata Rama yang berarti menyenangkan, menarik, anggun, cantik, bahagia dan Yana berarti pengembaraan. Cerita inti Ramayana diperkirakan ditulis oleh Walmiki dari India sekitar tahun 400 SM yang kisahnya dimulai antara 500 SM sampai tahun 200, dan dikembangkan oleh berbagai penulis. Kisah Ramayana ini menjadi kitab suci bagi agama Wisnu yang tokohtokohnya
menjadi
teladan
dalam
hidup,
seperti
kebenaran,
keadilan,
kepahlawanan, persahabatan dan percintaan. Tokoh Rama adalah pahlawan dari negeri India daratan, yang kemudian berhasil menghimpun kekuatan rakyat yang dilukiskan sebagai pasukan kera pimpinan Prabu Sugriwa. Sedang tanah yang disebut penguasa Alengka dilukiskan sebagai Dewi Sinta (dalam bahasa sansekerta berarti tanah). Dalam cerita wayang, masing-masing tokoh mewakili satu atau lebih karakter manusia dalam kehidupan sehari-hari. Tingkah laku, pola pikir, perbuatan dan partisipasinya dalam hidup bermasyarakat dapat memberikan kita satu gambaran bahwa karakter manusia dapat diwakili dari salah satu tokoh wayang (Hariwidjoyo, 2011). Tokoh wayang memiliki karakter, maka pertunjukan wayang memiliki tujuan tidak hanya sebagai tontonan namun pula sebagai tuntunan yang sarat dengan tatanan bagi setiap penonton. 1) Tokoh Yudistira Sifat-sifat Yudistira tercermin dalam nama-nama julukannya. Sifatnya yang paling menonjol adalah adil, sabar, jujur, taat terhadap ajaran agama, penuh percaya diri, dan berani berspekulasi. Kesaktian Yudistira dalam hal memainkan senjata tombak. Menurut pewayangan Jawa lebih menekankan pada kesaktian batin, misalnya pernah dikisahkan menjinakan hewan-hewan buas di hutan Wanamarta dengan hanya meraba kepala mereka (Hariwidjoyo, 2011). Yudistira adalah Raja Indraprasta yang memiliki keteladanan dan bisa digunakan sebagai pedoman hidup bagi setiap manusia adalah sebagai berikut: commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Berjiwa Luhur dan Dermawan Jika menilik dari salah satu nama Yudistira yakni Puntadewa, Raja Indraprasta itu memiliki jiwa luhur sebagaimana jiwa yang dimiliki oleh para dewa. Hal itu dapat dibuktikan kalau Yudistira tidak pernah menanam dendam terhadap Kurawa yang selalu berusaha untuk mencelakai dan membunuhnya. Berkat keluhuran
jiwanya,
Yudistira
memerintahkan
Bima
untuk
membebaskan Duryudana yang ditangkap oleh raksasa Citrasena di Hutan Wanaparwa ketika akan mencelakainya. Di dalam pewayangan Jawa, keluhuran jiwa Yudistira sang ksatria berdarah putih itu disebutkan sebagai raja lila donya lan pati. Yudistira selalu rela apabila harta, benda dan bahkan kematiannya diminta oleh orang lain. Takhta atau istrinya akan diberikan dengan cuma-cuma pada orang lain tanpa suatu perundingan atau peperangan. Selain berjiwa luhur, Yudistira yang dikenal dengan nama Darmakusuma itu memiliki jiwa dermawanan sebagaimana Bathara Darma. Yudistira selalu berderma kepada siapapun tanpa mengharapkan imbalan apapun. Derma yang diberikan oleh Yudistira kepada sesama tanpa memandang suku, agama, dan ras itu tidak hanya berupa harta dan benda, namun dengan karya nyata. b) Pandai Bertutur Bahasa Mengacu
pada
nama
Yudistira
yang
lain
yakni
Gunatalikrama, maka bisa dikatakan bahwa Raja Indraprasta itu merupakan seorang yang lihai dalam bertutur kata. Dalam pewayangan Jawa, tutur kata Yudistira dilukiskan memiliki nada lembut dan tidak tergesa-gesa. Tutur kata dengan mencitrakan sifat Yudistira yang penuh sopan santun, rendah hati, dan sabar. Kelihaiannya di dalam bertutur bahasa itulah, Yudistira dihormati
dan
dihargai oleh saudara-saudaranya, para user Indraprasta. Dengan demikian, punggawanya sertacommit seluruhtokawula
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Yudistira telah menerapkan mutiara Jawa yakni ajining dhiri saka ing lathi (harga diri terletak pada tutur kata) selalu menjaga pembicaraannya agar dihargai oleh orang lain. c) Menghormati Orang Lain dan Menghormati Diri Sendiri Yudistira juga memiliki nama lain yaitu Samiaji. Artinya, Yudistira selalu menghormati orang lain agar orang lain dapat menghormati dirinya. Dari sini dapat dipahami, bahwa Yudistira merupakan salah seorang tokoh yang selalu menganggap bahwa semua manusia adalah setara. Tidak ada yang paling tinggi dihadapan Tuhan. Meskipun
berstatus
sebagai
raja,
Yudistira
tetap
menghormati rakyatnya. Sikap itulah yang membuat seluruh rakyat Indraprasta justru tidak berkehendak membelot dari perintah Yudistira atau melakukan kudeta kekuasaanya, melainkan selalu patuh untuk melaksanakan sabdanya. Demikian pula, seluruh rakyat selalu ikhlas untuk membayar upeti (pajak) pada raja yang mana upeti itu akan digunakan sebagai sarana pembangunan bangsa dan negeri Indraprasta. d) Pandai Memerangi Nafsu Pribadi Makna nama Raja Indraprasta itu dianggap sebagai seorang yang sanggup memerangi hawa nafsunya sendiri. Hal ini dibuktikan bahwa Yudistira mampu mengendalikan keempat saudaranya yang merupakan simbol dari nafsu amarah, supiyah, aluamah,
dan
mutmainah.
Yudistira
layak
menjadi
raja
(pancer/pusat) dari keempat saudaranya yang berada diempat titik kiblat, timur, selatan, barat dan utara. e) Pemimpin Cerdas, Pelindung Rakyat dan Taat Beragama Jagad pakeliaran Jawa, Yudistira dikenal bagai Raja Indraprasta yang memiliki tiga pusaka sakti, yakni Tombak Kyai Karawelang, Payung Tunggul Naga dan Jamus Kalimasada. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun makna dari ketiga pusaka yang mengidentikkan watak Yudistira itu dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Tombak Kyai Karawelang Pusaka Tombak Kyai Karawelang melambangkan watak Yudistira sebagai seorang pemimpin negara yang cerdas. Disamping itu Yudistira merupakan pemimpin yang selalu memandang masa depan. Pemimpin yang bercita-cita besar untuk selalu memajukkan bangsa dan negaranya dari berbagai sektor hingga mencapai puncak kejayaannya di masa depan. (2) Payung Tunggul Naga Pusaka Payung Tunggul Naga melambangkan watak Yudistira sebagai seorang pemimpin negara yang berkewajiban untuk melindungi seluruh rakyatnya. Hingga seluruh rakyat akan hidup dalam suasana yang tentram dan damai di bawah kepemimpinan Yudistira. (3) Jamus Kalimasada Pusaka Jamus Kalimasada yang diidentikkan dengan surat bertuliskan kalimat syahadat tersebut melambangkan Yudistira sebagai pemimpin negara yang taat beragama. Pandangan dalam pewayangan Jawa ini sejalan dengan wiracerita Mahabharata. Menurut Mahabharata, Yudistira disebutkan sebagai penasihat agama pada Raja Wirata di Negeri Matsya sewaktu melakukan penyamaran. 2) Tokoh Kresna Kresna berasal dari kerajaan Surasena, namun kemudian mendirikan kerajaan sendiri yang diberi nama Dwaraka. Dikenal sebagai tokoh raja yang bijaksana, sakti dan berwibawa (Nanda, 2010).
Bersumber
pada
Wiracarita
Mahabharata
maupun
Pewayangan Jawa, akan mengetahui perilaku atau karakter positif yang layak diteladani dari Kresna (Achmad, 2014). commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Memiliki Keteguhan Jiwa Wiracarita Mahabharata, Kresna disebut dengan nama Acyuta. Kresna sebagai ksatria yang berjiwa teguh. Tidak mudah tergoda dengan gemerlapnya emas permata. Tidak mudah larut dalam kedukaan dan kerisauan, sekalipun cobaan buruk tengah menimpa dirinya. Dalam Pewayangan Jawa, keteguhan jiwa Kresna dapat dibuktikan sewaktu terjadi pertikaian antara Samba putranya dengan Sitija Boma Narakusara putra angkatnya, dikarenakan Samba menyelingkuhi Hagnyawati (istri Sitija). Keteguhan jiwa Kresna yang membuat Kresna tidak berpihak pada Samba dan Sitija. Demikian pula, Kresna tidak pernah merasa menyesal saat Samba yang salah itu harus tewas ditangan Sitija. Kresnapun harus tega membunuh Sitija yang telah menyalahi perjanjian yakni melukai Arjuna yang berpihak pada Samba. b) Menghancurkan Orang-Orang Jahat Arisudana yang disebutkan dalam Mahabharata merupakan nama lain dari Kresna yang memiliki makna penghancur musuh. Selama nafas masih di kandungb badan, Kresna banyak menghancurkan orang-orang jahat yang menjadi musuhnya, antara lain Putana, Kesi, Agasura dan Naga Kaliya. Dalam Pewayangan Jawa, Kresna telah membunuh dua raksasa sakti namun berhati jahat yang akan mengkudeta kekuasaan Bathara Guru di Kahyangan Jong Giri Saloka. Mereka adalah Prabu Yuda Kala Kresna dan Patih Kuda Kala Kresna dari Kerajaan Dwaraka Kawestri (Dwarawati). c) Jurus Selamat Umat Manusia Wiracarita Mahabharata menyebutkan bahwa Kresna memiliki nama lain yakni Janardana yang memiliki makna sang userini dibuktikan ketika Kresna yang juru selamat umat commit manusia.toHal
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak menyepakati pemerintahan Baladewa di Mathura dikarenakan pro bangsawan dan orang-orang kaya itu kemudian memilih jalan hidupa sebagai perampok. Sekalipun bekerja sebagai perampok, namun Kresna tidak berniat hidup kaya diatas penderitaan orang lain, melainkan ingin menyelamatkan orang-orang miskin yang hidupnya dalam penindasan melalui hasil rampokannya itu. Sebagai ksatria yang memiliki spirit sebagai juru selamat manusia, Kresna sangat mendukung program Yudistira yang ingin melalukan upacara rajasuya. Menyelamatkan seribu saja yang akan dijadikan sesaji bagi Bathara Kala oleh Prabu Jarasanda dari Kerajaan Magandha. d) Rohaniawan Agung Nama
lain
Kresna
adalah
Mahayogi
yang
artinya
rohaniawan agung. Eksistensi Kresna sebagai rohaniawan agung dapat dibuktikan pada Bagawadgita yang memuat ajaran-ajaran Kresna pada Arjuna. Ajaran-ajaran Kresna yang tertuang di dalam Bagawadgita itu berisikan antara lain jalan tindakan, rahasia, jalan penyerahan,
jalan
meditasi,
lingkaran
manifestasi,
jalan
penerangan, misteri yang agung, alam semesta yang suci dan agung, transformasi sang Kresna, jalan bakti, falsafah kehidupan, penguasaan atas ketiga sifat, pohon dunia, yang berhati suci dan yang berhati iblis dan tiga jenis kepercayaan. e) Manusia utama berkepribadian baik Kresna memiliki nama Purusottama yang memiliki makna manusia utama berkepribadian paling baik. Kresna memilih jalan hidup dengan berpihak pada Pandawa (simbol positivisme) dalam Baratayuda. Meskipun diakui bahwa di dalam perang suci tersebut, Kresna tetap memiliki unsur negatif seperti menerapkan strategistrategi kotor demi kemenangan Pandawa. commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f) Memelihara alam semesta Wiracarita Mahabharata maupun Pewayangan Jawa disebutkan bahwa Kresna merupakan inkarnasi Wisnu. Kresna memiliki komitmen untuk selalu menjaga dan memelihara alam semesta yang dalam istilah Jawa disebutkan dengan hamemayu hayuning bawana. Akibat inkarnasi dari Wisnu, Kresna selalu memerangi berbagai praktik kejahatan. Tidak hanya kejahatan yang dilakukan oleh Prabu Jarasanda dari Magadha, Prabu Yuda Kala Kresna dan Patih Kuda Kala Kresna dari Dwaraka Kawestri, namun juga kejahatan Kurawa terhadap Pandawa yang ingin tetap menguasai bumi Indraprasta dan Hastinapura. 3) Tokoh Baladewa Di dalam jagad pakeliran Jawa, Baladewa diwujudkan sebagai tokoh berwajah merah yang bermaknakan memiliki sifat pemarah. Namun beberapa pihak mengatakan bahwa Baladewa tidak memiliki sifat pemarah, melainkan sifat tegas. Sifat tegasnya itu, Baladewa dapat menjadi seorang pemimpin ideal yang akan membawa kemajuan bangsa dan negaranya. Disamping memiliki sifat tegas, Baladewa memiliki sifat jujur. Baladewa selalu melaksanakan apa yang dikatakannya itu tidak pernah menyukai para pembohong. Orang-orang yang tampak halus di depan, namun kasar di belakang. Orang-orang yang selalu mengabarkan gagak sebagai kuntul dan kuntul sebagai gagak. Orangorang yang selalu menyembunyikan kebenaran demi tujuan-tujuan pribadi, keluarga dan kelompoknya. Baladewa dikenal memiliki sifat berani karena benar. Sebab itu, Baladewa selalu memusuhi orang-orang yang tidak berjalan di garis kebenaran. Meskipun mereka adalah anak, istri, dan kerabatnya. Bukti lain yang menunjukkan bahwa Baladewa seorang pemberani commit to user bahwa ia sering menentang karena kebenaran dapat ditunjukkan
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebijakan-kebijakan Prabu Duryudana (Raja Hastinapura) yang didukungnya itu bila tidak sejalan dengan kebenaran (Achmad, 2014). 4) Tokoh Karna Karna merupakan sosok ksatria yang memiliki sifat-sifat kompleks. Sekalipun diklaim sebagai sosok yang berpihak tokohtokoh antagonis, namun Karna memiliki sifat-sifat positif yakni setia pada janji dan dermawan. Sifatnya angkuh, sombong, suka membanggakan diri, namun juga seorang dermawan yang murah hati kepada siapa saja, terutama fakir miskin dan kaum Brahmana (Nanda, 2010). Berikut adalah uraian mengenai keteladanan Karna: a) Setia pada Janji Sifat setia pada janji yang dimiliki Karna telah terbukti dan bukan isapan jempol belaka. Terbukti pada janjinya kepada Karna kepada Doryodana (Raja Hastinapura) untuk berpihak di kubu Kurawa saat Baratayuda tiba, maka Karna tetap menolak permintaan Kresna dan Kunti untuk bergabung dengan pasukan Pandawa. Sekalipun harus berperang dengan saudaranya sendiri merupakan pilihan paling sulit, namun hal itu harus dilakukan demi jiwa seorang ksatria sejati. Demi kesetiaan janjinya pada Duryudana, Karna tidak peduli untuk membunuh lawan dan masih saudara dekatnya sendiri, seperti Sumitra, Prabakusuma, dan Gatotkaca. Karna pun akhirnya rela bila dirinya harus gugur di medan laga sesudah lehernya putus terkena panah yang dilesatkan oleh Arjuna. Karna tersenyum manakala kereta maut menjemputnya menuju surga. b) Dermawan Yudistira dalam persepsi Pewayangan Jawa, Karna dalam persepsi Mahabharata memiliki sifat dermawan, terutama kepada fakir miskin. Ketika Dewi Indra yang menyamar sebagai resi itu hendak meminta anting, baju perang dan pusaka Vasavi Shakti, commit to user Karna memberikannya dengan sukarela. Karna sadar bahwa dengan
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan barang-barang tak ternilai harganya kepada resi samaran Dewa Indra itu merupakan petaka besar bagi dirinya pada saat perang Baratayuda nanti. 5) Tokoh Bisma Bisma dalam tokoh pewayangan digambarkan seorang yang sakti dan berhak atas takhta Astina. Akan tetapi karena keinginan yang luhur dan demi menghindari perpecahan dalam negara Astina ia rela tidak menjadi raja (Hariwidjoyo, 2011). Terdapat dua karakter positif yang menonjol pada diri Bisma, yakni suka berkorban, lebih setia pada sumpah ksatria daripada dengan keluarga yang paling disayangi. a) Suka Berkorban Bisma adalah salah satu sosok yang suka berkorban demi kebahagiaan orang lain atau kebaikan bangsa dan negaranya. Sebagai bukti konkret, Bisma telah mempertaruhkan nyawanya sendiri saat mengikuti sayembara perang dengan hadiah tiga putri, yakni Amba, Ambika, dan Ambalika. Sesudah memenangkan sayembara
itu,
Bisma
menyerahkan
seluruh
hadiah
pada
Citranggada, Wicitrawirya dan Kresna Dwipayana. Namun Dewi Amba yang tidak menyukai Kresna Dwiyapana itu justru mencintai Bisma, namun cintanya bertepuk sebelah tangan. Akibatnya, Amba melakukan bunuh diri (versi Mahabharata) atau dibunuh tidak sengaja oleh Bisma (versi Pewayangan Jawa). Karakter Bisma yang suka berkorban demi kebaikan bangsa dan negaranya yakni ketika ia lebih memilih jalan hidup sebagai pertapa daripada sebagai raja. Hal itu dimaksudkan oleh Bisma agar tidak terjadi perebutan kekuasaan takhta Hastinapura antara dirinya dengan putra Prabu Santanu yang lahir dari Setyawati (Durgandini). Sekalipun keputusan Bisma itu kelak berakhir dengan kepahitan. Bisma mengetahui, bahwa takhta Hastinapura commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi rebutan antara Kurawa dan Pandawa yang berujung pada Perang Baratayuda. b) Setia Pada Sumpah Ksatria Cinta Bisma kepada Pandawa lebih besar daripada cintanya kepada Kurawa yang dikenal berwatak jahat. Namun demi sumpah ksatrianya untuk tetap membela bumi Hastinapura, maka Bisma berada di kubu Kurawa ketika terjadi Perang Baratayuda. Prinsip ksatria Bisma ini dapat disamakan dengan prinsip ksatria Karna (Mahabharata) dan Kumbakarna (Ramayana). 6) Tokoh Bima Bima tidak dapat menyembah dan menggunakan bahasa halus kepada seorang yang pantas dihormati, namun ia memiliki sifat-sifat positif yang melekat di dalam dirinya. Mengingat Bima merupakan siswa dari Bathara Ruci. Guru sejatinya yang menuntun laku kehidupan Bima pada jalan keutamaan (Achmad, 2014). Adapun sifatsifat positif Bima yang layak diteladani oleh setiap manusia sebagai berikut: a) Tahan Menderita Apabila menilik dari nama Bima lainnya yakni Wrekodara yang artinya perut serigala, kita akan mengatakan bahwa ia gemar makan. Sekalipun demikian, Bima yang memiliki nama lain Arya Brata selalu tahan akan penderitaan. Sebagai bukti, sewaktu Bima terlepas dari ancaman Kurawa yang ingin membunuhnya di Balai Sigagala, ia beserta Kunti dan keempat saudaranya hidup menderita di dalam hutan. Pada waktu itu Kunti meminta Bima untuk mencarikan dua bungkus nasi buat Nakula dan Sadewa yang kelaparan. Sesudah mendapatkan kedua bungkus nasi dari istri Resi Hijrapa yang merupakan upah karena berhasil membunuh Prabu Baka, Bima tidak menyantapnya. Tahan menderita lapar, Bima memberikan kedua bungkus nasi itu kepada Nakula dan Sadewa. commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sifat Bima yang tahan akan penderitaan pula teruji ketika ia menjalani hukum buang selama duabelas tahun dan penyamaran setahun di Negeri Wirata akibat dari Yudistira (Pandawa) kalah dalam
permainan
dadu
dengan
Kurawa.
Disamping
itu
perjalananan rohani Bima untuk mendapatkan tirta perwitasari di dasar samudera itu merupakan bukti konkret yang tidak dapat terbantahkan lagi. Mengingat untuk mendapatkan itu, Bima terlebih dahulu harus mampu mengendalikan keempat nafsunya, yakni amarah, aluamah, supiyah, dan mutmainah. Sebelum bersua dengan Dewa Ruci, Bima harus melakukan pertarungan hidup dan mati dengan naga Amburnawa. Dengan demikian bisa dikatakan, bahwa Bima tidak hanya tahan akan penderitaan, namun pula tidak gentar menghadapi kematian. b) Menguasai Hawa Nafsu Nama yang melekat pada Bima sangatlah banyak. Disamping Wrekodara (Werkudara), Bima memiliki nama lain Bratasena, Gandawastratmaja, Dwijasena, Arya Sena, Wijasena, Dandun
Wacana,
Kusumadilaga,
Arya
Jayadilaga, Brata,
Jayalaga,
Bilawa,
Bondan
Kusumayuda, Peksajandu,
Wayunendra, Wayu Ananda, Bayuputra, Bayutanaya, Bayusuta, dan Bayusiwi. Nama Bayuputra, Bayutanaya, Bayusuta, dan Bayusiwi yang melekat pada Bima menunjukkan bahwa ia merupakan putra atau murid dari Bathara Bayu. Dengan demikian, Bima mampu menguasai angin yang merupakan simbol dari hawa nafsu. Penguasaan hawa nafsu, Bima berhasil bertemu dengan guru sejatinya yakni Bathara Ruci. Dengan menguasai hawa nafsu, Bima dapat menyerap ilmu ma’rifat yang kemudian mengarahkan kehidupannya untuk menjadi seorang guru spiritual dengan gelar Begawan Bima Suci. Sewaktu menjadi guru spiritual, Begawan commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bima Suci memiliki banyak siswa antara lain Gatotkaca, Antareja, Antasena, Hanoman, Setyaki, dan Arjuna. c) Memiliki Kesentosaan Jiwa Pewayangan Jawa, Bima yang memiliki tubuh tegap, tinggi dan besar itu melambangkan sosok manusia yang memiliki kesentosaan jiwanya. Bima memiliki keberanian karena benar. Tidak takut menghadapi bahaya atau praktik-praktik kejahatan yang menghadang. Berkat kesentosaan jiwanya, Bima dipercaya oleh Pandawa sebagai tulang punggung. Bila Pandawa diibaratkan sebagai rumah, Bima adalah tiang atau kerangkanya. Oleh karena itu, hancur dan tetap tegaknya Pandawa sangat tergantung pada peran Bima. Panglima perang dalam Baratayuda yang sanggup membinasakan musuh-musuh sakti dari Kurawa, Dursana, Garbapati, Sengkuni dan Duryudana. Disamping memiliki kesentosaan jiwa, Bima memiliki sederetan sifat positif lainnya, antara lain: patuh, jujur dan menganggap bahwa setiap manusia memiliki derajat yang sama. Sehingga Bima divisualkan tidak bisa memberikan sembah karena tidak bisa duduk didepan lawan bicaranya, serta tidak pernah menggunakan bahasa halus (bahasa krama). Bima melakukan kedua hal ini (bicara dengan bahasa krama inggil dan duduk) hanya ketika menjadi seorang resi dalam lakon Bima Suci dan ketika dia bertemu dengan Dewa Ruci (Nanda, 2010). 7) Tokoh Arjuna Arjuna merupakan manusia pilihan yang mendapat wejangan suci yang sangat mulia dari Kresna. Arjuna seorang ksatria yang gemar berkelana, bertapa dan menuntut ilmu (Hariwidjoyo, 2011). Karakter positif Arjuna dapat bersumber dari makna nama atau riwayat kehidupannya baik yang dikisahkan dalam Wiracarita to user Jawa (Achmad, 2014). Adapun Mahabharata maupuncommit Pewayangan
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beberapa karakter positif yang dapat diteladani dari tokoh Arjuna adalah sebagai berikut: a) Bersifat Putih dan Bersih Makna dari nama Arjuna adalah bersinar terang, putih dan bersih. Dengan demikian, Arjuna yang bernama lain Swetawahana (memiliki wahana berwarna putih) tersebut merupakan putra Dewa Indra tersebut memiliki sifat jujur dan selalu menjaga jiwa dari segala praktik kejahatan. Sifat positif inilah yang mendasari Arjuna untuk selalu suka melakukan tata brata guna menjernihkan jiwanya. Didalam jiwa yang jernih terdapat kejujuran dan ketulusan (Nanda, 2010). Disamping bersifat putih dan bersih yang mengidentikkan sifat jujur dan bersih dari segala rupa dosa itu, Arjuna memiliki sifat antara lain: yang tak tercela (Anaga), keturunan Bharata yang terbaik
(Bharatasresta),
keturunan
Bharata
yang
utama
(Bharatasatama), keturunan Bharata yang mulia (Bharatasaba) dan keturunan Wangsa Kuru yang utama (Kurusatama), keturunan Wangsa Kuru yang terbaik (Kurusresta), yang terbaik diantara manusia (Purusaresaba). b) Tidak Pernah Curang Di dalam Wiracarita Mahabharata, Arjuna memiliki nama lain yakni Bibatsu yang memiliki makna tidak pernah curang. Sifat positifnya ini dibuktikan oleh Arjuna ketika menjadi seorang Panglima perang di dalam Baratayuda. Kalau toh Arjuna melakukan kecurangan saat membunuh Bisma dan Karna itu dikarenakan
perintah
Kresna.
Penasihat
Pandawa
dalam
Baratayuda yang seringkali melakukan siasat-siasat buruk di dalam mendapatkan kejayaan. c) Pemberani Sifatnya yang pemberani karena benar atau bernyali commit to userbumi itu, Arjuna dipercaya oleh membasmi kejahatan di muka
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pandawa sebagai panglima perang dalam perang Baratayuda. Sifat pemberani Arjuna itu selaras dengan nama-nama lain yang disandangnya, yakni Kuruprawira (Perwira Wangsa Kuru), Mahabahu (yang Berlengan Perkasa), dan Parantapa (Penakhluk Musuh). d) Gesit dan Cekatan Jahnawi merupakan nama lain dari Arjuna yang memiliki makna gesit, cekatan atau dalam istilah Jawa Trengginas. Bila menilik makna nama itu, maka bisa dikatakan bahwa Arjuna tidak suka berpangku tangan. Namun melalui kegesitan dan kecekatan, Arjuna mampu mengatasi segala persoalan dengan cepat dan tepat. Menurut Pewayangan Jawa, sifat kegesitan dan kecekatan Arjuna itu dapat disaktikan sewaktu menghadapi segerombolan raksasa yang menghadang di tengah hutan untuk melakukan perampokan. Sifat kegesitan dan kecekatan itu, Arjuna dapat mengatasi setiap marabahaya yang menghadangnya di tengah perjalanan. e) Suka Menolong Nama Margana yang berarti bahwa Arjuna memiliki karakter positif yakni suka menolong kepada sesamanya. Terutama dari kalangan orang-orang lemah, fakir atau miskin yang sangat membutuhkan pertolongannya. Orang-orang lemah yang dapat dilukiskan seperti kaum musafir kehausan di tengah padang pasir. Sifat Arjuna dalam Pewayangan Jawa yang suka menolong kepada orang-orang kecil itu ditunjukkan sebagai ksatria yang tidak pernah berpisah dengan empat punakawan, yakni Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Dari sini, Arjuna bisa disimbolkan sebagai sumur atau sendang yang selalu memberikan air kehidupan bagi seluruh umat manusia tanpa memandang suku, agama, dan ras. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Tokoh Sadewa Sadewa merupakan anak termuda diantara para Pandawa, yaitu sebutan untuk kelima putra Pandu, raja Kerajaan Hastinapura. Sadewa dan saudara kembarnya, Nakula lahir dari rahim putri Kerajaan Madra yang bernama Madri. Sadewa dikisahkan sebagai putra yang paling disayangi Kunti (Hariwidjoyo, 2011). Terdapat tiga sifat positif yang menonjol pada diri Sadewa, yakni berbakti kepada orang tua, arif dan bijaksana, dapat mengetahui segala yang bakal terjadi sebelum waktunya dan dekat dengan rakyat kecil. Untuk mengetahui lebih jauh tentang sifat-sifat positif Sadewa, berikut penjelasannya: a) Berbakti kepada Orangtua Sewaktu masih kecil, Sadewa yang telah ditinggak mati oleh Pandu dan Madrim Ibunya itu diasuh oleh Kunti. Sekalipun bukan darah dagingnya, Sadewa dianggap oleh Kunti sebagai putranya sendiri. Sebagaimana Nakula, Sadewa disamakan dengan ketiga putra kandungnya yakni Yudistira, Bima dan Arjuna. Karena itu Sadewa senantiasa berbakti kepada Kunti yang telah merawat sejak kecil (Achmad, 2014). Selain kepada Kunti, Sadewa sangat menghormati kepada Bima dan Arjuna. Dua kakaknya yang pernah mencarikan makan ketika Sadewa kelaparan di tengah hutan sesudah terbebas dari kebakaran Balai Sigalagala. Sadewa juga menghormati Yudistira, Nakula dan seluruh leluhur Pandawa. b) Arif dan Bijaksana Sadewa dikenal
sebagai
sosok
arif dan
bijaksana.
Kelebihannya itu sering membuat saudara-saudaranya meminta nasihat tatkala Kresna tidak berada di samping Yudistira. Bahkan banyak dalang dalam Pewayangan Jawa mengatakan, kearifan dan kebijaksanaan Sadewa itu setingkat dengan Prabu Kresna. commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Mengetahui Kejadian Sebelum Waktunya Kresna
dapat
mengetahui
segala
kejadian
sebelum
waktunya berkat pusakanya yang bernama Kaca Paesan sementara Sadewa dapat mengetahui segala kejadian sebelum waktunya karena ia dijelmai oleh Bambang Sukaca. Melalui kekuatan dari Bambang Sukaca itu, Sadewa dapat mengetahui kesejatian dibalik kepalsuan wujud. Dengan demikian, Sadewa dapat mengetahui orang-orang yang tengah melakukan penyamaran dan bahkan isi hati dari setiap manusia. Andaikan keluarga Pandawa itu selalu mengikuti nasihat Sadewa, maka Negeri Indraprasta akan jauh dari praktik-praktik kejahatan musuh dan bencana alam. Mengingat mereka akan dapat melakukan antisipasi cerdas sebelum peristiwa buruk menimpa atau terjadi di bumi Indraprasta. d) Dekat dengan Rakyat Kecil Sadewa memiliki sifat rendah hati yang karena sifat itulah Sadewa yang pernah melakukan penyamaran setahun di Negeri Matsya (versi Mahabharata) atau Wirata (versi Pewayangan Jawa) sebagai penggembala sapi, senantiasa dekat dengan rakyat kecil di Indraprasta. Di dalam Pewayangan Jawa, kedekatan Sadewa dengan rakyat kecil Indraprasta ditunjukkan melalui keakrabannya dengan empat Punakawan yakni Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Keakraban itu dapat terjalin dnegan baik karena Sadewa tidak pernah membeda-bedakan kelas sosial di dalam melakukan interaksi sosial terhadap setiap manusia. 9) Tokoh Hanoman Hanoman dalam pewayangan Jawa merupakan putera Bathara Guru yang menjadi murid dan anak angkat Bathara Bayu. Sebagai panglima perang dan pendeta pasca era Ramayana, Hanoman commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki sifat-sifat positif yang layak diteladani (Achmad, 2014). Adapun karakter-karakter positif yang dimiliki Hanoman antara lain: a) Berani karena Benar Hanoman merupakan murid dari Bathara Bayu yang telah digembleng lahir dan batinnya. Selain sakti Mandraguna, Hanoman memiliki sikap hidup yakni berani karena benar. Hal itu dibuktikan oleh Hanoman sewaktu ia dinobatkan sebagai panglima perang Ayodia untuk turut memerangi keangkaramurkaan Rahwana. Raja Alengka yang telah menculik Sita (Sinta) dari tangan Rama Wijaya suaminya untuk dijadikan istri . Demi
membela
kebenaran,
Hanoman
sang
ksatria
pemberani itu mampu menakhlukan banyak pasukan Alengka yang sakti Mandraguna. Bahkan, Hanoman telah berhasil membunuh Sarpakenaka (adik Rahwana) dan turut membantu Rama di dalam menakhlukkan Rahwana. Meskipun apa yang dilakukan oleh Hanoman tanpa tendensi apapun itu dianggap salah oleh Rama, sehingga ia harus menerima hukumannya. Menjaga roh Rahwana yang terkubur di Gunung Ungrungan. b) Suka menolong Meskipun Hanoman merupakan makhluk berwujud kera, namun memiliki kepribadian emas. Salah satu kepribadian Hanoman adalah suka menolong tanpa pamrih terhadap sesamanya. Hal ini dapat ditunjukkan ketika Bima dicelakai oleh jin-jin penunggu Hutan Wanamarta. Pada saat itu, Hanoman hendak menolong Bima yang tidak melihat suatu apapun karena buta. Sebagai manusia yang keras dan bersifat congkak, Bima merasa tidak pantas ditolong oleh Hanoman yang berwujud kera. Kepribadian Hanoman yang baik, Hanoman tidak merasa tersinggung saat niat baiknya itu ditolak dan bahkan dilecehkan oleh Bima. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sifat Hanoman yang suka menolong juga ditunjukkan tentang kepeduliannya terhadap keselamatan Kresna (inkarnasi Rama), Arjuna (inkarnasi Laksmana) dan Subadra (inkarnasi Sinta) dari keangkaramurkaan Rahwana. Disamping itu, Hanoman merasa memiliki tanggungjawab atas keselamatan rakyat Dwarawati dan Indraprasta dari gangguan musuh dan perusuh. Hanoman berusia sangat panjang sampai merasa bosan hidup. Narada turun untuk mengabulkan
permohonannya
“ingin
mati”
asalkan
bisa
menyelesaikan tugas terakhir yaitu merukunkan keturunan keenam Arjuna yang sedang terlibat perang saudara (Hariwidjoyo, 2011). c) Haus Ilmu Pengetahuan Hanoman merupakan sosok yang selalu haus dengan ilmu pengetahuan. Hanoman pernah berguru kepada Begawan Bima Suci dengan berharap dapat menyerap ilmu sejati. Namun harapan dari Hanoman itu tidak dipenuhi oleh Begawan Bima Suci. Mengingat ilmu sejati yang diserap Begawan Bima Suci dari gurunya yakni Dewa Ruci hanya akan diwejangkan pada Arjuna. Hanoman pula pernah berguru pada Begawan Kesawawidi (samaran Kresna yang dijelmai oleh Rama) dari Gunung Kutharunggu. 10) Tokoh Semar Sebagai pamomong dan penasihat keturunan Resi Manumanas terutama Pandawa, Semar niscaya memiliki karakter-karakter positif. Sehingga dengan karakter positifnya itu, Pandawa berhasil memetik kejayaan saat menghadapi pasukan Kurawa di dalam perang Baratayuda. Semar memiliki bentuk fisik yang sangat unik, seolaholah merupakan simbol penggambaran jagad raya. Tubuhnya yang bulat merupakan simbol dari bumi (Nanda, 2010). Berikut adalah karakter-karakter positif Semar yang pantas diteladani: commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Berpenampilan Sederhana Semar dikenal sebagai dewa yang berpenampilan manusia lumrah (manusia dari kasta sudra). Hal ini menunjukkan bahwa Semar merupakan sosok yang selalu memiliki sikap rendah hati serta berpenampilan sederhana, sekalipun ia masih keturunan dewa. Kesederhanaannya itu, Semar dianggap oleh Pandawa sebagai gurunya yang selalu mengajarkan agar hidup tidak congkak sekalipun
sebagai
anak-cucu
dari
seorang
raja.
Dengan
kerendahhatiannya itu, Pandawa selalu dekat di hati seluruh rakyat. b) Mengabdi pada Kebenaran Prinsip hidup selalu mengabdi pada kebenaran, Semar yang lebih memilih menjadi penasihat Pandawa daripada Kurawa itu tidak pernah bersedia diboyong ke Hastinapura oleh Raja Duryudana. Semar telah mengenal bahwa Duryudana dan Kurawa merupakan biang keladi kejahatan yang tetap ingin menguasai Indraprasta pasca Pandawa menjalani hukum buang selama duabelas tahun dan penyamaran setahun. Semar yang selalu berpihak pada kebenaran itu bersedia dijadikan penasihat Pandawa yang mendampingi Kresna dalam perang Baratayuda. Berkat Semar, Pandawa dapat memenangkan perang itu, hingga kembali mendapatkan bumi Indraprasta dan bahkan Hastinapura. c) Mencintai Ilmu Kesejatian Semar tidak hanya dikenal sebagai sosok yang selalu berpenampilan sederhana dan mengabdi pada kebenaran, namun pula dikenal sebagai sosok yang mencintai ilmu sejati. Dalam Pewayangan Jawa, Semar selalu mengajarkan pada Pandawa tentang ilmu sejati. Ilmu yang mengupas tentang tiga hal utama, yakni sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan manusia), manunggaling kawula-Gusti (penyatuan antara hamba-Tuhan) dan paripurnaning dumadi (kesempurnaan hidup manusia) (Achmad, commit to user 2014).
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Burhan Nurgiyantoro dalam Jurnal Pendidikan Karakter: Wayang dan Pengembangan Karakter Bangsa, Tahun I, Nomor 1, Oktober 2011 FBS Universitas Negeri Yogyakarta. Wayang telah diakui UNESCO sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity (Karya-karya Agung Lisan dan Tak Benda Warisan Manusia). Wayang diakui sebagai karya agung karena wayang memunyai nilai tinggi bagi peradapan umat manusia. Wayang sarat nilai, baik yang tercermin pada karakter tokoh, cerita, maupun berbagai unsur lain yang mendukung. Semua itu baik dijadikan rujukan pengembangan karakter bangsa. Banyak orang tua yang menamai anaknya dengan nama tokoh wayang yang berkarakter. Setelah diakui sebagai karya agung, wayang harus dilestarikan eksistensinya, dan itu menjadi tugas seluruh bangsa di dunia khususnya bangsa Indonesia yang memiliki budaya wayang tersebut. Kita harus memercayai bahwa eksistensi bangsa Indonesia dewasa ini tidak lepas dari nilai-nilai luhur tradisional yang memiliki sejarah yang amat panjang dalam mengawal pertumbuhan dan kemajuan bangsa ini yang salah satunya adalah budaya wayang. Dalam era global dewasa ini keunggulan lokal amat dibutuhkan karena hal itulah yang membedakaannya dengan etnis dan bangsa lain. Relevansi
penelitian
tersebut
dengan
penelitian
yang
akan
dilaksanakan ini adalah dari penelitian tersebut menguatkan bahwa wayang sebagai pengembangan karakter bangsa. Beda penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada aspek pendidikan. Sasaran peneliti memang pada ranah pendidikan dengan mengambil salah satu sekolah kejuruan yang ada di Surakata. Peneliti melihat bahwa penelitian yang sudah dilakukan
tersebut
sifatnya
masih
terlalu
umum
dan
tidak
ada
pengimplementasian di jenjang pendidikan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Sunarso dan Paryanto (Jurnal Pendidikan commit user 2014) dengan judul Model Karakter, Tahun IV, Nomor 3, to Oktober
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pembelajaran Competence Based Training (CBT) Berbasis Karakter untuk Pembelajaran Praktik Kerja Mesin di Sekolah Menengah Kejuruan Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menjabarkan tahapan dalam pengembangan model pembelajaran Competence Based Training (CBT) berbasis karakter untuk pembelajaran praktik kerja mesin di SMK; (2) menjabarkan tahapan kegiatan dalam model pembelajaran; dan (3) mengetahui kelayakan model pembelajaran. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Research and Development dengan tahapan: (1) studi pendahuluan untuk mengumpulkan informasi tentang kebutuhan pengembangan; (2) penyusunan model konseptual; (3) melakukan validasi model melalui kegiatan FGD; (4) merevisi model konseptual; (5) uji coba model konseptual. Hasil penelitian
menunjukkan:
(1)
tahap
pendahuluan
berupa
perumusan
kompetensi akademik, perumusan karakter kerja pembelajaran praktik, penyusunan model konseptual, proses validasi model konseptual, revisi model konseptual, uji coba model konseptual; (2) tahap model pembelajaran adalah eksplorasi aspek karakter terkait dengan karakter kerja praktik pemesinan, grouping, diskusi penyusunan work preparation sheet, pelaksanaan praktik disertai pendampingan dan pembimbingan, proses self assessment; (3) berdasarkan hasil FGD dan uji coba dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CBT berbasis karakter untuk pembelajaran praktik kerja mesin di SMK layak untuk diterapkan. Relevansi
penelitian
tersebut
dengan
penelitian
yang
akan
dilaksanakan ini adalah dari penelitian tersebut menguatkan bahwa penerapan karakter bisa dilakukan dengan berbagai model pembelajaran serta pada semua jenjang pendidikan. Beda penelitian terletak pada jurusan di jenjang SMK. Peneliti akan meneliti di SMK yang memang berbasis budaya lokal dengan tujuan menanamkan nilai-nilai karakter dengan memanfaatkan budaya lokal. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhamad Murdiono, Sapriya, Abdul Azis Wahab, Bunyamin Maftuh (Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun IV, Nomor 2, commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Juni 2014) yang berjudul Membangun Wawasan Global Warga Negara Muda Berkarakter Pancasila. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana membangun wawasan global warga negara muda berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila sebagai karakter bangsa Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilainilai Pancasila sebagai karakter bangsa Indonesia harus dijadikan sebagai landasan dalam pengembangan wawasan global warga negara muda. Sila kedua Pancasila menjadi pintu utama pengembangan wawasan global warga negara muda. Pancasila sebagai landasan dalam pengembangan wawasan global warga negara, membawa implikasi bahwa warga negara muda di sekolah tidak hanya menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai slogan, melainkan harus diterapkan dan diimplementasikan dalam kehidupan seharihari. Relevansi
penelitian
tersebut
dengan
penelitian
yang
akan
dilaksanakan ini adalah dari penelitian tersebut menguatkan bahwa penanaman nilai-nilai karakter bisa diperoleh dari landasan nasional bangsa Indonesia sebagai sarana untuk membangun wawasan glo bal berdasarkan Pancasila. Beda dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pada pemanfaatan budaya lokal yang ada di Jawa sedangkan pada penelitian yang sudah dilakukan tersebut pada aspek nasional. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Muktadir dan Agustrianto (Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun IV, Nomor 3, Oktober 2014) yang berjudul Pengembangan Model Mata Pelajaran Muatan Lokal Berbasis Kearifan Lokal untuk Meningkatkan Karakter di Sekolah Dasar Provinsi Bengkulu. Penelitian ini bertujuan menghasilkan model bahan ajar mata pelajaran muatan lokal berbasis kearifan lokal di provinsi Bengkulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cerita rakyat Bengkulu masih ada yang belum dibukukan dan tersebar di wilayah provinsi Bengkulu. Dari analisis karakter ditemukan karakter baik lebih dominan, misalnya: religius, pekerja keras, demokratis, toleransi, hormat, peduli, cinta damai, dan bertanggung jawab. Karakter buruk commit to userMata pelajaran muatan lokal yang contohnya: pemalas, licik, kikir, dan kejam.
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diajarkan adalah bahasa Inggris, bahasa Rejang, lagu daerah, keterampilan anyaman, dan pertanian. Pemanfaatan cerita rakyat dalam bahan ajar adalah muatan lokal bahasa Rejang yang dituliskan ke bahasa daerah (ka, ga, nga). Akan tetapi, pemanfaatan tersebut belum sampai pada tahap analisis karakter tokoh cerita. Dengan demikian, cerita rakyat belum dimanfaatkan dalam bahan ajar muatan lokal secara optimal. Relevansi
penelitian
tersebut
dengan
penelitian
yang
akan
dilaksanakan ini adalah dari penelitian tersebut menguatkan bahwa dengan memanfaatkan budaya lokal yang ada di daerah masing-masing akan meningkatkan karakter bangsa. Beda penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini adalah pada budaya lokal masing-masing daerah, tingkat jenjang pendidikan dan juga metode yang digunakan.
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Berpikir
Pembelajaran Sejarah di SMK
Implementasi Nilai-Nilai Karakter Wayang Kulit Purwa
Kendala
Solusi
Kesadaran Nilai-Nilai Karakter Wayang Kulit Purwa
Kondisi atau situasi budaya lokal di sekolah
Kegiatan Ekstrakurikuler
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Implementasi Nilai-Nilai Karakter Wayang Kulit Purwa dalam Pembelajaran Sejarah di SMK Negeri 8 Surakarta Keterangan: Dalam mengimplementasikan nilai-nilai karakter dari Wayang Kulit Purwa bisa melalui pembelajaran sejarah yang disesuaikan dengan materi, misalnya dalam materi akulturasi zaman Hindu ke zaman Islam dimana tokoh walisongo menggunakan media wayang dalam penyampaian dakwahnya. Dalam budaya sekolah bisa dilihat dari jurusan yang ada di sekolah tersebut yaitu berbasis budaya yang salah satunya adalah jurusan seni pedalangan. Selain itu bisa dilakukan dengan kegiatan ekstrakurikuler misalnya dengan adanya pertunjukan atau pentas seni yang mengangkat wayang sebagai pertunjukkan utama. Pengimplementasian karakter wayang memang tidak mudah, banyak kendala/hambatan yang dihadapi oleh guru karena realita sekarang masih sedikit generasi muda yang belajar budaya terutama dalam hal pewayangan sehingga peran guru dalam memberikan berbagai solusi sangat diperlukan agar kesadaran commit to user terhadap budaya lokal bisa tersampaikan.