1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dari berbagai penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara kegemukan dan usia harapan hidup seseorang (Soegih dan Wiramihardja, 2009). Begitu pula obesitas pada masa anak-anak yang terbukti merupakan faktor yang dapat menurunkan usia harapan hidup anak-anak khususnya di negara-negara maju. Sebuah studi menunjukkan bahwa ternyata obesitas anak berpotensi menyebabkan obesitas pada usia dewasa, namun hal ini belum diketahui pasti penyebabnya (Whitaker et al., 1997). Lalu kemudian individu yang sudah obes sejak masa kanak-kanaknya akan mempunyai risiko yang lebih besar terkena penyakit-penyakit metabolik (Ekelund et al., 2006). Karena banyaknya implikasi dan konsekuensi yang ditimbulkan maka saat ini obesitas pada masa anak-anak dianggap merupakan masa krusial yang menentukan derajat kesehatan di tahap usia selanjutnya. Beberapa negara maju memiliki prevalensi obesitas anak yang sangat tinggi dan terus meningkat tiap tahunnya. Misalnya di negara Spanyol, prevalensi obesitas anak di negara ini mencapai 13,9% (Ochoa et al., 2007). Data di Indonesia, berdasarkan Riskesdas 2007, menunjukkan prevalensi obesitas pada anak umur 6-14 tahun di Indonesia cukup tinggi yaitu 9,5% pada anak laki-laki dan 6,4% pada anak perempuan, dan angka ini naik pada tahun 2010 menjadi 10,7% pada anak laki-laki dan 7,7% pada anak perempuan. Prevalensi obesitas di Yogyakarta mencapai 7,8% di tahun 2010 (Balitbangkes 2007; 2010). Meningkatnya prevalensi obesitas anak salah satunya diprediksi karena kebiasaan menonton televisi dan aktivitas di waktu luang yang diisi dengan aktivitas yang tidak memerlukan pengerluaran energi (Ochoa et al., 2007). Hal ini didukung dari studi pendahuluan yang dilakukan bahwa hampir semua anak-anak menghabiskan waktunya melakukan aktivitas berbasis layar (screen-based activity) seperti menonton televisi, bermain playstation, komputer/laptop dan semuanya itu termasuk dalam sedentari.
2
Pada prinsipnya obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan energi yang dikeluarkan setiap hari. Sebenarnya kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adiposa yang menyebabkan obesitas Hal itu merupakan hasil dari konsumsi berlebihan dari makanan, minuman, dan kurang aktivitas fisik yang menyebabkan energi tersimpan sebagai lemak. Aktivitas fisik membantu mempertahankan keseimbangan energi dan dengan demikian dapat mencegah obesitas (Hartono, 2009; Hadi, 2005). Menurut Hadi (2005), kurangnya aktivitas fisik (gaya hidup sedentari) merupakan faktor resiko utama penyebab obesitas yang diakibatkan karena perubahan gaya hidup menjadi perilaku sedentarian dimana waktu menonton tv, jumlah mobil per keluarga meningkat sehingga terjadi penurunan aktivitas fisik (Hadi, 2005). Transisi yang terjadi adalah perubahan gaya hidup yang pada awalnya segala aktivitas yang dilakukan memerlukan tenaga fisik manusia kini semuanya dipermudah dengan bantuan teknologi. Begitu pula menurut Huriyati (2004), bahwa faktor inactivity sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan obesitas dibandingkan makan berlebihan. Perilaku sedentari dan kurang aktivitas fisik saat ini menjadi isu penting dalam kesehatan masyarakat karena memiliki efek negatif terhadap kesehatan. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan kurang aktivitas fisik di daerah rural dan urban kini tidak jauh berbeda, kurang aktivitas fisik di daerah rural 42,4% dan di daerah urban 57,6%. Sementara itu di Yogyakarta hampir separuh penduduk usia produktif kurang melakukan aktifitas fisik (45,3%). Kurang aktifitas fisik pada anak-anak usia sekolah (10-14 tahun) memang sangat tinggi yaitu 66,9% (Balitbangkes, 2007). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kelompok anak-anak memang memiliki aktivitas fisik yang kurang, padahal pada usia tersebut semestinya merupakan masa dimana anak-anak justru sangat aktif bermain dan bergerak. Keaktifan bermain dan bergerak dan mengurangi aktivitas sedentari (main game, nonton tv, duduk, tidur siang dan malam, dan berbaring) maka anak bisa terhindar dari obesitas, hal tersebut berdasarkan penelitian Ochoa et al., (2007) bahwa mengurangi aktivitas menonton (sedentary) menjadi ≤ 2 jam/hari dapat menjadi faktor protektif obesitas.
3
Berdasarkan data dari BPS (2012), daerah kota Yogyakarta seluruh wilayah termasuk memiliki wilayah administratif setingkat desa/kelurahan yang tergolong urban. Daerah kabupaten Bantul memiliki wilayah administratif setingkat desa/kelurahan yang tergolong urban dan rural yang hampir sama. Namun penggolongan tersebut diklasifikasikan lagi menjadi 4 wilayah administrasi yaitu Kota besar, kota sedang, kota kecil, dan desa. Dengan pengklasifikasian tersebut, di Yogyakarta memiliki daerah yang tergolong kota besar, kota sedang, dan kota kecil sedangkan di Bantul memiliki keempat klasifikasi kota tersebut. Oleh karena itu Yogyakarta Bantul diasumsikan dapat mewakili daerah urban, suburban, dan rural. Penelitian mengenai pola perilaku sedentari pada anak usia sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta masih belum banyak diteliti, oleh karena itu penulis merasa perlu dilakukan penelitian mengenai pola perilaku sedentari pada anak sekolah dasar di kota Yogyakarta dan kabupaten Bantul, serta seberapa besar kontribusi faktor tersebut dalam memyumbang kejadian obesitas.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan rumusan masalah: 1. Apakah perilaku sedentari menjadi faktor resiko terjadinya obesitas pada anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. 2. Apakah ada perbedaan pola perilaku sedentari anak sekolah dasar yang obes dan tidak obes. 3. Apakah ada perbedaan pola perilaku sedentari anak sekolah dasar di Yogyakarta dan di Bantul.
C. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji apakah perilaku sedentari merupakan faktor risiko obesitas pada anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.
4
b. Tujuan Khusus 1. Untuk melihat perbedaan pola (durasi dan frekuensi) tiap jenis perilaku sedentari antara siswa sekolah dasar yang obes dan tidak obes. 2. Untuk melihat perbedaan pola (durasi dan frekuensi) tiap perilaku sedentari yang dilakukan anak sekolah dasar di Yogyakarta dan Bantul. 3. Untuk menguji perilaku sedentari sebagai faktor risiko kejadian obesitas pada anak SD.
D. Manfaat Penelitian 1. Untuk menambah wawasan bagi penulis mengenai obesitas dan faktor resikonya. 2. Untuk menambah pengetahuan mengenai besarnya perilaku sedentari dalam mempengaruhi terjadinya obesitas pada anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. 3. Memberikan informasi kepada siswa dan orang tua siswa mengenai jenisjenis perilaku sedentari yang berisiko menyebabkan obesitas pada anak. 4. Menjadi bahan masukan dan sumber informasi kepada pemerintah dalam menyusun rencana intervensi untuk mengurangi prevalensi obesitas pada anak sekolah dasar khususnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.
E. Keaslian Penelitian 1. Mitchell J.A. et al., 2009. Penelitian yang berjudul “Sedentary behavior and obesity in large cohort of children” ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perilaku sedentari dengan obesitas pada anak usia 12 tahun. Penelitian ini termasuk longitudinal study dengan disain cross sectional. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada disain yang digunakan, yaitu cross sectional.
2. Huriyati, Emy. 2004. Tesis yang berjudul “Aktivitas fisik pada remaja SLTP kota Yogyakarta dan kabupaten Bantul serta hubungannya dengan kejadian
5
obesitas” ini bertujuan untuk untuk melihat hubungan semua tingkatan aktivitas fisik terhadap kejadian obesitas. Perbedaan penelitian Huriyati dengan penelitian yang akan dilakukan terdapat pada subjek penelitian dan tujuan penelitian. Subjek penelitian ini adalah anak SD sedangkan subjek penelitian Huriyati adalah anak SLTP. Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk melihat pola perilaku sedentari pada anak SD.
3. Pampang, E. 2007. Tesis yang berjudul “Asupan energi, aktivitas fisik, persepsi orang tua, dan obesitas pada siswa SLTP di kota Yogyakarta” ini bertujuan untuk melihat tingkat aktivitas fisik apakah yang berpengaruh pada kejadian obesitas. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan terdapat pada rancangan dan subjek penelitian. Pampang menggunakan rancangan penelitian cross sectional dan dengan subjek anak SLTP. Penelitian tersebut juga bertujuan untuk melihat tingkat aktivitas fisik apakah yang berpengaruh pada kejadian obesitas sedangkan pada penelitian ini menggunakan rancangan case control untuk melihat seberapa besar perilaku sedentari menyumbang kejadian obesitas pada anak SD.
4. Ochoa et al., 2007. Penelitian yang berjudul “Predictor factor for childhood obesity in a Spanish case control study” ini bertujuan untuk melihat faktor yang berhubungan dengan obesitas pada masa anak-anak yang berkaitan dengan gaya hidup termasuk aktivitas fisik dan pola makan. Perbedaan dengan penelitian ini terdapat pada subyek penelitian dan variabel bebasnya. Subyek pada penelitian Ochoa et al. mengambil anak usia sekolah dan remaja (6-18 tahun), lalu variabel bebasnya adalah semua yang termasuk gaya hidup seperti pola makan, pola aktivitas, riwayat obesitas orang tua, bahkan berat lahir dan riwaya menyusui. Namun pada penelitian ini hanya melihat salah satu faktor yang dicurigai memberi
6
kontribusi yang sangat besar terhadap obesitas pada anak usia sekolah yaitu perilaku sedentari.
5. Hands et al., 2011. Penelitian ini berjudul “The associations between physical activity, screen time, and weight from 6-14 yrs: The Rainy Study” bertujuan untuk menguji kekuatan dan arah hubungan antara tingkat akivitas fisik, menonton, dengan IMT pada kelompok usia 6, 7, 10, dan 14 tahun. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan terdapat pada disain studi dan variabel terikatnya, penelitian Hands termasuk longitudinal study dengan disain Cohort dan indeks massa tubuh (IMT) sebagai variabel terikatnya, sedangkan penelitian ini menggunakan disain case control, hanya melihat satu variabel independen yaitu perilaku sedentari yang dikaitkan dengan obesitas sebagai variabel terikatnya..