BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Sektor informal memiliki peran yang sangat besar di negara-negara sedang berkembang (NSB) termasuk Indonesia. Sektor informal merupakan sektor yang tidak terorganisasi (unorganized), tidak teratur (unregulated), dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar (unregistered). Di negara sedang berkembang (NSB) sekitar 30-70 % populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sektor informal. Menurut Simanjuntak (2001), kegiatan sektor informal sangat beragam yaitu pedagang kaki lima (PKL), pedagang keliling, tukang warung, tukang cukur, tukang becak, tukang sepatu, tukang loak. Oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kegiatan sektor informal dikelompokkan menjadi lima sub sektor ekonomi yaitu perdagangan (menetap dan keliling), jasa (tukang cukur, tukang reparasi, dan lainlain), bangunan (buruh, tukang batu, kuli bangunan, mandor, dan lain-lain), angkutan (sopir, tukang becak, dan lain-lain), industri pengolahan (termasuk industri rumah tangga dan kerajinan rakyat). Dari gambaran berbagai sektor kegiatan informal yang ada dapat diketahui bahwa mayoritas pekerja merupakan masyarakat golongan ekonomi lemah. Ekonomi informal terdiri dari sekelompok heterogen kegiatan ekonomi yang biasanya memiliki organisasi, teknologi dan modal yang minim serta berada di luar pengawasan negara (ILO, 2002). Sebagian besar perusahaan berasal dariekonomi informal berukuran kecil, toko-toko rumahan, atau bisnis keluarga yang mungkin melibatkan tidak hanya keluarga anggota tetapi kerabat, tetangga atau teman-teman baik mitra atau karyawan (Akinboade, 2005; ILO, 2002; Lund & Nicholson, 2003). Karena kedekatan mereka dengan tempat tinggal para pekerja atau lingkungan, ekonomi informal memiliki hubungan dekat dengan kehidupan sosial atau keluarga (Lund & Nicholson, 2003), budaya, dan kadangkadang mewakili tradisi budaya kuno (Chattophaday, 2005; Fonchigong, 2005). Ekonomi informal berkonsentrasi pada pekerja informal, yaitu mereka yang tidak terdaftar dan kontrak kerja berdasarkan saling percaya antara pekerja
1
2
dan penyedia kerja. Para pekerja ini disebut own-account, dengan gaji rendah, tidak ada tunjangan, perlindungan sosial atau kesehatan. Mereka perlu dibedakan dari pekerja wiraswasta atau otonom yang kegiatannya dapat diatur dan terdaftar seperti konsultan yang mungkin memiliki gaji tinggi meskipun perlindungan sosialtidak ada atau terbatas. Selain memiliki usaha sendiri, ekonomi informal juga melibatkan individu yang melakukan tugas-tugas kerja secara teratur bagi perusahaan yaitu sebagai penerima upah, tetapi tidak memiliki kontrak kerja resmi (ILO, 2002). Perlu diperhatikan bahwa perusahaan informal tidak terdaftar dan tidak terjangkau oleh norma-norma dan peraturan yang bertujuan untuk mencegah risiko kerja dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan. Secara keseluruhan, mereka tidak menjalani inspeksi keselamatan atau kesehatan kerja (Quinlan et al, 2001). Sektor informal ini muncul karena kurangnya siapnya daya dukung kota terhadap banyaknya tenaga kerja yang berasal dari desa, sehingga mengakibatkan jumlah yang menganggur dan yang setengah menganggur akan meningkat. Pertambahan penduduk yang semakin pesat mengakibatkan pemerintah tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan, perumahan, transportasi maupun fasilitas-fasilitas lain yang memadai, sehingga permasalahan tersebut akan mendorong mereka untuk menerima pekerjaan apa adanya walaupun dengan penghasilan yang tidak menentu yaitu di sektor informal (Meanning, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar nomor 4 di dunia terdiri dari sekitar 17.000 pulau. Terdapat ± 8.090 desa pesisir tersebar di 300 kabupaten/kota pesisir. Dari 234,2 juta jiwa penduduk Indonesia, 67,87 juta jiwa bekerja di sektor informal dan hampir 30% dari pekerja di sektor informal adalah nelayan (BPS, Februari 2011). Komposisi ini menunjukkan bahwa kelompok nelayan informal turut
memberikan
sumbangan
dan
memegang
peranan
penting
dalam
pembangunan serta merupakan aset yang sangat berharga dalam pengembangan perekonomian negara. Mayoritas masyarakat pesisir hidup dengan mata pencaharian sebagai nelayan dan penyelam tradisional yang berada pada tingkat pendidikan dan pengetahuan rendah sehingga hasil produktifitas relatif rendah, modal kerja yang
3
minim dan peralatan yang sederhana, hidup dibawah garis kemiskinan dengan lingkungan yang tidak sehat. Berbagai penyakit dan kecelakaan dapat terjadi pada nelayan dan penyelam tradisional, hasil penelitian Depkes RI tahun 2006 di Pulau Bungin, Nusa Tenggara Barat ditemukan 57,5% nelayan penyelam menderita nyeri persendian, 11,3% menderita gangguan pendengaran ringan sampai ketulian. Di Kepulauan Seribu ditemukan 41,37% nelayan penyelam menderita barotrauma atau perdarahan akibat tubuh mendapat tekanan yang berubah secara tiba-tiba pada beberapa organ/jaringan serta 6,91% penyelam menderita kelainan dekompresi yang di sebabkan tidak tercukupinya gas nitrogen akibat penurunan tekanan yang mendadak, sehingga menimbulkan gejala sakit pada persendian, susunan syaraf, saluran pencernaan, jantung, paru dan kulit. Masalah kesehatan lainnya berkaitan dengan budaya dan gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan dan perilaku hidup tidak menjaga kebersihan, makanan tidak cukup gizi, merokok, minum-minuman beralkohol, bergadang serta masalah sosial dan ekonomi nelayan lainnya. (http://www.gizikia.depkes.go.id/pembinaan kesehatan nelayan di 8 Kabupaten Tahun 2012/archives/5087, diakses 17 Desember 2013) Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Riau, jumlah angkatan kerja pada Februari 2013, naik menjadi 57.870 orang, yaitu dari 891.217 orang di tahun 2012 menjadi 949.087 orang di tahun 2013. Selain jumlah angkatan kerja, penduduk yang bekerja pada Februari 2013 bertambah sebanyak 49.487 orang bila dibandingkan dengan Februari 2012. Seiring dengan peningkatan jumlah angkatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) juga mengalami kenaikan dibandingkan keadaan Februari 2012, yaitu 1,20 poin. Sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Kepri pada Februari 2013 mencapai 6,39 %, mengalami kenaikan dibanding Februari 2012 sebesar 5,87 %. Penduduk yang bekerja menurut status pekerjaan utama, secara sederhana terdiri dari kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan.Adapun penduduk bekerja pada kegiatan formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/ karyawan, sisanya termasuk mereka yang bekerja pada kegiatan
4
informal. Struktur ketenagakerjaan di Provinsi Kepri masih didominasi oleh pekerja di sektor formal. Pada Februari 2013, sebanyak 607.470 orang (68,38 persen) bekerja di sektor formal dan 280.951 orang (31,62 persen) bekerja di sektor informal. Dalam setahun terakhir (Februari 2012-Februari 2013), penduduk bekerja dengan status berusaha dibantu buruh tetap bertambah 4.570 orang dan penduduk bekerja berstatus buruh/karyawan bertambah sebanyak 51.523 orang. Komponen pekerja informal terdiri dari penduduk yang bekerja dengan status berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas di pertanian, pekerja bebas di nonpertanian dan pekerja keluarga/tak dibayar. Dari Februari 2012-Februari 2013, pekerja informal berkurang sebanyak 6.606 orang (turun dari 34,28 persen pada Februari 2012 menjadi 31,62 persen pada Februari 2013 (http://www.isukepri.com/2013/05/angkatan-kerja-februari-2013-naik-57-870orang/ diakses 8 Oktober 2013). Meskipun persentase pekerja formal lebih tinggi dari informal namun jumlah pekerja informal tetaplah tinggi yaitu 280.951 orang. Pekerja informal belum sepenuhnya menjadi perhatian pemerintah. Meskipun demikian, masalah kesehatan tetap menjadi tanggung jawab pemerintah. Pekerja informal di Kota Tanjungpinang didominasi oleh petani, nelayan, pengrajin, peternak dan pedagang. Latar belakang pekerjaan informal yang tidak ada jaminan kesehatan dan keselamatan kerja merupakan masalah yang harus diperhatikan termasuk tempat kerja. Oleh karena itu Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui Dinas Kesehatan dan Puskesmas perlu memberikan pelayanan kesehatan terhadap pekerja sektor informal melalui program PKPI. Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) telah beroperasi sejak awal tahun 2014 dengan produk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Semua warga negara Indonesia termasuk pekerja informal dan formal pada akhir tahun 2019 akan mendapatkan jaminan kesehatan. Namun keadaan saat ini, sejumlah besar pekerja sektor informal penerima upah belum tercakup dalam jaminan kesehatan meskipun ada perluasan Jamkesmas dari 76,4 juta orang menjadi 86,4 juta yang akan dicakup BPJS tahun 2014 (http://www.ugm.ac.id/JKN 2014 belum
5
terjangkau pekerja sektor informal/ 30 september 2013/ diakses 17 Desember 2013). Pemerintah Kota Tanjungpinang melalui Dinas Kesehatan dan puskesmas sangat peduli dan bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat, salah satunya pekerja informal. Kepedulian ini ditunjukkan dengan implementasi Program Pelayanan Kesehatan Pekerja Informal (PKPI). Puskesmas selaku ujung tombak pelayanan kesehatan dasar diwilayah kerjanya telah memberikan pelayanan kesehatan terhadap pekerja sektor informal melalui wadah Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yaitu Pos Upaya Kesehatan Kerja (UKK), dimana sasaran yang di bina adalah petani, nelayan, peternak dan pengrajin bata merah. Pelayanan kesehatan yang diberikan meliputi: pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis, penyuluhan kesehatan, pelatihan kader dan petugas UKK dan sebagainya.(Dinas Kesehatan Kota Tanjungpinang, Profil Kesehatan 2013) Dalam kurun waktu antara tahun 2009 hingga 2012, baru tiga dari 6 puskesmas di Kota Tanjungpinang yang menyelenggarakan program PKPI yaitu: Puskesmas Kampung Bugis membina kelompok petani dan nelayan tradisional, Puskesmas Mekar Baru membina kelompok peternak dan pengrajin bata merah, sedangkan Puskesmas Sei. Jang membina kelompok nelayan tradisional. Sementara kegiatan tiga puskesmas lainnya (Puskesmas Tanjungpinang, Puskesmas Batu 10 dan Puskesmas Melayu Kota Piring) hanya sebatas pencatatan dan pelaporan kesehatan kerja. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pekerja informal melalui Program Upaya Kesehatan Kerja (UKK) diawali pada tahun 2009. Seiring dengan perkembangannya banyak faktor penghambat yang dihadapi seperti: belum optimalnya perencanaan dan pelaksanaan program, terbatasnya kualitas dan sumberdaya manusia (SDM) kesehatan kerja, pendanaan program masih terintegrasi, program PKPI masih dianggap sebagai program non wajib. Hal ini membuat peneliti tertarik mengkaji lebih lanjut mengenai peran puskesmas dalam implementasi program pelayanan kesehatan kerja sektor informal di Kota Tanjungpinang khususnya wilayah kerja Puskesmas Sei. Jang.
6
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja kegiatan yang diberikan puskesmas dalam implementasi program pelayanan kesehatan pekerja informal? 2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang dimiliki puskesmas dalam implementasi program pelayanan kesehatan pekerja informal? 3. Bagaimana kebutuhan nelayan tradisional terhadap implementasi program PKPI dan JKN?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Tujuan umum Untuk mengetahui peran puskesmas dalam implementasi program PKPI di Kota Tanjungpinang.
2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui jenis pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas Sei. Jang kepada nelayan tradisional b. Untuk mengetahui faktor pendukung yang dimiliki Puskesmas Sei. Jang dalam implementasi program PKPI bagi nelayan tradisional c. Untuk mengetahui faktor penghambat yang dihadapi Puskesmas Sei. Jang dalam implementasi program PKPI bagi nelayan tradisional d. Untuk mengetahui kebutuhan nelayan tradisional binaan Puskesmas Sei. Jang terhadap implementasi program PKPI dan JKN
7
D. Manfaat Penelitian (1) Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman mengenai peran Puskesmas Sei. Jang dalam implementasi program PKPI pada nelayan tradisional. (2) Bagi Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi Puskesmas Sei. Jang dalam implementasi program PKPI pada nelayan tradisional. (3) Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana dan pengetahuan mengenai peran Puskesmas Sei. Jang dalam implementasi program PKPI pada nelayan tradisional.
E. Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran Puskesmas Sei.Jang dalam implementasi program PKPI. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan tema yang sama terlampir pada tabel 1.
8
Tabel 1. Keaslian penelitian No 1
Judul Penelitian Contextualising workers’ health and safety in urban settings: The need for a global perspective and an integrated approach (Barten et al., 2008) Improvement of working Conditions and Environment in The informal Sektor Through Safety and Health Measure (Valentina Forastieri,1999)
Tujuan Menjelaskan berbagai masalah kesehatan dan keselamatan kerja yang dihadapi pekerja sektor informal.
Hasil Pemahaman mengenai hak mendapatkan jaminan kesehatan bagi pekerja informal masih rendah
Persamaan Penelitian dilakukan pada sektor informal
Perbedaan 1. kerangka konsep 2. metode penelitian (waktu dan tempat penelitian, populasi penelitian, variabel penelitian, cara pengambilan data, dan cara analisis data)
Mengetahui standar keselamatan pekerja sektor informal dan solusi mengatasinya
Penelitian dilakukan pada sektor informal
1. kerangka konsep 2. metode penelitian (waktu dan tempat penelitian, populasi penelitian, variabel penelitian, cara pengambilan data, dan cara analisis data)
3.
Safety and Health of Urban Informal Sektor Workers (Onkarnath Chattopadhya, 2005)
Mendalami permasalahan mengenai kesehatan kerja bagi pekerja informal.
Cara inovatif untuk mencegah kecelakaan, penyakit akibat kerja dan bahaya lingkungan kerja adalah dengan dukungan sumber daya/ lembaga lokal dengan perluasan jaminan perlindungan social bagi pekerja informal. Tidak memadainya stndar keselamatan dan kesehatan kerja, buruknya lingkungan kerja pekerja informal.
Penelitian dilakukan pada sektor informal
1. kerangka konsep 2. metode penelitian (waktu dan tempat penelitian, populasi penelitian, variabel penelitian, cara pengambilan data, dan cara analisis data)
4.
Occupational exposure and health problems in small-scale industry workers in Dar es Salaam, Tanzania: a situation analysis (Rongo et al., 2004)
Menilai akses pekerjaan dan risiko kesehatan yang dirasakan pekerja di industri kecil (SSI) di Dar es Salaam, Tanzania.
Perlunya undangundang kebijakan tentang keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja industri kerja.
Penelitian dilakukan pada sektor informal
1. kerangka konsep 2. metode penelitian (waktu dan tempat penelitian, populasi penelitian, variabel penelitian, cara pengambilan data, dan cara analisis data)
2.