1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Kesehatan
merupakan
kebutuhan
pokok
bagi
masyarakat.
Meningkatnya taraf hidup masyarakat menjadikan masyarakat semakin mengerti akan kualitas kesehatan. Hal ini menjadikan penyedia jasa pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik, tidak hanya yang bersifat penyembuhan penyakit, tetapi juga mencakup pelayan yang bersifat pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan kepuasan bagi konsumen selaku pengguna jasa kesehatan. Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menjadi rujukan masyarakat adalah rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang terdiri dari berbagai unit pelayanan penunjang, salah satunya adalah instalasi farmasi rumah sakit. Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) merupakan suatu bagian/unit/divisi yang menangani pelayanan kefarmasian mulai dari pengelolaan obat sampai dengan penyerahan obat ke pasien secara langsung maupun tidak langsung. Pelayanan yang diberikan instalasi farmasi rumah sakit secara langsung kepada pasien salah satunya pelayanan resep rawat jalan. Instalasi farmasi rawat jalan sebagai salah satu tempat pelayanan yang berhubungan langsung dengan pasien dirumah sakit. Tentunya tenaga kerja kefarmasian harus mengutamakan kualitas pelayanan yang dijelaskan dalam permenkes 1197 tahun 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian. Serta merujuk pada paradigma farmasi yang berorientasi pada pasien. Salah satu kualitas atau mutu pelayanan kefarmasian di instalasi rawat jalan adalah waktu tunggu obat. Waktu tunggu obat dihitung dari pasien menyerahkan resep sampai pasien mendapatkan obat beserta dengan KIE yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian. Pelayanan resep obat yang lama akan berpengaruh terhadap pasien yang dapat menyebabkan pasien tidak puas dan
1
2
merasa dirugikan karena waktu pelayanan yang lama. Waktu tunggu yang lama akan juga mengakibatkan peningkatan waktu pelayanan, dampak dari hal tersebut berupa timbulnya antrian yang panjang sehingga menyebabkan pasien enggan membeli obat di instalasi farmasi rumah sakit (IFRS). Faktor yang perlu diperhatikan dalam pelayanan pasien adalah pelayanan yang cepat dan ramah disertai jaminan tersedianya obat. Menurut Wijono (2008) berberapa hal yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu pendekatan dan perilaku petugas terutama pada saat pertama kali kunjungan, mutu informasi yang diberikan, prosedur perjanjian, waktu tunggu obat (periksa kesehtan maupun pengambilan obat), fasilitas umum di rumah sakit, serta hasil dan perawatan terapi yang diterima. Salah satu faktor tersebut adalah waktu tunggu obat (waktu dispensing obat), telah di jelaskan dalam Kepmenkes RI No. 129 tahun 2008 tentang standar pelayanan minimal dari farmasi dalam hal waktu tunggu pelayanan untuk jenis resep obat jadi adalah <30 menit dan untuk resep racikan adalah <60 menit. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya, banyaknya pasien mengeluh terhadap lamanya waktu tunggu, sehingga pasien belum merasa puas terhadap pelayan di rumah sakit tersebut. Pengukuran waktu merupakan hal yang harus dilakukan setiap periode karena menyangkut pelayanan prima dan standar pelayanan minimal yang harus terpenuhi. Oleh karena hal tersebut, penulis terdorong untuk menganalisis waktu tunggu (dispensing obat) di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam PKU Muhammadiyah yang dimulai dari pasien menyerahkan resep yang diterimanya dari dokter kepada tenaga teknis kefarmasian sampai dengan pasien mendapat obat hingga pemberian KIE. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Waktu Tunggu Resep di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya”.
3
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di identifikasikan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Berapa lama waktu tunggu pelayanan resep obat di Instalasi farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya? 2. Apakah lama waktu tunggu (dispensing obat) di Instalasi farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya telah memenuhi standar dari kepmenkes RI No. 129 tahun 2008? C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengangkat rumusan masalah
“bagaimana kecepatan pelayanan resep di Instalasi Farmasi RSI
PKU Muhammadiyah Palangkaraya?” D. Batasan masalah 1. Penelitian dilakukan pada tanggal 7-13 juni 2013 pada waktu pelayanan resep pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya 2. Waktu tunggu pada pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya. E. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana kecepatan pelayanana resep di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadyah Palangkaraya berdasarkan waktu tunggu. F. Manfaat Penelitian 1. Untuk Penulis Menambah pengetahuan dan pengalaman penulius tentang gambaran kecepatan waktu dispensing obat dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan waktu (dispensing obat) di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadyah Palangkaraya. 2. Untuk Akademik a) Sebagai bahan tambahan kepustakaan, khususnya di bidang profil Rumah Sakit
4
b) Sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut 3. Untuk RSI PKU Muhammadyah Palangkaraya Sebagai bahan evaluasi rutin untuk menjaga dan meningkatkan mutu dari pelayanan Rumah Sakit, khususnya pelayanan instalasi farmasi.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit 1. Defenisi Rumah Sakit Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta, ditandai dengan pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Rumah sakit berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar dan rujukan serta upaya kesehatan penunjang. Upaya kesehatan dilakukan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat melalui pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Rumah sakit selain memiliki fungsi sosial, juga untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan teknologi di bidang kesehatan. Agar rumah sakit mampu melaksanakan fungsi yang kompleks, rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia (SDM) profesional dibidang teknis medis maupun administrasi kesehatan agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas (Depkes, 1999). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 44 Tahun 2009 mendefinisikan rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah
Sakit
adalah
suatu
organisasi
yang
kompleks,
menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat dalam maksud sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar dkk, 2004).
5
6
2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menyatakan bahwa tugas rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas tersebut, Rumah Sakit mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. Pemeliharaan
dan
peningkatan
kesehatan
perorangan
melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis. c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 3. Klasifikasi Rumah Sakit Siregar dkk (2004) menyatakan bahwa Rumah Sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai berikut: a. Berdasarkan Kepemilikan Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas Rumah Sakit pemerintah. Di negara ini, rumah sakit pemerintah terdiri atas rumah sakit vertikal yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, rumah sakit pemerintah daerah, rumah sakit militer, dan rumah sakit BUMN. Rumah Sakit lain berdasarkan kepemilikan ialah Rumah Sakit yang dikelola oleh masyarakat atau swasta. Rumah Sakit swasta ini terdiri atas rumah sakit bisnis dan Rumah Sakit nirlaba. Rumah Sakit hak milik adalah Rumah Sakit bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari laba (profit). Rumah Sakit
7
yang berafiliasi dengan organisasi keagamaan pada umumnya beroperasi bukan untuk maksud membuat laba, tetapi adalah nirlaba. Rumah Sakit nirlaba mencari laba sewajarnya saja, dan laba yang diperoleh Rumah Sakit ini digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan mutu pelayanan untuk kepentingan penderita. b. Berdasarkan Jenis Pelayanan Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanannya, Rumah Sakit terdiri atas Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus. Rumah Sakit umum memberi pelayanan kepada berbagai penderita dengan berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit dalam, bedah, pediatrik, psikiatri, ibu hamil, dan sebagainya. Rumah Sakit khusus adalah Rumah Sakit yang memberi pelayanan diagnosis dan pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non bedah, seperti Rumah Sakit kanker, bersalin, psikiatri, pediatrik, mata, lepra, tuberkulosis, ketergantungan obat, rumah sakit rehabilitasi dan penyakit kronis. c. Berdasarkan Lama Tinggal di Rumah Sakit Klasifikasi berdasarkan lama tinggal di Rumah Sakit terdiri atas Rumah Sakit perawatan jangka pendek dan jangka panjang. Rumah Sakit perawatan jangka pendek adalah Rumah Sakit yang merawat penderita selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya penderita dengan kondisi penyakit akut dan dan kasus darurat, biasanya di rawat di Rumah Sakit kurang dari 30 hari. Rumah Sakit umum pada umumnya dalah rumah sakit perawatan jangka pendek karena penderita yang dirawat dalah penderita kesakitan akut yang biasanya pulih dalam waktu kurang dari 30 hari. Sebaliknya, rumah sakit perawatan jangka panjang adalah rumah sakit yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih. Penderita demikian mempunyai kesakitan jangka panjang, seperti kondisi psikiatri.
8
d. Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai pola berikut: 1. Di bawah 50 tempat tidur 2. 50-99 tempat tidur 3. 100-199 tempat tidur 4. 200-299 tempat tidur 5. 300-399 tempat tidur 6. 400-499 tempat tidur 7. 500 tempat tidur dan lebih. e. Berdasarkan Afiliasi Pendidikan Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas dua jenis, yaitu rumah sakit pendidikan dan rumah sakit non pendidikan. Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatrik, dan bidang spesialis lain. Dalam rumah sakit demikian, residen melakukan pelayanan/perawatan di bawah pengawasan staf medik rumah sakit. Rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas disebut rumah sakit non pendidikan. f. Berdasarkan Status Akreditasi Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang telah diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah sakit telah diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, menyatakan bahwa Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit Umum
9
kelas D, C, B dan A. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan. 1) Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas. Rumah sakit ini memiliki lebih dari 1000 tempat tidur. 2) Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurangkurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas. Rumah sakit ini memiliki 500 - 1000 tempat tidur. 3) Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. Rumah sakit ini memiliki 100 - 500 tempat tidur. 4) Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar. Rumah sakit ini memiliki kurang dari 100 tempat tidur. B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit 1. Pelayanan IFRS Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang peayanan kesehatan yang bermutu. Tujuan pelayanan farmasi adalah (Depkes, 2004): a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan kondisi pasien maupun fasilitas yang tersedia. b. Menyelenggarakan
kegiatan
pelayanan
profesional
berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi. c. Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
10
d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan yang berlaku. e. Melakukan dan memberikan pelayanan yang bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan. f. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan salah satu divisi dari rumah sakit yang mempunyai pengaruh sangat besar pada perkembangan profesional rumah sakit dan juga terhadap ekonomi dan biya total rumah sakit. IFRS adalah satu-satunya divisi rumah sakit yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan dan pengendalian seluruh sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lain yang beredar dan digunakan di rumah sakit (Siregar dkk, 2004). 2. Tugas dan Tanggung Jawab IFRS a. Tugas dan fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit (Depkes 2004) : 1) Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal 2) Menyelenggarakan
kegiatan
pelayanan
farmasi
professional
berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi. 3) Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). 4) Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk menigkatkan mutu pelayanan farmasi. 5) Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturanyang berlaku. 6) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi. 7) Megadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi 8) Menfasilitasi dan mendorong tersusunya standar pengobatan dan formularium Rumah Sakit. b. Fungsi dan Instalasi Rumah Sakit (Depkes 2004) 1) Mengelola perbekalan kesehatan a) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit b) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal c) Mengadakan
perbekalan
farmasi
berpedoman
pada
perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
11
d) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit e) Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku f) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian g) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit 2) Pelayanan Kefarmasian dalam penggunaan Obat dan Alat Kesehatan. a) Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien b) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan c) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan d) Memeantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan e) Memberikan
informasi
kepada
petugas
kesehatan,
pasien/keluarga f) Memberi konseling kepada pasien/keluarga g) Melakukan pencampuran obat suntik h) Melakukan penyiapan nutrisi parental i) Melakukan penanganan obat kanker j) Melakukan penentuan kadar obat dalam darah k) Melakukan pencatatan setiap kegiatan l) Melaporkan setiap kegiatan 3. Lingkup Fungsi IFRS Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/ Menkes/SK/X/2004 menyatakan fungsi IFRS adalah: a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi 1) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
12
2) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal 3) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku 4) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. 5) Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku 6) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian 7) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit. b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan 1) Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien 2) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan 3) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan 4) Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan 5) Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga 6) Memberi konseling kepada pasien/keluarga 7) Melakukan pencampuran obat suntik 8) Melakukan penyiapan nutrisi parenteral 9) Melakukan penanganan obat kanker 10) Melakukan penentuan kadar obat dalam darah 11) Melakukan pencatatan setiap kegiatan 12) Melaporkan setiap kegiatan C. Resep 1. Pengertian Resep Keputusan
Menteri
Kesehatan
Repubik
Indonesia
Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di
13
Apotek. Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi atau dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundanganundangan yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat-obatan bagi penderita. Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya Recipe (ambillah) lalu tertera nama dan jumlah obat. Umumnya resep ditulis dalam bahasa lain. Untuk yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Suatu resep yang lengkap harus memuat : 1. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi atau dokter hewan. 2. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat. 3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. 4. Tanda tangan atau paraf dokter, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 5. Nama pasien/jenis hewan, umur serta alamat pasien/pemilik hewan. 6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dalam jumlah melebihi dosis maksimum (Anonim, 2004). 2. Pelayanan Resep a. Definisi Pelayanan Resep Keputusan Menteri Kesehatan Repubil Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di Apotek. Pelayanan Resep adalah suatu pelayanan terhadap permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku mulai dari penerimaan resep sampai dengan penyerahan obat (Anonim, 2004) b. Skrining Resep Keputusan
Menteri
Kesehatan
1027/MENKES/SK/IX/2004. Skrining resep meliputi : 1) Persyaratan Administratif a) Nama, SIP dan alamat dokter
Nomor
14
b) Tanggal penulisan resep c) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep d) Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien e) Cara pemakaian yang jelas f) Informasi lainnya (Anonim, 2004) 2) Kesesuaian farmasetika Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian (Anonim, 2004). 3) Pertimbangan klinis Adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan (Anonim, 2004). c. Penyiapan Obat (Dispensing) 1) Peracikan Peracikan
merupakan
kegiatan
menyiapkan,
menimbang,
mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar (Anonim, 2004). 2) Etiket Etiket harus jelas dan dapat dibaca (Anonim, 2004). 3) Kemasan Obat yang Diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya (Anonim, 2004). 4) Penyerahan Obat Sebelum
obat
diserahkan
kepada pasien
harus dilakukan
pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh asisten apoteker dan atau Tenaga
15
Teknis Kefarmasian disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien (Anonim, 2004). 5) Informasi Obat Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan informasi yang benar, jelas, dan mudah dimengerti, akurat, etis, bijaksana, dan terkini Informasi obat yang diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya
meliputi:
cara
pemakaian
obat,
cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Anonim, 2004). 6) Konseling Apoteker dan atau Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan konseling, menangani sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien
atau
yang
bersangkutan
terhindar
dari
bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit
kronis
lainnya,
Apoteker
atau
Tenaga
Teknis
Kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian harus memberikan konseling secara berkelanjutan (Anonim, 2004). 7) Monitoring Penggunaan Obat Setelah
penyerahan
obat
kepada
pasien,
apoteker
harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya (Anonim, 2004). 8) Promosi dan Edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker dan juga Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan tenaga farmasi harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan
16
edukasi serta ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan dan lain lainya (Anonim. 2004). D. Mutu Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat (Azwar, 1996). Undang-Undang
Nomor
36
Tahun
2009
tentang
Kesehatan,
menyatakan pelayanan kesehatan terbagi menjadi beberapa pelayanan, yaitu: 1. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. 2. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. 3. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. 4. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Mutu sebagaimana yang dimaksud dalam ISO 9001:2000 merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana
17
keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. Sedangkan menurut Satrianegara (2009) mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan efejtif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen. Zeithaml dkk. Dalam Mulia (2011) berpendapat bahwa pelanggan mengevaluasi lima dimensi mutu pelayanan, yaitu: 1. Tangible
(berwujud),
meliputi
fasilitas
penyedia
jasa,
peralatan,
penampilan karyawan dan materi komunikasi yang disampaikan. 2. Reliability (keandalan), meliputi kemampuan perusahaan jasa untuk dapat memberikan pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. 3. Responsivness (ketanggapan), meliputi kesediaan karyawan perusahaan untuk dapat membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat. 4. Assurance (jaminan), meliputi pengetahuan dan keramahan karyawan perusahaan dan kemampuan mereka menjamin kinerja yang baik sehingga menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan. 5. Emphaty (empati), meliputi perhatian yang bersifat individu kepada pelanggan dan berupaya memahami keinginan pelanggan. Donabedian dalam Nursalam (2011) menyatakan mutu pelayanan dapat diukur dengan menggunakan tiga variable, yaitu input, proses, dan output/outcome. 1. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, organisasi dan informasi. 2. Proses adalah interaksi professional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien dan masyarakat). setiap tindakan korektif dibuat dan meminimalkan resiko terulangnya keluhan atau ketidakpuasan pada pasien lainnya. Program keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu
18
rumah sakit dengan indikator pemenuhan standar pelayanan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI. ISO 9001:2000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen kualitas yang bertujuan menjamin kesesuaian dari suatu proses pelayanan terhadap kebutuhan pesyaratan yang dispesifikasikan oleh pelanggan dan rumah sakit. 3. Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan, yaitu berupa perubahan yang terjadi pada konsumen termasuk kepuasan dari konsumen. E. Evaluasi dan Mutu pelayanan farmasi rumah sakit 1. Indikator Evaluasi Mutu Pelayanan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar minimal pelayanan farmasi, lihat pada tabel 1. Tabel 1: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit NO 1.
Pelayanan Farmasi
2.
Indokator 1. Waktu Tungggu Obat
Standar 1. Standar
a. Obat Jadi
a. ≤ 30 menit
b. Racikan
b. ≤ 60 menit
2. Tidak adanya Kejadian
2. 100 %
kesalahan pernberian obat 3.
3. Kepuasan pelanggan
3. ≥ 80 %
4.
4. Penulisan resep sesuai
4. 100 %
formularium
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1127/MENKES/SK/IX/2004. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah: a. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung. b. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah ditetapkan).
19
c. Prosedur tetap (Protap) : untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan. Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk : a. Memastikan bahwa praktek yang baik dapat tercapai setiap saat. b. Adanya pembagian tugas dan wewenang c. Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek. d. Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru. e. Membantu proses audit. 2. Evaluasi a. Jenis Evaluasi Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1127/MENKES/SK/IX/2004. Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi tiga jenis program evaluasi : 1) Prospektif : Program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan. Contoh : pembuatan standar, perijinan. 2) Konkuren
: Program dijalankan bersamaan dengan pelayanan
dilaksanakan. Contoh : memantau kegiatan konseling apoteker, peracikan resep oleh Asisten Apoteker 3) Retrospektif : Program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan dilaksanakan Contoh : survei konsumen, laporan mutasi barang. b. Metode Evaluasi Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1127/MENKES/SK/IX/2004. Membagi metode evaluasi menjadi empat metode, yaitu : 1) Audit (pengawasan) Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar 2) Review (penilaian) Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya, penulisan resep
20
3) Survei Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara langsung. 4) Observasi Terhadap kecepatan pelayanan antrian, ketepatan penyerahan obat. 3. Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1127/MENKES/SK/IX/2004. Unsur yang mempengaruhi mutu Pelayanan meliputi : a. Unsur masukan (input) : tenaga/sumber daya manusia, sarana dan prasarana, ketersediaan dana. b. Unsur proses : tindakan yang dilakukan oleh seluruh staf farmasi c. Unsur lingkungan : Kebijakan-kebijakan, organisasi, manajemen d. Standar-standar yang digunakan. Standar yang digunakan adalah standar pelayanan farmasi minimal yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dan standar lain yang relevan dan dikeluarkan oleh lembaga yang dapat dipertanggungjawabkan. F. Gambaran RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya terletak di jalan RTA. Milono Km. 2,5 Palangkaraya, perkembangan RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya diawali dari Poliklinik Umum, BKIA dan Rumah Bersalin, dengan Surat Ijin Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Tengah dengan Nomor 466/BYKIV/III-2003 tanggal 03 Maret 2003. RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya adalah Badan Otonomi Pelaksana Pelayanan Kesehatan milik Persyarikatan Muhammadiyah, dibawah lingkup tanggung jawab Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Tengah, terdiri Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Dewan Penyantun, Direktur, Wakil Direktur Bidang Pelayanan dan Penunjang Medik, Wakil Direktur Bidang Umum dan Keuangan, 2 (dua) Kepala Bagian, 6 (enam) Kepala Sub Bagian, Kelompok Jabatan Fungsional : Kepala Instalasi, Komite Medik dan Staf Medik Fungsional. Seiring dengan berdirinya RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya maka keberadaan Instalasi Farmasi Rumah
21
Sakit diketahui sangat penting sebagai penunjang sarana pelayanan kesehatan masyarakat pada umumnya maupun masyarakat yang berobat di RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya. Maka pada bulan Juli 2009 Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya dibuka untuk pasien RS PKU Muhammadiyah Palangka Raya dan umum. Fasilitas Pelayanan Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah meliputi Perbekalan, pelayanan pasien rawat jalan, pasien rawat inap, IGD, dan ruang operasi. G. Profil Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya Berdirinya RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya maka secara otomatis keberadaan Instalasi Farmasi Rumah Sakit diketahui sangat penting sebagai penunjang sarana pelayanan kesehatan masyarakat pada umumnya maupun masyarakat yang berobat di RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya. Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya ketika pertama kali dibuka ditangani oleh seorang perawat, namun seiring berkembangnya pelayanan di Rumah Sakit, maka sekarang ditangani oleh seorang Apoteker sebagai kepala Instalasi dan di bantu oleh tujuh orang lulusan farmasi yang bertindak sebagai tenaga teknis kefarmasian, dan dua orang lulusan nonfarmasi sebagai pengimput data. Kegiatan instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya yaitu melayani pasien rawat inap, rawat jalan, umum, dan askes. Setiap hari selama 24 jam. Dengan pembagian kerja meliputi tiga shilf yaitu pukul 07.00-14.00 WIB, 14.00-21.00 WIB, dan 21.00-07.00 WIB.
22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Instalasi
Farmasi
RSI
PKU
Muhammadiyah Palangkaraya pada tanggal 7-13 juni 2013. B. Metode Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
observasi
peneliti
hanya
melakukan observasi dan pengukuran variabel pada satu saat tertentu secara bersamaan atau sekaligus (Notoatmodjo, 2010) dengan Metode Konkuren. Metode Konkuren yaitu program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan (Anonim, 2004). C. Populasi dan Sampel 1. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh resep yang dilayani di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya. 2. Sampel dalam penelitian ini adalah resep yang dilayani dari pasien rawat jalan pada bulan Juni 2013. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah menggunakan teknik Purposive sampling dengan ciri atau sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Arikunto (2001) menyatakan apabila subjek kurang dari 100 lebih baik diambil semua Jika subjektnya lebih besar dari 100 orang dapat diambil 10-15 %. Jumlah responden dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin (Umar, 2003).
Sebanyak
86
sampel,
terlampir
dilampiran
10.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dari hasil observasi menggunakan Lembar Pengumpul Data (LPD) yang berisi nama pasien dan identitas lain, waktu menyerahkan resep, waktu menerima obat serta total waktu pelayanan.
22
23
E. Teknik Analisa Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik Analisis Deskriptif. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median dan standar deviasi. Dalam analisis ini umumnya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Rumus rata-rata (Mean) Keterangan :
=
= waktu rata-rata = jumlah waktu pelayanan = jumlah sampel
Rumus median Untuk N genap Median = ½ ( data ke ½ N + data ke-(½ N +1) Untuk Ganjil
Median = X ½ (N+1)
Rumus standar deviasi
S2 Penilaian kecepatan pelayanan resep ini dikatakan memenuhi persyaratan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit apabila : 1. Untuk Resep obat jadi, memenuhi persyaratan apabila kecepatan waktu pelayanan <30 menit. 2. Untuk Resep Racikan, memenuhi persyaratan apabila kecepatan waktu pelayanan <60 menit.
24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1.
Nilai rata-rata sampel resep rawat jalan racikan dan non-racikan di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah. Berdasarkan jenis resep sampel yang didapatkan menunjukan bahwa resep non racikan lebih besar dibandingkan racikan dengan persentasi 89,53%. Resep racikan paling banyak ditemukan pada resep anak, karena di RSI PKU Muhammadiyah tidak ada poli anak sehingga resep racikan sangat jarang, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai rata-rata penggolongan sampel resep racikan dan non racikan No 1 2
Jenis Resep Racikan Non Racikan Total
Jumlah 9 Resep 77 Resep 86 Resep
,0
berdasarkan jenis
Persentasi 10,47 % 89,53 % 100 %
4th Qtr, 0
racikan, 10.47
nonracikan, 89.53
Gambar 1. Penggolongan sampel berdasarkan jenis resep racikan dan non racikan
24
25
2. Rata-rata kecepatan waktu pelayanan resep racikan dan non racikan di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah. Kecepatan pelayanan resep yang diamati pada resep pasien rawat jalan RSI PKU muhammadiyah adalah baik, hal ini dapat dilihat rata-rata waktu pelayanan resep racikan < 60 menit ( 14 menit ) dan resep non racikan < 30 menit (8 menit) seperti yang dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Kecepatan waktu pelayanan resep racikan dan non racikan pada resep pasien rawat jalan RSI PKU Muhammadiyah Palangkaraya No Jenis resep
Jumlah
Rata2
resep
waktu
Median Modus SD
pelayanan 1.
racikan
9 resep
14 Menit
14
15
1,427135953
2.
Non-
77
8 Menit
8
8
2.55260354
racikan
resep
. B. Pembahasan Pengambilan sampel yang dilaksanakan pada tanggal 7 sampai dengan tanggal 13 bulan juni 2013 bertujuan untuk menghitung kecepatan waktu tunggu resep di Instalasi PKU Muhammadiyah Palangkaraya. Hasil dari kecepatan waktu tunggu di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah yang pengambilan datanya menggunakan LPD (lembar pengumpulan data) sebanyak 86 sampel, yang terdiri dari sampel 9 racikan dan 77 non-racikan. Pada hasil yang telah didapat resep racikan lebih sedikit dibandingkan resep non-racikan, hal ini disebabkan karena di RSI PKU Muhammdiyah palangkaraya tidak terdapat poli anak sehingga resep racikan jarang sekali ditemui. Dari semua jumlah sampel racikan dan non-racikan yang ditemui, tidak ada yang melebihi Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia
26
Nomor 129/Menkes/SK/II/ 2008 tentang standar pelayanan minimal Rumah Sakit yang mempunyai standar waktu pelayanan minimal untuk resep racikan <60 menit dan resep non-racikan <30 menit. Setiap sampel racikan dan non-racikan tidak memiliki waktu yang sama, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor-faktor yaitu Sumber Daya Manusia (SDM), kasir, skrining dan tidak adanya Standar Oprasional Prosedur (SOP) tentang pelayanan resep di Instalasi RSI PKU Muhammdiyah palangkaraya. Hal ini yang menyebabkan resep terkadang cepat dan terkadang lambat walaupun tidak ada resep yang melebihi standar minimal Rumah Sakit. Pertama dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang memadai, banyak atau sedikitnya tenaga teknis kefarmasian di instalasi sangat berpengaruh kepada kecepatan pelayanan resep di instalasi tersebut. Kedua kasir, di RSI PKU Muhammadiyah palangkaraya hanya terdapat satu kasir yang melayani semua pembayaran yang dilakukan di Rumah Sakit tersebut. Sehingga disini pasien yang akan membayar obat harus mengantri ketika ada pasien dari poli-poli lain, pasien pulang dari rawat inap, pasien dari Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang juga melakukan pembayaran. Adapaun kejadian dimana setelah pasien mendapatkan bukti pembayaran obat dari kasir, kasir lupa mengarahkan pasien agar menyerahkan bukti pembayaran tersebut ke instalasi farmasi sehingga pasien menunggu cukup lama sampai kasir kembali mengarahkan pasien ke instalasi, pihak instalasi tidak akan menyerahkan obat jika pasien tidak memberikan bukti pembayaran. Ketiga Skrining, didalam skrining resep ada beberapa hal dalam skrining resep yang harus menggunakan tenaga teknis farmasi yang berpengalaman, pengetahuan luas dan ketanggapan dalam membaca resep dan menyiapkan obat. Selain itu juga ada beberapa permasalahan di skrining resep seperti resep kurang jelas, dosis kurang jelas, tulisan dokter kurang jelas dan lain-lain
yang
mengakibatkan
tenaga
teknis
mendiskusikannya dengan Apoteker atau Dokter.
kefarmasian
harus
27
Keempat SOP, dimana Intalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah belum melaksanakan atau membuat SOP. Dimana SOP sangat berguna yaitu sebagai petunjuk bagi pegawai untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas dan standar. Pengukuran waktu
tunggu atau kecepatan pelayanan ini bertujuan
untuk mengetahui dan mengevaluasi berapa lamanya waktu pelayanan resep racikan dan non racikan. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/ 2008 tentang standar pelayanan minimal Rumah Sakit. Evaluasi merupakan
proses penilaian kinerja pelayanan farmasi
dirumah sakit yang meliputi penilaian terhadap Sumber Daya Manusia (SDM), pengelola perbekalan farmasi, pelayanan kefarmasian kepada pasien/pelayanan farmasi klinik (DepKes, 2008) sedangkan mutu pelayanan kesehatan adalah derajat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen (Satrianegara, 2009).
28
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diambil dari tanggal 7-13 juni 2013 di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah tentang kecepatan pelayanan resep yang didasari oleh Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/ 2008 tentang standar pelayanan minimal Rumah Sakit, dapat disimpulkan yaitu: 1. Rata-rata kecepatan waktu tunggu resep rawat jalan yang berjenis resep racikan adalah 14 menit. (standar minimum <60) 2. Rata-rata kecepatan waktu tunggu resep rawat jalan yang berjenis resep non-racikan adalah 8 menit. (standar minimum <30) 3. Mutu pelayanan di Instalasi Farmasi RSI PKU Muhammadiyah berdasarkan waktu tunggu obat pada pasien rawat jalan menunjukan hasil yang baik. Bahwa tidak ada yang melebihi standar minimum rumah sakit. B. SARAN 1. Bagi Rumah Sakit a.
Menambah jumlah tenaga teknis kefarmasian guna mempercepat pelayanan di Instalasi.
b.
Menggunakan
kasir
khusus
bagi
Instalasi
farmasi
guna
mempermudah alur pelayanan. c.
Memperbaiki sarana dan prasarana yang ada sehingga memperlancar pelayanan resep.
d.
Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang pelayanan resep di
Instlasi
guna meningkatkan kinerja tenaga teknis
kefarmasian. 2. Bagi penelitian Untuk lebih lanjut dapat meneruskan dengan cara memandang dari segi pasien, yaitu menggunakan angket atau kuisioner.
28