BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pelayanan jasa angkutan dibutuhkan oleh seluruh rakyat di berbagai wilayah di Indonesia agar dapat mempermudah konektivitas dan ekonomi antar daerah. Transportasi laut menjadi kunci strategis dalam membangun hubungan antar wilayah dan pulau, terutama yang belum dapat terjangkau oleh moda darat dan udara. Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki sumber daya yang beraneka ragam baik dalam varietas dan jumlahnya. Kondisi transportasi laut yang dimiliki oleh Indonesia masih mengalami keterbatasan dalam pengembangan dan penggunaannya, dibandingkan dengan transportasi darat dan udara yang berkembang pesat. Di lain sisi, kebutuhan transportasi laut yang dapat terjangkau oleh berbagai wilayah Indonesia semakin meningkat. Indonesia sebagai negara kepulauan menjadikan pergerakan barang, baik antar pulau atau antar negara, didominasi oleh transportasi laut. Transportasi laut dapat menjadi sarana untuk membangun keterjangkauan bagi pulau yang berada di wilayah depan (luar). Selain itu juga diharapkan adanya transportasi yang dapat mengakses perairan sungai yang berguna untuk menjangkau daerah pedalaman dan daerah terpencil. Salah satu jenis moda transportasi laut yang dapat dimanfaatkan adalah sarana pengangkut jenis RO-RO (Roll On-Roll Off). Sarana pengangkut RO-RO memiliki multifungsi serta memiliki draft (kebutuhan clearance bawah permukaan air) minimum. Keuntungan lainnya adalah Angkutan Laut RO-RO dapat memberikan biaya pengangkutan yang relatif lebih murah, baik bagi penumpang maupun barang, karena dapat melakukan kegiatan bongkar muat barang yang tidak terlalu lama dibandingkan kapal lain. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa sistem Angkutan Laut RO-RO diperlukan untuk dikembangkan sebagai tulang punggung sistem transportasi laut nasional. Angkutan Laut RO-RO juga memiliki keunggulan dalan memperpendek lead time pengiriman barang, dilihat dari perspektif sistem logistik nasional. Hal ini disebabkan barang yang dibawa melalui Angkutan Laut RO-RO diangkut dalam kendaraan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
1
beroda (sarana pengangkutan darat), sehingga setelah melakukan bongkar dan diturunkan ke dermaga, sara pengangkut tersebut dapat langsung bergerak membawa muatannya ke lokasi tujuan akhir penyerahan barang. Pembangunan transportasi laut RO-RO di Indonesia merupakan bagian dari sistem tranportasi nasional yang tercetak dalam Cetak Biru Sistem Logistik Nasional (Sislognas). Dengan menggunakan Angkutan Laut RO-RO, diharapkan dapat memenuhi peningkatan permintaan pelayanan transportasi laut seperti yang dijelaskan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengembangan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Pengunaan Angkutan Laut RO-RO yang dapat mendukung akses transportasi ke beberapa daerah yang memiliki potensi pertumbuhan ekonomi, sehingga diharapkan dapat terbentuk konektivitas antar koridor ekonomi Angkutan laut RO-RO di Indonesia sudah berjalan sejak lama, akan tetapi dalam operasionalnya, angkutan laut ini dirasa masih belum efisien dan optimal. Hal ini dapat dilihat masih terjadinya kongesti di beberapa pelabuhan utama nasional dan kurangnya pasokan ruang kapal (unit kapal). Melalui studi ini, pengembangan Angkutan Laut RO-RO diharapkan dapat menjadi masukan bagu pemangku kepentingan dalam pengembangan transportasi laut yang menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah kongesti trasportasi, sekaligus dapat menjadi dasar dalam pembuatan kebijakan di sektor laut, serta mendorong angkutan laut RO-RO menjadi pendukung transportasi laut sebagai tulang punggung sistem logistik nasional.
B. Maksud dan Tujuan Maksud studi ini adalah melakukan kajian mengenai pengembangan angkutan laut RO-RO yang dapat mendukung kelancaran distribusi barang dan arus pergerakan penumpang di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk menyusun suatu konsep kebijakan dan strategi pengembangan angkutan laut RO-RO di Indonesia.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
2
C. Ruang Lingkup 1. Ruang Lingkup Studi Berdasarkan uraian di atas dalam kegiatan studi ini, maka dapat dirumuskan beberapa langkah untuk mendukung kegiatan studi tersebut, meliputi: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
k.
Inventarisasi kondisi geografis laut Indonesia Identifikasi dan karakteristik arus barang yang memiliki kepadatan (pangsa) yang besar. Identifikasi pola pergerakan barang, penumpang dan kapal laut di Indonesia. Identifikasi pengembangan potensi wilayah di Indonesia. Identifikasi pola pengembangan angkutan laut RO-RO di Jepang dan Filipina. Analisis dan prediksi pola pergerakan penumpang dan barang Angkutan Laut RO-RO dalam jangka panjang. Merumuskan kebutuhan Angkutan Laut RO-RO. Merumuskan jaringan angkutan laut potensial yang dapat dilayani Angkutan Laut RO-RO. Analisis kemungkinan meningkatkan peran Angkutan Laut RO-RO dalam mengurangi bottleneck di pelabuhan. Analisis strategi mengembangkan dan meningkatkan peran Angkutan Laut RO-RO serta model pembiayaan yang efektif. Rekomendasi yang menyangkut Pola Pengembangan Angkutan RO-RO dan Kebijakan Pendukung.
Materi Kerangka Acuan Kerja Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO perlu ditambahkan dan diperluas perspektif / sudut pandang analisanya, tidak hanya sebagai transportasi alternatif dalam rangka “debottle-necking” permasalahan di pelabuhan. Beberapa perspektif tersebut adalah sebagai berikut: a.
Pemahaman Angkutan Laut RO-RO dari Perspektif Ekonomi Regional ASEAN Bagi negara Indonesia, Angkutan Laut RO-RO menjadi program yang penting untuk dikembangkan dan dijalankan. Beberapa negara tetangga berjarak relatif dekat dengan wilayah terdepan Indonesia, yang dapat dijangkau dengan menggunakan kapal-Angkutan Laut RO-RO. Oleh karena itu untuk menghadapi rencana liberalisasi jasa logistik, termasuk juga jasa transportasi laut, maka sudah selayaknya negara Indonesia juga menyiapkan diri untuk
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
3
memperkuat sistem transportasi lautnya, khususnya angkutan laut domestik, dengan menerapkan kebijakan penguatan transportasi RO-RO bersama dengan penguatan transportasi RO-RO menjadi tulang punggung transportasi barang nasional, baik antar wilayah antar pulau maupun dalam satu pulau. b.
Pemahaman Angkutan Laut RO-RO dari Perspektif Ekonomi Nasional Pengembangan Angkutan RO-RO menjadi hal yang sangat penting, strategis dan ke depan bersama-sama dengan RORO menjadi tulang punggung sistem logistik nasional, mendorong percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi di setiap koridor ekonomi nasional seperti diamanatkan dalam MP3EI. Walaupun dalam Sistranas Angkutan RO-RO belum terelaborasi secara komprehensif (masih dikelompokan sebagai pelayaran perintis) akan tetapi semangat untuk menciptakan sistem transportasi laut yang efektif dan efisien secara implisit ada dalam transportasi penumpang dan barang melalui jalur pelayaran perintis dan penyeberangan. Dalam kebijakan di sektor transportasi laut baik dalam RPJM maupun RPJP, telah diamanatkan bahwa transportasi laut menjadi faktor kunci pembangunan ekonomi nasional dan sekaligus juga menegaskan bahwa Indonesia adalah sebuah negara maritim. Membangun transportasi laut menjadi program strategis nasional dalam rangka memanfaatkan sumber daya kelautan, membangun konektivitas (keterhubungan) antar wilayah, antar pulau yang pada gilirannya akan membangun ketahanan nasional dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sesuai dengan yang diamanatkan dalam Cetak Biru Sislognas, yaitu locally integrated–terintegrasinya seluruh wilayah nusantara beserta dengan kegiatan ekonominya. Maka salah satu faktor kunci untuk mewujudkannya adalah dengan membangun sektor maritim, salah satunya adalah transportasi laut dimana Angkutan RO-RO menjadi tulang punggungnya. Selain itu pengembangan RO-RO diharapkan dapat menjadi alternatif bagi pemecahan masalahan kongesti di
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
4
pelabuhan dan juga diharapkan secara bisnis menarik sehingga dapat mengalihkan beban transportasi darat dan sekaligus dapat menciptakan sistem logistik nasional yang efektif dan efisien, dan pada gilirannya akan menciptakan daya saing nasional di sektor transportasi. c.
Pemanfaatan Angkutan Komoditas Bapokstra
RO-RO
bagi
Distribusi
Pengembangan Angkutan RO-RO sangatlah strategis, khususnya didalam mendukung pelaksanaan Pusat –Pusat Distribusi Bahan Pokok dan Strategis (Bapokstra) Nasional yang mencakup komoditas beras medium, tepung terigu, semen, baja batangan, kedelai, minyak goreng curah, dan gula yang diangkut secara break bulk atau secara kubikasi. Oleh karena itu pengembangan RO-RO perlu didukung dan diintegrasikan dengan program pengembangan Pusat-Pusat Distribusi Nasional. Integrasi RO-RO dengan PD akan menciptakan Sistem Logistik Nasional dan Sistem Ketahanan Nasional yang tangguh. d.
Pemahaman Angkutan RO-RO Regulasi dan Sektor yang Terkait
dari
Perspektif
Mengingat dalam pengembangannya nanti, Angkutan Laut RO-RO perlu didukung oleh stakeholder terkait baik pemerintah sebagai regulator maupun pihak masyarakat usaha maka diperlukan payung kebijakan dan peraturan yang terkait dengan sarana & prasarana, tata kelola pelabuhan, dan tata laksana logistik barang (bapokstra). Begitu juga perlu diciptakan insentif bagi masyarakat usaha agar tertarik untuk melakukan investasi di sektor angkutan laut khsususnya Angkutan RO-RO. e.
Tantangan Bagi Pengembangan Angkutan RO-RO Nasional Beberapa hal yang diperkirakan akan menjadi tantangan bagi pelaksanaan Angkutan RO-RO adalah pada penciptaan kebijakan yang dapat menyelesaikan tantangan sebagai berikut: 1) Harmonisasi kebijakan Angkutan Penumpang, Angkutan Barang dan Transportasi Antarmoda; 2) Sistem dan struktur tarif Angkutan Laut RO-RO; 3) Tidak adanya subsidi BBM bagi angkutan laut; 4) Pengenaan pajak-pajak pada angkutan laut yang tidak sebanding dengan angkutan darat.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
5
2. Ruang Lingkup Wilayah Studi mengenai pengembangan angkutan laut RO-RO ini dilakukan di beberapa pelabuhan di Indonesia.Wilayah studi pekerjaan terbagi dalam 3 koridor ekonomi utama, yaitu Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Pelabuhan yang akan diteliti adalah pelabuhan yang terletak di Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Sampit, Kendari, Palu, dan Makassar.
Gambar 1.1 : Peta Wilayah Studi
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
6
D. Dasar Hukum Adapun dasar hokum yang dijadikan pedoman dalam penyusunan kegiatan ini adalah sebagai berikut: 1
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional Tahun 2005-2025
2
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
3
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia
4
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon 1 Kementerian Republik Indonesia
5
Peraturan Presiden Republik Nomor 32 Tahun 2011 Tentang MP3EI 2011-2025
6
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan
7
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional
8
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 7 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014
9
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 22 Tahun 2012 tentang Pengangkutan Barang/Muatan Antar Pelabuhan Laut di Dalam Negeri
10 Keputusan Menteri Perhubungan No. 49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional dan Undang Undang Transportasi E.
Output Keluaran (output) dari pekerjaan ini adalah 4 buku laporan yang terdiri dari Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Draft Laporan Akhir, dan Laporan Akhir yang memuat konsep pengembangan angkutan transportasi Angkutan Laut RO-RO sebagai sarana
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
7
transportasi laut nasional yang efektif, efisien, dan optimal dalam rangka mengurangi bottleneck di pelabuhan.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
8
BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN KEBIJAKAN
A. Transportasi Laut Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal. Angkutan Laut Khusus adalah kegiatan angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dala menunjang usaha pokoknya. Kegiatan angkutan laut dalam negeri disusun dan dilaksanakan secara terpadu, baik intra-maupun antarmoda yang merupakan satu kesatuan sistem transportasi nasional. Berdasarkan UU No 17 Tahun 2007, jenis angkutan di perairan terdiri atas: 1 angkutan laut 2 angkutan sungai dan danau 3 angkutan penyeberangan Angkutan laut diklasifikasikan berdasarkan fungsinya, yaitu: 1 2 3 4
angkutan laut dalam negeri angkutan laut luar negeri angkutan laut khusus angkutan laut pelayaran rakyat
Angkutan laut menurut PP No 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan, memilki definisi sebagai kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut. Kapal didefinisikan sebagai kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. 1. Pola Karakteristik Lintas Pelayaran Implikasi dari penerapan konsepsi ideal jaringan/lintas pelayanan penyeberangan pada wilayah geografis Indonesia
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
9
melahirkan 4 pola karakteristik pelayanan penyeberangan, sebagai berikut: a.
Penyeberangan Antar Pulau Karakteristik pelayanan penyeberangan yang sepenuhnya berfungsi sebagai jembatan bergerak yang memindahkan penumpang dan kendaraan beserta muatannya yang hendak melanjutkan perjalanan ke jaringan jalan atau jalan rel di seberang perairan. Contoh nyata dari karakteristik pelayanan penyeberangan ini antara lain: MerakBakauheni, Ketapang-Gilimanuk, Lembar-Padang Bai, dll
b. Penyeberangan Gugus Kepulauan Karakteristik pelayanan penyeberangan jenis ini banyak terdapat di wilayah berkarakter kepulauan, misalnya Riau, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara. Konteks pelayanan penyeberangan gugus kepulauan ini hampir sama dengan pelayanan penyeberangan antar pulau, hanya saja pelayanan penyeberangan menghubungkan antar pulau dalam suatu gugus atau wilayah kepulauan. Dalam konteks ini, terdapat beragam kemungkinan keterhubungan yang terbentuk, antara lain: 1) pulau besar dengan pulau kecil (dengan jaringan jalan yang sudah maupun belum berkembang); 2) antar pulau kecil (dengan jaringan jalan yang masingmasing sudah atau belum berkembang). c. Penyeberangan Intra Pulau (Coastal Ferry dan Shortcut Ferry) Karakter pelayanan penyeberangan ini, sejauh ini, berkembang sebagai respon atas dua kondisi, yaitu: 1) pelayanan shortcut terkait bentuk garis pantai dimana jarak pelayanan moda jalan secara signifikan lebih jauh, misalnya: Lintas Bajoe-Kolaka, SubaimTobelo,dll 2) pelayanan menyusur pantai (coastal ferry) sebagai implikasi atas kondisi jaringan jalan yang belum memadai untuk menghubungkan dua titik asal tujuan, misalnya: Sorong-Teminabuan, dll. d. Penyeberangan Sungai Bagian dari karakteristik pelayanan penyeberangan yang menggantikan peran jembatan dan / atau mengurangi
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
10
beban jembatan yang melintasi sungai terkait dengan kondisi geografis tertentu, misalnya Kota Kandis – Teluk Buan (Jambi), dan Kota Pontianak – Siantan (Kalimantan Barat).
Gambar 2.1 : Kapal RO-RO untuk Penyeberangan
2. Terminologi Kapal Penyeberangan Kapal penyeberangan pada prinsipnya hampir sama dengan kapal konvensional, perbedaannya terdapat pada hal-hal yang berkaitan dengan operasi kapal yang memiliki kemampuan mengangkut kendaraan bermuatan penumpang dan barang di dalam lambung kapal. Kapal penyeberangan sebagai salah satu moda transportasi yang cukup berkembang di Indonesia memiliki karakteristik tersendiri. Kapal penyeberangan berdasarkan fungsinya terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : a. Kapal penyeberangan yang memuat penumpang (Passenger) b. Kapal penyeberangan yang memuat kendaraan (RO-RO) c. Kapal penyeberangan yang memuat penumpang dan kendaraan (Ro-Pax) Kapal penyeberangan yang sangat umum beroperasi di lintas penyeberangan di Indonesia saat ini adalah tipe kapal penyeberangan RO-RO yang dapat memuat kendaraan beroda masuk dan ke luar kapal penyeberangan dengan penggeraknya sendiri. Konsep ini disebut juga sebagai kapal Roll On - Roll
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
11
Off disingkat RO-RO. Kapal ini wajib dilengkapi dengan ramp door yang akan menjadi jembatan sementara dari kapal ke daratan/terminal/ pelabuhan penyeberangan. Angkutan laut RO-RO merupakan kapal penumpang dengan satu atau lebih dek kapal baik terbuka maupun tertutup yang digunakan mengangkut penumpang, kendaraan atau barang yang berbentuk curah atau palet atau box termuat di atas kendaraan beroda. Angkutan laut RO-RO juga mampu memuat kendaraan di atas kendaraan, container carry dan lain-lain yang bongkar muatnya bersifat horisontal (Lloyd’s Register). Perkembangan Angkutan laut RO-RO selain digunakan untuk angkutan mobil barang juga digunakan untuk mengangkut mobil penumpang, sepeda motor serta pejalan kaki sehingga penggunaan istilah Angkutan laut RO-RO berkembang menjadi istilah Ro-Pax (RO-RO–Passenger). Desain kapal penyeberangan harus disesuaikan dengan tipe muatannya sehingga harus memenuhi kriteria : a. Kapal penyeberangan sebagai ‘unit loading ship’ yang memperhatikan penempatan kendaraan yang aman stabil dan mudah keluar masuk. b. Kapal penyeberangan sebagai ‘passenger loading ship’ yang memperhatikan penempatan, ruang gerak, sirkulasi dan perilaku penumpang secara manusiawi.
B. Angkutan Laut RO-RO Nersesian (1981) menyatakan bahwa kapal dibangun untuk mengangkut bahan baku, barang-barang, dan berbagai komoditi. Kapal yang mengangkut petikemas dibedakan menjadi Kapal RORO, Kapal FOFO, dan Kapal LOLO.
Gambar 2.2 : Contoh Kapal RO-RO
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
12
Angkutan RO-RO merupakan moda transportasi laut yang dapat masuk ke wilayah pedalaman dan mempunyai multifungsi. Angkutan laut RO-RO banyak digunakan di negara berkembang karena cost operasional sebanding dengan tingkat pendapatan yang bersumber angkutan kendaraan dan penumpang.Angkutan laut RO-RO yang digunakan di Indonesia sebagian besar merupakan kapal Ferry yang dilengkapi multideck untuk mengangkut trailer, mobil dan berbagai jenis muatan unit. Angkutan laut ROROmemiliki pengertian secara umum sebagai berikut: 1
2
3
Kapal Roll-on/Roll-off (RO-RO) adalah kapal yang dirancang untuk dapat mengangkut “kargo beroda” seperti mobil penumpang, truck, semi-truck, truck trailer yang dinaikkan ke atas dan diturunkan ke bawah kapal dengan menggunakan rodanya sendiri. Berbeda dengan kapal LO-LO (Lift On / Lift Off), dimana akan menggunakan crane dalam menaikkan dan menurunkan muatan. Angkutan laut RO-RO mempunyai “built-in ramps” yang berfungsi sebagai jembatan antara kapal dan dermaga dimana dimungkinkan “kargo beroda” tersebut dapat menggelinding masuk ke dalam atau keluar dari kapal pada saat kapal bersandar di pelabuhan. Kapal ferry kecil yang beroperasi di sungai dan jalur perairan jarak pendek umumnya juga memiliki built-in ramps dan mempunyai fungsi yang sama dengan angkutan laut RO-RO. Hanya saja kapasitasnya lebih kecil dibandingkan dengan Angkutan laut RO-RO pada umumnya. Istilah RO-RO umumnya digunakan untuk menggambarkan Angkutan laut RO-RO yang lebih besar dari kapal ferry dan yang melintasi lautan luas.
De Monie (1986) menyebutkan bahwa angkutan laut RO-RO multideck laut dalam memiliki perbedaan utama menyangkut tipe ramp, dimensi ramp,dan kapasitasnya, tipe kargo yang diangkut dan metode bagaimana cargo dimuat/bongkar dan jumlah dek serta ketinggian dek yang relevan. Kelompok angkutan laut RO-RO terdiri dari angkutan laut RO-RO tradisional atau jarak dekat dan angkutan laut RO-RO untuk pelayaran Samudera. Kapal RO-RO terdiri dari beberapa jenis, yaitu: 1.
Kapal ROPAX, yaitu kapal Roll On Roll Off Passenger yang dibangun untuk melayani akomodasi penumpang dan kendaraan.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
13
2.
3.
4.
1.
ConRo merupakan hybrid dari kapal RO-RO dan kapal kontainer. Memiliki area bawah kapal yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan kendaraan dan area atas kapal yang dimanfaatkan untuk bongkar muat barang Kapal RoLo (roll-on lift-off) merupakan bentuk lain dari kapal RO-RO yang memiliki dek untuk kendaraan, namun dek untuk barang hanya bisa diakses oleh crane. Large, Medium-Speed Roll-on/Roll-off (LMSR) merupakan bentuk kapal RO-RO dengan kelas Military Sealift Command (MSC). Beberapa dibangun dengan tujuan membawa barang militer, sedangkan yang lain dikonversi. Spesifikasi, Ukuran Penyeberangan
dan
Daya
Muat
Kapal
Kapal penyeberangan RO-RO umumnya dirancang agar dapat membawa muatan kendaraan dan penumpang secara bersamaan. Spesifikasi kemampuan muatan kapal dibagi berdasar : a. Ukuran menurut isi kapal (Gross Registered Tonnage dan Net Registered Tonnage) b. Ukuran menurut bobot kapal (Deadweight Tonnage dan Displacement Tonnage) c. Ukuran menurut daya mesin kapal (PK atau Horse Power) Perusahaan Jasa Angkutan Penyeberangan yang mengoperasikan kapal penyeberangan sangat memperhatikan berbagai kriteria dan komposisi terkait rancangan kebutuhan ruang angkut penumpang dengan ruang angkut kendaraan di suatu lintasan penyeberangan. Hal ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan dan keuntungan operasional kapal penyeberangan tersebut. Keinginan atas pola operasi yang efisien mengakibatkan kapal penyeberangan yang ada memiliki rancangan konstruksi yang unik. Hal ini tentu berbeda dengan rancangan sarana untuk kepentingan transportasi udara (pesawat) maupun transportasi darat (roda dua dan roda empat) yang umumnya bersifat ‘mass production’ dan memiliki kesetaraan dari sisi rancang bangunnya. Spesifikasi rancang bangun kapal penyeberangan yang perlu ditinjau, diantaranya adalah:
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
14
a.
b. c. d. e. f. g.
Spesifikasi Bagian Kapal (Lambung, Kulit, Cerobong, Buritan, Haluan, Propeller, Geladak, Bangunan Atas, Ramp Door, dan lain-lain) Ukuran dan Kriteria Muatan Kapal (GT, DWT, PK, dll) Dimensi Horizontal Kapal (LOA, LWL, LBP, Breadth Extreme dan Breadth Moulded) Dimensi Vertikal Kapal (Sarat Air, Tinggi Geladak, Lambung Bebas, dll) Koefisien Kapal (Koefisien Bentuk, Koefisien Waterline dan Koefisien Midship) Stabilitas Kapal (Titik Berat, Titik Apung, Titik Metasentris, dll) Hal-hal lain yang terkait dengan kepentingan keamanan pelayaran serta operasional penyeberangan
2. Klasifikasi Kapal Badan Klasifikasi adalah lembaga klasifikasi kapal yang melakukan pengaturan kekuatan konstruksi dan permesinan kapal, jaminan mutu material marine, pengawasan pembangunan, pemeliharaan, dan perombakan kapal sesuai dengan peraturan klasifikasi. Pasal 129 dalam Undang Undang Pelayaran menyatakan bahwa: a. Kapal berdasarkan jenis dan ukuran tertentu wajib diklasifikasikan pada badan klasifikasi untuk keperluan persyaratan keselamatan kapal. b. Badan klasifikasi nasional atau badan klasifikasi asing yang diakui dapat ditunjuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian terhadap kapal untuk memenuhi persyaratan keselamatan kapal. c. Pengakuan dan penunjukan badan klasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri. d. Badan klasifikasi yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan kegiatannya kepada Menteri. Klasifikasi kapal merupakan kewajiban para pemilik kapal berbendera Indonesia sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan yang menyatakan bahwa kapal-kapal yang wajib klas adalah kapal-kapal dengan ketentuan memiliki panjang lebih dari 20 m dan atau tonase lebih dari 100 GT dan atau bermesin penggerak lebih dari 250 PK dan atau yang melakukan pelayaran Internasional meskipun telah bersertifikat dari Biro Klasifikasi Asing. Lingkup klasifikasi kapal meliputi :
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
15
a. b. c. d.
Lambung kapal, instalasi mesin, instalasi listrik, perlengkapan jangkar. Instalasi pendingin yang terpasang permanen dan merupakan bagian dari kapal. Semua perlengkapan dan permesinan yang di pakai dalam operasi kapal. Sistem konstruksi dan perlengkapan yang menentukan tipe kapal.
Spesifikasi, ukuran, muatan dan data kapal didaftarkan pada suatu organisasi independen yang diakui secara internasional (classification society) hingga diterbitkan suatu sertifikat klasifikasi kapal. Badan ini akan mengikuti perkembangan kapal mulai dari rancangan, pembangunan hingga pemusnahan kapal tersebut. Organisasi yang diakui untuk melakukan hal ini di Indonesia adalah Biro Klasifikasi Indonesia atau disingkat BKI. Beberapa biro klasifikas dan registrasi kapal lain di dunia diantaranya adalah : a. Lloyd’s Register of shiping (L_R) di London, Inggris b. American Bureau of shipping (A-B) di New York, Amerika Serikat c. Bureau Veritas (B-V) di Paris, Perancis d. Nopske Veritas (N-V) di Oslo, Swedia e. Germanische Lloyd (G-L) di Berlin, Jerman f. Registro Italion (R-I) di Roma, Italia g. Nippon Kaiji Kyokai (N-K) di Tokyo, Jepang
C. Tinjauan Kebijakan Pengembangan kapal RO-RO tidak lepas dari fungsi transportasi laut yang menjadi tulang punggung sistem logistik nasional. Maka dalam pengembangan kapal RO-RO ini, perlu diperhatikan beberapa kebijakan yang memuat informasi mengenai pembangunan transportasi, serta fungsi transportasi untuk mendukung ekonomi nasional. 1. RPJP/RPJM Sasaran pembangunan transportasi nasional jangka panjang untuk periode 2005-2025 adalah: a. Terwujudnya pertumbuhan sektor transportasi minimal dua kali pertumbuhan ekonomi nasional dalam rangka memberikan sumbangan terhadap kesinambungan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
16
b.
c.
d.
pertumbuhan ekonomi nasional dan perluasan lapangan kerja Terjaminnya kepastian dan stabilitas penyediaan jasa transportasi ke seluruh pelosok tanah air untuk meningkatkan kelancaran distribusi barang, jasa dan mobilitas penumpang dalam rangka memberikan kontribusi terhadap pengendalian laju inflasi Terwujudnya penghematan pengeluaran devisa dan peningkatan perolehan devisa dalam penyelenggaraan jasa transportasi dalam rangka memberikan kontribusi terhadap penyehatan neraca pembayaran khususnya dalam menekan defisit neraca jasa dalam neraca transaksi berjalan Terwujudnya peningkatan dan pemerataaan pelayanan jasa transportasi ke seluruh pelosok tanah air dalam rangka memberikan kontribusi terhadap pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sasaran peningkatan dan pemerataan pelayanan jasa transportasi ke seluruh pelosok tanah air, terutama untuk transportasi laut meliputi: a. Terwujudnya peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya yang terkait dengan pelayaran dan kepelabuhanan; b. Terwujudnya multi operator kepelabuhanan; c. Terwujudnya peningkatan kinerja dan efisiensi pelabuhan, baik yang dikelola BUMN, BUMD maupun swasta; d. Terwujudnya azas cabotage 100% angkutan laut nasional; e. Terwujudnya keberadaan perusahaan pelayaran nasional dalam keanggotaan MLO; f. Terwujudnya penurunan pelayanan keperintisan sebesar > 60% dan digantikan dengan pelayanan komersial; g. Terwujudnya international hub port di kawasan barat dan timur Indonesia, yaitu pelabuhan Batam, Tanjung Priok/Bojonegara, Tanjung Perak dan Bitung; h. Terwujudnya kelaikan armada dan penurunan kecelakaan di laut; i. Terwujudnya 100% kecukupan dan keandalan sarana bantu navigasi pelayaran dan mampu berfungsi 24 jam; j. Terwujudnya sarana dan prasarana komunikasi pelayaran yang memadai (GMDSS, VTIS, SRS) sehingga jaringan sistem komunikasi pelayaran dapat menjangkau di seluruh wilayah perairan Indonesia setiap saat;
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
17
k.
Terwujudnya alur dan perlintasan yang aman di seluruh wilayah perairan Indonesia; l. Terwujudnya 100 % kecukupan kapal patroli KPLP dan target operasional dan pemeliharaan untuk kapal-kapal patroli KPLP, tercukupinya Bahan Bakar Minyak, Patrol Vessels Management Systems, Alat SAR di Laut, Alat Pemadam Kebakaran, dan Senjata Api dalam rangka penegakan hukum di laut; m. Terwujudnya kelancaran arus lalu lintas kapal yang aman dan tertib, pengawasan keselamatan pelayaran, implementasi ISPS Code, pengoptimalan bantuan pencarian dan pertolongan musibah di laut, perairan yang bersih dan peningkatan kesiapan sarana dan prasarana penjagaan laut dan pantai. Strategi pembangunan transportasi nasional yang disebutkan dalam RPJP 2005-2025 adalah: a. Pembangunan transportasi dilakukan berdasarkan penerapan prinsip ekonomi dalam rangka memaksimumkan manfaat dan meminimumkan biaya dengan penggunaan asumsi yang rasional dan variabelvariabel ekonomi yang signifikan, sehingga dapat menghasilkan pengembalian biaya (cost recovery), baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. b. Pembangunan transportasi dilakukan dengan mempertimbangkan aspek politik, sosial, budaya dan pertahanan, sehingga hasil pembangunan perhubungan memiliki dayaguna yang tinggi bagi seluruh lapisan masyarakat. c. Pembangunan transportasi difokuskan kepada segmensegmen tertentu dalam rangka menunjang kegiatan sektorsektor lain yang memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberdayakan daerah. d. Pembangunan transportasi dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek keselamatan, keadilan, kepastian hukum dan kelestarian lingkungan dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional yang berkelanjutan (sustainable development). e. Pembangunan transportasi dilakukan dengan orientasi peningkatan pelayanan kepada masyarakat melalui mekanisme pasar dan campur tangan pemerintah dalam rangka meminimalisasi kegagalan pasar (market failure).
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
18
f.
g.
Pembangunan transportasi dilakukan sesuai dengan arah pengembangan sosial dan ekonomi yang diadopsi dalam perencanaan makro nasional, perencanaan sektoral, perencanaan daerah dan penganggaran secara realistik dan rasional. Pembangunan transportasi dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat (sektor swasta) untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan dan melakukan pengawasan baik pada skala kecil, menengah, maupun skala besar.
Strategi pembangunan untuk transpotasi laut sendiri adalah sebagai berikut: a.
Angkutan Laut Dalam rangka meningkatkan share muatan pelayaran nasional dilakukan melalui beberapa strategi: 1) Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif Penciptaan iklim usaha dan investasi yang kondusif antara lain dilakukan melalui regulasi terkait dengan pemberian kemudahan perbankan dan fasilitas perpajakan serta penetapan term of trade yang berpihak kepada industri pelayaran nasional, sehingga dapat meningkatkan kinerja industri pelayaran di Indonesia. 2) Pendanaan Kebutuhan pendanaan bagi pengembangan angkutan laut nasional diharapkan dapat diperoleh baik dari lembaga keuangan bank maupun non bank, disamping kemampuan industri pelayaran untuk berkembang dengan hasil aktivitas usahanya sendiri. Pemerintah dalam hal ini akan berperansebagai fasilitator untuk menjembatani kesenjangan pembiayaan melalui mekanisme seperti two-step loan dan berbagai skema pendanaan lainnya. Minat lembaga keuangan untuk membiayai peremajaan dan pembangunan armada pelayaran nasional perlu didukung oleh iklim usaha yang kondusif dan kepastian adanya muatan yang diangkut oleh perusahaan pelayaran. 3) Kepastian Muatan Kepastian muatan antara lain direalisasikan dalam bentuk kontrak angkutan jangka panjang (multi years contract) antara pemilik kapal dan pemilik barang. Melalui forum Informasi Muatan dan Ruang Kapal
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
19
(IMRK) akan didapatkan informasi secara terus menerus mengenai ruang muat kapal dan ketersediaan muatan yang siap dikapalkan. Disamping itu, penerapan azas cabotage dan pembatasan jumlah pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri juga akan memberikan kemudahan bagi terciptanya kepastian muatan untuk armada angkutan laut nasional. Pada sisi lain, kepastian muatan harus didukung oleh tersedianya kapasitas armada nasional yang cukup sehingga diperlukan peningkatan kapasitas produksi industri galangan kapal secara nasional. Berdasarkan strategi pengembangan angkutan laut secara parsial, maka strategi peningkatan kapasitas armada angkutan laut nasional adalah: 1) Merancang jenis kapal yang tepat untuk daerah operasi tertentu; 2) Mengoptimalkan lembaga pendanaan baik bank maupun non bank; 3) Memberikan insentif yang wajar dalam iklim usaha angkutan laut nasional; 4) Menyederhanakan pemberian fasilitas pajak bagi usaha di bidang angkutan laut nasional; 5) Melakukan kontrak jangka panjang muatan antara shippers dan ship owners yang dimulai oleh BUMN dan perusahaan pelayaran nasional; 6) Mendorong pengembangan industri galangan secara bertahap dengan jaminan kepastian muatan; 7) Mendorong perubahan term of trade sehingga ekspor dapat dilaksanakan dengan CIF (Cost Insurance Freight) dan impor dapat dilaksanakan dengan FOB (Freight on Board); 8) Membatasi pelabuhan yang terbuka untuk ekspor; 9) Melaksanakan azas cabotage secara penuh; 10) Mendorong terwujudnya kepastian pelayanan perintis secara efektif dan sistematis; 11) Menyediakan kapal perintis sebagai embrio pengembangan armada niaga nasional; 12) Meninggalkan rute perintis yang mulai bersifat komersial; 13) Menyusun rerouting tahunan sejalan dengan keberhasilan penyelenggaraan angkutan laut perintis;
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
20
14) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap keberhasilan angkutan laut perintis secara periodik; 15) Melakukan kontrak jangka panjang angkutan laut perintis dengan swasta untuk peremajaan armada; 16) Mengurangi subsidi pemerintah secara bertahap dengan cara memperkuat daya saing operator angkutan laut perintis; 17) Mendorong pelayaran rakyat memanfaatkan teknologi dan manajemen untuk penyelenggaraan yang efisien dan efektif. b.
Kepelabuhanan Strategi pengembangan dan peningkatan pelayanan pelabuhan laut nasional adalah: 1) Mengkaji ulang dan mengembangkan indikator kinerja operasional pelabuhan dengan menyusun pedoman kinerja operasional untuk diterapkan pada masing masing pelabuhan; 2) Merencanakan secara berkala kebutuhan pengembangan kapasitas pelabuhan yang tercantum dalam Rencana Induk setiap pelabuhan; 3) Merancang secara berkala prioritas pengembangan fasilitas, perangkat lunak maupun SDM kepelabuhanan sesuai Rencana Induk; 4) Melakukan monitoring secara berkala terhadap hasil pelayanan jasa kepelabuhanan melalui otomatisasi sistem pelaporan; 5) Menyusun pedoman teknis pembangunan dan pengembangan pelabuhan untuk pembangunan dan pengembangan fasilitas, pemeliharaan fasilitas, monitoring kegiatan pembangunan, pengerukan dan reklamasi, pengaturan lalu lintas kapal serta penyelenggaraan pelabuhan khusus; 6) Meningkatkan manajemen lalu lintas kapal di pelabuhan dengan teknologi informasi yang bersifat real time; 7) Melakukan kerjasama dengan sektor terkait dalam mengantisipasi perkembangan pasar; 8) Mengkaji kembali secara berkesinambungan pola tatanan kepelabuhanan nasional sejalan dengan perkembangan dan perubahan kinerja sektor produksi.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
21
2. Sistem Logistik Nasional Infrastruktur tranportasi memiliki peran dan fungsi untuk memperlancar pergerakan arus barang secara efektif dan efisien serta dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim, yang memiliki kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional dan laut sebagai wahana pemersatu bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi yang ingin dicapai dari jaringan logistik adalah tersedianya jaringan infrastruktur transportasi yang memadai dan handal dan beroperasi secara efektif dan efisien sehingga terwujud konektivitas domestik, yaitu konektivitas lokal, konektivitas nasional, dan konektivitas global yang terintegrasi dengan transportasi laut dan transportasi massal sebagai tulang punggungnya. Indonesia memiliki tantangan secara geografis dalam sektor logistik, oleh karena itu perlu diterapkan Konsep Logistik Maritim Indonesia, yang memperkenalkan konsep Wilayah Depan dan Wilayah Dalam. Konsep Wilayah Depan dan Wilayah Dalam sendiri merupakan perwujudan UU No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang Undang No 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum Laut, UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 Tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan, dan PP 20 Tahun 2010 Tentang Angkutan di Perairan. Batas wilayah perairan Indonesia adalah 12 mil laut dari wilayah daratan terluar, dan ditambah dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil. Dengan adanya ZEE ini maka wilayah NKRI dapat dibedakan atas wilayah depan dan wilayah dalam. Wilayah Depan adalah wilayah yang langsung berbatasan dengan negara lain atau wilayah yang berbatasan dengan perairan internasional, sedangkan wilayah dalam adalah wilayah yang berupa daratan dan lautan yang dikelilingi oleh wilayah depan. Dengan adanya konsep Wilayah Depan dan Wilayah Dalam, diharapkan pelabuhan Hub International dapat bertransformasi menjadi Logistic Port, sebagai fasilitas untuk memperlancar arus barang menggantikan pelabuhan sebagai tempat bongkar muat. Konsep ini dapat membantu dalam percepatan pengembangan pelabuhan Short Sea Shipping di wilayah Jawa,
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
22
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggaram dan Papua dan dalam mengembangkan Logistic Support di wilayah laut dalam untuk menunjang aktivitas eksploitasi kekayaan laut Indonesia di wilayah ZEE. a. Jaringan Transportasi Lokal Infrastruktur dan jaringan transportasi lokal merupakan bagian dari konektivitas domestik yang diharapkan mampu menghubungkan masyarakat pedesaan, perkotaan, pusatpusat pertumbuhan ekonomi di dalam satu pulau atau satu koridor ekonomi. b. Jaringan Transportasi Antar Pulau Infrastruktur dan jaringan transportasi antar pulau merupakan nagian dari konektivitas domestik yang diharapkan mampu menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baik dalam (intra) koridor ekonomi dan wilayah belakangnya (hinterland), termasuk ke daerah tertinggal, terpencil dan terdepan (perbatasan) maupun antar (inter) koridor ekonomi, dan antar pulau (interisland). Titik simpul transportasi penting antar pulau akan dipusatkan melalui pelabuhan laut dan bandar udara yang terhubung secara efektif dan efisien dengan jalur pelayaran dan jalur penerbangan.Setiap Provinsi diharapkan memiliki minimal pelabuhan pengumpul, pelabuhan pengumpan berada pada Kabupaten/Kota untuk menunjang kelancaran arus lalu litas komoditas unggulan ekspor dan komoditas pokok dan strategis serta penumpang. c. Infrastruktur dan Jaringan Transportasi Global Infrastruktur dan jaringan transportasi global termasuk dalam konektivitas global yang diharapkan dapat menghubungkan pusat pertumbuhan ekonomi utama kepelabuhan hub internasiona, dan antara Pelabuhan Hub Internasional di Indonesia dan negara lain. Berdasarkan konsep wilayah depan dan wilayah dalam, maka diharapkan pelabuhan sebagai pintu masuk dapat mencapai kelancaran barang ekspor terdistribusi dan dapat menjangkau seluruh pelosok secara efektif dengan biaya logistik yang rendah dan menjamin keberlangsungan pasokan. Selain itu, strategi ini dapat menciptakan deefisiensi terhadap produk-produk impor yang menjadi pesaing produk nasional, sehingga produk nasional mampu bertahan dan bersaing di negara sendiri.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
23
d. Transportasi Multimoda Transportasi multimoda adalah transportasi barang dengan menggunakan setidaknya dua moda transportasi yang berbeda, atas dasar satu kontrak yang menggunakan dokumen transportasi multimoda dari satu tempat barang dan diterima oleh operatur transportasi multimoda ke satu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang tersebut. e. Pelabuhan Khusus Pelabuhan khusus diperuntukkan untuk mendukung kelancaran operasi ekspor dan impor dalam rangka mendukung Kawasan Ekonomi Khusus, industri pertambangan dan migas, industri perikanan. f. Industri Perkapalan sebagai Industri Strategis Pendukung Logistik Industri perkapalan merupakan industri strategis yang berfungsi mendukung kelangsungan pelayaran domestik yang berperan sebagai komponen kunci logistik. Pembangunan industri perkapalan yang dimaksud adalah revitalisasi dan pendirian galangan baru yang terletak di sekitar jalur pelayaran domestik maupun ALKI yang dilakukan untuk mendukung kehandalan dan keselamatan pelayaran. Fokus utama kegiatan pembangunandan pengembangan infrastruktur diarahkan kepada: (1). pelabuhan utama dan hub internasional, (2). angkutan laut, (3). angkutan sungai, danau dan penyeberangan, (4) angkutan jalan (truk), (5). kereta api, dan (6). bandar udara serta angkutan udara. Sasaran strategis yang ingin dicapai adalah tersedianya jaringan infrastuktur transportasi yang memadai dan handal dan beroperasi secara efisien. Secara umum strategi yang akan ditempuh adalah membangun konektivitas domestik (domestic connectivity) baik konektivitas lokal (local connectivity) maupun konektivitas nasional (national connectivity) dan konektivitas global (global connectivity) yang terintegrasi sehingga mampu meningkatkan kelancaran arus barang untuk mendukung efisiensi dan efektifitas kinerja sistem logistik nasional. Adapun program yang direncanakan untuk setiap komponen infrastruktur transportasi adalah: a.
Transportasi Laut ]
Sasaran pembangunan dan pengembangan transportasi laut diarahkan agar pembangunan pelabuhan hub laut
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
24
internasional di Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Barat Indonesia dapat beroperasi secara efektif dan efisien, dan beroperasinya jaringan transportasi antar pulau secara efektif sehingga transportasi laut berperan sebagai backbone transportasi nasional. Sasaran ini akan dicapai melalui program: 1) Pembangunan konektivitas global dengan mengembangkan pelabuhan ekspor-impor dan Pelabuhan Hub Internasional baik di Wilayah Barat Indonesia maupun di Wilayah Timur Indonesia. 2) Pembangunan konektivitas antar pulau, dan nasional secara terintegrasi dengan mengembangkan dan revitalisasi pelabuhan pengumpul disetiap Provinsi dan pelabuhan utama di beberapa Provinsi, dan pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan. 3) Pembangunan konektivitas lokal, antar pulau, dan nasional secara terinegrasi dengan mengembangkan jalur pelayaran short sea shipping, dan operasi pelayarannya secara terjadwal, dan pemberian insentif kepada pelaku dan penyedia jasa logistik yang bergerak dalam jalur short sea shipping. 4) Peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan pelabuhan melalui penetapan dan peningkatan kapasitas beberapa pelabuhan utama sebagai pusat distribusi regional, peningkatan efisiensi waktu angkut pelabuhan-pelabuhan utama, penguatan dan ekspansi kapasitas pelabuhan untuk terminal hasil pertambangan, pertanian dan peternakan, dan pengembangan pelabuhan perikanan. 5) Pemberlakuan azas cabotage untuk angkutan laut dalam negeri secara penuh sesuai jadwal Roadmapmelalui pelaksanaan azas cabotage untuk seluruh jenis barang/muatan kecuali untuk penunjang kegiatan usaha hulu dan hilir migas (offshore), seluruh muatan angkutan laut dalam negeri diangkut oleh kapal berbendera Indonesia dan dioperasikan oleh perusahaan angkutan laut nasional (full cabotage), mempromosikan kemitraan kontrak jangka panjang antara pemilik barang dan pemilik kapal melalui pemanfaatan informasi ruang kapal dan muatan sesuai Inpres Nomor 5 Tahun 2005, dan melaksanakan Inpres Nomor 2 tahun 2009 terkait dengan kewajiban angkutan barang
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
25
milik pemerintah diangkut oleh kapal berbendera Indonesia. 6) Peningkatan aksesibilitas angkutan barang di daerah tertinggal dan/atau wilayah terpencil, dan daerah padat (macet) melalui revitalisasi pelabuhan lokal serta optimalisasi pelayaran perintis, dan mekanisme Public Service Obligation (PSO), optimalisasi angkutan perintis untuk mendukung kelancaran arus barang di daerah terpencil, termasuk short sea shipping, mendorong pembangunan kapal nasional untuk menunjang logistik antar pulau, mendorong penggunaan angkutan laut RO-RO (short sea shipping) di sepanjang Pantura untuk mengurangi beban jalan. 7) Peningkatan jumlah armada angkutan laut melalui pembangunan kapal nasional dan armada nasional. 8) Peningkatan efisiensi dan efektifitas pelayanan angkutan laut secara terpadu melalui peningkatan dan membangun pelayaran lintas di dalam koridor ekonomi, percepatan implementasi pengembangan jaringan pelabuhan nasional sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN), dan peningkatan keamanan untuk menekan risiko kerugian dalam angkutan barang. b.
Angkutan Sungai, Danau Dan Penyeberangan Sasaran pembangunan dan pengembangan adalah menjadikan angkutan sungai, danau dan penyeberangansebagai bagian integral dari sistem angkutan multi moda dalam rangka mewujudkan konektivitas lokal dan nasional yang dilakukan melalui program: 1) Pengembangan angkutan sungai, danau dan penyeberangan dalam rangka konektivitas lokal melalui pengembangan sungai yang potensial untuk transportasi sungai di pedalaman khususnya di Kalimantan untuk angkutan penumpang dan barang, restrukturisasi dan reformasi kelembagaan angkutan sungai, danau dan penyeberangan, peningkatan pembangunan prasarana dan sarana angkutan sungai danau dan penyeberangan, dan intensifikasi kerjasama keterlibatan sektor swasta dalam penyediaan pelabuhan dan sarana angkutan penyeberangan 2) Revitalisasi sungai yang berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi bagian dari sistem transportasi melalui
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
26
revitalisasi angkutan penyeberangan dan mekanisme PSO, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana dan fasilitasi dermaga sungai, danau dan penyeberangan, dan peningkatan pelayanan pada lintas penyeberangan di sabuk utara, sabuk tengan dan sabuk selatan 3) Pengembangan industri angkutan ferry untuk meningkatkan kelancaran dan kapasitas lintasan pelayaran di sabuk selatan, tengah dan utara sehingga membentuk jaringan transportasi multi-moda yang efisien c.
Transportasi Jalan dan Lalu Lintas Angkutan Sasaran pembangunan dan pengembangan transportasi jalan adalah menjadikan angkutan truk sebagai bagian integral dari sistem angkutan multi moda dalam rangka mewujudkan konektivitas lokal dan nasional yang dilakukan melalui program: 1) Pengurangan beban jalan secara bertahap dengan meningkatkan kapasitas jalan eksisting dan mengembangkan jaringan transportasi multimoda dan logistics center sebagai upaya meningkatkan kelancaran angkutan barang dari pusat produksi menunju oulet-inlet ekspor impor dan antar pulau, dan peningkatan keterhubungan jaringan jalan nasional dengan pelabuhan dan stasiun kereta api, yang merupakan jalur logistik, dan perbaikan kapasitas pelayanan jalan lintas Kabupaten/Kota; 2) Peningkatan kelancaran angkutan barang antar pulau dan antara pusat produksi ke dengan oulet-inlet ekspor impor, melalui peningkatan kapasitas jalan pada lintaslintas utama, peningkatan kualitas jalan (lebar jalan dan kekuatan tekanan jalan) dan kelas jalan di wilayah pedesaan, peningkatan konektivitas jaringan jalan Kabupaten/Kota, peningkatkan dan pembangunan jalan lintas di dalam koridor, peningkatan jalan akses lokal antara pusat-pusat pertumbuhan dengan fasilitas pendukung (pelabuhan) dan dengan wilayah dalamnya, pengembangan jaringan logistik darat antar lokasi perkebunan-sentra pengolahan dan akses ke pelabuhan, penguatan jalan untuk mengangkut produk peternakan, peningkatan dan pengembangan akses ke daerah eksplorasi, pembangunan jalan antara areal tambang dengan fasilitas pemrosesan, perbaikan akses jalan di
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
27
perkebunan menuju pengolahan sawit, dan peningkatan kualitas infrastruktur untuk mendukung distribusi dan logistik migas. 3.
MP3EI Tahun 2011-2025 Indonesia memiliki beberapa dinamika yang perlu ditanggapi serius dalam perwujudan percepatan pembangunan ekonomi. Dalam hal ini perlu ada transformasi agar percepatan pembangunan ekonomi tidak terhambat. Berikut merupakan dinamika yang perlu ditanggapidi Indonesia. a. Kompetisi regional dan global yang menguat b. Belum optimalnya pengembangan potensi daerah dan sinergi dengan pengembangan sektoral c. Keterbatasan infrastruktur Salah satu transformasi yang dapat dilakukan adalah dengan menyediakan konektivitas strategis yaitu konektivitas yang didefinisikan oleh konetivitas utama yang menghubungkan pusat-pusat ekonomi dan konektivitas pendukung yang menghubungkan sektor-sektor fokus ke infrastruktur pendukung.
Gambar 2.3 : Konektivitas Pusat Ekonomi
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
28
Terkait hal itu indonesia perlu meningkatan kapasitas baik dalam hal sarana prasarana maupun kelembagaan. MP3EI 2011-2025 ini adalah salah satu produk pemerintah Indonesia dalam rangka pengembangan dan percepatan pertumbuhan atau pembangunan ekonomi di Indonesia yang didalamnya terdapat salah satu program penguatan dan peningkatan kapasitas Indonesia agar dapat mempercepat pembangunan ekonomi di Indonesia. MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaanRencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 - 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. MP3EI memiliki fungsi sebagai berikut: a. Acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian untuk menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas masing-masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing-masing kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan; dan b. Acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait. c. MP3EI tidak diarahkan pada kegiatan eksploitasi dan ekspor sumber daya alam namun lebih pada penciptaan nilai tambah d. MP3EI tidak menekankan pada pembangunan ekonomi yang dikendalikan oleh pusat namun pada sinergi pembangunan sektoral dan daerah untuk menjaga keuntungan kompetitif nasional e. MP3EI tidak menekankan pembangunan transportasi darat saja namun pada pembangunan transportasi yang seimbang antara darat, laut, dan udara f. MP3EI tidak menekankan pada pembangunan infrastruktur yang mengandalkan anggaran pemerintah semata namun juga pembangunan infrastruktur yang menekankan kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS) g. MP3EI tidak diarahkan untuk menciptakan konsentrasi ekonomi pada daerah tertentu namun lebih pada pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif. Ini
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
29
memungkinkansemua wilayah di Indonesia berkembang sesuai potensinya masing-masing.
untuk
Gambar 2.4 : Rencana Induk Koridor Indonesia
4. Rencana Induk Pelabuhan Nasional Waktu tunggu kapal untuk bersandar di pelabuhan-pelabuhan Indonesia sangat tinggi dan produktivitas penanganan muatannya relatif rendah. Kinerja pelabuhan yang rendah akan meningkatkan biaya transportasi untuk impor dan ekspor, kecuali pada Terminal peti kemas utama dan beberapa terminal khusus untuk memiliki perlengkapan penanganan curah berkapasitas tinggi. Pelabuhan peti kemas di Indonesia akan menghadapi konsekuensi menjadi bottleneck bagi arus muatan yang terus meninngkat, yang akhirnya akan meningkatkan biaya dan resiko dalam menjalankan usaha di Indonesia. Kerangka kerja kelembagaan pelabuhan Indonesia meneteapkan serangkaian tanggung jawab baru dalam pengelolaan pelabuhan yang mengatur kejelasan tentang peran dan tujuan setiap lembaga yang ada di setiap pelabuhan. Undang Undang Pelayaran No.17 dan peraturan-peraturan pelengkapnya memberikan Kementerian Perhubungan tanggung jawab untuk:
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
30
a. b. c.
d.
e.
f. g.
Merencanakan pembangunan pelabuhan-pelabuhan laut komersil dan non komersial Indonesia Menjamin dan memfasilitasi investasi atas pembangunan dan perbaikan pelabuhan Menetapkan peraturan dan pedoman bagi otoritas pelabuhan dan Unit Pengelola Pelabuhan yang dirancang untuk memastikan pengaturan sektor pelabuhan yang efektif, perencanaan yang terkoordinir dan terpadu, dan penyelenggaraan yang efisien Merumuskan model pendidikan dan pelatihan untuk memastikan kinerja fungsi-fungsi terkait pelabuhan yang efektif dan tersedianya sumber daya manusia sektor pelabuhan yang kompeten Mengesahkan tarif-tarif yang diusulkan oleh otoritas pelabuhan dan Unit Pengelola Pelabuhan dan menyusun struktur tarif pelabuhan untuk badan-badan usaha pelabuhan Mengeluarkan izin-izin untuk pembangunan, konstruksi, dan opearasi pelabuhan Mengesahkan otoritas pelabuhan, unit Pengelola Pelabuhan, dan pembangunan pelabuhan yang direncanakan oleh sektor swasta
Otoritas pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan bertanggung jawab untuk: a. Menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan dan menetapkan standar kinerja operasional b. Menyediakan wilayah daratan dan perairan untuk pelabuhan c. Memberikan persetujuan kepada badan usaha pelabuhan untuk melakukan kegiatan usaha pelabuhan d. Mempersiapkan tarif untuk layanan-layanan yang diberikan oleh berbagai otoritas pelabuhan dan Unit Pengelola Pelabuhan dan menyerahkan tarif tersebut untuk disetujui oleh Kementerian Perhubungan e. Mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengatur penggunaan pelabuhan, Bandar, dan layanan pemanduan f. Mempersiapkan rencana-rencana induk daerah/individual untuk disetujui oleh Kementerian Perhubungan g. Menjamin perlindungan lingkungan di wilayah-wilayah h. Memfasilitasi penyebaran informasi terkait pelabuhan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
31
VISI Terwujudnya sistem kepelabuhanan yang efisien, kompetitif dan responsif, yang mendukung perdagangan internasional dan domestik serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah.
TUJUAN • • • • • • •
Meningkatkan daya saing dalam perdagangan global dan pelayanan jasa transportasi Meningkatkan daya saing jasa kepelabuhanan, mengurangi biaya pelabuhan dan meningkatkan pelayanan jasa pelabuhan Mensinergikan pelabuhan dengan pembangunan sistem transportasi nasional, sistem logistik nasional dan pembangunan ekonomi Mengembangkan kapasitas pelabuhan untuk memenuhi permintaan kebutuhan jasa transportasi Mengembangkan kapasitas sumber daya manusia dalam sektor kepelabuhanan.
RENCANA AKSI
Kelembagaan • Transisi implementasi • kelembagaan Otoritas Pelabuhan • Kejelasan fungsi Otoritas Pelabuhan dan Pelindo • Penyerahan pelabuhan pengumpan kepada pemerintah daerah
Pengembangan SDM •
•
Mendorong peningkatan Produktivitas pelabuhan Transisi penerapan praktek internasional dalampengembang an SDM dan tenaga kerja pelabuhan
Perencanaan • Integrasi dengan perencanaan sistem transportasi nasional danwilayah • Integrasi dengan rencanapembangunan ekonomi nasional • Pengembangan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan jasa kepelabuhanan
Teknologi • Mempercepat pembangunan sistem informasi terintegrasi kepelabuhanan • Mendorong aplikasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan pasar
Peraturan • Penyusunan peraturan pelaksanaan dari UU Pelayaran No. 17/2008 • Penyusunan peraturan pelaksanaan untuk efektivitas perencanaan, pembangunan dan manajemen pelabuhan • Mendorong persaingan dan pengurangan hambatan akses pasar
Pembiayaan dan Investasi • Menerapkan skema Partisipasi Sektor Swasta (KPS) • Pemanfaatan sumber pendanaan domestik • Pengaturan arus pendapatan dari konsesi/sewa dan sumber lainnya kepada Otoritas Pelabuhan
Gambar 2.5 : Kerangka kerja RIPN
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
32
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Studi pengembangan Angkutan Laut RO-RO ini menggunakan pendekatan deskriptif dan kuantitatif, yang ditunjang oleh data primer hasil pengukuran, pengamatan dan wawancara serta data sekunder berupa data statistik, kepustakaan dan peraturan perudang-undangan. Kerangka studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO harus mencakup program nasional seperti MP3EI, Sislognas, Sistranas dan RPJP/RPJM, serta situasi dan kondisi. Langkah selanjutnya adalah proyeksi perkembangan sosioekonomi dan permintaan pelayanan Angkutan Laut RO-RO di masa yang akan datang. Analisa masalah Permintaan muatan (penumpang & kargo)
Desk Study dan survey lapangan (data sekunder dan primer)
Rute, frekuensi Jenis, ukuran & jumlah unit vessel Sarana / prasarana
Situasi dan kondisi saat ini
Proyeksi masa depan Tarif / struktur biaya
Transportasi RORO Nasional Sosio-Ekonomi di lokasi survey
Sosio-Ekonomi di lokasi survey Estimasi permintaan Transportasi RORO di lokasi survey
Cuaca & Kondisi Pelabuhan
Operasional Transportasi RORO di lokasi survey
Kebijakan & Regulasi Konsep Pelayanan RORO Estimasi biaya pengembangan
RPJP
RPJM
SISLOGNAS
MP3EI
Estimasi biaya pengembangan RORO Nasional Pengembangan Rute
Kebijakan Pelayanan & Tarif Kebijakan insentif & subsidi
Rencana Pengembangan Transportasi RORO Nasional
Kebijakan investasi sarana & prasarana
Pembangunan Prasarana Pembangunan Sarana
Pola Pengembangan Transportasi RORO Nasional
Kebijakan & Regulasi Kebijakan Tata Kelola Pelabuhan
Desain standar Terminal RO-RO
Kebijakan terkait Perdagangan, Transportasi dan Logistik Nasional
Tata Kelola Terminal RO-RO
SISTRANAS Pengembangan Teknologi Pendukung
RIPN
Summary & Recommendation
Kebijakan terkait kerjasama Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Gambar 3.1 : Kerangka Berpikir Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
33
B. Metodologi Kerja Proses metodologi pekerjaan yang meliputi latar belakang, tujuan, sasaran, dan ruang lingkup. Hal inilah yang dijadikan dasar untuk menentukan apa saja yang diinginkan oleh pemberi kerja. Pada sub-bab ini disampaikan suatu kerangka kerja analisa yang terstuktur sehingga mampu mengarahkan proses pekerjaan secara efektif, melaksanakan semua lingkup pekerjaan dan menghasilkan rekomendasi sesuai maksud, tujuan, dan sasaran pelaksanaan pekerjaan ini. Kerangka Analisa yang disusun untuk pekerjaan ini disampaikan pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.2 : Alur Metodologi Pekerjaan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
34
C. Metode Analisis dan Perhitungan 1.
Metodologi Penentuan Rute yang Akan Dikembangkan Berdasarkan Prediksi Demand Adapun dalam melakukan studi pengembangan angkutan laut RO-RO ini akan dilakukan penentuan rute pelayaran yang akan dikembangkan berdasarkan prediksi demand. Pada gambar berikut dijelaskan secara sistematik mengenai metodologi penentuan rute potensial yang akan dikembangkan untuk pengembangan angkutan laut RO-RO ini.
Gambar 3.3 Metodologi Penentuan Rute Potensial
Adapun secara detail metodologi penentuan rute potensial ini dijabarkan pada poin – poin berikut ini: a. Sesuai dengan lingkup transportasi penyeberangan, pengembangan RO-RO semestinya dilakukan secara terintegrasi dengan pengembangan jaringan jalan. b. Pemodelan jaringan yang akan dikembangkan untuk memenentukan rute potensial ini berupa sequential model (model 4 tahap) yang terintegrasi dengan jaringan jalan.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
35
c.
Adapun untuk pemodelan ini ini digunakan data asal – tujuan dari data pergerakan ATTN tahun 2011 untuk pergerakan 3 pulau (Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi) sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan. Pada gambar berikut menjabarkan mengenai pergerakan barang antar kabupaten antara ketiga pulau tersebut yaitu pulau Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Gambar 3.4 : Asal Tujuan Antar Kabupaten Antar Pulau Jawa – Kalimantan - Sulawesi > 200 000 ton/thn (Sumber: ATTN 2011)
d.
e.
f.
g.
Data asal – tujuan tersebut dilakukan lagi penyaringan terhadap data angkutan barang non – RO-RO sehingga data asal – tujuan tersebut hanya merupakan pergerakan potensial untuk kapal RO-RO Model jaringan dilakukan terhadap jaringan jalan dan jaringan penyeberangan eksisting, serta dilakukan identifikasi rute potensial untuk kapal RO-RO yang potensial untuk dikembangkan Setelah model jaringan terbentuk, maka dikembangkan pula model pemilihan moda antara kapal RO-RO dan kompetitor laut (angkutan laut lainnya). Dimana model pemilihan moda yang digunakan adalah Binomial Logit. Adapun Utilitas yang akan digunakan pada model pemilihan moda ini adalah Fungsi dari Biaya dan Waktu (f(biaya,waktu))
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
36
h.
i.
j.
k.
Kemudian model akan digunakan untuk menganalisis manfaat (penghematan biaya transportasi total) dari beberapa rencana pengembangan jaringan RO-RO yang telah teridentifikasi, berdasarkan ukuran kapal dan frekuensi yang mungkin diterapkan selama horison perencanaan dan diintegrasikan juga dengan rencana pengembangan jaringan jalan Dicari skema (jaringan, ukuran kapal dan frekuensi) yang memberikan penghematan biaya transportasi yang terkecil berdasarkan tahapan pengembangannya selama horison perencanaan Dari masing-masing koneksi penyeberangan RO-RO (lintas) kemudian dicek kelayakan finansialnya (perbandingan antara perolehan tarif (revenue) vs biaya investasi dan operasi RO-RO serta biaya-biaya lainnya) Sehingga dapat diperkirakan lintas RO-RO yang mana saja yang dapat dikembangkan menjadi lintas komersial atau menjadi lintas yang memerlukan subsidi untuk dikembangkan atau menjadi lintas perintis.
2. Model Binomial Logit Pemilihan moda merupakan fungsi dari utilitas yang terdiri dari komponen utilitas deterministik atau terukur dan komponen utilitas random atau acak. Komponen utilitas random – atau disebut juga disturbances - bergantung kepada karakteristik model yang dikembangkan dan karakteristik pemilihan alternatif yang ada. Pemodelan dengan binary logit didasarkan pada asumsi bahwa εin - εjn terdistribusi secara logistik (Ben Akiva dan Lerman, 1985), yaitu:
Probabilitas untuk alternatif i adalah:
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
37
Jika parameter Vin dan Vjn linear, maka
Pada model pemilihan moda ini membandingkan probabilitas kemungkinan pemilihan antara 2 jenis moda, dimana model pemilihan moda yg dilakukan adalah Demand Kapal RO-RO vs Kompetitor (angkutan laut lainnya), sehingga dapat kita ketahui probabilitas kemungkinan pemilihan antara kapal RO-RO dan kompetitornya. Model pemilihan moda ini menggunakan 2 jenis utilitas pada model pemilihan moda ini yaitu Fungsi dari Biaya dan Waktu (f(biaya,waktu)).
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
38
BAB 4 HASIL PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI
A. Sistem Transportasi Laut di Indonesia Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki wilayah seluas 7,7 juta Km2, dengan luas lautan 2/3 wilayah Indonesia, dan garis pantai terpanjang ke empat di dunia sepanjang 95.181 km, serta memiliki 17.480 pulau mempunyai potensi ekonomi pada jasa transportasi laut (pelayaran) yang sangat besar. Sarana transportasi laut memiliki manfaat guna menjangkau dan menghubungkan pulau-pulau di wilayah nusantara sehingga menciptakan konektifitas antar pulau di Indonesia. 1. Kondisi Infrastruktur Transportasi Indonesia Saat ini Indonesia memiliki 4 (empat) pelabuhan utama berskala nasional, yaitu Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan, dan Makassar. Keempat pelabuhan utama tersebut mengendalikan angkutan barang melalui kontainer untuk kegiatan ekspor dan impor. Gambaran pelabuhan nasional yang ada saat ini berdasarkan Pengaturan Sistem Kepelabuhan Nasional dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), terdapat 25 Pelabuhan strategis utama, yaitu: a. PT. PELABUHAN INDONESIA I 1. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Belawan 2. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Dumai 3. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Lhokseumawe 4. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Pekanbaru 5. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Tanjung Pinang b. PT. PELABUHAN INDONESIA II 6. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Banten 7. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Palembang 8. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Panjang 9. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Pontianak
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
39
10. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok 11. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Teluk Bayur c. PT. PELABUHAN INDONESIA III 12. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Banjarmasin 13. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Benoa 14. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tenau 15. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Emas 16. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Perak d. PT. PELABUHAN INDONESIA IV 17. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Ambon 18. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Balikpapan 19. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Biak 20. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Bitung 21. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Jayapura 22. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Makasar 23. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Samarinda 24. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Sorong e. Pelabuhan Otorita 25. Pelabuhan Otorita Batam
Gambar 4. 1 Persebaran Pelabuhan Strategis di Indonesia
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
40
Tabel 4.1 : Jumlah Armada Angkutan Penyebrangan Tahun 2010 No 1 2 3 4
Jenis Kapal RO-RO Truck Air Passenger LCT
Jumlah 210 0 3 8
Sumber: Statistik Perhubungan, 2010
Tabel di atas memberikan gambaran mengenai arus pergerakan yang memanfaatkan moda transportasi laut, baik penumpang maupun barang. Tujuh pelabuhan yang menjadi sampel dalam lingkup wilayah studi ini memiliki intensitas aktivitas bongkar muat barang dan arus penumpang, baik yang melayani transportasi antar pulau di Indonesia maupun kegiatan berskala internasional. Masing-masing pelabuhan memiliki fungsi sebagai pendukung arus logistik di masing-masing koridor ekonomi yang ada di Indonesia. 2. Kondisi Oseanografi di Wilayah Perairan di Indonesia Kondisi oseanografi di wilayah perairan Indonesia dapat dilihat berdasarkan beberapa poin berikut ini. a.
Upwelling Karena terletak di daerah tropis, maka hampir sepanjang tahun perairan Indonesia mempunyai suhu permukaan yang tinggi, berkisar antara 26o dan 30o C. Sifat ini umumnya berasosiasi dengan air laut yang berkadar garam atau bersalinitas rendah, yaitu 27,33 % di lapisan permukaan. Kedua sifat ini mengakibatkan terjadinya pemisahan yang bersifat kekal secara alami antara air permukaan dengan lapisan air di bawahnya, akibat dari pemisahan lapisan air laut pada musim tertentu terjadi arus yang bergerak menaik (vertikal) dari suatu kedalaman tertentu ke permukaan. Fenomena ini disebut upwelling atau disebut arus vertikal atau penaikan massa air. Daerah perairan Indonesia lainnya yang diketahui terjadi upwelling adalah di laut Banda, di sebelah Selatan Pulau Jawa sampai Timor pada bulan September, dan di sepanjang Paparan dan Daerah lereng Laut Arafura bagian Timur dari Kepulauan Aru sampai Teluk Carpentaria.
b.
Arus laut Arus laut lain yang mempengaruhi karakteristik perairan di Indonesia adalah arus laut yang dibangkitkan oleh angin.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
41
Pada musim barat di atas Laut Jawa bertiup angin dari barat ke timur sehingga arus Laut Jawa secara umum mengalir dari barat ke timur. Sedangkan pada musim timur arus Laut Jawa mengalir sebaliknya. Di bagian lain pada laut, arus di permukaan air laut mengalir hampir sama dengan arah angin yang membangkitkannya. Arus-arus di kedalaman laut yang lebih dalam lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan pasang surut dan sifat-sifat fisik lainnya seperti perbedaan temperatur, salintas dan tekanan. c.
Pasang Surut Tipe pasang surut suatu perairan ditentukan oleh frekuensi air pasang dan surut perhari. Jika perairan tersebut mengalami satu kali pasang dan surut perhari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasang surut harian atau tunggal. Jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, maka pasangnya dikatakan bertipe pasang surut ganda. Tipe pasang surut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan tipe ganda, dan dikenal sebagai pasang surut campuran. Keadaan pasang surut (pasut) di wilayah perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari Samudra Pasifik dan India serta morfologi pantai dan Batimeri perairan yang kompleks, dimana terdapat banyak selat, palung laut yang dangkal sampai yang sangat dalam. Keadaan perairan yang disebut diatas membentuk pola pasang surut yang sangat beragam. 1. Di Selat Malaka pasang surut setengah harian (semidiurnal) mendominasi tipe pasut di daerah tersebut; 2. Tipe pasang surut di Pulau Batam dan Selat Malaka pada umumnya adalah pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol; 3. Pasang surut harian (diurnal) terdapat di Selat Karimata dan Laut Jawa; 4. Pasang Surut di Ujung Pandang bertipe campuran dengan tipe tunggal yang menonjol; 5. Kawasan Indonesia di bagian timur dipengaruhi oleh pasang surut setengah harian; 6. Kecuali laut Arafura yang menunjukkan pasang surut campuran yang didominasi pasang surut harian/tunggal.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
42
Tunggang pasang surut di perairan Indonesia bervariasi antara 1 sampai dengan 6 meter. Laut Jawa umumnya tunggang pasang surut antara 1 – 1,5 meter kecuali di Selat madura yang mencapai 3 meter. Tunggang pasang surut 6 meter dapat dijumpai di kawasan timur Indonesia, khususnya di Papua. d. Gelombang Keadaan gelombang di perairan Indonesia berbeda-beda, ada yang mempunyai gelombang laut relatif kecil misalnya Selat Madura, Selat rupat, Teluk Ratai, Selat Malaka dan ada yang mempunyai gelombang relatif tinggi misalnya perairan yang menghadap Samudra Indonesia yaitu dari Sumatera sampai Nusa Tenggara Timur yang merupakan kawasan yang berpotensi akan gelombang besar, Samudra Pasifik dan Laut Cina Selatan yang mencapai tinggi gelombang 2 meter. Tinggi gelombang yang terbesar terjadi di perairan Indonesia pada musim barat. Segmen pantai kawasan pesisir utara Pulau Jawa yang menghadap ke arah timur adalah kawasan pesisir yang sangat berpotensi untuk terkena gelombang badai yang terjadi pada saat Musim Timur berlangsung di bulan Mei. e. Fenomena Tsunami Tsunami adalah fenomena gelombang raksasa yang melanda ke daratan. Fenomena ini dapat terjadi karena gempa bumi atau gangguan berskala besar di dasar laut, seperti longsoran bawah laut atau erusi letusan gunung api di bawah laut (Skinner dan Porter, 2000). Gelombang tsunami dapat merambat sangat cepat mencapai kecepatan 950 km/jam, panjang gelombangnya sangat panjang, dapat mencapat panjang 250 km. Indonesia pernah mengalami bencana tsunami yang terjadi karena erupsi letusan gunung api Krakatau pada tahun 1883 di Selat sunda dan yang terjadi karena longsoran bawah laut pernah terjadi pada tahun 1998 di sebelah utara Papua. Bagi Kepulauan Indonesia yang posisi geografisnya yang diapit oleh dua samudera (Samudera Pasifik dan Hindia), serta posisi tektonik yang terletak di kawasan interaksi tiga lempeng kerak bumi utama, dan kehadiran gunung api bawah laut membuatnya menjadi sangat potensial untuk terkena bencana tsunami. Secara garis besar dapat
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
43
dikatakan bahwa kawasan-kawasan pesisir Indonesia yang sangat berpotensi terkena tsunami adalah: 1. Kawasan pesisir dari pulau-pulau yang menghadap ke Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Potensi sumber kejadian tsunami yang utama di kawasankawasan itu adalah sistem penunjaman yang ada di hadapan kawasan-kawasan pesisir itu. 2. Kawasan pesisir dari pulau-pulau di kawasan Laut Banda. Di kawasan ini, tsunami dapat berasal dari kawasan Busur Banda maupun berasal dari Samudera Pasifik atau Samudera Hindia yang masuk ke kawasan itu. 3. Kawasan pesisir pulau-pulau yang berhadapan dengan gunungapi bawah laut, seperti kawasan pesisir di kedua sisi Selat Sunda yang mengelilingi Gunung Krakatau. 3. Permasalahan Infrastruktur dan Moda Transportasi Laut di Indonesia Permasalahan utama pelabuhan yang ada di Indonesia mencakup tiga hal pokok, yaitu belum tersedianya pelabuhan hub internasional, rendahnya dan produktivitas dan kapasitas pelabuhan, dan belum terintegrasinya manjemen kepelabuhan. a. Belum adanya pelabuhan Hub Internasional Pelabuhan hub internasional merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan logistik suatu negara. Pelabuhan hub internasional memiliki fungsi sebagai pusat pengendalian arus barang nasional dan internasional. Saat ini Indonesia telah memiliki beberapa pelabuhan utama, akan tetapi belum ada yang berfungsi sebagai pelabuhan hub internasional. Perkembangan kapal dengan kapasitas angkut lebih dari 10.000 kontainer yang diprediksikan akan melintasi pelayaran dunia, terutama rute Asia dan Eropa akan membutuhkan kesiapan pelabuhan dan infrastruktur penunjang agar dapat melayani kapal yang lebih besar. b. Rendahnya produktivitas dan kapasitas pelabuhan Pelabuhan utama di Indonesia sudah sangat membutuhkan pengembangan kawasan pelabuhan untuk mengantisipasi penanganan arus barang yang semakin meningkat. c. Belum terintegrasinya manajemen kepelabuhan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
44
Pengurusan pergerakan barang dan dokumen saat ini masih dilakukan berbasis transaksi, karena belum adanya pelayanan jasa logistik yang terpadu antara badan pengatur pelabuhan, pengusahaan pelabuhan, penggunaan jasa pelabuhan, karantina, dan kepabeanan serta stake holders lain yang terkait yang berorientasi kepada kelancaran arus barang dan kepuasan peanggan. Selain itu belum ada sistem atau mekanisme kerjasama antara otoritas pengelola pelabuhan dengan kawasan industri yang berorientasi kelancaran arus barang ekspor dan impor untuk keperluan industri. Indonesia membutuhkan pelayanan dan tingkat keselamatan angkutan laut yang memadai, dan perlu didukung dengan industri penunjang galangan kapal dan rancang bangun kapal ferry nasional yang memadai. Saat ini angkutan sungai dan penyebrangan beriorientasi pada dinamika lingkungan daerah dan bisnis, harga dinamis, kompetisi layanan (customer focus), dan entitas infrastruktur –- bisnis (mixed). Potret masa depan industri ferry Indonesia akan menuju Pola tarif Ferry berbasis pasar (Pro-Market Mechanism), memperjuangkan Peremajaan Armada Kapal angkutan penyeberangan/Ferry (Excelent Ferry Ship), dan meningkatkan Citra layanan angkutan penyeberangan/Ferry (Superior Services at the highest safety standard) Saat ini penggunaan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia bisa dikategorikan sebagai angkutan penyebrangan dan angkutan laut. Sebagai angkutan laut, Angkutan Laut RO-RO dapat dimanfaatkan untuk mendukung sistem distribusi komoditas nasional antar koridor ekonomi. Dengan memanfaatkan angkutan laut RO-RO, maka angkutan barang seperti truk yang naik ke atas kapal harus diperhatikan muatan yang dibawanya. Jenis barang dan volume barang yang diangkut menggunakan kapal RO-RO harus diperhatikan. Permasalahan terkait kondisi angkutan laut yang sering muncul di Indonesia, terutama jenis angkutan laut RO-RO adalah sering terjadinya kecelakaan. Angkutan laut RO-RO yang memiliki fungsi sebagai angkutan barang dan penumpang memiliki desain dengan sarana keselamatan yang lebih baik dibandingkan kapal jenis cargo atau kapal angkutan penumpang biasa. Akan tetapi, pengawasan yang kurang menyebabkan sering terjadinya kerawanan yang melebihi volume muatan angkutan laut RO-RO sendiri.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
45
Saat ini, Indonesia belum memiliki konsep multimoda di sektor angkutan barang dan belum memiliki regulasi yang mengatur prosedur transportasi bagi barang berpindah moda. Selain itu, akses transportasi multimoda belum memadai, seperti ketika barang dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok dan satu-satunya akses transportasi pengangkutan barang hanya melalui transportasi darat. Padahal, infrastruktur jalan yang sangat terbatas menyebabkan lalu lintas di Pelabuhan Tanjung Priok mengalami kemacetan. Akses jalan kereta api yang ada saat ini tidak difungsikan lagi, sehingga tidak terdapat alternatif bagi para pelaku industri untuk dapat mengelola distribusi barangnya secara efektif dan efisien. Kendala lain dalam transportasi multimoda adalah: a. Infrastruktur yang belum menunjang, seperti akses jalan Kereta Api dari Tanjung Priok belum bisa langsung ke container yard dan dari Gede Bage masih memerlukan dua kali customs handling. b. Gudang transit yang belum memadai, baikdipelabuhan udara maupun di pelabuhan laut.
B. Kondisi Angkutan Laut RO-RO Eksisting Transportasi laut mempunyai peran yang sangat penting di Indonesia, tidak hanya sebagai alat penghubung dari satu wilayah ke wilayah yang lain di Indonesia, namun juga sebagai alat angkut perdagangan nasional maupun internasional. Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulau lebih dari 17.000. Dari sejumlah pulau tersebut, ada beberapa pulau besar, yaitu Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Pulau-pulau tersebut memiliki letak yang sangat strategis dan penting artinya bagi masyarakat. lndustri transportasi laut serta perkapalan merupakan industri yang harus diprioritaskan, selain sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk meningkatkan perkembangan daerahnya. Hal ini mengakibatkan kebutuhan di sektor pelayaran dan industri perkapalan menjadi titik tolak kekuatan dan kemakmuran bangsa. Pergerakan barang, baik antar pulau maupun antar Negara, di dominasi oleh transportasi laut, karena transportasi laut dapat menjangkau daerah pedalaman dan daerah-daerah terpencil, dimana transportasi lain belum dapat masuk. Salah satu jenis transportasi laut yang dapat masuk jauh kepedalaman dan daerahdaerah terpencil adalah angkutan laut RO-RO. Sarana angkutan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
46
laut RO-RO dan sejenisnya mempunyai teknologi yang dapat melayani masyarakat tersebut, karena selain mempunyai draft minimum juga multifungsi. Pola ini harus dapat dikembangkan dan bersaing dengan angkutan lainnya, dengan tarif yang relative murah dan terjangkau. Jenis angkutan laut RO-RO yang didesain sedemikian rupa, selain dapat mengangkut manusia, sekaligus juga dapat mengangkut barang tanpa harus melakukan kegiatan bongkar muat di pelabuhan. Bentuk kemudahan yang timbul dengan adanya teknologi angkutan laut RO-RO ini tentu dipandang lebih efektif dan efisien oleh pengguna jasa transportasi laut. Adapun pada gambar - gambar berikut menjelaskan mengenai spesifikasi Angkutan Laut RO-RO yang ada di Indonesia saat ini.
Gambar 4.2 : Spesifikasi Angkutan Laut RO-RO Menurut Draft di Indonesia
Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa mayoritas sekitar 49 persen, Angkutan Laut RO-RO di Indonesia mempunyai kebutuhan draft sekitar 1,5 – 2,25 meter dan sekitar 21 persen Angkutan Laut RO-RO di Indonesia mempunyai kebutuhan draft sekitar 0,75 – 1,5 meter.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
47
Gambar 4.3 : Spesifikasi Angkutan Laut RO-RO Menurut Daya Tampung Kapal di Indonesia
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa mayoritas atau sekitar 60 persen, Angkutan Laut RO-RO di Indonesia dapat menampung hanya kurang dari 20 kendaraan dan sekitar 32 persen Angkutan Laut RO-RO di Indonesia dapat menampung 20 – 40 kendaraan. Dari fakta ini dapat kita ketahui bahwa kapasitas Angkutan Laut RO-RO yang ada di Indonesia saat ini mayoritas mempunyai kapasitas yang kecil atau tidak terlalu besar.
Gambar 4.4 : Spesifikasi Angkutan Laut RO-RO Menurut Ukuran GRT Kapal di Indonesia
Angkutan laut RO-RO umumnya dirancang agar dapat membawa muatan kendaraan dan penumpang secara bersamaan. Spesifikasi kemampuan muatan angkutan laut RO-RO dibagi berdasarkan :
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
48
1) 2) 3)
ukuran menurut isi kapal (Gross Registered Tonnage dan Net Registered Tonnage) ukuran menurut bobot kapal (Deadweight Tonnage dan Displacement Tonnage) ukuran menurut daya mesin kapal (PK atau Horse Power)
Dari gambar diatas dapat dilihat mengenai spesifikasi Angkutan Laut RO-RO menurut isi kapal dengan ukuran Gross Registered Tonnage. Dapat dilihat bahwa, Angkutan Laut RO-RO di Indonesia mayoritas sekitar 85 persen mempunyai ukuran GRT kurang dari 1500 GRT.
Gambar 4.5 : Spesifikasi Angkutan Laut RO-RO Menurut Jumlah Penumpang di Indonesia
Dari gambar diatas dapat dilihat mengenai spesifikasi Angkutan Laut RO-RO menurut jumlah penumpang yang dapat diangkut. Dapat dilihat bahwa, Angkutan Laut RO-RO di Indonesia mayoritas sekitar 43 persen dapat mengangkut sekitar 250 – 500 orang dan sekitar 41 persen Angkutan Laut RO-RO yang ada hanya dapat mengangkut penumpang kurang dari 250 orang. Ketersediaan dan jumlah unit Angkutan Laut RO-RO masih sangat terbatas. Di beberapa pelabuhan, frekuensi singgah Angkutan Laut RO-RO relatif rendah. Selain karena keterbatasan jumlah, dari segi penumpang juga tidak terlalu banyak yang menggunakan Angkutan Laut RO-RO. Usia kapal yang beroperasi juga menjadi masalah yang seringkali ditemukan pada jenis Angkutan Laut RORO. Rata-rata kapal jenis RO-RO yang dioperasikan sudah berusia
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
49
tua sehingga sering terjadi permasalahan umum seperti mesin kapal yang mogok sehingga berpengaruh pada keterlambatan kinerja Angkutan Laut RO-RO. Meskipun saat ini Angkutan Laut RO-RO sudah berlabuh di beberapa pelabuhan, akan tetapi bentuk dermaga peruntukan Angkutan Laut RO-RO masih belum didesain secara khusus. Bukan hal yang aneh apabila dermaga yang digunakan adalah dermaga dengan fungsi multiguna. 1. Operasional Angkutan Laut RO-RO Angkutan Laut RO-RO yang beroperasi di Indonesia dikelola oleh PT Pelni dan beberapa perusahaan swasta. Berikut adalah deskripsi mengenai beberapa perusahaan yang mengoperasikan Angkutan Laut RO-RO. a. PT. Pelni PT Pelni memiliki satu Angkutan Laut RO-RO yang masih beroperasi hingga saat ini, yaitu KM Egon. Pemanfaatannya diutamakan sebagai kapal penumpang. Kapal Egon merupakan kapal yang dibuat pada tahun 1991 oleh Shinhama Ship Building, Jepang. Kapal Egon memiliki panjang keseluruhan (LOA) sebesar 94.30 m, panjang antara garis tegak (LBP) sebesar 88.00 m dan lebar (Breadth) sebesar 16.00 m. KM Egon dapat memuat kurang lebih sebanyak 500 orang penumpang. Spesifikasi lainnya terkait Kapal KM Egon adalah: 1) Bobot mati (DWT) : 780.18 T 2) Isi kotor (GT) : 4914 T 3) Isi bersih (NT) : 1928 T 4) Kecepatan (speed); 17.50 knot/ skr 15 knot 5) Kecepatan maksimal : 20.00 knot 6) Draft : 3.36 m 7) Sarat minimum : 3.36 m 8) Sarat maksimum (full loaded) : 4.16 m 9) Tinggi s/d Car Deck : 5.60 m 10) Tinggi s/d Passenger deck : 10.50 m 11) Freeboard : 3067 mm
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
50
Tabel 4.:2 : Distribusi Angkutan Penumpang KM Egon Berdasarkan Pelabuhan Asal dan Tujuan Tahun 2009 Pelabuhan
No
Asal
1
Semarang
2 3
Banjarmasin Kumai
4
Tanjung Priok
5
Pontianak
Tujuan Banjarmasin Kumai Pontianak Semarang Semarang Banjarmasin Pontianak Semarang Tanjung Priok
Jumlah
Jumlah 9.412 11.752 3.574 2.674 13.844 55 318 1.601 620 43.850
Sumber: Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, 2010
b.
PT. Prima Vista PT Prima Vista mengoperasikan beberapa kapal penumpang sekaligus melayani angkutan kendaraan bermotor. PT Prima Vista berpusat di Surabaya, dan merupakan kerja sama dengan PT Jembatan Madura. Angkutan Laut RO-RO yang dimiliki oleh PT Prima Vista merupakan kapal eksekutif yang didirikan oleh Jepang. Beberapa kota tujuan yang dilayani oleh Angkutan Laut RO-RO dari PT Prima Vista adalah Medan, Kumai, Belawan, Makassar, Banjarmasin, Pontianak, dan Surabaya. PT Prima Vista memiliki kapal dengan kapasitas angkut yang besar, yaitu dapat menampung 1.000-2.500 penumpang.
c.
PT. Dharma Lautan Utama PT Dharma Lautan Utama berpusat di Surabaya dan melayani angkutan barang penumpang dari Surabaya ke pulau lain di Indonesia. Beberapa tujuan yang dilayani oleh Angkutan Laut RO-RO yang dimiliki oleh PT Dharma Lautan adalah Pare-pare, Makassar, dan Balikpapan.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
51
Gambar 4.6 : Aktivitas Angkutan Laut RO-RO milik PT Dharma Lautan
PT Dharma Lautan memiliki 6 jenis Angkutan Laut RORO, yang digunakan sebagai kapal penumpang. Sebagian besar merupakan kapal ferry RO-RO yang berasal dari Jepang. Kapal yang dimiliki PT Dharma Lautan kurang lebih dapat menumpang sekitar 1.000 orang penumpang dan 50-80 unit kendaraan. 2. Isu Mengenai Pengembangan Angkutan Laut RO-RO Sesuai dengan perkembangan ekonomi dan perdagangan yang demikian pesat pada saat ini, maka perkembangan kapal laut sebagai alat angkut sangat strategis. Selain itu, sebagai alat angkut barang dalam rangka perdagangan, baik jaringan Nasional maupun lntemasional, banyak mengalami perubahan, khususnya dalam desain sesuai jenis barang yang akan diangkut dan cara bongkar serta muatnya. Adapun Angkutan Laut RO-RO merupakan salah satu angkutan kapal laut yang cukup berprospek untuk dikembangkan dalam mengmbangkan kapal laut sebagai alat angkut strategis. Pengembangan angkutan Angkutan Laut RO-RO ini perlu mengkaji mengenai isu – isu mengenai pengembangan Angkutan Laut RO-RO yang akan dilakukan pada masa yang akan datang. Adapun isu – isu tersebut seperti dijabarkan pada gambar berikut ini.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
52
Gambar 4.7 : Isu Pengembangan Angkutan Laut RO-RO
Adapun poin – poin dibawah ini merupakan penjabaran dari gambar diatas mengenai si pengembangan Angkutan Laut RORO sebagai berikut: a. Pelabuhan yang terdapat dan/atau melayani sandar Angkutan Laut RO-RO pastinya memerlukan jalan akses langsung keluar pelabuhan , sehingga kendaraan yang akan keluar/masuk kapal tidak perlu masuk kawasan pelabuhan. Hal ini sangat perlu dipertimbangkan agar tidak terjadi kemacetan didalam maupun diluar kawasan pelabuhan akibat adanya antrian kendaraan yang akan masuk ke dalam Angkutan Laut RO-RO. Kehadiran kendaraan (menuju terminal RO-RO) juga berpotensi menambah beban jaringan jalan di dalam kawasan pelabuhan b. Kinerja jalan akses harus baik, hal ini disebabkan karena Angkutan Laut RO-RO merupakan kapal yang mengangkut kendaraan sehingga setiap ada Angkutan Laut RO-RO yang bersandar pastinya akan menambah beban jalan karena Angkutan Laut RO-RO mengangkut kendaraan Sehingga akan terjadi pertambahan jumlah kendaraan pada daerah tujuan dari pelabuhan asal dan belum lagi karena yang menggunakan jalan ini adalah semua kendaraan yang akan ke pelabuhan tidak hanya kendaraan yang akan menggunakan jasa Angkutan Laut RO-RO saja.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
53
c.
d.
e.
Angkutan Laut RO-RO membutuhkan dermaga sandar khusus yang juga dilengkapi fasilitas untuk bongkar/muat penumpang. Hal ini perlu dipertimbangkan agar keberadaan Angkutan Laut RO-RO tidak menggangku aktifitas sandar untuk kapal – kapal jenis lain. Dermaga Angkutan Laut RO-RO memerlukan lahan parkir yang cukup luas untuk menampung kendaraan yang menganteri untuk masuk ke Angkutan Laut RO-RO akan tetapi biasanya lahan yang tersedia di pelabuhan eksisting sudah sangat terbatas. Perlu dipertimbangkan kinerja operasional pelabuhan eksisting, apabila akan mengusulkan diadakannya penyeberangan Angkutan Laut RO-RO di pelabuhan tersebut. Apabila kinerja pelabuhan tersebut sudah cukup padat maka perlu dipertimbangkan untuk membangun pelabuhan Angkutan Laut RO-RO tersendiri untuk menghindari kejenuhan dari pelabuhan eksisting.
C. Karakteristik Pelabuhan Objek Survey Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia tidak akan lepas dari kesiapan pelabuhan sebagai infrastruktur transportasi laut. Kondisi sebagian besar pelabuhan angkutan laut di Indonesia belum secara khusus menyediakan fasilitas yang dapat melayani Angkutan Laut RO-RO. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan pelabuhan di Indonesia dapat dikembangkan, baik pelabuhan eksisting yang menjadi pelabuhan strategis, maupun pelabuhan yang memiliki potensi menjadi pelabuhan yang melayani Angkutan Laut RO-RO. 1. Pelabuhan Tanjung Priok Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar di Indonesia. Terletak pada posisi koordinat 06 06/ 00" LS dan 106 53/ 00" BT, Pelabuhan Tanjung Priok memiliki fungsi utama sebagai pintu gerbang arus keluar masuk barang eksporimpor maupun barang antar pulau. Pelabuhan Tanjung Priok memiliki luas daratan seluas 604 Ha. Pelabuhan Tanjung Priok terletak di Jakarta Utara, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan dan tersibuk di Indonesia. Pelabuhan ini menangani lebih dari 30% komoditi Non Migas Indonesia, disamping itu 50% dari seluruh arus barang yang keluar / masuk Indonesia melewati pelabuhan ini. Karenanya Tanjung Priok merupakan barometer perekonomian Indonesia.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
54
Fasilitas intermoda yang lengkap di pelabuhan ini mampu menghubungkan Tanjung Priok dengan seluruh kota di Indonesia. Dengan Teknologi dan fasilitas modern, Tanjung Priok telah mampu melayani kapal-kapal generasi mutakhir yang secara langsung menuju ke berbagai pusat perdagangan internasional (direct call). Pengembangan pelabuhan ini diarahkan mampu mengantisipasi percepatan bongkar muat barang melalui penyediaan dan kelengkapan fasilitas pelayanan spesialisasi. Pelabuhan Tanjung Priok terletak di ibukota dan pusat bisnis, yang memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan pengembangan industri nasional dalam posisi sebagai pelabuhan utama. Hinterland pelabuhan ini mulai dari kawasan industri di Merak, Cilegon, Serang atau Tangerang di sebelah barat, melalui Bekasi Timur, Cikarang, Karawang, Cikampek, Purwakarta sampai Cirebon. Hinterland pelabuhan ini hingga ke daerah selatan yaitu daerah perkebunan, mulai dari Cibinong, Bogor, Sukabumi, Cianjur sampai ke Bandung.
Gambar 4.8 : Layout Pelabuhan Tanjung Priok
Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak di ibukota Indonesia dan pusat bisnis, menjadikan pelabuhan ini memiliki peran dalam mengembangkan industri nasional sebagai pelabuhan utama. Hinterland yang dilayani oleh Pelabuhan Tanjung Priok adalah sebagian besar kota yang ada di Jabodetabek, Provinsi
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
55
Banten, dan Provinsi Jawa Barat, seperti: Merak, Cilegon, Serang, Tangerang, Bekasi, Cikarang, Karawang, Cikampek, Purwakarta, Cibinong, Bogor, Sukabumi, Cianjur, dan Bandung. Kawasan hinterland Pelabuhan Tanjung Priok memiliki komoditas utama dalam industri tekstil, sepatu, elektronik yang berasal dari kawasan industri seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Selain itu juga, hasil perkebunan seperti teh dan karet juga menjadi komoditas utama. Terminal Tanjung Priok memiliki fasilitas yang terbagi berdasarkan fungsinya. Bongkar muat yang dilayani oleh Pelabuhan Tanjung Priok dibedakan berdasarkan kegiatan bongkar muat yaitu: a. Fasilitas yang melayani kegiatan bongkar muat secara konvensional; Pengelolaannya berada dibawah manajemen PT. Pelindo II Cabang Pelabuhan Tanjung Priok yang berfungsi melayani kegiatan bongkar muat barang umum, bag cargo, curah cair/kering dan petikemas antar pulau. b. Fasilitas yang khusus melayani bongkar muat Petikemas Internasional; Pengelolaannya berada di bawah manajemen PT. Jakarta International Container Terminal (JICT), Terminal Petikemas Koja dan PT. Multi Terminal Indonesia (MTI). Berfungsi melayani kegiatan bongkar muat petikemas internasional yang didukung dengan fasilitas modern, teknologi informasi yang canggih dan Petikemas Terminal Management System. c. Fasilitas yang khusus melayani bongkar muat curah cair; Dermaga DKP pengelolaannya berada dibawah manajemen cabang Pelabuhan Tanjung Priok berkerjasama dengan PT. Dharma Karya Perdana (DKP) dan Dermaga PT. Pertamina dikelola dan dioperasikan oleh PT. Pertamina (Persero). d. Fasilitas yang khusus melayani bongkar muat curah kering; 1) Curah kering khusus semen dan batu bara Pengelolaannya berada dibawah manajemen Pelabuhan Tanjung Priok yang pengoperasiannya bekerjasama dengan PT. MTI dan PT. Semen Padang. 2) Curah kering khusus pangan Merupakan pengembangan fasilitas pelabuhan laut Tanjung Priok yang pengelolaan dan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
56
e.
pengoperasiannya bekerjasama dengan PT. Bogasari dan PT. Sarpindo. Fasilitas yang khusus melayani naik turun penumpang; Pengelolaannya berada dibawah manajemen cabang Pelabuhan Tanjung Priok yang berfungsi khusus melayani kegaiatan turun naik penumpang kapal laut.
Trafik Pelabuhan Tanjung Priok meliputi tiga pengguna utama pelabuhan, yaitu kunjungan kapal, arus penumpang dan dan arus barang (termasuk dalam kategori ini adalah arus peti kemas). Pelabuhan Tanjung Priok memiliki dermaga yang biasa menjadi tempat berlabuh Angkutan Laut RO-RO, yaitu dermaga 106 dan 107. Kedua dermaga tersebut menggunakan konstruksi beton dengan panjang 300 m2. Beberapa Angkutan Laut RO-RO yang berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok adalah kapal milik Pelni dan beberapa perusahaan swasta seperti Prima Vista, Bukit Merapin Nusantara Line, Munic Line, Sentosa Lestari Abadi, dan Dharma Bahari Utama. Sebagian besar Angkutan Laut RO-RO tersebut digunakan sebagai moda transportasi angkutan penumpang 1)
Arus Penumpang Arus penumpang di Pelabuhan Tanjung Priok sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 yang tercantum pada tabel dibawah ini. Hampir seluruhnya adalah penumpang kapal pelayaran dalam negeri, dan sebagian besar kapal Pelni. Selama lima tahun terakhir, arus penumpang mengalami penurunan.
Tabel 4.3 : Jumlah Penumpang di Pelabuhan Tanjung Priok Tahun
Penumpang (orang) Embarkasi
Debarkasi
Total
2005
291,431
285,208
576,638
2006
235,464
250,180
485,644
2007
222,109
237,035
459,144
2008
299,891
275,605
575,496
2009
227,927
192,845
420,772
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok
2)
Arus barang dan peti kemas Adapun arus barang berdasarkan jenis perdagangannya sejak tahun 2003-2008 dan tingkat laju pertumbuhannya di
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
57
Pelabuhan Tajung Priok adalah sebagaimana terlihat pada tabel dan gambar di bawah ini. Tabel 4.4 : Arus Barang Per Jenis Pergadangan di Pelabuhan Tanjung Priok Volume
2004
2005
2006
2007
2008
Import
12,161,217
11,738,888
11,551,523
11,996,578
12,336,717
Export
5,675,937
7,622,715
7,216,030
7,379,221
5,479,989
13,547,588
13,054,157
14,020,612
15,787,613
16,868,999
4,688,972
5,738,610
5,948,414
6,817,502
7,363,821
36,073,714
38,154,370
38,736,579
41,980,914
42,049,526
in Bound Out Bound Total
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok
3)
Kunjungan Kapal Kunjungan kapal di Pelabuhan Tanjung Priok dalam statistik pelabuhan dibedakan dalam dua pengelompokan, yaitu berdasarkan atas jenis pelayaran dan atas jenis kapal. Berdasarkan jenis pelayaran, kapal dibedakan menjadi kapal niaga dan kapal non-niaga. Kapal non-niaga pada umumnya adalah kapal negara atau kapal tamu. Sedangkan kapal niaga, dibedakan menjadi kapal pelayaran luar negeri yang mengangkut barang perdagangan luar negeri atau internasional, dan kapal pelayaran dalam negeri yang mengangkut perdagangan domestik atau antar pulau. Kunjungan kapal berdasarkan jenis pelayaran di Pelabuhan Tanjung Priok sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 adalah sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
58
Gambar 4.9 : Arus Kunjungan Kapal Per Unit di Pelabuhan Tanjung Priok
Gambar 4.10 : Arus Kunjungan Kapal per GT di Pelabuhan Tanjung Priok
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
59
Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No.42 Tahun 2011 mengenai rencana induk Pelabuhan Tanjung Priok bahwa pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok terdiri atas 3 (tiga) tahapan, yaitu tahapan Jangka Pendek (20112015), jangka Menengah (2011-2020), dan Jangka Panjang (2011- 2030). Adapun rencana pengembangan pelabuhan Tanjung Priok ini adalah sebagai berikut: 1) Pada jangka pendek diperlukan pembangunan terminal peti kemas di Kalibaru Utara yang dilengkapi dengan tambatan sepanjang 1200 meter di kedalaman 15,5 meter. Terminal ini mempunyai kapasitas 1,9 Juta TEU’s per tahundan alat-alat penanganan kontainer, termasuk gantry cranes. Selain itu dibangun juga jembatan akses yang menghubungkan terminal kontainer dengan daratan sepanjang 1100 meter. 2) Pada jangka menengah dibangun terminal peti kemas di Cilamaya dengan panjang tambatan 2160 meter pada kedalaman 12,5 – 15,5 meter. Luas area terminal sekitar 87 hektar dengan kapasitas 3,2 juta TEU’s per tahun. Selain itu dibangun juga jembatan akses yang menghubungkan terminal kontainer dengan daratan sepanjang 800 meter. 3) Pengembangan jangka panjang dilakukan di Kedua lokasi, yaitu di Kalibaru Utara dan Cilamaya. Pada lokasi Kalibaru utara dibangun Terminal Curah Cair dengan panjang tambatan 1080 meter pada kedalaman 15,5 meter dan Terminal Curah Kering dengan panjang tambatan 915 meter di kedalaman 15,5 meter. Sedangkan di lokasi Cilamaya dibangun Terminal Multi Purpose dengan panjang tambatan 600 meter di kedalaman 9 meter dan Kolam Perbaikan Kapal dengan panjang tam batan 800 meter di kedalaman 4 meter. Selain itu, dilakukan penambahan panjang jembatan sebanyak 150 meter, sehingga total panjang jembatan akses adalah 950 meter.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
60
Gambar 4.11 : Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok di Terminal Kalibaru Utara
2. Pelabuhan Tanjung Perak Pelabuhan Tanjung Perak menjadi pintu gerbang menuju Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia, terhubung dengan Indonesia bagian timur, barat, dan negara-negara Asia yang bertetangga. Tanjung Perak merupakan salah satu pelabuhan pintu gerbang di Indonesia. Tanjung Perak telah menjadi pusat kolektor dan distributor barang ke Kawasan Timur Indonesia, khususnya untuk Provinsi Jawa Timur. Pelabuhan Tanjung Perak merupakan pusat pelayaran intersulair Kawasan Timur Indonesia karena Ietaknya yang strategis dan didukung oleh daerah hinterland Jawa Timur yang potensial. Pelabuhan Tanjung Perak terletak pada posisi 112°43'22" garis Bujur Timur dan 07°11'54" Lintang Selatan, tepatnya di Selat Madura sebelah utara kota Surabaya yang meliputi daerah perairan seluas 1.574,3 ha dan daerah daratan seluas 574,7 ha. Tinggi Gelombang maksimal di sekitar ambang luar 1,5 m dan di tempat berlabuh kurang Iebih 0,5 m. Rata-rata kecepatan angin di pelabuhan 12 knot.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
61
Gambar 4.12 : Layout Pelabuhan Tanjung Perak
Gambar 4.:13 : Kondisi Terminal Mirah Pelabuhan Tanjung Perak
Pelabuhan Tanjung Perak merupakan pelabuhan wajib Pandu. Pelayanan pandu diberikan oleh 39 orang pandu yang terdiri dari 28 pandu laut dan 11 pandu bandar. Pandu Laut bertugas memandu kapal selama berlayar di alur dan Pandu Bandar memandu kapa' untuk olah gerak dalam pelabuhan. Untuk keamanan dan kelancaran olah gerak kapal di bandar, tersedia 8 kapal tunda berkekuatan 800¬2400 HP, 5 kapal pandu berkekuatan 350 - 960 EB' dan 6 kapal kepil berkekuatan 125 250 MK.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
62
Alur pelayaran barat merupakan alur utama untuk memasuki pelabuhan Tanjung Perak yang panjangnya 25 mil laut, lebar 100 meter dengan kedalaman bervariasi antara 9,7 sampai 12 meter A.R.P dilengkapi dengan 24 buoy dan Stasiun Pandu di Karang Jamuang yang slap melayani 24 jam. Alur Iainnya yaitu alur pelayaran timur, yang panjangnya 22,5 mil laut, lebar 100 meter dengan kedalaman antara 2,5 sampai 5 meter A.R.P dilengkapi dengan 8 buoy. Pelabuhan Tanjung Perak memiliki beberapa terminal yang melayani dan mendukung aktivitas di pelabuhan tersebut. Adapun terminal – terminal tersebut yaitu sebagai berikut: a. Terminal Kontainer, yakni UTPK I dan UTPK II b. Terminal Konvensional : 1) Terminal Jamrud (Peruntukan Samudera Penumpang antar pulau) 2) Berlian Terminal (Peruntukan Samudera) 3) Terminal Nilam (Peruntukan Barang Curah, Barang Cair) 4) Terminal Mirah (Peruntukan Antar Pulau) 5) Terminal Intan (Peruntukan Bongkar Minyak) 6) Terminal Kalimas (Peruntukan Kapal Layar, Kapal Fery) 7) Terminal Penyeberangan Ujung I Ujung II (Peruntukan Kapal Fery) 8) Terminal Penumpang yakni Terminal Gapura Nusantara Gapura Surya (Peruntukan Kelas Ekonomi) Tabel 4.5 Fasilitas dan Peralatan Pelabuhan Tanjung Perak No.
Fasilitas/Peralatan
Total
1
Terminal Internasional - Draft
-10,5 LWS
2
Terminal Domestik -Draft
-7,5 LWS
3
Container Yard
49 Hektar
4
Container Freight Station
16.500 M2
5
Quays Cranes
10 units
6
RTG
23 units
7
Reach Stacker 40 Ton
3 units
8
Side Container Loader 7.5 Ton
2 units
9
Sky Stacker 8 Ton
2 units
10
Forklift Electrik 2,5 Ton
12 units
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
63
No.
Fasilitas/Peralatan
Total
11
Double Trailer
40 units
12
Head Truck
54 units
13
Chassis 20 Ft
3 units
14
Chassis 40 Ft
45 units
15
Chassis 45 Ft
30 units
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Perak
Tabel 4.6 : Profil Terminal RO-RO di Pelabuhan Tanjung Perak No
Uraian
Besaran
Luas Terminal Penumpang : - Embarkasi
2.371,65 M2
- Debarkasi
201 ,50 M2
- Teras Sisi Barat
294,25 M2
2
Kapasitas Terminal Penumpang
700 Orang
3
Draft
-7,2 M.LWS
4
Panjang Dermaga
140 M
1
Luas Lapangan Parkir : - Truk (Besar dan Kecil)
3.870 M2
- Sedan / Sejenis
515 M2
- Kendaraan ex bongkaran
1.912,5 M2
6
Kapasitas Parkir Mobil
250 Kendaraan
7
Tempat Ibadah (Mushollah)
32 M2
5
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Perak
Trafik Pelabuhan Tanjung Perak meliputi tiga pengguna utama pelabuhan, yaitu kunjungan kapal, arus penumpang dan dan arus barang (termasuk dalam kategori ini adalah arus peti kemas). 1)
Arus Penumpang Arus penumpang di pelabuhan Tanjung Perak ini puncak jumlah penumpang angkutan laut yaitu di tahun 2000, sebesar 1,792 ribu penumpang, setelah itu jumlah tersebut makin menurun tahun demi tahun, walaupun pada tahuntahun terakhir ini jumlah tersebut sedikit banyak telah stabil (863 ribu penumpang pada tahun 2006). Alasannya dikatakan karena adanya kompetisi kuat dari jasa angkutan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
64
udara. Jumlah Angkutan Laut RO-RO telah meningkat pada dekade terakhir, membawa 197 ribu penumpang pada tahun 2006. 2)
Arus barang dan peti kemas Adapun arus barang berdasarkan jenis kapalnya dan menurut kemasan dan distribusi pada tahun 2011 di pelabuhan Tajung Priok adalah sebagaimana terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.7 : Arus Kapal Berdasarkan Jenis Kapal di Pelabuhan Tanjung Perak
No
Jenis Kapal
1
Kapal Petikemas
2
Kapal General Cargo
3
Kapal Bag Cargo
4
Kapal Tanker BBM
5
Kapal Curah Cair Non BBM
6
Kapal Curah Kering (Bulk)
7
Kapal Tongkang
8
Kapal Penumpang
9
Perahu / PLM / Pelra / Kapal Perikanan
10
Lain-lain JUMLAH TRAFIK (JENIS KAPAL)
Satuan Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT Unit GT
Realisasi Tahun 2011 4,749 33,227,848 2,566 7,342,545 469 1,380,129 667 4,430,160 310 1,151,709 832 8,055,929 868 1,213,303 1,095 9,044,499 878 118,912 1,683 6,765,554 14,117 72,730,588
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Perak
3)
Kinerja Pelayanan Kapal Adapun untuk frekuensi keberangkatan Angkutan Laut RO-RO dari Pelabuhan Tanjung Perak ini adalah setiap 2 hari sekali dan untuk frekuensi kedatangan Angkutan Laut RO-RO ke Pelabuhan Tanjung Perak ini adalah 2 hari sekali. Adapun kinerja dari pelayanan Angkutan Laut RO-RO yang terdapat di Pelabuhan Tanjung Perak ini seperti yang dijabarkan pada tabel dibawah ini.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
65
Tabel 4. 8 Kinerja Pelayanan Angkutan Laut RO-RO di Pelabuhan Tanjung Perak Jenis Kinerja (Jam) 1) Turn Around Time
Angkutan Laut RORO 11.06 Jam
2) Waiting Time
1,84 Jam
3) Approach Time
2,10 Jam
4) Postpone Time
0,10 Jam
5) Berthing Time
0,99 Jam
6) Non Operating Time
0 Jam
7) Berth Working Time
7,02 Jam
8) Effective Time7
7,02 Jam
9) Idle Time
0 Jam
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Tanjung Perak
3. Pelabuhan Makassar Pelabuhan Makassar termasuk pelabuhan utama strategis Indonesia yang berada di bawah PT Pelabuhan Indonesia IV, terletak pada posisi titik koordinat 050 – 08’ -08” LS 1190 -24’ 02” BT. Pelabuhan Makassar terletak di bagian barat kota Makassar, menyusuri pantai jalur Selat Makassar, Sulawesi Selatan. Keberadaan Pelabuhan Makassar karena fungsinya sebagai jembatan antara Pulau Jawasa dengan daerah timur Indonesia, sehingga menjadi pintu pelabuhan utama untuk mendukung aktivitas di Indonesia Timur. Pintu masuk (acces channel) di Pelabuhan Makassar memiliki lebar 150 meter sepanjang 2 mil, dengan kedalaman rata-rata 10 hingga -14 meter. Ukuran maksimal draft Pelabuhan Makassar adalah 16 m, 30.000 DWT.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
66
Gambar 4.14 : Aktivitas Pelabuhan Makassar
Pelabuhan Makassar dibagi menjadi pelabuhan utama dan pelabuhan petikemas. Pelabuhan Makassar memiliki dua dermaga utama, yaitu dermaga Soekarno dan dermaga Hatta. Masing-masing melayani kapal barang dan kapal penumpang.Sebagai pelabuhan utama di kawasan Indonesia timur, Pelabuhan Makassar menjadi pintu masuk untuk supply barang yang berasal dari pulau Jawa.
Gambar 4. 15 :Layout Eksisting Pelabuhan Makassar
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
67
Makassar menjadi pusat distribusi barang dan penumpang, terutama yang berasal dari Jakarta dan Surabaya. Selain itu, sebagai pintu utama untuk aktivitas di Indonesia bagian timur, Makassar menjadi simpul utama bagi barang dan penumpang sebelum didistribusi ke daerah barat Indonesia. Kota Makassar memiliki beberapa kawasan khusus yang berfungsi sebagai daerah pendukung kegiatan pelabuhan, yaitu Kawasan Industri Makassar, Zona Kawasan Berikat Makassar, Pusat Pengolahan Kayu dan Cargo Terminal dan Pergudangan Kota. Kawasan Industri Makassar terletak pada sebelah timur kota Makassar sekitar 12 Km dari Pelabuhan Makassar. Zona kawasan Industri ini merupakan pusat pengolahan limbah, pusat pelayanan kesehatan dan keamanan. Pusat pengolahan kayu terletak di kawasan Sungai Tallo. Aktivitas yang terdapat di kawasan tersebut adalah pusat pengolahan dan penampungan kayu dan hasil pengolahan kayu, serta sebagai pusat pelayanan baan baku bagi industri kayu di dalam dan luar kawasan Sungai Tallo. Cargo Terminal dan Pergudangan Kota yang terletak pada 5 Km dari Pelabuhan Makassar nerfungsi sebagai tempat penyimpanan, akomodasi, dan distribusi barang, serta tempat pengepakan, proses, sortasi, making, dan handling barang. Gudang lini II berfungsi sebagai penunjang Pelabuhan Makassar dan tempat handling container, serta sebagai penopang kawasan ekonomi terpadu.
Gambar 4.16 :Terminal Peti Kemas Pelabuhan Makassar
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
68
Pelabuhan Makassar memiliki 4 dermaga utama, yaitu dermaga Soekarno, Hatta, Hasanuddin, dan Paotere. Keempat dermaga ini memiliki fungsi masing-masing. Dermaga Soekarno merupakan dermaga terpanjang yang digunakan untuk peruntukan multiguna. Dermaga Hatta diperuntukan khusus untuk terminal petikemas. Dermaga Hasanuddin merupakan dermaga yang kerap digunakan untuk tempat berlabuh Angkutan Laut RO-RO, namun juga digunakan untuk fungsi lainnya. Kapal tradisional diarahkan untuk berlabuh di dermaga Paotore. Tabel 4.9 : Dermaga di Pelabuhan Makassar Nama Dermaga
Panjang (m)
1. Soekarno 2. Hatta 3. Hassanuddin 4. Paotere
Kedalaman (MLWS)
1.360 850 210 510
Peruntukan
-9,00 -12,00 -5,00 -3,00
Multipurpose Container RO-RO, multipurpose Tradisional
Sumber: PT. (Persero) Pelindo IV Cabang Makassar
Beberapa perusahaan yang memiliki pabrik berlokasi di Pelabuhan Makassar juga memiliki dermaga tersendiri, antara lain pabrik terigu dan semen. Dermaga untuk kapal penumpang berada di bawah pelayanan PT Pelni. Realisasi kinerja fasilitas dan peralatan Pelabuhan Makassar seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.13. Tabel 4.10 : Realisasi Kinerja Fasilitas dan Peralatan Pelabuhan Makassar No.
URAIAN
1 Dermaga a) B O R a.
b)
BTP
2 Gudang a) S O R b) S T P 3 Lapangan
Satuan
%
REALISASI Tahun Tahun Tahun Tahun 2007 2008 2009 2010 Fasilitas
2
51,03 1.495,1 35
49,15 1.275,8 25
44,99 1.738, 89
52,02 2.028, 81
% Ton/M2
23,88 17,664
17,65 13,314
17,08 15,22
5,40 11,74
Ton/M
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
69
Tahun 2011
101,62 188,27 33,53 82,22
No.
URAIAN a) b) 1 2 3 4
b.
5 6 7 8 9 1 0
Satuan
YOR YTP
% Ton/M2
Kran Air Reach Stacker Forklift Top Loader Head Truck/ Chasis Bottom Lift Mobil Tronton PMK Transtainer Container Crane
%
REALISASI Tahun Tahun Tahun Tahun 2007 2008 2009 2010 3,58 2,97 13,85 57,56 37,307 32,438 61,58 85,80 Peralatan Darat 24,49 18,68 16,59 12,12
Tahun 2011 335,80 541,54 12,12
%
0,00
8,07
17,89
21,26
21,26
% %
10,14 0,00
8,07 0,00
8,16 0,00
10,10 0,00
10,10 0,00
%
0,00
0,00
7,57
7,25
7,25
%
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
%
-
-
-
-
-
% %
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
%
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Peralatan Apung c.
1 2
Kapal Tunda Kapal Pandu
%
24,73
18,86
20,89
24,64
24,64
%
15,83
16,05
24,38
24,38
24,38
Sumber: PT. (Persero) Pelindo IV Cabang Makassar
Kebutuhan untuk melayani kebutuhan masyarat di Makassar dan daerah hinterlandnya, Angkutan Laut RO-RO tetap berlabuh di dermaga Makassar. Meskipun demikian, ke depannya terdapat rencana pengembangan Pelabuhan Makassar untuk car terminal yang diharapkan dapat menjadi dermga yang sesuai untuk Angkutan Laut RO-RO berlabuh.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
70
Gambar 4.17 : Peta Rencana Pengembangan Pelabuhan Makassar
4. Pelabuhan Balikpapan Pelabuhan Balikpapan terletak pada teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Posisi koordinat Pelabuhan Balikpapan adalah 01° 07’ 00” LS / 116° 48’ 00” BT. Pelabuhan Semayang Balikpapan memiliki luas DLKR Daratan sebesar 4,8 Ha dan luas DLKR Perairan 10.395,208 Ha. Luas DLKP perairan Pelabuhan Semayang adalah seluas 65.862,840 Ha.
Gambar 4.18 : Kondisi Pelabuhan Balikpapan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
71
Berada di bawah manajemen PT. Pelabuhan Indonesia IV, pelabuhan ini melayani kegiatan arus kapal, bongkar muat barang, dan turun naik penumpang. Pelabuhan Balikpapan memiliki status sebagai pelabuhan terbuka untuk perdagangan luar negeri.
Gambar 4.19 : Layout Pelabuhan Semayang Balikpapan
Pelabuhan Semayang Balikpapan memiliki dermaga sebesar 489 m dengan kedalaman 6 mLWS hingga 13 mLWS. Luas gudang penyimpanan yang terdapat di Pelabuhan Balikpapan adalah seluas 2.450 m2, lapangan penumpukan sebesar 11.820 m2, dan bangunan terminal penumpang seluas 2.500 m2. Lapangan parkir yang mendukung kegiatan di Pelabuhan Balikpapan memiliki luas sebesar 5.000 m2.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
72
Gambar 4.20 : Dermaga Pelabuhan Balikpapan
Pelabuhan Semayang Balikpapan memiliki fasilitas kapal pandu sebanyak 4 unit dan kapal tunda sebanyak 6 unit. Fasilitas lain yang tersedia di Pelabuhan Balikpapan adalah forklift 5 ton sebanyak 1 unit, Crane dengan ukuran 25 ton dan 35 ton sebanyak 2 unit, 1 unit PMK, Reach Stacker 45 ton sebanyak 1 unit, serta 3 unit mobil tronton.
Gambar 4.21 : Aktivitas di Pelabuhan Balikpapan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
73
Berikut adalah realisasi kinerja fasilitas dan peralatan di Pelabuhan Makassar tahun 2009, serta perbandingan antara anggaran dan realisasi tahun 2011. Tabel 4.11 : Realisasi Kinerja Fasilitas dan Peralatan Pelabuhan Makassar Uraian a. Fasilitas 1. Dermaga : a. B.O.R. b. B.T.P. 2. Gudang : a. S.O.R. b. S.T.P. 3. Lapangan : a. O.S.O.R. b. O.S.T.P. b. Peralatan Darat : 1. Kran Darat 2. Reach Stacker 3. Forklift 4. Top Loader 5. Head Truck 6. Bottom Lift 7. Mobil Tronton 8. PMK 9. Transtainer 10. Gantry Crane c. Peralatan Apung : 1. Kapal Tunda 2. Kapal Pandu.
Satua n
Realisasi Tahun 2009
Anggaran Tahun 2011
Realisasi Tahun 2011
% T/M
80.29 1,925.00
67.00 1,897.04
63.68 1,532.80
% T/M2
37.95 35.17
37.00 78.11
24.43 14.71
% T/M2
99.10 229.85
97.50 156.87
71.72 114.41
% % % % % %
2.56 30.37 8.76 -
15.00 15.00 5.00 -
3.02 24.33 3.57 -
%
14.06
14.00
22.65
% %
23.32 -
25.00 -
30.13 -
%
-
-
-
% %
33.04 21.29
25.00 20.00
32.73 29.56
Sumber: PT. (Persero) Pelindo IV Cabang Balikpapan
5. Pelabuhan Sampit Pelabuhan Sampit merupakan pelabuhan yang terletak di Kalimantan Tengah. Pelabuhan Sampit memiliki fasilitas yang mendukung kelancaran aktivitas ekspor komoditi seperti kayu olahan, plywood, karet, jelitung, dan sebagainya. Pemerintah juga merencanakan untuk mengembangkan Pelabuhan Sampit agar dapat mendukung operasional kontainer, penyediaan kapal
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
74
khusus penumpang oleh PELNI, dan peningkatan tranportasi antar pulau dan samudera serta terminal curah cair CPO. Pelabuhan Sampit juga diarahkan agar dapat menjadi pintu masuk utama Kalimantan Tengah. Saat ini, Pelabuhan Sampit melayani embarkasi dan debarkasi penumpang, bongkar muat barang-barang cargo, serta bongkar muat petikemas. Pelabuhan Sampit memiliki 3 kawasan pelabuhan, yaitu Pelabuhan Samuda, Pelabuhan Pagatan-Mendawai, dan Pelabuhan Kuala Pembuang. Sungai Mentaya di kota Sampit dapat menjadi akses untuk dilalui oleh kapal dengan GT yang besar. Pelabuhan Sampit mendirikan pelabuhan baru di daerah Bagendang untuk bongkar muat CPO serta pengembangan bongkar muat petikemas. Pelabuhan Sampit memiliki satu buah dermaga sepanjang 316 m, serta terminal penumpang seluas 1.200 m2. 4)
Arus Penumpang Pelabuhan Sampit melayani pelayaran dalam negeri. Dalam setahun terakhir, jumlah penumpang yang naik di Pelabuhan Sampit hingga bulan Juni 2012 adalah 55.289 orang, sedangkan jumlah penumpang yang turun di Pelabuhan Sampit adalah 64.482 orang.
Tabel 4.12 : Data Naik Turun Penumpang di Pelabuhan Sampit Uraian Debarkasi/turun Embarkasi/naik
s/d Mei 2012 51,125 44,158
Jumlah 2 :
95,283
Realisasi Juni 2012 s/d Bulan Ini 13,357 11,313
Bulan Ini 64,482 55,289
24,488
119,771
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Sampit
5)
Kinerja Pelayanan Kapal Berikut adalah kinerja pelayanan Fasilitas di Pelabuhan Sampit hingga bulan Juni 2012.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
75
Tabel 4.13 : Realisasi Kinerja Fasilitas dan Peralatan Pelabuhan Sampit No.
Uraian
Satuan
RKAP 2012
DERMAGA Dermaga Umum a. BOR % b. BTP T/M 65.00 131.00 2 Darmaga Petikemas a. BOR % b. BTP TEU's/M Darmaga Pelayanan 3 Rakyat a. BOR % b. BTP T/M 4 Darmaga Lain a. BOR % b. BTP T/M B PENUMPUKAN 1 KONVENSIONAL a. Gudang YOR % YTP T/M2 b. Lapangan YOR % YTP T/M2 2 Terminal Petikemas a. Countainer Freight Storage (CFS) YOR % YTP T/M2 b. Countainer Yard (CY) YOR % YTP TEU's/slot Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Sampit
Realisasi Juni 2012 s/d Bulan s/d bln lalu ini bulan ini
A 1
66.05 55.28
66.45 3.30
65.75 44.79
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6. Pelabuhan Pantoloan Pelabuhan Pantoloan terletak di Teluk Palu, Sulawesi Tengah, dengan letak koordinat 00° 42’ 03” LS / 119° 51’ 03” BT, dengan jarak 23 Km dari pusat kota Palu. Wilayah kerja Pelabuhan Pantoloan terdiri dari 681,9 Ha dan wilayah daratan seluas 10,5 Ha. Pelabuhan Pantoloan berada di bawah PT. Pelabuhan Indonesia IV. Beberapa komoditi ekspor yang dilayani dalam proses bongkar muat di Pelabuhan Pantoloan antara lain kopra, kayu, dan rotan. Pelabuhan Pantoloan memiliki fungsi sebagai lokasi untuk kegiatan bongkar muat barang ekspor-impor maupun domestik, serta melayani
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
76
kegiatan embarkasi dan debarkasi penumpang. Pelabuhan Pantoloan secara khusus melayani Angkutan Laut RO-RO yang berada di dermaga Taipa, dengan tujuan untuk membantu kegiatan penyebrangan Palu-Balikpapan.
Gambar 4.22 : Layout Pelabuhan Pantoloan
Gambar 4.23 : Kondisi Dermaga Pelabuhan Pantoloan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
77
Pelabuhan Pantoloan memiliki wilayah hinterland yang mencakup seluruh Provinsi Sulawesi Tengah, serta mencakup kebutuhan Sulawesi Utara dan Tengah. Pelabuhan Pantoloan menjadi simpul dari wilayah hinterlandnya. Beberapa komoditi memiliki daerah tujuan utama di Kalimantan Timur seperti Balikpapan dan Tarakan. Pelabuhan Pantoloan memiliki kapal tunda berkapasitas 800 Hp dan kapal pandung yang berkapasitas 2x85 Hp. Terminal penumpang di Pelabuhan Pantoloan memiliki luas sebesar 2000 m2, yang terdiri dari ruang tunggu kelas I,II, III, dan ekonomi dengan kapasitas 1500 orang; ruang pengantar/penjemput dengan kapasitas 1500 orang; dan ruang VIP yang dapat menampung 250 orang. Tabel 4.14 : Kinerja Pelabuhan Pantoloan Tahun 2011 No
Kinerja
Nilai
1
Jam Operasi 1 Hari
24 Jam
2
TRT (Rata-rata)
63 Jam
3
Effective Time
54 %
4
BOR
67 %
5
SOR
31 %
6
YOR
65 %
7
Produktivitas Gencar (Ton/Ship/Jam)
52
8
Produktivitas Peti Kemas (Box/Ship/Jam)
20
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Pantoloan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
78
Gambar 4.24 :
Arus Barang Dalam dan Luar Negeri Pelabuhan Pantoloan
Pelabuhan Pantoloan akan dikembangkan menjadi 5 dermaga, yaitu Terminal Curah Cair, Pergudangan, Terminal Curah Kering, dan Depo Petikemas
Gambar 4.25 : Layout Rencana Zonasi Pengembangan Pelabuhan Pantoloan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
79
7. Pelabuhan Kendari Pelabuhan Kendari merupakan satu di antara beberapa pelabuhan yang berada di Sulawesi Tenggara. Pelabuhan yang berada di bawah PT. Pelabuhan Indonesia IV ini memiliki luas lahan daratan sebesar 22.125 Ha dan luar lahan perairan 7.201 Ha. Luas lahan DLKP sebesar 5.203 Ha. Pelabuhan ini sebagian besar melayani aktivitas peti kemas. Pelabuhan Kendari memiliki dua buah dermaga, yaitu Dermaga Pangkalan Nusantara dan Dermaga Pangkalan Perahu. Dermaga Pangkalan Nusantara memiliki panjang 21 meter dan lebar 15 meter. Demaga Pangkalan Perahu memiliki panjang 21 meter dan lebar 6 meter.
Gambar 4.26 : Layout Pelabuhan Kendari
Pelabuhan Kendari tidak hanya melayani kebutuhan di Kota Kendari saja, namun juga untuk beberapa daerah di sekitar Kota Kendari. Daerah hinterland yang dilayani oleh Pelabuhan Kendari adalah Kabupate Konawe, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Kanowe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna, Kabupaten Buton.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
80
Tabel 4.15 : Realisasi Utilitasi Fasilitas Pelabuhan Kendari Tahun 2007-2011 URAIAN 1
2
3
1 2 3 4
5
Dermaga a. B O R b. B T P Gudang a. S O R b. S T P Lapangan a. Y O R b. Y T P PERALATAN Kran Darat Reach Stacker Forklift Kapal Motor Pandu Pemadam Kebakaran (Tabung)
2007
2008
TAHUN 2009
%
82.44 1,992
87.88 2,578. 73
74.31
Ton/M2
86.63 2,292. 69
195.43
71.50 202.6 2
% Ton/M2
60.98 60.92
49.67 114.73
20.77 69.29
41.70 7.04
-
% Ton/M2
154.38 68.61
135.19 109.71
41.18 90.83
41.86 11.18
37.53 12.86
%
-
-
-
-
-
% %
-
-
-
-
-
Kpl/Grk
21.00
-
48.29
0.91
0.43
%
1.48
2.51
2.01
-
-
SATUAN
2010
2011
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Kendari
Tabel 4.16 : Arus Penumpang Pelabuhan Kendari Tahun 2007-2011 NO
URAIAN
1
LUAR NEGERI a. Embarkasi b. Debarkasi Jumlah 1 : DALAM NEGERI a. Embarkasi b. Debarkasi Jumlah 2: JUMLAH 1 + 2 :
2
SATUAN
2007
2008
TAHUN 2009
2010
2011
Orang Orang Orang
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Orang Orang Orang Orang
111,081 126,947 238,055 238,055
208,654 182,066 390,720 390,720
251,488 223,824 475,312 475,312
245,748 218,716 464,464 464,464
279,600 258,492 538,092 538,092
Sumber: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Cabang Kendari
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
81
D. Pola Pergerakan Barang Antar Provinsi di Indonesia Adapun keadaan oseanografi dari wilayah perairan di Indonesia seperi dijelaskan dan dijabarkan pada poin – poin berikut ini. 1. Pergerakan di Pulau Jawa Wilayah Pulau Jawa merupakan pusat aktivitas dan produksi. Disamping itu, wilayah Jawa merupakan titik konsentrasi tekanan lahan mayoritas penduduk Indonesia. Dampak aktivitas masyarakat menuntut kebutuhan transportasi untuk pemenuhan mobilitas penduduk yang sampai saat ini paling tinggi. Pola pergerakan transportasi darat di region Jawa memberikan gambaran sebagai berikut :
Gambar 4.27 : Karakteristik Pergerakan Transportasi Darat di Pulau Jawa
Dari skema di atas, nampak bahwa jaringan jalan raya di region Jawa terdiri dari 3 (tiga) lintas yaitu: lintas selatan, lintas tengah dan lintas utara (pantura). Jaringan jalan rel KA di region Jawa melintas mengikuti pola jalan raya, sehingga keduanya saling melengkapi. Saat ini, jaringan jalan raya memiliki peran utama dalam pergerakan manusia dan barang, sedangkan jalan rel KA masih didominasi oleh pergerakan penumpang. Angkutan penyeberangan memiliki peran sebagai media penghubung antar wilayah daratan, yang selama ini untuk mengakomodasi pergerakan dari dan ke pulau Jawa. Ujungujung daratan wilayah pulau Jawa merupakan simpul atau pintu gerbang perpindahan manusia dan barang antar pulau. Simpul ini sangat vital peranannya sebagai titik perpindahan antar
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
82
moda antar wilayah (region). Di wilayah ini, selama ini tidak melayani angkutan sungai seperti halnya di region Sumatera. Karakteristik geografis wilayah pulau Jawa tidak memungkinkan untuk pengembangan angkutan sungai, karena alur-alur sungainya tidak besar. Tabel 4.17 : Permasalahan Setiap Provinsi di Pulau Jawa NO 1
PROVINSI Banten
2
DKI Jakarta
3
Jawa Barat
4
Jawa Tengah
5
6
ISU STRATEGIS Akan dibangunnya jembatan selat sunda Armada penyeberangan hampir semuanya beralih ke kapal tradisional (kapal nelayan). Rencana pengembangan pelabuhan baru, yaitu Muara Angke untuk kapal tradisional (nelayan). Pengembangan rute baru di Jawa Barat Tinggi gelombang diatas 2 meter, sehingga armada tidak dapat beroperasi. Rencana pengembangan lintas baru : Semarang – Karimunjawa menjadi Kendal – Karimunjawa; Kendal – Kume; Kendal – Banjarmasin dan Kendal – Pontianak. Rencana pengembangan penyeberangan Nusakambangan – Cilacap dengan sarana sky lift. Adanya rencana pengembangan pelabuhan baru, yaitu Pelabuhan Kendal. Masih adanya keterbatasan sarana prasarana pelabuhan Keterbatasan SDM dengan teknologi sehingga efektivitas pelayanan kurang optimal.
DIY
Mengupayakan pembukaan akses untuk pelayaran nasional dan internasional. Mensinergikan pelabuhan-pelabuhan yang telah ada. Tidak terdapat pelayanan angkutan penumpang dan barang. Tidak memiliki fasilitas pelabuhan. Belum tersedianya jaringan jalan pendukung.
Jawa Timur
Adanya rencana pengembangan lintas baru, yaitu Paciran. Rencana pengembangan pelabuhan baru, yaitu Pelabuhan Sampang (arah Probolinggo). Adanya program pengurangan jumlah armada sejak adanya jembatan SURAMADU, namun seharusnya tidak direalisasikan sebab untuk alternative arus mudik lebaran.
Berdasarkan data ATTN antar Provinsi Tahun 2011, dapat dilihat bahwa pergerakan barang dari beberapa Provinsi di Pulau Jawa. Barang yang berasal dari DKI Jakarta memang secara umum memiliki nilai asal tujuan terbesar ke Provinsi
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
83
yang berada di sekitarnya, yaitu Jawa Barat dan Banten, di luar distribusi barang di dalam Provinsi DKI Jakarta sendiri. Nilai asal tujuan barang dari DKI Jakarta ke koridor lain di Indonesia adalah sebagai berikut: Pulau Sumatra memiliki total sebesar 89.291.308, Jawa (836.722.703), Bali dan Nusa Tenggara (5064710), Kalimantan (7.116.757), Sulawesi (5.922.304), dan Papua (712.098). Industri yang menjadi potensi yang dapat dikembangkan di Koridor Jawa adalah: a.
Industri Makanan dan minuman Industri makanan-minuman adalah kontributor yang cukup signifikan terhadap PDB Indonesia. Pada tahun 2008 nilai produksi industri makanan-minuman mencapai USD 20 Miliar dan tumbuh rata-rata sebesar 16 persen setiap tahun. Disamping itu, industri makanan-minuman merupakan industri yang menyerap tenaga kerja paling besar diantara industri manufaktur lainnya. Pada tahun 2010, industri ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 3,6 juta orang atau terjadi peningkatan sebesar 3,28 persen dibandingkan dengan tahun 2009. Kinerja lainnya dari industri makanan minuman ditunjukkan oleh peningkatan nilai ekspor dari industri ini selama periode Januari-Agustus 2010. Selama periode tersebut, nilai ekspor dari industri makanan terjadi peningkatan sebesar 16 persen dan minuman sebesar 13 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Produksi industri makanan-minuman menyumbang sekitar 22,3 persen dari total produksi manufaktur di Koridor Ekonomi Jawa atau kedua terbesar setelah industri permesinan. Besarnya produksi yang dihasilkan oleh industri makanan-minuman tidak terlepas dari banyaknya investasi yang terealisasikan untuk industri tersebut. Total investasi yang terealisasi di Indonesia pada industri makanan-minuman sampai dengan akhirtahun 2010 adalah IDR 25 Triliun; dimana IDR 9 Triliun merupakan investasi dari luar negeri/PMA dan IDR 16 Triliun merupakan investasi dalam negeri/PMDN. Industri makanan-minuman menduduki peringkat tertinggi untuk jumlah PMDN yang terealisasikan pada tahun 2010. Pada tahun 2011 ini, investasi pada industri makanan-minuman ditargetkan untuk mencapai IDR 38,87 Triliun.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
84
b. Industri Tekstil Industri tekstil adalah salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia (lebih dari 1,3 juta orang secara langsung). Dari jumlah tenaga kerja tersebut, lebih dari setengah (600 ribu orang) bekerja di industri tekstil garmen yang juga merupakan industri padat karya. Industri tekstil juga merupakan salah satu sumber devisa yang penting sebagai satu-satunya manufaktur non-migas dengan net ekspor positif. Produk tekstil juga merupakan komoditi ekspor terbesar Indonesia ke Amerika Serikat.. Sementara, kontribusi produk tekstil terhadap PDB nasional cukup signifikan, yaitu sebesar IDR 90 Triliun pada tahun 2007, walaupun sempat turun karena krisis di tahun 2009, produk tekstil diperkirakan dapat terus meningkat di masa yang akan datang. Dari sisi hulu, Indonesia masih mengimpor 90 persen kapas alam bahan baku. Indonesia memiliki iklim yang cocok untuk budi daya kapas, sehingga peluang integrasi ke arah hulu untuk mengurangi kebergantungan impor dan meningkatkan nilai tambah perlu mendapat perhatian lebih lanjut. Dari sisi hilir, saat ini telah mulai berkembang industri desain garmen di Jakarta. Desain adalah kegiatan dengan nilai tambah yang tinggi, sehingga perlu didukung oleh kemampuan desain yang mampu bersaing. Secara spesifik, industri tekstil hulu (serat menjadi kain) sebagai jenis industri yang padat modal dan full technology sangat memerlukan energi yang besar, sehingga ketersediaan dan harga listrik berpengaruh terhadap tingkat daya saing produk yang dihasilkan (harga listrik Indonesia di atas Cina dan Vietnam). Hal lain yang menghambat adalah tingginya biaya angkut produksi melalui pelabuhan, karena tingkat efisiensi pelabuhan Indonesia yang sangat rendah. Waktu turnaround kapal di pelabuhan Jakarta, Semarang, dan Surabaya adalah 67, 77, dan 38 jam yang jauh lebih lama dibandingkan Singapura yang hanya 26 jam. Di samping beberapa faktor penghambat pengembangan industri tekstil tersebut di atas, kondisi peralatan indsutri tekstil juga mempengaruhi produktivitas tekstil selama ini, dimana mayoritas alat tekstil yang dimiliki sudah berusia lebih dari 20 tahun.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
85
c. Peralatan Transportasi Di sektor industri peralatan dan mesin, segmen peralatan transportasi merupakan kontributor terbesar. Sebagai contoh, 93 persen dari sektor peralatan dan mesin di Jakarta datang dari segmen peralatan transportasi. Industri peralatan transportasi terkonsentrasi dan membentuk hub utama produksi peralatan transportasi di Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Karawang/Purwakarta (greater Jakarta). Industri peralatan transportasi berpeluang besar untuk tetap berkembang, karena kepemilikan kendaraan di Indonesia saat ini masih rendah dan diperkirakan akan semakin naik seiring dengan meningkatnya PDB. Lebih jauh, pertambahan penjualan mobil tersebut diharapkan dapat diikuti oleh pertumbuhan produksi. Di sisi lain, kegiatan ekonomi utama peralatan transportasi menghadapi sejumlah tantangan dan permasalahan untuk tumbuh dan berkembang. Ketersediaan tenaga listrik merupakan salah satu tantangan yang dihadapi oleh industri ini. Pemadaman berkala dan biaya yang tinggi adalah hambatan yang banyak dikeluhkan pengusaha. Keterbatasan infrastruktur pelabuhan juga berpotensi menghambat perkembangan industri ini. Pengembangan dan pengoperasian car terminal di Tanjung Priok dirasakan sebagai hal yang kritis, walaupun dalam jangka menengah diproyeksikan adanya penambahan terminal. d. Perkapalan Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, industri perkapalan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Pada bulan Maret 2010, Indonesia telah memiliki armada sebanyak 9.309 unit kapal (11,95 juta Gross Tonnage) atau meningkat sebanyak 3.268 unit kapal (54,1 persen) dibandingkan dengan bulan Maret 2005 yang hanya memiliki 6.041 unit kapal (5,67 juta Gross Tonnage) (IPERINDO,2011). Peningkatan ini merupakan dampak dari diberlakukannya asas cabotage yaitu angkutan dalam negeri 100 persen diangkut oleh Kapal Berbendera Indonesia (Inpres No.5 /2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional). 2. Pergerakan di Pulau Kalimantan Pulau Kalimantan memiliki karakteristik wilayah yang khas, berupa alur-alur sungai yang melintas membentuk pola koridor
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
86
utara-selatan. Angkutan sungai di region kalimantan memiliki peran penting sebagai pendukung mobilitas penduduk, terutama penduduk yang bertempat tinggal di pedalaman. Sementara angkutan jalan raya belum menjangkau ke seluruh pelosok begitu pula angkutan jalan rel. Gambaran pola pergerakan transportasi darat di region Kalimantan adalah seperti gambar, berikut ini.
Gambar 4.28 : Karakteristik Pergerakan Transportasi Darat di Pulau Kalimantan
Pada angkutan penyeberangan, pola pergerakannya adalah bergerak dari satu wilayah ke wilayah lain antar Provinsi. Titiktitik simpul gerbang keluar-masuk menjadi point penting bagi pergerakan manusia dan barang antar region.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
87
Tabel 4.18 : Permasalahan Setiap Provinsi di Pulau Kalimantan NO
PROVINSI
1
Kalimantan Barat
2
Kalimantan Selatan
3
Kalimantan Tengah
4
Kalimantan Timur
ISU STRATEGIS Adanya legalitas antara kapal sungai dengan kapal laut Load factor kendaraan lebih tinggi dibandingkan dengan penumpang. Keselamatan armada dalam beroperasi cukup rawan, sebab masih terdapat ranjau didaerah sekitar pelabuhan penyeberangan. Rencana penambahan 1 armada dengan grup jembatan SURAMADU. Diperlukan adanya pengerukan, sebab kondisi air sudah semakin surut. Tarif kapal ferry terutama pada ruas jalan Pangkalan Raya – Buntok masih relatif mahal. Terdapat beberapa daerah terpencil (Pulang Pisau, Pegatan, Mendawai, Kuala Pembuang dan Sukamara) sehingga belum ada angkutan komersil yang mau menjangkau daerah tersebut. Rencana pengembangan pelabuhan baru, yaitu Pelabuhan Kumai, Bahaur, Sampit dan Kuala. Rencana pengembangan lintas baru, yaitu Kumai – Kendal; Bahaur – Kumai. Terdapat masalah pembangunan pelabuhan penyeberangan, yaitu jika turun hujan akses menuju dermaga sulit dicapai sebab jalan tersebut akan tertutup air karena jalan tersebut merupakan rawa. a. SDM masih kurang b. Sarana dan prasarana penyeberangan
Kalimantan memiliki potensi sumber daya alam mineral dan kelapa sawit. Komoditas utama di Kalimantan adalah batu bara dan kelapa sawit. Terdapat 5 (lima) Terminal batu bara di Kalimantan yang memiliki fasilitas bagi Armada Kapal Angkutan barang Besar. Terminal batu bara tersebut 3 terletak di Kalimantan Timur dan 2 terletak di Kalimantan Selatan. f.
Kalimantan Timur Luas areal kelapa sawit baru mencapai 663.563 Ha yang terdiri dari 126.756 Ha sebagai tanaman plasma / rakyat, 17.237 Ha milik BUMN sebagai inti dan 519.540 Ha milik Perkebunan Besar Swasta.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
88
Tabel 4.19 : Pusat-pusat Areal Pertanaman Kelapa Sawit No. 1
Kabupaten Paser
Kecamatan Kuaro Long Ikis Paser Belengkong Tanah Grogot
2
Penajam Paser Utara
Waru Penajam
3
Kutai Kartanegara
Kembang Janggut Kenohan Kota Bangun
4
Kutai Barat
Tanjung Isuy Bongan
5
Berau
Tanjung Redep Talisayan Lempake Batu Putih
6
Nunukan
Nunukan Lumbis Sebuku
Perkebunan besar pemerintah mencatat produksi tanaman kelapa sawit sebesar 236.087 ton dari luas tanaman 15.397 ha. Sedangkan perkebunan besar swasta mencatat produksi kelapa sawit 1.515.987,50 ton dengan luas sebesar 385.338 ha dan dari perkebunan rakyat produksi tanaman kelapa sawit tersebut mencapai 546.111 ton.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
89
6. Kab. Nunukan Luas Lahan ditanami : 22.967,00 Ha Produksi TBS : 4,00 Ton CPO : 0,96 Ton
2. Kab. Bulongan Luas Lahan ditanami : 2.105,00 Ha Produksi TBS : 0,00 Ton CPO : 0,00 Ton
1. Kab. Berau Luas Lahan ditanami : 8.226,00 Ha Produksi TBS : 2.100,00 Ton CPO : 504,00 Ton
5. Kab. Kutai Timur Luas Lahan ditanami : 39.568,00 Ha Produksi TBS : 113.933,00 Ton CPO : 27.343,92 Ton 3. Kab. Kutai Barat Luas Lahan ditanami: 5.371,00 Ha Produksi TBS : 2.500,00 Ton CPO : 600,84 Ton
4. Kab. Kutai Kartanegara Luas Lahan ditanami : 20.548,00 Ha Produksi TBS : 212.845,00 Ton CPO : 51.082,80 Ton
8. Kab. Penajam Paser Utara Luas Lahan ditanami : 14.153,00 Ha Produksi TBS : 236.338,00 Ton CPO : 56.721,12 Ton 7. Kab. Pasir Luas Lahan ditanami : 58.642,00 Ha Produksi TBS : 389.338,00 Ton CPO : 93.441,12 Ton
Gambar 4.29 : Peta Potensi Kelapa Sawit di Kalimantan Timur
Kalimantan Timur mempunyai potensi batu bara yang cukup besar. Lebih dari 70% cadangan batubara Kalimantan berada di Provinsi Kalimantan Timur. Potensi batu bara di Kalimantan Timur saat ini diperkirakan sekitar 19,567 triliun ton dan cadangan batu bara mencapai 2,410 triliun ton. Pada tahun 2004, produksi batubara di Kalimantan Timur baru mencapai 66 juta ton, dan pada tahun 2005 mencapai 80 juta ton. g.
Kalimantan Selatan Dilihat dari banyaknya produksi tanaman perkebunan rakyat komoditi sawit menduduki urutan pertama dengan 503.155 ton, sementara untuk kategori perkebunan besar swasta komoditi kelapa sawit juga menempati urutan teratas sebesar 390.116 ton. Pada tabel di bawah ini diperlihatkan luas lahan serta rata-rata produksi/ha/tahun kelapa sawit untuk masing-masing daerah di Provinsi Kalimantan Selatan.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
90
1. Kab. Balangan Luas Lahan Tersedia : 7.854,00 Ha Produksi TBS : 0,00 Ton CPO : 0,00 Ton
5. Kab. Tabalong Luas Lahan Ditanami: 5.000,00 Ha Produksi TBS : 8.847,00 Ton CPO : 2.123,28 Ton
3. Kab. Hulusungai Utara Luas Lahan Ditanami: 2.261,00 Ha Produksi TBS : 3.161,00 Ton CPO : 758,64 Ton
8. Kab. Tapin Luas Lahan Tersedia : 6.626,00 Ha Produksi TBS : 0,00 Ton CPO : 0,00 Ton 2. Kab. Baritokuala Luas Lahan Tersedia : 21.137,00 Ha Produksi TBS : 0,00 Ton CPO : 0,00 Ton
4. Kab. Kota Baru Luas Lahan Ditanami: 100.269,00 Ha Produksi TBS : 185.668,00 Ton CPO : 44.560,32 Ton
6. Kab. Tanah Bumbu Luas Lahan Ditanami: 29.340,00 Ha Produksi TBS : 41.922,00 Ton CPO : 10.061,28 Ton
7. Kab.Tanah Laut Luas Lahan Ditanami: 23.748,00 Ha Produksi TBS : 8.764,00 Ton CPO : 2.103,36 Ton
Gambar 4.30 : Peta Potensi Kelapa Sawit di Kalimantan Selatan
Hasil Produksi Batubara di Kalimantan Selatan terus meningkat tahun 2010 ini mencapai angka lebih dari 100 juta ton, angka ini telah mencapai lebih dari separoh target produksi nasional. Tabel 4.20 : Produksi Batubara PKP2B dan IUP/KP No Tahun 1 2006 2 2007 3 2008 4 2009 5 2010 TOTAL
Produksi 72,409,676.06 82,313,243.83 92,835,171.16 96,521,125.59 103,058.673.16 447,137,889.80
Pola pergerakan batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan dari lokasi tambang diangkut dengan truck dibawa ke dermaga sungai dan dengan tongkang dibawa ke pelabuhan lepas pantai atau pelabuhan muat. h.
Kalimantan Tengah Pembangunan kebun kelapa sawit di Kalimantan Tengah terpusat pada 2 (dua) Kabupaten yaitu Kotawaringin Barat dan Kotawaringin Timur yang disebabkan faktor lahan dan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
91
aksebilitas/mobilitas sangat mendukung, dan selanjutnya diikuti Kabupaten Barito Utara dan Barito Selatan.
5. Kab. Katingan Luas Lahan Ditanami: 11.655,00 Ha Produksi TBS : 27.539,00 Ton CPO : 6.609,36 Ton
3. Kab. Barito Utara Luas Lahan Ditanami: 17.297,00 Ha Produksi TBS : 65.866,00 Ton CPO : 15.807,84 Ton
8. Kab. Lamandau Luas Lahan Ditanami: 22.675,00 Ha Produksi TBS : 206,037 Ton CPO : 49,448,00 Ton 9. Kab. Seruyan Luas Lahan Ditanami: 60.305,00 Ha Produksi TBS : 153.871,00 Ton CPO : 36.929,04 Ton 6. Kab. Kota Waringin Barat Luas Lahan Ditanami: na. Ha Produksi TBS : 841.696,00 Ton CPO : 202.007,04 Ton
10. Kab. Sukamara Luas Lahan Ditanami: 26.304,00 Ha Produksi TBS : 137.213,00 Ton CPO : 32.931,12 Ton
2. Kab. Barito Timur Luas Lahan Ditanami: 2.260,00 Ha Produksi TBS : 0,00 Ton CPO : 0,00 Ton 4. Kab. Kapuas Luas Lahan Tersedia : 350.000,00 Ha Produksi TBS : 0,00 Ton CPO : 0,00 Ton 1. Kab. Barito Selatan Luas Lahan Ditanami: 257,00 Ha Produksi TBS : 0,00 Ton CPO : 0,00 Ton 7. Kab. Kota Waringin Timur Luas Lahan Ditanami: 83.362,00 Ha Produksi TBS : 173.502,00 Ton CPO : 41.640,48 Ton
Gambar 4.31 : Peta Potensi Produksi Kelapa Sawit Provinsi Kalimantan Tengah
Total produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebasar 1,605,724 ton, dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 385,373.76 ton. i.
Kalimantan Barat Total produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Barat adalah sebesar 1.239.205 ton, dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) sebesar 297.409,20 ton. Pada tabel di bawah ini diperlihatkan luas lahan serta rata-rata produksi/ha/tahun kelapa sawit untuk masing-masing daerah di Provinsi Kalimantan Barat.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
92
2. Kab. Kapuas Hulu Luas Lahan Ditanami: 8.096,00 Ha Produksi TBS : 0,00 Ton CPO : 0,00 Ton 1. Kab. Bengkayang Luas Lahan Ditanami: 13.438,00 Ha Produksi TBS : 136.928,00 Ton CPO : 32.862,72 Ton
4. Kab. Landak Luas Lahan Ditanami: 22.453,00 Ha Produksi TBS : 48.097,00 Ton CPO : 32.862,72 Ton
8. Kab. Sekabau Luas Lahan Ditanami: 42.266,00 Ha Produksi TBS : 0,00 Ton CPO : 0,00 Ton
7. Kab. Sanggau Luas Lahan Ditanami: 144.659,00 Ha Produksi TBS : 844.696,00 Ton CPO : 202.727,04 Ton
6. Kab. Pontianak Luas Lahan Ditanami: 5.409,00 Ha Produksi TBS : 42.255,00 Ton CPO : 10.134,00 Ton
9. Kab.Sintang Luas Lahan Ditanami: 30.499,00 Ha Produksi TBS : 0,00 Ton CPO : 0,00 Ton
5. Kab. Melawi Luas Lahan Ditanami: 14.000,00 Ha Produksi TBS : 0,00 Ton CPO : 0,00 Ton
3. Kab. Ketapang Luas Lahan Ditanami: 92.342,00 Ha Produksi TBS : 167.259,00 Ton CPO : 40.142,16 Ton
Gambar 4.32 : Peta Potensi Kelapa Sawit Kalimantan Barat
3. Pergerakan di Pulau Sulawesi Pergerakan transportasi darat di region Sulawesi dilayani oleh: moda angkutan jalan dan moda angkutan penyeberangan intrawilayah. Angkutan penyeberangan nampaknya sangat potensial untuk dikembangkan, mengingat karakteristik bentuk morfologi daratannya. Di sisi lain, jaringan jalan raya sudah menjangkau hingga ujung-ujung pulau. Pola pergerakan di Sulawesi cenderung linier dengan simpul-simpul penghubungan antar region. Adapun pola pergerakan transportasi darat di region diskemakan seperti gambar berikut ini.
Gambar 4.33 : Karakteristik pergerakan transportasi darat di Pulau Sulawesi
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
93
Tabel 4.21 : Permasalahan Setiap Provinsi Pulau Sulawesi NO
PROVINSI
1
Sulawesi Utara
2
Gorontalo
3 4 5
6
Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
ISU STRATEGIS Di Dongkala dan Bau-Bau, saat kondisi air pasang kapal ferry tidak dapat bersandar. Adanya terumbu karang di daerah Waci, sehingga alur pelayaran harus hati-hati. Rencana pengembangan lintas baru, yaitu Gorontalo – Marisa. Pembangunan dermaga penyeberangan Bumbulan di Kabupaten Pohuwato. Pembangunan pelabuhan ferry Paguat. Fasilitas pelabuhan perlu diperbaiki lagi Layanan kurang optimal dan kurangnya kenyamanan Rencana pengembangan lintas baru (tahun 2010), adalah Dira – Bau-Bau. Armada yang beroperasi hanya kapal cepat dan kapal kecil untuk membawa bahan-bahan pokok. Zona gempa di Provinsi Sulawesi Tenggara cukup tinggi dan terdapat patahan. Saat kondisi air pasang kapal ferry tidak dapat bersandar. Transportasi penyeberangan akan mengalami menurunan drastis terutama angkutan penumpang, seiring dengan meningkatnya permintaan sektor angkutan darat dan udara.
Sulawesi memiliki potensi dalam bidang pertanian dan perkebunan. Selain itu, terdapat beberapa potensi mineral yang dapat dimanfaatkan sebagai komoditas utama. a.
Sulawesi Utara 1) Sektor Pertanian Provinsi ini memiliki lahan sawah irigasi teknis seluas 25.740 ha, sementara sawah irigasi semi teknis 26.738 ha. Itu semua belum termasuk lahan sawah irigasi non teknis seluas 4.662 ha. Lahan sawah tadah hujan seluas 4.631 ha, areal sawah pasang surut seluas 634 ha, sementara tahan palawija, hortikultura dan sayursayuran seluas 341.419 ha, Sawah-sawah inilah yang
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
94
pada 2006 menghasilkan 451.700 ton padi dan meningkat jadi 470.400 ton pada 2007 dengan luas panen yang juga bertambah menjadi 99.500 ha. Dibanding dua tahun terakhir, produktivitas padi yang dicapai meningkat. Pada 2004, produksi padi di sana mencapai 407.358 ton. Total produksi sayur-mayur meningkat signifikan dari 91.048 ton pada 2000 menjadi 325.135 ton pada 2005, namun produksi buah-buahan menurun dari 158.441 ton pada 2000 menjadi 129.662 ton pada 2005. Produksi kentang meningkat dari 38.884 ton pada 2000 menjadi 195.826 ton pada 2005, dibarengi produksi nanas yng juga meningkat dari 1.851 ton pada 2000 manjadi 2.813 ton pada 2005. produksi wartel dari tahun sebelumnya menjadi 11.113 ton pada 2005. Komoditi pertanian Sulawesi Utara yaitu: a) b) c) d) e) f) g)
Padi Sawah Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau
2) Sektor Perikanan Sulawesi Utara juga merupakan pusat pengembangan industri perikanan. Sejak 2001, pemerintah setempat melaksanakan apa yang disebut Gerakan Pengembangan Komoditas Unggulan Berbasis Agri bisnis (Gerbang Kuba) meliputi industri ikan tuna, cakalang dan layang. Hasil penangkapan ikan di taut merupakan produksi tertinggi di sektor perikanan. Para nelayan kini juga tengah mengembangkan teknikteknik baru dalam budidaya perikanan laut, meliputi ikan untuk umpan, ikan kerapu, baronang, rumput laut dan kerang mutiara. Untuk budidaya perikanan darat fokus diarahkan untuk ikan mas dan nila. Produksi perikanan tangkap (tuna, cakalang, tongkol) pada 2006 sebanyak 137.000 ton. Produksi ini ditargetkan meningkat menjadi 141.000 ton pada 2007 dari 1,4 juta ton quota tangkap yang di toleransi. Potensi ikan tangkap di sana 1,8 juta ton. Hasil
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
95
budidaya ikan dan udang air tawar mencapai 14.400 ton dengan luas areal 981 ha pada 2006, ditargetkan meningkat menjadi 16.600 ton dengan luas areal 1.130 ha pada 2007. Pada 2006, produksi rumput laut mencapai 12.000 ton (basah) di atas areal tanam seluas 600 ha dan ditargetkan meningkat menjadi 13.100 ton (basah) dengan luas areal tanam 654 ha pada 2007. Potensi yang tersedia sebesar 5.600 ha. 3) Sektor Kehutanan Luas hutan di provinsi ini mencapai 788.691,88 ha. Fungsi hutan dibagi menjadi hutan lindung seluas 175.958,33 ha, hutan produksi tetap seluas 67.423,55 ha, hutan produksi terbatas seluas 219.908,86 ha, hutan produk konversi seluas 14.643,40 ha serta hutan suaka alam seluas 310.759,74 ha. Jenis kayu yang dihasilkannya bervariasi dari kayu kelas satu sampai kelas empat, jenis kayu dimaksud adalah kayu besi, meranti, dan kayu lokal lainnya. Di samping itu juga terdapat hasil hutan ikutan yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai rambah seperti rotan, damar, kayu manis, ijuk, daun woka dan lainnya. b.
Sulawesi Barat 1. Pertanian Provinsi Sulawesi Barat merupakan daerah penghasil tanaman pangan yang cukup besar di Kawasan Timur Indonesia. Selain padi sebagai komoditas tanaman pangan andalan, tanaman pangan lainnya yang dihasilkan Sulawesi Barat adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang-kacangan. Produksi padi Sulawesi Barat tahun 2008 sebesar 312.676 ton yang dipanen dari areal seluas 66.631 ha atau rata-rata 4,69 ton per hektar. Sebagian besar produksi padi di Sulawesi Barat dihasilkan oleh jenis padi sawah. Jenis padi ini menyumbang 95,04 persen dari seluruh produksi padi atau sebesar 297.181 ton. Sedangkan sisanya dihasilkan oleh padi ladang. Produksi jagung Sulawesi Barat pada tahun 2008 sebesar 26.633 ton dengan luas panen 7.359 ha atau menghasilkan rata-rata 3,62 ton/ha. Potensi pertanian yang telah dikelola sebesar 274.401 Ha yang terdiri dari lahan kering 219.727 Ha, lahan sawah tadah hujan 25.985 Ha, irigasi desa 14.393 Ha,
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
96
Irigasi 1/2 teknis 3.013 Ha dan irigasi teknis 11.283 Ha serta lahan potensial untuk percetakan sawah baru seluas 20.600 Ha. Produksi komoditas potensial yang telah dicapai antara lain: padi 348.859 ton GKP, jagung 14.616 ton, ubi jalar 9.216 ton, kacang tanah 896 ton, kedele 970 ton, kacang hijau 1.487 ton, ubi kayu 68.624 ton, sayuran 2.499 ton dan buah-buahan antara lain : jeruk 109.483 ton, rambutan 17.378 ton, manggis 13,8 ton, durian 81.595 ton dan markisa 63,4 ton. 2. Potensi Peternakan Pengembangan dan peningkatan usaha peternakan di Provinsi Sulawesi Barat dapat dilihat dari potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan pasar. Potensi sumber daya alam sangat mendukung kegiatan pengembangan usaha peternakan, misalnya kegiatan budidaya ternak, pengembangan ternak, pengelolaan pasca panen. Tersedianya lahan kering (218.363 Ha), lahan basah (56.038 Ha) dapat dijadikan lahan pengembangan peternakan dan sebagai sumber hijauan makanan ternak. 3. Perkebunan Perkembangan bidang perkebunan mempunyai peranan yang cukup penting dalam menggerakkan roda perekonomian masyarakat, sebagai indikatornya adalah terciptanya lapangan kerja, sumber pendapatan utama bagi petani, terutama kakao, kelapa sawit, cengkeh dan kopi penghasil devisa dan pemasok bahan baku agro industri, baik dalam maupun luar negeri. Hasil tanaman perkebunan yang cukup dominan di Sulawesi Barat pada tahun 2008 adalah tanaman Kelapa Sawit, Kakao dan Kelapa Dalam yang masing-masing berproduksi sebesar 163.714,70 ton, 77.545,41 ton, dan 59.378,74 ton. Sebagian besar hasil perkebunan tersebut dihasilkan oleh perkebunan besar swasta dan dapat dikatakan peran perkebunan rakyat relatif lebih kecil. Data tahun 2010 menunjukkan bahwa luas areal kakao 132.000 Ha dengan produksi mencapai 96.461 ton. Kelapa sawit dengan luas areal 84.248 Ha dengan produksi 1.182.908 ton TBS, Kelapa dalam dan kelapa hibrida dengan luas areal 68.804 Ha dengan produksi
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
97
71.688 ton. Kopra, Kopi Rebustra dan Kopi Arabika luas areal tahun 2007 31.215 Ha dengan produksi 10.753 ton. 4. Potensi Kehutanan Potensi hutan di Sulawesi Barat seluas kurang lebih 1.131.908 Ha yang terdiri atas kawasan hutan lindung seluas 669.358 Ha, hutan produksi terbatas (HPT) 321.607 Ha, hutan produksi 61.600 Ha, hutan suaka marga satwa (HSAW) 900 Ha dan hutan produksi yang dapat dikonversi 78.443 Ha dengan potensi hasil hutan umumnya meliputi : Kayu Eboni, Meranti, Getah Pinus, Jati, Palapi, Durian, Damar, Rotan, Kemiri, dan Kayu Campuran lainnya. Produksi hutan Sulawesi Barat pada tahun 2008 yang berupa kayu sebesar 51.306 meter kubik. Hasil lainnya yakni rotan 2.927 meter kubik. 5. Potensi Lingkungan Hidup Potensi lingkungan pada dasarnya diukur dari tingkat pencemaran, kerusakan lingkungan dan punahnya berbagai endemik dan berkurangnya potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan oleh masyarakat. Deskripsi ini dapat dicermati dari ditemukannya berbagai potensi endemik flora dan fauna yang terdapat di wilayah Sulawesi Barat seperti Burung Mandar Dengkur, Burung Maleo, Anoa Pegunungan, Elang Sulawesi, Musang Sulawesi, Anggrek Jamrud, Anggrek Bulan, dan endemik spesifik lokasi lainnya, serta masih terdapat potensi sumber daya alam yang dapat diproduksi dan dapat memberikan akses ekonomi bagi masyarakat. 6. Potensi Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Barat terletak di jazirah Sulawesi bagian barat, persis berhadapan langsung dengan Selat Makassar, dengan panjang garis pantai kurang lebih 752 Km. Kondisi tersebut sangat menguntungkan bagi perikanan laut (tangkap) dari berbagai jenis ikan nelayan dan ikan domersal serta ikan-ikan karang. Disamping itu, juga sangat potensial untuk budidaya perikanan pantai seperti udang, bandeng, taripang dan berbagai jenis komoditas ikan karal. Potensi perikanan air payau cukup besar daya ketersediaan lahan seluas
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
98
13.584,6 Ha tersebar di Kabupaten Polman, Majene, dan Mamuju belum sepenuhnya tergarap. Sementara ini, luas lahan yang sudah berproduksi adalah 10.043,2 Ha dengan produksi untuk tahun 2009 adalah bandeng dan udang, 842 ton. c.
Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan bagi Kawasan Timur Indonesia dan skala internasional. Pelayanan tersebut mencakup perdagangan, transportasi, pendidikan, tenaga kerja, pelayanan dan pengembangan kesehatan, penelitian pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan laut, air payau tambak, pariwisata, dan potensi pengembangan lembaga keuangan dan perbankan.
d.
Sulawesi Tenggara Potensi sumberdaya alam wilayah peisisir dan laut Sulawesi Tenggara yang di dalamnya terkandung sumberdaya alam hayati dan non hayati, mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam rangka menunjang pembangunan daerah ini. Sumberdaya alam hayati tersebut antara lain terdiri dari berbagai jenis ikan, krustasea, moluska, rumput laut/alga, padang lamun, mangrove dan terumbu karang. Sumberdaya alam nir hayati yang potensial di wilayah pesisir dan laut Sulawesi Tenggara adalah minyak bumi dan gas alam, nikel, aspal, pasir laut, mineral dan logam lainnya, benda-benda purbakala dan sumber energi alternatif, seperti energi gelombang, energi pasang surut dan energi panas diperkirakan masih terdapat SDA nir hayati yang belum terkuantifikasi. Potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut Sulawesi Tenggara tidak hanya potensial dikembangkan untuk kegiatan perikanan, namun juga dapat dikembangkan untuk kegiatan jasa kelautan, seperti wisata bahari dan perhubungan. Potensi sumberdaya alam wilayah peisisir dan laut Sulawesi Tenggara yang di dalamnya terkandung sumberdaya alam hayati dan non hayati, mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam rangka menunjang pembangunan daerah ini. Sumberdaya alam hayati tersebut antara lain terdiri dari berbagai jenis ikan,
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
99
krustasea, moluska, rumput laut/alga, padang lamun, mangrove dan terumbu karang. Sumberdaya alam nir hayati yang potensial di wilayah pesisir dan laut Sulawesi Tenggara adalah minyak bumi dan gas alam, nikel, aspal, pasir laut, mineral dan logam lainnya, benda-benda purbakala dan sumber energi alternatif, seperti energi gelombang, energi pasang surut dan energi panas diperkirakan masih terdapat SDA nir hayati yang belum terkuantifikasi. Potensi sumberdaya wilayah pesisir dan laut Sulawesi Tenggara tidak hanya potensial dikembangkan untuk kegiatan perikanan, namun juga dapat dikembangkan untuk kegiatan jasa kelautan, seperti wisata bahari dan perhubungan. Potensi wisata bahari yang dapat dikembangkan di Sulawesi Tenggara antara lain dapat berupa keindahan terumbu karang, mangrove, pantai berpasir, sumber air panas, dan atraksi budaya masyarakat pesisir. e.
Sulawesi Tengah Di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah terdapat potensi mineral yang berlimpah, namun masih memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai jumlah depositnya maupun rencana eksplorasi dan eksploitasinya. Beberapa jenis mineral yang tersedia di Provinsi Sulawesi Tengah yang berupa bahan galian A (strategis), bahan galian B (vital) maupun bahan galian C (non strategis dan vital) antara lain: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Minyak dan Gas Bumi Batubara Emas Nikel Galena Molibdenum Chromit Tembaga Belerang Granit
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
100
E. Kondisi Penggunaan Angkutan Laut RO-RO di Jepang dan Filipina Dalam studi ini, dilakukan studi banding dengan kondisi eksisting di negara lain terkait dengan penggunaan Angkutan Laut RO-RO. Dua negara yang menjadi pembanding penggunaan Angkutan Laut RO-RO adalah Jepang dan Filipina. Keduanya merupakan negara yang memiliki pulau-pulau kecil, seperti halnya Indonesia. Selain itu, masing-masing negara telah terbukti memiilki sistem penggunaan Angkutan Laut RO-RO yang mendukung sistem transportasi laut secara umum. 1.
Kondisi Penggunaan Kapal RO-RO di Jepang a. Kondisi Sistem RO-RO di Jepang Penggunaan kapal RO-RO dibedakan menjadi kapal khusus pengangkut barang dan kapal ferry. Empat pulau utama dari Jepang (Honshu, Hokkaido, Kyushu, dan Shikoku) saat ini telah dihubungkan melalui jembatan dan terowongan bawah tanah, akan tetapi pulau pulau kecil hanya dapat diakses menggunakan kapal. Namun pada pelaksanaannya, ferry tetap dapat menjadi alternatif transportasi antar pulau utama. Bentuk kapal RO-RO yang membawa kendaraan bermotor yang masih konvensional lebih rentan terhadap tekanan angin, dilihat dari bentuk drift kapalnya. Pada tahun 2003, Jepang mengembangkan desain teknologi wind resistancereducing baru untuk pure car carriers (PCCs). Desainnya secara umum terdiri dari busur kapal yang aerodinamis yang memabntuk mengurangi tekanan dari headwinds, ruang kargo untuk memaksimalkan kapasitas beban, tingkat kapal yang membantu mengurangi tekanan dari sidewinds, serta desain yang mengurangi waktu luang oleh tekanan angin. Adapun perbandingan antara transportasi laut khususnya kapal RO-RO dengan transportasi darat menurut Otoritas Jepang adalah sebagai berikut.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
101
Tabel 4.22 : Perbandingan Transportasi Laut dan Transportasi Darat
Transportasi Laut
Transportasi Darat
Keuntungan
Kerugian
• Rendah emisi, sehingga lebih ramah lingkungan • Pengemudi truk dapat beristirahat selama dalam pelayaran menggunakan kapal RO-RO • Dapat mempengaruhi kepadatan lalu lintas yang ada dijalanan
• Waktu tempuh yang diperlukan lebih lama daripada menggunakan truk • Sangat dipengaruhi oleh cuaca, apabila cuaca buruk sangat memepengaruhi kinerja dari transportasi laut • Sangat sulit untuk pengiriman yang berfrekuensi tinggi atau pengiriman barang skala kecil. • Emisi gas buang tinggi, sehingga lebih tidak ramah lingkungan • Perjalanan jauh yang ditempuh dapat berpotensi untuk terjadi kecelakaan • Sangat mempengaruhi keadaan lalu lintas di jalanan.
• Waktu tempuh yang cenderung lebih cepat dibandingkan dengan transportasi laut. • Relatif tidak dipengaruhi oleh keadaan cuaca • Baik untuk pengiriman yang berfrekuensi tinggi dan pengiriman dalam skala kecil.
b. Sistem Co-Ownership dari Pembelian Kapal di Jepang Di Jepang, operasi kapal dikelola oleh badan usaha swasta dimana badan usaha swasta tersebut biasanya membeli kapalnya sendiri. Dalam skenario pembelian kapal RO-RO di jepang ini biaya pembelian kapal RO-RO oleh badan usaha swasta tersebut mendapat bantuan dan kemudahan dalam hal pendanaan pembelian kapal baru. Otoritas pemerintah jepang yang menaungi transportasi laut yaitu JRTT ini memberikan dana talang sekitar 70 % 90 % dari harga kapal baru dan sisanya sekitar 10 % - 30 % dana berasal dari badan usaha swasta tersebut sehingga artinya pembelian kapal ini dibiayai secara bersama –
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
102
sama antara pemerintah jepang dengan badan usaha swasta tersebut. Kapal yang baru dibeli tersebut dioperasikan oleh pihak swasta untuk melakukan bisnis sehingga menghasilkan keuntungan. Hasil keuntungan dari pada operasi kapal tersebut yang nantinya akan digunakan untuk mencicil pengembalian dana yang diberikan oleh pemerintah Jepang saat pembelian kapal tersebut. Hal ini berlangsung hingga pengembalian biaya kepada pemerintah jepang oleh pelaku usaha selesai sehingga kapal tersebut 100 persen menjadi milik pelaku usaha tersebut. Adapun gambaran dari sistem co-ownership pembelian kapal di Jepang seperti dijabarkan pada gambar berikut ini.
Gambar 4.34 : Sistem Co-ownership Pembelian Kapal di Jepang
c. Rute Domestik Kapal RO-RO di Jepang Terdapat beberapa rute yang digunakan oleh ferry di Jepang. Rute pendek dari kapal ferry dapat mengangkut beberapa kendaraan dan penumpang, sedangkan kapal
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
103
yang memiliki kapasitas lebih besar digunakan dalam rute yang lebih panjang. Kapal ferry yang besar dapat mengangkut ratusan kendaraan, dan fasilitas untuk penumpang meliputi restoran dan kamar mandi umum. Pada rute kapal RO-RO di Jepang ini dibagi menjadi 2 jenis rute yaitu rute jarak jauh (lebih dari 300 km) dan rute jarak menengah (100 – 300 km). Adapun jumlah rute untuk rute kapal RO-RO jarak jauh di Jepang ini adalah sekitar 11 rute dengan jumlah kapal yang melayani sekitar 35 vessel dan dioperasikan oleh 8 operator. Untuk rute jarak menengah di Jepang ini mempunyai sekitar 4 rute dengan jumlah kapal yang melayani sekita 11 vessel dan dioperasikan oleh 4 operator. Pada gambar dibawah ini dijabarkan mengenai rute RO-RO di Jepang.
Gambar 4.35 : Rute Domestik Kapal RO-RO di Jepang
Pemerintah Jepang masih mensubsidi beberapa rute RORO untuk membantu daerah – daerah terpencil atau
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
104
terpinggir untuk terakses oleh transportasi publik. Sehingga perkembangan wilayah tersebut akan semakin maju dikarenakan akses yang cukup untuk wilayah tersebut. Di Jepang, ada sekitar 571 rute pelayaran kapal untuk penumpang. Sekitar 307 rute pelayaran merupakan rute langsung menuju atau dari daerah terpencil di wilayah Jepang. Sekitar 120 rute pelayaran dari 307 rute pelayaran menuju atau dari rute terpencil tersebut disubsidi dikarenakan tidak kompetitif dan defisit akan tetapi tidak terdapat alternatif transportasi lainya dari atau ke wilayah tersebut sehingga harus di subsidi oleh pemerintah Jepang. Pada gambar berikut merupakan jenis rute pelayaran penumpang di Jepang.
Gambar 4.36 : Tipe dan Jumlah Arus Rute Pelayaran Penumpang di Jepang
d. Contoh rute jarak jauh, menengah, dan dekat Berikut merupakan contoh dari beberapa rute pelayaran jarak jauh yaitu Shinmoji – Kinki dengan jarak sekitar 458 km. Rute ini mulai dibuka pada tahun 1968 dimana rute ini dilayanai oleh kapal jenis RO-RO. Setelah beberapa tahun rute ini berkembang dan beberapa perusahaan operator pelayaran mulai menggunakan jenis kapal yang
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
105
lebih besar dan pindah ke terminal baru dikarenakan besarnya demand pada rute ini. Komoditas utama yang menggunakan rute ini adalah hasil pertanian dan bahan – bahan mentah lainnya. Komoditas – komoditas tersebut menuju dan terhubung ke daerah Kansai metropolitan area dan Kyusu region yang menjadi wilayah konsumsi terbesar dari komoditas tersebut. Pada gambar berikut merupakan jadwal keberangkatan dari kapal RO-RO pada rute ini.
Gambar 4.37 : Jadwal Rute Shimoji – Kinki
Adapun dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa untuk tahun 2011 untuk rute Kobe jumlah penumpang yang menggunakan kapal RO-RO pada rute ini adalah sekitar 173.427 orang dan untuk kendaraan sekitar 130.286 kendaraan dengan rincian 78.143 truk, 636 bus, dan 56.507 kendaraan pribadi. Untuk rute Izumi – Otsu jumlah penumpang yang menggunakan kapal adalah sekitar 169.513 orang dan untuk kendaraan sekitar 155.172 kendaraan dengan rincian 98.184 truk, 570 bus, dan 56.418 kendaraan pribadi. Adapun mayoritas barang yang
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
106
menggunakan rute pelayaran ini adalah untuk barang dari Kinki adalah komoditas, minuman, dan spare-part kendaraan dan untuk barang dari Kyusu adalah spare part kendaraan, produk besi, minuman, dan lain – lain. Adapun spesifikasi dari kapal yang digunakan untuk pelayaran pada rute ini adalah sebagai berikut.
Gambar 4. 38 : Spesifikasi kapal untuk rute Shimoji – Kinki
Gambar 4.379 : Rute Shimoji – Kinki
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
107
Adapun untuk pelayaran jarak menengah dan jarak dekat dijabarkan pada gambar – gambar berikut ini.
Gambar 4.40 : Rute Jarak Menengah (Hachinohe – Tomakomai)
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
108
Gambar 4.41 : Rute Jarak Dekat Ogi – Takamatsu
2.
Kondisi Penggunaan Kapal RO-RO di Filipina Kebijakan RO-RO yang diterapkan di Filipina merupakan metode utama dalam kegiatan pengiriman barang. Meskipun demikian penggunaan sistem LO-LO (load on load off), yang merupakan metode pengiriman barang secara konvensional, masih kerap digunakan. RO-RO sendiri mrupakan sistem yang dirancang untuk membawa kargo yang tidak lagi membutuhkan crane untuk bongkar muat barang. Adanya kargo yang memiliki roda yang diangkut uleh RO-RO mengurangi kerja dan penggunaan peralatan kargo, serta mengurangi waktu yang diperlukan untuk bongkar muat barang, sehingga berpengaruh pada biaya transportasi laut yang lebih sedikit. Kebijakan terkait RO-RO di Filipina memiliki beberapa tujuan utama, yaitu: a. Untuk mengurangi biaya transportasi dari Mindanao ke Luzon, melalui Visayas, khususnya biaya transportasi antar pulau, memalui pembentukan RRTS (RO-RO Ferry
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
109
Terminal System) yang aman, efisien, dan hemat secara biaya. b. Untuk meningkatkan pariwisata, transportasi, dan perdagangan di seluruh negeri. c. Untuk memfasilitasi moderniasai agro-perikanan dan program ketahanan pangan yang dilakukan oleh pemerintah, dengan cara meningkatkan partisipasi sektor swasta dalam pembangunan dan pengoperasian fasilitas RRTS. d. Untuk membuat kebijakan baru yang meningkatkan pengembangan RRTS. Kebijakan utama RO-RO difokuskan pada beberapa poin berikut ini: a. Penghapusan biaya penanganan kargo dan iuran bea pelabuhan b. Persyaratan dokumen yang lebih sederhana dan memiliki pengawasan peraturan yang sudah tetap c. Biaya yang diterapkan berdasarkan “jarak jalur” untuk semua kargo d. Dorongan pada pelabuhan swasta yang ada untuk mengubah operasi yang sesuai dengan RRTS. Kebijakan RO-RO ini diterapkan dalam rute pengiriman yang diidentifikasikan sebagai link RRTS yang berada di bawah investor swasta maupun pemerintah lokal. Saat ini, rute jaringan RO-RO di Filipina dibatasi untuk tidak melebihi jarak 50 mil laut, dan hanya kendaraan self-driven (truk, mobil, bus, jeep, van, dan sepeda motor) yang boleh diangkut sebagai bagian layanan RO-RO. Ketentuan mengenai besaran containers on chassis tidak termasuk dalam kebijakan tersebut. Pelaksanaan sistem RO-RO di Filipina masih mengenakan biaya pada penanganan kargo. Kebijakan RO-RO secara eksplisit berusaha untuk mendorong partisipasi sektor swasta. Pilihan untuk investasi swasta termasuk investasi terpadu jaringan RO-RO. Investasi swasta diterapkan pada: a. pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian terminal (asal dan tujuan) serta akuisisi dan pengoperasian kapal RO-RO b. investasi di terminal RO-RO (konstruksi, pembangunan, dan operasi) c. investasi di kapal RO-RO (akuisisi dan pengoperasian kapal RO-RO untuk melayani rute RRTS)
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
110
Jaringan RO-RO di Filipina terdiri dari tiga nautical highways, yaitu Westerm, Central, dan Eastern, serta hubungan RO-RO timur-barat, seperti yang tersajikan dalam gambar berikut ini.
Gambar 4.38 : Jaringan RO-RO di Filipina
Jaringan RO-RO di Filipina memiliki dampak terhadap beberapa aspek berikut ini: a. Struktur dan kerja industri maritim Produk hasil pertanian seringkali dianggap memiliki kelas terendah, termasuk dalam biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan pelayaran. Hal ini mnyebabkan dampak negatif terhadap sektor pertanian. Tingkat transportasi yang diatur untuk mendistribusikan produk pertanian, tidak cukup untuk mengimbangi transportasi secara umum. Oleh karena itu, penggunaan kapal RO-RO dapat mengurangi biaya transportasi yang dikenakan pada distribusi produk
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
111
pertanian. Hal ini dilakukan melalui adanya efisiensi dalam siklus rantai pasokan total (hulu dan hilir), berkurangnya kerusakan produk, pengurangan biaya terkait manajemen persediaan perbaikan, pengurangan terhadap biaya pergudangan, serta penghapusan biaya tambahan.
Gambar 4.39 : Perbandingan Proses Pengiriman Barang dengan Kontainer dan RO-RO
b. Mobilitas penumpang Penggunaan kapal RO-RO di Filipina yang melayani penumpang merupakan salah satu alternatif transportasi di Filipina sendiri. Penumpang yang tidak sanggup afford transportasi udara atau tidak coock dalam menggunakan kapal konvensional, dapat menggunakan kapal RO-RO karena lebih terjangkau dibandingkan perjalanan melalui udara. Secara bertahap, terdapat peningkatan yang cukup signifikan dalam jumlah penumpang yang menggunakan kapal RO-RO. Dampak terhadap pembangunan area lokal
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
112
c. Mobilitias barang Shipper cargo telah mengganti kendaraan yang digunakan dan meningkatkan penggunaan RO-RO, karena secara kualitas pelayanan telah terbukti dapat lebih dipercaya dibanidngkan shipping lines antar pulau. Keuntungan lainnya adalah tingginya frekuensi perjalanan yang memungkinkan manajer logistik untuk menjadwalkan perjalanan harian dengan waktu yang dibutuhkan tidak terlalu banyak. d. Biaya transportasi Secara umum, RO-RO telah mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh transportasi logistik. Pencabutan biaya cargo handling dan wharfage di bawah kebijakan RO-RO merupakan faktor penting dalam mengurangi biaya transportasi.
Gambar 4.40 : Perbandingan Biaya yang Dikeluarkan oleh Kapal Konvensional dengan Kapal RO-RO
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
113
e. Produktivitas agrikultur RRTS dirancang untuk mengatasi inefisiensi dalam transportasi yang mendukung distribusi produk hasil perikanan dan pertanian. RRTS, atau kemudian dikenal dengan sebutan RO-RO “Highway Food”, membuka jalan dalam peningkatan efisiensi perdagangan regional, terutama pergerakan produk pertanian di berbagai pulau. f. Pariwisata Dampak positif dari penggunaan kapal RO-RO pada pariwisata adalah pemimgkatan yang signifikan dalam angka pengunjung di beberapa daerah wisata. Keuntungan biaya yang lebih terjangkau bagi para penumpang menjadi salah satu alasan mengapa kapal RO-RO sangat kompetitif sebagai angkutan penumpang. g. Kesempatan bisnis baru untuk perusahaan transportasi Jaringan RO-RO di Filipina tersebar di seluruh negara, sehingga industri truk telah mengalami kemajuan secara bisnis. h. Strategi dan operasi logistik Pembentukan jaringan RO-RO memiliki dampak pada berbagai perusahaan yang menggunakan jasa pengiriman konvensional.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
114
BAB 5 ANALISIS DAN EVALUASI
A. Analisis Pergerakan Barang di Indonesia 1. Pergerakan Asal dan Tujuan Barang di Indonesia Tahun 2011 Pada bagian ini mencoba menjelaskan mengenai pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia pada tahun 2011 berdasarkan pada data ATTN 2011. Adapun besarnya dan persebaran pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia seperti dijabarkan pada Gambar 5.1. Pada Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa pergerakan barang di Indonesia masih di dominasi oleh wilayah barat yaitu pergerakan di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Adapun pergerakan barang total per tahun pada tahun 2011 di Pulau Sumatera dan Jawa adalah sekitar 7.249.769.315 ton/ tahun. Untuk pergerakan dari Pulau Jawa ke wilayah timur Indonesia dari peta persebaran pergerakan barang di Indonesia dapat diketahui pergerakan dari Pulau Jawa dimana pusat pergerakan untuk wilayah timur dari Pulau Jawa melalui Provinsi Jawa Timur menuju ke Sulawesi selatan melalui Makasar. Pergerakan barang ke wilayah timur seperti ke Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur dibandingkan dengan pergerakan barang antara 3 pulau utama seperti Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan masih tidak terlalu besar yaitu hanya sekitar 153.632.195 ton/tahun. Hal ini mungkin disebabkan masih sulitnya transportasi untuk mencapai daerah-daerah wilayah timur Indonesia tersebut. Sehingga sangat perlu dilakukan pengembangan transportasi ke wilayah timur khususnya transportasi laut untuk meningkatkan pergerakan barang ke wilayah – wilayah timur tersebut. Adapun gambar berikut merupakan peta persebaran barang antar Provinsi di Indonesia sesuai dengan data ATTN tahun 2011.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
115
116 Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
Gambar 5.1 : Peta Persebaran Barang Antar Provinsi di Indonesia Berdasarkan Data ATTN 2011
TUJUAN ASAL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
DKI JAKARTA JABAR JATENG DIY JATIM BANTEN KAL.BAR KAL.TENG KAL.SEL KAL.TIM SUL.UT SUL.TENG SUL.SEL SUL.TRA GORONTALO SUL.BAR BALI NTB EXZ-1 NTT EXZ-2 MALUKU EXZ-3 PAPUA EXZ-4 SUMATERA
1 DKI JAKARTA 341,537,447 47,692,118 5,800,102 32,284,745 110,966,030 516,644 351,097 692,341 226,005 126,994 187,872 937,044 174,581 61,136 76,772 345,415 347,667 240,563 92,613 80,880 66,729,201
2 JABAR 388,589,781 413,594,682 46,183,498 220,005,246 236,768,649 3,442,777 2,624,251 4,140,686 1,378,056 771,174 1,048,573 6,002,047 1,252,897 441,582 585,283 2,667,216 2,564,842 1,728,076 663,096 546,128 270,007,409
3 JATENG 49,617,559 430,462,472 255,542,393 769,860,220 120,842,593 3,871,086 3,719,645 6,176,733 1,764,573 985,110 1,363,882 8,438,532 1,690,994 540,609 821,109 4,650,644 4,176,398 2,414,771 857,568 670,028 167,063,835
4 DIY 4,507,574 35,209,567 170,418,947 84,648,095 10,664,033 330,949 318,457 558,676 155,934 88,772 125,221 756,351 154,968 49,919 69,866 435,373 387,486 261,541 77,885 61,242 16,160,605
5 JATIM 33,779,731 222,921,683 704,785,836 120,630,772 54,682,043 4,140,822 4,798,047 9,354,873 3,355,977 1,290,462 1,907,193 13,247,245 2,550,080 767,979 1,203,218 12,985,047 8,537,734 3,685,982 1,155,272 912,458 154,614,605
6 BANTEN 107,876,133 239,093,601 100,009,830 14,458,366 52,929,041 864,360 609,589 953,012 336,595 185,243 247,822 1,337,730 307,748 103,038 128,752 613,008 680,777 411,430 159,410 145,360 97,298,477
7 KAL.BAR 2,803,049 16,645,386 22,893,020 3,604,653 19,158,475 3,950,948 886,076 1,139,803 429,599 194,669 266,705 1,369,756 275,366 113,890 141,900 2,219,487 1,035,522 550,409 152,182 116,313 25,407,167
8 KAL.TENG 1,215,193 7,786,411 13,484,464 2,027,083 13,302,680 1,538,240 546,369 915,895 164,070 48,598 80,410 473,444 82,988 30,251 49,016 1,656,638 759,887 352,625 38,623 27,708 8,690,529
9 KAL.SEL 1,946,968 12,346,716 22,585,107 3,414,926 26,378,076 2,497,064 706,902 914,944 2,669,400 738,090 1,366,550 7,996,092 1,417,931 465,925 1,003,383 3,522,767 1,667,323 767,127 581,295 417,455 13,955,416
10 KAL.TIM 1,151,547 7,074,602 11,351,495 1,833,158 12,528,422 1,521,054 468,071 311,052 4,784,172 358,933 669,270 2,697,496 481,303 227,677 349,036 1,772,463 906,639 537,652 231,518 149,238 9,622,886
11 SUL.UT 531,800 3,556,601 5,309,804 857,056 5,649,497 768,088 178,458 76,458 1,156,468 305,974 2,375,414 6,575,828 1,834,210 2,154,557 642,184 870,940 512,583 408,701 2,176,605 901,978 5,247,152
12 SUL.TENG 769,447 4,839,602 7,773,114 1,295,514 8,339,455 1,001,528 259,005 125,323 2,194,321 583,417 2,255,923 1,615,181 335,662 219,402 185,509 1,323,924 747,656 551,014 140,500 75,661 6,578,506
13 SUL.SEL 2,843,288 17,907,477 30,765,832 4,969,636 37,503,830 3,809,877 826,310 454,293 8,407,923 1,432,293 4,137,495 965,060 12,862,385 2,395,988 8,146,792 6,700,532 4,301,964 2,887,053 2,794,357 1,716,883 21,905,229
14 15 16 17 18 19 20 21 22 SUL.TRA GORONTALO SUL.BAR BALI NTB EXZ-1 NTT EXZ-2 MALUKU EXZ-3 PAPUA EXZ-4 SUMATERA 840,961 314,587 393,645 1,781,765 2,015,343 1,267,602 517,335 423,338 89,291,308 5,274,038 2,046,174 2,435,240 12,141,289 13,344,885 8,787,483 3,249,613 2,648,627 363,123,562 8,365,012 3,158,722 4,120,184 26,026,491 25,274,588 14,514,243 5,093,442 3,976,207 218,608,954 1,380,566 526,137 662,420 4,496,854 4,429,675 2,886,557 841,399 638,304 30,031,744 9,775,710 3,375,074 4,784,014 64,650,799 42,067,677 17,674,752 5,266,099 3,964,653 210,749,146 1,103,685 423,778 491,995 2,363,501 3,291,631 1,767,110 693,207 554,666 139,727,682 234,727 104,853 117,075 2,037,425 995,600 553,535 147,002 115,436 11,688,416 112,579 47,897 71,551 2,583,553 1,195,940 593,201 63,505 44,349 6,699,376 1,950,242 782,271 1,403,505 5,262,733 2,711,518 1,290,498 953,409 660,364 10,538,015 374,449 187,824 251,076 1,525,081 815,307 490,807 202,280 134,221 4,128,842 1,714,883 2,339,118 586,705 891,392 540,321 463,235 2,203,786 913,486 2,580,642 310,033 242,001 160,611 1,330,223 764,304 594,786 148,482 78,538 3,281,760 17,761,692 4,093,047 12,135,888 10,396,660 6,841,421 4,634,928 4,571,083 2,813,342 16,780,778 120,434 145,606 1,920,580 1,245,490 1,304,476 178,228 95,632 3,705,713 101,537 522,133 519,099 308,909 255,515 980,841 483,704 1,406,797 144,360 567,052 839,679 501,558 337,749 547,330 327,336 1,636,509 1,782,905 510,664 755,713 - 17,169,829 3,421,788 845,685 632,366 5,583,466 1,109,494 298,179 454,578 16,103,290 - 2,765,890 490,178 358,936 6,098,579 1,100,433 236,487 289,389 3,167,652 2,556,693 516,242 348,953 4,852,571 159,576 969,432 466,215 817,801 481,863 522,482 315,701 2,203,882 85,352 475,865 280,469 613,620 356,088 359,467 312,648 1,887,889 6,856,833 2,933,633 3,124,534 11,338,725 13,515,128 10,871,540 4,885,454 4,077,600 -
117 Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
Tabel 5.1 : Matriks Asal Tujuan Pergerakan Barang Antar Provinsi di Indonesia Berdasarkan Data ATTN Tahun 2011
2. Proyeksi Pergerakan Barang Masa Depan Adapun pada bagian ini dilakukan proyeksi pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia pada masa depan. Proyeksi yang dilakukan per 5 tahun yaitu dilakukan proyeksi pergerakan barang pada tahun 2015, 2020, dan 2025. Proyeksi pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia berdasarkan rata – rata pertumbuhan PDRB antar zona dalah hal ini Provinsi – Provinsi yang ada di Indonesia. Prakiraan pergerakan barang pada tahun-tahun yang telah ditentukan setelah tahun dasar dalam hal ini tahun 2011 diperoleh melalui suatu model prakiraan. Model prakiraan tersebut dapat merupakan suatu ekstrapolasi dari data historis. Adapun untuk penghitungan proyeksi lalu lintas yang terjadi dapat menggunakan rumus ekstrapolasi sebagai berikut : BarangT = Barangt x (1 + i)n Keterangan : BarangT = LHR pada tahun rencana i = Pertumbuhan Barangt = LHR pada masa kini
n = Tahun rencana
Gambar 5.2 : Peta Tingkat Pertumbuhan Pergerakan Barang Antar Proponsi di Indonesia
Adapun dari gambar diatas dapat dilihat mengenai peta tingkat pertumbuhan pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia berdasarkan nilai rata – rata pertumbuhan PDRB antar zona per
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
118
tahun. Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin merah garis pada peta tersebut maka semakin besar pula pertumbuhan pergerakan barang antar Provinsi setiap tahunnya. Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan pergerakan barang per tahunnya yang paling besar adalah pergerakan barang menuju atau dari wilayah timur. Dari peta diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan pergerakan barang yang cukup besar adalah menuju atau dari wilayah papua yaitu sekitar 10% per tahunnya, dari/ke wilayah Sulawesi selatan dan Sulawesi tengah, dan juga pergerakan barang dari/ke wilayah Kalimantan timur dan Kalimantan selatan. Adapun pada tabel dibawah ini menjelaskan mengenai matriks pertumbuhan pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia berdasarkan pada rata–rata nilai pertumbuhan PDRB anar zona.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
119
120
Tabel 5.2 : Matriks tingkat pertumbuhan pergerakan barang antar zona
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
DKI JAKARTA JABAR JATENG DIY JATIM BANTEN KAL.BAR KAL.TENG KAL.SEL KAL.TIM SUL.UT SUL.TENG SUL.SEL SUL.TRA GORONTALO SUL.BAR BALI
ASAL
18
19
20
21
22
NTB EXZ-1 NTT EXZ-2 MALUKU EXZ-3 PAPUA EXZ-4 SUMATERA
1
DKI JAKARTA
0.00%
5.56% 5.68% 5.23% 5.87% 5.54%
5.69%
5.20%
5.86%
5.67%
4.67%
7.46%
6.68%
6.50%
6.84%
6.70%
8.28% 7.53%
5.25%
6.13%
10.17%
5.26%
2
JABAR
5.56%
0.00% 5.62% 5.40% 5.71% 5.55%
5.62%
5.38%
5.71%
5.61%
5.11%
6.51%
6.12%
6.03%
6.20%
6.13%
6.92% 6.54%
5.40%
5.85%
7.87%
5.41%
3
JATENG
5.68%
5.62% 0.00% 5.46% 5.77% 5.61%
5.68%
5.44%
5.77%
5.67%
5.17%
6.57%
6.18%
6.09%
6.26%
6.19%
6.98% 6.60%
5.47%
5.91%
7.93%
5.47%
4
DIY
5.23%
5.40% 5.46% 0.00% 5.55% 5.39%
5.46%
5.22%
5.54%
5.45%
4.95%
6.34%
5.96%
5.87%
6.04%
5.97%
6.76% 6.38%
5.24%
5.68%
7.70%
5.25%
5
JATIM
5.87%
5.71% 5.77% 5.55% 0.00% 5.70%
5.78%
5.53%
5.86%
5.77%
5.27%
6.66%
6.27%
6.18%
6.35%
6.28%
7.08% 6.70%
5.56%
6.00%
8.02%
5.56%
6
BANTEN
5.54%
5.55% 5.61% 5.39% 5.70% 0.00%
5.61%
5.37%
5.70%
5.60%
5.10%
6.50%
6.11%
6.02%
6.19%
6.12%
6.91% 6.53%
5.40%
5.84%
7.86%
5.40%
7
KAL.BAR
5.69%
5.62% 5.68% 5.46% 5.78% 5.61%
0.00%
5.44%
5.77%
5.68%
5.18%
6.57%
6.18%
6.09%
6.26%
6.19%
6.99% 6.61%
5.47%
5.91%
7.93%
5.47%
8
KAL.TENG
5.20%
5.38% 5.44% 5.22% 5.53% 5.37%
5.44%
0.00%
5.53%
5.43%
4.93%
6.33%
5.94%
5.85%
6.02%
5.95%
6.74% 6.36%
5.22%
5.67%
7.69%
5.23%
9
KAL.SEL
5.86%
5.71% 5.77% 5.54% 5.86% 5.70%
5.77%
5.53%
0.00%
5.76%
5.26%
6.66%
6.27%
6.18%
6.35%
6.28%
7.07% 6.69%
5.55%
5.99%
8.01%
5.56%
10
KAL.TIM
5.67%
5.61% 5.67% 5.45% 5.77% 5.60%
5.68%
5.43%
5.76%
0.00%
5.17%
6.56%
6.17%
6.08%
6.25%
6.18%
6.98% 6.60%
5.46%
5.90%
7.92%
5.46%
11
SUL.UT
4.67%
5.11% 5.17% 4.95% 5.27% 5.10%
5.18%
4.93%
5.26%
5.17%
0.00%
6.06%
5.67%
5.58%
5.75%
5.68%
6.47% 6.10%
4.96%
5.40%
7.42%
4.96%
12
SUL.TENG
7.46%
6.51% 6.57% 6.34% 6.66% 6.50%
6.57%
6.33%
6.66%
6.56%
6.06%
0.00%
7.07%
6.98%
7.15%
7.08%
7.87% 7.49%
6.35%
6.79%
8.81%
6.36%
13
SUL.SEL
6.68%
6.12% 6.18% 5.96% 6.27% 6.11%
6.18%
5.94%
6.27%
6.17%
5.67%
7.07%
0.00%
6.59%
6.76%
6.69%
7.48% 7.10%
5.97%
6.41%
8.43%
5.97%
14
SUL.TRA
6.50%
6.03% 6.09% 5.87% 6.18% 6.02%
6.09%
5.85%
6.18%
6.08%
5.58%
6.98%
6.59%
0.00%
6.67%
6.60%
7.39% 7.01%
5.87%
6.32%
8.34%
5.88%
15
GORONTALO
6.84%
6.20% 6.26% 6.04% 6.35% 6.19%
6.26%
6.02%
6.35%
6.25%
5.75%
7.15%
6.76%
6.67%
0.00%
6.77%
7.56% 7.18%
6.04%
6.48%
8.51%
6.05%
16
SUL.BAR
6.70%
6.13% 6.19% 5.97% 6.28% 6.12%
6.19%
5.95%
6.28%
6.18%
5.68%
7.08%
6.69%
6.60%
6.77%
0.00%
7.49% 7.11%
5.98%
6.42%
8.44%
5.98%
17
BALI
8.28%
6.92% 6.98% 6.76% 7.08% 6.91%
6.99%
6.74%
7.07%
6.98%
6.47%
7.87%
7.48%
7.39%
7.56%
7.49%
0.00% 7.91%
6.77%
7.21%
9.23%
6.77%
18
NTB
7.53%
6.54% 6.60% 6.38% 6.70% 6.53%
6.61%
6.36%
6.69%
6.60%
6.10%
7.49%
7.10%
7.01%
7.18%
7.11%
7.91% 0.00%
6.39%
6.83%
8.85%
6.39%
19
EXZ-1 NTT
5.25%
5.40% 5.47% 5.24% 5.56% 5.40%
5.47%
5.22%
5.55%
5.46%
4.96%
6.35%
5.97%
5.87%
6.04%
5.98%
6.77% 6.39%
0.00%
5.69%
7.71%
5.25%
20
EXZ-2 MALUKU
6.13%
5.85% 5.91% 5.68% 6.00% 5.84%
5.91%
5.67%
5.99%
5.90%
5.40%
6.79%
6.41%
6.32%
6.48%
6.42%
7.21% 6.83%
5.69%
0.00%
8.15%
5.70%
21
EXZ-3 PAPUA
10.17%
7.87% 7.93% 7.70% 8.02% 7.86%
7.93%
7.69%
8.01%
7.92%
7.42%
8.81%
8.43%
8.34%
8.51%
8.44%
9.23% 8.85%
7.71%
8.15%
0.00%
7.72%
22
EXZ-4 SUMATERA
5.26%
5.41% 5.47% 5.25% 5.56% 5.40%
5.47%
5.23%
5.56%
5.46%
4.96%
6.36%
5.97%
5.88%
6.05%
5.98%
6.77% 6.39%
5.25%
5.70%
7.72%
0.00%
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
TUJUAN
Gambar 5.3 : Peta Persebaran Barang Antar Provinsi di Indonesia Tahun 2015
Dari gambar diatas dapat dilihat, proyeksi besarnya pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia pada tahun 2015 masih di domininasi pergerakan barang dari/ke wilayah Pulau Jawa dan Sumatera. Akan tetapi pada tahun ini dapat dilihat pergerakan barang menuju wilayah Bali dan Nusa Tenggara Barang mulai cukup meningkat pesat. Untuk pergerakan barang dari Pulau Jawa menuju wilayah timur masih didominasi pergerakan dari/ke wilayah Sulawesi Selatan dalam hal ini Makasar dan wilayah Sulawesi Tenggara dalam hal ini Kendari.
Gambar 5.4 : Peta Persebaran Barang Antar Provinsi di Indonesia Tahun 2020
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
121
Dari gambar diatas dapat dilihat, proyeksi besarnya pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia pada tahun 2020 masih di domininasi pergerakan barang dari/ke wilayah Pulau Jawa dan Sumatera. Akan tetapi pada tahun ini dapat dilihat pergerakan barang menuju wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali dan NTB meningkat pesat.
Gambar 5.5 : Peta Persebaran Barang Antar Provinsi di Indonesia Tahun 2025
Dari gambar diatas dapat dilihat, proyeksi besarnya pergerakan barang antar Provinsi di Indonesia pada tahun 2025 masih di domininasi pergerakan barang dari/ke wilayah Pulau Jawa dan Sumatera. Akan tetapi pada tahun ini dapat dilihat pergerakan barang menuju wilayah timur dalam hal ini ke wilayah NTT dan Papua meningkat cukup pesat. 3. Permodelan Jaringan Selanjutnya, pemodelan jaringan sebagai alat bantu analisis perlu dikembangkan. Model jaringan yaitu meliputi: a.
Model Makro, yang memodelkan lalu lintas/ jaringan secara makro pada jaringan yang cukup luas, sehingga dapat digunakan sebagai alat analisis dan kajian terhadap beberapa skenario terkait kondisi dan penanganan transportasi.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
122
b.
Model Meso dan Mikro, yang memodelkan lalu lintas dalam satuan pergerakan yang lebih detail, untuk wilayah yang lebih sempit (biasanya dengan pendekatan simulasi), sehingga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan penanganan di lokasi-lokasi yang penting.
4. Permodelan Pengembangan Kapal RO-RO Sesuai dengan lingkup transportasi penyeberangan, pengembangan angkutan laut RO-RO semestinya dilakukan secara terintegrasi dengan pengembangan jaringan jalan. Maka pemodelannya cukup berupa sequential model (model 4 tahap) dengan jaringan jalan. Adapun Matriks Asal-Tujuan (MAT) yang digunakan adalah dalam satuan kendaraan, dengan beberapa jenis (multiuser distribution and assigment: motor, mobil roda 4, bus, kendaraan barang berat/truk) Model jaringan dilakukan terhadap jaringan jalan dan jaringan penyeberangan eksisting. Kemudian model akan digunakan untuk menganalisis manfaat (penghematan biaya transportasi total) dari beberapa rencana pengembangan jaringan RO-RO yang telah teridentifikasi, berdasarkan ukuran kapal dan frekuensi yang mungkin diterapkan selama horison perencanaan dan diintegrasikan juga dengan rencana pengembangan jaringan jalan Pada permodelan jaringan ini akan dicari skema (jaringan, ukuran kapal dan frekuensi) yang memberikan penghematan biaya transportasi yang terkecil berdasarkan tahapan pengembangannya selama horison perencanaan. Dari masingmasing koneksi penyeberangan RO-RO (lintas) kemudian dicek kelayakan finansialnya (perbandingan antara perolehan tarif (revenue) vs biaya investasi dan operasi RO-RO serta biaya-biaya lainnya). Sehingga dapat diperkirakan lintas RORO yang mana saja yang dapat dikembangkan menjadi lintas komersial atau menjadi lintas yang memerlukan subsidi untuk dikembangkan atau menjadi lintas perintis.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
123
Gambar 5.6 : Jaringan Eksisting dan Rencana Penyeberangan di Jawa-Kalimantan dan Sulawesi
5. Model Jaringan Kebutuhan pergerakan secara nyata dapat direpresentasikan dalam jumlah bangkitan/tarikan pergerakan (dalam satuan orang, barang, maupun kendaraan) yang keluar dan masuk dari zona-zona tinjauan. Diikuti dengan distribusi pergerakan tersebut dalam kawasan serta keluar masuk kawasan. Distribusi pergerakan ini lebih jauh lagi ditinjau pada tingkat ruas serta jenis/komposisi kendaraan. Dengan teridentifikasikannya, atau paling tidak terindikasikan besaran kebutuhan pergerakan di tingkat ruas (demand volume), khususnya di sekitar wilayah studi pada masa yang akan datang, maka penilaian terhadap parameter demand bagi perencanaan fisik maupun perubahan kinerja jaringan yang ditimbulkannya dapat dilakukan. Beberapa langkah dasar yang harus dilakukan dalam mengembangkan model jaringan/ lalu lintas adalah: penetapan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
124
batas area studi, penetapan sistem zona, penetapan tingkat kedetailan jaringan jalan, dan skala waktu analisis. a.
Sistem Zona Secara normatif, pemodelan lalu lintas makro dilakukan dengan merepresentasikan wilayah studi dengan sistem zona dan jaringan (jalan/ rute) dengan ruas (link) dan simpul (node) seperti dapat dilihat pada gambar di bawah. Sebelum dilakukannya pemodelan lalu lintas (jalan), terlebih dahulu dilakukan identifikasi sistem zona sebagai basis pergerakan tinjauan.Pemodelan lalu lintas yang digunakan dalam studi ini merupakan pemodelan lalu lintas yang didasarkan kepada zona (zonal base), yang berarti bahwa pergerakan diasumsikan bersal dan berakhir dari zona.Karena itu, pada prinsipnya semakin kecil zona (dalam hal ini dapat diartikan sebagai satuan wilayah), maka semakin akurat model yang dihasilkan. Di sisi lain, ukuran zona sangat dipengaruhi oleh ketersediaan data dan disesuaikan dengan keperluan tingkat detail keluaran modelnya. Jaringan dimodelkan menjadi ruas dan node, di mana node bisa dibedakan menjadi node biasa dan centroid. Untuk kasus dalam studi ini, centroid merepresentasikan titik-titik pusat kegiatan yang bisa merupakan ibukota wilayah kajian atau lokasi-lokasi penting lainnya yang harus terhubung dengan jaringan jalan dan jaringan pelayaran kapal khususnya kapal RO-RO. Centroidcentroid tersebut terlebih dahulu ditentukan, dan dihubungkan dengan jaringan menggunakan centroid connector. Model jaringan ini merupakan model jaringan yang umum dilakukan, hanya untuk studi ini, ruas-ruasnya tidak terbatas pada ruas eksisting, tapi juga meliputi ruasruas yang mungkin untuk dibangun. Ruas-ruas yang menghubungkan node-node dan centroid-centroid itu kemudian diberi nomor, seperti contohnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Contoh ini merepresentasikan empat lokasi yang harus dihubungkan oleh jaringan jalan yang dalam hal ini ke-empat lokasi tersebut digambarkan dengan centroid. Ruas-ruas tunggal (tidak tumpang tindih) yang mungkin dapat menghubungkan ke-empat
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
125
lokasi tersebut akan tampak seperti pada gambar, sehingga terdapat 8 ruas.
Gambar 5.7 : Model Jaringan
Agar data yang tersedia baik yang berasal dari survey primer maupun sekunder dapat dipakai secara efisien dalam proses pemodelan, sedapat mungkin pembagian zona di dalam model disesuaikan dengan pembagian distrik survey yang pernah dilakukan. Maka sistem zona pada studi ini akan mengikuti sistem perwilayahan secara administratif untuk wilayah studi. b.
Sistem Jaringan Ruas-ruas jalan dan rute pelayaran yang dimasukkan ke dalam model adalah ruas-ruas jalan dan rute pelayaran yang dianggap dapat merepresentasikan kapasitas jaringan wilayah kajian yang sesungguhnya. Dalam studi ini, untuk pemodelan lalu lintas makro-nya akan digunakan paket program komputer sebagai alat bantu analisis, dimana umumnya data base jaringan jalan disusun berdasarkan format dasar program tersebut. Pada tabel-tabel di bawah ini diberikan contoh penyusunan data jaringan jalan yang digunakan.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
126
Tabel 5.3 : Contoh Data Base Jaringan Jalan Untuk Input Program Komputer Pemodelan Lalu Lintas Makro Arah dan Kecepatan Kode Kecepatan pada Arus = Simpul- SimpulKapasitas Kecepatan Panjang Nilai arus bebas Kapasitas A B (smp/jam) atau Wkt (m) Pangkat (km/jam) (km/jam) tempuh C 110 349 15 15 9999 2S 1000 1.23 C 140 433 15 15 9999 2S 1000 1.23 C 226 432 15 15 9999 2S 1000 1.23 339 340 60 30 2464 2S 8040 1.23 348 349 60 30 1521 2S 34370 1.23 351 352 40 20 2200 2S 2660 1.23 348 350 40 20 1120 2S 28090 1.23
Tabel 5.4 : Contoh Data Base Koordinat No. Simpul/Zona
Absis(X-meter)
Ordinat(Y– meter)
C 110 C 130 C 219 341 349 350
1363 1365 1727 1439 1513 1501
1131 806 432 629 1202 1136
Keterangan Tabel: Simpul-A : simpul awal ruas jalan (berupa nomor zona yang diawali dengan inisial “C” atau berupa nomor simpul persimpangan jalan) Simpul-B : simpul akhir ruas jalan (berupa nomor zona yang diawali dengan inisial “C” atau berupa nomor simpul/persimpangan jalan) Arah : arah pergerakan di ruas ( searah atau dua arah) Kode kecepatan atau wkt tempuh : basis pengukuran kinerja jaringan jalan (kecepatan atau waktu tempuh) nilai pangkat : nilai pangkat dalam kurva hubungan kecepatanarus (speed-flow relationship curve) c.
Kalibrasi Matriks Asal Tujuan Data total perjalanan (dari/ke) zona analisis diperoleh dari data pencacahan lalu lintas di tahun studi untuk mendapatkan pola perjalanan terkini. Proses estimasi ini
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
127
dilakukan dengan pendekatan pemodelan, berdasarkan model gravitasi yang dikontrol dengan data lalu lintas tersebut. Dari hasil estimasi matriks berdasarkan data lalu lintas dan jaringan maka diperoleh matriks pada tahun dasar (tahun studi) yang kemudian dapat digunakan untuk prediksi matriks asal tujuan di masa yang akan datang. d.
Validasi Matriks Asal-Tujuan yang telah diperoleh perlu dikalibrasi agar dapat diketahui kualitas prediksi yang akan dilakukan. Validasi dilakukan dengan membandingkan antara arus hasil pembebanan menggunakan matriks asal tujuan yang diperoleh dan model jaringan dengan arus hasil pengamatan lapangan.
e.
Proyeksi Kondisi Demand Pada Masa yang Akan Datang Pergerakan maupun demand dari pelayaran Kapal RORO pasti akan berubah – ubang setiap tahunnya, sehingga perlu dilakukan proyeksi demand pada masa yang akan datang. Zona-zona yang saat ini tingkat pergerakan yang sudah tinggi umumnya akan memiliki pertumbuhan lalu lintas relatif rendah dibandingkan zona lain yang masih berkembang. Selain itu pertumbuhan lalu lintas zona juga dipengaruhi oleh arah pengembangan guna lahannya. Zona yang diarahkan/dikembangkan menjadi pusat kegiatan atau guna lahan perdagangan dan jasa akan memiliki tingkat pertumbuhan lalau lintas yang lebih tinggi dibandingkan guna lahan lainnya, seperti industri. Karena itu, untuk prediksi demand ini, skenario pertumbuhan di wilayah studi, berdasarkan ekstrapolasi pertumbuhan eksisting maupun rencana-rencana yang secara definit akan terealisasi di masa depan.
6.
Pembangunan Basis Data Jaringan Jalan, Jalur Pelayaran dan Sistem Zona a.
Pembangunan Basis Data Jaringan Jalan Basis data jaringan jalan meliputi identifikasi kondisi eksisting jaringan jalan dan jalur pelayaran beserta dengan informasi – informasi mengenai jaringan tersebut, beserta sistem kodifikasinya (node and centroid
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
128
numbering or codification). Selanjutnya data base jaringan jalan dan jalur pelayaran ini dibentuk ke dalam format pemodelan transportasi sebagai alat simulasi dalam studi ini. Jaringan jalur pelayaran dan jalan eksisting sebagai prasarana pergerakan penumpang dan barang dengan berbagai jenis moda di atasnya (berbagai jenis kapal (seperti RO-RO), mobil pribadi, bus, dan truk) ini dimodelkan menjadi sistem jaringan jalan yang sederhana dan kompatibel dengan perangkat lunak. Klasifikasi jalan yang dimodelkan adalah kelas jalan Arteri, Kolektor 1, Kolektor 2 dan Kolektor 3 dengan pertimbangan bahwa jalan yang akan dikaji kelayakannya adalah jalan penghubung antar kabupaten/kota. Model jaringan pelayaran kapal dan jalan direpresentasikan dengan cara menghubungkan antar node sebagai titik awal dan akhir suatu ruas jalan. Pada gambar berikut ini diberikan contoh penggambaran jaringan jalan. Nomor 1, 2, 3, dan 4 adalah nomor node yang merupakan titik awal atau akhir jalan atau titik perpotongan jalan dengan jalan lainnya. Garis-garis memberikan informasi jarak sebuah ruas jalan.
Gambar 5. 8 : Contoh Jaringan Sederhana
Berdasarkan informasi peta jaringan jalan dan konfirmasi dari survey, model jaringan jalan yang dikembangkan adalah seperti pada Gambar 5.8.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
129
b.
Urutan Proses Pokok pekerjaan yang dilakukan, adalah secara kronologis sesuai dengan urutan yang tersaji pada subbab ini, yakni: 1) Sebagai pekerjaan awal dilakukan kajian terhadap model jaringan transportasi yang disusun berdasarkan karakteristik pergerakan dari setiap jenis tata guna lahan yang ada, sebagai pola awal Matriks Asal Tujuan (Prior Matrix) yang menjadi basis dalam pemilihan dan penentuan metoda estimasi yang digunakan dalam mengestimasi MAT Tahun Dasar 2010 (Base Matrix 2010). 2) Persiapan teknis berupa penyiapan data lalu lintas (tiap jalur pelayaran dan jalan) hasil survei pada tahun sekarang (Tahun 2012) 3) Melakukan up-date Prior Matrix (hasil butir 1) menjadi Base Matrix Tahun 2012 dengan menggunakan data lalu lintas (hasil butir 2). 4) Membuat Model Bangkitan Perjalanan dengan menggunakan hasil bangkitan tarikan (trip ends) hasil butir 3 dan mengaitkannya dengan variabel sosial ekonomi yang ada di setiap zona yang dimodelkan untuk wilayah studi. Keempat tahap pemodelan ini dilakukan untuk mempersiapkan model yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi permintaan perjalanan di masa yang akan datang. Selanjutnya dengan data lalu-lintas tahun 2012 (di sekitar ruas yang akan dikembangkan) diprediksi MAT baru tahun 2012. Proses pembentukan di dalam perangkat lunak dapat diilustrasikan melalui gambar di bawah.
MAT Th 2010
MAT Th 2012
(sistem zona)
(sistem zona)
Data volume lalu-lintas tahun 2012
Gambar 5.9 : Proses Pembentukan MAT Tahun 2012 di Wilayah Studi
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
130
c.
Digitasi Batas Wilayah Administrasi Pada tahap ini akan dilakukan digitasi wilayah pulau Kalimantan, Sulawesi dan Jawa dengan menggunakan sistem informasi geografis. Untuk batas wilayah administrasi akan didefinisikan batasan wilayahnya yaitu batas administrasi kabupaten di ketiga pulau tersebut. Adapun ilustrasi dari tahapan ini seperti dijelaskan pada gambar di bawah ini.
Gambar 5.10 : Digitasi Wilayah Administrasi
d.
Digitasi Jaringan Jalur Pelayaran dan Jalan Jaringan pelayaran dan jalan di ketiga pulau yaitu Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi di identifikasi dalam digitasi menurut fungsinya dalam layer masing-masing. Adapun ilustrasi dari pembuatan digitasi jaringan pelayaran dan jalan seperti dijelaskan pada gambar berikut.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
131
Jalan tol
Jalur pelayaran Jalur Kereta
Ruas Jalan Gambar 5.11 : Contoh Digitasi Jaringan Pelayaran dan Jalan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
132
e.
Penomoran Ruas Pada peta model jaringan jalur pelayaran dan jalan yang telah dikembangkan dan diuraikan pada sub bab sebelumnya, dilakukan pemilihan terlebih dahulu (karena tidak mungkin semua ruas diperhitungkan, terutama juga menyangkut kedalaman tingkat pemodelan jaringan), kemudian semua ruas (atau gabungan ruas) dinomori seperti pada gambar di bawah.
Gambar 5.12 : Penomoran Jaringan Model
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
133
f.
Basis Data Jaringan Pelayaran dan Jalan Ruas-ruas pelayaran dan jalan pada langkah selanjutnya diberi atribut node pada ujung dan pangkal ruas sebagai suatu segmen, dan atribut data panjang, lebar, serta arus lalu lintas penumpang dan barang diberikan per segmen tersebut.
Gambar 5.13 : Contoh Basis Data Dalam Pengembangan Model Jaringan Pelayaran dan Jalan
g.
Pembangunan Data Sistem Zona Zona sebagai pusat bangkitan dan tarikan perjalanan menggunakan dasar batas administrasi. Area yang ditentukan sebagai wilayah studi adalah semua area. Untuk keperluan pemodelan setiap zona diatas adalah diwakilkan dengan 1 (satu) pusat zona (Centroid) yang dihubungkan ke jaringan jalan melalui centroid connector. Dalam pemodelan jaringan pelayaran dan jalan, terdapat 2 terminologi dari zona lalu-lintas yakni: 1) Zona Eksternal, yaitu zona lalu-lintas di luar garis kordon. 2) Zona Internal, yaitu zona lalu-lintas di dalam garis kordon.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
134
Pada pembuatan model ini ditetapkan untuk bagian external zone adalah wilayah Papua, Maluku, NTT dan Sumatera. Pembagian zona diambil berdasarkan pembagian wilayah administrasi sampai dengan level kelurahan. Daftar nomor dan nama zona selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 5. 14 : Sistem Zona
7.
Model Pergerakan Besaran pergerakan yang digunakan untuk model ini adalah pergerakan orang dan barang harian. Besaran ini merupakan besaran pergerakan dasar yang pada prosesnya akan dikonversi kedalam satuan kendaraan, kemudian menjadi dalam rentang waktu tahunan. Sebagai data input, pergerakan direpresentasikan dalam bentuk matriks asal tujuan. Pemisahan antara orang dan barang dimaksudkan agar perbedaan pola pergerakan antara barang dan penumpang yang seringkali terjadi di lapangan dapat diperhitungkan dalam model ini. Dengan menggunakan pergerakan orang dan barang sebagai dasar pemodelan, maka analisis yang dilakukan dapat mencakup pengguna jalan dan pelayaran yang lebih mendasar serta lebih mudah dalam melakukan kalibrasinya, dibandingkan bila digunakan kendaraan sebagai satuannya. Misalnya untuk menentukan satuan biaya perjalanan, bila digunakan orang dan barang, maka satuan
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
135
biaya perjalanan bisa ditentukan dari tarif angkutan yang relatif lebih mudah diperoleh datanya di lapangan, dibandingkan bila menggunakan kendaraan, biaya satuan perjalanannya lebih sulit untuk diperoleh, terutama yang menyangkut fungsi biaya terhadap parameter perjalanan yang digunakan (seperti kecepatan, atau lainnya). 8.
Model Pembebanan Implikasi dari pemisahan antara pergerakan barang dan penumpang adalah pada model pembebanan yang digunakan menjadi tidak standar karena terdapat multi-user atau lebih dari satu pengguna/matriks asal-tujuan (MAT). Untuk kasus dimana MAT yang berbeda dibebankan pada jaringan yang sama, maka metoda diagonalization dapat digunakan untuk memprediksi besaran arus yang terjadi di masing-masing ruas untuk masing-masing pengguna (user). Pada prinsipnya metoda ini mengiterasi proses pembebanan sedemikian rupa sehingga tercapai kesetimbangan antar pengguna di setiap iterasi dalam proses pembebanan. Untuk studi ini diasumsikan penumpang dan barang (yang dikonversi dalam bentuk kendaraan penumpang dan kendaraan barang) akan memilih rute yang paling murah dan dalam jaringan akan tercapai kondisi kesetimbangan bagi pengguna (user equilibrium). Adapun dalam pembebanan pada model ini adalah sebagai berikut: 1. Setiap simpul dalam model jaringan diberi nomor sebagai penanda ruas 2. Setiap ruas (yg diapit oleh simpul) diberikan data yang menyangkut kapasitas, panjang, kecepatan tempuh dan biaya (penalty), sesuai dengan jenis ruasnya (jalan, KA, laut, ruas-ruas di dalam terminal) 3. Setelah itu, matriks asal tujuan dibebankan kepada jaringan tersebut, sehingga pergerakan antar zona dalam matriks tersebut akan terdistribusi secara setimbang diantara ruas-ruas (rute) yang ada 4. Proses Pembebanan menggunakan alat bantu perangkat lunak aplikasi STAN (Strategic Planning of MultiProduct Freight Transportation) yang berfungsi khusus untuk menganalisis pergerakan barang (multicommodity).
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
136
Gambar 5.15 : Tampilan aplikasi STAN (Strategic Planning of Multi-Product Freight Transportation)
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
137
9.
Hasil Analisis Jaringan Adapun pada saat melakukan analisis jaringan ini Matriks Asal Tujuan dari OD Nasional 2011 perlu dikalibrasi menggunakan data yang diturunkan dari data IRMS (Bina Marga) serta data Ship Voyage Report (DitLala). Adapun hasil analisis jaringan ini dijabarkan pada gambar berikut ini.
Gambar 5.16 : Peta Hasil Analisis Jaringan
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa hasil analisis jaringan ini menunjukkan bahwa konsentrasi pergerakan yang sangat tinggi di Pulau Jawa, khususnya sekitar Banten-Jabodetabek dan sekitar Surabaya. Dari 3 wilayah koridor studi pada kegiatan ini yaitu Pulau Jawa, pulau Kalimantan, dan pulau Sulawesi dapat diketahui pergerakan masih terpusat pada wilayah jawa. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena Pulau Jawa masih menjadi pusat aktivitas perdagangan dan jasa di Indonesia. Adapun dapat dilihat juga bahwa untuk pergerakan antar pulau dari ke tiga koridor studi ini untuk pergerakan dari Pulau Jawa menuju pulau Kalimantan cukup besar terutama pada wilayah pulau Kalimantan bagian selatan. Untuk
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
138
pergerakan antara Pulau Jawa dan pulau Sulawesi masih didominasi tujuan pergerakan dari Pulau Jawa menuju wilayah Sulawesi selatan yaitu makasar.
B. Skenario Pengembangan Kapal RO-RO Adapun pada studi ini dilakukan pengembangan skenario pengembangan kapal RO-RO di wilayah studi ini yaitu koridor Pulau Jawa, pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi. Pada skenario pengembangan ini dibagi menjadi 6 skenario, masing-masing tanpa rute RO-RO dan dengan rute RO-RO yang ditinjau tinjauan untuk tahun rencana 2015, 2020, dan 2025. Dari hasil analisis skenario pengembangan kapal RO-RO ini dapat dilihat perkiraan demand yang akan menggunakan rute RO-RO tersebut, serta dapat dibandingkan besaran arus di ruas-ruas lain antara kondisi tanpa dan dengan rute RO-RO tinjauan. Adapun pada skenario pengembangan kapal RO-RO ini telah dianalisis beberapa kandidat rute RO-RO yang potensial yaitu sebagai berikut: 1. Jakarta - Kumai 2. Surabaya - Banjarmasin 3. Makassar - Balikpapan 4. Jakarta - Surabaya 5. Surabaya - Makassar 6. Paciran – Garongkong Pada saat melakukan analisis skenario pengembangan kapal RORO ini digunakan asumsi spesifikasi RO-RO yang digunakan dalam melakukan analisis pengembangan ini adalah sebagai berikut.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
139
Tabel 5.5 : Spesifikasi Kapal RO-RO Untuk Analisis
Setiap rute yang telah dijabarkan tersebut kemudian dimasukkan dalam model jaringan (dengan asumsi frekuensi 1 trip per hari) dan dengan Matriks Asal Tujuan (MAT) yang sama dengan jaringan tanpa RO-RO dibebankan ke jaringan tersebut. Adapun keluaran dari model jaringan tersebut adalah perkiraan demand untuk kapal RO-RO selama tahun rencana yaitu tahun 2015, 2020, dan 2025. Pada grafik berikut dijabarkan mengenai demand dari setiap rute potensial untuk tiap tahun rencana.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
140
Gambar 5.17 : Grafik Demand Angkutan Laut RO-RO Untuk Rute Potensial Per Tahun Rencana
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa untuk rute Surabaya – Makasar mempunyai deman terbesar untuk kapal RO-RO yaitu sekitar 2.906 ton/hari untuk tahun 2015, sekitar 3.909 ton/hari untuk tahun 2020, dan sekitar 6.995 ton/hari untuk tahun rencana 2025. Adapun demand Kapal RO-RO untuk rute sebaliknya itu dari Makasar – Surabaya tidak sebanding dengan demand untuk rute Surabaya – Makasar. Hal ini menjadi tantangan dalam melakukan pengembangan angkutan laut RO-RO dikarenakan kemungkinan adanya demand angkutan laut RO-RO bolak – balik untuk suatu rute tidak seimbang. Selanjutnya rute yang cukup potensial untuk dikembangkan juga adalah rute Paciran – Garongkong dengan demand angkutan laut RO-RO sekitar 2.313 ton/hari untuk tahun 2015, sekitar 3.135 ton/hari untuk tahun rencana 2020, dan sekitar 5.548 ton/hari untuk tahun rencana 2025. Adapun pada tabel berikut dapat dilihat demand dari angkutan laut RO-RO untuk setiap rute potensial yang telah dilakukan analisis.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
141
Tabel 5.6 : Demand Angkutan Laut RO-RO Tiap Rute Potensial Arus (ton/hari)
Rute RO-RO
2015
2020
Arus (truk 20 ton/hari) 2025
2015
2020
2025
Jakarta - Kumai
727
859
1,414
36
43
71
Kumai - Jakarta
606
816
1,609
30
41
80
Surabaya - Banjarmasin
1,288
1,672
2,703
64
84
135
Banjarmasin-Surabaya
718
757
1,054
36
38
53
Makassar-Balikpapan
1,468
1,830
2,819
73
92
141
Balikpapan-Makassar
365
447
807
18
22
40
Jakarta-Surabaya
880
1,137
1,885
44
57
94
Surabaya-Jakarta
659
825
1,334
33
41
67
Surabaya-Makassar
2,906
3,909
6,995
145
195
350
Makassar-Surabaya
951
1,296
2,345
48
65
117
Paciran-Garongkong
2,313
3,135
5,548
116
157
277
Garongkong-Paciran
1,058
1,481
2,903
53
74
145
Adapun dari tabel demand di atas dapat dilakukan analisis untuk menentukan kombinasi rute pelayaran angkutan laut RO-RO yang potensial. Berikut merupakan rekomendasi kombinasi rute potensial untuk pelayaran angkutan laut RO-RO. Tabel 5.7 : Kombinasi Rute Potensial RO-RO Kombinasi Rute RO-RO Potensial Jakarta - Surabaya Surabaya - Jakarta Jakarta - Kumai - Pontianak Pontianak - Kumai - Jakarta Surabaya - Banjarmasin - Balikpapan Balikpapan - Banjarmasin - Surabaya Surabaya - Paciran - Makasar - Garongkong Garongkong - Makasar - Paciran - Surabaya Surabaya - Paciran - Banjarmasin - Balikpapan Makasar - Garongkong Garongkong - Makasar - Balikpapan Banjarmasin - Paciran - Surabaya
Arus (ton/hari) 2015 2020 2025 880 1,137 1,885 659 825 1,334 727 859 1,414 606 816 1,609 1,288 1,672 2,703 718 757 1,054 5,219 7,045 12,543 2,009 2,777 5,249 7,974
10,547
18,065
3,092
3,982
7,110
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
142
a.
Perkiraan Demand Pelabuhan Terkait dengan rute potensial yang ditinjau pada studi ini maka perlu diketahui besarnya demand pengguna pada pelabuhan RO-RO yang terkait rute tinjauan. Pada analisis demand pelabuhan ini dianggap RO-RO menggunakan terminal yang waktu tunggunya (untuk sandar) tidak lebih dari 26 jam. Adapun hasil dari perkiraan demand pelabuhan terkait dengan rute tinjauan seperti dijabarkan pada grafik di bawah ini.
Gambar 5.18 : Arus Bongkar Muat Pada Pelabuhan Terkait Rute RO-RO Tinjauan
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa arus bongkar muat pada pelabuhan terkait dengan rute tinjauan angkutan laut RO-RO ini untuk pelabuhan surabaya dan jakarta mempunyai arus bongkar – muat yang paling tinggi dibandingkan dengan pelabuhan lainnya. Hal ini perlu diperhatikan karena pelabuhan di jakarta dan di surabaya ini merupakan pelabuhan besar dengan arus yang cukup besar. Apabila akan dikembangkan angkutan laut RO-RO pada pelabuhan ini perlu dipertimbangkan dalam membuat dermaga khusus RORO.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
143
Pada tabel berikut dijabarkan besarnya arus bongkar muat dari pelabuhan yang terkait rute RO-RO tinjauan. Tabel 5.8 : Arus Bongkar Muat Pada Pelabuhan Terkait Rute RO-RO Tinjauan Arus (ton/hari)
Pelabuhan 2015
2020
2025
Jakarta
2,871
11,006
17,906
Kumai
1,333
1,676
3,022
Surabaya
9,537
12,004
19,199
Banjarmasin
2,006
2,430
3,757
Makassar
2,191
3,050
5,728
Balikpapan
1,833
2,278
3,626
Paciran
3,371
4,617
8,451
Garongkong
3,371
4,617
8,451
b. Pengaruh Angkutan laut RO-RO Terhadap Jaringan Lain Adapun dampak pengembangan rute angkutan laut RO-RO terhadap jaringan lainnya tampak beragam. Bila dilihat dari sisi Stasiun Kereta Api, ternyata terjadi penurunan demand kereta api meskipun tidak terlalu signifikan jumlahnya. Hal yang sama juga terjadi di sisi pelabuhan, kecuali untuk pelabuhan di Pulau Jawa pada tahun 2025 yang cenderung meningkat. Pada grafik dan tabel berikut dijabarkan mengenai pengaruh angkutan laut RO-RO terhadap jaringan lainnya.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
144
Gambar 5.19 : Grafik Pengaruh Rute RO-RO Terhadap Jaringan Lain
Tabel 5.9 : Pengaruh Rute RO-RO Terhadap Jaringan Lain Keterangan Sta. KA (di P. Jawa) Pelabuhan di P. Jawa Pelabuhan di P. Kalimantan Pelabuhan di P. Sulawesi
2015 Tanpa Dengan RO-RO RO-RO
Tanpa RO-RO
2020
2025
450,479.36 439,149.09
557,157.92 543,433.45
Dengan RO-RO
Tanpa RO-RO
Dengan RO-RO
879,705.58 857,966.88
772,926.22 775,154.87 1,008,321.86 1,011,802.82 1,718,521.27 1,723,778.85 93,873.29
91,439.32
54,962.24
47,717.34
122,301.77 119,892.10 74,127.10
64,249.31
209,077.54 204,937.47 136,574.39 120,487.90
C. Analisis dan Struktur Ekonomi Angkutan laut RO-RO Untuk mendukung informasi bahwa penggunaan angkutan laut RO-RO memiliki efisiensi secara biaya yang lebih baik dibandingkan kapal barang lainnya, maka dilakukan analisis ekonomi dan finasial terhadap kapal RO-RO. Pada bagian ini akan dibahas mengenai struktur pembiayaan terhadap angkutan laut, perbandingannya dengan angkutan laut yang mengangkut barang (kapal LoLo), serta skema investasi bagi pengembangan kapal RORO ke depannya.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
145
1.
Struktur Pembiayaan Angkutan laut RO-RO Tahap pembiayaan yang akan menjadi dasar perhitungan kondisi ekonomi penggunaan angkutan laut RO-RO terdiri dari tahap pre-shipment, tahap di atas kapal, dan tahap setelah shipment. Biaya akses di pelabuhan perlu diperhitungkan dari masing-masing pelabuhan (asal dan tujuan kapal). Untuk angkutan laut RO-RO, biaya yang dibutuhkan dari asal tujuan tidak hanya dilihat berdasarkan pelabuhan tempat bersandar kapal, namun dilihat dari biaya yang dikeluarkan secara door to door. Biaya akses yang dikenakan dari posisi awal kendaraan yang bergerak menggunakan angkutan laut RO-RO dilihat dari biaya administrasi dan biaya masuk pelabuhan, serta pajak yang dikenakan pada barang/penumpang yang menggunakan jasa angkutan laut RO-RO.
Gambar 5. 20 : Skema Pembiayaan Kapal RO-RO Outbound
Barang yang dikirim dari produsen/distributor yang akan dikirim mengunakan angkutan laut RO-RO melalui beberapa proses sebelum dapat tiba di tangan konsumen atau distributor selanjutnya. Pengiriman barang menggunakan truk dari daerah asal menuju pelabuhan, kemudian terdapat kemungkinan truk harus menunggu sesaat sebelum dapat langsung dinaikkan ke kapal RO-RO. Biaya yang dikeluarkan dari proses pre shipment hingga truk naik di kapal terdiri dari perjalanan darat menggunakan truk dan biaya administrasi di pelabuhan. Beban yang dikenakan selama di pelabuhan asal adalah: a. gate in pelabuhan b. administrasi
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
146
c. d. e. f.
penumpukan dermaga bongkar muat kendaraan pajak 10%
Arus barang juga memperhitungkan biaya yang dibebankan pada kapal. Biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari depresiasi, ABK, perawatan, asuransi, serta beban penumpang. Sedangkan biaya variabel kapal tergantung dari biaya yang dikenakan oleh pelabuhan asal dan tujuan dalam pemberian beban labuh, tambat, pandu dan tunda, serta waktu menunggu kapal sebelum menepi ke dermaga. Selain itu biaya bahan bakar termasuk ke dalam biaya variabel kapal. Seperti halnya biaya yang dikeluarkan pada saat truk akan naik menuju kapal, di pelabuhan tujuan juga terdapat beban kepelabuhan. Dibandingkan proses barang menuju kapal, biaya saat penurunan barang relatif lebih murah karena tidak terdapat biaya penumpukan. Kendaraan yang membawa barang dapat langsung turun dari kapal dan menuju tujuan distribusi barang. Beban di pelabuhan tujuan terdiri dari: a. jasa dermaga b. bongkar muat barang c. get out pelabuhan
Gambar 5. 21 : Skema Pembiayaan Kapal RO-RO Intbound
Penggunaan Angkutan laut RO-RO sebagai moda transportasi antar pulau dapat dikembangkan, dilihat dari perbandingan biaya yang dibutuhkan untuk menggerakan angkutan laut RORO. Sebagai kapal yang tidak membutuhkan bantuan alat
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
147
khusus untuk membantu bongkar muat, angkutan laut RO-RO dapat menjadi lebih ekonomis dibandingkan kapal besar lain yang digunakan dalam distribusi logistik. Meskipun angkutan laut RO-RO digunakan dalam mengangkut komoditas yang berbeda dengan kapal lainnya, namun angkutan laut RO-RO tentu memiliki kelebihan karena tidak membutuhkan waktu lama untuk bongkar muat. 2.
Perbandingan Antara Angkutan laut RO-RO dan Kapal Barang Lainnya Perbandingan dengan kapal barang lainnya dilakukan untuk melihat berapa banyak biaya yang dikeluarkan oleh kapal lain dengan jarak yang sama. Hasil dari perhitungan yang dilakukan, diawali dengan titik nol yang sama, yaitu Jakarta ( Tanjung Priok ). Jarak dari Jakarta ke masing-masing kota yang menjadi tujuan survey mempengaruhi banyaknya biaya yang dikeluarkan oleh masing=masing kapal. Semakin jauh jarak yang dilalui oleh kapal, terlihat bagaimana Angkutan laut RO-RO memiliki keuntungan biaya yang lebih efektif dan efisien. Spesifikasi kapal RO-RO yang digunakan sama seperti analisis sebelumnya, dengan asumsi kendaraan yang diangkut adalah truk yang dapat memuat muatan sebesar 12 ton. Biaya yang dihitung adalah biaya yang dikeluarkan satu truk untuk melakukan perjalanan door to door, termasuk di dalamnya terdapat biaya kapal RO-RO selama perjalanan. Tabel 5.10 : Struktur Biaya Angkutan Laut RO-RO
Komponen Biaya
Jakarta Surabaya
Biaya Pre 450,000 Shipment Biaya Pelabuhan 743,270 Asal Biaya Per satuan 418,891 Truck (12 Ton) Biaya Pelabuhan 643,200 Tujuan Biaya Pasca 550,000 Shipment Biaya Pergerakan Barang (Per 1 2,805,361 truck @12 ton) Sumber: Hasil Analisis, 2012
Jakarta Sampit
Jakarta Balikpapan
Jakarta Makassar
Jakarta Palu
Jakarta Kendari
450,000
450,000
450,000
450,000
450,000
743,270
743,270
743,270
743,270
743,270
454,445
710,781
805,975
898,302
1,008,406
643,200
643,200
643,200
643,200
643,200
550,000
550,000
550,000
550,000
550,000
2,840,915
3,097,251
3,192,445
3,284,772
3,394,876
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
148
Kapal barang lainnya yang merupakan kapal LoLo yang menjadi sampel untuk perbandingan biaya kapal memiliki spesifikasi sebagai berikut: Tabel 5.11 : Spesifikasi Kapal Barang LoLo Item LOA LBP B H Draft
Dimensi m m m m m
GT NT DWT Grain (cbm)
100.5 95.8 18.8 8.418 6.654 4,476 2,197 5539 Hold No.1 : 365 Hold No.2 : 3364 Hold No.3 : 3.448
M3
Total : 7.177 Container (20')
TEU's
In Hold : 141 On deck : 364
Tabel 5.12 : Struktur Biaya Kapal Barang LoLo Komponen Jakarta Biaya Surabaya Biaya Pre 605,000 Shipment Biaya 274,450 Pelabuhan Asal Biaya Per satuan 1,230,262 Container (20') Biaya Pelabuhan 1,086,500 Tujuan Biaya Pasca 550,000 Shipment Biaya Pergerakan Barang 3,746,212 Sumber: Hasil Analisis, 2012
Jakarta Sampit
Jakarta Balikpapan
Jakarta Makassar
Jakarta Palu
Jakarta Kendari
605,000
605,000
605,000
605,000
605,000
274,450
274,450
274,450
274,450
274,450
1,533,415
2,442,874
3,049,180
3,655,485
4,261,791
1,086,500
1,086,500
1,086,500
1,086,500
1,086,500
550,000
550,000
550,000
550,000
550,000
4,049,365
4,958,824
5,565,130
6,171,435
6,777,741
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
149
Kapal barang LoLo memmiliki beban biaya yang lebih besar dibandingkan kapal RO-RO disebabkan oleh adanya biaya yang dikeluarkan saat bongkar muat barang. Saat tiba di dermaga, proses lift on dan lift off membutuhkan biaya lebih dibandingkan jika menggunakan kapal RO-RO, kendaraan dapat langung keluar pelabuhan dan menuju tujuan. Selain itu, penumpukan barang di pelabuhan asal dan tujuan untuk diangkut ke distributor juga menyebabkan biaya yang dikeluarkan perusahaan barang lebih besar. Salah satu kelemahan kapal LoLo juga dapat terjadi antrian kapal yang merapat, yang pada akhirnya berpengaruh pada biaya pengiriman barang.
Gambar 5. 22 : Perbandingan Biaya Pergerakan Kapal RO-RO dan LoLo
3.
Skema Investasi Angkutan laut RO-RO Dalam pengembangan angkutan laut RO-RO, dibutuhkan gambaran untuk investasi kapal ke depannya. Skema investasi dapat berupa investasi yang berasal dari pemerintah atau pihak swasta. Beberapa komponen yang menjadi bahan pertimbangan dalam investasi adalah pendapatan dan pengeluaran tetap (depresiasi kapal, ABK, perawatan, administrasi, dll), biaya pengeluaran variabel (BBM, pelumas, port changes), serta pajak yang dapat berubah sewaktu-waktu. Skenario dalam skema investasi yang akan dilakukan adalah adanya kenaikan tarif setiap 10% per 3 tahun, kenaikan pengeluaran tetap sebesar 5% per 2 tahun, serta kenaikan pelumas sebesar 10% per 3 tahun.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
150
Bentuk kerja sama yang dapat dikembangkan untuk mendukung investasi kapal tersebut dapat berupa public private partnership. Kerja sama antar kedua pihak dibutuhkan agar pengembangan angkutan laut dapat tercapai. Penyediaan kapal dapat menjadi celah bagi pemerintah untuk melakukan investasi. Pengelolaan angkutan laut dapat diserahkan pada swasta. Selain itu, pihak swasta dan pemerintah dapat berkerja sama untuk mengelola pelabuhan yang secara khusus memmiliki dermaga yang melayani angkutan laut RO-RO untuk proses distribusi barang.
D. Analisis Pengembangan Wilayah Sistem transportasi di Indonesia meruapakan pendukung dalam meratanya pengembangan wilayah di seluruh Indonesia. Berdasarkan data yang didapatkan terkait isu strategis dan potensi wilayah yang terdapat di masing-masing provinsi, dapat dilihat bahwa pengembangan angkutan laut akan menjadi faktor penting dalam sistem logistik nasional. Penggunaan angkutan laut RO-RO akan dibutuhkan, terutama pada beberapa pelabuhan kecil yang tidak memiliki fasilitas yang memadai dalam bongkar muat barang. Kondisi penggunaan Angkutan laut RO-RO yang menjadi moda dalam transportasi antar pulua, baik barang maupun penumpang, tidak akan lepas dari kebutuhan adanya dukungan fasilitas infrastruktur yang mendukung. Kondisi fisik jalan yang baik akan menjadi salah satu kunci penting berjalannya pemanfaatan angkutan laut RO-RO yang lebih baik. Hal ini secara bersamaan menjadi kunci dari peningkatan dan pengembangan potensi wilayah terkait. Potensi wilayah yang terdapat di masing-masing koridor ekonomi dapat menjadi daya tarik kegiatan ekonomi yang akhirnya berpengaruh pada pengembangan wilayah. Kemudahan penggunaan angkutan laut RO-RO yang tidak memerlukan alat bongkar muat dan menjadi jembatan berjalan antar pulau, menjadi salah satu alasan penggunaan angkutan laut RO-RO dapat menjadi alternatif utama dalam penyebrangan penumpang dan barang. Nilai load factor kendaraan yang dimiliki beberapa Provinsi di Kalimantan menunjukkan kebutuhan akan kendaraan yang dapat langsung digunakan dari ujung pelabuhan menuju lokasi kegiatan ekonomi. Beberapa pulau kecil yang berada di sekitar Kalimantan juga masih membutuhkan aksesibilitas angkutan transportasi.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
151
Angkutan laut RO-RO dapat mendukung kebutuhan tersebut, sehingga pengemabangan wilayah tidak hanya terpusat di pulau utama, namun juga pulau-pulau kecil pendukungnya. Sulawesi, sesuai dengan MP3EI memiliki potensi pereknomian melalui hasil pertanian dan perkebunan. Hal ini terbukti melalui nilai produksi yang dihasilkan oleh provinsi yang ada di Sulawesi. Indonesia timur, terutama di kawasan Maluku dan Ambon, terdiri dari pulau-pulau kecil. Melihat aksesibilitas yang dimiliki saat ini masih relatif sulit dijangkau, penggunaan angkutan laut RO-RO akan membantu mempermudah pengiriman logistik dan hasil perkebunan dan pertanian dari pulau utama ke pulau-pulau kecil lainnya. Namun keterbatasan pelabuhan menyebabkan masih adanya permasalahan terkait kondisi perairan di sekitarnya. Pembangunan rute jaringan RO-RO yang didukung dengan pelabuhan yang memadai akan membantu perkembangan ekonomi wilayah. Saat ini, sarana transportasi utama yang digunakan antar pulau adalah transportasi udara. Sumber daya alam hayati dan sumber daya alam non hayati yang dimiliki oleh Sulawesi memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kegiatan jasa. Akses yang lebih mudah melalui penggunaan angkutan laut RO-RO akan membantu dalam meningkatkan angka kunjungan dari luar Sulawesi.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
152
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pengembangan angkutan laut RO-RO di Indonesia yang ditujukan untuk mendukung pengembangan wilayah dan sistem logistik di Indonesia dapat didukung dengan rencana desain kebijakan yang terintegrasi. Usulan strategi dan kebijakan dapat dirumuskan melalui hasil kesimpulan analisis.
A. Kesimpulan Analisis Biaya yang dikenakan pada operasional kapal RO-RO seharusnya tidak sebesar yang dibutuhkan oleh kapal barang kontainer yang beroperasi. Kelebihan dari kapal RO-RO yaitu tidak membutuhkan alat bongkar muat dapat menekan pembiayaan. Selain itu, di luar biaya yang operasional kapal, pemeliharaan kondisi jalan di sekitar wilayah juga menjadi biaya eksternal. Proyeksi pergerakan barang dilihat berdasarkan nilai pertumbuhan PDRB menunjukkan bahwa Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi, Maluku, dan Papua memiliki potensi pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan kawasan lain. Pemilihan Kapal RO-RO dibandingkan kapal barang lainnya dapat dilihat berdasarkan kebutuhan dari pengiriman barang sendiri. Kapal RO-RO diperuntukan untuk general cargo, kendaraan bermotor, dan penumpang.
B. Rekomendasi Beberapa rekomendasi yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil studi ini adalah: 1.
Kebutuhan akan dermaga khusus untuk melayani penggunaan Kapal RO-RO. Hal ini diperlukan untuk mengindari kondisi dan kinerja dermaga eksisting yang telah padat dan apabila ditambah lagi dengan beroperasinya kapal RO-RO di pelabuhan tersebut ditakutkan akan menambah padat kinerja dari pelabuhan eksisting.
2.
Desain kapal RO-RO yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia. Kapal RO-RO yang digunakan di wilayah Indonesia ini hendaknya disesuaikan dengan kondisi perairan di Indonesia dan juga terhadap kondisi dermaga yang ada saat
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
153
ini. Hal ini perlu diperhatikan apabila terjadi kesalahan dalam pemilihan jenis kapal RO-RO akan menyebabkan kesalahan seperti tidak dapatnya bersandarnya kapal di dermaga akibat draft dermaga yang tidak sesuai dengan kapal. 3.
Penggunaan Kapal RO-RO dikawasan kepulauan di Indonesia Timur untuk mendukung pertumbuhan pergerakan. Dari analisis demand dan pertumbuhan yang telah dilakukan pada studi ini dapat dilihat bahwa perkembangan wilayah timur Indonesia cukup besar sehingga perlu sekali ditunjang dengan transpotrasi yang memadai khususnya dari transportasi laut.
4.
Reliabilitas jadwal operasional kapal RO-RO. Untuk membuat kapal RO-RO menjadi kompetitif dibandingkan dengan moda transportasi lain maka diperlukan ketepatan jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal sehingga kapal RO-RO ini dapat menarik minat pengguna.
5.
Subsidi BBM kapal dan biaya kepelabuhan. Hal ini diperlukan untuk membuat kapal RO-RO kompetitif, karena selama ini biaya yang paling besar dikeluarkan oleh operator pelayaran adalah dari hal BBM sedangkan untuk kendaraan darat seperti truk mendapat subsidi BBM.
6.
Peningkatan performance pengelolaan kapal RO-RO dan pihak pelabuhan yang lebih efektif . peningkatan performance ini harus dilakukan agar lebih efektif dan juga tidak memakan waktu yang lama sehingga menyebabkan kurang realibitas waktu dari kapal RO-RO.
7.
Penyediaan dan perawatan infrastruktur pendukung kegiatan yang menggunakan RO-RO (jalan akses pelabuhan dan dermaga pelabuhan yang layak). Kapal RO-RO ini mengangkut kendaraan maka sudah sepantasnya jalan akses ke pelabuhan dan dermaga harus ditingkatkan untuk menunjang dari kinerja kapal RO-RO ini juga.
8.
Integrasi BUMN dan sektor swasta dalam mendukung pemanfaatan RO-RO sebagai moda transportasi untuk komoditas strategis. Hal ini diperlukan juga dukungan dari BUMN dan sektor swasta untuk membantu pemanfaatan RORO dengan cara menggunakan kapal RO-RO dalam mendistribusikan komoditas – komoditas strategis.
9.
Penggunaan kapal RO-RO yang mendorong interaksi antar pulau yang mendukung terbentuknya PDR (Pusat Distribusi Regional).
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
154
DAFTAR PUSTAKA
BUKU DAN HASIL PENELITIAN ----. 2004. Study on the Development of Domestic Sea Transportation and Maritimie Industry in the Republic of Indonesia (STRAMINDO). Japan International Cooperation Agency ----. 2007. Laporan Akhir Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia. Jakarta: Departemen Perhubungan. ----. 2009. Studi Pengembangan Model Kompetisi Antar Terminal Di Satu Pelabuhan dan Antar Pelabuhan. Jakarta: Departemen Perhubungan. ----. 2009. Fasilitas dan Kinerja Operasional Pelabuhan Tahun 2008. Jakarta: Departemen Perhubungan Budiman, Arief (ed.). 1990. State and Civil Society in Indonesia. Melbourne: Centre of Southeast Asian Studies, Monash University. Clamer, John. 2003. Neo-Marxisme Antropologi: Studi Ekonomi Politik Pembangunan (terjemahan). Yogyakarta: Sadasiva. Friedmann, John. 1987. Planning in Public Domain: From Knowledge to Action. Princeton: Princeton University Press. Healey, Patsy. 1997. Collaborative Planning: Shaping Places in Fragmented SocieTies. London: Macmillian Press. Hetifah Sjaifudian. 2002. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance: 20 PrakarsaInovatif dan Partisipatif di Indonesia.Bandung: Ford Foundation,akan diterbitkan. Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar. 2000. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Li, Tania Murray. 1999. Transforming the Indonesian Upland. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Patton Q., Michael. 1990. Qualitative Evaluation and Research Methods. Newbury Park: Sage Publications, Inc. Pierre, Jon, and B Guy Peters. 2000. Governance, Politics and the State. London:MacMillian Press.
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
155
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional Tahun 20052025 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon 1 Kementerian Republik Indonesia Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 7 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Tahun 2010-2014 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 22 Tahun 20120 tentang Pengangkutan Barang/Muatan Antarpelabuhan Laut di Dalam Negeri Keputusan Menteri Perhubungan No. 49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional dan Undang Undang Transportasi Peraturan Menteri Dalam Negeri No.54 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Keputusan Menteri Perhubungan No.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional dan Undang-Undang Transportasi. Rencana Induk Pelabuhan Nasional Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
156
LAMPIRAN 1 LAMPIRAN BIAYA I
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
157
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
158
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
159
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
160
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
161
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
162
LAMPIRAN 2 FORMULIR KUESIONER
Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia
163