BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Teori Keadilan Teori yang menghubungkan konsep kepuasan kerja dengan keadilan
organisasi yang cukup di kenal menurut Rivai (2004) adalah Teori keadilan (Equity Theory). Teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan merasa puas dan tidak puas , tergantung pada ada atau tidaknya keadilan ( Equity ) dalam suatu situasi kususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan, dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang di anggap bernilai oleh seorang karyawan yang di peroleh dari pekerjaannya, seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, symbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri. 2.1.2
Kepuasan Kerja McShane dan Von Glinow (2008) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah
evaluasi individu tentang tugas dan konteks pekerjaannya. Menurut Martoyo (2007:156) kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau
8
organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Menurut Ardana et al. (2009:23) kepuasan kerja adalah selisih dari sesuatu yang seharusnya ada dengan sesuatu yang sesungguhnya ada (factual), semakin kecil selisih kondisi yang seharusnya ada dengan kondisi yang sesungguhnya ada (factual) seseorang cenderung merasa semakin puas. Bakhshi et al. (2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah salah satu variabel yang paling banyak digunakan dalam riset keadilan organisasional. 2.1.2.1 Indikator kepuasan kerja Hasibuan (2009:202) menyatakan bahwa indikator kepuasan kerja dapat dilihat sebagai berikut. 1) Isi pekerjaan, merupakan penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan. 2) Supervisi, merupakan pengarahan dan pengendalian kepada tingkat karyawan yang ada dibawahnya dalam suatu organisasi. 3) Organisasi, merupakan suatu alat atau wadah kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. 4) Kesempatan untuk maju, merupakan keadaan dimana karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan karir.
2.1.3 Keadilan Distributif
9
Keadilan distributif berkaitan dengan persepsi keadilan tentang alokasi organisasi dan hasil (Saunders et al., 2002). Keadilan distributif merupakan persepsi keadilan pada rasio hasil kontribusi untuk karyawan dan perbandingan rasio dengan anggota lain dari organisasi (Adams, 1965). Keadilan distributif mengacu pada keadilan yang dirasakan dari hasil yang diterima individu dari organisasi (Al’zubi, 2010). Keadilan distributif melibatkan perbandingan gaji, tunjangan, promosi, kekuasaan, imbalan, dan kepuasan (Rai, 2013). 2.1.3.1 Dimensi Keadilan Distributif Menurut Cropanzano et al. (2007) menyebutkan bahwa keadilan distributif terdiri dari tiga dimensi yaitu sebagai berikut: 1. Keadilan Menghargai karyawan berdasarkan kontribusinya 2. Persamaan Menyediakan kompensasi bagi setiap karyawan secara garis besar sama. 3. Kebutuhan Meyediakan benefit berdasarkan pada kebutuhan personal seseorang. 2.1.4 Keadilan Prosedural Keadilan prosedural berkaitan dengan persepsi keadilan dalam penggunaan proses, prosedur dan metode dalam membuat hasil keputusan (Thibaut dan Walker, 1975). Menurut Robbin dan Judge (2008) keadilan prosedural adalah keadilan yang
10
dirasakan dari proses yang digunakan untuk menentukan distribusi imbalan. Menurut Noe et al (2011) keadilan prosedural merupakan konsep keadilaan yang berfokus pada metode yang digunakan untuk menentukan imbalan yang diterima. Mekanisme ini dianggap wajar sejauh bahwa mereka konsisten, akurat, benar, dan berlaku etis (Leventhal, 1980). Keadilan prosedural merupakan perwujudan dari prinsip-prinsip normatif yang diterima seperti konsistensi prosedur terhadap penawaran kompensasi, konsistensi terhadap peraturan, menghindari kepentingan pribadi pada proses distribusi, ketepatan waktu, dan etika (Badawi, 2012). 2.1.4.1 Dimensi Keadilan Prosedural Menurut Cropanzano et al (2007) meyebutkan bahwa keadilan prosedural terdiri dari 6 dimensi yaitu sebagai berikut: 1. Konsistensi. Setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan sama dalam satu prosedur yang sama. 2. Minimalisasi bias. Tidak ada orang atau kelompok yang diistimewakan dan diperlakukan tidak sama. 3. Informasi yang akurat.
11
Proses pengalokasian keadilan harus didasarkan pada informasi yang akurat. Informasi dan opini harus dikumpulkan dan diproses sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kesalahan dalam mengambil keputusan. 4. Pertimbangan Wakil Karyawan Pihak – pihak terkait dapat memberikan masukan untuk pengambilan keputusan. 5. Koreksi Mempunyai proses banding atau mekanisme lain untuk memperbaiki kesalahan. 6. Etika Prosedur yang adil harus sesuai dengan moral dan nila-nilai etika atau sebuah aturan yang disepakati bersama. Dengan kata lain, bila berbagai hal diatas terpenuhi namun tidak sesuai dengan etika, maka belum bisa dikatakan adil.
2.1.5 Keadilan Interaksional Keadilan interaksional didefinisikan
sebagai kualitas interpersonal yang
orang terima ketika prosedur yang diterapkan dan hasil didistribusikan (Bies dan Moag, 1986). Menurut Robbins dan Judge (2008), keadilan interaksional didefinisikan sebagai persepsi individu
tentang tingkat sampai dimana seorang
karyawan diperlakukan dengan penuh martabat, perhatian, dan rasa hormat. Keadilan
12
interaksional berfokus pada individu terhadap perlakuan interpersonal yang diterima dari pemimpin, dua elemen penting dari persepsi keadilan interaksional yaitu apakah alasan yang mendasari keputusan alokasi sumber daya jelas dan jujur serta dapat memberikan penjelasan kepada individu yang terkena imbasnya (Kadaruddin dkk., 2012). Perlakuan yang sama di tempat kerja dianggap sebagai salah satu hak yang paling mendasar dari karyawan (Svensson dan Genugten, 2013)
2.1.5.1 Dimensi Keadilan Interaksional Menurut Cropanzano et al. (2007) menyebutkan bahwa keadilan interaksional terdiri dari 2 dimensi yaitu sebagai berikut: 1. Keadilan interpersonal Memperlakukan seorang karyawan dengan martabat, perhatian, dan rasa hormat. 2. Keadilan informasional Berbagi informasi yang relevan dengan karyawan
2.2
Hipotesis Penelitian
2.2.1
Pengaruh antara Keadilan Distributif Terhadap Kepuasan Kerja Menurut Tang et.al., (1996) menyatakan bahwa keadilan distributif secara
signifikan berhubungan dengan kepuasan. Menurut Lambert (2003) lebih banyak studi mengklaim bahwa keadilan distributif memiliki pengaruh kuat pada kepuasan
13
kerja dari pada keadilan
prosedural. Hal yang sama dikemukakan oleh Cohen-
Carash dan Spector (2001) yang menyatakan bahwa keadilan distributif merupakan prediktor yang paling kuat bagi kepuasan kerja dibanding prosedural dan interaksional. Penelitian lain yang menghasilkan signifikansi pengaruh keadilan distributif terhadap kepuasan kerja adalah yang dilakukan oleh Nadiri dan Tanova (2010). Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah : H1
: Keadilan distributif berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja
2.2.2
Pengaruh antara Keadilan Prosedural dan Kepuasan Kerja Menurut Noe et al (2011) keadilan prosedural merupakan konsep keadilan
yang berfokus pada metode yang digunakan untuk menentukan
imbalan yang
diterima. Menurut hasil penelitian dari Mustafa (2008) menunjukan bahwa keadilan prosedural memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Temuan penelitian lain yang memperoleh hasil yang sama adalah Pillai et al., (2001) yang menemukan bahwa keadilan prosedural berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Peelitian yang di lakukan oleh Kristanto (2013) juga menunjukan bahwa keadilan prosedural berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah : H2
: Keadilan prosedural berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja
14
2.2.3
Pengaruh antara Keadilan Interaksional dan Kepuasan Kerja Menurut Bies (2005) menyatakan bahwa penilaian keadilan juga berdasarkan
kualitas perlakuan interpersonal yang diterima selama eksekusi prosedur dan penilaian tersebut akan mempengaruhi sikap dan perilaku individu. Masterson et al. (2000) memperlihatkan keadilan interaksional berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Menurut hasil penelitian Malik et al., (2001) terdapat hubungan positif dan signifikan keadilan interaksional terhadap kepuasan kerja pada karyawan di perguruan tinggi di Pakistan, begitu pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Usmani (2013) yang mendapat hasil bahwa keadilan interaksional berhubungan positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah : H3
: Keadilan interaksional berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja
15