BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari nilai normal kelompok yang bersangkutan (WHO, 2001). Anemia merupakan kondisi dimana seseorang mengalami kekurangan volume sel darah merah dan rendahnya konsentrasi hemoglobin dalam darah. Anemia juga dapat diartikan sebagai keadaan sel darah merah yang tidak dapat membawa oksigen yang cukup ke dalam jaringan tubuh (WHO, 2006). Anemia merupakan masalah global yang dimiliki oleh hampir seluruh negara, baik negara maju ataupun negara berkembang. Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 1998, prevalensi anemia defisiensi besi di Asia adalah >75%, Afrika Timur 47%, Afrika Barat 56%, serta di Australia dan New Zealand adalah 20% (ACC/SCN, 2000). Sedangkan untuk negara barat seperti Eropa dan Amerika, prevalensi anemia defisiensi besi adalah sekitar 18-29% (WHO, 2006). Berdasarkan penelitian WHO tahun 1993-2005, secara global 1,62 miliar orang atau sekitar 24,8% terkena anemia. Prevalensi tertinggi terdapat pada anak pra sekolah sebesar 47,4%, wanita hamil 41,8%, wanita tidak hamil 30,2%, anak sekolah 25,4%, lansia 23,9%, dan terendah pada pria dewasa sebesar 12,7% (WHO, 2008). Sedangkan di Indonesia, berdasarkan hasil Riskesdas (2013), prevalensi anemia sebesar 21,7% dengan proporsi 18,4% pada laki-laki dan 23,9% pada perempuan. Prevalensi anemia untuk Daerah Istimewa
1
2
Yogyakarta (DIY) sendiri adalah 15,0% dengan rincian 20,9% untuk perempuan, 11,6% untuk laki-laki, dan 8,7% untuk anak-anak (Depkes RI, 2008). Anemia dapat disebabkan oleh beberapa faktor langsung, yaitu adanya pendarahan yang mungkin disebabkan karena menstruasi, infeksi cacing, dan penyakit infeksi akut atau kronis. Kurangnya produksi sel darah merah dikarenakan defisiensi beberapa zat gizi seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, vitamin C, vitamin A, seng, riboflavin dan copper. Rendahnya penyerapan zat besi karena mengkonsumsi zat lain yang menghambat penyerapannya, seperti phytate dan phenolic. Yang terakhir adalah adanya peningkatan kebutuhan zat besi karena hamil dan masa pertumbuhan (Ramakrishnan, 2001 ; Price dan Wilson, 2006 ; WHO, 2008). Sedangkan faktor tidak langsung penyebab anemia adalah kebiasaan merokok dan minum alkhohol, kebiasaan sarapan pagi, sosial ekonomi dan demografi, pendidikan, jenis kelamin, umur, dan wilayah tempat tinggal (geografis) (Permaesih dan Herman, 2005). Anemia dapat terjadi dikarenakan asupan zat besi melalui bahan makanan yang kurang, pengetahuan mengenai gizi yang kurang, kebiasaan makan yang tidak tepat atau kemampuan ekonomi yang rendah sehingga tidak memperoleh bahan makanan yang banyak mengandung zat besi (Sadikin, 2001). Anemia memiliki dampak buruk pada kesehatan bagi penderitanya, terutama pada golongan rawan gizi, yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu hamil dan menyusui, dan juga pekerja (Wirakusumah, 1999). Anemia defisiensi besi dapat meningkatkan resiko pada kehamilan dan kematian janin, gangguan perkembangan fisik dan kognitif pada anak, dan dapat menurunkan produktifitas kerja pada orang dewasa (WHO, 2008). Anemia defisiensi besi juga dapat menyebabkan perubahan perkembangan kejiwaan dan fisik, perubahan tingkah
3
laku dan motivasi kerja (WHO, 1989). Anemia defisiensi besi dapat mempengaruhi perekonomian karena dapat menurunkan kemampuan individu dalam melakukan aktivitas pekerjaan fisik (Conrad, 2009). Menurut WHO anemia defisiensi besi dapat menyebabkan kehilangan dari hidup yang sehat yang dinyatakan dalam DALY (Disability-Adjusted Life Years) sebesar 2,4% dari total DALY di seluruh dunia yaitu sekitar 25 juta. Anemia defisiensi besi juga memiliki angka mortalitas yang tinggi yaitu sekitar 40% dari sekitar 56 milyar kematian setiap tahunnya di dunia (WHO, 2002a). Prevalensi anemia pada pekerja atau pun pegawai memiliki nilai yang cukup bervariasi. Bratakusuma (2012) meneliti prevalensi anemia pada pekerja wanita pabrik sepatu di Tangerang adalah 64,1%. Prevalensi anemia pada tenaga kerja wanita pabrik rokok di Lamongan adalah 33,40% (Supriyono, 2012). Sedangkan prevalensi anemia pada karyawan di Denpasar adalah 14,5% dengan 18,9% pada karyawan wanita dan 8,1% pada karyawan pria (Bakta, 1992). Menurut Amadis (2010) prevalensi anemia pada pegawai negeri sipil di Jawa Timur sebanyak 8,2%. Untuk di Yogyakarta sendiri prevalensi anemia pekerja di pabrik lilin sebanyak 85,4% (Aji, 2007). Seorang pekerja wanita yang menderita anemia akan memproduksi 5,3% lebih rendah dan kinerjanya 5-6 jam lebih rendah dari pada pekerja yang tidak anemia (Scholz, 1997). Pegawai UGM terdiri atas dosen dan tenaga kependidikan dengan sebagian merupakan pegawai negeri sipil (PNS) dan non PNS. Seperti pegawai pada
umumnya,
pegawai
tenaga
kependidikan
memiliki
beban
kerja
melaksanakan tugas dengan jam kerja efektif paling rendah 38 jam per minggu, dan juga beberapa tugas lain seperti menjalankan tugas tambahan serta melakukan pengembangan diri baik dalam pengetahuan maupun keterampilan.
4
Tugas utama seorang dosen selain bertugas mengajar di universitas, dan juga melaksanakan tridharma perguruan tinggi dengan beban kerja minimal 12 dan maksimal 16 SKS/semester, membimbing akademik, KKN, skripsi, tesis, dan atau disertasi, melaksanakan penelitian mandiri/kelompok, dan melaksanakan pengembangan hasil pendidikan dan atau penelitian. Sedangkan profesor atau guru besar adalah dosen dengan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi dan mempunyai tugas khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarkan luaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat (SDM UGM, 2013). Dosen merupakan komponen esensial dalam suatu sistem pendidikan di perguruan tinggi. Peran, tugas, dan tanggungjawab seorang dosen sangat penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Semua kegiatan akademik di perguruan tinggi juga tidak lepas dari peran serta tenaga kependidikan yang mengurusi segala hal akademis. Untuk menjalankan itu semua sangat dibutuhkan dosen dan tenaga kependidikan yang profesional serta sehat secara jasmani rohani. Zoellner et al. (2009) mengartikan “nutrition literacy” dengan tingkatan kapasitas/kecakapan
seseorang
untuk
mendapatkan,
memproses,
dan
memahami informasi tentang gizi (nutrition) serta kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat tentang gizi (nutrition). Penelitian mengenai nutrition literacy dan health literacy belum banyak dilakukan di Indonesia. Pengertian mengenai kedua hal tersebut tidak jauh berbeda, hanya saja health literacy lebih luas cakupannya mengenai kesehatan. Sedangkan nutrition literacy cakupannya tentang gizi dan pengaplikasiannya. Walaupun masalah literacy belum banyak diketahui namun dampaknya pada seseorang sangat berpengaruh terhadap
5
tingkat kesehatan orang tersebut. Health literacy yang rendah menjadi salah satu hal yang penting dalam menentukan tingkat kesehatan seseorang selain umur, pendapatan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, dan ras (American Medical Association, 1999). Orang dengan health literacy yang kurang akan memiliki pengetahuan yang kurang tentang cara menangani penyakit dan kebiasaan mempromosikan kesehatan, memiliki status kesehatan yang rendah, kurang menggunakan sarana untuk pencegahan penyakit, lebih sering masuk rumah sakit, serta memiliki kesehatan yang buruk untuk beberapa penyakit kronis. Kurangnya health literacy sering dikaitkan dengan kemiskinan, rendahnya pendidikan, status minoritas, imigran, dan usia tua (Nielsen-Bohlman, 2004). Pada populasi orang dewasa di Amerika menunjukkan, sebanyak 36% dari 19.000 orang dewasa memiliki health literacy yang rendah (Kutner et al., 2006). Nutrition literacy akan mempengaruhi seseorang dalam pembuatan keputusan mengenai gizi, termasuk dalam penentuan asupan yang akan dimakan seseorang. Kurangnya asupan (defisensi) beberapa zat gizi seperti protein, zat besi, dan vitamin C dapat menjadi faktor resiko terjadinya anemia. Anemia dapat menurunkan kemampuan individu dalam melakukan aktivitas pekerjaan fisik. Untuk itu penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai hubungan nutrition literacy dengan kejadian anemia di pegawai UGM. Penulis ingin melihat bagaimana nutrition literacy seorang pegawai UGM yang merupakan orang akademisi dengan beban kerja tinggi, apakah akan mempengaruhi asupan makannya dan apakah akan mempengaruhi status kesehatannya, termasuk menyebabkan anemia.
6
Data kesehatan para pegawai UGM akan diambil berdasarkan yang melakukan pemeriksaan general check-up, yang secara rutin dilakukan di GMC Health Center. Pemeriksaan ini merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang didapatkan oleh pegawai UGM yang telah berusia > 40 tahun secara gratis. Penentuan usia yang melakukan pemeriksaan ditentukan oleh pihak UGM, karena usia 40 tahun keatas adalah usia yang rentan terkena penyakit-penyakit degeneratif akibat dari penurunan fungsi metabolisme manusia (GMC, 2013).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka disusunlah suatu rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah ada hubungan antara nutrition literacy dengan kejadian anemia pada pegawai UGM? 2. Apakah ada hubungan antara nutrition literacy dengan asupan protein pada pegawai UGM? 3. Apakah ada hubungan antara nutrition literacy dengan asupan zat besi pada pegawai UGM? 4. Apakah ada hubungan antara nutrition literacy dengan asupan vitamin C pada pegawai UGM? 5. Apakah ada hubungan antara asupan protein dengan kejadian anemia pada pegawai UGM? 6. Apakah ada hubungan antara asupan zat besi dengan kejadian anemia pada pegawai UGM? 7. Apakah ada hubungan antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia pada pegawai UGM?
7
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui adanya hubungan antara nutrition literacy dengan kejadian anemia di pegawai UGM. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan nutrition literacy dengan asupan protein pada pegawai UGM; b. Mengetahui hubungan nutrition literacy dengan asupan zat besi pada pegawai UGM; c. Mengetahui hubungan nutrition literacy dengan asupan vitamin C pada pegawai UGM; d. Mengetahui hubungan asupan protein dengan kejadian anemia pada pegawai UGM; e. Mengetahui hubungan asupan zat besi dengan kejadian anemia pada pegawai UGM; f.
Mengetahui hubungan asupan vitamin C dengan kejadian anemia pada pegawai UGM.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti : untuk menambah pengetahuan tentang faktor-faktor risiko yang mempengaruhi anemia. 2. Bagi institusi pendidikan : sebagai sumbangan ilmu pengetahuan kepada institusi pendidikan tentang anemia.
8
3. Bagi masyarakat : untuk menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang anemia.
E. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan penelitian ini antara lain : 1. Bhinnekasari, 2012. Hubungan Antara Asupan Protein, Zat Besi, dan Vitamin C Terhadap Kejadian Anemia pada Calon Pengantin Wanita di Wilayah Kabupaten Bantul. Hasil dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan bermakna antara asupan protein, zat besi dan asupan vitamin C dengan kejadian anemia. Sampel penelitian ini adalah calon pengantin wanita yang berada di wilayah Kabupaten Bantul dan variabel bebas adalah asupan protein, asupan zat besi dan asupan vitamin C. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sekarang, karena sampel yang digunakan adalah pegawai UGM baik pria maupun wanita yang terdapat di wilayah Yogyakarta. Variabel bebas yang digunakan tidak hanya asupan protein, zat besi dan vitamin C namun juga kebiasaan merokok. 2. Aji, 2007. Hubungan Status Anemia dan Status Gizi dengan Produktivitas Tenaga Kerja Perusahaan Refi Chemical Industri Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian ini adalah tidak adanya hubungan yang signifikan antara status anemia dengan produktivitas pekerja dan ada hubungan signifikan antara status gizi dengan produktifitas pekerja. Sampel penelitian ini adalah tenaga kerja perusahaan Refi Chemical Industri di DIY dengan variabel bebas status anemia dan status gizi dan variabel terikat produktivitas tenaga kerja. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sekarang, karena
9
variabel yang digunakan adalah asupan protein, zat besi, vitamin C dan kebiasaan merokok dan sampel yang digunakan adalah pegawai UGM. 3. Spronk et al. 2014. Relationship between Nutrition Knowledge and Dietary Intake. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode systematic review yang menggunakan 29 penelitian sebagai data dasar. Hasil penelitian ini adalah sebagian besar data dasar penelitian menunjukkan hasil hubungan signifikan, pola positif, namun lemah (r<0,5). Penelitian ini berbeda metode dengan penelitian yang akan dilakukan. Metode yang digunakan untuk penelitian yang akan dilakukan adalah cross-sectional dengan variabel nutrition literacy sebagai variabel bebas, asupan protein, zat besi dan vitamin C sebagai variabel antara, dan anemia sebagai variabel terikat.