BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Disiplin Kerja 2.1.1 Pengertian Disiplin Kerja Disiplin Kerja adalah suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh pekerja sendiri dan menyebabkan dia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela kepada keputusan-keputusan, peraturan-peraturan dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan tingkah laku (Weldy, 2013). Menurut Saydam (2005:284) disiplin kerja adalah sikap kesediaan dan kerelaan seeorang untuk mematuhi dan mantaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya. Menurut Simamora (2004:610) disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau norma. Sedangkan menurut (Sedarmayanti, 2010), Disiplin kerja merupakan kemampuan seseorang untuk secara teratur, tekun secara terus menerus dan bekerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dengan tidak melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan. 2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja Disiplin kerja sangat dibutuhkan oleh setiap pegawai. Disiplin menjadi persyaratan bagi pembentukan sikap, perilaku, dan tata kehidupan berdisplin yang akan membuat para pegawai mendapat kemudahan dalam bekerja, dengan begitu akan menciptakan suasana kerja yang kondusif dan mendukung usaha pencapaian tujuan.
Menurut
Martoyo
dalam
Bonusia
(2013),
mempengaruhi tinggi rendahnya disiplin kerja adalah :
faktor-faktor
yang
1.
Motivasi, merupakan faktor penting dalam pencapaian disiplin kerja. Apabila tidak ada motivasi, maka seorang karyawan dalam bekerja tidak semangat.
2.
Pendidikan dan latihan, diadakannya pendidikan dan pelatihan kepada setiap karyawan, maka karyawan akan terlatih untuk berdisiplin dan menghargai
waktu
dalam
melaksanakan
pekerjaannya
yang
menyebabkan karyawan mahir dan mampu menyelesaikan tugas pekerjaannya sesuai waktu yang telah ditentukan. 3.
Prosedur kerja, diharapkan mampu bekerja secara menyeluruh dan sesuai dengan prosedur kerja yang berlaku.
4.
Sikap terhadap atasan, yaitu sikap dan perbuatan atasan tentang berperilaku dalam berdisiplin diharapkan dapat menjadi contoh dan teladan bagi karyawan.
2.1.3 Indikasi Menurunnya Disiplin Kerja Menurunnya kualitas disiplin kerja pegawai bisa berdampak negatif bagi dinas, karena ini terkait dengan produktivitas kerja, semakin rendah kualitas kerja pegawai maka semakin rendah juga produktivitas dan pemasukan bagi dinas tersebut. Adapun indikasi-indikasi turunnya disiplin kerja pegawai menurut Gouzali (2006:287) adalah sebagai berikut. 1. Tingginya angka kemangkiran atau absensi pegawai. 2. Sering terlambatnya pegawai masuk kantor dan pulang lebih cepat dari jam yang sudah ditentukan. 3. Menurunnya semangat dan gairah kerja.
4. Tidak tercapainya program yang sudah ditargetkan. 5. Merosotnya produktivitas dan hasil pekerjan. 2.1.4 Indikator Disiplin Kerja Menurut (Hasibuan, 2009), disiplin kerja memiliki indikator sebagai berikut : 1. Tujuan dan kemampuan Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada seseorang karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan. 2. Teladan pimpinan Dalam menentukan disiplin kerja karyawan maka pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. 3. Balas jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut memengaruhi kedisplinan karyawan, karena akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Perusahaan harus memberikan balas jasa yang sesuai.. 4. Keadilan Keadilan mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta
diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Apabila keadilan yang dijadikan
dasar
kebijaksanaan
dalam
pemberian
balas
jasa
(pengakuan) atau hukuman, akan merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik. 5. Pengawasan melekat Pengawasan melekat harus dijadikan suatu tindakan yang nyata dalam mewujudkan kedisplinan karyawan perusahaan, karena dengan pengawasan ini, berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi bawahan. 6. Sanksi hukuman Sangsi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Karena dengan adanya sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku yang indisipliner karyawan akan berkurang. 7. Ketegasan Pemimpin harus berani tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. 8. Hubungan kemanusiaan Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan.
Pimpinan atau manajer harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat. 2.2
Kepemimpinan Transformasional
2.2.1 Pengertian Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan transformasional merupakan kepemimpinan yang paling efektif dan terlibat langsung memberikan motivasi beserta dukungan untuk para bawahannya Rubin, dkk (2005). Menurut Ghadi, dkk (2013), kepemimpinan transformasional adalah suatu sikap yang dimiliki seorang pemimpin untuk membangun loyalitas dan pengabdian tanpa banyak pertimbangan untuk kepentingan mereka sendiri, dan yang juga membantu pengikut mengidentifikasi mereka. Sedangkan menurut Bass dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Kepemimpinan Transformasioanl mengarah pada tipe kepemimpinan dimana pemimpin memiliki kharisma dan memberikan stimulasi intelektual, pertimbangan individual dan motivasi inspirasional kepada bawahan (Braun,dkk,2006). 2.2.2 Tujuan Kepemimpinan Transformasional Toriza,
(2011)
menyebutkan
tujuan
dari
gaya
kepemimpinan
transformasional adalah sebagai berikut : 1.
Mendorong karyawan untuk lebih menyadari arti penting hasil usaha.
2.
Mendorong karyawan untuk mendahulukan kepentingan kelompok.
3.
Meningkatkan kebutuhan karyawan yang lebih tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri.
4.
Untuk mewujudkan kinerja organisasi yang tepat dan bermutu.
2.2.3 Indikator Kepemimpinan Transformasional Menurut Hamdani, dkk (2012) terdapat beberapa indikator dalam mengukur gaya kepemimpinan transformasional : 1.
Penglihatan Ekspresi gambaran ideal dari masa depan menurut nilai-nilai organisasional.
2.
Inspirasi komunikasi Ekspresi pesan positif dan pesan yang mendorong organisasi serta pernyataan yang membangun motivasi.
3.
Stimulasi intelektual Peningkatan ketertarikan pegawai, dan kesadaran akan masalah serta peningkatan kemampuan mereka untuk memikirkan berbagai masalah dengan cara-cara yang baru.
4.
Kepemimpinan sportif Mengekspresikan
perhatian
pada
karyawan
dan
mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan individual mereka. 5.
Pengakuan pribadi Ketentuan penghargaan seperti pujian dan ucapan terima kasih atas usaha dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah dispesifikasikan.
2.3
Kepemimpinan transaksional
2.3.1 Pengertian Kepemimpinan Transaksional Robbins & Judge (2007:90), mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang membimbing dan memotivasi para pengikut mereka pada arah tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas-tugas mereka. Sedangkan menurut Kusumastuti dan Nurtjahjanti (2013), kepemimpinan transaksional adalah pemahaman dan perasaan individu mengenai sejauh mana pemimpin dalam sebuah perusahaan memberikan umpan balik yang positif pada kinerja yang dilakukan para pegawainya sehingga penghargaan
didapatkan,
dan
tindakan
pemimpin
untuk
mengawasi
penyimpangan aturan dan standar yang ada. Kepemimpinan transaksional terjadi saat seseorang mengambil insiatif membuat kontrak dengan yang lain dengan tujuan melakukan pertukaran dengan sesuatu yang bernilai (Mohapatra, 2014). 2.3.2 Karakteristik Kepemimpinan Transaksional Robinss dan Judge (2007:92) menyatakan bahwa dalam kepemimpinan transaksional terdapat empat karakteristik diantaranya : 1. Imbalan kontingen di mana pemimpin memberikan imbalan atas kerja yang baik.. 2. Manajemen berdasar pengecualian (aktif) di mana pemimpin melakukan perbaikan terhadap terjadinya penyimpangan aturan atau standar yang berlaku. 3. Manajemen berdasar pengecualian (pasif) yakni melakukan intervensi hanya pada saat standar tidak dipenuhi.
4. Laissez – Faire yakni melepas tanggung jawab dan menghindari pengambilan keputusan. 2.3.3 Indikator Kepemimpinan Transaksional Menurut Lomanjaya, dkk (2014), menyatakan terdapat indikator dalam kepemimpinan transaksional, diantaranya : a.
Imbalan kontigen (Contingent Reward), meliputi : 1. Supervisor mengakui prestasi kerja karyawannya. 2. Supervisor memberikan imbalan atau reward kepada karyawan yang berprestasi. 3. Supervisor mampu mengidentifikasi bentuk imbalan yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dibebankan. 4. Supervisor memberitahu apa yang akan diperoleh karyawan jika berhasil melakukan pekerjaan yang telah diberikan
b.
Manajemen aktif dengan pengecualian (active management by exception), meliputi : 1. Supervisor sering mengawasi dengan ketat pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. 2. Supervisor melakukan pembetulan atau koreksi kepada karyawan yang melakukan kesalahan.
2.4 Kepemimpinan Otokratis 2.4.1 Pengertian Kepemimpinan Otokratis Fatmawati (2013), pemimpin otokratis biasa merasa bahwa mereka mengetahui apa yang mereka inginkan dan cendrung mengekspresikan kebutuhankebutuhan tersebut dalam bentuk perintah-perintah langsung kepada bawahaan. Sedangkan menurut Leoni, dkk (2014), pemimpin yang otokratis selalu menganggap bawahan sebagai alat semata dan segala tindakan yang dilakukannya cenderung bersifat menghukum. Kepemimpinan otokratis lebih cenderung melakukan hukuman daripada melakukan pendekatan kepada para pekerjanya yang tidak melakukan tugas dengan baik dan tidak mempertimbangkan opini dari seorang pekerja (Bhatti,dkk,2012). 2.4.2 Indikator Kepemimpinan Otokratis Leoni, dkk (2014), terdapat tiga indikator dalam kepemimpinan otokratis, antara lain : 1.
Sentralisasi Wewenang Memusatkan seluruh wewenang kepada sejumlah kecil manajer atau yang berada di posisi puncak pada suatu struktur organisasi.
2.
Produktivitas Kerja. Kemampuan karyawan dalam berproduksi dibandingkan dengan input yang digunakan, seorang karyawan dapt dikatakan produktif apabila mampu menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan diharapkan dalam waktu yang singkat atau tepat.
3.
Manajemen. Pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian sumber daya organisasi.
2.5 Hipotesis Penelitian 2.5.1 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Disiplin Kerja Pegawai. Penelitian
Iswara
(2013)
menyatakan
bahwa
kepemimpinan
transformasional memiliki pengaruh simultan dengan disiplin kerja karyawan. Penelitian Endriawan (2014) menyatakan gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap disiplin kerja pegawai. Sedangkan penelitian Diantari (2013) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan transformasional juga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja karyawan. Bass dalam Swandari (2003), mendefinisikan bahwa kepemimpinan transformasional
sebagai
pemimpin
yang
mempunyai
kekuatan
untuk
mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : H1 : Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja pegawai Dinas Balai Bahasa Provinsi Bali.
2.5.2 Pengaruh Kepemimpinan Transaksional Terhadap Disiplin Kerja Pegawai. Penelitian Tondok dan Andarika (2004) menyatakan bahwa kepemimpinan transaksional berpengaruh positif dngan disiplin kerja karyawan. Penelitian Ancok (2005) menyatakan Kepemimpinan Transaksional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja karyawan. Sedangkan menurut Pranantiyo, dkk (2014) menyatakan kepemimpinan transaksional memiliki pengaruh yang positif terhadap disiplin kerja karyawan. Robbins & Judge (2007:90) kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang membimbing dan memotivasi para pengikut mereka pada arah tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H2 : Kepemimpinan Transaksional berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja pegawai di Dinas Balai Bahasa Provinsi Bali. 2.5.3 Pengaruh Kepemimpinan Otokratis Terhadap Disiplin Kerja Pegawai. Penelitian yang menggunakan variabel kepemimpinan otokratis telah dilakukan oleh Leoni (2014) yang menyatakan bahwa disiplin kerja karyawan dapat dipengaruhi oleh kepemimpinan otokratis. Penelitian Pratama (2012) menyatakan kepemimpinan otokratis memiliki pengaruh positif terhadap disiplin kerja. Sedangkan penelitian Ruslan (2014) menyatakan bahwa disiplin kerja
dalam organisasi dapat terjadi bila seorang pemimpin juga menerapkan kepemimpinan yang bersifat otokratis. Menurut Sugandi (2011:140), kepemimpinan otokratis merupakan pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri yang selalu menganggap organisasi sebagai milik pribadi, mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, menganggap bawahan sebagai alat semata, tidak mau menerima kritik dan saran, terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya, dalam tindakan pergerakannya sering menggunakan pendekatan paksaan dan cenderung bersifat menghukum. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : H3 : Kepemimpinan Otokratis berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja pegawai di Dinas Balai Bahasa Provinsi Bali.