BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Di Indonesia, matematika menjadi salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai siswa. Hal ini sangatlah beralasan karena matematika tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari dan selalu mengalami perkembangan yang berbanding lurus dengan kemajuan sains dan teknologi. Masykur (2007) menyataan bahwa pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik sejak sekolah dasar (SD), untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Pengajaran matematika telah diberikan kepada siswa sejak dini, namun prestasi yang didapat belum menunjukkan hasil yang signifikan. Tingkat penguasaan siswa terhadap matematika pada semua jenjang pendidikan di Indonesia masih sekitar 34 % ( Masykur, 2007). Trianto (2009) menambahkan prestasi saat ini merupakan hasil dari kondisi pembelajaran yang bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu (belajar untuk belajar). Pengertian yang substansial, proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberi dominasi guru dan tidak memberi akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri dalam proses berfikirnya. Pernyataan Trianto juga diperkuat oleh hasil penelitian Sunarto (2009), terbukti sekolah-sekolah di Jawa Tengah hampir 80 % guru masih menggunakan pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional, suasana kelas cenderung teacher centered yakni guru sebagai pusat dalam pembelajaran. Guru lebih banyak berceramah sedangkan siswa hanya bersikap pasif dengan cukup menjadi pendengar saja. Seringkali guru tidak menyadari bahwa daya tahan siswa untuk mendengarkan ceramah sangatlah terbatas, sehingga hal ini menimbulkan kejenuhan bagi siswa atau bahkan menurunnya minat serta motivasi belajar siswa. Adanya dominasi guru dalam pembelajaran, siswa akan selalu bergantung kepada guru, kurang inisiatif, dan tidak terlatih untuk berdiri sendiri saat belajar, dapat dikatakan siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami bagaimana belajar, berfikir, dan memotivasi diri (self motivation), padahal aspek-aspek tersebut merupakan kunci keberhasilan dalam suatu pembelajaran. (Trianto, 2009)
1
SMP Negeri 2 Tuntang merupakan salah satu sekolah yang masih menerapkan pembelajaran konvensional. Saat pembelajaran matematika guru masih menyampaikan materi dengan ceramah, siswa mencatat dan dilanjutkan dengan pemberian tugas menyelesaikan soal-soal latihan pada Lembar Kerja Siswa (LKS). Hal tersebut cukup beralasan, karena banyak guru menganggap bahwa pembelajaran konvensional itu murah, dalam arti sangat efisien dalam pemanfaatan waktu dan penghematan biaya. Selain itu, pembelajaran ini mudah diterapkan karena dalam penyampaian materi dapat disesuaikan dengan keterbatasan peralatan (media) dan ketidaktersediaan bahan-bahan tertulis. Namun, dirasa kurang tepat apabila segala efisiensi tersebut tetap diterapkan sedangkan prestasi siswa SMP Negeri 2 Tuntang masih memprihatinkan. Hal ini dapat dibuktikan pada Tabel 1.1 berikut Tabel 1.1 Distribusi Nilai UAS Matematika Kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Interval Nilai 80 < Nilai ≤ 100 65 < Nilai ≤ 80 60 ≤ Nilai ≤ 65 Nilai < 60
Kategorisasi Sangat Baik Baik Cukup Kurang Jumlah Rata-rata Nilai Tertinggi Nilai Terendah
Frekuensi (siswa) 16 67 32 69 184
Presentase (%) 8,70 36,41 17,39 37,5 100 61,68 90 30
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi nilai UAS pada mata pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang semester ganjil tahun ajaran 2011/2012 berada pada kategori kurang yakni sebanyak 69 siswa dengan presentase 37,5 %. Hasil rata-rata nilai UAS kelas VII diperoleh sebesar 61,68 yang digolongkan dalam kategori cukup dengan nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 30. Hasil analisis data tersebut dapat menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang masih rendah. Pembaharuan pembelajaran di sekolah terutama pembelajaran matematika sudah saatnya untuk dilakukan. Guru harus mengubah sistem pembelajaran dengan lebih mengutamakan perkembangan potensi masing-masing siswa. Perubahan sistem pembelajaran ini ditujukan untuk menarik perhatian siswa terhadap materi pembelajaran yang sedang dibicarakan, menjaga kestabilan proses pembelajaran baik secara fisik maupun mental, membangkitkan motivasi belajar siswa selama proses pembelajaran, mengatasi situasi dan mengurangi kejenuhan dalam proses 2
pembelajaran, dan memberikan kemungkinan layanan pembelajaran individual. (Marno,2008) Pembelajaran individual adalah pembelajaran yang diselenggarakan sedemikiaan rupa sehingga setiap siswa selalu terlibat dalam proses belajarnya disertai dengan hal-hal yang paling berharga bagi dirinya sebagai individu. Pembelajaran ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kecepatan masing-masing siswa. Russel (dalam Vembrianto, 1981) menambahkan bahwa pembelajaran individual merupakan usaha untuk menyajikan kondisi-kondisi belajar yang optimum bagi masing-masing individu. Salah satu pembelajaran terprogram yang dapat memberikan pelayanan individual adalah pembelajaran modul. Modul adalah suatu paket pengajaran yang memuat satu unit konsep daripada bahan pelajaran. Pembelajaran modul itu merupakan usaha penyelenggaraan pembelajaran individual yang memungkinkan siswa menguasai satu unit bahan pelajaran sebelum dia beralih kepada unit berikutnya. Modul itu disajikan dalam bentuk yang bersifat self-instructional. Russel (dalam Vembriarto, 1981) menyatakan bahwa dengan pembelajaran modul masing-masing siswa dapat menentukan kecepatan dan intensitas belajarnya sendiri. Pembelajaran modul memberikan motivasi yang kuat kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Adanya tingkat intelegensi yang berbeda-beda siswa dapat belajar menurut kecepatan pemahamannya masing-masing. Siswa sebagai pendengar atau pembaca yang pasif sudah tidak berlaku, di sini siswa dituntut secara aktif untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Saat kegiatan pembelajaran aktif berlangsung, guru akan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mengontrol dan membantu siswa secara individual dalam memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan siswa sehingga siswa bisa memperoleh informasi yang berulang-ulang tentang kemajuan belajar yang telah dicapainya. Siswa akan dapat belajar dengan baik apabila mereka dapat menyimpulkan sendiri prinsip-prinsip dari pada menghafal rumusan prinsip-prinsip yang sebagaimana diajarkan oleh guru mereka, dan hal ini pula yang dapat diwujudkan melalui pengajaran modul. Melalui pembelajaran modul guru dapat mengetahui metode-metode belajar yang paling efisien dan mereka memiliki ketrampilan serta fasilitas untuk menggunakan metode yang efisien itu. Pembelajaran modul dirasakan sesuai dengan matematika, karena matematika adalah ilmu yang tersusun secara runtut sehingga dalam penyusunan bahan pengajaran tidak akan mengalami banyak kesulitan. Bagi siswa sendiri juga tidak akan mengalami kesulitan karena bahan pengajarannya sudah tersusun secara sistematis.
3
Beberapa penelitian telah berhasil membuktikan bahwa pembelajaran modul lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran yang lain. Penelitian Tutik Supartini (2007) yang dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sidoharjo Sragen membuktikan bahwa pembelajaran modul lebih baik dari pada pembelajaran klasikal. Hal ini ditunjukkan dari rerata nilai siswa dengan pembelajaran modul sebesar 7,31, sedangkan rerata nilai siswa dengan pembelajaran klasikal hanya sebesar 6,73. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Mariana Dina (2008) pada siswa kelas 1 SMK BM Ardjuna 02 Malang tahun ajaran 2007/2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data tes kemampun awal dari kedua sampel yang diambil yakni kelas eksperimen dan kelas kontrol menghasilkan kriteria nilai kurang. Setelah diterapkan pembelajaran modul pada kelas eksperimen, kriteria prestasi yang dihasilkan meningkat menjadi baik. Sedangkan pembelajaran konvensional yang masih diterapkan pada kelas kontrol, kriteria prestasi hanya meningkat menjadi cukup. Selain itu hasil penilaian sikap terhadap kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Bagus Dwiarto (2008) pada siswa SMK Tunas Harapan Pati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa yang menggunakan metode modul dengan yang menggunakan metode ceramah pada pembelajaran elektronika. Ini dibuktikan dari hasil t-hitung = 0,880 dengan tingkat signifikansi 0,384. Sub pokok bahasan keliling dan luas segiempat telah dipelajari siswa saat duduk dibangku SD. Berdasarkan kurikulum SMP, sub pokok ini dipelajari kembali di kelas VII semester genap. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui signifikansi perbedaan hasil belajar matematika sebelum menggunakan modul yakni hasil belajar dengan sub pokok bahasan keliling dan luas segiempat yang telah dipelajari di SD dan setelah menggunakan modul yakni hasil belajar dengan sub pokok bahasan keliling dan luas segiempat yang diperoleh di SMP pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang tahun ajaran 2011/2012. B.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Hasil belajar Matematika di SMP Negeri 2 Tuntang yang masih rendah. 2. Pembelajaran modul belum pernah diterapkan pada siswa SMP Negeri 2 Tuntang terutama untuk pelajaran matematika, guru masih dominan menerapkan pembelajaran tradisional atau konvensional sehingga aktivitas siswa kurang berkembang.
4
C.
Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah, maka peneliti akan membatasi masalah yang telah diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Hasil belajar yang diteliti adalah hasil belajar matematika sebelum menggunakan modul dan setelah menggunakan modul. 2. Penelitian ini hanya dilakukan kepada siswa siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Tuntang. 3. Hasil belajar siswa dibatasi pada hasil belajar matematika dengan sub pokok bahasan keliling dan luas segiempat semester genap, tahun ajaran 2011/2012. D.
Rumusan Masalah Dalam penelitian ini permasalahan dapat dirumuskan “Adakah perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan bagi siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Tuntang sebelum menggunakan modul dan setelah menggunakan modul pada sub pokok bahasan keliling dan luas segiempat?”
E.
Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian yang sesuai dengan perumusan masalah adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan bagi siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Tuntang sebelum menggunakan modul dan setelah menggunakan modul pada sub pokok bahasan keliling dan luas segiempat. F.
Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan suatu manfaat atau kegunaan sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Dengan diketahuinya perbedaan hasil belajar siswa, maka penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan referensi untuk menambah pengetahuan dalam penggunaan modul serta sebagai acuan untuk meningkatkan kualitas dalam pembelajaran matematika. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta sumbangan terhadap pembaharuan pendidikan mengenai strategi pembelajaran matematika yang menekankan pada belajar proses dan belajar individual. b. Bagi sekolah penelitian ini diharapkan membantu perkembangan mutu sekolah melalui hasil belajar matematika menggunakan modul. c. Bagi siswa penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika. 5