BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seluruh Warga Negara Indonesia berhak untuk mendapatkan pendidikan. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, yang mewajibkan pemerintah menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi warga negara. Kewenangan ketetapan ini menjadi prioritas kedua setelah aturan untuk menyejahterahkan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi masa depan negeri ini. Pendidikan menjadi gerbang untuk meraih kesuksesan. Tujuan pendidikan di Indonesia adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka menentukan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis (UU Sisdiknas, 2003). Kegiatan pendidikan di Indonesia masih jauh dari tujuan tersebut. Kegiatan pendidikan hanya mementingkan hasil, tanpa melihat proses yang baik untuk mencapai kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat. Pendidikan terdapat dua macam, yakni pendidikan formal dan non formal, yang dilihat dari segi akademis dan non akademis. Salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan moral bangsa yaitu melalui pelajaran sejarah. Pembelajaran sejarah di samping bersifat akademis, juga melatih keterampilan memecahkan masalah dan merekonstruksi peristiwa, serta terkait dengan kearifan dan pelajaran moral. Hal in dikaitkan dengan kesimpulan seorang peneliti yang menyatakan, “Pendidikan sejarah diarahkan sebagai usaha untuk meningkatkan kepekaan anak untuk ikut menopang kehidupan bersama yang lebih baik, melalui refleksi nilai masa lampau” (Sardiman, 2002:1). Mata pelajaran sejarah juga merupakan mata pelajaran
yang
diajarkan
sebagai
sarana
pewarisan
budaya
(cultured
transmission) dalam rangka proses sosialisasi dan enkulturasi untuk mewujudkan 1
2 penumbuhan jati diri generasi baru. Idealnya sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting bagi keberlanjutan masa depan di Indonesia. Sebagai pelajaran yang dapat menumbuhkan rasa cinta tanah air terhadap bangsanya, pelajaran sejarah khususnya dengan Kurikulum 2013 jam pelajarannya ditempatkan lebih banyak daripada sebelumnya. Pelajaran sejarah menurut Kurikulum 2013 dibagi menjadi dua, yaitu Sejarah Indonesia Wajib dan Sejarah Peminatan. Sejarah wajib diberikan bagi siswa disetiap jurusan, kemudian untuk sejarah peminatan hanya diberikan bagi siswa yang mengambil jurusan sosial di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Hasil belajar sejarah bagi siswa SMA dinilai masih kurang. Memang ada beberapa kendala di siswa jurusan sosial dan nonsosial. Bagi siswa sosial dan nonsosial (jurusan IPS/IIS dan IPA/MIA), sejarah selama ini masih dibawakan dengan cara kurang menarik. Di sisi lain, bagi siswa nonsosial, kebanyakan dari siswa masih menganggap bahwa pelajaran sejarah bukan pelajaran yang prioritas. Terlebih lagi mata pelajaran sejarah bukan termasuk mata pelajaran dalam Ujian Nasional. Hasil belajar yang kurang maksimal tersebut, ada beberapa faktor yang memengaruhi. Pembelajaran sejarah ini ternyata tidak diiringi dengan pelaksanaan yang baik di sekolah-sekolah. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
proses
pembelajaran,
baik
secara
eksternal
maupun
internal
diidentifikasikan sebagai berikut. Faktor-faktor eksetrnal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar dan sistem. Masih ada pendidik yang kurang menguasai materi dan dalam mengevaluasi siswa menuntut jawaban yang persis seperti yang guru jelaskan. Dengan kata lain siswa tidak diberi peluang untuk berfikir kreatif. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru yang memungkinkan guru mengetahui perkembangan terakhir dibidangnya (state of the art) dan kemungkinan perkembangn yang lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang (frontier of knowledge). Materi pembelajaran dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal selama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar siswa
3 belum mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan unuk mengikuti pelajaran. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Siswa belum mampu mempelajari fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, siswa belum mampu menerapkannya secara efektif dalam pemecahan. Dibutuhkan pengetahuan dan keanekaragaman keterampilan agar siswa mampu memberdayakan dirinya untuk menemukan, menafsirkan, menilai dan menggunakan informasi, serta melahirkan gagasan kreatif untuk menentukan sikap dalam pengambilan keputusan. Sejarah sering dianggap sebagai pelajaran hafalan dan membosankan. Pembelajaran ini dianggap tidak lebih dari rangkaian angka tahun dan urutan peristiwa yang harus diingat kemudian diungkap kembali saat menjawab soal-soal ujian. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena masih terjadi sampai sekarang. pembelajaran sejarah yang erat kaitannya dengan menghafal fakta mati atau peristiwa-peristiwa masa lampu dengan sederet nama kejadian, tahun, dan tempat. Hal ini akan menampakkan bahwa pelajaran sejarah sangat monoton, karena monoton itulah sejarah terkesan membosankan. Selain itu, pembelajaran sejarah yang bersifat kronik sudah melenceng dari hakikat utama perlunya sejarah diajarkan. Karena pembelajaran sejarah bukan semata mata hanya mengetahui kejadian masa lampau, jika siswa mampu mendalami makna dari belajar sejarah secara mendalam kejadian masa lampau dan dapat mengambil pelajaran dari sisi kehidupan supaya dapat dijadikan sebagai acuan masa depan. Sistem pembelajaran sejarah yang dikembangkan sebenarnya tidak lepas dari pengaruh budaya yang telah mengakar. Model pembelajaran yang bersifat satu arah di mana guru menjadi sumber pengetahuan utama dalam kegiatan pembelajaran menjadi sangat sulit untuk dirubah. Pembelajaran sejarah saat ini mengakibatkan peran siswa sebagai pelaku sejarah pada zamannya menjadi terabaikan. Pengalaman terbukti membangkitkan hasil belajar. Berkaitan dengan hasil belajar, Martanto memberikan simpulan pengalaman-pengalaman yang telah dimiliki oleh siswa sebelumnya atau lingkungan sosial tidak dijadikan bahan pelajaran di kelas, sehingga menempatkan siswa sebagai peserta pembelajaran
4 sejarah yang pasif (2009). Kekurangcermatan dalam pemilihan strategi mengajar akan berakibat fatal bagi pencapaian tujuan pengajaran itu sendiri. Ditinjau dari masalah kurikulum sejarah, karena kurikulum adalah salah satu komponen yang menjadi acuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Secara umum dapat dikatakan bahwa kurikulum adalah rencana tertulis dan dilaksanakan dalam suatu proses pendidikan guna mengembangkan potensi peserta didik menjadi berkualitas. Dalam sebuah kurikulum termuat berbagai komponen, seperti, tujuan, konten dan organisasi konten, proses yang menggambarkan posisi peserta didik dalam belajar dan asessmen hasil belajar. Selain komponen tersebut, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis dapat pula berisikan sumber belajar dan peralatan belajar dan evaluasi kurikulum atau program. Sejak Indonesia merdeka, telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum dan mata pelajaran sejarah berada didalamnya. Akan tetapi materimateri yang diberikan dalam kurikulum yang sering mendapat kritik dari masyarakat maupun para pemerhati sejarah baik dari pemilihannya, teori pengembangannya dan implimentasinya yang seringkali digunakan untuk mendukung kekuasaan (Alfian, 2007). Menurut beberapa kondisi di atas, maka perlu adanya perubahan strategi pembelajaran yang berbasis kreatif, inovatif dan variatif, yang nantinya dapat menjadikan pelajaran sejarah sebagai pelajaran yang tidak lagi monoton akan tetapi bervariasi dengan hal hal baru yang menyenangkan dan kreatif. Disisi lain hendaknya reformasi pengajaran tersebut disesuaikan dengan hakekat utama pengajaran sejarah dengan menelaah secara mendalam sehingga tercapai sejarah yang menghidupkan, bukan sekedar fakta mati. Diperlukan pula model pembelajaran yang mampu menarik siswa untuk memahami materi pelajaran sejarah. Salah satu model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan pembelajaran sejarah adalah model CTL (Contextual Teaching and Learning). Model pembelajaran CTL berusaha mengaitkan antara materi pelajaran sejarah dengan pengalaman atau dunia nyata siswa, sehingga sangat sesuai apabila diterapkan dalam pembelajaran sejarah. Pada dasarnya pembelajaran sejarah adalah pembelajaran yang mampu mengaitkan materi pelajaran dengan dunia
5 nyata siswa, sehingga siswa dapat dengan mudah mengembangkan pikirannya untuk memahami setiap makna yang terkandung dalam sejarah dan mampu memetik hikmah serta nilai-nilai di dalamnya. Kegiatan Belajar Mengajar menggunakan model dan membutuhkan media dalam pelaksanaannya. Seiring dengan era saat ini, media yang lebih tepat digunakan adalah media yang berbasis Teknologi dan Informasi, salah satunya yaitu mealui media video. Arsyad berpendapat, “Video merupakan gambargambar dalam frame, di mana frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar hidup” (2011:49). Dapat diartikan pula bahwa video merupakan salah satu jenis media audio-visual yang dapat menggambarkan suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai.Kemampuan video melukiskan gambar hidup dan suara memberikan daya tarik tersendiri. Beberapa media video yang digunakan sebagai penunjang pembelajaran, dikerucutkan lagi ke dalam beberapa jenis, salah satunya adalah melalui teknik animasi. Teknik animasi yang saya pilih di sini adalah Stop Motion. Gerak henti (bahasa Inggris: stop motion atau stop frame) adalah sebuah teknik animasi untuk membuat objek yang dimanipulasi secara fisik agar terlihat bergerak dengan sendirinya. Objek tersebut digerakkan sedikit demi sedikit di setiap frame yang akan difoto, menciptakan ilusi pergerakan saat serangkaian frame tersebut dimainkan secara berurutan berkelanjutan. Boneka dengan sendi yang dapat digerakkan atau figur tanah liat sering digunakan dalam gerak henti karena alasan kemudahan meletakkannya kembali. Stop Motion adalah sebuah teknik animasi untuk membuat manipulasi seolah-olah objek yang diam bergerak. Sebuah benda atau gambar dibuat bergerak dengan cara menyatukan frame foto yang berbeda dengan menciptakan ilusi dari gerakan ketika kumpulan frame foto dimainkan dengan berkelanjutan. Stop Motion bermanfaat untuk menggambarkan teori-teori yang berkaitan dengan proses terbentuknya sesuatu. Dengan menyatukan foto-foto yang berbeda dari suatu gambar atau objek, siswa bisa mendapatkan gambaran proses terjadinya sesuatu dengan animasi yang menarik. Maka dari itulah, saya memilih
6 untuk menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dan media video animasi Stop Motion, dengan berpendapat bahwa CTL menseting kelas menjadi miniatur lingkungan mini, di mana di dalamnya terjadi dialog antara teori dan praktik atau idealitas dan realitas. Terdapat pula konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa, juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan siswa. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika siswa belajar. Melihat makna di dalam materi akademik yang siswa pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya. Penerapan CTL dalam proses pembelajaran menekankan pada tiga hal, yaitu: 1). CTL menekankan kepada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi pelajaran. Artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak mengharapkan agar peserta didik hanya menerima pelajaran, tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran tersebut. 2). CTL mendorong agar peserta didik dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan realitas dunia nyata. Artinya peserta didik dituntut dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan dunia nyata. Hal ini penting ditekankan, karena dengan mengorelasikan antara materi pelajaran dengan dunia nyata, peserta didik akan merekam keterkaitan tersebut sehingga tertanam erat dalam memori peserta didik. 3). CTL mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2010). Model Contextual Teaching and Learning bukan hanya mengharapkan peserta didik dapat memahami materi yang dipelajari, tetapi lebih kepada aktualisasi dan kontekstualisasi materi pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, materi pelajaran yang diperoleh melalui CTL dalam kelas bukan untuk dihafal, tapi dipahami, dipraktikkan, dan dibiasakan. Di samping menggunakan model CTL, Stop Motion digunakan karena merupakan salah satu teknik animasi
7 yang sangat menarik dan banyak digemari anak muda, khususnya bagi kalangan siswa yang nantinya dapat bermanfaat di dalam Kegiatan Belajar Mengajar. Stop Motion bermanfaat untuk menggambarkan teori-teori yang berkaitan dengan proses terbentuknya sesuatu. Dengan menyatukan foto-foto yang berbeda dari suatu gambar atau objek, siswa bisa mendapatkan gambaran proses terjadinya sesuatu dengan animasi yang menarik. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Karanganom khususnya kelas X IIS 1 untuk mengetahui pembelajaran sejarah siswa dengan menggunakan model
CTL (Contextual Teaching and Learning) dan
media pembelajaran
berupa media video animasi stop motion. Pemilihan kelas X IIS 1 dikarenakan jadwal mata pelajaran sejarah berada pada jam pelajaran ke-9 dan ke-10, yaitu pukul 13.30-15.00, agar dapat melihat bagaimana pengaruh dari model CTL dan media animasi stop motion walaupun diterapkan pada jam pelajaran terakhir. Selain itu, karakteristik siswa X IIS 1 adalah mempunyai nilai yang masih kurang dibandingkan dengan kelas X yang lain dalam hal mata pelajaran sejarah. (Hasil wawancara dengan Dra. Susana Erni H, selaku guru mata pelajaran sejarah wajib kelas X, 18 Desember 2015). Berdasarkan uraian di atas maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DAN MEDIA VIDEO ANIMASI STOP MOTION UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SEJARAH SISWA KELAS X IIS 1 DI SMA NEGERI 1 KARANGANOM TAHUN AJARAN 2015/2016
B. Rumusan Masalah Berdasarkan fokus masalah yang diuraikan di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah antara lain: 1.
Bagaimana Penerapan Model CTL dan Media Video Animasi Stop Motion untuk Meningkatkan Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X IIS 1 Di SMA Negeri 1 Karanganom Tahun Ajaran 2015/2016?
8 2.
Bagaimana Hasil Belajar Sejarah Melalui Model CTL dan Media Video Animasi Stop Motion pada Siswa Kelas X IIS 1 di SMA Negeri 1 Karanganom Tahun Ajaran 2015/2016?
C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1.
Mengetahui Penerapan Model CTL dan Media Video Animasi Stop Motion dalam Pembelajaran Sejarah Siswa Kelas X IIS 1 di SMA Negeri 1 Karanganom Tahun Ajaran 2015/2016.
2.
Mengetahui Apakah Penerapan Model CTL dan Media Video Animasi Stop Motion dapat Meningkatan Hasil Belajar Sejarah Melalui Siswa Kelas X IIS 1 di SMA Negeri 1 Karanganom Tahun Ajaran 2015/2016.
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan rujukan pertimbangan bagi peneliti yang lain dan para pembaca b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk kemajuan dunia pendidikan.
2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa Dapat meningkatkan hasil belajar sejarah, khususnya pada siswa kelas X IIS 1 di SMA Negeri 1 Karanganom b. Bagi guru Menjadi salah satu metode yang dapat digunakan oleh guru dalam penyampaian materi pelajaran sejarah
9 c. Bagi sekolah Dapat meningkatan mutu pembelajaran di SMA Negeri 1 Karanganom, khususnya bagi siswa kelas X IIS 1