BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan adalah ketersediaan bahan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi domestik, perdagangan dan bantuan. Ketersediaan bahan pangan ditentukan oleh produksi di wilayah tersebut, perdagangan melalui mekanisme pasar di wilayah tersebut, stok yang dimiliki oleh pedagang dan cadangan pemerintah, dan bantuan dari pemerintah atau organisasi lainnya. Untuk menjaga ketersediaan bahan pangan, suatu negara kadang melakukan kebijakan impor. Hal tersebut dilakukan karena jumlah tingkat konsumsi dan permintaan yang semakin meningkat dan tidak sebanding dengan jumlah nilai ketersediaan yang berasal dari jumlah nilai produksi di suatu wilayah tersebut. Bawang putih adalah salah satu komoditas hortikultura yang digunakan sebagai bumbu masakan hampir di setiap masakan Indonesia. Serta manfaat lain dari bawang putih dalam dunia kesehatan, seperti mengobati penyakit kulit dan beberapa hal lainnya. Sejatinya Indonesia adalah negara penghasil bawang, baik itu bawang merah maupun bawang putih. Namun nilai impor yang ditunjukan dalam beberapa tahun belakangan ini terhadap komoditas bawang merah dan bawang putih cukup tinggi. Seperti terlihat pada Tabel 1. produksi bawang merah dari petani di dalam negeri saat ini mencapai 800.000-900.000 ton. Sementara konsumsi bawang merah di dalam negeri hanya 400.000 ton. Dengan demikian, terjadi kelebihan produksi di dalam negeri. Kebijakan impor bawang merah yang dilakukan adalah hanya untuk memenuhi ketersediaan bawang merah sebelum panen raya. Keadaan produksi bawang merah tersebut sangat bertolak belakang dengan keadaan produksi bawang putih. Padahal keduanya adalah komoditas yang sama-sama dibutuhkan oleh seluruh konsumen dalam jumlah yang sama banyak.
1
Tabel 1.1. Produksi Bawang Merah dan Bawang Putih Tahun 2002-2011 (Ton) Tahun
Bawang Merah
Bawang Putih
2002
766,572.00
46,393.00
2003
762,795.00
38,957.00
2004
757,399.00
28,851.00
2005
732,610.00
20,733.00
2006
794,931.00
21,050.00
2007
802,810.00
17,313.00
2008
853,615.00
12,339.00
2009
965,164.00
15,419.00
2010
1,048,930.00
12,295.00
2011
893,124.00
14,749.00
Sumber: FAOSTAT Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) impor bawang putih pada bulan Januari 2013 mencapai 23 ribu ton atau US$ 17,4 juta. Impor bawang putih pada awal tahun 2013 sudah tercatat cukup besar. Produksi bawang putih dalam negeri hanya bisa memenuhi 5% dari kebutuhan nasional, sedangkan 95% kekurangannya masih dipenuhi oleh impor. Berbeda halnya dengan keadaan komoditas bawang merah di Indonesia. Penyebab rendahnya produksi bawang putih lokal diantaranya dikarenakan luas lahan dan produktivitas hasilnya yang rendah. Menurut Wibowo (2006), kualitas bibit bawang putih yang digunakan rendah, penyakit yang sering menyerang bawang putih terutama jamur dan virus, lingkungan tumbuh yang kurang optimum serta tingginya kehilangan hasil akibat teknik penyimpanan yang kurang memadai juga menjadi penyebab rendahnya produksi bawang putih di Indonesia. Hal tersebut yang menyebabkan penurunan produksi bawang putih lokal yang dialami petani bawang putih di Indonesia pada umumnya. Biaya produksi untuk bawang putih di Indonesia masih sangat tinggi dan dalam pengerjaannya masih secara tradisional, sehingga dalam hal kualitas dan kuantitas hasil sulit untuk bersaing dengan produk bawang putih impor. Biaya produksi tinggi dan 2
produktivitasnya rendah maka produksi yang dihasilkan rendah, hal ini membuat harga bawang putih lokal menjadi mahal. Harga mahal untuk bawang putih lokal dikarenakan untuk menutupi biaya produksi yang ada. Daerah penyebaran bawang putih di Indonesia yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok dan Nusa Tenggara Timur. Daerahdaerah tersebut mempunyai agroklimat yang sesuai untuk bawang putih sehingga daerah-daerah tersebut sampai saat ini merupakan daerah penghasil utama bawang putih. Luas pananaman yang paling besar ada pada ketinggian di atas 700 meter. Produksi per satuan luas di dataran tinggi lebih besar dari pada di dataran rendah. Tanaman bawang putih kurang baik ditanam pada musim penghujan karena kondisi tanah terlalu basah, sehingga mempersulit pembentukan siung (Hilman, 1997). Selain pada tingkat rumah tangga, konsumsi bawang putih juga dilakukan oleh industri makanan, restoran, dan obat-obatan tradisional. Swasembada bawang putih pernah dicapai oleh Indonesia sebelum terjadinya era perdagangan bebas. Namun selanjutnya produksi bawang putih makin melemah karena semakin banyak bawang putih impor yang beredar di Indonesia. Saat ini pasokan dalam negeri yang hanya mampu memenuhi 5% dari kebutuhan nasional adalah hanya untuk memenuhi kebutuhan industri jamu saja karena aroma bawang putih Indonesia yang lebih pekat dibandingkan dengan bawang putih impor.
3
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), impor bawang putih di Indonesia berasal dari negara, sebagai berikut : 1. Cina Negeri Tirai Bambu ini selalu rutin mengekspor bawang putih ke Indonesia. Ini dapat dilihat dari data empat bulan terakhir (Oktober 2012-Januari 2013). Selama 2012, China sudah memasukan bawang putih sebanyak 410 ribu ton atau US$ 239 juta. Untuk Januari 2013, impor bawang putih tercatat 23 ribu ton atau US$ 17,4 juta. 2. India India ikut menyumbang impor bawang putih ke Indonesia. Total impor bawang putih dari India di 2012 tercatat mencapai 3.424 ton atau US$ 1,7 juta. 3. Malaysia Negara tetangga ini ternyata juga mengirim bawang putih ke Indonesia. Selama 2012, impor bawang putih dari Malaysia ke Indonesia mencapai 1.124 ton atau US$ 1 juta. 4. Pakistan BPS mencatat Pakistan adalah negara yang ikut memberikan andil atas bawang putih impor di Indonesia. Ada sebesar 203 ton bawang putih atau senilai US$ 81 ribu di tahun 2012. 5. Amerika serikat Amerika Serikat adalah negara kelima yang mencatatkan nilai impor. Di 2012, AS mengekspor bawang putih 8,1 ton atau US$ 6.124 ke Indonesia.
4
Komoditas bawang putih sering mengalami fluktuasi harga. Harga yang berfluktuatif pun juga akan mempengaruhi tingginya volume permintaan impor. Menurut Kurniawan dalam penelitiannya (2007), fluktuasi harga mempunyai pengaruh yang besar terhadap produsen dan konsumen. Oleh karenanya para produsen dan konsumen perlu untuk mengetahui pola fluktuasi harga agar dapat mengurangi risiko kerugian akibat ketidakpastian harga. Disamping itu dengan adanya informasi peramalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga maka diharapkan dapat menjadikannya sebagai bahan rujukan dalam pengambilan keputusan tentang stabilitas harga bawang putih di masa yang akan datang. B. Rumusan Masalah Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan semakin kecil nilai produksi bawang putih diduga sebagai penyebab utama meningkatnya volume permintaan impor bawang putih. Dahulu Indonesia memiliki sekitar 20 ribu hektar lahan yang ditanami khusus bawang putih, namun seiring dengan berkembangnya era liberalisasi dan perdagangan bebas bawang putih lokal mulai tersingkirkan oleh bawang putih impor. Dampak lain dari semakin kecilnya nilai produksi bawang putih adalah terjadinya fluktuasi harga bawang putih. Hal tersebut nantinya juga akan mempengaruhi nilai permintaan impor. Untuk itu perlu diketahui tentang perkembangan fluktuasi harga bawang putih supaya para konsumen dan produsen bawang putih dalam negeri pun bisa mengurangi resiko akibat kerugian. Semakin mengecilnya nilai produksi juga dipengaruhi oleh bawang putih lokal yang kurang diminati oleh masyarakat Indonesia. Sehingga harganya menjadi bersaing dengan bawang putih impor, para petani bawang putih pun mulai beralih menanan tanaman lainnya yang lebih memberikan hasil yang menguntungkan. Sehingga saat ini luas tanam bawang putih pun berkurang. Pemerintah terpaksa melakukan kebijakan impor untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Indonesia sudah sangat tergantung oleh pasokan impor bawang putih, padahal dahulu Indonesia pernah mencapai swasembada bawang putih.
5
Dari uraian yang telah dikemukakan di atas maka peneliti berniat untuk mengetahui secara nyata nilai kebutuhan impor Indonesia akan bawang putih yang harus dipenuhi serta faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor di Indonesia. Perumusan masalah dalam penelitian ini dikemukakan dalam pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana trend volume impor bawang putih di Indonesia di masa yang akan datang? 2. Faktor-faktor apa dan bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang diduga mempengaruhi volume permintaan impor bawang putih di Indonesia? 3. Bagaimana proyeksi harga bawang putih di Indonesia di masa yang akan datang? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui trend volume impor bawang putih di Indonesia. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi volume permintaan impor bawang putih di Indonesia. 3. Mengetahui proyeksi harga bawang putih di Indonesia.
D. Kegunaan Penelitian 1. Bagi mahasiswa, sebagai sarana mengembangkan wawasan, pola pikir, dan sebagai syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian. 2. Bagi pihak terkait seperti pemerintah, pelaku kebijakan impor di Indonesia, dan lain-lain dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penetapan kebijakan akan impor komoditas hortikultura khususnya bawang putih guna menunjang kesejahteran petani dan masyarakat umum di Indonesia. 3. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis dapat digunakan sebagai salah satu sumber informasi.
6