BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Anak Tunarungu a. Pengertian Anak Tunarungu Kelainan pendengaran atau tunarungu dalam percakapan sehari-hari di masyarakat awam sering diasumsikan sebagai orang yang tidak mendengar sama sekali. Namun demikian, perlu dipahami bahwa kelainan pendengaran bila dilihat dari derajat ketajaman mendengar dapat dikelompokkan dalam beberapa tingkatan. Asumsinya makin berat kelainan pendengaran berarti semakin besar intensitas kekurangan ketajaman pendengraannya. Definisi tunarungu jika dilihat secara harafiah berasal dari dua kata tuna yang berarti kurang dan rungu yang berarti dengar. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Bila dilihat secara fisik, tidak ada beda antara anak tunarungu dengan anak normal tetapi saat dia berkomunikasi baru diketahui bahwa mereka tunarungu. Effendi (2006: 57) mengatakan bahwa: “Jika dalam proses mendengar tersebut terdapat satu atau lebih organ bagian luar, organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam mengalami gangguan atau kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan, atau sebab lain ang tidak diketahui sehingga orang tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, keadaan tersebut dikenal dengan berkelainan pendengaran atau tunarungu.“ Hal di atas diperkuat dengan adanya pendapat Moores (Wardani, 2007: 5.4) yang mengemukakan bahwa: “A deaf peson is one whose hearing is disabled to an extent (ussualy 70 dB or greater) that precludes the understanding of speech through the ear alone without or with the use of hearing aid. A hard of hearing person is one whose hearing is disabled to an extent (ussualy 35 to 69 dB ISO) that makes difficult, but does not precludes the understanding of speech through thr ear alone without or with the use of a hearing aid.”
8
9
Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa seseorang dikatakan tuli jika kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 70 ISO dB atau lebih, sehingga
tidak
dapat
mengerti
pembicaraan
orang
lain
melalui
pendengarannya, tanpa atau menggunakan alat bantu dengar. Seseorang kurang dengar memiliki tingkat 35 dB - 69 dB ISO, sehingga mengalami kesulitan untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengarannya, tanpa atau dengan alat bantu mendengar (ABM). Selain itu Somantri (2006: 93) menyatakan bahwa, “anak tunarungu adalah suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya”. Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak dalam kehidupannya.
b. Karakteristik Anak Tunarungu Anak tunarungu bila dilihat secara kasat mata tidak nampak jelas ketunaannya, jika ia dibandingkan dengan jenis ketunaan yang lainnya karena mereka hanya seperti anak normal biasa. Orang akan mengetahui jika anak itu menyandang ketunarunguan pada saat berinteraksi dengannya. Untuk mengidentifikasi anak tunarungu, diperlukan kemampuan untuk mengetahui karateristik yang dimilikinya. Karakteristik anak tunarungu menurut Haenudin (2013: 66) adalah: 1) Karakteristik dari segi intelegensi Secara potensial anak tunarungu tidak berbeda dengan intelegensi anak normal pada umumnya. perkembangan intelegensi pada anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan anak yang mendengar, karena anak yang mendengar belajar banyak dari apa yang mereka dengar. 2) Karakteristik dari segi Bahasa dan Bicara Anak tunarungu mengalami hambatan, hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan bicara merupakan hasil proses
10
peniruan sehingga para tunarungu dalam segi bahasa memiliki ciri yang khas, yaitu sangat terbatas dalam pemilihan kosa kata, sulit mengartikan arti kiasan dan kata-kata yang bersifat abstrak. 3) Karakteristik dalam segi Emosi dan Sosial Sedangkan dari segi emosi dan sosial keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi pada anak tunarungu mengakibatkan perasaan terasing dari lingkungannya. Somantri (2006: 95) juga berpendapat tentang karakteristik anak tunarungu adalah 1) Karakteristik dalam segi perkembangan kognitif Pada umumnya intelegensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak normal, tetapi secara fungsional perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan kiranya daya abstraksi anak. Akibata ketunarunguannya menghambat proses pengetahuan yang lebih luas. 2) Karakteristik dalam segi perkembangan emosi Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negative atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. 3) Karakteristik dalam segi perkembangan sosial Pada umumnya lingkungan melihat mereka sebagai individu yang memiliki kekurangan dan menilainya sebagai seseorang yang kurang berkarya. Dengan penilaian lingkungan yang demikian, anak tunarungu merasa benar-benar kurang berharga. 4) Karakteristik dalam segi perkembangan bicara dan bahasa Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatas ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam memperoleh bahasa/ kurang kosakata dan mengalami permasalahan dalam berbicaranya. Oleh karena itu, seorang anak tunarungu untuk mendapatkan bahasa/ kosakata harus melalui proses belajar malafalkan kata/kalimat dengan artikulasi yang benar dan jelas, belajar melafalkan kata tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang dan secara benar.
11
c. Penyebab Anak Tunarungu Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan bisa terjadi pada saat sebelum lahir (prenatal), saat dilahirkan/kelahiran (natal), dan sesudah dilahirkan (post natal). Banyak juga para ahli yang mengungkapkan tentang penyebab ketunarunguan dengan sudut yang berbeda-beda. Berikut adalah faktor-faktor penyebab ketunarunguan menurut Haenudin (2013: 63): 1) Faktor dari dalam diri anak a) Faktor keturunan dari salah satu atau kedua orang tua anak tersebut yang mengalami ketunarunguan. b) Ibu yang sedang mengandung menderita penyakit Campak Jerman (Rubella) pada masa kandungan pada tiga bulan pertama. c) Ibu yang sedang hamil mengalami keracunan darah (toxaminia). 2) Faktor dari luar diri anak a) Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan. b) Meninghitis atau Radang Selaput Otak. c) Otitis Media atau Radang Telinga Bagian Bawah. d) Penyakit lain atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian tengah dan dalam. Menurut Wardani (2007: 5.9) penyebab terjadinya tunarungu ada 2 yaitu: 1) Penyebab terjadinya tunarungu tipe konduktif a) Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga bagian luar yang dapat disebabkan, antara lain oleh hal-hal berikut. (1) Tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (traesia meatus akustikus externus) yang dibawa sejak lahir (pembawaan). (2) Terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis externa). b) Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut. (1) Ruda Paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga, seperti jatuh tabrakan, tertusuk, dan sebagainya. (2) Terjadinya peradangan/inspeksi pada telinga tengah (otitis media). (3) Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang stapes.
12
(4) Tyampanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran. (5) Anomaly congenital dari tulang pendengaran atau tidak terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir. (6) Disfungsi tuba eustaschius (saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx. 2) Penyebab terjadinya tunarungu tipe sensorineural a) Ketunarunguan yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan), maksudnya bahwa ketunarunguan tersebut disebabkan oleh gen ketunarunguan yang menurun dari orang tua kepada anaknya. b) Penyebab ketunarunguan faktor non genetik. (1). Rubella Campak Jerman, yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus yang sering berbahaya dan sulit didiagnosis secara klinis. (2). Ketidak sesuaian antara darah ibu dan anak. Apabila seorang ibu yang mempunyai darah dengan Rhmengandung janin dengan Rh+ maka system pembuangan antibody pada ibu sampai pada sirkulasi janin dan merusak sel-sel darah Rh+ pada janin yang mengakibatkan bayi mengalami kelainan (yang salah satnya adalah tunarungu). (3). Meningitis, yaitu radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri yang menyerang labyrinth (telinga dalam) melalui system sel-sel udara pada telinga tengah. Menengitis menjadi penyebab yang tetap untuk ketunarunguan yang bersifat acquired (ketunarunguan yang didapat setelah lahir). (4). Trauma akustik, yang disebabkan oleh adanya suara bising dalam waktu yang lama (misalnya suara mesin di pabrik). Dari pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang penyebab ketunarunguan dapat disimpulkan bahwa ketunarunguan bisa terjadi karena faktor genetik yaitu keturunan gen ketunarunguan dari orang tua dan non genetik yang disebabkan oleh penyakit seperti rubella.
d. Klasifikasi Anak Tunarungu Ketunarunguan memiliki derajat gangguan
pendengaran
yang
berbeda-beda, sehingga tunarungu diklasifikasikan ke dalam beberapa macam kelompok.
13
Menurut Wardani (2007: 5.6) ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes dengan menggunakan audiometer, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Tunarungu Ringan (Mild Hearing Loss) Siswa yang tergolong tunarungu ringan mengalami kehilangan pendengaran antara 27-40 dB. Ia sulit mendengar suara yang jauh sehingga membutuhkan tempat duduk yang letaknya strategis. b) Tunarungu Sedang (Moderate Hearing Loss) Siswa yang tergolong tunarungu sedang mengalami kehilangan pendengaran antara 41-55 dB. Ia dapat mengerti percakapan dari jarak 3-5 feet secara berhadapan (face to face), tetapi tidak dapat mengikuti diskusi kelas. Ia membutuhkan alat bantu dengar serta terapi bicara. c) Tunarungu Agak Berat (Moderately Servere Hearing Loss) Siswa yang tegolong tunarungu agak berat mengalami kehilangan pendengaran antara 56-70 dB. Ia hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat sehingga ia perlu menggunakan hearing aid. d) Tunarungu Berat (Serve Hearing Loss) Siswa yang tergolong tunarungu berat mengalami kehilangan pendengaran antara 71-90 dB sehingga ia hanya akan dapat mendengar suara-suara yang keras dari jarak dekat. Siswa tersebut membutuhkan pendidikan khusus secara intensif, alat bantu dengar, serta latihan untuk mengembangkan kemampuan bicara dan bahasanya. e) Tunarungu Berat Sekali (Profound Hearing Loss) Siswa yang tergolong tunarungu berat sekali mengalami kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB. Mungkin ia masih mendengar suara yang keras, tetapi ia lebih menyadari suara melalui getarannya daripada melalui pola suara. 2) Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness) , yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa berkembang. b) Ketunarunguan pasca bahasa (post lingual defness) , yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah kemampuan bicara dan bahasa berkembang. 3) Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Tunarungu tipe konduktif, b) Tunarungu tipe sensorineural
14
c) Tunarungu tipe campuran yang merupakan gabungan tipe konduktif dan sensorineural. 4) Berdasarkan etiologi atau asal usulnya ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut: a) Tunarungu endogen. Yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan). b) Tunarungu eksogen. Yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor nongenetik (bukan keturunan). Sementara
itu,
menurut
Somantri
(2006:
94)
tunarungu
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 1) Klasifikasi secara etiologis Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor, yaitu: a) Pada saat sebelum dilahirkan (1) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau mempunyai gen sel pembawa abnormal, misalnya domin, genes, recesive gen, dan lain-lain. (2) Karena penyakit; sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan tri semsester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga. Penyakit itu ialah rubella, morbili, dan lain-lain. (3) Karena kecanduan obat-obatan; pada suatu kehamilan, ibu meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu alcohol, atau ibu tidak menghendaki kahadiran anaknya sehingga ia meminum obat penggugur kandungan, hal ini akan dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan. b) Pada saat kelahiran (1) Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan penyedot (tang). (2) Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya. c) Pada saat setelah kelahiran (post natal) (1) Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lain-lain. (2) Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak. (3) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh. 2) Klasifikasi menurut tarafnya, Andreas Dwidjosumarto dalam Somantri (2006: 94) mengemukakan:
15
a) Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB. Penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus. b) Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB. Penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan seharihari memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus. c) Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB. d) Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas. Selain itu, menurut Efendi (2006: 59) tunarungu diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: 1) Ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara rinci anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut: (a) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight losses) (b) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild losses) (c) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB (moderate losses) (d) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (servere losses) (e) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB ke atas (profounaly losses) 2) Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, klasifikasi anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut: (a) Tunarungu Konduktif Ketunarunguan konduktif terjadi karena beberapa organ penghantar suara di telinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput gendang, serta ketiga tulang pendengaran mengalami gangguan. (b) Tunarungu Perseptif Ketunarunguan tipe perseptif ini disebabkan terganggunya organorgan pendengaran yang terdapat di belahan telinga dalam.
16
(c) Tunarungu Campuran Ketunarunguan campuran ini sebenarnya untuk menjelaskan bahwa pada telinga yang sama rangkaian organ-organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara mengalami gangguan, sehingga yang tampak pada telinga tersebut telah terjadi campuran antara ketunarunguan konduktif dan ketunarunguan perseptif. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu dapat diklasifikasikan dapat dibedakan berdasarkan saat terjadinya, letak gangguang pendengaran, etiologi dan berdasarkan tarafnya mild loses (kehilangan pendengaran 30-40 dB), anak tunarungu moderate loses (kehilangan pendengaran 40-60 dB), anak tunarungu severe loses (kehilangan pendengaran 60-75 dB) dan anak tunarungu profoundly loses (kehilangan pendengaran 75db keatas). Setiap tingkatan kaehilangan pendengaran memiliki kemampuan mendengar suara yang berbeda-beda, sehingga mempengaruhi kamampuan berkomunikasi anak tunarungu. Terutama pada kemampuan artikulasi dan berbicara yang jelas dan benar. Semakin tinggi kehilangan derajat pendengarannya, maka akan semakin lemah kemampuan mendengarnya.
2. Tinjauan Minat Berwirausaha a. Pengertian Minat Minat adalah tanggapan berupa sikap yang diikuti adanya kesadaran untuk memberikan perhatian, perasaan tertarik dan perasaan senang termasuk didalamnya usaha-usaha untuk berkecimpung dalam suatu bidang. Pengertian tentang minat seperti di atas akan dipertegas oleh kajian kajian para ahli yang diuraikan pada bagian berikut, menurut Slameto (1995: 180), “minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.” Sementara itu, Hurlock (1990: 114) menyatakan “minat merupakan sumber motivasi untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih.”
17
Hal yang sama dinyatakan oleh Djaali (2012: 121) bahwa “minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh”. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa minat pada dasarnya merupakan dorongan yang ada pada diri seseorang dalam melakukan aktivitas dengan bebas.
b. Macam-macam Minat Ragam minat sangat banyak dilihat dari segi jumlahnya. Berdasarkan penelitian, minat-minat yang sangat beragam jumlahnya itu dapat juga diidentifikasi berdasarkan banyaknya jumlah orang yang mengalaminya dan kedudukan (pentingnya) minat-minat yang bersangkutan bagi banyak orang. Menurut Slameto (1995: 180) minat dapat dibedakan menjadi dua yaitu (1) Minat yang diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa individu lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya; (2) Minat yang dimanifestasikan melalui pertisipasi dalam aktifitas. Sedangkan menurut Mappiare (1983: 66) macam minat dilihat dari jumlahnya ada empat yaitu (1) minat terhadap penampakan/ penampilan; (2) minat terhadap pemilikan benda-benda; (3) minat terhadap uang; dan (4) minat terhadap agama. Berdasarkan pendapat di atas, maka minat dapat diketahui minat itu ada berbagai macam yaitu minat terhadap panampilan, minat terhadap pemilikan benda, minat terhadap uang, minat terhadap agama, minat terhadap pendidikan, atau jabatan dapat diekspresikan dan dimanifestasikan.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Minat berwirausaha tidak dibawa sejak lahir, melainkan tumbuh dan berkembang dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Alma (2010: 12) menjelaskan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha adalah lingkungan pendidikan, kepribadian dan lingkungan keluarga”. Penjelasannya sebagai berikut ini:
18
1) Lingkungan Pendidikan Lingkungan pendidikan memegang peran besar untuk membentuk minat peserta didik terhadap suatu objek. Tidak terkecuali minat berwirausaha, minat
berwirausaha
tersebut
bisa
didapatkan
dari
kegiatan
ekstrakulikuler, informasi dari guru, dan sosialisasi. 2) Kepribadian Karakteristik setiap individu sangat berpengaruh pada setiap keberhasilan usaha. Seorang wiraswasta harus mempunyai jiwa kepemimpinan, siap mental untuk mengahadapi segala resiko dan tantangan dalam hidupnya. Kepribadian yang matang untuk dapat mengahadapi masalah dengan pikiran terbuka adalah sikap yang baik sebaga seorang wirausaha. 3) Lingkungan keluarga Suatu keluarga akan menciptakan kondisi baik tidaknya suatu hubungan yang individu lakukan. Keluarga yang menukung akan memberikan proses kelancaran usahanya. Kondisi sosial ekonomi sebuah keluarga juga menentukan seseorang berkemauan untuk membuka suatu usaha baru untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kondisi sosial ekonomi mempengaruhi seseorang bekerja tergantung dari situasi ketika seseorang berkeinginan keras membuka usaha maa faktor ekonomi tidak menjadi permasalahan yang besar. Menurut Suprapto dalam Kusuma (2015: 9) ada empat faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha, yaitu: 1) Kemauan Kemauan adalah suatu kegiatan yang menyebabkan seseorang mampu melakukan tindakan untuk mencapai sebuah tujuan. Adanya kemauan seseorang untuk mencoba berwirausaha merupakan suatu hal yang baik. 2) Ketertarikan Ketertarikan adalah perasaan senang, terpikat, menaruh minat kepada sesuatu. Saat ada ketertarikan dari diri seseorang maka ada daya juang atau usaha untuk meraihnya. Dalam hal ini adalah ketertarikan untuk menjadi wirausaha.
19
3) Lingkungan Keluarga Berkaitan dengan lingkungan keuarga, maka peran keluarga sangat penting dalam menumbuhkan minat pada diri anak. Orang tua merupakan pendidik pertama dalam bimbingan kasih sayang yang utama. Maka orang tualah yang banyak memberikan pengaruh dan warna kepribadian terhadap seseorang. Mengingat pentingnya sebuah pendidikan di lingkungan keluarga, maka pengaruh di lingkungan keluarga terhadap anak dapat mempengaruhi apa yang diminati anak. 4) Lingkungan Sekolah Pendidikan di sekolah menjadi tanggung jawab guru. Jadi pada dasarnya yang berpengaruh terhadap perkembangan siswa yaitu proses pendidikan di sekolah sebagai bekal untuk diterapkan dalam kehidupan di lingkungan masyarakat. Seorang guru dalam proses pendidikan juga dapat memberikan motivasi dan dorongan kepada siswa dalam menumbuhkan minatnya. Sebagai seorang pendidik dalam lembaga pendidikan formal, maka guru berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, apalagi yang dibutuhkan orang pada dasarnya adalah kea rah pengembangan kualitas sumber daya manusia yang berguna. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap minat seseorang untuk berwirausaha. Selain dari diri sendiri, faktor dari luar juga mempengaruhi dan memiliki dampak yang cukup signifikan dalam membentuk minat berwirausaha seseorang.
d. Pengertian Berwirausaha Istilah wirausaha yang biasanya kita kenal secara umum adalah membuka usaha dengan mandiri dalam suatu bidang tertentu. Istilah kewirausaan itu sendiri mulai dipopulerkan pada tahun 1990-an yang sebelumnya
lebih
popular
dengan
istilah
kewiraswastaan
dan
entrepreneurship. Istilah kewirausahaan dianggap lebih cocok untuk dipadankan dengan entrepreneurship dari pada istilah kewiraswastaan yang
20
lebih condong diartikan dengan kepengusahaan bisnis, serta dalam aktivitas yang bukan di pemerintahan. Menurut Fahmi (2013:1) Wirausaha adalah, “suatu ilmu yang mengkaji tentang pengembangan dan pembangunan semangat kreativitas serta berani menanggung resiko terhadap pekerjaan yang dilakukan demi mewujudkan hasil karya tersebut. Keberanian mengambil resiko sudah menjadi milik seseorang wirausahawan karena ia dituntut untuk berani dan siap jika usaha yang dilakukan tersebut belum memiliki nilai perhatian di pasar, dan ini harus dilihat sebagai bentuk proses menuju wirausahawan sejati”. Sementara itu, Kasmir (2011: 19) menyatakan, “wirausaha adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan”. Menurut Hendro (2011: 29), “wirausaha adalah pelaku utama dalan pembangunan ekonomi dan fungsinya melakukan inovasi atau kombinasi yang baru untuk sebuah inovasi”. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa seorang wirausaha adalah kemampuan seseorang dalam menciptakan lapangan usaha yang memerlukan adanya kreativitas dan inovasi untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat.
e. Ciri-ciri Wirausaha Ciri-ciri umum seorang wirausahawan dapat kita lihat dari beberapa aspek kepribadian seperti jiwa, sikap dan perilaku seseorang. Menurut Meredith (Suryana, 2013: 22) mengemukakan ciri-ciri dan watak kewirausahaan seperti dibawah ini: Tabel 2.1 Ciri-ciri dan Watak Kewirausahaan Ciri-Ciri Percaya diri dan optimis Berorientasi tugas dan hasil Pengambilan resiko Kepemimpinan Keorisinilan Orientasi ke depan
Watak keyakinan, ketidakbergantungan, individualitas, dan optimis. Kebutuhan akan prestasi, berorientasi laba, tekad kerja keras, inisiatif, dan mempunyai dorongan kuat. Suka pada tantangan, kemampuan mengambil resiko. Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain, menanggapi saran dan kritik. Inovatif dan kreatif, punya banyak sumber, fleksibel, mengetahui banyak hal. Pandangan ke depan, perspektif
21
Menurut Suryana (2013: 22) terdapat 6 komponen yang menjadi ciriciri wirausaha, yaitu; percaya diri, berorientasi pada hasil, berani mengambil resiko, kepemimpinan, keorisinalitasan dan berorientasi pada masa depan. Ciri-ciri di atas dapat dilihat dari beberapa indicator berikut ini: 1) Percaya diri Kepercayaan diri adalah sikap dalam keyakinan seseorang dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugasnya. Kepercayaan diri akan berpengaruh pada gagasan, karsa, inisiatif, kreativitas, keberanian, ketekunan, semangat kerja keras, dan kegairahan berkarya. 2) Berorientasi tugas dan hasil Seseorang yang selalu mengutamakan tugas dan hasil, adalah orang yang selalu mengutamakan nilai-nilai motif berprestasi, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, enerjik, dan berinisiatif. 3) Keberanian mengambil resiko Kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko merupakan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Keberanian mengambil resiko ditentukan
olehkeyakinan
diri,
kesediaan
untuk
menggunakan
kemampuan, kemampuan untuk menilai resiko. 4) Kepemimpinan Seorang wirausaha yang berhasil selalu memiliki sifat kepemimpinan, kepeloporan dan keteladanan. Dengan kemampuan kreativitas dan inovasi, seorang wirausaha selalu menampilkan barang dan jasa yang dihasilkan dengan lebih cepat, lebih dulu dan segera berada di pasar. 5) Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan adalah perspektif, selalu mencari peluang, tidak cepat puas dengan keberhasilan dan berpandangan jauh ke depan. 6) Keorisinilan Keorisinilan yang dimaksud disini ialah tidak hanya mengekor pada orang lain, tetapi memiliki pendapat sendiri, ada ide orisinil, ada kemampuan untuk melaksanakan sesuatu. Orisinil tidak berarti baru sama
22
sekali, tetapi produk tersebut mencerminkan hasil kombinasi baru dari komponen-komponen yang sudah ada, sehinngga menghasilkan sesuatu yang baru. Selain itu, Zimmerer (2008: 7) mengatakan tentang ciri-ciri wirausaha sebagai berikut: 1) Hasrat akan tanggung jawab Para wirausahawan merasakan tanggung jawab pribadi yang amat dalam terhadap hasil atas usaha yang telah mereka mulai. Mereka lebih memilih dapat mengendalikan sumber-sumber daya mereka untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah mereka tetapkan sendiri. 2) Lebih menyukai resiko menengah Para wirausahawan bukanlah orang-orang yang mengambil resiko secara membabi buta, melainkan orang yang mengambil resiko yang diperhitungkan. Maksutnya para wirausahawan melihat situasi dari sudut pandang yang berbeda dan yakin bahwa tujuan mereka realistis dan dapat diraih. Mereka biasanya melihat peluang di bidang-bidang yang sesuai dengan pengetahuan, latar belakang, dan pengalamannya, yang akan meningkatkan peluang suksesnya. 3) Meyakini kemampuannya untuk sukses Para wirausahawan pada umumnya sangat yakin terhadap kemmpuan mereka untuk sukses. Mereka cenderung optimis terhadap peluang kesuksesan. 4) Hasrat untuk mendapatkan umpan balik yang sifatnya segar Wirausahawan menikmati tantangan dalam menjalankan perusahaan dan mereka ingin mengetahui sebaik apa mereka bekerja terus menerus mencari umpan balik. 5) Tingkat energi yang tinggi Wirausahawan lebih energik disbanding orang kebanyakan. Energi ini merupakan faktor penentu mengingat diperlukan untuk mendirikan perusahaan. 6) Orientasi masa depan
luarbiasanya upaya
yang
23
Wirausahawan memiliki indera yang kuat dalam mencari peluang. Mereka melihat ke depan dan tidak begitu mempersoalkan apa yang telah dikerjakan kemarin, melainkan lebih mempersoalkan apa yang kan dikerjakan besok. 7) Keterampilan mengorganisasi Membangun perusahaan “dari nol” ibarat menyusun puzzle raksasa. Wirausahawan mengetahui cara mengumpukan orang-orang yang tepat untuk menyelesaikan tugas. Penggabungan orang dan pekerjaan secara efektif memungkinkan wirausahawan untuk mengubah pandangan ke depan menjadi kenyataan. 8) Menilai prestasi lebih tinggi daripada uang Salah satu kesalahan konsep yang paling umum mengenai wiraushawan adalah anggapan bahwa mereka sepenuhnya terdorong oleh keinginan menghasilkan uang. sebaliknya, pestasi tampak sebagai motivasi utama para wirausahawan; uang hanyalah cara sederhana untuk “menghitung skor” pencapai tujuan-simbol prestasi. Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang wirausahawan selalu berkomitmen dalam mengerjakan tugasnya hingga ia mendapatkan hasil seperti yang diharapkannya. Ia tidak ragu-ragu dalam melakukan pekerjaannya karena itula ia selalu tekun, ulet dan pantang menyerah. Wirausahawan selau berani mengambil resiko, keberanian menghadapi sebuah resiko yang didukung oleh komitmen yang kuat mendorong seorang wirausahawan untuk terus berjuang mencari peluang untuk mencapai sebuah hasil.
f. Manfaat Berwirausaha Pada saat kita memutuskan untuk berwirausaha pasti akan mendapatkan banyak manfaat dari kegiatan berwirausaha yang kita lakukan, menurut Zimmerer (2008: 11-14) wirausahawan harus memperimbangkan manfaat menjadi pemilik bisnis, diantaranya: (1) peluang mengendalikan nasib anda sendiri, didalam membangun sebuah usaha, wirausahawan bebas
24
untuk mencapai sasaran atau target yang diinginkan, dan dapat mewujudkan keinginan dalam kehidupan masing-masing serta memperoleh kepuasan tersendiri. (2) kesempatan melakukan perubahan, menjadi seorang wirausahawan yang sukses, pasti jeli dalam membaca permasalahan di sekitarnya, karena dengan adanya permasalahan yang ada di sekitarnya itu, wirausahawan yang baik akan mampu membaca permasalahan tersebut dan membuat inovasi untuk mengatasi permasalahan tersebut agar terdapat perubahan, semakin banyak wirausahawan yang memulai bisnis karena mereka melihat kesempatan untuk membuat perubahan, maka akan mengurangi masalah-masalah untuk kehidupan yang lebih baik. (3) peluang untuk menggunakan potensi seutuhnya, seorang wirausahawan, memiliki berbagai bisnis dengan tujuan untuk mengaktualisasikan diri, karena bisnis yang dijalankan telah sesuai dengan potensi, minat dan bakat, sehingga wirausahawan tidak akan merasa bosan, tidak merasakan tantangan, dan tidak menarik. (4) peluang untuk meraih keuntungan yang menajubkan, meskipun uang bukanlah daya dorong utama bagi seorang wirausahawan, tetapi keuntungan-keuntungan dari bisnis yang mereka jalankan, sangat penting sebagai faktor motivasi dan pendirian bisnis-bisnis selanjutnya. (5) peluang untuk berperan dalam masyarakat dan mendapat pengakuan atas usaha anda, pebisnis kecil biasanya warga masyarakat yang sering dihormati dan paling dipercaya. (6) peluang untuk melakukan sesuatu yang anda sukai, sebagian besar wirausahawan memutuskan untuk terjun ke dunia bisnis yang dijalankan, berdasarkan apa yang mereka sukai, para wirausahawan mengubah kegemaran mereka menjadi sebuah pekerjaan mereka dan mereka sangat senang melakukan pekerjaan tersebut. Selain itu menurut Alma (2010: 1), manfaat wirausaha antara lain: 1) Menambah
daya
tampung
kerja,
sehingga
dapat
mengurangi
pengangguran 2) Sebagai generator pembangunan lingkungan, bidang produksi, distribusi, pemeliharaan lingkungan, kesejahteraan, dan sebagainya.
25
3) Menjadi contoh bagi anggota masyarakat lain, sebagai pribadi unggul yang patut dicontoh, diteladani, karena seorang wirausaha itu adalah orang terpuji, jujur, berani, hidup tidak merugikan orang lain. 4) Selalu menghormati hokum dan peraturan yang berlaku, berusaha selalu menjaga dan membangun lingkungan. 5) Berusaha memberi bantuan kepada orang lain dan pembangunan sosial, sesuai kemampuannya. 6) Berusaha mendidik karyawannyan menjadi orang mandiri, disiplin, jujur, tekun dalam menghadapi pekerjaan. 7) Memberi contoh bagaimana kita harus bekerja keras, tetapi tidak melupakan perintah-perintah agama, dekat kepada Allah Swt. 8) Hidup secara efisien, tidak berfoya-foya dan tidak boros. 9) Memelihara keserasian lingkungan, baik dalam pergaulan maupun kebersihan lingkungan. Wirausaha menemukan dan menciptakan Fungsi wirausaha menurut Suryana (2013: 60) ada dua yaitu sebagai penemu dan sebagai perencana. Sebagai penemu, wirausaha menemukan dan menciptakan produk baru. Sedangkan sebagai perencana, wirausaha berperan merancang usaha baru, merencanakan strategi perusahaan beru, merencanakan ide-ide dan peluang dalam perusahaan, serta menciptakan organisasi perusahaan baru. Dari beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bila seseorang menyenangi kegiatan bisnis, maka mereka akan terjun kebidang bisnis, dikarenakan bidang bisnis cukup menjajikan di masa yang akan datang. Untuk saat ini paserta didik yang akan berbisnis sebaiknya mempunyai banyak keerampilan, seperti komputer, akuntansi, otomotif, elektronik dan sebagainya. Makin banyak keterampilan yang dikuasai, maka semakin banyak peluang terbuka untuk membuka peluang untuk berwirausaha. Setelah berwirausaha maka akan bayak manfaat yang akan diperoleh misalnya membuka lapangan pekerjaan, hidup secara efisien dan menciptakan organisasi perusahaan baru.
26
g. Keuntungan dan Kerugian Berwirausaha Seseorang yang ingin menjadi wirausaha sekaligus wiraswasta jelas akan mempertimbangkan secara matang manfaat dan pengorbanan yang diperoleh atas pilihan tersebut. Berbagai macam analisis bisnis pasti menyertai dalam pertimbangannya, serta faktor resiko, faktor kebebasan, faktor pendapatan individu dan yang tidak kalah penting faktor dukungan keluarga akan menjadi faktor penentu. Beberapa pendapat memberikan gambaran dan masukan tentang keuntungan dan kerugian dalam berwirausaha sebagai berikut: Menurut Meredith dalam Mudjiarto (2006: 6) mengemukakan keuntungan dan kerugian wirausaha: 1) Keuntungan a) Memberi kesempatan kepada tiap pribadi untuk mengontrol jalan hidup sendiri dengan imbalan kepemilikan yang diperoleh dari kemerdekaan untuk menambil keputusan dan resiko. b) Kesempatan menggunakan kemampuan dan potensi pribadi secara penuh dan aktualisasi diri untuk mencapai cita-cita. c) Kesempatan untuk meraih keuntungan tak terhingga dan masa depan yang lebih bai dengan waktu yang relitif singkat. d) Kesempatan untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat dengan
lapangan
kerja
dan
pengabdian
serta
memperoleh
pengakuan. 2) Kerugian a) Kepastian pendapatan membuka dan menjalankan usaha tidak menjamin anda akan memperoleh uang yang cukup untuk hidup. b) Risiko hilangnya modal/ investasi anda. Usaha kecil mempunyai tingkat keberhasilan rendah. c) Kualitas hidup sebelum bisnis mapan, kerja 12-6 jam sehari. Selain itu, menurut Kuehl dalam Suryana (2013: 112) menyatakan keuntungan dan kerugian dalam berwirausaha sebagai berikut.
27
1) Keuntungan a) Otonomi, pengelolaan yang bebas dan tidak terikat membuat wirausaha menjadi “boss” yang penuh kepuasan. b) Tantangan awal dan perasaan motif berprestasi merupakan hal yang menggembirakan. Peluang untuk mengambangkan konsep usaha yang dapat menghasilkan keuntungan sangat memotivasi wirausaha. c) Control
finansial.
Wirausahawan
memiliki
kebebasan
untuk
mengelola keuangan dan merasakan kekayaan sebagai milik sendiri. 2) Kerugian a) Pengorbanan personal. Pada awalnya, wirausahawan harus bekerja dengan waktu yang lama dan sibuk. Sedikit sekali waktu yang tersedia untuk kepentingan keluarga ataupun berekreasi karena hamper sebagian besar waktu dihabiskan untuk krgiatan bisnis. b) Beban tanggung jawab. Wirausahawan harus mengelola semua fungsi bisnis, baik pemasaran, keuangan, personal maupun pengadaan dan pelatihan. c) Kecilnya margin keuntungan dan besarnya kemungkinan gagal. Karena wirausahawan menggunakan sumber dana miliknya sendiri, margin laba/ keuntungan yang diperoleh akan relative kecil. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam berwirausaha pasti kita akan mendapatkan sebuah keuntungan atau sebuah kerugian. Contoh sebuah keuntungan antara lain: kesempatan meraih keuntungan tak terhingga, kita akan menjad boss, dan kita bisa memberikan sumbangan kepada masyarakat. Sedangkan contoh sebuah kerugian antaralain: resiko kehilangan modal, beban tanggung jawab yang besar, dan kecilnay jumlah keuntungan dan besarnya kemungkinan gagal.
h. Pengertian Minat Berwirausaha Menurut penelitian Fu’adi (2009: 92) menyatakan bahwa “minat berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan, serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan keras untuk berdikari atau berusaha untuk memenuhi
28
kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan resiko yang akan terjadi, serta berkemauan keras untuk belajar dari kegagalan.” Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh Nastiti (2010:189), minat berwirausaha diartikan sebagai proses mencari informasi yang akan digunakan untuk mendirikan suatu usaha. Menurut hasil penelitian dari Kurniawan (2015: 15) menyatakan bahwa, “minat berwirausaha adalah sumber motivasi yang menetap pada diri individu yang mendorong untuk merasa tertarik dan merasa senang dalam menerapkan kreatifitas dan inovasi dalam melihat, meraih dan berani mengambil resiko dari peluang-peluang yang dihadapi setiap harinya dengan tujuan agar tercapai kemandirian dan kesejahteraan individu.” Berkaitan dengan masalah minat berwirausaha, hasil penelitian dari Fu’adi, dkk (2009), yang berjudul “Hubungan Minat Berwirausaha Dengan Prestasi Praktik Kerja Industri Siswa Kelas XII Teknik Otomotif SMK Negeri 1 Adiwerna, menemukan bahwa minat berwirausaha siswa kelas XII SMK Negeri 1 Adiwena” tergolong tinggi. Sebanyak 34 siswa (50%) memiliki minat yang tinggi, bahkan 30 siswa (44,12%) dalam kategori sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi psikis sebagian besar siswa memiliki keinginan yang tinggi untuk berwirausaha dan didukung dengan usaha yang tinggi untuk menjaga kondisi fisik serta mendapat dorongan dari kondisi lingkungan baik keluarga, sekolah dan masyarakat. Dari berbagai pendapat mengenai minat wirausaha maka dapat disimpulkan bahwa minat wirausaha adalah gejala psikis yang menunjukkan kesadarannya yang mendorong individu individu cenderung berkeinginan, memusatkan perhatian dan berbuat sesuatu terhadap wirausaha itu dengan perasaan karena manfaat bagi dirinya.
3. Kajian Tentang Pelatihan Vokasional a. Pengertian Pelatihan Menurut pasal 1 ayat 9 undang-undang No 13 tahun 2013 tentang ketenagakerjaan, pelatihan kerja adalah semua kegiatan untuk memberi,
29
memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan. Selain itu, menurut Handoko (1987: 104) pelatihan adalah suatu kegiatan
yang bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai
keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin. Menurut Gomes (2003: 197), “pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.” Esrawati (2012: 98) dalam jurnalnya yang berjudul “Meningkatkan Keterampilan Menjahit Rok Melalui Teknik Bantuan Garis Bagi Anak Tunarungu”. Penelitian ini mengajarkan anak tunarungu untuk menjahit dengan bantuan garis, dalam penelitian ini dilakukan dua siklus. Siklus I bertujuan agar anak mampu menjahit lurus dengan baik dan rapi, sedangkan apda siklus II diharapkan anak mampu menjahit rok dengan baik dan rapi. Dalam tindakan dilakukan kegiatan pembelajaran yang dimulai dari kegiatan awal, inti dan kegiatan akhir. Selama pelaksanaan peneliti awalnya memperagakan sambil menjelaskan kemudian anak berlatih sambil dibimbing. Anak dibimbing sambil terus memperagakan yang berulangulang. Hal ini bertujuan agar setiap langkah yang diberikan dapat dikuasai anak. Berdasarkan hasil tes kemampuan awal dan tes setelah diberikan tindakan terlihat adanya peningkatan keterampilan menjahit rok pada anak tunarungu tersebut, namun peningkatannya ini sesuai dengan tingkat kemampuan anak masing –masing. Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk menambah atau memperbaiki penguasaan keterampilan pelaksanaan kerja tertentu untuk membantu mencapai suatu tujuan.
30
b. Tujuan pelatihan Pelaksanaan program pelatihan dalam suatu bidang usaha harus dilakukan dengan tujuan-tujuan tertentu. Secara umum tujuan suatu program pelatihan yang dilaksanakan diarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi perusahaan serta untuk menjembatani kesenjangan antara pengetahuan, keterampilan serta sikap personil yang ada dan diharapkan baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Menurut Handoko (1987: 103) ada 2 tujuan utama dari program pelatihan dan pendidikan, yaitu: 1) Latihan dan pengembangan dilakukan untuk menutup jarak antar kecakapan atau kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan. 2) Program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja pegawai dalam mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan.
Selain itu, menurut Siagian (2008: 77) tujuan dari pelatihan adalah: 1) Produktivitas kerja Dengan adanya pelatihan, maka produktivitas kerja karyawan akan emningkat kualitas dan kauntitasnya, karena technical skill karyawan semakin baik. 2) Efisiensi Pengembangan karyawan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi ausnya mesin. Pemborosan berkurang, biaya produksi relative kecil sehingga daya saing perusahaan semakin besar. 3) Kerusakan Mengurangi kerusakan barang, produksi dan mesin-mesin karena karyawan semakin ahli dan trampil dalam melaksanakan pekerjaannya. 4) Kecelakaan Untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan, sehingga jumlah biaya pengobatan yang dikeluarkan perusahaan berkurang.
31
5) Pelayanan Bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari karyawan kepada pelanggan, karena pemberian pelayanan yang lebih baik merupakan daya Tarik yang sangat penting bagi rekan perusahaan yang bersangkutan. 6) Moral Moral karywan akan lebih baik karena keahlian dan keterampilan sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. 7) Karier Kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan semakin besar, karena keahlian keterampilan, dan prestasi kerjanya lebih baik. Promosi ilmiah biasanya didasarkan pada keahlian dan prestasi kerja seseorang. 8) Konseptual Manajer semakin cakap dan cepat dalam mengambil keputusan yang lebih baik, karena technical skill, dan managerial skill-nya telah lebih baik. 9) Kepemimpinan Kepemimpinan seorang manajer akan lebih baik, human relation-nya lebih luwes, motivasinya lebih terarah sehingga pembinaan kerjasama vertical dan horizontal semakin harmonis. 10) Balas jasa Balas jasa (gaji, upah insntif dan benefits) karyawan akan emningkat karena prestasi kerja mereka semakin besar. 11) Konsumen Akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat konsumen karena mereka akan memperoleh barang atau pelayanan yang lebih bermutu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pelatihan adalah tolak ukur dari berhasil tidaknya proses pendidikan yang telah dilaksanakan oleh sutu organisasi atau sebuah
32
lembaga. Tujuan dari pelatihan bisa digunakan sebagai dasar dan pedoman untuk melakukan penyusunan sebuah program pendidikan.
c. Pengertian Keterampilan Vokasional Pendidikan keterampilan yang diajarkan pada anak tunarungu bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam menghadapi era kerja yang dimulai sedini mungkin. Pendidikan keterampilan yang diberikan di SLB bertujuan agar peserta didik dapat hidup mandiri dan bisa mengembangkan
kecakapan
hidupnya
(life
skill)
yang
meliputi:
keterampilan personal, keterampilan sosial, keterampilan vokasional, dan keterampilan akademik. Soemarjadi (1991: 2) mengatakan bahwa, “Pendidikan keterampilan adalah pendidikan prakarya. Pengertian prakarya adalah kegiatan yang mengawali karya atau pekerjaan sebagai sumber nafkah. Tujuannya agar anak-anak memperoleh gambaran tentang lapangan-lapangan kerja yang mungkin dapat ditekuni sebagai pilihan hidupnya di kemudian hari” . Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Windyasari (2014: 61) mengenai Pendidikan Keterampilan Vokasional untuk Meningkatkan Kemandirian Anak Tunarungu dalam Mempersiapkan Diri Memasuki Dunia Kerja di Kelas XII SLB Negeri Surakarta, hasil penelitian diperoleh bahwa pemberian pendidikan keterampilan vokasional dapat meningkatkan kemandirian anak tunarungu yang erat kaitannya dengan persiapan mereka memasuki dunia kerja. Oleh karena itu keterampilan vokasional sangat dianjurkan untuk diterapkan di SLB untuk bekal masa depan kelak. Menurut Hadi (2005: 253), vokasi lebih diartikan sebagai suatu tugas atau pengertian pekerjaan yang lebih luas yang tidak hanya meliputi pekerjaan-pekerjaan sebagai sumber penghasilan saja. Menurut penelitian Windyasari (2014: 29) yang menyatakan bahwa, “Keterampilan vokasional adalah pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan keterampilan (skill), bakat dan minat, serta bertujuan untuk membentuk pribadi yang disiplin, madiri, terampil, dan berjiwa wirausaha”.
33
Selain itu, Suswandari (2015: 6) menyatakan keterampilan adalah “sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa ketrampilan vokasional adalah pelajaran yang terpusat pada pengembangan keterampilan (skill), bakat serta minat, yang bertujuan untuk membentuk pribadi yang disiplin dan berjiwa wirausaha.
d. Jenis-Jenis Keterampilan Vokasional Curtis & John dalam Windyasari (2014: 32) mengemukakan bahwa pendidikan vokasional merupakan pendidikan tinggi yang dilakukan untuk kepentingan praktis dan merupakan ilmu terapan yang berfungsi mengembangkan peserta didik agar memiliki pekerjaan keahlian terapan tertentu melalui pendidikan vokasional dalam rangka mencapai tujuan tujuan pendidikan nasional. Macam pendidikan vokasional yang merupakan ilmu terapan tersebut antara lain: 1) Pendidikan Vokasi kesehatan, meliputi: Keperawatan, Kebidanan, Kesehatan masyarakat, Kesehatan kerja, dll 2) Pendidikan Vokasi Teknik, meliputi: Teknik mesin, Teknik elektro, Teknik fisika, Teknik Kimia, dan Teknik bangunan 3) Pendidikan Vokasi Peternakan 4) Pendidikan Vokasi Pertanian 5) Pendidikan Vokasi Tata busana 6) Pendidikan Vokasi Tata boga 7) Pendidikan Vokasi Tata rias 8) Pendidikan Desain Komunikasi Visual dan Desain Tekstil Selain itu menurut Soemarjadi (1991:4) jenis-jenis keterampilan 1) kerajinan, antara lain: a. kerajinan kertas b. kerajinan bambu c. kerajinan tali / makrame d. kerajinan keramik 2) ketukangan, diantaranya: a. ketukangan kayu b. ketukangan batu c. ketukangan besi d. ketukangan las
e. kerajinan kulit f. kerajinan ukir g. kerajinan batik
e. ketukangan listrik f. ketukangan elektronika g. ketukangan motor bakar
34
3) kewanitaan, diantaranya ; a. tata boga d. tata rias wajah b. tata busana e. tata rias rambut c. tata graha 4) bercocok tanam, di antaranya: a. penyemaian bibit d. bertanam tanaman hias b. bertanam sayur e. memberantas hama c. bertanam buah f. memupuk 5) peternakan, di antaranya : a. beternak unggas d. beternak bekicot b. beternak kelinci e. beternak katak c. beternak lebah Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pendidikan keterampilan vokasional tersebut menunjukkan adanya harapan bagi anak berkebutuhan khusus untuk dapat memiliki kterampilan khusus. Anak tunarungu bisa melakukan semua keterampilan itu dikarenakan anak tunarung hanya memiliki gangguan di pendengaran dan berbicaranya, akan tetapi biasanya di SLB yang banyak dilatihkan ialah pelatihan salon, sablon, menjahit, merias dan membatik.anak tetai keterampilan vokasional yang dilatihkan pada penelitian ini berupa jenis keterampilan kerajinan tali yaitu membuat gelang tali. Dikarenakan untuk membuat gelang tali hanya dibutuhkan modal yang relatif kecil dan pembuatannya tidak memakan waktu yang lama, hal ini cocok untuk diajarka pada anak tunarungu yang masih di dalam sekolah.
e. Pengertian Pelatihan Vokasional Menurut Hasibuan dalam Rezita (2015: 18) menyatakan bahwa “Pendidikan dan pelatihan adalah suatu proses untuk meningkatkan keahlian teoritis, konseptual dan moral pegawai” Selain itu menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan pasal 9 Nomor 13 Tahun 2003 mengemukakan bahwa,” Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan”.
35
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan vokasional adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan keahlian yang berguna untuk bekerja dan untuk memenihi kebutuhan hidupnya sehingga tidak akan bergantung kepada keluarga bahkan orang lain. f. Program Keterampilan untuk Anak Tunarungu di SLB-B YRTRW Pelatihan vokasional yang diberikan pada anak tunarungu bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang maju dan siap dalam menghadapi dunia kerja, hal tersebut sesuai dengan Visi dan Misi di SLB-B YRTRW Surakartya yaitu terwujudnya pelayanan pendidikan yang optimal bagi anak tunarungu sehingga dapat mandiri dan berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adapun misinya adalah memberi
pelayanan
pendidikan
untuk
meningkatkan
kecerdasan,
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani. Tujuan dari sekolah adalah Membantu anak tunarungu untuk dapat bersosialisai dengan masyarakat. Pelatihan vokasional dikaitkan dengan progam keterampilan yang dalam penelitian ini diberikan waktu pembelajaran. Jenis keterampilan yang diberikan di SLB-B YRTRW adalah keterampilan bordir dan menyulam, keterampilan jahit, keterampilan potong rambut dan rias, keterampilan sablon, dan keterampilan ukir kayu. Gelang tali belum menjadi bagian dari program keterampilan bagi mereka sehingga merupakan hal yang baru. Berdasarkan hal tersebut peneliti akan mengkaji dampak diberikannya keterampilan gelang tali terhadap minat berwirausaha. B. Kerangka Berpikir Anak tunarungu memiliki hambatan dalam mendengar sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, dengan adanya hambatan tersebut banyak anak tunarungu yang enggan untuk bersosialisasi dengan anak normal lainnya. Dengan keadaan tersebut dapat diketahui anak tunarungu memiliki minat wirausaha yang rendah. Pemberian pelatihan vokasional harus dilaksanakan di sekolah sebagai suatu wadah untuk meningkatkan minat berwirausaha anak tunarungu, pemberian
36
pelatihan vokasional yang menarik, inovatif dan kreatif akan membuat anak tunarungu meningkat minat berwirausahanya. Program Keterampilan Anak Tunarungu di SLB-B YRTRW Surakarta
Pembentukan Minat Berwirausaha
Pelatihan Vokasional
Minat Berwirausaha Tinggi
Minat Berwirausaha rendah
Pemberian Keterampilan Gelang tali melalui Pelatihan Vokasional
Minat Berwirausaha Membuat Gelang Tali Meningkat Gambar 2.1. Kerangka Berpikir C. Hipotesis Sebuah penelitian harus terdapat hipotesis. Sugiyono (2010:64) menjelaskan bahwa “hipotesis adalah jawaban sementera terhadap rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat
pernyataan”. Purwanto & Sulistyastuti (2007: 137) menjelaskan bahwa ”hipotesis adalah pernyataan / tuduhan sementara masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu benar) sehingga harus diuji secara empiris”. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dalam penelitian ini dapat diajukan hipotesis “pelatihan vokasional berupa gelang tali berpengaruh terhadap minat berwirausaha siswa tunarungu kelas X di SLB-B YRTRW Surakarta 2015/2016”.