perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori
1. Tinjauan Tentang Strategi Pembangunan Partisipatif a. Pengertian Strategi Definisi strategi dapat dicermati melalui pendapat Kennet Endrews dalam buku karya Grant (1995) yang diterjemahkan oleh Thomas Secokusumo (1999: 10), bahwa strategi adalah “Bentuk dari tujuan-tujuan, kebijakan utama, dan rencana untuk mencapai tujuan tersebut, yang dipaparkan sedemikian rupa sehingga dapat menerangkan dalam usaha apa organisasi tersebut bergerak atau seharusnya bergerak.” Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa strategi merupakan suatu kebijakan atau rencana untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kebijakan tersebut merupakan salah satu usaha yang dilakukan sebagai upaya pencapaian hasil yang optimal. Senada dengan hal tersebut, menurut James Brian Quinn mendefinisikan
strategi
sebagai
suatu
bentuk
atau
rencana
yang
mengintegrasikan tujuan-tujuan utama, kebijakan-kebijakan, dan rangkaian tindakan dalam suatu organisasi menjadi satu kesatuan yang utuh. Strategi yang diformulasikan dengan baik akan membantu penyusunan dan pengalokasian sumber daya yang dimiliki perusahaan menjadi suatu bentuk yang unik dan dapat bertahan. Strategi yang baik disusun berdasarkan kemampuan internal dan kelemahan perusahaan, antisipasi perubahan dalam lingkungan, serta kesatuan pergerakan yang dilakukan oleh mata-mata musuh (Grant, 1995) diterjemahkan oleh Thomas Secokusumo (1999: 10). Berdasakan penjelasan dari James Brian Quinn di atas, dapat disimpulkan bahwa makna strategi mengacu pada kebijakan atau serangkaian tindakan yang dilakukan oleh suatu organisasi untuk mencapai suatu keinginan yang sebelumnya direncanakan. Hunger dan Wheelen (1996: 3) mendefinisikan strategi sebagai berikut: commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
Strategic management is that set managerial decisions and actions that determines the long-run performance of a corporations. It includes environmental scanning, strategy formulation (strategic or long-range planning), strategy implementation, and evaluation and control. The study of strategic management therefore emphazises monitoring and evaluating enfironmental opportunities and threats in light of a corporation’s strengths and weaknesses. Dalam kutipan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan suatu bentuk kebijakan dan tindakan yang digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Dalam hal ini strategi di sama artikan dengan kebijakan dan tindakan, pengartian tersebut mengisyaratkan adanya tindakan dari seseorang atau organisasi untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. Terdapat rumusan yang komperhensif mengenai strategi yang dinyatakan oleh Hax dan Mujluf (1991) sebagai berikut: 1. Ialah suatu pola keputusan yang konsisten, menyatu, dan integral; 2. Menentukan dan menampilkan tujuan organisasi dalam artian sasaran jangka panjang, program bertindak, dan prioritas alokasi sumber daya; 3. Menyeleksi bidang yang akan digeluti atau akan digeluti organisasi; 4. Mencoba mendapatkan keuntungan yang mampu bertahan lama, dengan memberikan respon yang tepat terhadap peluang dan ancaman dari lingkungan eksternal organisasi, dan kekuatan serta kelemahannya; 5. Melibatkan semua tingkat hierarki dari organisasi. (Salusu, 1996: 100-101) Dalam pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi menjadi suatu kerangka yang bersifat fundamental atau integral tempat suatu organisasi mampu menyatakan eksistensinya. Sementara pada saat yang bersamaan strategi memiliki kekuatan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Strategi menjadi suatu tindakan yang mendasari pencapaian keberhasilan suatu program atau kebijakan, sehingga tingkat kegagalan dapat diantisipasi. Dari beberapa pendapat mengenai pengertian strategi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setiap pendapat memiliki kemiripan. Kemiripan tersebut antara lain, strategi sama-sama commit toprogram, user diartikan sebagai kebijakan, tindakan, dan juga keputusan. Strategi
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
perlu diterapkan oleh setiap orang dan juga organisasi agar tujuan yang ingin dicapai dapat terealisasi. Untuk melaksanakan tujuan yang ingin dicapai maka perlu dipilih strategi yang paling tepat, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan. Berkaitan dengan hal tersebut, tipe-tipe strategi menurut Koteen (1991) antara lain: 1. Corporate Strategy (Strategi Organisasi) Strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai, dan inisiatif-inisiatif strategik yang baru. Pembatasan-pembatasan diperlukan yaitu apa yang dilakukan dan untuk siapa. 2. Program Strategy (Strategi Program) Strategi ini lebih memberi perhatian pada implikasi-implikasi strategik dari suatu program tertentu. Apa kira-kira dampaknya apabila suatu program tertentu dilancarkan atau diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi. 3. Resource Support Strategy (Strategi Pendukung Sumber Daya) Strategi pendukung sumber daya ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan pemanfaatan sumber-sumber daya esensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumber daya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi dan sebagainya. 4. Institutional Strategy (Strategi Kelembagaan) Fokus dari strategi institusional ialah mengembangkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif stratejik. (Salusu, 1996: 105) Tiap-tiap strategi di atas merupakan satu kesatuan yang saling menopang sehingga merupakan satu kesatuan yang kokoh yang mampu menjadikan organisasi sebagai satu lembaga kokoh pula, mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang tidak menentu. Dengan memperhatikan tipetipe strategi, maka suatu organisasi senantiasa dapat berfungsi di tengah keadaan yang tidak terprediksikan. Berkaitan dengan tipe-tipe strategi di atas, maka tipe strategi yang dipergunakan dalam menanggulangi rumah tidak layak huni di Kecamatan Sukoharjo yang juga merupakan salah satu program PNPM Mandiri Perkotaan, adalah tipe strategi Resource Support Strategy (Strategi Pendukung Sumber Daya). Hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaan pembangunannya, sumber daya manusia yang berupa tenaga, buah pikiran atau ide, keuangan dan lain sebagainya dicurahkan untuk mendukung program tersebut.commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setiap strategi yang diterapkan pastinya diharapkan untuk menuai keberhasilan. Keberhasilan suatu strategi harus disertai dengan tindakan antisipasi untuk meminimalisir kegagalannya. Berkaitan dengan keberhasilan suatu strategi, Hatten dan Hatten (1988) yang dimuat dalam buku karya Armstrong
(1996:
mensukseskan
107-109),
strategi,
yaitu:
mengemukakan Strategi
prinsip-prinsip
haruslah
konsisten
untuk dengan
lingkungannya, setiap organisasi tidak hanya membuat satu strategi, strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semua sumber daya dan tidak menceraiberaikan satu dengan yang lainnya, strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang merupakan kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru adalah kelemahannya, sumber daya adalah sesuatu yang kritis, strategi hendaknya memperhitungkan resiko yang tidak terlalu besar, strategi hendaknya disusun di atas landasan keberhasilan yang telah dicapai, dan yang terakhir adanya tanda-tanda dari suksesnya suatu strategi ditampakkan dengan adanya dukungan dari pihak-pihak yang terkait dan terutama dari para eksekutif dari semua pimpinan unit kerja dalam organisasi. Masih berkaitan dengan prinsip kesuksesan suatu strategi, Fuchs and his colleagues (Fuch et al, 2000) mengemukakan bahwa: “The Key dimensions of effective strategy development and implementation as orchestrating all the elements of strategy around a powerfull core theme and alignment of coherent product-market focus supported by operating capabilities and resources.” (International Journal of Eussines and Emerging Market, 2009: 214). Berdasarkan jurnal di atas, dapat disimpulkan bahwa kunci keefektifan penerapan strategi adalah memaksimalkan kesesuaian antara produk dengan sasaran pasar dengan didukung adanya kemampuan pengoperasian dan sumber daya yang ada. Dengan memperhatikan sumber daya dalam organisasi maka suatu strategi dapat dimaksimalkan untuk menuai keberhasilan atas tujuan yang diinginkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
b. Pengertian Pembangunan Sondang P. Siagian, (1981: 21) mendefinisikan pembangunan sebagai “Suatu usaha atau serangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara dan pemerintahan dalam usaha pembinaan bangsa.” Berdasarkan pendapat tersebut, maka dalam konsep pembangunan terdapat syarat yang harus dipenuhi yaitu harus ada usaha yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintahnya, dilaksanakan secara sadar, terarah dan berkesinambungan agar tujuan dari pembangunan itu dapat tercapai. Dari beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pembangunan tersebut, pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam suasana kehidupan yang penuh keharmonisan. Menurut Parson (1991) menjelaskan sebab-sebab terjadinya pembangunan sebagai beriku: Pembangunan terjadi karena adanya perubahan status dari suatu interaksi sosial: 1) Adaptasi terhadap kebutuhan situasional 2) Pencapaian tujuan-tujuan 3) Integrasi atau pengaturan tata-hubungan, dan 4) Pola pemeliharaan atau pengurangan ketegangan dari pola budaya tertentu. (Mardikanto, 2010: 11) Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa pembangunan dapat berlangsung ketika terjadinya suatu perubahan status dari suatu interaksi sosial, misalnya adanya kebutuhan-kebutuhan situasional yang dibutuhkan dalam suatu wilayah, akan mempengaruhi pembangunan yang ada. Dengan melihat kebutuhan yang ada, pembangunan dapat terjadi sebagai upaya pencapaian tujuan yang hendak di capai dari pembangunan yang dilakukan. Pembangunan sebagai paradigma baru dalam kehidupan di masyarakat, memiliki peran penting dalam rangka menyelamatkan kehidupan bangsa menjadi lebih sejahtera dan jauh dari keterpurukan. Keberadaan masyarakat sebagai suatu obyek dan juga subyek dilaksanakannya suatu commit nuansa to user lain yang lebih harmonis dalam pembangunan mampu memberikan
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
suatu pembangunan. Pembangunan dilakukan dengan mengisyaratkan suatu perubahan, pergeseran, atau bahkan perombakkan suatu keadaan atau suatu obyek tertentu. Pengertian tersebut menegaskan bahwa pembangunan merupakan proses menuju perubahan. Perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi secara bermacam-macam. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain.
Pada awal
pemikiran tentang
pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi. Seluruh pemikiran
tersebut
didasarkan
pada
aspek
perubahan,
di
mana
pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara keseluruhan mengandung unsur perubahan. Dengan menerapkan prinsip pembangunan yang menyangkut semua pihak dalam suatu bangsa, maka dampaknya bukan hanya melancarkan suatu tatanan pembangunan saja, namun juga mampu menjadikan masyarakat lebih responsif terhadap bentukbentuk pembangunan yang sedang dijalankan. Secara sederhana pembangunan sering diartikan sebagai suatu upaya untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Karena perubahan yang di maksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula, tidak jarang pula ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah pertumbuhan. Konsep dasar tersebut mampu memberikan gambaran awal mengenai keberadaan pembangunan, sehingga konsep yang terbangun dalam
diri
seseorang
adalah
pasti
ada
perubahan
dalam
suatu
pembangunan. Namun untuk memberikan gambaran yang mendalam mengenai makna pembangunan,
masyarakat umum harus diberikan
pengetahuan mendalam mengenai makna sebuah pembangunan, namun seiring dengan perkembangannya hingga saat ini belum ditemukan adanya commitmengenai to user makna pembangunan. Dalam suatu kesepakatan yang seragam
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
perkembangannya, seorang tokoh bernama Redfield, menyatakan bahwa “Pembangunan terjadi karena terjadinya perubahan masyarakat tradisional ke arah masyarakat perkotaan.” (Mardikanto, 2010: 11). Pembangunan yang dilakukan dengan persiapan yang matang pada akhirnya akan melahirkan suatu perubahan dan perkembangan kedalam keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Berkaitan dengan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembangunan merupakan suatu usaha atau tindakan yang dilakukan secara sadar oleh seseorang atau kelompok orang, dimana usaha tersebut menghasilkan suatu perubahan dalam suatu keadaan ke keadaan yang lain, dan pada umumnya perubahan itu menghasilkan tatanan yang lebih baik dari pada yang sebelumnya. Dalam makna yang lebih sempit, pembangunan selalu mengindikasikan suatu perubahan atas suatu keadaan. Jika konsep pembangunan tersebut dikaitkan dalam pembangunan yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat, maka diperoleh konsep yang menyatakan bahwa pembangunan adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana, dilaksanakan terus-menerus oleh pemerintah bersama-sama segenap masyarakatnya atau dilaksanakan oleh masyarakat dengan dipimpin oleh pemerintah, dengan menggunakan teknologi yang terpilih, untuk memenuhi segala kebutuhan pembangunan.
c. Pengertian Partisipasi Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi. Bila dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “participation” yang berarti pengambilan bagian, pengikutsertaan. Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan. Pengertian tentang partisipasi dikemukakan Mikkelsen (2006) yang dikutip dalam buku Isbani Rukminto Adi (2008 : 106-107) menginventarisasi adanya commit to user yaitu: enam tafsiran yang berbeda tentang partisipasi
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan 2. Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi proyek-proyek pembangunan 3. Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengadung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk menggunakan hal itu 4. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial 5. Partsipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri 6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka. Berdasarkan pendapat Mikkelsen di atas, maka bisa kita amati beberapa tafsiran mengenai makna dari partisipasi. Namun secara substansial dari beberapa artian tersebut memiliki makna yang sama, yaitu adanya keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan. Disamping itu, setiap orang yang secara suka rela berpartisipasi dalam komunitasnya, secara otomatis menimbulkan suatu kemanfaatan, Burke (2004: 52-54) keuntungan dan masalah partisipasi akan dilihat dalam konteks yang berbeda oleh setiap orang yang berkepentingan. Namun, secara umum keuntungan dari partisipasi adalah masyarakat akan merasa “memiliki” terhadap rencana kerja, memungkinkan adanya ide-ide segar, mendapat bantuan dalam bentuk barang atau sumber daya lainnya, masyarakat akan tetap merasa menjadi bagian dari pemecahan masalah jangka panjang karena mereka telah mempunyai rasa memiliki terhadap ide-ide awal, dan yang terakhir keikutsertaan dalam satu proyek atau program membangun kesadaran, kepercayaan dan keyakinan menjadi bagian penting pada proyek/kesempartan-kesempatan lainnya. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi yang dilakukan oleh setiap orang akan menimbulkan kemanfaatan baik bagi dirinya sendiri atau orang lain. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya pendapat yang diungkapkan oleh Burke di atas. Dengan berpartisipasi commit to user secara sukarela secara otomatis seseorang akan merasa bahwa ia dibutuhkan
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam proses pembangunan dan mampu untuk membantu orang lain dalam mencapai tujuan pembangunan yang dilakukan. Warga negara merupakan suatu perkumpulan masyarakat yang hidup dalam suatu wilayah tertentu yang terdiri dari orang-orang yang dengan sadar secara resmi menjadi anggota dari negara tertentu. Jika dikaitkan dengan konsep partisipasi, maka dapat dikatakan bahwa partisipasi warga negara merupakan suatu pelibatan warga negara secara pernuh dalam suatu kegiatan atau tindakan tertentu.
d. Tipe Partisipasi Berkaitan dengan tipe atau tipologi partisipasi, maka dapat dijelaskan melalui tabel berikut : Tabel 2.1 Tipologi Partisipasi Tipologi
Partisipasi pasif/ manipulatif
Karakteristik a) Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi b) Pengumuman sepihak oleh manajemen atau pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat c) Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran. a)
memberikan informasi
berpartisipasi
dengan
cara
menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti dalam kuesioner
Partisipasi dengan cara
Masyarakat
atau sejenisnya b)
Masyarakat tidak punya kesempatan untuk terlibat dan memengaruhi proses penyelesaian
c)
Akurasi
hasil
penelitian
tidak
dibahas
bersama
masyarakat. Partisipasi melalui konsultasi
a)
Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi
b)
Orang luar mendengarkan dan membangun pandanganpandangannya sendiri untuk kemudian mendefinisikan permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanggapan-tanggapan masyarakat c)
Tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama
d)
Para
profesional
tidak
berkewajiban
mengajukan
pandangan-pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti. a)
Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya seperti tenagakerja, demi mendapatkan
Partisipasi untuk
makanan, upah, ganti rugi, dan sebagainya b)
insentif materil
Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses pembelajarannya
c)
Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat insentif yang di sediakan/di terima habis.
a)
Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan proyek
Partisipasi
b)
fungsional
Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusankeputusan utama yang disepakati
c)
Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak luar (fasilitator) tetapi pada saatnya mampu mandiri.
a)
Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai yang mereka
Self mobilization
miliki b)
(Mandiri)
Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembagalembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang dibutuhkan
c)
Masyarakat
memegang
sumberdaya yang ada. Sumber: Mardikanto, 2010: 102-103 commit to user
kendali
atas
pemanfaatan
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan tabel di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, dalam partisipasi masyarakat, dapat diketahui tipe atau tipologi partisipasi masyarakat dari tindakan-tindakan masyarakat dalam melakukan kegiatan di masyarakat. Melalui berbagai macam peran yang ditampilkan masyarakat dalam kehidupannya, secara tidak langsung dapat diketahui bagaimana tingkat partisipasinya, untuk selanjutnya apabila masyarakat dirasa belum mampu berpartisipasi dengan baik, melalui tipologi ini, pemerintah bersama masyarakat dapat melakukan tindak lanjut, agar partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan. Seperti halnya yang dinyatakan dalam tabel di atas, masyarakat yang diharapkan adalah masyarakat yang mampu mandiri yaitu masyarakat yang berpartisipasi dengan cara mengambil inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilainilai yang mereka miliki, masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumber daya yang dibutuhkan, selain itu juga masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumbe daya yang ada.
e. Tingkatan Partisipasi Dilihat dari tingkatan atau tahapan partisipasi, Wilcox (1998) (Mardikanto, 2010: 99-100) mengemukakan adanya 5 (lima) tingkatan dalam partisipasi, yaitu : 1. Memberikan informasi (information) 2. Konsultasi (Consultation), yaitu menawarkan pendapat, sebagai pendengar yang baik untuk memberikan umpan-balik, tetapi tidak terlibat dalam implementasi ide dan gagasan tersebut). 3. Pengambilan keputusan bersama (deciding together), dalam arti memberikan dukungan terhadap ide, gagasan, pilihan-pilihan, serta mengembangkan peluang yang diperlukan guna pengambilan keputusan. 4. Bertindak bersama (Acting Together), dalam arti tidak sekedar ikut dalam pengambilan keputusan, tetapi juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam pelaksanaan kegiatannya. 5. Memberikan dukungan (Supporting independent community interest) dimana kelompok-kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat, dan dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan. commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam kutipan di atas diungkapkan mengenai tingkatan partisipasi yang dapat dilakukan oleh seseorang dalam suatu kegiatan. Tingkatan di atas realistis, karena pada dasarnya manusia membutuhkan informasi mengenai kegiatan apa yang hendak dilakukan, konsultasi mengenai langkah yang hendak diambil, kemudian pengambilan keputusan bersama berdasarkan gagasan anggota, melakukan tindakan secara bersama dan memberikan dukungan terhadap kelompok lain atau anggota lain dalam mengembangkan agenda yang dijalankan. Apabila hal-hal seperti ini dilakukan dengan bersamasama maka bukan tidak mungkin jika pembangunan yang dilakukan akan terlaksana sesuai dengan apa yang sudah direncanakan bersama. Dengan dilakukannya pembangunan secara partisipatif maka masyarakat dapat mengontrol sendiri pembangunan sesuai dengan kebutuhannya dalam pembangunan tersebut. Berdasarkan penjelasan mengenai tingkatan partisipasi tersebut, maka secara rinci dapat dijelaskan melalui gambar berikut :
Gambar 2.1 : Jenjang Tingkat Partisipasi Wilcox (Mardikanto, 2010: 100)
f. Langkah-langkah Pembangunan Partisipatif Untuk menjamin terjadinya proses
belajar
dari semua pelaku
pembangunan baik di sektor pemerintah, swasta dan masyarakat maka langkahlangkah
yang perlu dilakukan dalam penyelenggaraan pembangunan to user partisipatif mencakup kegiatancommit di berbagai tingkat, baik di tingkat pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
maupun di tingkat masyarakat (komunitas), sebagaimana materi yang disampaikan dalam Buku Pelatihan Dasar Bagi Relawan dan Lurah Kecamatan Sukoharjo Oleh PNPM-MP (2011: 38) sebagai berikut : 1. Di Tingkat Pemerintah atau Pihak Terkait Mengingat pola pembangunan partisipatif meskipun berakar dari budaya bangsa tetapi dalam praktek manajemen pembangunan belum lazim dilakukan maka diperlukan beberapa kegiatan yang bersifat orientasi, konsultasi dan pelatihan untuk membuka wawasan sehingga terjadi pemahaman akan peran masing-masing dalam konteks demokratisasi pembangunan dan terjadi perubahan sikap dari perangkat pemerintah dan pihak terkait serta keterpaduan misi pembangunan makro. 2. Di Tingkat Komunitas atau Masyarakat Berbentuk proses penyadaran, pelatihan dan pembentukan sikap yang melahirkan kesepakatan-kesepakatan pembangunan. Dari adanya penjelasan langkah-langkah pembangunan partisipatif di atas, maka dapat dikatakan bahwa, dalam rangka melaksanakan pembangunan yang melibatkan peran serta masyarakat dibutuhkan sebuah erangka kerja yang tersusun secara sistematis. Hal ini bisa ditunjukkan melalui urutan kerja yang ada di atas, apabila urutan kerja di atas dapat dilaksanakan dengan baik maka secara otomatis pelaksanaan pembangunan yang sebelumnya dirancang dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana. Koordinasi antar anggota masyarakat secara kolektif berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pembangunan dapat dirancang mulai dari perencanaan sampai pada evaluasinya. Apabila mencermati pola pikir yang digunakan dalam menginventarisasi cara partsipasi tersebut, maka dapat dipahami bahwa partisipasi dalam perencanaan lebih dimaksudkan dalam rangka memperoleh masukan tentang kondisi dan permasalahan yang ada dalam masyarakat setempat. Masukan tersebut dapat diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari masyarakat dan merupakan hal yang dianggap penting bagi perumasan perencanaan terlepas dari apakah yang merumuskan perencanaan tersebut masyarakat sendiri atau bukan. Namun yang terpenting adalah, dengan dilaksanakannya pembangunan partisipatif yang terstruktur pembangunan yang dilakukan commit to user menjadi lebih terarah. Penjelasan di atas dapat dipahami secara rinci melalui
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebuah kerangka yang menggambarkan suatu siklus pelaksanaan pembangunan partisipatif. Gambar kerangka yang dimaksud dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 2.2 : Siklus Pembangunan Partisipatif (Materi Pelatihan Relawan dan Lurah Kecamatan Sukoharjo; PNPM-MP (2011: 38-41)
g. Faktor-faktor Yang Menghambat Peran Serta Warga Negara Dalam Pembangunan Menurut Bambang Panudju, terdapat beberapa hal yang menghambat partisipasi masyarakat dalam proses partisipasinya. Meskipun secara teoretis pengadaan perumahan dengan dengan peran serta masyarakat, ternyata realitanya tidak mudah, karena beberapa hambatan menurut Bambang Panudju (1999: 89-91), adalah hambatan yang berkaitan dengan birokrasi pemerintah, hambatan
yang
berkaitan
dengan
masalah
pembentukan
Organisasi
Pelaksanaan, hambatan yang berkaitan dengan masalah pendanaan, hambatan yang berkaitan dengan pengadaan lahan dan prasarananya, dan hambatan yang commit to user pembangunan rumah. berkaitan dengan masalah teknis pelaksanaan
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berkaitan dengan hambatan dari birokrasi pemerintahan, hampir di semua negara berkembang sikap dan perilaku sebagian birokrat cenderung menghalangi proses peran serta masyarakat. Bahkan sering kali ada pihak birokrat yang ingin mengeksploitasi masyarakat berpenghasilan rendah. Selain itu struktur hukum dan birokrasi yang kaku, seringkali kurang liwes dalam menghadapi aspirasi mayoritas masyarakat. Para birokrat sering kali berpegang teguh pada standar yang berlebihan peraturan dan prosedur formal yang kompleks. Anzorena (Panudju, 1999: 89). Disamping itu, hambatan yang berkaitan dengan masalah pembentukan Organisasi Pelaksanaan, anggota masyarakat desa terutama yang berpenghasilan rendah kerap memiliki kesehatan yang lemah karena penyakit atau kekurangan makan, sehingga kemampuannya untuk menyumbangkan waktu dan tenahganya dalam kegiatan bersama sangat kecil. Kondisi kehidupan dan lingkungan yang buruk, ketakutan terhadap pejabat pemerintah dan ketidakpercayaan mereka pada orang luar, menyebabkan mereka secara psikologis tidak terbuka untuk turut berperan serta dalam suatu program. Penjelasan tersebut selaras dengan pendapat Oscar Lewis: Seringkali sikap apatis mereka disebabkan karena rasa rendah diri akibat kegagalan mereka dimasa lalu maupun ketidakpercayaan terhadap pihak lain atau masalah lain yang perlu diungkap lebih jauh. Dengan kondisi masyarakat seperti itu tidaklah mudah untuk menarik dan mengorganisir mereka agar mau turut perperan serta dalam pengadaan perumahan tanpa memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi mereka terlebih dahulu. (Panudju, 1986: 35) Hambatan yang berkaitan dengan masalah pendanaan, dalam kondisi masyarakat terutama yang memiliki penghasilan rendah, tidak mungkin masyarakat tersebut dituntut untuk dapat menyediakan dana yang cukup besar untuk membengun rumahnya. Untuk dapat menarik peran serta mereka dalam pengadaan rumahnya, diperlukan suatu sistem pengadaan rumah khusus dan berbagai macam bantuan sumber dana dari berbagai pihak. (Panudju, 1999: commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
39). Disamping hambatan-hambatan tersebut, hambatan juga bisa datang dari masalah teknis pelaksanaan pembangunan rumah. Keterbatasan kemampuan ekonomi dan pengetahuan masyarakat berpenghasilan rendah terutama dibidang teknis dan administratif menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi standar rancangan rumah sesuai dengan standar pemerintah, memecahkan masalah pengurusan izin pembangunan, dan melaksanakan pembangunan rumah yang memenuhi persyaratan kesehatan serta kebersihan. Hal ini mengakibatkan rumah-rumah yang dibangun tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku, seringkali dianggap dibawah standar sehingga tidak memiliki ijin-ijin yang diperlukan, sehingga menjadi korban penggusuran. Berkaitan dengan penjelasan tersebut di atas, secara spesifik Totok Mardikanto (2010: 107) mengemukakan pendapatnya menganai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat khususnya dalam pembangunan, juga dapat didekati mealui beragam pendekatan disiplin keilmuan, sebagai berikut (Gambar 2.4) :
Gambar 2.3 : Faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh-berkembangnya partisipasi. Totok Mardikanto (2010: 107) Berdasarkan gambar di atas, maka dalam buku yang sama (Konsepkonsep pemberdayaan masyarakat), Mardikanto (2010: 107-108) menjelaskan sebagai berikut :
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Dalam konsep psikologi, tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat sangat ditentukan oleh motivasi individu yang melatarbelakanginya, yang merupakan cerminan dari dorongan, tekanan, kebutuhan, keinginan, dan harapan-harapan yang dirasakan. b. Secara sosiologis, sikap merupakan fungsi dari kepentingan. c. Dengan demikian tumbuh dan berkembangnya partisipasi dalam masyarakat, akan sangat ditentukan oleh persepsi masyarakat terhadap tingkat kepentingan dari pesan-pesan yang disampaikan kepadanya. d. Besarnya harapan, dalam konsep ekonomi, sangat ditentukan oleh besarnya peluang dan harga dari manfaat yang akan diperoleh. e. Tentang manfaat itu sendiri, dapat dibedakan dalam manfaat ekonomi dan non-ekonomi (yang dapat dibedakan dalam kekuasaan, persahabatan/kebersamaan, dan prestasi). Berkaitan dengan faktor yang dapat menghambat partisipasi di atas, maka
apabila
faktor-faktor
tersebut
tidak
segera
diantisipasi
dapat
menimbulkan dampak yang lebih fatal. Dampak tersebut antara lain, munculnya beberapa permasalahan partisipasi didalam pembangunan ataupun partisipasi masyarakat dalam kegiatan lainnya. Penjelasan tersebut sejalan dengan pendapat Soetrisno yang mengidentifikasi beberapa masalah kaitannya dengan pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sebagai berikut : 1. Masalah pertama dan terutama dalam pembangunan partisipasi masyarakat adalah belum dipahaminya makna sebenar-benarnya tentang partisipasi oleh pihak perencana dan pelaksana pembangunan. a. Pada tataran perencanaan pembangunan, partisipasi didefinisikan sebagai kemauan masyarakat untuk secara penuh mendukung pembangunan yang direncanakan dan ditetapkan sendiri oleh (aparat) pemerintah. b. Para pelaksana pembangunan di lapangan, pembangunan yang dirancang dan ditetapkan oleh pemerintah didefinisikan sebagai kebutuhan masyarakat. c. Partisipasi masyarakat, sering didefinisikan sebagai kerjasama pemerintah dan aspirasi masyarakat cukup diakomodasikan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. 2. Masalah kedua adalah dengan dikembangkannya pembangunan sebagai ideologi baru yang harus diamankan dengan dijaga ketat, yang mendorong aparat pemerintah bersifat otoriter. 3. Masalah ketiga adalah banyaknya peraturan yang meredam keinginan masyarakat untuk berpartisipasi. commit to user (Mardikanto, 2010: 109-110)
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan penjelasan mengenai permasalahan dalam partispasi di atas, maka untuk mengantisipasi hal-hal atau pengaruh buruk dari luar yang dapat meredamkan keinginan masyarakat untuk berpartisipasi. Sehubungan dengan hal tersebut peran pemerintah dalam melakukan berbagai macam kegiatan pemberdayaan masyarakat harus digalakkan agar partisipasi masyarakat ikut meningkat. Permasalahan dalam partisipasi akan menghambat atau bahkan mematikan partisipasi dalam masyarakat apabila tidak segera ditanggulangi. Sehingga partisipasi masyarakat harus senantiasa dijaga agar pembangunan dalam masyarakat tetap berjalan. h. Tingkat Peran Serta Masyarakat Dalam Pembangunan Menurut Bambang Panudju (1999: 103), dijelaskan bahwa meskipun masalah peran serta masyarakat telah banyak dibicarakan, yang seringkali masih menjadi pertanyaan adalah seberapa jauh tingkat peran serta masyarakat diperlukan agar suatu usaha dapat berhasil dengan baik. Hal ini harus dipikirkan dengan baik, karena pada kenyataannya terdapat berbagai macam dan tingkat peran serta masyarakat yang tidak mudah diklasifikasikan. Berdasarkan pengamatannya di Amerika Serikat menurut Anstein diperkirakan ada 150 tingkat peran serta masyarakat yang seringkali sulit dibedakan secara tajam dan murni. Untuk mengurangi kerancuan dalam menganalisis persoalan ini, dari 150 macam peran serta oleh Arnstein disederhanakan menjadi delapan tipologi tingkat peran serta masyarakat. Menurut Sherry Arnstein pada makalahnya yang termuat di Journal of the American Institute of Planners dengan judul “A Ladder of Citizen Participation” yang dikutip dalam buku Bmbang Panudju (1999: 72-77), bahwa terdapat delapan tangga tingkat partisipasi
berdasarkan
kadar
kekuatan
masyarakatdalam
memberikan
pengaruh perencanaan, yaitu: Manipulation atau manipulasi, therapy atau penyembuhan, informing atau pemberian informasi, consultation atau konsultasi, placation atau perujukan, partnership atau kemitraan, delegated Power atau pelimpahan kekuasaan, dan yang terakhir adalah citizen Control commit to user atau masyarakat yang mengontrol.
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
Manipulation atau manipulasi adalah yang paling rendah karena masyarakat hanya memakai namanya sebagai anggota dalam berbagai badan penasihat advising board. Dalam hal ini tidak ada peran serta masyarakat yang sebenarnya dan tulus, tetapi di selewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi dari pihak penguasa. Therapy atau penyembuhan, Istilah ini diambil dari group therapy atau kelompok penyembuhan. Dengan berkedok melibatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan, para perancang memperlakukan anggota masyarakat seperti proses penyembuhan pasien penyakit jiwa dalam group therapy. Meskipun masyarakat terlibat daam banyak kegiatan, pada kenyataannya kegiatan tersebut lebih banyak untuk mengubah pola pikir masyarakat yang bersangkutan daripada mendapatkan masukan atau usulan dari mereka. Informing atau pemberian informasi yaitu informasi kepada masyarakat tentang hak-hak mereka, tanggungjawab dan berbagai pilihan, dapat menjadi langkah pertama yang sangat penting dalam melaksanakan peran serta masyarakat. Meskipun demikian, yang sering terjadi penekanannya lebih pada pemberian informasi satu arah dari pihak pemegang kuasa kepada masyarakat. Tanpa adanya kemungkinan untuk memberikan umpan balik atau kekuatan untuk negosiasi dari masyarakat. Consultation atau konsultasi, mengandung opini masyarakat, setelah memberikan informasi kepada mereka, dapat merupakan langkah penting dalam menuju peran serta penuh dari masyarakat. Akan tetapi, bila konsultasi dengan masyarakat tersebut disertai dengan cara-cara peran serta yang lain, cara ini tingkat keberhasilannya rendah, karena tidakadanya jaminan bahwa kepedulian dan ide masyarakat akan diperhatikan. Metode yang sering dipergunakan adalah attitude surveys atau survey tentang arah pikir masyarakat. Neighbourhood meeting atau pertemuan lingkungan masyarakat dan public hearing atau dengar pendapat dengan masyarakat. Placation atau perujukan, pada tingkat ini masyarakat mulai mempunyai beberapa pengaruh meskipun beberapa hal masih tetap ditentukan oleh pihak yang mempunyai kekuasaan.commit Dalam pelaksanaannya beberapa anggota to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat yang dianggap mampu dimasukkan sebagai anggota dalam badanbadan kerja sama pengembangan kelompok masyarakat yang anggota-anggota lainnya wakil-wakil dan berbagai instansi pemerintahan. Dengan sistem ini usulan atau keinginan dari masyarakat berpenghasilan rendah dapat dikemukakan. Partnership atau kemitraan, pada tingkat ini, atas kesepakatan bersama, kekuasaan dalam berbagai hal dibagi antara pihak masyarakat dengan pihak pemegang kekuasaan. Dalam hal ini disepakati bersama untuk saling membagi tanggungjawab perencanaan, pengendalian keputusan, penyusunan kebijaksanaan, dan pemecahan berbagai masalah yang dihadapi. Delegated Power atau pelimpahan kekuasaan, pada tingkat ini masyarakat diberi limpahan kewenangan untuk membuat keputusan pada rencana atau program tertentu. Pada tahap ini masyarakat mempunyai kewenangan untuk memperhitungkan
bahwa
program-program
yang
akan
dilaksanakan
bermanfaat bagi mereka. Citizen Control atau masyarakat yang mengontrol, pada tingkat ini masyarakat memiliki kekuatan untuk mengatur program atau kelembagaan yang berkaitan dengan kepentingan mereka. Mereka mempunyai kewenangan penuh dibidang kebijaksanaan aspek-aspek pengelolaan dan dapat mengadakan negosiasi dengan “pihak-pihak luar” yang hendak melakukan perubahan. Dari ke delapan tripologi tersebut, menurut Menurut Sherry Arnstein pada makalahnya yang termuat di Journal of the American Institute of Planners dengan judul “A Ladder of Citizen Participation”, (Panudju, 1999: 77) bahwa secara umum dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok besar, yaitu sebagai berikut : a. Tidak ada peran serta atau Non Partisipation yang meliputi peran serta pada tingkat manipulation dan therapy. b. Peran serta masyarakat dalam bentuk tinggal menerima beberapa ketentuan yang diberikan atau degrees of tokenism yang meliputi peran serta pada tingkat irforming, consultation dan placation. c. Peran serta masyarakat dalam bentuk mempunyai kekuasaan atau degrees of citizen power yang meliputi peran serta pada tingkat Partnership, delegated power dan Citizen Control. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan tripologi tingkat peran serta masyarakat di atas, dapat disimpulkan bahwa setiap orang melakukan partisipasi dalam bidang tertentu secara prinsipil dapat dikelompokkan dalam beberapa tahapan, mulai dari tidak berperan atau berpartisipasi dalam suatu kegiatan sampai pada munculnya partisipasi seseorang dalam suatu kegiatan yang disertai ddengan kekuasaan tertentu. Hal tersebut mampu memberikan gambaran mengenai klasifikasi seseorang yang melakukan atau melibatkan diri dalam suatu kegiatan. Dengan mengetahui situasi masyarakat dalam melakukan partisipasinya, pemerintah bersama dengan masyarakat mampu mengarahkan dan membentuk pribadi masyarakatnya agar mau dan mampu berpartisipasi secara aktif dalam suatu kegiatan. Sehingga secara tidak langsung, dengan memperhatikan penjelasan di atas maka untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan mengetahui tingkat partisipasi individu atau keterlibatan individu dalam kegiatan bersama-sama yang dapat diukur dengan skala yang dikemukakan oleh Chapin, yaitu: a. b. c. d. e.
Keanggotaan dalam organisasi Kehadiran di dalam pertemuan Sumbangan-sumbangan Keanggotaan di dalam kepengurusan Kedudukan anggota di dalam kepengurusan (Slamet, 1993: 82-83)
Sementara itu, Goldhamer mengukur tingkat partisipasi masyarakat dengan menggunakan lima variabel yaitu: a. b. c. d. e.
Jumlah asosiasi yang dimasuki Frekuensi kehadiran Jumlah asosiasi dimana dia memangku jabatan Lamanya menjadi anggota Tipe asosiasi yang dimasuki (Slamet, 1993: 84)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
i. Pengertian Strategi Pembangunan Partisipatif Konsep partisipasi dalam pembangunan dapat dilihat dari pendapat Nasikun (1993: 27) bahwa: “Paradigma pembangunan yang baru berprinsip bahwa pembangunan harus pertama-tama dan terutama dilakukan atas inisiatif dan dorongan kepentingan masyarakat, masyarakat harus diberi kesempatan untuk terlibat dalam keseluruhan pembangunannya.” Sementara itu, Mikkelsen (2006: 64) menyatakan bahwa: Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri dalam rangka pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka dengan cara memantapkan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melaksnakan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar mereka memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial yang ditimbulkan dengan keberadaan proyek pembangunan tersebut. Pandangan lainnya, sebagaimana dinyatakan oleh Mubyarto (1984: 35), yaitu : Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pedesaan harus diartikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorban kepentingan diri sendiri”. Selanjutnya disebutkan pula bahwa dalam keadaan yang paling ideal keikutsertaan masyarakat merupakan ukuran tingkat partisipasi rakyat. Semakin besar kemampuan mereka untuk menentukan nasibnya sendiri, maka semakin besar pula kemampuan mereka dalam pembangunan. Lebih lanjut, Nasikun (1993: 27) mengemukakan bahwa: Partisipasi merupakan pelibatan diri secara penuh pada suatu tekat yang telah menjadi kesepakatan bersama antar anggota dalam satu kelompok/antar kelompok sampai dengan skala nasional dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari landasan konstitusional Negara Republik Indonesia maka partisipasi dapat disebut sebagai falsafah pembangunan Indonesia. Dengan demikian sudah sewajarnya bila setiap pembangunan haruslah menerapkan konsep partisipasi. Konsep partisipasi dalam pembangunan kemudian disebut sebagai pembangunan partisipatif, yaitu pola pembangunan yang melibatkan berbagai pelaku pembangunan yang berkepentingan (sektor commit toyang user akan langsung menikmati hasil pemerintah, swasta dan masyarakat
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembangunan) dalam suatu proses kemitraan dengan menerapkan konsep partisipasi,
dimana
pembangunan
dan
kedudukan sekaligus
masyarakat
sebagai
objek
adalah
sebagai
dalam
menikmati
subyek hasil
pembangunan. Penjelasan di atas senada dengan pernyataan Soemadi Rekso Putranto (1992: 51-52) “Peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan hendaknya masyarakat tidak dipandang sebagai obyek semata, tetapi harus dilibatkan sebagai pelaku aktif dalam pembangunan mulai sejak perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan.” Selanjutnya hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah hendaknya masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan secara proposional sesuai dengan peranannya masing-masing. Dengan demikian sudah sewajarnya apabila partisipasi dalam masyarakat ditumbuhkan dalam setiap pembangunan yang dilakukan. Verhangen (1979) menyatakan bahwa : Partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Tumbuhnya interaksi dan komunikasi tersebut dilandasi oleh adanya kesadaran yang dimiliki oleh yang bersangkutan mengenai : a. Kondisi yang tidak memuaskan dan harus diperbaiki b. Kondisi tersebut dapat diperbaiki melalui kegiatan manusia atau masyarakatnya sendiri c. Kemampuannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang dilakukan d. Adanya kepercayaan diri bahwa ia dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi kegiatan yang bersangkutan. (Mardikanto, 2010: 94) Pernyataan di atas logis dan sejalan dengan kehidupan masyarakat yang mampu melakukan perubahan sesuai dengan keadaan yang diinginkan, termasuk melalui usaha pembangunan atas sarana dan prasarana yang dirasa kurang sesuai. Kondisi yang tidak memuaskan dalam kehidupan manusia dapat memicu tumbuhnya keinginan untuk melakukan pembangunan karena secara langsung pembangunan yang dilakukan akan berdapak pada dirinya, lingkungannya, dan juga orang lain yang ikut menikmati hasil pembangunan. commit to user Pembangunan yang dilakukan dengan peran serta masyarakat di dalamnya,
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan sebuah konsep pembangunan yang bermanfaat untuk kehidupan yang diinginkan dalam masyarakat yang bersangkutan. Theodorson (Mardikanto, 1994: 48) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau masyarakat) dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakat, diluar pekerjaan atau profesinya sendiri. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud bukanlah bersifat pasif, tetapi secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Dalam pengertian tersebut, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagi keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian dalam kegiatan masyarakat di lingkungannya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Jika dikaitkan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, maka dalam hal ini masyarakat secara aktif ikut serta dalam proses pembangunan yang dilakukan di tempat ia berada. Berdasarkan penjelasan di atas, maka apabila pengertian partisipasi di hubungkan dengan pembangunan dalam kehidupan masyarakat, maka partisipasi masyarakat bisa diartikan ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut, dalam hal pembangunan. Partisipasi masyarakat di bidang pembangunan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah pembangunan dalam kehidupan mereka. Di dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
program-program
pembangunan
masyarakat.
Sedangkan
lembaga pemerintahan hanya sekadar memotivasi, memfasilitasi dan memberdayakan masyarakat yang bersangkutan. Dalam mempelajari konsep pembangunan partisipatif, kita harus mengetahui terlebih dahulu pendekatan-pendekatan apa yang digunakan dalam partisipasi pembangunan, dalam hal ini Mikkelsen (2006) yang dikutip dalam buku Isbani Rukminto Adi (2008 : 65), menyebutkan bahwa secara garis besar ada dua pendekatan dalam hal partisipasi, yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
1. Partisipasi datang dari masyarakat sendiri, merupakan tujuan dalam proses demokrasi. Namun demikian sedikit saja masyarakat yang mau melakukan pendekatan partisipasi secara sukarela dalam kegiatan pembangunan; 2. Partisipasi dengan motivasi positif yang bersifat memaksa. Dengan pendekatan ini masyarakat dipaksa untuk melakukan partisipasi dalam pembangunan dengan motivasi agar dapat melaksanakan dan menikmati hasil pembangunan secara lebih baik. Selanjutnya disebutkan bahwa partisipasi dapat dilaksanakan dengan tingkat paksaan dan sukarela yang berbeda-beda, serta tingkat keaktifan masyarakat yang berbedabeda pula. Namun demikian, guna mencapai keberhasilan pembangunan, partisipasi aktif dan sukarela merupakan hal ideal yang harus diupayakan. Berdasarkan pendapat Mikkelsen tentang pendekatan partisipasi di atas, dapat diartikan bahwa dalam proses berjalannya partisipasi masyarakat dapat diketahui adanya pendekatan yang berbeda. Pendekatan tersebut dapat berupa kesukarelaan masyarakat untuk datang dan berpartisipasi, apabila hal ini dikaitkan dengan pembangunan partisipatif dalam Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni, maka masyarakat dengan pendekatan semacam ini merupakan masyarakat dengan tingkat partisipasi yang baik, karena masyarakat seperti ini secara sadar mau ikut serta dalam kegiatan pembangunan, karena ia tahu bahwa partisipasi adalah hal yang sangat ideal untuk diterapkan dalam pembangunan. Pendekatan yang kedua lebih mengarah kepada suatu tindakan yang dilakukan untuk memberikan stimulus kepada seseorang agar ia mau melakukan partisipasi. Diana Conyers (1991) menyebutkan tiga alasan mengapa partisipasi masyarakat dalam pembangunan mempunyai sifat sangat penting. Tiga alasan yang dimaksud adalah : Pertama partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat, tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal, alasan kedua adalah bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap poyek tersebut. Alasan ketiga yang mendorong adanya partisiapsi umum di banyak negara karenacommit timbultoanggapan bahwa merupakan suatu hak user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. (Supardjan dan Hempri, 2003: 53) Berdasarkan penjelasan di atas, maka penempatan manusia sebagai pihak yang penting dalam pembangunan adalah hal yang sifatnya mutlak. Secara tidak langsung sebenarnya pembangunan yang diarahkan demi perbaikan nasib manusia harus digalakkan untuk menuju masyarakat yang lebih baik. Konsep pembangunan yang menyertakan peran aktif masyarakat didalamnya, mampu menimbulkan dampak positif bagi terselenggaranya suatu pembangunan yang tepat sasaran, tepat guna, dan tepat waktu. Kehadiran masyarakat sebagai partisipan pembangunan dalam masyarakat, tentu harus dilakukan secara terprogram dan terstruktur. Hal ini dapat diketahui dengan melihat tahapantahapan dalam melakukan partisipasi pembangunan, agar partisipasi yang dilakukan dapat efektif dan efisien. Berkaitan dengan hal tersebut, Yadav (UNAPDI, 1980) mengemukakan tentang adanya empat macam kegiatan yang menunjukkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu :
1. Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan Pada umumnya, setiap program pembangunan masyarakat (termasuk pemanfaatan sumber daya lokal dan alokasi anggarannya) selalu ditetapkan sendiri oleh pemerintah pusat, yang dalam hal ini lebih mencerminkan sifat kebutuhan kelompok-kelompok elit yang berkuasa dan kurang mencerminkan keinginan dan kebutuhan masyarakat banyak. 2. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, seringkali diartikan sebagai partisipasi masyarakat banyak (yang umumnya lebih miskin) untuk secara sukarela menyumbangkan tenaganya di dalam kegiatan pembangunan. 3. Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan sangat diperlukan. 4. Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan unsur terpenting yang sering terlupakan. (Mardikanto, 2010: 95-96) Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pertama, partisipasi dalam pengambilancommit keputusan, to userpartisipasi ini terutama berkaitan
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
dengan penentuan alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti ikut menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat, partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari prosentase keberhasilan program. Keempat, partisipasi dalam evaluasi, partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya. Partisipasi dalam evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program yang sudah direncanakan sebelumnya. Pandangan di atas mencerminkan bahwa, partisipasi masyarakat dalam tahapan-tahapan pembangunan pada prinsipnya tidak hanya diartikan merupakan tahapan pengambilan keputusan tentang rencana yang hendak dilakukan. Tahapan selanjutnya dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan yaitu menerima manfaat secara proporsional, dan mengawasi program pembangunan yang dilaksanakan. Jika mereka merasa ikut memiliki dan merasakan manfaat program tersebut, maka diharapkan masyarakat dapat secara aktif melakukan pengawasan terhadap program, sehingga penyimpangan-penyimpangan dapat lebih dihindarkan, guna mencapai keberhasilan pembangunan sesuai tujuan yang telah direncanakan. Adanya kesempatan yang diberikan, sering kali merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, karena kemauan akan sangat menentukan kemampuannya. Kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat. Sebab, kesempatan dan kemampuan yang cukup, belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk (turut) membangun. Sebaliknya, adanya kemauan akan commit to user kemampuan dan aktif memburu mendorong seseorang untuk meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
serta memanfaatkan setiap kesempatan. Adanya kesempatan-kesempatan yang disediakan untuk menggerakkkan partisipasi masyarakat akan tidak banyak berarti, jika masyarakatnya tidak memiliki kemampuan untuk berpartisipasi. Mardikanto (2010: 106) menjelaskan yang dimaksud dengan kemampuan di sini adalah : 1) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatankesempatan untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun (memperbaiki mutu hidupnya). 2) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. 3) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan menggunakan sumberdaya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia secara optimal. Berkaitan dengan penjelasan di atas, maka dapat dijabarkan bahwa seseorang yang ingin melakukan partisipasi dalam suatu kegiatan harus memiliki kemampuan-kemampuan tertentu agar partisipasi yang dilakukan dapat efektif. Beberapa diantaranya adalah kemampuan dalam memahami kesempatan untuk membangun. Hal ini sangat sesuai jika dikaitkan dengan konsep pembangunan, karena seseorang yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan harus mengetahui terlebih dahulu harus mengetahui kapan ada kesempatan untuk ikut dalam proses pembangunan. Yang kedua yautu adanya kemampuan untuk melakukan pembangunan. Seseorang dapat ikut serta dalam partisipasi pembangunan ketika orang tersebut memiliki kemampuan dalam melakukan pembangunan sehingga pembangunan yang dilakukan dapat efektif dan efisien. Yang ketiga adalah kemampuan untuk memecahkan masalah, bukan tidak mungkin jika suatu pembangunan mengalami permasalahan dalam pembangunannya, dalam hal inilah partisipasi masyarakat dalam rangka memecahkan masalah yang ada, dilakukan. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diharapkan suatu pembangunan dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Kapasitas masyarakat dalam mempengaruhi kebijakan yang hendak diterapkan, dapat dilakukan dengan berpartisipasi aktif dalam forum-forum commit to user perencanaan pembangunan ataupun kegiatan lain yang mengikutsertakan peran
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat. Dalam kegiatan-kegiatan semacam itu, masyarakat dapat memberikan gagasan terutama untuk mengeksplorasi hal-hal yang menjadi hambatan dalam pembangunan ataupun juga dapat mengusulkan program kebijakan pembangunan. Masyarakat dapat menyampaikan gagasannya melalui lembaga kemasyarakatan yang ada. Apabila masyarakat mau serta mampu berpartisipasi masyarakat maka dapat dikatakan bahwa, masyarakat tersebut merupakan masyarakat yang berdaya. Pernyataan tersebut senada dengan data yang diambil dari pendapat Adamson (2010) dalam jurnal internasional berjudul “Community Empowerment, Identifying The Barriers To Purposeful Citizen Participation” Vol. 30. No.3/4, 114 bahwa: While the paper identifies barriers to empowerment that are recognised in the wider literature, it demonstrates that such barriers can prevail even within a highly participative policy framework such as Communities First. The paper also provides evidence of a clear sense of agency on the part of community members of regeneration partnerships and counters models which suggest regeneration partnerships are simple mechanisms of social control which diffuse community activism. Dalam jurnal di atas, terdapat pernyataan mengenai hubungan antara masyarakat dengan lembaga kemasyarakatan dalam rangka memberdayakan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan dapat melakukan kontrol sosial terhadap aktifitas
masyarakat.
kemasyarakatan
Sehingga
memiliki
peran
dapat
disimpulkan
yang
sangat
bahwa,
penting
dalam
lembaga proses
pemberdayaan masyarakat. Melalui lembaga kemasyarakatan seperti Badan Keswadayaan
Masyarakat
(BKM),
masyarakat
dapat
memberikan
partisipasinya dalam memberikan buah pikiran, ide, ataupun gagasan berkaitan dengan agenda program pembangunan. ddengan demikian, pembangunan yang hendak direalisasikan bersifat partisipatif dan demokratis, karena peran masyarakat diikutsertakan dalam pembangunan. Konsep pembangunan partisipatif akan sangat tepat jika dikaitkan dengan teori Pembangunan Berbasis Hak yang dicetuskan oleh Amartha Sen (Vietnam) pada tahun 2000, teori tersebut banyak mendasari sebuah proses commit to usersebagai obyek yang berpengaruh pembangunan yang melibatkan masyarakat
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam proses pembangunan, apabila dikaitkan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan maka teori ini mampu mendasari kajian yang ada karena dalam teori ini mengisyaratkan berkembangnya partisipasi aktif masyarakat miskin dalam proses pembangunan, kesadaran akan perlunya partisipasi masyarakat sebagai sarana menciptakan suatu harmoni sosial, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, pembangunan tidak dianggap sebagai pemberian cuma-cuma melainkan sebagai hak yang melekat. Berdasarkan penjelasan tersebut Teori Pembangunan Berbasis Hak mendukung adanya prinsip-prinsip keterlibatan masyarakat dalam suatu pembangunan, dalam teori ini keterlibatan secara aktif masyarakat miskin dalam proses pembangunan sangat diharapkan. Prinsip tersebut sesuai dengan pembangunan partisipatif yang diangkat dalam penelitian ini, karena dalam pembangunan partisipatif masyarakat pada umumnya dituntut untuk ikut terlibat dalam proses pembangunan. Sehingga dengan dikaitkannya pembangunan partisipatif ini dengan Teori Pembangunan Berbasis Hak maka pembangunan yang dilakukan menghasilkan individu-individu yang senantiasa memiliki kepekaan tentang keadaaan yang ada disekitarnya, dan dengan adanya kepekaan tersebut seluruh masyarakat mau dan mampu untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi terwujudnya harmoni sosial dalam masyarakat. Dari beberapa pernyataan mengenai pengertian strategi pembangunan partisipatif di atas, dapat disimpulkan bahwa stategi dalam hal ini diartikan sebagai kebijakan atau program yang dilakukan dalam bidang pembangunan, dimana keterlibatan masyarakat ada didalamnya dan menjadi faktor penting penentu
keberhasilan
pembangunan.
Dengan
menerapkan
strategi
pembangunan yang partisipatif, maka masyarakat mampu mengarahkan laju pembangunan yang ada, sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
2.-Tinjauan Tentang Rumah Tidak Layak Huni a. Pengertian Rumah Dalam arti umum, rumah adalah salah satu bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan, namun untuk istilah tempat tinggal yang khusus bagi hewan adalah sangkar, sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep-konsep sosial-kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, hidup, makan, tidur, beraktivitas, dan lain-lain. Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi sebagai tempat tingga atau hunian yang digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, serta tempat pengembangan kehidupan keluarga. Sebagai bangunan, rumah berbentuk ruangan yang dibatasi oleh dinding dan atap. Rumah memiliki jalan masuk berupa pintu dengan tambahan berjendela. Lantai rumah biasanya berupa tanah, ubin, babut, keramik, atau bahan material lainnya. Rumah bergaya modern biasanya memiliki unsurunsur ini. Ruangan di dalam rumah terbagi menjadi beberapa ruang yang berfungsi secara spesifik, seperti kamar tidur, kamar mandi, WC, ruang makan, dapur, ruang keluarga, ruang tamu, garasi, gudang, teras dan pekarangan. Dalam kegiatan sehari-hari, orang biasanya berada di luar rumah untuk bekerja, bersekolah atau melakukan aktivitas lain. Aktifitas yang paling sering dilakukan di dalam rumah adalah beristirahat dan tidur. Selebihnya, rumah berfungsi sebagai tempat beraktivitas antara anggota keluarga atau teman, baik di dalam maupun di luar rumah pekarangan. Rumah dapat berfungsi sebagai tempat untuk menikmati kehidupan yang nyaman, tempat untuk beristirahat, tempat berkumpulnya keluarga dan tempat untuk menunjukkan tingkat sosial dalam masyarakat. Menurut Johan Silas (2002: 31) rumah mengandung pengertian : a. Sebagai tempat penyelenggaraan kehidupan dan penghidupan keluarga; rumah harus memenuhi kebutuhan yang bersifat biologis seperti makan, belajar, dan lain-lain, juga memenuhi commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebutuhan non biologis, seperti bercengkrama dengan anggota keluarga atau dengan tetangga. b. Rumah berfungsi sebagai sarana investasi; rumah mempunyai nilai investasi yang bersifat moneter yang dapat diukur dengan uang dan non moneter yang tidak dapat diukur dengan uang, tetapi lebih pada keuntungan moral dan kebahagiaan keluarga. c. Rumah sebagai sarana berusaha; melalui rumah penghuni dapat meningkatkan pendapatannya guna kelangsungan hidupnya. d. Rumah sebagai tempat bernaung harus memenuhi kebutuhan ruang akan kegiatan bagi penghuninya. Terdapat beberapa ruang pokok yang ada pada sebuah rumah, yaitu ruang tidur, ruang belajar atau ruang kerja, ruang keluarga, ruang services seperti dapur, dan teras atau ruang tamu.
b. Pengertian Rumah Layak Huni Rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Sebenarnya rumah tidak harus mewah untuk sekedar memenuhi standar rumah sehat dan layak huni. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat syarat-syarat rumah yang sehat dan layak huni, menurut Wislow yang dikutip dalam buku (Indan Entjan, 1991: 102-105) adalah sebagai berikut: memenuhi kebutuhan Fisiologis, yaitu suhu ruangan tidak banyak berubah berkisar antara 1 -20 C. Memenuhi kebutuhan psikologi Rumah bukan sekedar tempat untuk beristirahat, melainkan juga tempat untuk mendapatkan
kesenangan
kecintaan,
dan
kebahagiaan.
Menghindari
terjadinya kecelakaan. Menghindari terjadinya penyakit. Berdasarkan penjelasan mengenai rumah yang layak huni di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rumah yang memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : Suhu udara luar, pergeseran udara, kelembaban udara, suhu benda sekitarnya, cukup mendapatkan penerangan (sinar) baik siang maupun malam terutama pagi hari, cukup terjadinya pertukaran udar, ruang tetap segar karena cukup oksigen, cukup mempunyai jendela yang luas dan harus sering dibuka, cukup mempunyai isolasi udara. Selain itu harus memenuhi kebutuhan psikoligis, yaitu rumah bukan sekedar tempat untuk beristirahat, melainkan juga tempat commit to user dan kebahagiaan sehingga: cara untuk mendapatkan kesenangan kecintaan,
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengaturannya harus memenuhi syarat keindahan, adanya jaminan kebebasan setiap anggota keluarga, ruangan bagi anggota yang telah dewasa harus memenuhi aspek privasi, harus ada tempat keluarga berkumpul, harus ada ruang tamu untuk bermasyarakat. Selanjutnya, rumah juga harus terhindar dari kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecelakaan, yaitu konstruksi dan bahan bangunan yang kuat, ada sarana pencegahan kecelakaan di sumur, kolam terutama bagi anak-anak, tidak mudah terbakar, ada alat pemadam kebakaran. Terakhir, rumah juga harus terhindar dari kemungkinan terjadinya penyakit, antara lain:
adanya sumber air yang sehat, cukup dari sisi kualitas dan
kuantitas, ada tempat pembuangan kotoran, sampah dan air limbah yang baik, dapat mencegah tempat berkembangnya vektor penyakit, cukup luas ruang antara 7-10 m² atau lebih.
c. Pengertian Bantuan Renovasi Rumah Tidak Layak Huni Pada dasarnya, makna dari bantuan renovasi rumah tidak layak huni ini sama dengan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Hingga saat ini, PNPM Mandiri Perkotaan terus mendampingi Pemda dan masyarakat dengan memberikan technical assistance atau bantuan teknis. Langkah ini dilakukan agar dukungan serta peran serta Pemda terhadap PNPM Mandiri Perkotaan terus menguat dari waktu ke waktu. Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni atau yang di singkat RTLH merupakan suatu program yang diberikan pemerintah melalui PNPM-MP atau Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan. Program ini diberikan atau diterapkan di masyarakat sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin dalam segi papan. Program kebijakan seperti ini sangat perlu dilakukan, untuk memberikan akses kepada masyarakat agar memiliki rumah yang layak untuk dihuni. Permintaan terhadap
rumah akan terus meningkat
sejalan
dengan
pertumbuhan penduduk, karena rumah merupakan kebutuhan dasar bagi manusia di samping pakaian dan makanan. Meningkatnya kebutuhan rumah commit to user bagi masyarakat harus diikuti dengan kebijakan pemerintah yang dapat
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
membenatu tercukupinya kebutuhan masyarakat terhadap rumah. Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni ini merupakan salah satu upaya yang tepat untuk dilakukan agar kebutuhan masyarakat terutama masyarakat miskin terhadap rumah dapat tercapai. Renovasi dan pembangunan perumahan merupakan salah satu komponen kegiatan lingkungan PNPM Mandiri Perkotaan, rehabilitasi dan pembangunan perumahan tersebut diperuntukkan bagi masyarakat miskin di kelurahan PNPM Perkotaan yang memiliki hak atas tanah dan memiliki rumah yang tidak layak huni bila dilihat dari aspek kesehatan, kenyamanan dan keamanan penghuninya. Penerapan Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Sukoharjo, selalu bekerjasama dengan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) termasuk di wilayah Kecamatan Sukoharjo. Dalam penerapan Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni ini terdapat sasaran dan pembiayaannya bagi masyarakat penerima manfaat. Adapun sasaran menurut Prosedur Operasional Baku (POB) PNPM-Mandiri Perkotaan (2012: 4) sebagai berikut: Sasaran Renovasi dan pembangunan rumah di diperuntukkan khusus bagi masyarakat miskin (PS2) di kelurahan PNPM Mandiri Perkotaan dengan ketentuan: 1) Penerima manfaat memiliki lahan untuk kebutuhan pembangunan rumah 2) Penerima manfaat memiliki bukti surat syah atas kepemilikan tanah 3) Penerima manfaat memiliki bukti atas kepemilikan rumah yang kurang layak bila dilihat dari aspek kesehatan dan keamanan penghuninya. Berdasarkan penjelasan mengenai sasaran penerima program renovasi rumah tidak layak huni di atas, maka secara terperinci Prosedur Operasional Baku (POB) PNPM-Mandiri Perkotaan (2012: 4) menyatakan pula mengenai penjelasan pembiayaan dalam Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni sebagai berikut: Biaya rehabilitasi/renovasi dan pembangunan rumah yang berasal dari to user stimulan bagi masyarakat untuk BLM PNPM Perkotaan commit hanya sebagai
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
merehabilitasi/membangun rumahnya sesuai yang sudah mereka rencanakan dan sepakati bersama, oleh karena itu diperlukan adanya tambahan biaya swadaya dari warga yang lebih mampu untuk menolong masyarakat miskin yang memiliki rumah tinggal yang tidak layak huni. Pembangunan rumah ini dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori yaitu, pertama rehabilitasi dan kedua pembangunan baru (rekonstruksi), penentuan kategori ini berdasarkan pada tingkat kerusakan sesuai hasil survey yang dilaksanakan sebelumnya. Adapun besaran alokasi pagu dana BLM PNPM Mandiri Perkotaan untuk rehabilitasi (tingkat kerusakan mencapai 50 %) maksimal sebesar Rp. 7,5 juta per unit dan pembangunan rumah baru (rekonstruksi) maksimal sebesar Rp. 15 juta per unit. Dalam Pelaksanaan program PNPM-Mandiri Perkotaan, terutama Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni, memberikan dampak secara langsung bagi masyarakat, yaitu dampak bagi terpenuhinya kebutuhan akan rumah yang layak huni dan dampak bagi masyarakat yang semakin berdaya karena keterlibatannya dalam setiap program yang dilakukan. Penerapan Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni di Kecamatan Sukoharjo memberikan dampak yang nyata, yang ditunjukkan dalam sebuah dokumen yang menyatakan adanya penurunan jumlah/volume perbaikan rumah tidak layak huni yang dilaksanakan di Kecamatan Sukoharjo. Kebutuhan akan rumah yang layak huni menjadi pendorong bagi masyrakat untuk mengajukan permohonan bantuan renovasi rumah tinggal layak huni, namun dengan adanya kerjasama dan sikap saling tolong-menolong dalam kehidupan bermasyarakat, menjadikan di setiap pelaksanaan pembangunannya menjadi lancar. Adanya penurunan jumlah permintaan atau permohonan Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kecamatan Sukoharjo antara tahun 2012 dan 2013, menunjukkan bahwa program ini benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat. Jumlah penerima Renovasi RTLH Tahun 2012 berjumlah 390, sedangkan pada tahun 2013 hanya berjumlah 169 rumah. Keberadaan program tersebut memang menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, hal tersebut dapat dibuktikan dengan data yang dikutip dari Prosedur Operasional Baku (POB) Pembangunan Rumah Tinggal Layak Huni PNPM Mandiri Perkotaan (2012: 3) sebagai commit to userberikut :
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
Hasil evaluasi Konsultan Manajemen Pusat (KMP) menunjukkan bahwa kegiatan rehabilitasi dan pembangunan rumah yang didanai oleh PNPM Mandiri Perkotaan telah memberikan manfaat yang sangat baik kepada masyarakat miskin. Sebagai investasi terbesar ketiga di bidang lingkungan, tren rehabilitasi dan pembangunan perumahan menunjukkan peningkatan sejak tahun 2007 hingga 2011, dari 12,00% menjadi 18,38%. Selama kurun waktu tersebut lebih dari 85.648 rumah telah direhabilitasi. Selain jumlah rumah yang meningkat investasi per rumah juga terjadi peningkatan dari Rp. 5,049 juta per rumah pada tahun 2007 menjadi Rp. 7,747 juta per rumah pada tahun 2011. Dari sejumlah rumah tersebut telah dimanfaatkan bagi warga miskin sebanya 159.160 KK miskin. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam rentang waktu 2007 hingga 2011 pelaksanaan Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni mengalami peningkatan hasil yang cukup signifikan yang dibuktikan dalam sebuah prosentase. Dengan adanya program yang berdampak langsung pada masyarakat luas seperti program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni harus dilaksanakan secara baik dan ditingkatkan kualitas pelaksanaannya. Dalam hal ini BKM sebagai salah satu unsur penting dalam masyarakat harus senantiasa mengawal masyarakat dalam barbagai macam kegiatan pembangunan yang dilakukan. Dalam upaya merealisasikan Program Rehab Rumah Tidak Layak Huni masyarakat membentuk sebuah kelompok swadaya yang umumnya disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat akan menghadapi berbagai persoalan dimana persoalan tersebut bisa diselesaikan secara individu namun juga perlu diselesaikan secara bersama-sama. Ketika persoalan diselesaikan dengan banyak orang akan memunculkan banyak gagasan sehingga akan banyak alternatif pemecahan. Ibarat seikat sapu lidi, maka jika satu lidi potensi dan manfaatnya sangat kecil serta mudah untuk dupatahkan. Namun, ketika diikat menjadi sapu lidi maka menjadi lebih kuat dan lebih bermanfaat. Oleh karena itu ketika dalam bermasyarakat setiap orang perlu menghimpun diri dalam kelompok ketika menghadapi masalah ataupun dalam mengembangkan potensi. Secara lebih rinci dalam Buku Bahan Bacaan Pelatihan Penguatan BKM Tahun 2 dan 3 (2012: 44), sebagai commit to berikut user :
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
Kelompok-kelompok yang tumbuh di masyarakat dikarenakan kebutuhan tersebut, sering disebut sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yaitu kumpulan orang yang menghimpun diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu yaitu adanya ikatan pemersatu yaitu adanya visi, kepentingan dan kebutuhan yang sama sehingga dalam kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama. Berdasarkan penjelasan di atas, jika dikaitkan dengan kegiatan renovasi rumah tidak layak huni, maka dengan dibentuknya KSM dalam kegiatan tersebut akan mempermudah proses pembangunan karena baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya banyak dibantu oleh pihak atau orang lain, sehingga pembangunan yang dilakukan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Kelompok Swadaya Masyarakat seharusnya mampu menjadi suatu wadah bagi masyarakat agar segala macam aktifitas pembangunan berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sendiri dan bukan berdasarkan kebutuhan penguasa semata. Kelompok Swadaya Masyarakat yang dibentuk dalam suatu daerah, pada prinsipnya tidak boleh sewenang-wenang seolah tanpa aturan, namun KSM yang dibentuk harus memperhatikan kaidah-kaidah yang ada di dalamnya. Hal tersebut sesuai dengan yang tercantum di dalam Buku Bahan Bacaan Pelatihan Penguatan BKM Tahun 2 dan 3 (2012: 45), sebagai berikut : a. Saling mempercayai dan saling mendukung Sikap tersebut bisa membuat anggota mengekspresikan gagsan, perasaan dan kekhawatirannya dengan nyaman. b. Bebas dalam membuat keputusan Kelompok bebas menentukan dan memutuskan menurut kesepakatan yang diambil oleh kelompok sendiri. c. Bebas dalam menetapkan kebutuhan Dalam rangka peningkatan dan penguatan kapasitasnya KSM meningkatkan dan menguatkan tingkat kemampuan para anggotanya seperti peningkatan kesejahteraan, peningkatan wawasan, dan pengetahuan serta ketrampilan baik bersifat individu maupun kelompok. d. Berpartisipasi nyata Setiap anggota wajib berkonstribusi kepada kelompok sebagai wujud komitmen dalam rangka keswadayaan serta ikatan kelompok. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kelompok Swadaya Masyarakat yang dicommit bentuktodiuser suatu daerah harus memuat kaidah-
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kaidah tertentu agar Kelompok Swadaya yang terbentuk dapat berfungsi secara maksimal. Dampak nyata dari dibentuknya Kelompok Swadaya Masyarakat
salah
satunya
adalah
masyarakat
dapat
merencanakan,
menjalankan dan mengevaluasi secara swadaya mengenai laju pembangunan. d. Kriteria Rumah Tidak Layak Huni Rumah memiliki fungsi yang sangat besar bagi individu dan keluarga tidak saja mencakup aspek fisik, tetapi juga mental dan sosial. Untuk menunjang fungsi rumah sebagai tempat tinggal yang baik maka harus dipenuhi syarat fisik yaitu aman sebagai tempat berlindung, secara mental memenuhi rasa kenyamanan dan secara sosial dapat menjaga privasi setiap anggota keluarga, menjadi media bagi pelaksanaan bimbingan serta pendidikan keluarga. Dengan terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar berupa rumah yang layak huni, diharapkan tercapai ketahanan keluarga. Pada kenyataannya, untuk mewujudkan rumah yang memenuhi persyaratan tersebut bukanlah hal yang mudah. Ketidakberdayaan mereka memenuhi kebutuhan rumah yang layak huni berbanding lurus dengan pendapatan dan pengetahuan tentang fungsi rumah itu sendiri. Pemberdayaan fakir miskin juga mencakup upaya Renovasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Demikian juga persoalan sarana prasarana lingkungan yang kurang memadai dapat menghambat tercapainya kesejahteraan suatu komunitas. Lingkungan yang kumuh atau sarana prasarana lingkungan yang minim dapat menyebabkan masalah sosial dan kesehatan. Permasalahan Rumah Tidak Layak Huni yang dihuni atau dimiliki oleh kelompok fakir miskin memiliki multidimensional. Oleh sebab itu, kepedulian untuk menangani masalah tersebut diharapkan terus ditingkatkan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap kondisi papan masyarakat adalah dengan diterapkannya Program Bantuan Renovasi Rumah Tidak Layak Huni yang didanai oleh PNPM-Mandiri Perkotaan. Dalam mengimplementasikan Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni pemerintah atau pihak terkait pelaksanaannya perlu menerapkan commitdalam to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kriteria-kriteria tertentu agar bantuan yang diberikan tepat sasaran. Pada prinsipnya Program Rehab Rumah Tidak Layak Huni memfokuskan penerima bantuan kepada masyarakat miskin di daerah terkait. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa sasaran dari program Rehab Rumah Tidak Layak Huni ini adalah masyarakat miskin yang memiliki rumah tidak layak huni. Secara lebih rinci dalam Prosedur Operasional Baku (POB) Pembangunan Rumah Tinggal Layak Huni PNPM Mandiri Perkotaan (2012: 4), dijelaskan bahwa : Rehabilitasi dan pembangunan rumah diperuntukkan khusus bagi masyarakat miskin (PS2) di kelurahan PNPM Mandiri Perkotaan dengan ketentuan: 1. Penerima manfaat memiliki lahan untuk kebutuhan pembangunan rumah 2. Penerima manfaat memiliki bukti surat sah atas kepemilikan tanah 3. Penerima manfaat memiliki bukti atas kepemilikan rumah yang kurang layak bila dilihat dari aspek kesehatan dan keamanan penghuninya. Dari penjelasan di atas, secara rinci telah dijelaskan mengenai ketentuan sasaran Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni bagi masyarakat. Sehingga secara jelas dapat dinyatakan bahwa tidak semua masyarakat miskin dengan rumah yang tidak layak huni berhak menerima bantuan tersebut. Namun mereka juga harus memiliki lahan atau tanah tersendiri yang dilengkapi dengan surat sah kepemilikan tanah. Sehingga aktifitas pembangunan yang dilakukan bersifat resmi dan legal. Penjelasan di atas merupakan syarat bagi sasaran secara administrasi, namun syarat atau ketentuan bagi sasaran penerima progra bantuan rehabilitasi Rumah Tidah Layak Huni dapat dilakukan dengan memperhatikan syarat secara fisik keadaan rumah yang hendak diberikan bantuan. Hal tersebut penting untuk dilakukan dalam rangka memberikan batasan atau ketentuan yang jelas mengenai siapa yang benar-benar berhak menerima program bantuan tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
3.--Tinjauan Tentang Civic Participatory Skills Berkaitan dengan pengertian serta konsep dalam civic participatory skill maka akan lebih baik jika kita mengetahui terlebih dahulu konsep dasar civics itu sendiri. Civics dalam arti sempit dapat diartikan sebagai ilmu kewargaanegaraan, jika dikaitkan dengan kehidupan dalam masyarakat, civics mengarah pada segala sesuatu yang ada dan dilakukan oleh masyarakat itu sendiri sebagai bagian dari warga negara suatu bangsa. Di Indonesia kata civics banyak dibahas dalam kajian-kajian tertentu dalam kegiatan belajar-mengajar. Didalam dunia pendidikan ilmu kewarganegaraan dirasa penting untuk ditanamkan dalam diri peserta didik agar nantinya mampu beradaptasi dengan lingkungan hidupnya sebagai warga negara yang baik (good citizenship). Untuk membentuk warga negara yang tahu dan mampu menempatkan dirinya dalam suatu negara, maka masyarakat harus dibimbing agar nantinya mampu menjadi warganegara yang diharapkan. Maka dari itu kita harus mengetahui komponen-komponen dalam civic education, adapun komponen dari pendidikan kewarganegaraan (civic education) yang seharusnya dimiliki oleh masyarakat dapat dilihat melalui pendapat Stimman Branson (1998) menyatakan sebagai berikut : “what are essential components of a good citizenship ? There are three essential components: civic knowledge, civic skill and civic dissposition. The first essential component of civic education is civic knowledge that concerned with the content or what citizens ought to know; the subject matter, if you will. The second essential component of civic education in a democratic society is civic skills: intelectual and participatory skills. The third essential component of civic education, civic disposition, refers to the traits of private and public character essential to the maintenance and improvement of conctitutional democracy”. (Wijianto dan Winarno, 2010: 50) Inti dari pendapat Stimman Branson di atas adalah, pendidikan kewarganegraan mengembangkan tiga komponen pokok sebagai potensi warga negara agar memiliki civic knowledge (pengetahuan warganegara), civic values/disposition (nilai/karakter warganegara), dan civic skill (keterampilan commit to user maka secara esensial pendidikan warganegara). Berkaitan dengan hal tersebut,
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
warganegara mengisyaratkan kepada masyarakatnya agar mengetahui segala sesuatunya
mengenai
wawasan,
nilai,
ataupun
keterampilan
seorang
warganegara dalam menjalani kehidupannya di dalam suatu negara. Kaitannya dengan civic participatory skill, maka dapat dijelaskan bahwa, berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh Stimman Branson di atas, civic participatory skill masuk dalam ranah civic skill. civic participatory skill dapat disebut juga keterampilan partisipatif: keterampilan mempengaruhi jalannya pemerintahan, pengambilan keputusan publik, berkoalisi, mengelola konflik, dan sebagainya. Dalam defisi tersebut tersirat makna bahwa civic participatory skill memuat dasar-dasar perilaku masyarakat dalam mengaktualisasikan keterampilannya dalam berpartisipasi. Kaitannya dengan penerapan kecakapan partisipatoris dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka Wahyuningsih (2012: 158-159), menjelaskan bahwa : Dalam suatu masyarakat yang otonom, para warganegara adalah pembuat keputusan. Oleh karena itu, mereka perlu mengembangkan dan terus mengasah kemampuan mengevaluasi, mengambil dan mempertahankan pendapat. Kemampuan ini sangat penting jika nanti mereka diminta menilai isu-isu yang ada dalam agenda publik, membuat pertimbangan tentang isu-isu tersebut dan mendiskusikan penilaian mereka dengan orang lain dalam masalah privat dan publik. Oleh karena itu, pendidikan untuk warganegara dalam masyarakat demokratis harus difokuskan pada kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk partisipasi yang bertanggungjawab, efektif, dan ilmiah dalam proses politik dan dalam civic society. Kecakapan-kecakapan tersebut di atas dapat dikategorikan sebagai interaksi (interacting), memonitor (monitoring), dan mempengaruhi (influencing). Keterampilan
dalam
berpartisipasi
harus
dimiliki
oleh
setiap
warganegara, hal ini dikarenakan masyarakat hidup tidak hanya sebdiri tetapi mereka secara sadar melakukan berbagaimacam interaksi dengan orang lain guna mencapai kehidupan yang selaras. Dalam kehidupan bermasyarakat, bukan tidak mungkin jika dari interaksi tersebut menghasilkan kesepakatan tentang suatu kegiatan yang akan dilaksanakan. Sebagai warga negara yang baik tentu suatu masyarakat ingin ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan yang commit to user dijalankan. Partisipasi inilah yang penting dilakukan oleh masyarakat, karena
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan kecakapan partisipasi tersebut akan mampu menimbulkan dampak positif bagi setiap individu dalam kesatuan masyarakat, salah satunya adalah mampu menumbuhkan percepatan pembangunan apabila seorang individu mau dan mampu berpartisipasi dalam proses pembangunan.dengan diterapkannya prinsip-prinsip dalam Civic Skill Participatory ini maka pembangunan yang dilakukan selain berdampak langsung pada pelaksanaan pembangunan yang sedang dilaksanakan juga mampu melahirkan individu-individu yang senantiasa memiliki kepekaan tentang keadaan-keadaan yang akan terjadi, masalah-masalah yang sedang dan akan terjadi, alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan untuk mengatasi masalah tersebut, demi perbaikan mutu hidupnya.
B. Penelitian yang Relevan Irma Purnamasari. 2008. Studi Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Penelitian tersebut bertujuan untuk
mendeskripsikan dan
menganalisis
proses perencanaan
pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Selanjutnya, mendeskripsikan dan menganalisis partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukan\bumi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tujuan utama mendeskripsikan atau melukiskan secara terperinci dan mendalam mengenai partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Pada pelaksanaannya di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi, perencanaan partisipatif dimulai dari tahapan persiapan, pelaksanaan, dan
keluaran
perencanaan pembangunan. Masyarakat diharapkan terlibat dan memahami seluruh rangkaian dari proses perencanaan pembangnan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Fokus perencanaan yang berdasarkan masalah dan kebutuhan masyarakat dapat diperoleh melalui kegiatan penyelidikan masalah dan kebutuhan mulai dari tingkat RT yang merupakan bagian dari tahap persiapan dalam proses perencanaan pembangunan. Berdasarkan hasil penelitian, untuk commit penyelidikan to user beberapa desa melakukan kegiatan masalah dan kebutuhan
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat mulai tingkat RT sehingga diperoleh profil masalah dan kebutuhan masyarakat, namun untuk sebagian desa lainnya jenis usulan yang diajukan didiskusikan pada saat pelaksanaan musbang dusun, dan bukan digali dari kelompok-kelompok masyarakat. Hasil penelitian di atas relevan dengan penelitian ini, karena sama-sama membahas menganai partisipasi suatu masyarakat dalam program pembangunan. Namun, yang membedakan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah, dalam penelitian tersebut fokus penelitiannya adalah partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan pembangunan, namun dalam penelitian ini bukan hanya mengkaji mengenai tahap perencanaan pembangunan saja, tetapi juga mengkaji mengenai tahap pelaksanaan, evaluasi, dan pemanfaatan hasil pembangunan, khususnya dalam Program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni.
C. Kerangka Berpikir Proses pengambilan keputusan dalam program pembangunan seringkali dilakukan dari atas ke bawah (top down). Masyarakat seringkali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberikan masukan atau peranan. Dalam hal ini masyarakat ditempatkan sebagai objek pembangunan, program yang dilakukan dari atas ke bawah (top down) sering kali tidak berhasil dan kurang memberi manfaat, karena masyarakat kurang terlibat, sehingga mereka merasa kurang bertanggungjawab terhaadap program dan keberhasilannya. Selain itu tidak dilibatkannya masyarakat dalam perencanaan atau pelaksanaan pembangunan, maka pembangunan yang dilakukan kurang memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat karena pembangunan yang dilakukan tidak didasarkan pada klebutuhan masyarakat. Permasalahan mengenai partisipasi masyarakat dalam pembangunan, merupakan masalah penting dan mendasar bagi kelangsungan pembangunan nasional. Partisipasi yang baik dalam satu kesatuan hidup masyarakat merupakan titik cerah pembangunan, tidak hanya berdampak pada percepatan pembangunan saja, tetapi juga efisiensi suatu pembangunan dapat tercapai. Disamping itu dengan partisipasi yang baik dari masyarakat dalam commit to user pembangunan secara implisit nilai-nilai kegotongroyongan masyarakat ikut
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terbangun. Secara konseptual pelaksanaan pembangunan yang menitikberatkan pada partisipasi masyarakat akan menimbulkan dampak pribadi baik dari segi fisik maupun mental yang mengarahkan setiap individu menjadi warga negara yang baik (good citizenship). Partisipasi masyarakat dalam suatu pembangunan dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan, antara lain : a. Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan Partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan yang paling tinggi tingkatannya diukur dari derajat keterlibatannya. Dalam tahap perencanaan, orang sekaligus diajak turut membuat keputusan yang mencakup merumusan tujuan, maksud dan target. b. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, seringkali diartikan sebagai partisipasi masyarakat banyak (yang umumnya lebih miskin) untuk secara sukarela menyumbangkan tenaganya di dalam kegiatan pembangunan. Di lain pihak, lapisan yang ada di atasnya (yang umumnya terdiri atas orang kaya) yang lebih banyak memperoleh manfaat dari hasil pembangunan, tidak dituntut sumbangannya secara proposional. Karena itu, partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau beragam bentuk pengorbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan. c. Tahap
partisipasi
dalam
pemantauan
dan
evaluasi
kegiatan
Dalam hal ini, partisipasi masyarakat mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat pembangunan sangat diperlukan. d. Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan pemanfaaatan
hasil
pembangunan
akan
merangsang
kemauan
dan
kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang. commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan tahap partisipasi di atas, masyarakat pada dasarnya mampu merubah posisinya dari apatis menjadi pihak yang mampu menggerakkan pembangunan. Hal ini penting dilakukan karena pada dasarnya setiap pembangunan yang dilakukan juga perlu kita kontrol perkembangannya agar pelaksanaan pembangunan sesuai dengan perencanaan yang sebelumnya disepakati. Disamping itu, dalam konsep Ilmu Kewarganegaraan (Civics) seorang warganegara
dituntut
memiliki
kecakapan
dalam
berpartisipasi
(civic
participatory skills) dimana garis besar dari kecakapan ini masyarakat mampu melakukan interaksi (interacting) dengan orang lain, memonitor (monitoring), dan mempengaruhi (influencing). Interaksi yang dilakukan masyarakat terutama dalam proses pembangunan merupakan hal yang baku, karena melalui interaksi itu seseorang dapat dengan mudah menyesuaikan dan menyeragamkan tindakan, agar pembangunan yang direncanakan dapat berjalan dengan baik. Monitoring atau kontrol/pengawasan dari semuah pihak baik pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri dalam melakukan pengawasan atas proses pembangunan yang dilakukan, agar terkendali dengan baik. Masyarakat harus mampu mempengaruhi masyarakat lain agar orang lain tertarik untuk ikut serta dalam pembangunan yang dilakukan dan hasilnyapun akan maksimal. Dengan diterapkannya konsep partisipasi tersebut
diharapkan
tingkat
partisipasi
masyarakat
yang
tinggi
dalam
pembangunan yang dilaksanakan. Selain itu, dengan adanya peran serta masyarakat dalam pembangunan diharapkan tatanan kota atau ddesa dapat dikendalikan kearah yang lebih baik, yang ditandai dengan minimnya pemukiman kumuh di wilayah Kecamatan Sukoharjo. Berkaitan dengan penjelasan tersebut, segala macam langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini memerlukan kerangka berpikir yang nantinya dapat membantu peneliti untuk melaksanakan suatu penelitian secara terstruktur. Langkah-langkahdalam pelaksanaan penelitian ini dapat digambarkan melalui kerangka berpikir, yang disusun berdasarkan alur berpikir peneliti. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis berinisiatif untuk mengintegrasikan teori-teori di atas kedalam kerangka berpikir. Sehingga penulis dapat mengintegrasikan teori di atas, commit to sebagai user berikut : kedalam suatu bagan (kerangka pemikiran)
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Permasalahan : 1. Peran dan partisipasi masyarakat pada program penanggulangan rumah tidak layak huni di Kecamatan Sukoharjo masih rendah. 2. Persepsi Masyarakat masih sebatas menunggu perintah atau komando. Tujuan : Mengkaji partisipasi masyarakat terkait keberadaan program penanggulangan rumah tidak layak huni di Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo.
Mengkaji Kebijakan : Mengkaji isi peraturan atau undang-undang terkait kebijakan Penanggulangan Rumah Tidak Layak Huni
Pelaksanaan Kebijakan:
Studi Literatur :
Keterlibatan pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan kebijakan
Perencanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, pembangunan partisipatif dan partisipasi masyarakat
Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan
Partisipasi dalam Civic Participatory Skills:
Tahap Partisipasi: Pengambilan Keputusan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan hasil
interaksi (interacting), memonitor (monitoring), dan mempengaruhi (influencing)
Partisipasi Masyarakat Dalam Penanggulangan Rumah Tidak Layak Huni
Gambar 2.4 : Kerangka Berpikir commit to user