BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Kemampuan Menulis Pantun a. Pengertian Kemampuan Kemampuan dibutuhkan setiap individu untuk melakukan tugas yang diberikan,
tanpa
adanya
kemampuan
seseorang
akan
kesulitan
menyelesaikan tugas tersebut. Menurut Gagne dalam Kamsiyati (2012: 12), kemampuan adalah kecakapan untuk melakukan suatu tugas dalam kondisi yang telah ditentukan. Seseorang yang memiliki kecakapan sesuai tugas yang diberikan, maka akan dapat menyelesaikan tugas tersebut dengan baik. Kemampuan dapat berasal dari bawaan sejak lahir maupun dari hasil latihan. Menurut Susanto (2011: 97), kemampuan merupakan suatu daya atau kesanggupan dalam diri individu yang diperoleh dari pembawaan sejak lahir dan juga latihan yang mendukung individu dalam menyelesaikan tugasnya. Sesuai pendapat di atas tentang kemampuan yang berasal dari pembawaan sejak lahir juga disampaikan oleh Makmun (2009: 54), kemampuan sebagai suatu kecakapan individu yang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kecakapan nyata atau aktual (actual ability) yang merupakan hasil belajar dan kecakapan potensial (potensial ability) yang merupakan pembawaan sejak lahir (herediter). Sehingga selain dari pembawaan sejak lahir, kemampuan juga dapat berasal dari proses belajar atau latihan. Terdapat dua jenis kemampuan yang dimiliki seseorang yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Uno dan Kuadrat (2009: 7) menyatakan bahwa suatu kemampuan berkaitan dengan intelegensi atau kecerdasan, disampaikan juga bahwa kecerdasan merupakan modal awal untuk bakat tertentu, sehingga apabila seseorang memiliki kemampuan 7
8
kecerdasan kemudian dikembangkan maka akan menjadi suatu bakat tertentu. Pengertian kemampuan dapat juga diartikan sebagai
ability,
Woodworth dan Marquis dalam Suryabrata (2012: 161) mengartikan kemampuan (ability) sebagai berikut: 1) achievement yang merupakan actual ability, yaitu dapat diukur langsung dengan alat atau tes, 2) capacity yang merupakan potential ability, yaitu dapat diukur secara tidak langsung melalui pengukuran terhadap kecakapan individu, 3) aptitude, yaitu kualitas yang hanya dapat diungkap/diukur dengan tes khusus. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan atau kesanggupan seseorang untuk bertindak dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kemampuan tersebut dapat berasal dari dalam diri individu yaitu dari pembawaan dan juga bisa berasal dari luar individu yaitu dari hasil belajar dan latihan. b. Hakikat Menulis 1) Pengertian Menulis Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang digunakan sebagai alat berkomunikasi. Menurut Javed, Juan, dan Nazli (2013) dalam International Journal of Insruction, “The ultimate meaning of writing skill is to construct grammatically correct sentences and to communicate a meaning to the reader”. Makna utama dari kegiatan menulis adalah untuk membangun tata bahasa yang benar dan untuk mengomunikasikan makna kepada pembaca. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa menulis berfungsi sebagai pembangun tata bahasa dan digunakan untuk berkomunikasi dengan pembaca. Seorang penulis perlu memperhatikan isi dari tulisan yang dibuatnya, karena isi tulisan merupakan pesan yang hendak disampaikan kepada orang lain. Suatu tulisan merupakan media untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Andayani (2009: 28) menyatakan bahwa menulis
9
merupakan suatu bentuk komunikasi yang dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan menggunakan media tulisan. Menulis termasuk dalam ragam bahasa tulis yang digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu kepada orang lain. Menurut Slamet, Waluyo, dan Suyanto (2014: 3), menulis merupakan sebuah proses kreatif dalam menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk memberitahu, meyakinkan, dan menghibur. Sejalan dengan pendapat tersebut, Abidin (2013: 181) juga mengartikan menulis sebagai proses untuk mengemukakan ide dan gagasan dalam bahasa tulis. Tulisan digunakan sebagai media perantara penyampai informasi dalam kegiatan menulis. Rukayah (2013: 6) berpendapat bahwa menulis merupakan kecakapan seseorang dalam menyampaikan pesan melalui lambang-lambang grafik baik dalam bentuk formal maupun nonformal, sehingga pesan yang disampaikan dapat dimengerti maksud dan maknanya. Sesuai dengan pendapat di atas, melalui lambang dalam bentuk tulisan, pesan seseorang dapat tersampaikan kepada orang lain baik dalam bentuk formal maupun nonformal. Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menulis adalah bentuk komunikasi tidak langsung yang digunakan untuk mengemukakan ide, gagasan, dan pikiran. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya mengomunikasikan makna kepada orang lain dalam bentuk tulisan. Pesan yang disampaikan yaitu dalam bentuk tulisan sehingga komunikasi dilakukan tidak dengan tatap muka. 2) Unsur-Unsur Menulis Terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam kegiatan menulis. Menulis akan terlaksana dengan baik apabila unsur-unsur tersebut telah terpenuhi. Menurut Rukayah (2013: 7), unsur-unsur menulis antara lain pengungkapan
gagasan,
tuturan
yang
digunakan
penulis
dalam
menyampaikan tulisannya, tatanan dalam penulisan, dan wahana yang
10
berupa kosa kata, serat ejaan dan tanda baca. Hal tersebut merupakan unsur-unsur yang harus ada dalam tulisan. Unsur-unsur menulis menurut Slamet, dkk. (2014: 8), antara lain: (a) penulis, (b) makna atau ide yang disampaikan, (c) bahasa atau sistem tanda konvensional sebagai medium penyampaian ide, (d) pembaca sasaran (target reader), (e) tujuan (yang diinginkan penulis terhadap gagasan yang disampaikan kepada pembaca), dan (f) adanya interaksi antar penulis dan pembaca lewat tulisan tersebut. Unsur-unsur tersebut perlu dipenuhi agar kegiatan menulis dapat berjalan dengan baik dan lancar. Kegiatan menulis merupakan upaya penulis untuk menyampaikan ide atau gagasan kepada pembaca melalui bahasa tulis sehingga tujuan yang diharapkan penulis dapat tersampaikan. Menulis merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh penulis dalam menyampaikan pesan kepada orang lain melalui media tulisan. Dalam pengertian tersebut terdapat unsur-unsur pembangun dalam aktvitas menulis. Menurut Dalman (2012: 3), unsur-unsur dalam aktivitas menulis antara lain penulis sebagai penyampai pesan, isi tulisan, saluran atau media, dan pembaca. Sependapat dengan pernyataan Dalman yang menyatakan bahwa unsur-unsur yang dibutuhkan dalam kegiatan menulis ada empat, penulis merupakan orang yang hendak menyampaikan pesan, isi tulisan merupakan pesan yang terkandung didalamnya, saluran/media yang digunakan dalam menulis merupakan tulisan, dan pembaca adalah orang yang menerima pesan tersebut. Keempat unsur tersebut merupakan hal penting yang harus ada dalam kegiatan menulis. Apabila salah satu unsur menulis tersebut tidak terpenuhi maka kegiatan menulis dapat terhambat. 3) Tujuan Menulis Kegiatan menulis yang dilakukan oleh seseorang memiliki tujuan yang hendak dicapai. Setiap orang yang menulis memiliki tujuan yang berbeda-beda. Tujuan menulis memiliki banyak macamnya, Kusmana
11
(2014: 19) menyebutkan tujuan menulis antara lain: (a) untuk berkomunikasi secara tertulis, (b) untuk memecahkan permasalahan atau problematika, (c) untuk memberikan penjelasan atau informasi tentang sesuatu hal atau peristiwa, (d) untuk kepentingan menyenangkan pembaca, (e) untuk mengembangkan kreativitas dari seorang penulis, dan (f) untuk memenuhi tugas dalam rangka penyelesaian studi. Keenam tujuan menulis tersebut dapat dicapai sebagai proses latihan seseorang agar lebih produktif dalam menuangkan ide, gagasan dan kreativitas dalam menulis Tujuan menulis tidak hanya ditujukan untuk penulis itu sendiri namun kegiatan menulis dapat ditujukan juga untuk orang lain. Menurut Tarigan (2008: 24), tujuan menulis secara garis besar ada 4 yaitu memberitahukan atau mengajar, meyakinkan atau mendesak, menghibur atau
menyenangkan,
dan
mengutarakan/mengekspresikan
perasaan.
Kegiatan menulis tersebut bukan berfokus pada diri sendiri, namun ditujukan untuk orang lain. Pendapat lain disampaikan oleh Aminuddin yang menyatakan bahwa kegiatan menulis memiliki 5 tujuan yaitu menjelaskan, mengomentari/menilai, menyarankan, meyanggah, dan membuat hipotesis (Kusmana, 2014:18). Menulis dapat ditujukan untuk mengembangkan kemampuan seseorang dalam menuangkan ide dalam bentuk tulisan. Tulisan tersebut dapat bermanfaat bagi penulis itu sendiri. D’angelo dalam Pudiastuti (2014: 10) merumuskan ada 7 tujuan menulis, yaitu: (a) tujuan informasi/tujuan penerangan, (b) tujuan persuasif, (c) tujuan pernyataan diri, (d) tujuan penugasan, (e) tujuan kreatif, (f) tujuan altruistik, dan (g) tujuan pemecahan masalah. Berbagai pendapat tokoh tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan menulis antara lain untuk menjelaskan, menilai, menyarankan, menyanggah, dan menghibur. Tujuan menulis tersebut dapat tercapai dengan baik apabila telah menguasai keterampilan menulis dengan baik.
12
4) Manfaat Menulis Kegiatan menulis memiliki banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Menurut Gie dalam Rukayah (2013: 9), terdapat 5 manfaat menulis yaitu terdapat pada nilai kecerdasan, nilai kependidikan, nilai kejiwaan, nilai kemasyarakatan, nilai keuangan, dan nilai kefilsafatan. Dalam segala aspek kehidupan manusia, kemampuan menulis merupakan hal yang penting untuk dikuasi. Hal tersebut dikarenakan kemampuan menulis dapat membantu manusia dalam menjalankan nilai-nilai kehidupan. Manfaat menulis dapat dirasakan oleh seseorang apabila masuk dalam dunia menulis. Menulis dapat memberi perubahan bagi penulis itu sendiri, manfaat tersebut antara lain: (a) menunjang karir, (b) menunjang kelancaran dalam berbisnis, c) mengubah hidup seseorang menjadi lebih baik, (d) wawasan semakin luas, pengetahuan semakin bertambah, daya analisis pun semakin tajam, (e) menjadi alat perjuangan, (f) memberikan pencerahan dan solusi terhadap suatu persoalan, (g) dapat membawa perubahan, (h) memiliki banyak sahabat, dan (i) hidup menjadi lebih bahagia (Muchtar, 2012: 3). Bagi seseorang yang baru belajar menulis juga dapat merasakan manfaat dari kegiatan menulis. Slamet, dkk. (2014: 7) menyebutkan bahwa manfaat
menulis
antara
lain
sebagai
peningkatan
kecerdasan,
pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, penumbuhan keberanian, serta pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi. Walaupun seseorang belum dapat menulis secara profesional, namun manfaat tersebut sudah dapat dirasakan seseorang dari awal menulis. Kesimpulan dari pendapat para ahli di atas yaitu menulis memiliki banyak
manfaat
antara
lain:
(a)
meningkatkan
kecerdasan,
(b)
meningkatkan kreativitas, (c) menumbuhkan keberanian menyampaikan pikiran melalui tulisan, (d) mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi, (e) dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas
13
kependidikan, (f) menambah penghasilan, (g) meningkatkan hubungan kemasyarakatan, dan (h) menambah khasanah keilmuan. c. Hakikat Pantun 1) Pengertian Pantun Pantun merupakan sastra asli Indonesia yang sudah dikenal di seluruh nusantara. Pantun termasuk dalam sastra jenis puisi lama. Menurut Winarni (2014: 10), pantun merupakan puisi asli Indonesia (Melayu). Sesuai dengan pendapat tersebut, Prihantini (2015: 204) juga mengartikan pantun sebagai puisi melayu asli yang terdiri atas bagian sampiran dan isi. Pantun telah dikenal dalam berbagai bahasa daerah di Indonesia. Agni (2009: 6) menyatakan bahwa pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang dikenal luas dalam bahasa-bahasa Nusantara. Bahasa daerah yang telah lama mengenal pantun diantaranya adalah bahasa Batak dengan sebutan umpama atau ende-ende, bahasa Sunda dengan sebutan wawangsalan atau sisindiran, dan bahasa Jawa dengan sebutan parikan dan wangsalan. Nama sebutan pantun di berbagai daerah berbeda-beda, walaupun demikian semuanya memiliki ciri-ciri yang sama dengan pantun. Pantun adalah puisi terikat yang memiliki ketentuan-ketentuan tertentu (Kosasih, 2012: 125). Ketentuan-ketentuan tersebut harus diikuti agar menghasilkan pantun yang baik dan benar. Emzir dan Rohman (2015: 238) menyampaikan lebih terperinci mengenai ketentuan pantun, yaitu pantun merupakan puisi lama yang terikat oleh syarat-syarat tertentu (jumlah baris, jumlah suku kata, kata, persajakan, dan isi). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pantun merupakan puisi lama asli Indonesia yang terikat oleh syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut meliputi jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata tiap baris, bersajak, serta memiliki sampiran dan isi.
14
2) Ciri-Ciri Pantun Para sastrawan menyebutkan bahwa pantun memiliki beberapa ciri khusus yang harus dipatuhi. Salah satunya menurut Winarni (2014: 11) yang menyatakan bahwa pantun memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) setiap bait terdiri atas empat larik, (b) banyaknya suku kata tiap larik sama atau hampir sama (biasanya terdiri 8-12 suku kata), (c) bersajak a-b-a-b, dan (d) larik pertama dan kedua disebut sampiran, sedangkan larik ketiga dan keempat disebut isi pantun (makna, tujuan, dan tema pantun). Sesuai pendapat di atas, Prihantini (2015: 205) juga menyebutkan bahwa pantun memiliki empat ciri khusus yaitu tiap bait terdiri atas empat baris, tiap baris terdiri atas empat sampai lima kata dan delapan hingga dua belas suku kata, pantun bersajak a-b-a-b, serta dua baris pertama berupa sampiran dan dua baris terakhir merupakan isi. Kedua tokoh di atas menyebutkan setiap baris dalam pantun memiliki delapan hingga dua belas suku kata. Hal tersebut memiliki perbedaan dengan yang disampaikan oleh Kosasih (2012: 15) yang menyebutkan bahwa ciri-ciri pantun sebagai berikut: (a) terdiri atas empat baris, (b) tiap baris terdiri atas sembilan hingga sepuluh suku kata, (c) dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya mengandung isi pantun, dan (d) pantun mementingkan rima akhir dan rumus rima itu disebut dengan abjad/abab. Dari pendapat tersebut dijelaskan bahwa setiap baris pantun terdiri dari sembilan hingga sepuluh suku kata. Emzir dan Rohman (2015: 238) menyebutkan hal yang berbeda juga tentang ciri-ciri pantun, pantun memiliki lima ciri yaitu: (a) pantun terdiri atas sejumlah baris yang selalu genap yang merupakan satu kesatuan yang disebut dengan bait/kuplet, (b) setiap baris terdiri atas empat kata yang dibentuk dari delapan hingga dua belas suku kata (umumnya sepuluh suku kata), (c) bait pertama merupakan sampiran (persiapan memasuki isi pantun) dan bait berikutnya merupakan isi (yang mau disampaikan), (d) persajakan antara sampiran dan isi selalu pararel (a-
15
b-a-b atau abc-abc atau abcd-abcd atau aa-aa), dan (e) beralun dua. Beralun dua maksudnya adalah setiap dua baris memiliki keterkaitan sehingga baris pertama berhubungan dengan baris kedua, dan baris ketiga berhubungan dengan baris keempat. Dari berbagai pendapat di atas, maka secara umum pantun memiliki empat ciri khusus yaitu satu bait terdiri dari empat baris, setiap baris terdiri dari delapan hingga dua belas suku kata, baris pertama dan kedua adalah sampiran sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi, dan bersajak a-b-a-b. 3) Macam-Macam Pantun Pantun dapat digolongkan menjadi beberapa macam. Winarni (2014: 11) menggolongkan pantun menjadi 3 yaitu: a) Menurut isinya, meliputi: pantun bersuka cita dan berduka cita; pantun dagang/nasib, jenaka, dan teka-teki; pantun berkenalan, berkasihkasihan, dan perceraian; pantun beriba hati, agama, dan nasihat; pantun adat. b) Menurut bentuknya, meliputi: pantun kilat, pantun biasa/empat seuntai, pantun enam seuntai atau lebih, pantun berantai, pantun modern. c) Menurut pemakaiannya, meliputi: pantun anak-anak, pantun orang muda, pantun orang tua. Jenis-jenis pantun tersebut tidak semuanya diajarkan di sekolah dasar. Menurut Rukayah, dkk. (2012: 167), pantun yang diajarkan pada jenjang sekolah dasar antara lain: a) Pantun anak-anak Pantun anak-anak merupakan pantun yang menggambarkan perasaan yang dialami anak-anak dalam suka dan duka. Contoh: Pergi ke sawah lewatnya parit Mencari rumput alatnya sabit Adik menangis menjerit-jerit
16
Giginya keropos terasa sakit b) Pantun orang tua Pantun orang tua merupakan pantun yang berisi pengajaran, nasihat, ibarat, kepahlawanan, atau sindiran yang diberikan dari orang yang lebih tua kepada yang lebih muda. Contoh: Minum susu di waktu fajar Diberi coklat tambah nikmat Rajin-rajinlah kamu belajar Kelak pasti akan bermanfaat c) Pantun jenaka Pantun jenaka merupakan pantun yang digunakan orang untuk menghibur hati bukan untuk menghina siapapun dan digunakan untuk bersenang-senang. Contoh: Pagi hari berlari-lari Melihat bambu berbelah-belah Ada yang malas berlari Ternyata sandal tinggal sebelah d) Pantun teka-teki Pantun teka-teki merupakan pantun yang berisi pertanyaan yang dapat dijawab. Contoh: Jalan-jalan keliling kota Adik menangis janganlah tega Jika kamu pandai menerka Kendaraan apa yang beroda tiga? Berdasarkan silabus bahasa Indonesia kelas IV, pembelajaran menulis pantun di kelas IV semester II memiliki beberapa tema yang
17
diajarkan
yaitu
tema
persahabatan,
ketekunan,
kepatuhan,
dan
kedisiplinan. a) Pantun tema persahabatan Contoh: Pergi ke pasar beli bubur Mampir dulu membeli pisang Teman sedih harus dihibur Agar dia kembali senang b) Pantun tema ketekunan Contoh: Di lautan kapal berlayar Melabuh kapal di dermaga Anak pintar rajin belajar Pasti bisa jadi juara c) Pantun tema kepatuhan Contoh: Banyak buah dalam keranjang Semua enak untuk dimakan Rajin-rajinlah bersembahyang Melaksanakan perintah Tuhan d) Pantun tema kedisiplinan Contoh: Anak kucing berlari-lari Bermain-main tak kenal lelah Bangun tidur pagi-pagi Agar tidak terlambat sekolah d. Pengertian Menulis pantun Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang diajarkan di sekolah dasar adalah keterampilan menulis. Siswa diharapkan mampu menulis dengan baik dan benar. Terdapat banyak ragam tulisan yang diajarkan di
18
jenjang sekolah dasar. Menurut Abidin (2013: 188), secara umum ragam tulis yang perlu dikuasi siswa ada tiga yaitu menulis genre umum, menulis genre sastra, dan menulis karya ilmiah. Kegiatan menulis dalam genre umum mencakup karangan dalam bentuk narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Sedangkan untuk menulis genre sastra meliputi menulis puisi, prosa, fiksi, drama, dan karya sastra kreatif. Jenis menulis yang ketiga adalah menulis karya ilmiah yang meliputi menulis proposal, laporan pengamatan/penelitian, artikel ilmiah, makalah, jurnal, dan tulisan lain yang sejenis. Menulis genre sastra yang diajarkan di sekolah dasar adalah sastra anak. Menurut Slamet (2014: 123), sastra anak merupakan karya yang dari segi bahasa memiliki nilai estetis (keindahan) dan dari segi isi mengandung nilai yang dapat menambah pengalaman rohani bagi anak. Sastra anak dapat ditulis oleh anak, remaja, maupun dewasa baik dalam bentuk lisan ataupun tulis. Menurut Winarni (2014: 7), sastra anak dapat digolongkan menjadi tiga yaitu puisi, prosa, dan drama. Salah satu jenis menulis genre sasra adalah menulis puisi. Menurut Prihantini (2015: 204), secara umum puisi dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu puisi lama, puisi baru, dan puisi kontemporer. Puisi lama merupakan puisi yang dihasilkan sebelum abad ke-20 dan pada umumnya menggunakan bahasa melayu. Jenis-jenisnya meliputi pantun, talibun, seloka, karmina, gurindam, syair, dan mantra. Agni (2009: 6) menyatakan bahwa pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang telah dikenal luas dalam bahasa-bahasa nusantara. Pantun merupakan jenis puisi lama asli Indonesia. Pantun pada awalnya dikenal dalam bentuk lisan saja, namun lama kelamaan pantun mulai dipelajari dalam bentuk tulis. Kegiatan menulis merupakan bentuk komunikasi secara tidak langsung dalam menyampaikan ide, gagasan, dan pemikiran melalui tulisan. Sedangkan yang dimaksud dengan pantun adalah puisi lama asli indonesia yang terikat oleh syarat-syarat tertentu, didalamnya
19
terkandung pesan dan amanat yang ingin disampaikan kepada orang lain. Sehingga yang dimaksud dengan menulis pantun merupakan upaya penyampaikan pesan atau amanat yang terkandung dalam pantun melalui media tulisan. e. Pembelajaran Menulis Pantun di Kelas IV Sekolah Dasar Pantun merupakan salah satu jenis sastra yang diajarkan pada jenjang sekolah dasar. Pembelajaran menulis pantun diajarkan di kelas IV pada semester 2, hal ini tercantum dalam silabus bahasa Indonesia kelas IV sekolah dasar. Untuk lebih jelasnya berikut ini merupakan rincian materi pantun yang diajarkan di kelas IV semester 2. Tabel 2.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV Semester 2 Standar Kompetensi Kompensi Dasar 8. Mengungkapkan pikiran, pera8.3 Membuat pantun anak yang saan dan informasi secara menarik tentang berbagai tertulis dalam bentuk karangtema (persahabatan, ketekunan, pengumuman dan pantun an, kepatuhan, dan lain-lain) anak. sesuai dengan ciri-ciri pantun. Sumber : Silabus Bahasa Indonesia Kelas IV Sekolah Dasar Sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, maka indikator yang hendak dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1) Menjelaskan cara menulis pantun. 2) Melengkapi pantun rumpang. 3) Membuat pantun sesuai tema. f. Penilaian Kemampuan Menulis Pantun Pelaksanaan penilaian kemampuan menulis pantun pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016 agar lebih mudah maka perlu adanya kriteria penilaian kemampuan menulis pantun. Hal ini sesuai dengan pendapat Elander, dkk. dalam International Journal of Instruction yang menyatakan bahwa, “The process of assessment of written literacy should be well organized and well managed to make it transparent and
20 meaningful” (Javed, Juan & Nazli, 2013). Penilaian menulis perlu diorganisasi dan dikelola dengan baik, sehingga hasilnya dapat transparan dan bermakna. Penilaian kemampuan menulis pantun membutuhkan pengelolaan dan pengolahan yang baik, mulai dari menentukan aspek-aspek yang menjadi bahan penilaian, kemudian menentukan skor setiap aspek yang dinilai. Perlunya pengelolaan dan pengolahan penilaian agar hasil nilai kemampuan menulis dapat transparan, sehingga menghindari subjektivitas, dan nilai bisa lebih bermakna bagi siswa. Penilaian kemampuan menulis pantun dalam penelitian ini meliputi dua hal yaitu melengkapi pantun rumpang dan menulis pantun berdasarkan tema. Kegiatan penilaian kemampuan menulis pantun memerlukan pedoman yang jelas sehingga hasil penilaian dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Rukayah, dkk. (2012: 120), kriteria penilaian dalam menulis pantun sebagai berikut: 1) Melengkapi pantun rumpang Kegiatan melengkapi pantun rumpang dibagi menjadi dua yaitu menulis sampiran dan menulis isi pantun. Penilaian dilakukan terhadap aspek yang diamati dengan skala pembobotan yang berbeda pada setiap aspeknya. Penilaian melengkapi pantun rumpang dengan aktivitas menulis sampiran, aspek yang diamati meliputi: (a) keterkaitan baris 1 dan 2 dengan skor maksimal 10, (b) kesesuaian sajak/irama dengan skor maksimal 5, (c) Gaya bahasa dengan skor maksimal 15, dan (d) kesesuaian tulisan dengan syarat-syarat menulis pantun dengan skor maksimal 10. Jumlah skor maskmal yang diperoleh adalah 40. Penilaian melengkapi pantun rumpang dengan aktivitas menulis isi pantun, aspek yang diamati meliputi: (a) keterkaitan baris 1 dan 2 dengan skor maksimal 10, (b) kesesuaian sajak/irama dengan skor maksimal 5, (c) isi pantun dengan skor maksimal 20, (d) gaya bahasa dengan skor maksimal 15, dan (e) kesesuaian tulisan dengan syarat-
21
syarat menulis pantun dengan skor maksimal 10 Jumlah skor maksimal yang dperoleh adalah 60. Nilai akhir melengkapi menulis rumpang dihitung dengan cara menjumlahkan skor perolehan menulis sampiran dan skor perolehan menulis isi pantun, kemudian dibagi skor maksimal yaitu 100, dan dikali 100. 2) Menulis pantun berdasarkan tema Penilaian kemampuan menulis pantun yang kedua yaitu menulis pantun berdasarkan tema tertentu. Penilaian dilakukan terhadap aspek yang diamati dengan skala pembobotan yang berbeda pada setiap aspeknya. Aspek yang diamati dalam penilaian menulis pantun berdasarkan tema tertentu antara lain: (a) jumlah baris sesuai syarat pantun dengan skor maksimal 5, (b) jumlah suku kata tiap baris dengan skor maksimal 5, (c) keterkaitan baris 1 dan 2 dengan skor maksimal 15, (d) keterkaitan baris 3 dan 4 dengan skor maksimal 15, (e) pola irama/sajak silang dengan skor maksimal 10, (f) isi pantun dengan skor maksimal 25, dan (g) gaya bahasa dengan skor maksimal 25. Jumlah skor maksimal yang diperoleh adalah 100. Kriteria penilaian menulis pantun yang telah dijabarkan di atas diambil dari ciri-ciri pantun yang terdiri dari empat hal yaitu terdiri dari empat baris setiap bait, setiap baris terdiri dari delapan hingga dua belas suku kata, bersajak abab, baris pertama dan kedua adalah sampiran kemudian baris ketiga dan keempat merupakan isi pantun. Penilaian yang digunakan dalam penelitian ini mengadaptasi dari pendapat Rukayah di atas. Pada penilaian melengkapi pantun rumpang, aspek kesesuaian tulisan dengan syarat-syarat menulis pantun dihilangkan karena aspek-aspek sebelumnya telah mencakup syarat pantun, kemudian ditambahkan aspek jumlah baris setiap bait. Sedangkan pada penilaian menulis pantun berdasarkan tema terdapat perubahan pada aspek 3 dan 4, karena kedua aspek tersebut sebenarnya merupakan satu aspek yang dipisah
22
menjadi dua, yaitu ciri pantun yang menjelaskan bahwa baris pertama dan kedua adalah sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi, pada penelitian ini akan dijadikan kedalam satu aspek penilaian. Berdasarkan kriteria penilaian tersebut dibuat deskripsi penilaian agar memudahkan dalam pelaksanaan penilaian. Berikut ini merupakan kriteria penilaian kemampuan menulis pantun yang akan digunakan dalam penelitian ini. Tabel 2.2. Kriteria Penilaian Menulis Sampiran (Pantun Rumpang) No Aspek yang Dinilai Skor Maksimal 1. Jumlah suku kata tiap baris (8-12 suku kata) 5 2. Keterkaitan baris 1 dan 2 15 3. Pola irama/sajak silang 5 4. Gaya bahasa 15 Jumlah 40 Diadaptasi dari Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Sastra Anak dengan Pendekatan Kooperatif di Sekolah Dasar (Rukayah, dkk., 2012: 120) Deskriptor : 1) Aspek jumlah suku kata 1
= terdiri <7 atau >13 suku kata
2–3
= terdiri dari 7 atau 13 suku kata
4–5
= terdiri dari 8 – 12 suku kata
2) Aspek keterkaitan baris 1 dan 2 1–5
= baris 1 dan 2 tidak berkaitan
6 – 10
= baris 1 dan 2 kurang berkaitan
11 – 15
= baris 1 dan 2 berkaitan
3) Aspek irama/sajak 1
= sajak baris 1 tidak sesuai baris 3 dan sajak baris 2 tidak sesuai baris 4
2–3
= sajak baris 1 sesuai baris 3 tapi sajak baris 2 tidak sesuai baris 4 / sajak baris 1 tidak sesuai baris 3 tap sajak baris 2 sesuai baris 4
4–5
= sajak baris 1 sesuai baris 3 dan sajak baris 2 sesuai baris 4
23
4) Aspek gaya bahasa 1–5
= diksi tidak tepat sehingga sulit dipahami
6 – 10
= diksi kurang tepat namun bisa dipahami
11 – 15
= diksi tepat dan mudah dipahami
Tabel 2.3. Kriteria Penilaian Menulis Isi Pantun (Pantun Rumpang) No Aspek yang Dinilai Skor Maksimal 1. Jumlah suku kata tiap baris (8-12 suku kata) 5 2. Keterkaitan baris 1 dan 2 15 3. Pola irama/sajak silang 5 4. Kesesuaian isi pantun dengan tema 20 5. Gaya bahasa 15 Jumlah 60 Diadaptasi dari Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Sastra Anak dengan Pendekatan Kooperatif di Sekolah Dasar (Rukayah, dkk., 2012: 120) Deskriptor : 1) Aspek jumlah suku kata 1
= terdiri <7 atau >13 suku kata
2–3
= terdiri dari 7 atau 13 suku kata
4–5
= terdiri dari 8 – 12 suku kata
2) Aspek keterkaitan baris 1 dan 2 1–5
= baris 1 dan 2 tidak berkaitan
6 – 10
= baris 1 dan 2 kurang berkaitan
11 – 15
= baris 1 dan 2 berkaitan
3) Aspek irama/sajak 1
= sajak baris 1 tidak sesuai baris 3 dan sajak baris 2 tidak sesuai baris 4
2–3
= sajak baris 1 sesuai baris 3 tapi sajak baris 2 tidak sesuai baris 4 / sajak baris 1 tidak sesuai baris 3 tap sajak baris 2 sesuai baris 4
4–5
= sajak baris 1 sesuai baris 3 dan sajak baris 2 sesuai baris 4
4) Aspek kesesuaian isi dengan tema 1–7
= isi tidak sesuai tema
24 8 – 14
= isi kurang sesuai tema
15 – 20
= isi sesuai tema
5) Aspek gaya bahasa 1–5
= diksi tidak tepat sehingga sulit dipahami
6 – 10
= diksi kurang tepat namun bisa dipahami
11 – 15
= diksi tepat dan mudah dipahami
Tabel 2.4. Kriteria Penilaian Menulis Pantun Berdasarkan Tema No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aspek yang Dinilai Skor Maksimal Jumlah baris sesuai syarat pantun 10 Jumlah suku kata tiap baris (8-12 suku kata) 10 Keterkaitan sampiran dengan isi pantun 30 Pola irama/sajak silang 10 Kesesuaian tema dengan isi pantun 20 Gaya bahasa 20 Jumlah 100 Diadaptasi dari Pedoman Pelaksanaan Pembelajaran Sastra Anak dengan Pendekatan Kooperatif di Sekolah Dasar (Rukayah, dkk., 2012: 120) Deskriptor : 1) Aspek jumlah baris 1–3
= terdiri dari 1 baris
4–7
= terdiri dari 2 – 3 atau >4 baris
8 – 10
= terdiri dari 4 baris
2) Aspek jumlah suku kata 1–3
= terdiri <7 atau >13 suku kata
4–7
= terdiri dari 7 atau 13 suku kata
8 – 10
= terdiri dari 8 – 12 suku kata
3) Aspek keterkaitan sampiran dan isi 1 – 10
= baris 1 dan 2 tidak berkaitan, baris 3 dan 4 tidak berkaitan
11 – 20
= baris 1 dan 2 berkaitan, baris 3 dan 4 tidak berkaitan / baris 1 dan 2 tidak berkaitan, baris 3 dan 4 berkaitan
21 – 30
= baris 1 dan 2 berkaitan, baris 3 dan 4 berkaitan
25
4) Aspek irama/sajak 1–3
= 4 baris tidak bersajak silang
4–7
= baris 1 dan 3 bersajak sama, baris 2 dan 4 bersajak beda / baris 1 dan 3 bersajak beda, baris 2 dan 4 bersajak sama
8 – 10
= 4 baris bersajak silang
5) Aspek kesesuaian isi dengan tema 1–7
= isi tidak sesuai tema
8 – 14
= isi kurang sesuai tema
15 – 20
= isi sesuai tema
6) Aspek gaya bahasa dan diksi 1–7
= pilihan kata kurang tepat sehingga sulit dipahami
8 – 14
= pilihan kata kurang tepat namun bisa dipahami
15 – 20
= pilihan kata tepat dan bisa dipahami
Berdasarkan uraian di atas dapat disintesiskan bahwa hakikat kemampuan menulis pantun adalah kecakapan atau kesanggupan yang dimiliki seseorang untuk menyampaikan pesan atau amanat yang terkandung dalam pantun melalui media tulisan. Kemampuan dalam menulis pantun yang baik harus mengikuti syarat-syarat pantun, diantaranya setiap bait terdiri dari empat baris, satu baris terdiri dari delapan hingga dua belas suku kata, adanya sampiran pada baris pertama dan kedua serta adanya isi pada baris ketiga dan keempat, dan syarat terakhir harus memilih kata-kata yang tepat agar memenuhi syarat persajakan a-b-a-b. Proses menulis pantun membutuhkan ide kreatif dari pembuatnya, sehingga dalam mengajarkan menulis pantun perlu mengembangkan ide pikiran siswa untuk disampaikan dalam bentuk pantun. Oleh karena itu dibutuhkan model pembelajaran yang tepat, model pembelajaran yang mampu menggali kemampuan siswa serta mengembangkan ide kreatif masing-masing siswa agar dapat membuat pantun yang baik dan benar.
26
2. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) a. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengelola pembelajaran dan sebagai kerangka konseptual. Sesuai dengan pendapat Shoimin (2014: 23) yang menyatakan bahwa model pembelajaran sebagai kerangka/arahan bagi guru untuk mengajar. Model pembelajaran digunakan sebagai petunjuk guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Model
pembelajaran
berfungsi
sebagai
rencana
pengelolaan
pembelajaran. Trianto (2010: 51) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Melalui perencanaan yang baik maka pembelajaran dapat berjalan lancar. Model pembelajaran tidak hanya digunakan saat pembelajaran berlangsung saja namun juga digunakan untuk membentuk kurikulum dan merancang bahan ajar. Menurut Rusman (2013: 144), model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Banyak rencana pembelajaran yang dapat dilakukan melalui model pembelajaran yang telah ditentukan. Tujuan adanya model pembelajaran yang diterapkan yaitu untuk membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Isjoni (2010: 7), model pembelajaran sebagai strategi yang digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di kalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal. Melalui pemilihan model pembelajaran yang tepat maka pembelajaran akan terlaksana dengan efektif dan efisien. Telah dijelaskan bahwa model pembelajaran merupakan rencana, pola, strategi, arahan, petunjuk, dan pedoman dalam pembelajaran. Singkatnya
27
model pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka berpikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Anitah, 2009: 45). Guru membutuhkan rancangan mengajar yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal. Kesimpulan dari berbagai pendapat yang telah diungkapkan di atas yaitu model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang dijadikan sebagai pedoman bagi guru dalam mengajar. Perlunya model pembelajaran diterapkan adalah untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar, berpikir kritis, keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran siswa. Melalui model pembelajaran yang bervariasi diharapkan dapat menciptakan kebermaknaan bagi siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara optimal. b. Model Pembelajaran Kooperatif 1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dalam bentuk kelompok. Dalam pembelajaran ini diharapkan siswa dapat memahami materi melalui bantuan temannya, sehingga masing-masing siswa akan saling membantu dan bekerja sama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Isjoni (2010: 20) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai suatu pendekatan mengajar yang pelaksanaannya siswa saling kerja sama dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru. Penerapan pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kelompok kecil, hal ini dilakukan agar proses pembelajaran berjalan efektif. Jika terlalu banyak maka kelompok tersebut akan menjadi ramai dan tidak kondusif. Seperti yang disampaikan oleh Sugiyanto (2009: 37), pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar agar dapat mencapai tujuan belajar. Hal ini diperkuat oleh pendapat Slavin dalam Solihatin
28
dan Raharjo (2009: 4) yang menyatakan cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Kelompok yang dibentuk dalam pembelajaran kooperatif bersifat heterogen, hal ini dilakukan agar terjadi pemerataan kemampuan. Dalam satu kelompok beranggotakan siswa yang memiliki kemampuan berbedabeda. Rukayah, dkk. (2012: 18) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama antar siswa dalam kelompok, dan anggotanya terdiri dari beberapa siswa yang memiliki kemampuan yang tidak sama (homogen) yang berarti bersifat heterogen. Adanya kelompok yang heterogen dapat dikondisikan agar siswa dapat saling bekerja sama. Antarsiswa dapat belajar bersama, siswa yang telah mencapai kompetensi diarahkan untuk mengajari siswa yang belum mencapainya. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Johnson dan Johnson (2015) dalam International Journal of Education Research, “Cooperative learnings the instructional use of small groups so that students work together to maximize their own and each other’s learning”.
Pembelajaran
kooperatif
merupakan
petunjuk
dalam
penerapan kelompok kecil sehingga siswa dapat saling bekerja sama untuk memaksimalkan kemampuannya sendiri dan untuk saling belajar dengan satu sama lain. Dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif, siswa dalam satu kelompok saling membantu untuk memahami materi dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Tidak adanya persaingan antaranggota kelompok, mereka saling bekerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kesimpulan dari pendapat para ahli di atas yaitu model pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai rancangan pembelajaran dalam bentuk kelompok yang terdiri dari 4 sampai 6 orang (heterogen) yang saling bekerja sama untuk menyelesaikan tugas. Jadi dalam
29
pembelajaran kooperatif siswa tidak bekerja sendiri ataupun saling berkompetisi, namun kunci dari pembelajaran kooperatif adalah siswa mampu bekerjasama dan saling membantu antaranggota kelompok. 2) Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalam bentuk kelompok.
Pelaksanaan
pembelajaran
kooperatif
berbeda
dengan
pembelajaran kelompok pada umumnya. Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa karakteristik yang dapat membedakannya dengan pembelajaran lainnya. Karakteristik pembelajaran kooperatif menurut Rukayah, dkk. (2012: 18), yaitu: (a) belajar bersama dengan teman, (b) selama proses belajar terjadi tatap muka antarteman, (c) saling mendengarkan pendapat diantara anggota kelompok, (d) belajar dari teman dalam kelompok, (e) belajar dalam kelompok kecil, (f) produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat, (g) keputusan tergantung pada siswa sendiri, dan (h) siswa aktif. Keberhasilan dalam pembelajaran kooperatif ditentukan oleh kinerja kelompok. Kelompok yang setiap anggotanya mampu bekerjasama dengan baik maka dapat mencapai tujuan dengan lancar. Sanjaya (2009: 244) mengungkapkan pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim, didasarkan pada manajemen kooperatif, kemauan untuk bekerja sama, dan keterampilan bekerja sama. Karakteristik pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2010: 27), antara lain: (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d)
guru
membantu
mengembangkan
keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Dalam pembelajaran ini siswa diharapkan dapat mandiri dan aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan guru sebagai fasilitator yang membantu kelompok-kelompok yang membutuhkan bantuan.
30
Pembelajaran kooperatif memiliki ciri khas yang dapat menjadi pembeda dengan pembelajaran tradisional. Menurut Slavin dalam Ahmad dan Mahmood (2010) yang ditulis dalam Journal of Faculty of Education menyebutkan bahwa: Two components of CL distinguish it from traditional group work: (a) positive interdependence i.e. the feelings that they cannot achieve their group goal without the joint efforts of team members (b) individual accountability i.e. each member of the group feels accountable for their performance. Terdapat dua komponen pembelajaran kooperatif yang dapat membedakannya
dengan
kelompok
tradisional:
(a)
sikap
saling
ketergantungan positif yaitu perasaan bahwa mereka tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran tanpa adanya kerjasama antaranggota kelompoknya, (b) akuntabilitas individu yaitu setiap anggota kelompok merasa bertanggung jawab terhadap kinerja kelompoknya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa inti pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalam
bentuk
kelompok
yang
masing-masing
anggotanya
bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dan anggota kelompoknya. Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif antara lain: (a) belajar dalam bentuk kelompok, (b) setiap anggota berperan aktif, (c) terjadi interaksi langsung antar siswa, (e) belajar dari anggota kelompok sendiri (ketergantungan positif), (f) setiap anggota bertanggungjawab terhadap kinerja mereka, dan (g) guru hanya sebagai fasilitator. 3) Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif menurut Slavin dalam Hamdani (2011: 32) yaitu menciptakan situasi keberhasilan individu yang ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompok. Setiap anggota kelompok akan merasa membutuhkan kehadiran kelompoknya. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan sikap saling membantu
31
dan kerja sama antaranggota kelompok sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai apabila dikerjakan bersama kelompoknya. Tujuan pembelajaran kooperatif tidak hanya dalam aspek akademik saja, namun juga dalam aspek lain. Menurut Ibrahim dalam Isjoni (2010: 39) menyebutkan bahwa model pembelajaran kooperatif setidaknya memilik tiga tujuan pembelajaran yaitu hasil belajar akademik meningkat, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengembangkan kepribadian dan sosial siswa. Tujuan pembelajaran kooperatif disampaikan oleh Simsek, Yilay, dan Kucuk (2013) dalam Journal on New Trends in Education and Their Implications menyatakan: ...a small mixed groups towards a common purpose in an academic subject in both classroom and other environments, increased selfconfidence and communication skills of individuals, strengthened the power of problem-solving and critical thinking and students participates actively in the process of education. Dalam pembelajaran kooperatif suatu kelompok kecil yang heterogen memiliki tujuan yang sama dalam akademik di dalam kelompok maupun kelas, meningkatkan rasa percaya diri dan keterampilan komunikasi individu, memperkuat kekuatan pemecahan masalah dan berpikir kritis, dan siswa berpartisipasi secara aktif dalam proses pendidikan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif selain untuk meningkatkan dalam akademik juga dapat meningkatkan sikap siswa. Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif antara lain: (a) memperkuat kekuatan unuk memecahkan masalah dan berpikir kritis sehingga prestasi akademik siswa meningkat, (b) meningkatkan aspek sosial yaitu meliputi rasa percaya diri dan komunikasi siswa, dan (c) siswa berpartisipasi secara aktif sehingga mengembangkan keterampilan bekerja sama dengan orang lain.
32
c. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) menurut Hamdayama (2014: 217) adalah suatu pembelajaran yang dimulai dengan proses berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternatif solusi), kemudian hasil bacaan tersebut dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan pada akhirnya membuat laporan hasil presentasi. Sejalan dengan pendapat di atas, Shoimin (2014: 213) mengartikan model pembelajaran
kooperatif tipe
Think Talk Write
(TTW) sebagai
perencanaan dan tindakan yang cermat mengenai kegiatan pembelajaran, yaitu melalui kegiatan berpikir (think), berbicara/berdiskusi, bertukar pendapat (talk), dan menulis hasil diskusi (write) agar kompetensi yang diharapkan tercapai. Inti dari model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) ada tiga yaitu berpikir, berbicara, dan menulis. Sintak merupakan unsur yang harus ada dalam suatu program. Unsur yang membangun dalam pembelajaran ini yaitu proses think (berpikir), talk (berbicara), dan write (menulis). Menurut Huda (2013: 218), model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) merupakan pembelajaran yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan tulis dengan lancar, sintaknya yakni think (berpikir), talk (berbicara/berdiskusi), dan write (menulis). Hal ini sesuai dengan pendapat Huinker dan laughlin dalam Yamin dan Ansari (2012: 84) yang menyatakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dibangun melalui tahap berpikir, berbicara, dan menulis. Berlainan dengan pendapat Ngalimun
(2012:
170)
yang
menyatakan
bahwa
sintak
model
pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) sebagai berikut: informasi, kelompok (membaca-mencatat-menandai), presentasi, diskusi, dan melaporkan. Pendapat dari Ngalimun mengenai sintak dari model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) sebenarnya adalah sama dengan pendapat yang lainnya, hanya saja Ngalimun lebih
33
menjabarkan jenis kegiatannya. Informasi dan kelompok (membacamencatat-menandai) adalah proses think (berpikir), kegiatan presentasi dan diskusi adalah proses talk (berbicara), dan melaporkan adalah proses write (menulis). Menurut Pratiwi dan Sihombing (2015) dalam Journal of English Language Teaching of FBS-Unimed menyatakan bahwa “Think-Talk-Write is a cooperative learning introduced by Huinker and Laughlin”. Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa Think Talk Write (TTW) merupakan pembelajaran kooperatif yang dikenalkan oleh Huiker dan Laughlin. Pembelajaran Think Talk Write (TTW) diterapkan dalam bentuk kooperatif, sehingga Think Walk Write (TTW) merupakan salah satu tipe pembelajaran yang ada dalam pembelajaran kooperatif. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Suminar dan Putri (2015) dalam Journal of English Language and Learning yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat menjadi fasilitas bagi siswa dalam menulis karena siswa mempraktikkan secara langsung dalam bekerja secara bersama-sama atau pembelajaran kooperatif. Sehingga model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat mendukung siswa dalam menulis dengan berkelompok. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW)
merupakan
pembelajaran
dalam
bentuk
kelompok
yang
kegiatannya meliputi proses berpikir (think), berbicara (talk), dan menulis (write). Sintak dari model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) adalah think (berpikir), talk (berbicara), dan write (menulis). d. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Menurut Shoimin (2014: 215) kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) antara lain: (1) mengembangkan kebermaknaan dalam memahami materi ajar, (2) dengan memberikan soal
34
open ended dapat mengembangkan keterampilan berpikir krisis dan kreatif, (3) dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompok akan melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, dan (4) membiasakan siswa berpikir dan berkomunikasi dengan teman, guru, bahkan dengan diri mereka sendiri. Kelebihan yang disampaikan oleh Shoimin dapat tercapai apabila pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) berjalan dengan baik dan lancar. Sesuai dengan pendapat di atas bahwa kelebihan yang diperoleh apabila menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) ini adalah dapat menambah kebermaknaan dapat mempelajari dan memahami pelajaran, dapat melatih siswa untuk berpikir krisis dan kreatif melalui pemberian soal yang bersifat open ended, mengaktifkan siswa melalui kegiatan diskusi kelompok, dan membiasakan siswa untuk berinteraksi dengan orang lain dan diri sendiri. e. Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) menurut Shoimin (2014: 213), antara lain: (1) siswa dimungkinkan sibuk sendiri, (2) ketika siswa bekerja dalam kelompok maka mudah kehilangan kemampuan dan kepercayaan karena didominasi oleh siswa yang mampu, dan (3) guru membutuhkan tenaga lebih untuk menyiapkan semua media dengan matang agar dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) tidak mengalami kesulitan. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) selain memiliki kelebihan juga memiliki kekurangan. Permasalahannya jika soal yang diberikan dalam pelajaran bersifat open ended namun tidak dapat memotivasi siswa maka hanya akan menyibukkan siswa saja, sehingga pembelajaran menjadi tidak efektif dan efisien. Selain itu berdasarkan pendapat Shoimin di atas, dalam kegiatan berkelompok adanya siswa yang
35
kehilangan kepercayaan diri karena didominasi oleh siswa yang mampu saja, sehingga guru perlu memotivasi setiap siswa agar kepercayaan dirinya tumbuh dan mampu memanfaatkan kesempatan yang ada agar berani menyampaikan pendapatnya. Penerapan model pembelajaran ini, guru harus melakukan persiapan yang matang baik dalam media dan alat pembelajarannya, sehingga membutuhkan tenaga dan pikiran yang lebih banyak. f. Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) menurut Yamin & Ansari (2012: 90) sebagai berikut: 1) Guru membagi lembaran aktivitas siswa yang memuat situasi masalah bersifat open ended dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya. 2) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think). 3) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk) sedangkan guru hanya berperan sebagai mediator lingkungan belajar. 4) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write). Menurut Huda (2013: 220), langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) yang digunakan dalam pembelajaran matematika sebagai berikut: 1) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think). 2) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). 3) Siswa
mengkonstruksikan
sendiri
pengetahuan
yang
memuat
pemahaman dan komunikasi matematika dalam bentuk tulisan (write),
36
4) Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) disampaikan lebih terperinci oleh Maftuh dan Nurmani, sebagai berikut. Tabel 2.5. Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) Menurut Maftuh dan Nurmani No Kegiatan Guru Aktivitas Siswa 1. Guru menjelaskan tentang Think Siswa memperhatikan Talk Write. penjelasan guru. 2. Guru menyampaikan tujuan pem- Memahami tujuan pembebelajaran. lajaran. 3. Guru menjelaskan sekilas tentang Siswa memperhatikan dan materi yang akan didiskusikan. berusaha memahami materi. 4. Guru membentuk siswa dalam Siswa mendengarkan kelomkelompok, setiap kelompok terdiri poknya. atas 3-5 orang siswa (yang dikelompokkan secara heterogen). 5. Guru membagikan LKS pada Menerima dan mencoba setiap siswa. Siswa membaca soal memahami LKS kemudian LKS, memahami masalah secara membuat catatan kecil untuk individual, dan dibuatkan catatan didiskusikan dengan teman kecil (think). kelompoknya. 6. Mempersiapkan siswa berin- Siswa berdiskusi untuk teraksi dengan teman kelompok merumuskan kesimpulan untuk membahas isi LKS (talk). sebagai hasil dari diskusi Guru sebagai mediator lingkungan dengan anggota kelompoknya. belajar. 7. Mempersiapkan siswa menulis Menulis secara sistematis hasil sendiri pengetahuan yang diskusinya untuk dipresendiperolehnya sebagai hasil tasikan. kesepakatan dengan anggota kelompoknya (write). 8. Guru meminta masing-masing Siswa mempresentasikan hasil kelompok mempresentasikan diskusinya. pekerjaannya. 9. Guru meminta siswa dari Siswa menanggapi jawaban kelompok lain untuk menanggapi temannya. jawaban dari kelompok lain. (Hamdayama, 2014: 220)
37
Ketiga ahli tersebut telah memaparkan langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW), sehingga dapat disimpulkan bahwa langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu proses berpikir (think), berbicara (talk), dan menulis (write). g. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) dalam Pembelajaran Menulis Pantun di Kelas IV Sekolah Dasar Implementasi model pembelajaran kooperaif tipe Think Talk Write (TTW) yang diterapkan dalam pembelajaran menulis pantun pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016 meliputi langkahlangkah berikut: 1) Guru menyampaikan topik menulis pantun dan menyampaikan tujuan pembelajaran. 2) Guru menjelaskan sekilas tentang materi yang akan didiskusikan, dan juga menjelaskan tentang pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW). 3) Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) 4) Guru membagi kelas menjadi kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa (kelompok heterogen). 5) Guru menayangkan gambar melalui LCD, secara individu siswa mengamati gambar kemudian membuat kata kunci berdasarkan gambar tersebut (think). 6) Setiap siswa menyampaikan kata kunci yang telah mereka buat dalam forum kelompok, kemudian pendapat setiap anggota didiskusikan dan dibuat kesepakatan kata kunci yang akan digunakan (talk). 7) Setiap kelompok berdiskusi dan mengerjakan lembar kerja yang telah diberikan oleh guru, yaitu membuat pantun berdasarkan kata kunci yang telah disepakati (talk).
38
8) Masing-masing siswa menuliskan pantun hasil diskusi mereka pada lembar kerja (write). 9) Guru meminta masing-masing kelompok membacakan pantun hasil diskusi. 10) Guru memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi pantun kelompok lain yang telah disampaikan. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat mengaktifkan seluruh siswa sehingga tidak terjadi dominasi dalam kelas. Keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran maka akan mempermudah siswa dalam memahami materi yang diberikan, dengan begitu maka tujuan pembelajaran
akan
tercapai
dengan
optimal.
Penerapkan
model
pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) ini memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk aktif berpikir yaitu melalui proses think, tidak ada siswa yang pasif dan semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan pikirannya. Setelah itu setiap siswa diberi kesempatan menyampaikan hasil pemikirannya dalam kelompok yaitu melalui proses talk, setiap siswa akan betukar pendapat dan mencari solusi permasalahan yang diberikan. Setelah mendapatkan kesepakatan kelompok dalam menyelesaikan tugas yang diberikan, maka setiap individu menuliskan hasil diskusi kelompok mereka masing-masing yaitu proses write. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir siswa untuk menemukan ide dalam menulis pantun yaitu melalui proses think. Sesuai dengan pendapat Pratiwi dan Sihombing (2015) dalam Journal of English Language Teaching of FBS-Unimed, “By thinking, students learn to find so many ideas and information related to the topic”. Melalui kegiatan berpikir, siswa dapat belajar untuk menemukan banyak ide dan informasi yang berkaitan dengan topik pembahasan. Pada model pembelajaran ini setiap
39
siswa diberi kesempatan yang sama dalam mengembangkan pikirannya untuk menemukan ide untuk menulis pantun. Proses talk (berbicara) dalam model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat membantu siswa memahami materi menulis pantun, melalui diskusi tersebut juga dapat menambah kosa kata siswa. Pratiwi dan Sihombing (2015) dalam Journal of English Language Teaching of FBS-Unimed, “By talking, each student in a group will learn how to share their idea and information and compile it in a written form by writing skill”. Melalui kegiatan berbicara setiap siswa dalam kelompok akan belajar untuk berbagi ide dan informasi serta menyusun hasil diskusi tersebut dalam bentuk tulisan melalui keterampilan menulis. Setelah siswa berdiskusi kemudian masing-masing siswa menuliskan hasil diskusi kelompoknya secara individu. Berdasarkan uraian di atas dapat disintesiskan bahwa hakikat model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) adalah rancangan pembelajaran dalam bentuk kelompok yang anggotanya saling bekerja sama untuk memahami materi dan menyelesaikan tugas melalui kegiatan yang diawali dengan proses berpikir secara individu (think), kemudian didiskusikan dalam kelompok (talk), dan menuliskan hasil diskusi (write). Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW), setiap siswa diberikan kesempatan yang sama untuk mengasah kemampuannya dalam proses berpikir untuk menyelesaikan masalah, setelah itu mereka dapat menyampaikan hasil pemikirannya dalam kelompok untuk didiskusikan. 3. Penelitian yang Relevan Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan variabel dalam penelitian ini. Penelitian yang relevan tersebut antara lain: Penelitian pertama yang dilakukan oleh Pangestu (2010). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan kemampuan menulis pantun setelah diterapkannya model kooperatif tipe Kancing Gemerincing.
40
Pada siklus I menunjukkan nilai rata-rata siswa adalah 67,96 dengan persentase siswa yang telah mencapai KKM sebesar 66,79% (25 siswa), selanjutnya pada siklus II terjadi peningkatan nilai rata-rata siswa menjadi 79,28 dengan persentase yang mencapai KKM sebanyak 86,84% (33 siswa). Dalam penelitian ini terdapat persamaan pada variabel terikatnya, yaitu tentang kemampuan menulis pantun. Adapun perbedaannya terdapat pada variabel bebasnya, yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Pangestu menerapkan model kooperatif tipe kancing gemerincing sedangkan pada penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW), Model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) ini digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis pantun dengan subjek penelitiannya adalah guru dan siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Lusianti (2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan kemampuan menulis pantun setelah diterapkannya model kooperatif tipe Think pair Share. Pada siklus I menunjukkan nilai rata-rata 67,96 dengan persentase siswa yang mencapai KKM sebanyak 66,79% (25 siswa), selanjutnya pada siklus II terjadi peningkatan nilai rata-rata siswa menjadi 79,28 dengan persentase siswa yang mencapai KKM sebanyak 86,84% (33 siswa). Dalam penelitian ini terdapat persamaan pada variabel terikatnya, yaitu tentang kemampuan menulis pantun. Adapun perbedaannya terdapat pada variabel bebasnya, pada penelitian yang dilakukan oleh Lusianti menerapkan model kooperatif tipe Think Pair Share sedangkan pada penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW). Model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) ini digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis pantun dengan subjek penelitiannya adalah guru dan siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Widiyaka (2013). Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan kemampuan menulis pantun setelah diterapkannya model kooperatif tipe Make a Match. Hal ini dibuktikan pada
41
kondisi awal sebelum tindakan siswa yang nilainya tuntas menunjukkan persentase 43,75% (7 siswa) dengan nilai rata-rata 63,75. Kemudian pada siklus I mengalami peningkatan menjadi 75% (12 siswa) dengan nilai rata-rata 76,5. Selanjutnya pada siklus II meningkat menjadi 100% (16 siswa) dengan nilai raa-rata 81,18. Dalam penelitian ini terdapat persamaan pada variabel terikatnya, yaitu tentang kemampuan menulis pantun. Adapun perbedaannya terdapat pada variabel bebasnya, pada penelitian yang dilakukan oleh Widiyaka menerapkan model kooperatif tipe Make a Macth sedangkan pada penelitian ini menerapkan model kooperatif tipe Think Talk Write (TTW). Model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) ini digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis pantun dengan subjek penelitiannya adalah guru dan siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016. Penelitian relevan yang keempat dilakukan oleh Dewi (2015). Hasil penelitian tersebut menunjukkan model pembelajaran Kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan keterampilan menulis deskripsi pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Sragen tahun ajaran 2014/2015. Pada kondisi awal persentase ketuntasan klasikal sebesar 37,94% (11 siswa), kemudian pada siklus I meningkat menjadi 68% (20 siswa), selanjutnya pada siklus II ketuntasan klasikal meningkat menjadi 86,21% (25 siswa). Dalam penelitian ini terdapat persamaan variabel bebasnya, yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW). Adapun perbedaannya terdapat pada variabel terikatnya, yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Dewi permasalahan yang diambil adalah mengenai keterampilan menulis deskripsi pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Sragen tahun ajaran 2014/2015, sedangkan permasalahan yang diambil dalam penelitian ini yaitu mengenai kemampuan menulis pantun pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan menerapkan Model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) untuk meningkatkan kemampuan menulis pantun dengan subjek penelitiannya adalah guru dan siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016.
42
Penelitian yang kelima dilakukan oleh Setiawati (2015). Hasil penelitian tersebut yaitu model pembelajaran Think Talk Write (TTW) yang diterapkan dengan Puzzle dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan deskripsi pada siswa kelas IVA SDN 1 Kracak tahun pelajaran 2014/2015. Pada kondisi awal menunjukkan persentase ketuntasan klasikal sebesar 40% dengan nilai rata-rata 68, kemudian pada siklus I meningkat menjadi 80% dengan nilai rata-rata 76,07, selanjutnya pada siklus II meningkat menjadi 100% dengan nilai rata-rata 77,75. Pada siklus III ketuntasan klasikal mencapai 100% dengan nilai rata-rata sebesar 85,55. Dalam penelitian ini terdapat persamaan variabel bebasnya, yaitu penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW). Adapun perbedaannya terdapat pada variabel terikatnya, yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Setiawati permasalahan yang diambil adalah mengenai keterampilan menulis karangan deskripsi pada siswa kelas IVA SDN 1 Kracak tahun pelajaran 2014/2015, sedangkan permasalahan yang diambil dalam penelitian ini yaitu mengenai kemampuan menulis pantun pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) untuk meningkatkan kemampuan menulis pantun dengan subjek penelitiannya adalah guru dan siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016. B. Kerangka Berpikir Kondisi awal kemampuan menulis pantun pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016 masih rendah. KKM kemampuan menulis pantun yang telah ditetapkan sekolah adalah 70.
Data nilai pratindakan
menunjukkan dari 22 jumlah siswa keseluruhan, terdapat 15 siswa (68,18%) yang belum mencapai KKM, sedangkan yang telah mencapai KKM sebanyak 7 siswa (31,82%). Dalam pelaksanaannya guru telah menjelaskan materi menulis pantun dengan baik, namun guru belum menerapkan model pembelajaran yang inovatif untuk memaksimalkan kemampuan menulis pantun siswa, akibatnya kemampuan
43
menulis pantun siswa masih rendah. Rendahnya kemampuan menulis pantun siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (1) guru belum menerapkan model pembelajaran yang cocok untuk pembelajaran menulis pantun, (2) banyak siswa yang pasif sehingga siswa kesulitan memahami cara menulis pantun secara individu, (3) siswa kesulitan menemukan ide untuk membuat sampiran dan isi yang tidak saling berkaitan, (4) penguasaan diksi siswa yang terbatas yang menyulitkan membuat sajak silang, dan (5) sumber belajar menulis pantun yang sedikit sehingga membuat pengetahuan siswa terbatas. Berdasarkan kondisi tersebut dibutuhkan model pembelajaran inovatif yang mampu memaksimalkan kemampuan menulis pantun siswa. Tindakan yang dilakukan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) untuk meningkatkan kemampuan menulis pantun siswa. Penerapan model pembelajaran ini dilaksanakan secara berkelompok yang bersifat heterogen, dengan tujuan agar siswa saling membantu untuk memahami materi menulis pantun sehingga dapat menyelesaikan tugas yang diberikan. Model pembelajaran ini akan memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk aktif dalam pembelajaran, yaitu pada proses think (berpikir) secara individu, kemudian prose talk (berbicara) dengan menyampaikan pendapat dalam diskusi, dan proses write (menulis) hasil diskusi. Untuk mengatasi rendahnya kemampuan menulis pantun pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu, maka dilakukan penelitian tindakan kelas ini. Pelaksanaan penelitian dimulai dari siklus I yang melalui tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Pada siklus I pertemuan 1 indikator yang ditetapkan yaitu melengkapi pantun rumpang, sedangkan pada siklus I pertemuan 2 indikator yang ditetapkan adalah menulis pantun berdasarkan tema. Pelaksanaan siklus II merupakan pengulangan dari siklus I yang bertujuan memperbaiki kekurangan hasil refleksi siklus I, selain itu pelaksanaan siklus II berfungsi untuk memaksimalkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dalam pembelajaran menulis pantun.
44
Melalui dasar pemikiran tersebut, diasumsikan bahwa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan kemampuan menulis pantun pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016. Kerangka berpikir penelitian ini digambarkan seperti berikut:
Kondisi Awal
Belum menerapkan model pembelajaran inovatif
Kemampuan menulis pantun siswa kelas IV SDN 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016 rendah
Siklus I : Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Refleksi Pertemuan 1 : Melengkapi pantun rumpang tema persahabatan
Tindakan
Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pertemuan 2: Membuat pantun berdasarkan tema ketekunan
Talk Write (TTW)
Kondisi Akhir
Kemampuan menulis pantun siswa kelas IV SDN 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016 meningkat dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW)
Siklus II : Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Refleksi Pertemuan 1 : Melengkapi pantun rumpang tema kepatuhan Pertemuan 2: Membuat pantun berdasarkan tema kedisiplinan
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu “Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Talk Write (TTW) dapat meningkatkan kemampuan menulis pantun pada siswa kelas IV SD Negeri 3 Delanggu tahun ajaran 2015/2016”.