BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori
1. Pengertian Kurikulum Secara Etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu carier yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish (Sanjaya,
2011:3).
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan
pembelajaran
untuk
mencapai
tujuan
pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003). Sedangkan tujuan pendidikan nasional dengan jelas termaktub dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Kurikulum disusun sesuai jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan
memperhatikan
peningkatan
iman
dan
takwa;
peningkatan potensi; kecerdasan, dan minat peserta didik; potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; agama; dinamika perkembangan global; persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan (Mulyasa, 2007 : 12). Kurikulum
pendidikan
senantiasa
berubah
mengikuti
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang dapat mengubah perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Perubahan tersebut juga dipengaruhi oleh ketidakpuasan dengan hasil pendidikan di sekolah dan ingin selalu memperbaiki (Poerwati, 2013 : 3). Sehingga, telah banyak program kurikulum pendidikan yang telah diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Dalam Poerwati (2013 : 4), disebutkan berbagai
8
9
model kurikulum yang pernah atau sedang diimplementasikan di Indonesia. Pertama, adalah kurikulum Rencana Pembelajaran 1947 (Leer Plan). Kurikulum ini merupakan kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan yang mulai diterapkan pada tahun 1950. Kurikulum ini memuat dua hal pokok : daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya serta garis-garis besar pengajaran. Kurikulum ini mengurangi
pendidikan
pikiran dan mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi dari kehidupan sehari-hari serta perhatian atas kesenian dan pendidikan jasmani. Pada tahun 1952, kurikulum dirubah menjadi kurikulum Rencana Pelajaran Terurai 1952. Ciri khas dari kurikulum ini adalah silabus yang jelas dimana satu guru mengajar satu mata pelajaran. Pada akhir pemerintahan presiden Soekarno, mulai diterapkan Rencana Pendidikan 1964 yang berfokus pada pancawardhana dimana mata pelajaran difokuskan pada lima bidang studi, yakni ; moral, kecerdasan, emosional, ketrampilan, dan jasmaniah. Pada masa orde baru mulai berdiri, kurikulum 1964 yang merupakan produk orde lama, diganti dengan kurikulum 1968 dengan tujuan membentuk manusia Pancasila sejati. Kurikulum ini memuat materi yang bersifat teoritis dan tidak mengaitkan dengan masalah faktual yang terjadi di lapangan. Kurikulum yang digunakan selanjutnya adalah kurikulum 1975 yang menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien. Metode, materi dan tujuan pembelajaran dirinci dalam prosedur PPSI dan mulai terkenal istilah satuan pelajaran. Kurikulum ini kemudian diganti dengan kurikulum 1984 karena banyak kritik, salah satunya adalah guru yang dibuat sibuk dengan banyaknya menulis rincian dalam kegiatan pembelajaran.
Kurikulum
1984
sendiri
adalah
kurikulum
yang
menempatkan siswa dalam subyek belajar dengan model Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Tetapi, kurikulum ini terasa membuat suasana kelas menjadi gaduh dengan diskusi siswa. Selain itu, guru tidak bisa lagi menggunakan model ceramah. Hal tersebut membuat kurikulum ini menuai banyak penolakan.
10
Kurikulum selanjutnya adalah kurikulum 1994 dengan upayanya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Tetapi, kurikulum ini dikritik karena beban belajar siswa yang dinilai terlalu berat. Hal ini dipicu oleh muatan lokal yang pada akhirnya membuat berbagai isu-isu tertentu
masuk
dalam
kurikulum
karena
kepentingan
kelompok
masyarakat. Kurikulum ini diperbaiki pasca lengsernya Orde Baru dengan menambal sejumlah materi dalam Suplemen Kurikulum 1999. Kurikulum ini kemudian diganti menjadi KBK atau Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004. KBK mulai mengurai kompetensi yang harus dicapai siswa dalam setiap mata pelajaran. Kurikulum yang menargetkan pada kompetensi ini menjadi rancu dalam mengukur kompetensi siswa. Alat ukur kompetensi siswa yang dimaksud adalah ujian, baik ujian nasional maupun ujian akhir sekolah. Ujian yang digunakan adalah pilihan ganda, yang seharusnya memperbanyak praktik atau uraian. Awal 2006, KBK dihentikan dan diganti dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau kurikulum 2006. Kurikulum ini memiliki ciri khas yaitu guru diberikan keleluasaan dalam merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan, kondisi siswa serta keadaan sekolah. Pengembangan perangkat pembelajaran merupakan kewenangan sekolah dibawah koordinasi pemerintah Kabupaten/Kota. Kurikulum ini kemudian diganti dengan kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis Karakter yang menekankan pada pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter. Pada kurikulum 2013, siswa dituntut untuk memahami materi, aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin yang tinggi. Kontroversi seputar Kurikulum 2013 muncul karena penerapannya dinilai tergesa-gesa dan tanpa evaluasi mendalam terhadap KTSP. Beberapa hal yang menjadi sorotan pokok pelaksanaan kurikulum 2013 adalah kesiapan guru, kesiapan fasilitas sekolah dan kesiapan logistik seperti buku teks. Sehingga dengan PERMENDIKBUD nomor 160 tahun 2014 tentang pemberlakuan kurikulum 2006 dan kurikulum 2013, bagi
11
sekolah yang belum dapat menggunakan kurikulum 2013, dapat kembali menerapkan kurikulum 2006 atau KTSP. a) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kurikulum 2006 (KTSP) merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi dan merupakan paradigma baru pengembangan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi ini diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola
sumber
daya,
sumber
dana,
sumber
belajar,
dan
mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat ( Mulyasa, 2007:21). Wina Sanjaya (2011:132) tujuan diterapkannya KTSP secara umum adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalaui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. Dengan demikian, melalui KTSP diharapkan dapat mendorong sekolah untuk pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Kurikulum yang dikembangkan di setiap satuan pendidikan akan menjadi lebih bermakna untuk mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota
masyarakat yang berguna mengembangkan potensi daerahnya. Lebih lanjut, dalam Wina Sanjaya (2011:132) dikemukakan pula tujuan khusus diterapkannya KTSP adalah; 1)
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam
mengembangkan
kurikulum,
mengelola,
dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia. 2)
Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3)
Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.
12
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kenierja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem penilaian. Dari uraian diatas, dapat diuraikan karakteristik KTSP adalah ;pemberian otonomi yang luas kepada sekolahdan satuan pendidikan, partisipasi masyarakat dan orang tua yang tinggi, kepemimpinan demokratis dan profesional, serta team-kerja yang kompak dan transparan (Mulyasa, 2007:29). KTSP juga memiliki komponen-komponen tertentu yang mebuatnya dapat berjalan dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara lain : KTSP memiliki enam komponen penting. Komponen tersebut adalah : 1) Visi dan Misi Menurut Helgeson, dalam Mulyasa (2007 : 176), visi adalah penjelasan tentang rupa yang seharusnya dari organisasi kalau ia berjalan
dengan
baik.
Tugas
utama
kepala
sekolah
adalah
mengomunikasikan visi tersebet ke seluruh jajaran dan tingkat manajemen. Hal ini dilakukan dengan mengangkat visi sebagai acuan pada berbagai pertemuan yang melibatkan unsur satuan pendidikan, komite sekolah, dewan pendidikan, dunia usaha, dan industri, serta masyarakat di sekitar lingkungan sekolah. 2) Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan Dalam pengembangan KTSP, satuan pendidikan harus menyusun program peningkatan mutu yang mencakup tujuan, sasaran dan target yang akan dicapai dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan pendidikan tingkat satuan pedidikan (KTSP) untuk pendidikan tingkat
menengah
adalah
untuk
meningkatkan
kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian,akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 3) Menyusun Kalender Pendidikan Satuan pendidikan harus menyusun kalender pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta
13
didik dan masyarakat, dengan memperhatian kalender pendidikan sebagaimana tercantum dalam Standar Isi. Penyusunan kalender pendidikan selama satu tahun pelajaran mengacu pada efisiensi, efektifitas, dan hak-hak peserta didik. 4) Struktur Muatan KTSP Struktur KTSP memuat : mata pelajaran; muatan lokal; kegiatan pengembangan
diri;
pengaturan
beban
pelajar;kegiatan
kelas;
penjurusan, dan kelulusan; pendidikan kecakapan hidup; pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global. 5) Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi standar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan (Mulyasa, 2007 : 190). Dalam pengembangannya, silabus diserahkan sepenuhnya kepada tiap satuan pendidikan, khususnya bagi yang telah mampu melakukannya sehingga dapat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing. Agar pengembangannya masih berada dalam bingkai standar nasional, maka perlu memperhatikan prinsip pengembangan silabus. Prinsip yang dimaksud adalah: ilmiah, relevan, fleksibel, kontinuitas, konsisten, memadai, aktual dan konstektual, efektif, serta efisien. Dalam pengmbangan tersebut, paling tidak, harus memuat sembilan komponen silabus. Komponen silabus tersebut, menurut Muslich (2011 : 30), yaitu identifikasi, standar kompetensi, kompetensi standar, materi pokok, pengalaman belajar, indikator, penilaian, alokasi waktu, sumber/bahan/alat. 6) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Dalam Mulyasa (2007 : 212), disebutkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi kopetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan
14
dijabarkan dalam silabus. Tugas pendidik yang paling utama terkait dengan RPP berbasis KTSP adalah menjabarkan silabus ke dalam RPP yang lebih operasional dan rinci, serta siap dijadikan pedoman atau skenario dalam pembelajaran. Dalam pengembangan RPP, guru diberi kebebasan untuk mengubah, memodifikasi, dan menyesuaikan silabus dengan kondisi sekolah dan daerah, serta karakteristik peserta didik. Prinsip pengembangan RPP menurut Mulyasa (2007 : 219), yaitu : a) Kompetensi yang dirumuskan dalam RPP harus jelas, makin konkrit kompetensi makin mudah diamati, dan makin tepat kegiatan-kegiatan
yang
harus
dilakukan
untuk
membentuk
kompetensi tersebut. b) RPP harus sederhana dan fleksibel, serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran, dan pembentukan kompetensi peserta didik. c) Kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam RPP harus menunjang, dan sesuai dengan kompetensi dasar yang akan diwujudkan. d) RPP yang dikembagakan harus utuh dan menyeluruh, serta jelas pencapaiannya. e) Harus ada koordinasi antarkomponen pelaksana program di sekolah, terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim atau dilaksanakan di luar kelas, agar tidak mengganggu jam-jam pelajaran yang lain. Siti
Nur
Halimah
(2009)
melakukan
penelitian
tentang
Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Pembelajaran Ekonomi di SMA Batik I Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan pembelajaran ekonomi berbasis KTSP dilakukan dalam proses pembelajaran dan penilaian. Dalam proses pembelajaran dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu pendahuluan yang berupa apersepsi dan pengkondisian kelas, tahap kedua berupa inti yaitu penyampaian materi dan konfirmasi, serta tahap
15
ketiga yaitu penutup yang biasanya berupa pemberian tugas kepada siswa. Sedangkan penilaian pada pembelajaran ekonomi diambil dari nilai tugas, nilai ulangan harian, nilai ulangan tengah semester, ulangan semester serta sikap siswa saat proses belajar mengajar termasuk keaktifan siswa di kelas. Hambatan yang masih dihadapi dalam pembelajaran ekonomi berbasis KTSP yaitu materi terlalu banyak, siswa kurang aktif, bertambahnya beban administrasi guru serta beberapa sarana dan prasarana sekolah yang belum dilengkapi. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yaitu guru memberikan materi kepada siswa diprioritaskan materi untuk penjurusan, UAN dan ujian masuk perguruan tinggi, guru memberikan stimulus berupa pertanyaan dan tambahan nilai, pihak sekolah membentuk forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sekolah (MGMPS), Sekolah berusaha melengkapi sarana dan prasarana sekolah. Emi Susi Slamet Rahayu (2009) melakukan penelitian tentang Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada Pembelajaran Geografi Materi Atmosfer di SMA Batik 1 Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009 Kota Surakarta. Hasil dari penelitian ini adalah implementasi Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan pada pembelajaran geografi materi pokok atmosfer belum optimal, karena belum sesuai dengan prinsip pembelajaran berbasis KTSP. Hal ini ditandai dengan
proses
pembelajaran yang masih didominasi metode-metode konvensional, selain itu
media
dan
sumber
belajar
terbatas,
Guru
geografi
dalam
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
masih
belum optimal, ini dapat dilihat dari penggunaan metode pembelajaran dimana guru masih sering menggunakan metode ceramah, guru jarang melakukan evaluasi selama proses pembelajaran, selain itu belum terwujud Pembelajaran yang Aktif Kreatif dan Menyenangkan (PAKEM), sehingga siswa cenderung pasif, Kendala-kendala yang dihadapi SMA Batik 1 Surakarta dalam implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pembelajaran geografi materi pokok atmosfer adalah guru masih
sering
16
menggunakan metode ceramah, sehingga siswa cenderung pasif, selain itu proses pembelajaran jadi kurang efektif karena terbatasnya media dan sumber belajar, Upaya yang dilakukan guru untuk menghadapi kendala dalam pembelajaran geografi adalah menggunakan metode bervariasi, menggambar di papan tulis, Memberi pekerjaan rumah pada siswa dan memberikan motivasi pada siswa. Dari kedua penelitian diatas penelitian yang dilakukan merupakan pengembangan dari kedua penelitian tersebut. Penelitian sebelumnya dilakukan pada mata pelajaran lain, yakni Ekonomi dan Geografi. Selain itu, penelitian ini dilakukan setelah KTSP dihentikan dan kembali diimplementasikan pada sekolah-sekolah yang belum siap melaksanakan kurikulum 2013. 2. Pembelajaran Sosiologi dalam KTSP Menurut Gino dkk (1993: 32) menyebutkan bahwa Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar dengan mengaktifkan faktor intern dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar mengajar. Association for Educational Comminication and Technology (AECT), menyatakan bahwa pembelajaran (Instructional) merupakan bagian dari pendidikan (Majid, 2013:5). Pembelajaran merupakan suatu sistem yang didalamnya terdiri dari komponenkomponen sistem instruksional, yaitu komponen pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan latar atau lingkungan dan sekolah merupakan sarana bagi siswa untuk mendapatkan pendidikan formal. Di dalam pembelajaran di sekolah, pembelajaran dibagi dalam mata pelajaran yang sesuai dengan penjurusan dan jenjang kelas dari peserta didik. Salah satu mata pelajaran yang diberikan adalah sosiologi. Sosiologi pada dasarnya mempunyai dua pengertian yaitu sebagai ilmu dan sebagai metode. Sebagai ilmu, sosiologi merupakan kumpulan pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan yang disusun secara sistematis berdasarkan analisis yang logis. Sebagai metode,
sosiologi
17
adalah cara berpikir untuk mengungkapkan realitas sosial budaya yang ada dalam masyarakat dengan prosedur dan teori yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah (Depdiknas, 2003). Sebagai suatu mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik di lingkungan sekolah, tentu dilandasi dengan tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran sosiologi. Mengacu pada Permendiknas No.41 tahun 2007, mata pelajaran sosiologi bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut; 1)
Memahami konsep-konsep sosiologi seperti sosialisasi, kelompok sosial, struktur sosial, lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik sampai dengan terciptanya integrasi sosial.
2)
Memahami berbagai peran sosial dalam kehidupan masyarakat.
3)
Menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi mempunyai batasan dalam hal
bahasan. Batasan ini selanjutnya disebut sebagai ruang lingkup dari mata pelajaran sosiologi. Dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007, disebutkan ruang lingkup mata pelajaran sosiologi meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) Struktur sosial; (2) Proses sosial; (3) Perubahan sosial; (4) Tipe-tipe lembaga sosial. Selain itu, sosiologi mempunyai karakteristik yang membedakannya dari ilmu pengetahuan lain. Karakteristik mata pelajaran sosiologi di sekolah menengah atas yaitu sebagai berikut; 1)
Sosiologi merupakan disiplin intelektual mengenai pengembangan pengetahuan yang sistematis dan terandalkan tentang hubungan sosial manusia pada umumnya
2)
Materi sosiologi mempelajari perilaku dan interaksi perilaku kelompok, menelusuri asal usul pertumbuhan serta menganalisis pengaruh kegiatan kelompok
3)
Tema-tema esensial dalam sosiologi dipilih dan bersumber dari kajian tentang masyarakat dan perilaku masyarakat dalam meneliti kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, komunitas, dan pemerintahan.
18
4)
Materi-materi sosiologi dikembangkan sebagai suatu lembaga pengetahuan ilmiah dengan pengembangan teori yang berdasarkan pada observasi ilmiah, bukan lagi spekulasi dibelakang meja (Depdiknas, 2006). Pembelajaran sosiologi di dalam ruang kelas harus sesuai dengan
acuan silabus yang merupakan komponen penting kurikulum seperti yang telah dijelaskan diatas. Sehingga, pembelajaran sosiologi kemudian harus sesuai dengan pembelajaran berbasis KTSP secara umum. Pembelajaran berbasis KTSP adalah proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan KTSP dalam suatu aktifitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi
dengan
lingkungan (Mulyasa, 2007 : 246). Dalam kegiatan belajar mengajar, perlu adanya usaha yang harus dilakukan sehingga pelaksanaan pembelajaran dalam KTSP menjadi optimal. Sehubungan dengan hal ini, Mulyasa (2007 : 154) menjelaskan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran perlu, menciptakan suasana yang kondusif, menyiapkan sumber belajar, dan membina disiplin. Dalam menciptakan suasana yang kondusif agar tercapainya tujuan pembelajaran sosiologi, KTSP serta pendidikan secara umum, maka pendidik mata pelajaran sosiologi harus memiliki strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran sosiologi. Gerlach dan Ely menyatakan pengertian strategi pembelajaran yang dikutip oleh Majid (2013:7), bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk
menyampaikan
materi
pembelajaran
dalam
lingkungan
pembelajaran tertentu. Dalam menyusun strategi pembelajaran yang sesuai dengan KTSP yang memberikan keleluasaan kepada pendidik, maka diperlukan metode dan model pembelajaran yang cocok. Yang dimaksud dengan metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh pendidik dalam penyampaian materi kepada peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Menurut E. Mulyasa (2007: 257), Metode dan strategi belajar-mengajar yang kondusif untuk hal tersebut perlu
dikembangkan,
19
misalnya metode inquiri, discovery, problem solving dan sebagainya. Sedangkan model pembelajaran adalah kerangka konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran, serta para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Majid, 2013:13). Setelah proses pembelajaran dilakukan, pendidik perlu melakukan penilaian guna mengukur sampai dimana penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah disampaikan. Dalam KTSP, penilaian hasil belajar dapat dilakukan dengan: 1)
Penilaian Kelas Penilaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan ujian akhir. Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar,
memberikan
umpan
balik
untuk
perbaiakan
proses
pembelajaran, dan penentuan kenaikan kelas. 2)
Tes kemampuan Dasar Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemapuan membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pembelajaran.
3)
Penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu.
4)
Benchmarking Benchmarking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang sedang berjalan, proses dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan.
20
5)
Penilaian Program Penilaian program dilakukan untuk menegtahui kesesuaian KTSP dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan masyarakat, dan kemajuan jaman.
3. Variasi Belajar Robert Gagne dalam Pembelajaran Sosiologi Mata pelajaran sosiologi adalah mata pelajaran yang membahas tentang masyarakat dan dinamikanya. Dalam pemberian materi pelajaran sosiologi, seorang pendidik harus memiliki acuan yaitu silabus yang merupakan komponen penting kurikulum. Dalam proses pembelajaran tersebut, akan ditemukan tipe-tipe atau cara-cara yang dilakukan oleh peserta didik dalam belajar. Robert Gagne mengindikasikan bahwa belajar bukanlah sebuah proses tunggal. Kapasitas manusia dalam belajar memungkinkan variasi pola perilaku dalam jumlah yang hampir tidak terbatas (Gredler, 2011 : 174). Jenis-jenis perilaku yang berbeda diperoleh melalui belajar. Akan tetapi, upaya untuk menjelaskan diversitas belajar manusia secara sistematis dan komprehensif merupakan hal yang sulit. Untuk itu, sistem klasifikasi harus memenuhi setidaknya empat kriteria utama, yaitu; (1)merepresentasikan kelompok formal dan unik dari kinerja manusia yang terjadi melalui belajar, (2)mengaplikasikan berbagai macam aktivitas manusia dan indepanden dari tingkat kecerdasan, usia, ras, status sosio ekonomi, ruang kelas, level kelas dan sebagainya, (3)membutuhkan perlakuan pembelajaran yang berbeda, prasyarat yang berbeda dan persyaratan pemrosesan yang berbeda. Selain itu, faktor-faktor yang yang diidentifikasi sebagai memengaruhi belajar di setiap kategori harus digeneralisasikan ke tugas-tugas di dalam kategori tetapi tidak dalam lintas kategori (Gredler, 2011 : 175). Menurut Robert Gagne dalam Gredler (2011 : 177) Variasi belajar memenuhi kriteria diatas adalah informasi verbal, ketrampilan
21
intelektual, ketrampilan motorik, sikap, dan strategi kognitif. Lima variasi belajar ini merepresentasikan hasil belajar. Mereka adalah kapabilitas sebab mereka memungkinkan untuk membuat prediksi berbagai macam contoh kinerja oleh pemelajar. Mungkin kategori yang paling familiar adalah informasi verbal. Informasi verbal dimulai sejak masa kanak-kanak ketika seorang anak mulai belajar nama-nama objek, hewan, peristiwa dan sebagainya. Informasi verbal mempunyai dua karakteristi esensial, yaitu; (1)ia dapat diverbalkan, dan (2)setidaknya beberapa kata memiliki makna bagi individual(Gagne, 1977a : 182). Informasi verbal juga merupakan pengetahuan
deklaratif,
menyiratkan
untuk
mengumumkan
atau
menyatakan. Variasi kedua adalah keterampilan intelektual. Dalam Gagne (1977a : 27), yang termasuk keterampilan intelektual adalah membedakan, mengombinasikan, menabulasikan, mengklasifikasikan, menganalisis, mengkuantifikasikan objek, kejadian, dan simbol-simbol lain. yang biasanya masuk kategori ini adalah aplikasi kaidah yang mengatur aktivitas bicara, menulis, membaca dan, dalam matematika, menggunakan aturan untuk penghitungan, menginterpretasikan masalah soal cerita, dan memverifikasi solusi masalah. Keterampilan intelektual dideskripsikan sebagai struktur dasar sekaligus struktur paling meresap dalam pendidikan formal. Keterampilan ini juga ditemui dalam berbagai jenis profesi dan membuat manusia berfungsi secara kompeten dalam masyarakat. Keterampilan intelektual tidak dapat dipelajari dengan hanya mendengar atau mencari informasi, tetapi juga memerlukan respon dari situasi dengan memanipulasi simbol dengan berbagai macam cara. Variasi ketiga adalah strategi kognitif. Setelah peserta didik memelajari informasi verbal dan intelektual, mereka juga mulai untuk mengembangkan cara atau metode agar dapat mengatur sendiri proses mental mereka yang diasosiasikan dengan belajar. Secara spesifik, strategi kognitif adalah, belajar bagaimana cara belajar, cara mengingat, cara menjalankan pikiran reflektif dan analitis kita yang lebih banyak
22
melahirkan kegiatan belajar lagi (Gagne, 1977a : 167). Berbeda dengan informasi verbal dan keterampilan intelektual yang beroperasi pada konten tertentu, objek dari strategi kognitif adalah proses pemikiran si peserta didik sendiri. Strategi kognitif juag membantu peserta didik untuk mengelola pemikiran mereka, dengan membantu mereka menentukan kapan dan bagaimana menentukan informasi verbai dan intelektual. Informasi
verbal,
keterampilan
intelektual
dan
strategi
kognitif
merefleksikan hasil yang merupakan beberapa tipe kapabilitas mental. Variasi keempat adalah keterampilan motorik. Keterampilan motorik tidak dapat ditentukan dengan sekedar mengamati beberapa kinerja gerak nyata. Kuncinya adalah dengan menentukan perilaku peserta didik dalam situasi. Karakteristik umum dari keterampilan motorik adalah, (1)persyaratan untuk mengembangkan kelancaran tindakan, ketepatan, dan pengaturan waktu, (2)kualitas kinerja hanya dapat diperoleh melalui pengulangan dari kegiatan yang tepat. Dalam belajar keterampilan motorik ada tiga fase, yaitu (1)belajar tahap-tahap gerakan galam keterampilan, pelaksanaan subrutin, (b)menyesuaikan bagian-bagian keterampilan secara keseluruhan melalui keterampilan, dan (3)memperbaiki keteraturan waktu dan kelancaran kinerja melalui latihan terus-menerus. Ketika belajar keterampilan telah selesai, individu mampu untuk merespons isyarat kenestetik yang menandai perbedaan antara unjuk tindak yang tidaktepat dan terbebas dari kesalahan. Variasi kelima adalah sikap. Perbedaan varian ini dengan varian lainnya adalah, (1)sikap adalah keadaan yang memengaruhi atau mengatur perilaku, namun, tidak secara langsung menentukan kinerja unjuk tindak seperti halnya pada belajar informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif dan keterampilan motorik. Sikap hanya menyebabkan kemungkinan dikerjakan tidaknya sebuah tindakan, (2)memberitahu peserta didik tentang apa yang akan mereka pelajari dapat merupakan aspek efektif dari pembelajaran kategori manapun. Namun upaya untuk membangun sikap dengan ajakan logis atau emosional yang persuasif
23
tidaklah efektif, dan (3)sikap umumnya dideskripsikan sebagai terdiri dari tiga aspek, kognitif, yang mengekspresikan kaitan; afektif, yakni perasaan yang mengiringi keyakinan kognitif; dan behavioral, yang berkaitan dengan kesiapan atau predisprosisi untuk bertindak (Gagne, 1977a : 231233). Tinjauan atas lima variasi belajar Robert Gagne dapat disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel : 2.1 Tinjauan Lima Variasi Belajar Robert Gagne Kategori belajar
Kapabilitas
penampilan
contoh
Informasi
Pengambilan
Menyatakan atau
Penyesunan
verbal
informasi yang
mengomunikasikan
kalimat definisi
tersimpan (fakta,
informasi tersebut
patriotisme
label, diskursus)
dengan berbagai cara
Keterampilan
Operasi mental
Berinteraksi dengan
Membedakan
intelektial
yang
lingkungan tersebut
antara biru dan
memungkinakan
menggunakan
merah,
individu untuk
simbol
menghitung luas
merespon
segitiga
konseptualisasi lingkungan Strategi
Proses kontrol
Mengelola ingatan,
Menyusun kartu
kognitif
pelaksana yang
pemikiran, dan
catatan untuk
mengatur
pemelajaran
penulisan paper
pemikiran dan
seseorang secara
belajar dari
efisien
pemelajar Keterampilan
Kapabilitas dan
Mendemostrasikan
Mengikat tali
motorik
rencana eksekutif
urutan fisik atau
sepatu,
24
untuk melakukan
tindakan
sekuensi gerakan
menunjukan gerak sayap kupu-kupu
fisik Sikap
Predisposisi ke
Memilih tindakan
Memilih
tindakan positif
personal terhadap
mengunjungi
atau negatif
atau menjauh dari
museum seni ;
terhadap orang,
objek, peristiwa atau menghindari
objek atau
orang
konser musik rock
peristiwa Sumber : diadaptasi dari Gredler (2011) B. Kerangka Berpikir Dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang termaktub dalam pembukaan Undang–Undang Dasar 1945, Pemerintah merancang KTSP sebagai acuan bagi pihak – pihak terkait khususnya para pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran di lingkungan sekolah berdasarkan pada mata pelajaran yang diampunya, termasuk pembelajaran sosiologi. Dalam kegiatan belajar sosiologi di kelas, terdapat bermacam-macam cara belajar siswa sebagai upaya mencapai kompetensi. Dalam melihat tipe-tipe belajar ini, variasi belajar Robert Gagne digunakan untuk mengklasifikasikan siswa sesuai dengan cara belajarnya. Proses pembelajaran yang dilakukan tentu saja tidak berjalan dengan mulus, tetapi terdapat hambatan yang menghadang pendidik mata pelajaran sosiologi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam menghadapi hambatan tersebut, pendidik mencari solusi agar proses pembelajaran masih dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan masalah diatas maka kerangka pemikiran yang diajukan peneliti adalah sebagai berikut:
25
Implementasi KTSP
Pembelajaran sosiologi
Murid
Guru
Variasi belajar Gagne
Proses Pembelajaran
Hambatan
Solusi
Gambar 2.1 Kerangka berfikir
26